Minggu, 7 Juni 2015 pukul 09.00 – 11.30 WIB, diadakan kegiatan bedah buku Sutra Wasiat Sang Buddha bagian pertama nasehat Sang Buddha tentang “Menegakkan Sila” di Kantor Cabang Tzu Chi Medan tepatnya di Jl. Cemara Boulevard Blok G/1 No. 1-3, Cemara Asri. Kegiatan bedah buku ini dibawakan oleh Jusni Lina Shijie, Endang Kamal Shixiong, Januar Shixiong, dan di ikuti oleh 45 orang relawan. Tujuan Buddha datang ke dunia adalah untuk membantu manusia awam terbebas dari penderitaan. Dalam membina diri yang paling ditakutkan adalah terikat pada barang duniawi dan gangguan Moha (setan). Nasehat pertama “Menegakkan Sila” terbagi menjadi lima bagian : 1. Sangha ladang berkah yang menuntun diri sendiri dan memberi manfaat pada orang lain. Setelah Sang Buddha Parinirwana, kepada siapa usaha keluarga Tathagatha diserahkan nantinya? Setelah Sang Buddha parinirwana, semangat dan ajaran Sang Buddha mesti dipercayakan kepada para muridnya (Sangha) untuk meneruskannya. Ada hambatan dalam dan luar untuk menjadi Bhiksu (Sangha). Contoh hambatan dari luar adalah keluarga yang selalu melarang kita untuk menuju jalan pelatihan menjadi Bhiksu. Hambatan dari dalam adalah belum kuatnya tekad untuk meninggalkan duniawi. “Sangha” adalah kelompok penuh keharmonisan yang suci. Agama lain juga ada orang yang membina diri dengan sepenuh hati, contohnya pendeta dan biarawati Katolik yang meninggalkan keluarga untuk membina diri, jadi boleh juga disebut sebagai “Sangha” Kemewahan bagi seorang Bhiksu adalah seperti awan yang mengambang. Para Bhiksu menggunakan tubuh (jasmani) ini sebagai sarana pelatihan diri. Untuk itu ada empat kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh para Bhiksu, diantaranya adalah makanan, pakaian, perabot, obat-obatan. Untuk mendapat empat kebutuhan pokok tersebut, maka para Bhiksu harus meminta-minta (Pindapatta). Dan melalui Pindapatta, para Bhiksu membalas budi umat dengan ajaran Buddha untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Para Bhiksu yang sudah meninggalkan duniawi berarti meninggalkan keluarga penuh kerisauan, memasuki keluarga Tathagata, mempersembahkan diri kepada umat. Ada enam metode supaya semua orang bisa bersatu dan harmonis yang disebut dengan “Enam Prinsip Keharmonisan” 1) Keharmonisan dalam disiplin moral. Setiap orang harus mematuhi sila (aturan atau hukum). Tujuan mempraktikkan ajaran sila supaya kita senantiasa melakukan introspeksi diri dan membatasi perilaku diri. Seperti dalam Yayasan Buddha Tzu Chi ada 10 sila yang harus dipatuhi. 2) Keharmonisan dalam pandangan. Pandangan adalah pendapat atau pemahaman. Dalam belajar ajaran Buddha, harus terlebih dahulu menghilangkan pemikiran tentang “diri sendiri” dan menghapus pikiran subjektif, dengan sendirinya bisa menerima pendapat orang lain tanpa menimbulkan konflik. Ada sebuah kata perenungan Master Cheng Yen yang mengatakan berusaha mengecilkan diri sendiri sampai bisa masuk ke mata orang. Dalam rapat bisa saja terjadi perbedaan pendapat tetapi yang terpenting adalah kesepahaman dari hasil rapat. 3) Keharmonisan dalam berbagi keuntungan. Para Bhiksu di Jingsi yang hidup di Griya Jingsi selalu saling jaga, berbagi tugas dan bekerja sama, tanpa keuntungan pribadi, semua kebutuhan hidup sangat merata, jasmani dan batin sangat jernih. Para Bhiksu Jingsi tidak pernah memikirkan keuntungan untuk diri sendiri tetapi adalah keuntungan bersama. 4) Keharmonisan dalam perbuatan. Tindakan setiap orang padu. Dalam berkegiatan “ketika sepasang mata memandang, ribuan pasang mata ikut memandang”, “sepasang tangan bergerak, ribuan pasang tangan ikut bergerak, jika bisa bersatu dan bekerja sama barulah bisa terwujud “keharmonisan dalam perbuatan”. 5) Keharmonisan dalam ucapan. Dalam berucap mesti memperhatikan empat unsur : orang (sudah tepatkah kata yang ingin disampaikan ke lawan bicara), waktu (sudah tepatkah waktu yang cocok untuk di sampaikan), tempat (tempat yang disampaikan sudah sesuai), Suara (nada dalam penyampaian pesan harus diperhatikan). Jika semua unsur ini diperhatikan, barulah ucapan tidak akan mendatangkan kerisauan, juga tidak akan melukai hati orang. 6) Keharmonisan dalam pikiran. Pikiran adalah niat yang tulus, gembira adalah sukacita. Diri sendiri harus terlebih dahulu memperlakukan orang dengan hati penuh kelembutan dan welas asih, dengan sendirinya akan bisa menyadarkan orang lain, pada saat bersamaan timbul hati suka cita. Dalam Tzu Chi, para komite memakai baju jubah kelemahlembutan dan kesabaran. Dengan memakai terus menerus pakaian ini maka kita bisa terus hidup harmonis dengan setiap orang dengan meningkatkan moralitas kita. 2. Dengan memahami sila dan menaati sila, jasmani dan batin menjadi bersih. Praktimoksha artinya menuju pembebasan. Pembebasan terdiri dari 2 macam, diantaranya : 1) Pembebasan satu per satu (別別解脫). Dalam agama Buddha, terdiri dari 7 golongan dalam pembinaan diri: I. II. Bhiksu adalah seorang pria yang sudah ditahbiskan dan menjalankan 250 sila. Bhiksuni adalah seorang wanita yang sudah ditahbiskan dan menjalankan 348 sila. III. Samanera adalah calon Bhiksu yang menjalankan 10 sila. IV. Samaneri adalah calon Bhiksuni yang menjalankan 10 sila. V. Siksamana adalah calon Bhiksu/Bhiksuni yang masih remaja dan menjalankan 6 sila. VI. VII. Upasakha adalah umat pria yang berumah tangga dan menjalan 5 sila. Upasikha adalah umat wanita yang berumah tangga dan menjalankan 5 sila. Walaupun golongannya berbeda tetapi tujuannnya adalah supaya mendapatkan pembebasan satu per satu. 2) Pembebasan di mana saja (處處解脫) ajaran sila yang dapat diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi dan sesuai lingkungan. Sila yang ditetapkan oleh sang Buddha bersifat fleksibel dan tidak kaku. Mengapa sila perlu diterapkan? Karena ada Bhiksu yang melanggar aturan makanya Sang Buddha menerapkan sila. Sila artinya menahan diri dari melakukan kesalahan. Sila sangat paling penting dalam praktisi ajaran Buddha. Sila mengikuti perkembangan zaman, sebab gaya hidup zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu yang bisa merusak jasmani dan batin makanya di Tzu Chi ditetapkan 10 sila. Menumbuhkan akar kebajikan dan menghapus kerisauan. Bagi seorang pemula, belajar ajaran Buddha adalah belajar untuk kembali pada sifat hakiki dan mengembangkan Dharmakaya suci yang semula ada, Dharmakaya suci ini diperoleh dari penerapan sila, sebab sila dapat mencegah kotoran dari luar mencemari batin kita, jadi sebelum tercemar harus dicegah dengan sebaik mungkin. “Menghilangkan” memiliki makna membebaskan. Manusia awam memiliki dua rintangan, melatih diri adalah bertujuan untuk membebaskan diri dari dua rintangan ini: 1. Menghilangkan rintangan kerisauan/kekotoran batin 2. Menghilangkan rintangan tidak memiliki akar kebajikan Menghilangkan rintangan kerisauan/kekotoran batin. Kerisauan/kekotoran batin” bersumber dari enam kesan indera terhadap kondisi luar --- rupa (mata melihat), suara (telinga mendengar), bau-bauan (hidung mencium), rasa (lidah merasakan), sentuhan (tubuh), bentuk-bentuk pikiran, setelah enam landasan indera mengadakan kontak, itu akan mengundang datangnya kerisauan, inilah rintangan kerisauan/kekotoran batin. Jika ingin menghapus kerisauan/kekotoran batin, juga mesti melatih batin dalam segala kondisi. Seperti kita yang menemukan pecerahan dalam kegelapan. Menghilangkan rintangan tidak memiliki akar kebajikan. Mematuhi sila dengan baik dapat menghilangkan “rintangan tidak memiliki akar kebajikan”. Kita harus memupuk akar kebajikan dengan sebaik mungkin, dengan mematuhi sila dapat melatih samadhi dan selanjutnya membangkitkan kebijaksanaan, namun “memiliki kebijaksanaan tanpa berkah” juga tidak boleh, sedangkan mematuhi sila dapat memupuk akar kebajikan, ketika akar kebajikan sudah cukup dalam, dengan sendirinya akan memperoleh berkah. Para praktisi sangat memerlukan sila. Menggunakan sila sebagai sistem manajemen Tzu Chi maka akan menciptakan keharmonisan. Sila berarti tenang jadi kita tidak akan terpengaruh oleh kondisi luar sehingga kebijaksanaan bisa terbentuk. Sila untuk mengatur diri sendiri bukan untuk mengatur orang lain. Siapa yang akan menjadi guru kita setelah Sang Buddha parinirwana? menjadikan sila sebagai guru. Jika bisa berpedoman pada Dharma dan mematuhi sila, itu bagaikan hidup pada zaman Buddha. Tidak tahu mematuhi sila, biar pun dekat Buddha tapi bagaikan terpisah puluhan ribu mil. Sebelum mencapai KeBuddhaan kita harus menjadi seorang manusia yang berkepribadian luhur. 3. Berbeda dengan manusia awam, selayaknya mematuhi sila Sebagai pemegang sila yang murni, pertama-tama harus memperhatikan 10 hal: 1. Tidak seharusnya melakukan barter. 2. Tidak seharusnya melakukan jual-beli. 3. Tidak seharusnya melakukan perdagangan. 4. Tidak seharusnya mendambakan sawah atau rumah. 5. Tidak seharusnya memiliki pelayan. 6. Tidak seharusnya memiliki budak. 7. Tidak seharusnya memelihara hewan ternak. 8. Tidak mengerjakan segala cocok tanam. 9. Tidak seharusnya menimbun harta benda. 10. Tidak diperbolehkan memotong rumput, menebang pohon, membuka lahan atau menggali tanah. Tidak diperbolehkan meracik obat, meramal nasib baik atau buruk, meramal sesuatu dengan melihat bintang, meramal berdasarkan almanak, menghitung hari baik. Semua ini mesti dihindari. Kaya batin mendatangkan kebahagiaan besar – Cai Shu Qi Beliau penderita polio. Sejak kecil beliau merasa tidak nyaman sehingga jika ada kesempatan untuk mendapatkan uang maka beliau akan memanfaatkan. Beliau pernah menjadi ketua unit lotere, mengupas kerang. Pada saat mengupas kerang, beliau bisa merasakan bahwa kerang tersebut masih bisa bernafas. Beliau merasa bahwa dia sedang memutilasi hewan tersebut. Terakhir setelah bergabung di Tzu Chi, beliau belajar tersenyum terhadap setiap orang dan mendapatkan kebahagiaan yang belum pernah di rasakan sebelumnya. 4. Ada enam cara untuk mencegah kesalahan, diantaranya : 1. Harus merenung ke dalam batin sendiri. 2. Melatih perhatian benar untuk mencapai pencerahan. 3. Tidak boleh menyembunyikan kejelekan sendiri. 4. Tidak boleh menampilkan kemampuan supranatural yang dapat menyesatkan orang. 5. Terhadap empat persembahan, hendaknya tahu jumlah yang dibutuhkan dan kenal puas. 6. Bisa berbagi dengan orang lain dan tidak menimbun terlalu banyak. 5. Taat pada sila yang murni melahirkan Dharma yang baik. Sila adalah kediaman utama dari pahala kebajikan yang mendatangkan ketenangan jasmani dan batin. Sila dapat menambah berbagai pahala kebajikan, asal bisa mematuhi dan menjunjung sila yang murni, di kemudian hari tentu akan mendapatkan pembebasan dan kenyamanan.