1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler merupakan bahan makanan bergizi tinggi, memiliki rasa dan aroma enak, tekstur lunak serta harga yang relatif murah dibandingkan dengan daging dari ternak lainnya sehingga disukai oleh konsumen, namun daging ini mudah rusak. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan yang kurang higienis di pasar tradisional. Oleh karena itu diperlukan upaya pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Karkas ayam broiler setelah dipotong mengandung jumlah bakteri sekitar 105 sampai 106 cfu/gram (Brown, 1992). Untuk menekan pertumbuhan bakteri, daging ayam broiler umumnya disimpan dengan cara didinginkan, dibekukan, namun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bahan pengawet alami, salah satu diantaranya adalah daun salam. Bahan pengawet alami yang berasal dari tanaman sudah banyak digunakan diantaranya kelopak bunga rosella, sari buah markisa kuning dan daun senduduk, senyawa ini telah dibuktikan mampu mengurangi aktivitas bakteri pembusuk yang terdapat pada karkas ayam broiler. Daun salam mempunyai kemungkinan besar untuk digunakan sebagai bahan pengawet karena mengandung tannin, minyak atsiri, seskuiterpen, triterpenoid, fenol, steroid, sitral, lakton, saponin dan karbohidrat (Pidrayanti, 2008). Minyak atsiri daun salam menunjukkan aktivitas antijamur melawan kapang kontaminan pada produk roti yaitu Euroticum sp, Aspergillus sp. dan Penicillium sp. (Noveriza dan Miftakhurohmah, 2010). Daun salam merupakan tanaman yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai bumbu dapur karena memiliki aroma dan citarasa yang khas, 2 memiliki nilai harga yang murah dan mudah untuk mendapatkannya. Masyarakat selain menggunakan daun salam sebagai bumbu dapur juga mengkonsumsi ekstrak dan rebusan daun salam untuk mengobati asam urat, stroke, kolesterol tinggi, melancarkan peredaran darah, radang lambung, dan diare (Khairun, dkk., 2012). Hal ini dimungkinkan karena daun salam mempunyai senyawa flavanoid dan tanin (Murtini, 2006). Senyawa ini juga bersifat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga mampu memperpanjang waktu awal pembusukan, mengurangi jumlah total bakteri dan mampu memperlambat kecepatan peningkatan pH karkas ayam broiler dan menghasilkan akseptabilitas yang masih disukai. Penelitian sebelumnya daun senduduk yang mempunyai kandungan flavanoid dan tanin seperti daun salam mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan memperlambat laju peningkatan pH daging ayam. Berdasarkan dikembangkan sebagai hal tersebut juga daun salam berpotensi untuk pengawet alami karkas ayam broiler karena kemampuannya mampu menekan pertumbuhan bakteri, memperpanjang waktu awal kebusukan dan memperlambat kecepatan peningkatan pH karkas ayam broiler namun menghasilkan akseptabilitas yang masih disukai. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh berbagai konsentrasi daun salam (syzygium polyanthum) terhadap daya awet dan akseptabilitas karkas ayam broiler. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi daun salam pada karkas ayam broiler terhadap daya awet (waktu awal kebusukan, pH, total bakteri) dan akseptabilitas. 3 2. Pada konsentrasi berapa persen penggunaan daun salam sebagai pengawet karkas ayam broiler yang menghasilkan daya awet terbaik (waktu awal kebusukan paling lama, pH terbaik, total bakteri paling sedikit) dan akseptabilitas paling disukai. 1.3 Maksud dan Tujuan 1. Mengetahui pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi daun salam sebagai pengawet pada karkas ayam broiler terhadap daya awet (waktu awal kebusukan, pH, total bakteri) dan akseptabilitas. 2. Mengetahui pada tingkat berapa persen perendaman daun salam yang paling baik sebagai pengawet karkas ayam broiler terhadap daya awet terbaik (waktu awal kebusukan paling lama, pH terbaik, total bakteri paling sedikit) dan akseptabilitas paling disukai. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi ilmiah maupun praktis untuk ditingkat pedagang, peneliti, maupun akademisi untuk menggunakan daun salam sebagai bahan pengawet alami. 1.5 Kerangka Pemikiran Kontaminasi mikroba yang tinggi pada daging menentukan kualitas dan masa simpan daging. Agar tidak terjadi kerusakan atau kebusukan pada daging dapat dilakukan cara pengawetan untuk menghambat akivitas mikroba yang mengakibatkan kerusakan dan kebusukan pada daging, sehingga dapat memperpanjang masa simpan daging (Soeparno, 2009). Daging merupakan sumber makanan yang baik bagi mikroorganisme untuk berkembang biak secara cepat dan mengakibatkan terjadi pembusukan 4 dalam waktu yang singkat. Pembusukan karena aktivitas mikroorganisme merupakan gejala yang terlihat dengan timbulnya perubahan bau, rasa atau penampilan dari daging yang menyimpang. Pembusukan sebagai kerusakan daging oleh kerja mikroorganisme yang merusak struktur daging sehingga menjadi lunak dan berair (Buckle, dkk., 2009). Beberapa penelitian membuktikan bahwa bahan pengawet alami efektif sebagai pengawet daging, diantaranya adalah rempah-rempah dan minyak atsiri. Aktivitas rempah sebagai pengawet disebabkan fungsinya sebagai antioksidan dan anti mikroba. Penggunaan rempah seperti kayumanis, cengkeh dan bawang putih akan mengurangi pertumbuhan menengah (Kuntz, 2000). Escherichia coli pada daging dalam tingkat Lemongrass (sereh wangi), daun salam dan oregano dapat menekan sejumlah bakteri seperti, E. coli, salmonella dan Stapphylococcus pada tingkat kurang dari 2% (Widaningrum dan Winarti, 2011). Tepung daun salam mengandung bahan kering sebesar 95,02% abu 4,86%, lemak kasar 4,53%, protein kasar 1,28%, serat kasar 20,39%, kalsium 1,13%, fosfor 0,71% dan saponin 95,27 ppm. Kandungan kimia lainnya dari daun salam adalah minyak atsiri 0.05% (sitral dan eugenol), tanin, flavanoid (Murtini, 2006). Tanin yang dikandung daun salam mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja bakteri. Mekanisme kerja tanin daun salam dalam menghambat bakteri yaitu melalui denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan, sehingga permeabilitas meningkat. Kerusakan dan peningkatan permeabilitas menyebabkan pertumbuhan sel menjadi terhambat dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Kusumaningrum, dkk., 2013). 5 Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat asam dengan rasa sepat menyebabkan rasa pahit (Sulistyawati dkk., 2012) sehingga penggunaannya sebagai perendam perlu dibatasi, untuk menjaga agar akseptabilitas pada daging ayam broiler tidak berubah dari asalnya. Senyawa ini bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan kontinyu, namun dalam jumlah kecil dapat berfungsi sebagai antioksidan (Awika, dkk., 2009). Minyak atsiri merupakan senyawa fenol berperan pada mekanisme pertahanan mikroorganisme. Pada konsentrasi rendah, fenol bekerja dengan merusak membran sel sehingga menyebabkan kebocoran sel. Pada konsentrasi tinggi, fenol dapat berkoagulasi dengan protein seluler dan menyebabkan membran sel menjadi tipis (Buchbaufr, 2003). Daun salam mengandung senyawa bioaktif yang dapat bersifat bakterisidal, bakteriostatik, fungsidal dan germinal/menghambat germinal spora bakteri (Suharti, dkk., 2008). Senyawa bioaktif dalam daun salam antara lain triterpenoid, eugenol, saponin, tannin, flavanoid, alkaloid, dan minyak atsiri serta seskuiterpenoid (Robinson, 1995). Flavanoid adalah senyawa polifenol yang sesuai dengan struktur kimianya terdiri dari flavonol, flavon, flavanon, isoflavon, katekin, antosianidin dan kalkon. Flavanoid bermanfaat sebagai anti viral, anti alergik, anti platelet, anti inflamasi, anti tumor dan anti oksidan sebagai sistem pertahanan tubuh. Kerja senyawa flavanoid pada mikroba dengan cara memasuki lapisan lipid dan kemudian merusak fungsi dari sistem perlindungan yang mengakibatkan kebocoran pada intramembran mikroba (Cushnie dan Lamb, 2005). Penelitian bahan pengawet alami telah dilakukan untuk memperpanjang waktu simpan daging, diantaranya daun senduduk. Daun senduduk mempunyai 6 persamaan dengan daun salam yaitu mengandung senyawa tannin, flavanoid, steroid, saponin dan glikosida yang berfungsi membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Robinson, 1995). Namun keunggulan daun salam adalah ekstrak etanolnya menunjukkan efek antijamur dan antibakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anticacing (Guzman dan Siemonsma, 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun senduduk (Melastoma malabathricum L.) dengan konsentrasi 20% mampu menekan pertumbuhan bakteri sebesar 3,21 X 103 cfu/g dibandingkan dengan jumlah total bakteri daging ayam broiler tanpa perlakuan yaitu sebesar 3,6 X 105 cfu/g pada penyimpanan daging ayam broiler selama 12 jam pada suhu ruang. Selain itu, daging ayam broiler yang telah direndam oleh daun senduduk dengan konsentrasi 20% tidak berpengaruh nyata terhadap akseptabilitas (Kusumaningrum, dkk., 2013). Berdasarkan uraian mengenai persamaan daun salam dan daun senduduk tersebut maka perendaman karkas ayam broiler dengan menggunakan daun salam dengan konsentrasi 20% dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada daging ayam sehingga waktu awal kebusukan yang lebih lama, disamping itu memperlambat peningkatan pH pada karkas sehingga menjadikan tempat yang kurang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun salam maka semakin rendah hasil total bakteri yang ditemukan, sehingga mampu memperpanjang waktu awal kebusukan karkas ayam broiler. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan perendaman daging sapi dengan larutan bunga rosella konsentrasi 9% menghasilkan daya awet 1126 menit dan tidak merubah warna daging sapi (Rizka, dkk., 2012). Ekstrak rimpang 7 lengkuas yang digunakan pada perendaman ikan bandeng dengan konsentrasi 20% menunjukkan rerata jumlah bakteri sebesar 3,96 X 106. Hal ini disebabkan oleh kemampuan ekstrak lengkuas untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Stapilococcus aureus (Florensia, 2012). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan perendaman daun salam pada konsentrasi 0%, 10%, 15% dan 20% terhadap waktu awal kebusukan, pH dan total bakteri karkas ayam broiler menunjukkan bahwa konsentrasi 20% merupakan konsentrasi terbaik terhadap daya hambat bakteri yaitu 7 x 106 cfu/gram; nilai pH 6,08; memiliki waktu awal kebusukan pada menit ke-322 dan tidak merubah akseptabilitas dari daging ayam broiler. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan konsentrasi ekstrak daun salam diikuti dengan penurunan jumlah mikroorganisme daging ayam yang pada akhirnya akan memperpanjang daya simpan daging (memperlambat waktu awal kebusukan) dan memperlambat peningkatan pH daging ayam. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditetapkan hipotesis bahwa pemberian ekstrak daun salam sebanyak 20% sebagai perendam mampu memperpanjang waktu awal kebusukan karkas ayam broiler, menekan pertumbuhan bakteri dan memperlambat peningkatan pH daging, dengan akseptabilitas masih disukai. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran pada bulan Agustus 2015.