UNIVERSITAS INDONESIA DETERMINAN MIGRASI INTERNASIONAL: MIGRASI NETTO STUDI KASUS ASEAN+6 DAN GRAVITASI MIGRASI KELUAR DARI INDONESIA SKRIPSI WISNU HARTO ADI WIJOYO 0706286350 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DEPOK JULI 2011 UNIVERSITAS INDONESIA DETERMINAN MIGRASI INTERNASIONAL: MIGRASI NETTO STUDI KASUS ASEAN+6 DAN GRAVITASI MIGRASI KELUAR DARI INDONESIA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi WISNU HARTO ADI WIJOYO 0706286350 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DEPOK JULI 2011 HALAMAN PERSETUJUAN Judul : Nama NPM : : Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia Wisnu Harto Adi Wijoyo 0706286350 Laporan Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui. 21 Juli 2011 Elda Luciana Pardede, S.E, M.Sc. Pembimbing Skripsi ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : NPM : Tanda Tangan : Wisnu Harto Adi Wijoyo 0706286350 Tanggal 21 Juli 2011 : iii HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi : : Wisnu Harto Adi Wijoyo : 0706286350 : Ilmu Ekonomi : Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Elda Luciana Pardede, S.E, M.Sc. ( ) Ketua Penguji : Pribadi Setiyanto S.E., M.A. ( ) Penguji : Ledi Trialdi S.E., MPP. ( ) Ditetapkan di Tanggal : Depok : 18 Juli 2011 iv KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada penulis sehingga tugas penulisan skripsi sebagai persyaratan untuk memenuhi kriteria kelulusan meraih gelar kesarjanaan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dapat diselesaikan dengan baik. Selama penulisan, penulis tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima dan rasa hormat serta penghargaan yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terwujud, kepada: 1. Bu Elda Pardede selaku dosen pembimbing yang dengan segenap hati telah bersedia meluangkan waktu dan kesabarannya dalam membimbing, mengarahkan dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi; 2. Bapak Pribadi dan Pak Ledi selaku penguji sidang yang baik dan sabar dalam menguji saya dan telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini; 3. Para Dosen Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang berguna dan bermanfaat selama penulis menjalankan masa kuliah di FEUI; terutama Pak Andi dan Pak Rus’an serta Pak Chaikall yang humornya membuat kelas selalu menyenangkan; 4. Tentunya kedua orang tua, Bapak dan Ibu serta seorang adik yang agak cerewet :p; 5. Asih Dwi Hayu Pangesti, disebut sendirian biar spesial (ga pake telor :p); 6. Geng Otaku: Ledotto, Mbak Decil, Fajar Labkom, Kak Rani Simehate, Kak Imam, Akbar Zuvardhi (Bahasa India tu Bar :p), Dea dan Elsa, Kak Zen, Kak Putri, Kak Faris, Kak Jogja; 7. Tentunya Nida Sadida, Oom Bimo Senang, Teh Kenny Devita, Ledotto lagi, Ruth Niki ’The Dark Horse’, Mas Joseph Sihotang, Uda’ Jahen sang Ketua ILUNIE, Yulia Chaerani, Tante PS (Putri Saraswati), Akbar lagi, Abay al Abay, Doni ’Ganteng’, Doni HPP ’The Conqueror’, Rufita ’Imut’ Sri Hasanah (eh, bener ga nih ejaannya?), Gita PP ’SNSD’, Bu Dwinda, Bu Direta, Dara Andhika ’Diamond Heart’, Diah Arlina, Mister Clau, Lamia, Kak Kara, Kak Niki, Sheny Rekan PIN, Alam Rekan ASUI, Ginandjati Anjas ’The Illuminatus’, Ratih Dwi R, Bro Akam, Bro Aria, Adit ’Opor’ Chiang Mandarizky, Kiki, Thijah, Nadice (sengaja gw deketin ketiganya v vi ama Adit), Windha, Akrie, Mikail, Isni, Nisa Evandiari, Dhita Larasati, Si Artis Adhi Cihuy, Si temennya artis Zivanna L. Siregar, Gema, Rama, Succi Herdian yang lugu, Mas I.G.N.M Mulia Primanta Sohib Inter, Nadif, Murid gw Dina, Ovani yang bawel, Shelda Sabrina, Zahara buat kertas Printnya, Tias, Tewe (rekan Statu), Friska Magdalena Panjaitan (yang dibully penulis selama penulisan), Meilany Samsi, Ayu Yeriesca, Novia Arista, Nosika Chika, Dewi Marhamah, KFC, Burger and Grill, serta Labkom DepIE. Oia, Sebastianus Andhika Nasution dan Ratna Andhika, eh, Ratna Indah Fitria :p, Vandes Dolly, Tito Pardede, Bro Yokeu, Astri F, Usaid A.R, Shelly N, Mia R, Badrul Oom R, Fyra, Topo, Mbak Nanin, Mbak Illah, Mas Katno, Kak Happy Safitri, Kak Cabe buat buku - buku warisannya, Mas Femo, Mbak Rini :p; 8. Schach Noir, The Black Cat (Acer 4530) dengan MacBuntu 10.04 dan Win7 x64 Ultimate serta Mini Portable XP Proffessional SP2 yang membantu perskripsian penulis, Software LATEX, Motorola Q8 CDMA edisi 2004, Sony Ericsson S302 Snapshot Edition, Blackberry Electron 8700g edisi 2004, Forum Linux Kaskus, Komunitas UI untuk tutorial dan template LATEXnya, Kambing UI buat distro Linux dan update Ubuntunya, Jstor, Elsivier, Researchgate, Googledocs, Forum Antivirus Ansav.com (udah tewas, hix), Website gw Myconomy, Hijack Tools buat Download paksa PDF internet :p, dan berbagai software open source yang berlandaskan sosialisme utopis dan menyenangkan :p ; 9. Semua pihak yang telah sangat membantu penulis di dalam penyusunan skripsi ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu . Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. ’Bukan Ku ingin mendahului nasib; Melainkan nasib adalah kesendirian masing - masing’ (Chairil Anwar oleh Sumandjaya) Depok, 18 Juli 2011 Wisnu Harto Adi Wijoyo Universitas Indonesia HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya : : : : : Wisnu Harto Adi Wijoyo 0706286350 Ilmu Ekonomi Ekonomi Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada tanggal : : Depok 21 Juli 2011 Yang menyatakan (Wisnu Harto Adi Wijoyo) vii ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Wisnu Harto Adi Wijoyo : Ilmu Ekonomi : Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia Tulisan ini bertujuan untuk mengestimasi dampak dari determinan - determinan migrasi netto internasional di ASEAN+6 (Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Arab Saudi) selama periode waktu 1980-2010 dan pola migrasi keluar Indonesia dari tahun 1994-2008. Tingkat migrasi netto menjadi variabel dependen model ASEAN+6, sedangkan persentase migrasi keluar Indonesia menjadi variabel dependen untuk model migrasi Indonesia. Model Panel GLS-LSDV dipergunakan untuk menjelaskan kedua model. Dari hasil analisis, mengindikasikan bahwa untuk kasus ASEAN+6 faktor penarik (pendapatan perkapita) lebih kuat dibandingkan faktor pendorong (tingkat pengangguran), sementara untuk Indonesia hanya rasio pendapatan perkapita yang terbukti berkorelasi positif dengan migrasi keluar Indonesia. Kata Kunci: migrasi internasional, analisis panel gls-lsdv, ASEAN+6, Indonesia, determinan ekonomi, faktor penarik dan pendorong viii ABSTRACT Name : Wisnu Harto Adi Wijoyo Program : Economics Title : Determinants of International Migration: Study Case of ASEAN+6’s Net Migration and Gravity of Indonesian Outmigration This paper aims to estimate the influence of economic determinants on net international migration in ASEAN+6(China, Japan, South Korea, India, Australia, and Saudi Arabia) in the period of 1980-2010 and the out migration pattern in Indonesia from 1994-1998. Net migration rates subjected as dependent variable for ASEAN+6’s model, for Indonesia, out migration rates used as its dependent variable. Panel GLS-LSDV used to explaining the models. The analyses suggest that for ASEAN+6 the pull factor (income percapita) is stronger than the push factor (unemployement rates), but Indonesian case indicating only the income percapita ratios positively correlated with Indonesian out migration. Keywords: international migration, panel analysis for gls-lsdv, ASEAN+6, Indonesia, economic determinants, push and pull factors ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PERSETUJUAN ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS iii LEMBAR PENGESAHAN iv KATA PENGANTAR v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH vii ABSTRAK viii Daftar Isi x Daftar Gambar xiii Daftar Tabel xiv 1 2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . 1.1.1 ASEAN, ASEAN+6 dan AEC 2015 1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . 1.2.1 Definisi Permasalahan . . . . . . . 1.2.2 Batasan Permasalahan . . . . . . . 1.3 Pertanyaan Penelitian . . . . . . . . . . . . 1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . 1.5 Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . STUDI LITERATUR 2.1 Definisi dan Determinan Migrasi Internasional . 2.1.1 Definisi Migrasi Internasional . . . . . 2.1.2 Determinan dari Migrasi Internasional . 2.2 Sejarah Teori Migrasi Internasional . . . . . . . 2.2.1 Teori-teori Migrasi Internasional . . . . x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 1 2 5 7 7 8 8 9 . . . . . 10 10 11 12 16 16 xi 2.2.2 2.2.3 2.2.4 Teori Migrasi Pertama (Initial) . . . . . . . . . . . . . . . Teori Migrasi Lanjutan (Advanced) . . . . . . . . . . . . Rangkuman Determinan Migrasi dari Berbagai Macam Teori Migrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kekurangan dalam Penelitian Migrasi Internasional . . . . . . . . Teori Migrasi Internasional: Penggunaan Basis Data Migrasi Netto dalam Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Model Gravitasi Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . Hipotesis Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17 . 22 METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data dan Spesifikasi Variabel . . . . . . . . . . . . . . . 3.1.1 Model Panel Migrasi ASEAN+6 dan Panel Gravitasi Migrasi Internasional Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2 Model Panel Data untuk Analisis Panel Data ASEAN+6 dan Gravitasi Panel Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2.1 Permodelan Data Panel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2.2 Uji Hausman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2.3 Uji GLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.3 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 . 33 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 3 4 ANALISIS DESKRIPTIF 4.1 Basis Asumsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2 Analisis Determinan Migrasi Netto Terpilih Data Panel ASEAN+6 4.2.1 Migrasi Netto . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.2 Pendapatan Perkapita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.3 Tingkat Pengangguran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.4 Persentase Angka Melek Huruf Dewasa (penduduk usia >15 tahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.2.5 Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih per-Kategori ASEAN+6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.3 Analisis Deskriptif Determinan Terpilih Data Panel Migrasi Keluar Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4.3.1 Rasio Pendapatan Perkapita (relyi j ) . . . . . . . . . . . . 4.3.2 Massa Populasi (inter popi× j ) . . . . . . . . . . . . . . . 4.3.3 Jarak antar Negara (Di j . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 . 25 . . . . 26 28 29 31 . 34 . . . . . 38 38 43 43 45 . . . . . 46 46 48 48 48 49 . 50 . 51 . . . . 51 52 52 53 Universitas Indonesia xii 4.3.4 4.4 5 6 Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih per-Kategori Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55 ANALISIS INFERENSIAL DAN HASIL OBSERVASI 5.1 Model dalam Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . 5.2 Migrasi Internasional di ASEAN+6 (1980-2010) . . 5.3 Migrasi Internasional Keluar Indonesia (1994-2008) . 5.4 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 56 56 58 61 64 KESIMPULAN DAN SARAN 66 6.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66 6.2 Kelemahan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67 6.3 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67 DAFTAR REFERENSI 69 LAMPIRAN 1 Lampiran 1-8 2 Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR 1.1 Jumlah Migrasi di Asia, 2000 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.1 Tiga Dimensi Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . 12 xiii 3 DAFTAR TABEL 1.1 1.2 Migrasi Total Negara - Negara di Asia, 2000 . . . . . . . . . . . Data Pengangguran ASEAN tahun 2009 . . . . . . . . . . . . . . 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 Matriks Determinan Migrasi Internasional . . . . . . . . . Faktor Pendorong Migrasi Internasional (Lewis, 1982) . . Faktor Penarik Migrasi Internasional (Lewis, 1982) . . . . Variabel Kunci dari tiap Teori Migrasi Internasional . . . Hasil Penelitian dengan Data Migrasi Bersih Internasional Hipotesis Model 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hipotesis Model 2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.1 3.2 3.3 Negara Tujuan Utama Migrasi Tenaga Kerja ASEAN . . . . . . 34 Variabel Independen untuk Analisis Spesifik Negara ASEAN+6 36 Variabel Independen untuk Analisis Gravitasi Migrasi Indonesia 37 4.1 4.2 4.3 4.4 Standar Determinan Panel ASEAN+6 . . . . . . . . . . . . . . Standar Determinan Panel Indonesia . . . . . . . . . . . . . . Sebaran Data Migrasi Bersih menurut Kelompok . . . . . . . Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Pendapatan Perkapita, Tingkat Pengangguran dan Angka Melek Huruf . . Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Rasio Pendapatan Perkapita, Massa Populasi dan Jarak . . . . . . . . . . . . . . 4.5 5.1 5.2 5.3 5.4 . . . . . . . . . . . . . . Hasil Regresi GLS-LSDV ASEAN+6 untuk menjelaskan Arus Migrasi Bersih (per-1000 penduduk) selama 30 tahun observasi (1980-2010) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 2 ASEAN+6 . . Hasil Regresi GLS-LSDV Indonesia untuk menjelaskan Arus Migrasi Keluar (%) selama 15 tahun observasi (1994-2008) . . Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 1 Gravitasi Migrasi Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xiv . . . . . . . 2 6 13 15 15 24 27 29 30 . 47 . 47 . 48 . 51 . 54 . 59 . 60 . 61 . 63 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang hampir tak terbatas. Banyak perjanjian baik dalam bentuk multilateral, maupun unifikasi kawasan terjadi seusai perang dunia kedua (1945) sebagai hasil dari proses globalisasi ekonomi dunia. Dari hasil penelitian milik Verico (2007), integrasi ekonomi (definisi lain menyebutkan sebagai regionalisme, seperti ASEAN, EEC atau Masyarakat Ekonomi Eropa, dan lainnya) memiliki hubungan positif dengan negara - negara anggotanya. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan teori dasar dari ekonomi internasional yang menyatakan bahwa setiap negara baik secara langsung maupun tidak langsung akan saling bergantung satu sama lain (Markussen, 1995 c.f Verico, 2007). Beberapa pondasi ekonomi internasional yang dimaksud adalah sektor perdagangan barang, arus jasa, arus modal dan mata uang asing, serta migrasi internasional (Balassa, 2000 c.f Verico, 2007). Perkembangan untuk migrasi internasional terlihat menjanjikan untuk banyak negara. Sejak tahun 1960 banyak studi tentang migrasi internasional, bersumber dari teori dasar migrasi tentang faktor pendorong dan faktor penarik (push and pull factors)(Lewis, 1982 c.f Boyle et-al., 1998), banyak peneliti yang berhasil memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara migrasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Lee, 1966 c.f Lucas, 1997; Massey et-al., 1993, 1998; Jennissen, 2003; 2004). Secara umum, studi empiris tentang migrasi internasional jumlahnya sangat terbatas (Massey et.al, 1998). Banyak studi mengenai tema ini dibahas untuk kasus Eropa, terutama migrasi di Eropa Barat. Namun, hal ini kontras jika dibandingkan dengan jumlah studi migrasi di Asia, terutama Asia Tenggara dan Pasifik. Selain itu, studi migrasi yang dilakukan selama ini masih terfragmentasi secara parsial untuk setiap kawasan. Hal ini membuat banyak indikator dan determinan ekonomi yang signifikan di suatu kawasan justru menjadi tidak terlalu berpengaruh di kawasan lain. Battistella (2003), menyatakan studi tentang migrasi di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur memiliki tipologi yang kompleks. Kompleksitas yang dimaksud adalah fluktuasi politik dan krisis ekonomi yang membuat pola migrasi di dua 1 2 kawasan ini berbeda dengan hasil studi yang ada selama ini. Asumsi neo-klasik (Todarro, 1976) maupun teori dual-labor market (Piore, 1979) menjadi kurang signifikan jika dikaitkan dengan kondisi riil migrasi di Asia Tenggara maupun Asia Timur. Studi ini diharapkan bisa menjadi pelengkap terhadap teori migrasi yang ada selama ini. Di tahun 2009, 10 negara ASEAN sepakat untuk melakukan AEC (ASEAN Economic Community). Salah satu poin yang disepakati adalah liberalisasi arus tenaga kerja di kawasan ASEAN. Dengan adanya poin tersebut, studi tentang migrasi internasional di ASEAN dan beberapa kawasan yang memiliki hubungan erat secara historis menjadi relevan. 1.1.1 ASEAN, ASEAN+6 dan AEC 2015 Dari penelitian milik Battistella (2003), ide mengenai migrasi menjadi sebuah fenomena sosial yang penting di Asia, termasuk negara - negara di Asia Tenggara dan Asia Timur. Bukan sekedar masalah migran dalam angka, namun juga implikasinya terhadap masyarakat dan perekonomian negara yang terlibat di dalamnya. Secara umum, merujuk pada penelitian milik Massey (Massey et-al, 1998, p.58), yang menyatakan bahwa, “Kebijakan politik tentang migrasi internasional menjadi sangat penting dalam dua dekade kedepan”, dan menurut Battistella (2003) hal ini bisa diaplikasikan di tingkat Asia. Dari data UNDP (United Nations Develompment Programme) tahun 2009, didapatkan ringkasan data migrasi ASEAN sebagai berikut: Tabel 1.1: Migrasi Total Negara - Negara di Asia, 2000 Region Jumlah Migran dalam Juta Internal 35,49 Eropa 15,69 Afrika 1,07 Oseania 1,29 Amerika Latin n.a Amerika Utara 9,57 Sumber: Data olahan Laporan Migrasi dan HDI, UNDP(2009) Universitas Indonesia 3 Gambar 1.1: Jumlah Migrasi di Asia, 2000 Sumber: Jennissen (2004) Tabel 1.1 dan gambar 1.1 mengindikasikan migrasi internal di dalam Asia sendiri sudah cukup besar pada tahun 2009. Pola migrasi secara historis menjadi semakin menarik untuk diteliti oleh penulis. Akan tetapi, Battistella sendiri menyatakan banyak forum - forum internasional yang menganggap migrasi internasional tidak terlalu penting dalam rumusan kebijakan mereka. Hal ini dikarenakan pola migrasi selama 30 tahun terakhir yang cukup stabil dalam skala kawasan. Menurut Battistella (2003), prediksi migrasi di Asia yang tidak akan berubah secara drastis di masa depan membuat banyak negara di Asia yang kurang peka dengan kebijakan migrasinya. Namun pemikiran Battistella nampaknya mulai dijadikan referensi oleh beberapa pemerintah di Asia Tenggara. Sehingga pada 20 November 2007, dalam deklarasi ASEAN di Singapura 10 negara anggota ASEAN sepakat untuk menandatangani kesepakatan yang berisi cetak biru (blueprint) AEC 2015 (ASEAN Economic Community) atau biasa disebut sebagai Komunitas Ekonomi ASEAN. AEC sendiri merupakan ide integrasi ekonomi negara - negara anggota ASEAN, yang menjadi komitmen bersama untuk dilaksanakan pada tahun 2015 untuk enam negara terkaya ASEAN (Indonesia, Universitas Indonesia 4 Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Brunei Darussalam), untuk kemudian dilanjutkan pada tahun 2020 oleh empat negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos, Vietnam). Dalam butir kesepakatan AEC 2015, dinyatakan lima elemen penting dalam integrasi perekonomian ASEAN (http://www.aseansec.org, akses April 2011), yaitu: 1. Liberalisasi arus barang 2. Liberalisasi arus jasa 3. Liberalisasi arus investasi 4. Liberalisasi arus modal / kapital, dan terakhir 5. Liberalisasi arus tenaga kerja Butir kelima yang diumuat dalam cetak biru AEC 2015 mengindikasikan migrasi telah menjadi bagian penting dalam integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Penelitian mengenai pola migrasi ASEAN dari data historis menjadi relevan untuk dilakukan. Tirtosudarmo (2009) menyatakan bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu bergerak melampaui batas - batas sosial dan spasial untuk memperluas kemampuan dan hak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Dari pernyataan Tirtosudarmo, semakin jelas bahwa salah satu tujuan dari butir kelima AEC 2015 adalah peningkatan kesejahteraan bersama melalui liberalisasi arus migrasi ASEAN. Penulis sendiri menggunakan data migrasi bersih (net migration) atau biasa disebut juga sebagai migrasi netto, yang didapatkan dari pengurangan antara jumlah imigrasi (migran masuk ke suatu negara) terhadap jumlah emigrasi (migrasi keluar menuju negara tujuan). Penggunaan data migrasi bersih dalam studi empiris sendiri cukup sulit dikarenakan dua (2) faktor (Jennissen, 2003). Pertama, migrasi bersih yang dipergunakan oleh penulis kurang umum dipakai dalam banyak studi migrasi internasional. Secara umum banyak penelitian menggunakan data imigrasi maupun emigrasi sebagai basis data studinya secara terpisah. Kedua, sekalipun kondisi ekonomi memiliki hubungan terhadap arus migrasi, secara kausal migrasi sendiri berhubungan dengan kondisi ekonomi suatu negara. Kedua faktor tadi tak bisa dipisahkan dalam studi ini. Penggunaan data migrasi bersih sendiri dikarenakan keterbatasan data yang ada untuk migrasi di Asia selama 30 tahun terakhir (Massey, 1994). Namun untuk kasus Indonesia, penulis secara khusus menggunakan analisis gravitasi migrasi dengan data panel negara - negara yang dari data BNP2TKI selama 14 tahun terakhir yang berhubungan dengan migrasi TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Universitas Indonesia 5 Sementara itu, 16 negara yang akan diobservasi penulis (10 negara ASEAN; 3 negara Asia timur, Jepang, China, dan Korea Selatan; Arab Saudi; India; dan Australia) merupakan negara - negara yang didapatkan berdasarkan rujukan dari penelitian Hugo (1999). Melihat dari menariknya isu, maka penelitian historis dari ASEAN+6 dan Indonesia selama 15 sampai 30 tahun terakhir diharapkan bisa menjadi pendukung untuk kebijakan yang tepat untuk migrasi internasional di ASEAN+6 saat AEC 2020 maupun AEC 2015 diimplementasikan. 1.2 Rumusan Masalah Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi permasalahan yang Penulis hadapi dan ingin diselesaikan serta asumsi dan batasan yang digunakan dalam menyelesaikannya. Dalam cetak biru AEC 2015 yang ditandatangani tahun 2009, disepakati pembebasan arus tenaga kerja ahli terbatas sampai tahun 2020. Selebihnya keseluruhan tenaga kerja (baik yang ahli maupun kurang ahli) bisa melakukan migrasi dengan bebas, tanpa memerlukan visa kerja khusus dan perijinan yang menyulitkan banyak tenaga kerja dari negara berkembang di ASEAN (misal: Indonesia) untuk mendokumentasikan data dirinya secara legal. Hampir seluruh negara ASEAN kecuali Singapura dan Brunei Darussalam, dari penelitian Hugo (1999) adalah pengekspor tenaga kerja yang aktif, terutama Indonesia dan Filipina. Sementara Thailand sendiri masih ambigu antara menjadi pengekspor tenaga kerja sekaligus pengimpor tenaga kerja yang aktif dari Kamboja dna Myanmar. Bisa disimpulkan dari data ILO (International Labor Organization, http://laborsta.org/ akses April 2011), ASEAN aktif dalam kegiatan migrasi internasional akibat faktor pendorong yang cukup kuat, yaitu tingkat pengangguran yang relatif tinggi dan besar gaji yang masih relatif kecil di banyak negara berkembang ASEAN. Data pengangguran terpilih (tahun 2009) untuk ASEAN dapat dilihat di tabel 1.2: Universitas Indonesia 6 Tabel 1.2: Data Pengangguran ASEAN tahun 2009 Negara % Pengangguran terhadap populasi Angkatan Kerja Pengangguran Angkatan Kerja Brunei 3,7 197.440,2 7.305,2 Kamboja 1,6 7.833.526,3 125.336,4 Indonesia 7,9 115.643.697,1 9.135.852,1 Laos 1,3 3.091.722,48 40.192,4 Malaysia 3,7 12.006.802 444.251,7 Myanmar 4 27.019.811,52 1.080.792,5 Filipina 7,1 38.80.199,81 2.755.311,2 Singapura 4 2.700.926,62 108.037,1 Thailand 1 38.681.132,99 386.811,3 Vietnam 4 46.599.589,36 2.143.581,1 Sumber: a. ASEAN Statistical Yearbook 2010; b. ILO(http:// laborsta.org/ akses April 2011; c. World Population Prospect: The 2008 Revision Dari sumber data, terlihat negara - negara yang disebutkan oleh Hugo (1999) sebagai eksportir kuat di ASEAN (Indonesia dan Filipina) cenderung untuk memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi relatif terhadap negara - negara tetangganya. Indonesia mencatatat angka 7.9% dan Filipina di kisaran 7.1% pada tahun 2009. Dengan angka pengangguran sebesar itu, menurut Lewis (1982) dari teori migrasi neo-classical (neoklasik) dinyatakan bahwa faktor pendorong migrasi, yaitu: tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang tinggi, rasisme maupun perang / bencana alam, mampu membuat banyak invidu melakukan keputusan untuk emigrasi keluar dari negaranya. Namun, sesuai dengan teori Piore (1979), yang menyatakan bahwa faktor penarik lebih kuat untuk migrasi internasional dibandingkan faktor pendorong, nampak terdapat keunikan dari data ASEAN dibandingkan dengan migrasi di negara - negara Eropa Barat. Dari banyak penelitian migrasi Asia, salah satunya adalah penelitian Battistella (2003) yang melihat pola unik dari migrasi Asia. Keunikannya sendiri dari analisis Battistella adalah banyak negara yang memiliki pendapatan perkapita tinggi (PCI) justru melakukan ekspor tenaga kerja (Filipina, Indonesia, Cina, dan Thailand) jika dibandingkan beberapa negara Asia Selatan (Bangladesh) maupun Myanmar selama tahun 1980 sampai tahun 2000. Pola emigrasi justru menjadi ciri khas banyak negara di Asia Tenggara, dan Timur. Sifat paradoks dari migrasi di Asia mungkin bisa dijelaskan oleh teori migrasi Universitas Indonesia 7 dengan pendekatan yang dilakukan oleh Jennissen (2003). Jennissen sendiri menggunakan data yang sama dengan Penulis gunakan, yaitu data migrasi bersih (migrasi netto). Penggunaan data migrasi bersih dikarenakan terbatasnya sumber data untuk migrasi yang lebih spesifik untuk Asia (Massey et-al, 1994, 1998), terutama negara berkembang di kawasan Asia Selatan dan Tenggara. Formulasi data migrasi bersih cukup susah untuk dilakukan. Harus selalu kita ingat bahwa peningkatan dalam jumlah migrasi bersih (netmigration) (bisa berupa angka negatif maupun positif) bisa didapatkan dari peningkatan imigrasi bersih suatu negara, atau juga peningkatan dari emigrasi bersih negara pengirim. Menurut teori migrasi neoklasik (Borjas, 1989), migrasi arus tenaga kerja bisa terjadi sebagai konsekuensi dari perbedaan upah riil kedua negara. Namun data agregat seperti migrasi bersih kurang mampu dijelaskan dengan tes dari asumsi neoklasik. Digunakan teori tambahan yang dikutip oleh Jennissen (2003) tentang teori jejaring (network theory) (Jennissen, 2003,2004 c.f Hugo 1981; Massey, 1990) yang menggunakan tambahan data non-ekonomi sebagai penjelas pola arus migrasi bersih dan teori sistem dunia (world system theory) (Jennissen, 2003 c.f Massey, 1993; Wallerstein, 1974) untuk melihat korelasi antara tingkat kemiskinan (poverty rate) dengan migrasi bersih suatu negara yang tidak bisa dijelaskan dengan baik melalui teori dualisme tenaga kerja. 1.2.1 Definisi Permasalahan Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pola migrasi bersih di Asia Tenggara (ASEAN) dan Asia Timur (Jepang, Cina, Korea Selatan) serta Arab Saudi, India dan Australia yang menurut penelitian Hugo (2009 c.f IOM (International Organization for Migration) Report 2009) memiliki kaitan secara historis yang erat dalam migrasi internasional. Apakah tren dari migrasi internasional di ASEAN+6 yang diobservasi sesuai dengan pendapat Battistella (2003) atau lebih mirip dengan pola migrasi yang selama ini banyak dipelajari (Jennissen, 2003, 2004). 1.2.2 Batasan Permasalahan Penulis membatasi penelitian ini dari sisi faktor pendorong dan penarik migrasi internasional, tanpa menggunakan pola gravitasi migrasi yang banyak digunakan untuk melakukan penelitian tentang migrasi. Sesuai dengan pendapat Massey (1994) dan Jennissen (2003, 2004) yang menyatakan keterbatasan data untuk observasi dan penggunaan data migrasi bersih hanya bisa diteliti dengan baik bila menggunakan Universitas Indonesia 8 model dualisme tenaga kerja (Piore, 1979) dibandingkan dengan model neoklasik yang membandingkan tingkat upah kedua negara, dimensi jarak dan faktor penarik / pendorong yang lebih spesifik. Selain itu, penelitian akan terbatas pada negara - negara yang menurut penelitian Hugo (1999) memiliki kaitan yang kuat secara historis dengan 10 negara ASEAN. Negara tersebut adalah Jepang, Korea Selatan, Cina, Australia dan Saudi Arabia, serta ditambahkan 1 negara dari penelitian Battistella (2003), yaitu India yang berkorelasi secara kuat dengan Singapura. Pemilihan tahun observasi oleh Penulis selama kurun waktu 30 tahun (1980 - 2010) dikarenakan dari penelitian Battistella (2003), data historis untuk migrasi di ASEAN baru mulai didokumentasikan dengan baik sejak tahun 1980. Namun bukan berarti semua data akan tersedia secara lengkap. 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari penjabaran rumusan masalah di sub-bab sebelumnya, Penulis mengajukan beberapa pertanyaan penelitian yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian yang Penulis buat. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pola migrasi di negara - negara ASEAN+6 secara umum? 2. Bagaimanakah pola migrasi secara spesifik untuk Indonesia (dilihat dari out migration) dalam penelitian Penulis ? 3. Apakah faktor penarik (pull factor dalam bentuk pendapatan perkapita) migrasi bisa menjelaskan pola migrasi di ASEAN+6 dengan baik bila dibandingkan dengan model sistem dunia (world system theory) yang menggunakan faktor pendorong (kesenjangan kemiskinan dengan pendekatan deprivasi relatif) ataupun tingkat pengangguran (Lewis, 1982) sebagai basis penelitiannya? 1.4 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian Penulis adalah mengetahui pola migrasi yang terjadi secara historis di ASEAN dengan memasukkan negara lain yang memiliki kaitan erat dengan ASEAN selama tiga dekade terakhir. Tujuan khusus dari penelitian ini, untuk melihat apakah faktor penarik atau pendorong yang memiliki pengaruh lebih kuat untuk pola migrasi dalam observasi. Universitas Indonesia 9 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi untuk penelitian Penulis dibagi menjadi tujuh bab yang masing - masing memiliki penjelasan masing - masing untuk mempermudah laporan dari hasil penelitian Penulis. Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut: • Bab 1 PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, dan sistematika penelitian. Ringkasnya, bab satu menjadi gambaran umum dari penelitian yang Penulis lakukan. • Bab 2 STUDI LITERATUR Penulis akan membahas mengenai teori - teori yang mendasari penelitian. Bab ini juga akan dilengkapi dengan pembahasan - pembahasan tentang beberapa penelitian sebelumnya. • Bab 3 METODE PENELITIAN Bab ini meliputi desain penelitian, jenis dan sumber data, hipotesis penelitian dan metode pengumpulan serta pengolahan data • Bab 4 ANALISIS DESKRIPTIF Bab ini meliputi penjelasan dan perkembangan migrasi dari kawasan yang diobservasi (ASEAN+6) selama 3 dekade (1980-2010). Analisis deksriptif digunakan untuk menjelaskan bab ini. • Bab 5 ANALISIS INFERENSIAL DAN HASIL OBSERVASI Pada bab ini, Penulis melakukan uji statistik terhadap model yang penulis sajikan, analisis secara umum terhadap hasil dari uji statistik di bab ini dan dipadukan dengan hasil dari analisis deskriptif pada bab 4. • Bab 7 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memaparkan kesimpulan dari penelitian, saran kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan, dan keterbatasan penelitian. Sehingga kedepannya, penelitian Penulis bisa dijadikan sebagai acuan bagi pihak - pihak yang ingin melakukan penelitian selanjutnya. Universitas Indonesia BAB 2 STUDI LITERATUR “Dalam hal ini, setiap individu maupun institusi secara rasional melakukan keputusan migrasi dikarenakan analisis biaya dan manfaat yang diharapkan membuahkan hasil yang positif, biasanya secara finansial. Dari perpindahan tersebut, migrasi internasional adalah sebuah konseptualisasi dalam bentuk investasi sumber daya manusia (human-capital)” (Massey et-al, 1993, p. 434) Sebelum membahas lebih jauh penelitian ini, Penulis melakukan perbandingan terhadap studi - studi lain yang memiliki hubungan dengan penelitian Penulis. Pertama akan di bahas tentang definisi migrasi internasional di sub-bab 2.1, yang akan dilanjutkan dengan sejarah teori migrasi internasional pada sub-bab 2.2. Pada sub-bab 2.3, Penulis membahas secara khusus teori Massey (1994,1998) tentang kekurangan dalam penelitian migrasi internasional, selanjutnya pada sub-bab 2.4 akan dibahas dasar teori dari penelitian Jennissen (2003, 2004) yang menjadi acuan utama model yang akan dipergunakan oleh Penulis. Sub-bab 2.5 akan membahas model gravitasi migrasi (Lewer et-al, 2008; Tinbergen, 1962) yang akan penulis gunakan untuk membahas kasus migrasi yang difokuskan pada Indonesia, serta terakhir adalah penyusunan hipotesis penelitian penulis untuk kedua model di sub-bab 2.6. 2.1 Definisi dan Determinan Migrasi Internasional Penjabaran definisi dan determinan dari migrasi internasional mengundang beberapa perdebatan. Sesuai dengan pendapat Massey (1993), yang menyatakan bahwa perbedaan data maupun karakteristik suatu wilayah akan membuat definisi dari migran dan aspek - aspek penarik maupun pendorong dari migrasi berbeda pula. Sub-bahasan dari bab ini akan membahas tentang definis dari migrasi internasional, maupun determinan - determinan yang dipergunakan dalam banyak penelitian migrasi internasional. 10 11 2.1.1 Definisi Migrasi Internasional Menurut pendapat Massey (1993), karakteristik fundamental dari migrasi adalah perpindahan seseorang dari satu lokasi ke lokasi lain. Sedangkan dari definisi yang diberikan oleh UNDP (United Nations Development Programme, HDI Report 2009)migrasi internasional adalah proses perpindahan manusia melewati batas negara dalam kurun waktu lebih dari satu tahun.Perbedaan dalam konteks dan definisi migrasi menjadi problem tersendiri untuk banyak penelitian di migrasi internasional (Massey et-al, 1994). Periode tinggal, batasan wilayah negara didefinisikan berbeda oleh beberapa peneliti. Lucas (1997), menyatakan bahwa orang yang melakukan migrasi internasional bisa disebut sebagai migran ketika sudah melewati batas negara dari negara asal. Namun, menurut Jennissen, faktor waktu juga harus diperhitungkan. Bukan sekedar melewati batasan negara bisa disebut migran. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh beberapa problem dalam pendefinisan data migrasi internasional (Massey,1993,1994). Secara ringkas definisi migrasi internasional paling mudah dibedakan berdasarkan faktor spasial maupun waktu. Tiap aspek kemudian menjadi basis terhadap determinan migrasi internasional di sub-bab berikutnya. Aspek spasial Menurut UNDP (HDI Report 2010), aspek temporal tidak masuk hitungan dalam migrasi, sehingga tidak semua yang melintasi batas negara adalah migran. Atau bisa dikatakan aspek waktu yang mendefinisikan migran atau bukan migran. Sedangkan menurut Kupiszewski dan Kupiszewska (1999), migrasi didefinisikan dari data negara penerima migran saja. Ketika migran memasuki batas wilayah suatu negara, dan tercatat sebagai migran di negara tujuan, maka orang tersebut sudah diklasifikasikan sebagai migran internasional. Aspek durasi waktu Terdapat perbedaan waktu agar seseorang dianggap sebagai migran. Beberapa peneliti, termasuk Massey (1994) berpendapat seseorang dianggap benar benar migran bila mereka bergerak bukan hanya dalam faktor spasial, akan tetapi dalam kurun waktu yang cukup lama (lifetime migration). Sedangkan menurut Weeks dan Lee, migrasi dalam arti yang lebih luas adalah perubahan tempat tinggal secara permanen (Weeks, 2004 cf Jennissen, 2004) atau semi-permanen (Lee, 1966 c.f Jennissen, 2004). Dilanjutkan oleh Wajdi(2010) mengenai aspek longitudinal miUniversitas Indonesia 12 grasi, terdapat dua tipikal migran, yaitu yang bersifat temporer, maupun permanen. 2.1.2 Determinan dari Migrasi Internasional Laborsta (/urlhttp://www.laborsta.ilo.org, akses Juni 2011), membagi migran internasional dalam dua kategori umum, yaitu migrasi karena faktor ekonomi (tenaga kerja) dan migrasi karena aspek non-ekonomi (pengungsi, refugee, family unifications, dan lain lain). Sejalan dengan pembagian determinan Laborsta (ILO), Jennissen (2004) mengkategorikan migrasi internasional berdasarkan motif, yaitu motif ekonomi dan non-ekonomi yang disesuaikan dengan batasan antara (faktor penghambat), seperti biaya, kemungkinan deportasi, proses legalisasi, dan biaya hidup. Gambar 2.1: Tiga Dimensi Migrasi Internasional Sumber: Jennissen (2004) Tidak jauh berbeda dari yang diutarakan Jennissen, Widgreen (2002) dan Martin (2002) dalam working papernya, Managing Migration: The Role of Economics Instruments, atau dalam bahasa Indonesia, Manajemen Migrasi: Peran dari Instrumen Ekonomi, menyatakan beberapa tipe migran yang dimatrikskan menjadi 2 tipe migran; migran ekonomi dan non-ekonomi. Secara ringkas dapat diperhatikan pada Tabel 2.1 untuk matriks determinan migrasi internasional milik Widgreen dan Martin (2002 c.f Jennissen, 2004). Universitas Indonesia 13 Tabel 2.1: Matriks Determinan Migrasi Internasional Tipe Migrasi Ekonomi Non-Ekonomi Tarikan Permintaan Lowongan Kerja Unifikasi Keluarga Berkurangnya usia produktif Peluang Beasiswa Kurang tenaga kerja ahli Kebijakan pro-migran Dorongan-Suplai Pengangguran Tinggi Melarikan diri akibat perang (Underemployment) Melarikan diri akibat bencana Gaji yang rendah Jaringan / lain-lain Koneksi ke sebuah perusahaan Pengalaman baru Informasi mengenai gaji dike- Biaya transportasi murah tahui Adanya teman / saudara mem- Biaya komunikasi murah beri informasi Sumber: Martin dan Widgreen (2002) dikutip dari Jennissen, 2004 Klasifikasi untuk determinan migrasi, baik itu dari UNDP(United Nations Development Programme), Jennissen (2003;2004) maupun Widgreen dan Martin (2002) menggunakan basis faktor penarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors) yang dikembangkan oleh Lee (1966) dan Ravenstein (1915). Akhir abad 20, Ravenstein (1895) menuliskan teori tentang migrasi internasional maupun migrasi internal. Hukum Ravenstein (Chotib, 2010 c.f Ravenstein 1985, 1915) tentang migrasi internasional meliputi: a. Migrasi dan jarak Tingkat migrasi antara dua titik akan berhubungan terbalik dengan jarak di antara kedua titik tersebut. Migran yang melakukan perjalanan jarak jauh cenderung menuju pusat-pusat industri. b. Migrasi bertahap Penduduk daerah pedesaan yang langsung berbatasan dengan kota yang bertumbuh cenderung untuk cepat melakukan migrasi. Turunnya jumlah penduduk di pedesaan sebagai akibat migrasi itu akan digantikan oleh migran dari daerahdaeah yang jauh terpencil. Hal ini akan terus berlangsung sampai daya tarik salah satu kota yang tumbuh cepat itu tahap demi tahap terasa pengaruhnya di pelosok-pelosok yang terpencil.Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik sebagai penggantinya. Meskipun migrasi desa-kota mendominasi arus migrasi, namun selalu ada arus balik pada arah yang berlawanan sehingga migrasi bersih dari titik i ke j selalu lebih kecil daripada migrasi kotor antara kedua titik tersebut. Universitas Indonesia 14 Sama halnya dengan konteks negara, pada jangka panjang (salah satunya penelitian Salt (1992)) dinyatakan setiap migrasi internasional yang melintasi batas negara cenderung menimbulkan arus balik migrasi dari daerah lain sebagai konsekuensinya. c.Teknologi, komunikasi dan migrasi Arus migrasi memiliki kecenderungan meningkat sepanjang waktu akibat peningkatan sarana perhubungan, dan akibat perkembangan industri dan perdagangan. d.Motif ekonomi merupakan dorongan utama setiap manusia untuk memperbaiki kehidupan. Determinan ini cenderung lebih dominan daripada faktor lain dalam keputusan bermigrasi. Dari empat hukum milik Ravenstein (1895; 1915), dikembangkan menjadi teori push and pull factors (faktor penarik dan pendorong) terhadap migrasi internasional (Lewis, 1982). Teori faktor penarik dan pendorong migrasi disusun berdasarkan faktor sosio-ekonomi yang secara umum memaksa ataupun menarik seseorang untuk melakukan perpindahan secara fisik dari satu lokasi menuju lokasi lainnya. Faktor penarik maupun pendorong migrasi menurut Lee (1966 c.f Jennissen, 2004) menjadi determinan yang kuat untuk mengukur arus migrasi. Faktor Pendorong Beberapa hal yang bisa dikategorikan sebagai faktor pendorong migrasi (Lewis, 1982) adalah masalah lingkungan, ekonomi, demografi maupun desakan sosio-politik. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian cenderung menyebabkan adanya migrasi (baik didukung oleh institusi maupun indvidu) dari lokasi yang langka sumber daya menuju ke lokasi yang kaya sumber daya. Kedua adalah menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya sektor industri suatu negara yang sudah overemployement) akan memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Ketiga adalah faktor tekanan-tekanan politik, agama, suku sehingga mengganggu hak azasi penduduk di daerah asal. Selanjutnya adalah alasan perang atau konflik internal yang menyebabkan perpindahan atas alasan nyawa. Dan terakhir, faktor bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Seluruh faktor tadi secara umum memaksakan seseorang untuk berpindah dari satu lokasi (negara) menuju ke negara lain yang Universitas Indonesia 15 lebih berprospek. Tabel 2.2: Faktor Pendorong Migrasi Internasional (Lewis, 1982) Faktor Kasus Ekonomi Gap kemiskinan Demografi Tingginya angka Pengangguran Lingkungan Kerusakan ekosistem Bencana alam Politik Tekanan dari pihak berkuasa Sosial Kurangnya fasilitas pendidikan di tempat asal Sumber: Chotib, 2010; Jennissen, 2004 Faktor Penarik Bertolak belakang dengan faktor pendorong, faktor penarik (Lewis, 1982) cenderung memberikan insentif kepada individu / institusi untuk melakukan migrasi keluar / masuk pada suatu negara, tanpa adanya paksaan apapun. Sebagai contoh, adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup. Kemudian adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, cenderung menarik orang untuk secara sadar melakukan migrasi internasional. Selanjutnya adalah kondisi lingkungan yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya yang lebih baik daripada fasilitas / kondisi di negara asal. Tak hanya itu, unifikasi keluarga dan jaringan migrasi (Lucas, 1997 c.f Piore, 1979) menarik para migran untuk memasuki negara tujuan. Terakhir, adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, berbagai tempat sebagai daya tarik hiburan cenderung menjadi pilihan para migran. Tabel 2.3: Faktor Penarik Migrasi Internasional (Lewis, 1982) Faktor Kasus Ekonomi Upah yang lebih tinggi di negara tujuan Demografi Kurangnya usia produktif di negara tujuan Lingkungan Polusi lebih rendah Banyak keindahan alam di negara tujuan Politik Kebijakan pro-migran Sosial Pendidikan yang lebih baik di negara tujuan Sumber: Chotib, 2010; Jennissen, 2004 Universitas Indonesia 16 Secara umum, determinan migrasi internasional, baik dari UNDP, Jennissen (2003,2004), Ravenstein (1895,1915), maupun Lee (1966) dan Widgreen (2002), cenderung untuk konvergen pada satu kesimpulan yang hampir sama, yaitu determinan migrasi internasional dibagi menjadi dua kategori besar; ekonomi dan nonekonomi yang terjadi akibat adanya faktor tarikan ataupun dorongan terhadap individu / institusi untuk keputusan migrasinya. 2.2 Sejarah Teori Migrasi Internasional Sub-bab ini berusaha untuk menunjukkan pandangan dari sisi ekonomi sebagai bagian penting dari basis teori migrasi internasional. Sejauh ini, beberapa teori dan model berhasil menjelaskan (bagian dari) teka - teki (puzzle) migrasi internasional. Dari pendapat Jennissen (2004 c.f Massey et-al, 1993) yang dikutip dari teori Massey (1993) memberikan pandangan umum dan evaluasi pada beberapa teori fundamental. Dibandingkan jika hanya fokus pada salah satu teori, pendekatan pada sistem migrasi internasional oleh Kritz dan Zlotnik (1992) dicoba disederhanakan dan diintegrasikan beberapa aspek kunci dari beberapa teori migrasi internasional yang berbeda. Ide dari pendekatan pada sistem migrasi internasional menurut Jennissen (Jennissen, 2004 c.f Kritz dan Zlotnik, 1992) adalah pertukaran antara kapital dan manusia antara beberapa negara yang dilakukan bersamaan dengan adanya determinan ekonomi, sosial, politik dan konteks demografi. Selain itu, sub-bab ini keempat determinan tadi (ekonomi, sosial, politik dan ’jaringan’ sebagai pendekatan terhadap konteks demografi) digunakan sebagai basis teori. Kausalitas dari determinan tersebut akan didapatkan dari beberapa teori kunci, yaitu: teori neoklasik, teori dual-labor market, teori ekonomi baru (the new economics of labor migration), teori deprivasi relatif, teori sistem dunia (the world system theory), teori jaringan (networks theory), dan terakhir adalah teori institusi (institutional theory). Dengan menunjukkan beberapa pandangan dari keseluruhan teori yang telah disebutkan sebelumnya, diharapkan memberikan gambaran umum yang lebih jelas atas pandangan dari segi ekonomi terhadap beberapa bagian yang menjadi landasan dari studi migrasi intenrasional. Sebagai tambahan, sebagian dari teori ini menjadi landasan atas analisis deskripttif maupun inferensial yang akan dijelaskan pada bab berikutnya. 2.2.1 Teori-teori Migrasi Internasional Massey et-al (1993, 1994, 1998) membagi beberapa pendekatan teori atas migrasi internasional menjadi dua kategori, yaitu: teori yang menjelaskan proses dan inisiUniversitas Indonesia 17 asi migrasi dan pendekatan teoretis atas kelanjutan dari proses migrasi. Dalam hal ini, beberapa pembedaan terhadap teori yang sejenis juga dilakukan oleh Massey etal (1993). Teori neoklasik, teori dual-labor market, teori ekonomi baru, dan teori sistem dunia mencoba menjelaskan inisiasi dari proses migrasi. Sebagai contoh indikator kunci atas teori - teori ini adalah penyebab utama dari migrasi internasional. Menurut keseluruhan teori tadi, proses inisiasi migrasi diawali dari perbedaan jumlah upah/gaji yang diterima di kedua negara. Adalah kurang tepat (Jennissen, 2004 c.f Massey et-al, 1993) jika mengasumsikan determinan untuk inisiasi dari arus migrasi internasional (sebagai contoh: determinan perbedaan gaji) hanya berlaku dalam jangka pendek. Adanya perbedaan gaji/upah antar dua negara terjadi selama beberapa dekade (Salt, 1992). Selama terdapat perbedaan gaji antara kedua negara, maka arus migrasi antara kedua negara akan tetap terjadi. Selain itu, migrasi internasional sendiri bisa menjadi determinan terhadap inisiasi migrasi. Sebagai contoh adalah ketidaksetaraan pendapatan dan deprivasi relatif, ketika remitansi (hasil dari sebagian porsi upah tenaga kerja di luar negeri yang dikirimkan kembali ke negara asal migran) ataupun remigrasi menyebabkan kenaikan kesenjangan ekonomi di negara pengirim (asal), menurut Massey (1993) emigran cenderung untuk melakukan emigrasi (dalam jumlah) yang lebih banyak. Sementara itu, teori jaringan (networks theory) dan teori institusi (institutional theory) mencoba untuk menjelaskan jalur dan arus migrasi internasional selama periode waktu tertentu. Kedua teori ini mencoba mengklarifikasi mengapa arus migrasi internasional kemungkinan bertambah sekalipun insentif awal untuk melakukan inisiasi migrasi (sebagai contoh: asumsi neoklasik tentang perbedaan upah) dihilangkan. Namun, arus migrasi internasional dalam jumlah besar (masif) dan bersifat disproporsional tidak dapat diukur, setidaknya dalam jangka pendek. Beberapa teori memiliki kelemahan, dan hasilnya bisa saja berkebalikan (inversional) jika dibandingkan dengan kenyataan ataupun data deskriptif yang tersedia. Kelemahan dalam penelitian maupun teori migrasi internasional akan dijelaskan lebih rinci pada subbab berikutnya di bab 2. 2.2.2 Teori Migrasi Pertama (Initial) Teori Neoklasik Teori tertua dari segala teori migrasi adalah teori neoklasik. Berdasarkan teori tersebut, perbedaan jumlah upah antar dua region / wilayah adalah alasan utama adanya migrasi tenaga kerja (Jennissen, 2004 c.f Massey et-al., 1993; Lewis, 1982 c.f Boyle, 1998). Adanya perbedaan besar upah / gaji dikarenakan adanya perbedaan secara geografis dalam jumlah suplai tenaga kerja dan perUniversitas Indonesia 18 mintaan tenaga kerja. Namun beberapa faktor lain juga berperan penting dalam hal ini, sebagai contoh produktivitas tenaga kerja, atau jabatan dalam asosiasi buruh / tenaga kerja. Mengaplikasikan teori neoklasik pada migrasi internasional dapat dinyatakan melalui perbedaan relatif ekuilibrium pasar tenaga kerja masing - masing negara. Terdapat negara yang kekurangan jumlah tenaga kerja (baik ahli maupun yang kurang ahli) relatif terhadap jumlah kapital cenderung memiliki tingkat upah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara / wilayah yang memiliki formasi tenaga kerja dalam jumlah besar relatif terhadap kapital, yang cenderung memiliki tingkat upah lebih rendah secara umum (Jennissen, 2004 c.f Massey et-al, 1993). Dengan adanya perbedaan tingkat upah di kedua negara, maka arus tenaga kerja cenderung bergerak dari daerah (negara) yang memiliki tingkat upah lebih rendah menuju negara dengan tingkat upah yang lebih tinggi (Jennissen, 2003, 2004 c.f Borjas, 1989; Massey et-al, 1993; Bauer dan Zimmermann, 1995). Teori neoklasik sendiri memiliki beberapa hal yang perlu dikritisi. Teori migrasi neoklasik cenderung susah untuk diimpelementasikan dalam migrasi internasional, dibandingkan dengan migrasi internal. Hal ini bisa dikarenakan faktor distorsi dari kebijakan pemerintah (pro atau kontra terhadap migran). Untuk kasus Uni-Eropa, Jennissen (2004) menyatakan hal ini tak perlu dipermasalahkan karena kecenderungan untuk terbuka terhadap migran dari negara lain tidak dipersulit oleh kebijakan pemerintah. Fertilitas total yang rendah di Eropa Barat (menuju ageing population), membuat kebijakan pemerintah di negara - negara Eropa cenderung meningkatkan permintaan migran dan kebijakan yang lebih pro migran. Berbeda dengan migrasi internal, hambatan untuk kebijakan migrasi internal cenderung kecil. Selain itu, teori Keynessian banyak melakukan evaluasi terhadap teori migrasi neoklasik. Teori Keynessian menyatakan bahwa suplai tenaga kerja cenderung diakibatkan korelasi yang kuat dengan upah nominal (bukan riil). Perbedaan pakem dalam pengamatan atas migrasi didasarkan pada perbedaan kedua teori dalam cara pandangnya terhadap fungsi uang. Teori neoklasik memandang uang sebagai media perantara pertukaran (medium of exchange), sedangkan pandangan Keynessian terhadap fungsi uang adalah berbeda. Uang bukan sekedar media perantara, namun juga media penyimpanan (medium of saving). Karena hal ini, menurut pandangan Keynessian migrasi potensial akan lebih tertarik pada negara dengan nilai gaji nominal yang besar jika dibandingkan dengan nilai kurs negara asal mereka. Namun, baik neoklasik maupun Keynessian sama - sama membuang asumsi penting adanya faktor pendorong, yaitu besarnya tingkat pengangguran (unemployement rate), baik di negara asal maupun negara tujuan (Hart, 1975 dan Van Dijk, 1986 c.f Jennissen, 2004). Universitas Indonesia 19 Teori Dualisme Tenaga Kerja Selanjutnya, Teori dual-labor market menyatakan bahwa migrasi internasional disebabkan karena kuatnya faktor penarik (pull factors) dari negara - negara maju tujuan para migran melakukan emigrasi. Berdasarkan teori ini, segmen - segmen dalam pasar tenaga kerja dapat dibedakan sebagai sektor / segmen primer ataupun sekunder secara alamiah. Segmen primer digambarkan oleh besarnya formasi kapital (modal) jika dibandingkan dengan tenaga kerja (capital intensive), serta besarnya dominasi tenaga kerja ahli (terididik), sementara sektor sekunder dikarakterkan dengan labor intensive (intensif tenaga kerja dibandingkan modal secara relatif dalam formasi produksi) dan didominasi secara kuat oleh para tenaga kerja kurang ahli (unskilled labor). Teori dualisme pasar tenaga kerja mengasumsikan bahwa migrasi tenaga kerja internasional terpaku pada besarnya permintaan tenaga kerja dari sektor intensif tenaga kerja (sekunder) yang terdapat pada masyrakat industri modern (negara penerima migran) (Jennissen, 2004 c.f Piore, 1979; Massey et-al, 1993). Piore (1979) memaparkan tiga kemungkinan tertinggi untuk menjelaskan adanya permintaan tenaga kerja asing di negara industri modern, yaitu: kekurangan jumlah tenaga kerja secara umum, kebutuhan untuk mengisi hierarki paling bawah pekerjaan (unskilled labor), dan kekurangan tenaga kerja pada sektor / segmen sekunder pada suatu negara. Kekurangan / kelangkaan tenaga kerja secara umum mengakibatkan adanya vakuum dalam posisi pekerjaan paling bawah dalam hierarki / strata sosial tenaga kerja. Sebagai tambahan dalam teori dualisme tenaga kerja, sesuai penjelasan Massey et-al (1993) dinyatakan adanya problem motivasi. Problem motivasi (motivasional problem) muncul sebagai konsekuensi atas pandangan terhadap pekerjaan yang sifatnya unskilled laborship yang diasosiasikan dengan strata sosial yang rendah dan adanya kesulitan untuk menaikkan status jika menerima pekerjaan di hierarki tersebut. Migrasi internasional pada akhirnya menjadi solusi untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja pada sektor sekunder (Massey et-al, 1993). Lebih jauh lagi dalam teori dualisme tenaga kerja, migrasi internasional cenderung mengubah kebiasaan menabung maupun konsumsi dari negara penerima, yang menurut para developmentalist akan berujung pada pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Teori Ekonomi Baru Tenaga Kerja Kedua teori sebelumnya masih terpaku pada invididu, sedangkan Stark dan Bloom (1985) yang dikutip oleh Jennissen (2004) berpendapat bahwa keputusan untuk bermigrasi sebagai tenaga kerja tidak bisa dijelaskan hanya dengan keputusan individu. Semakin luasnya entitas sosial harus diperhitungkan juga dalam penelitian. Pendekatan yang dilakukan oleh Stark Universitas Indonesia 20 dan Bloom (1985) disebut sebagai teori ekonomi baru atas migrasi tenaga kerja (the new economic theory of labor migration). Salah satu entitas sosial yang mereka maksud adalah rumah tangga. Rumah tangga cenderung untuk menghindari resiko ketika berkaitan dengan pendapatan total rumah tangga. Menurut Stark (1985), salah satu kemungkinan untuk mengurangi resiko tersebut adalah dengan tambahan pendapatan dari remitansi anggota keluarga yang bermigrasi keluar negeri. Anggota keluarga yang bermigrasi keluar negeri akan mengirimkan remitansi kepada anggota keluarga yang berada di negara asal, dengan usaha keras di negeri tetangga. Berdasarkan teori ekonomi baru atas migrasi tenaga kerja, remitansi tersebut memiliki dua konsekuensi sebagai dampak; bisa dalam bentuk positif (pembangunan) terhadap perekonomian negara (berkembang) yang mengirimkan tenaga kerjanya keluar negeri ataupun sisi negatifnya adalah produktivitas dalam negeri berkurang sebagai akibat berkurangnya jumlah tenaga kerja aktif di dalam negeri ( Taylor, 1999 c.f Jennissen, 2004). Sebagai simpulan, teori ekonomi baru masih belum bisa mendeteksi apakah migrasi internasional di satu wilayah bisa memberikan dampak positif / pembangunan pada negara penerima, atau justru memberikan efek yang sebaliknya (inversi) terhadap negara pengirim migran. Teori Deprivasi Relatif Teori deprivasi relatif (relative deprivation) hampir sama dengan basis teori ekonomi baru, teori ini berargumen bahwa kesadaran/kepekaan dari seorang anggota keluarga dari suatu rumah tangga di negara pengirim memperhitungkan perbedaan besar kekayaan sebagai faktor krusial sebagai hasil dari migrasi internasional. Secara ringkas, menurut Stark dan Taylor (1989 c.f Massey et-al., 1993), deprivasi relatif untuk bermigrasi semakin besar tendensinya pada masyarakat dengan gap ekonomi yang tinggi (high inequallity on society). Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang tinggi, Boudon (1974 c.f Massey et-al., 1993) menyatakan perlunya ekspansi pendidikan (edukasi) dalam rangka pengurangan angka deprivasi relatif. Dengan ditekannya angka deprivasi relatif melalui kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih merata, suatu negara mampu memitigasi dampak negatif dari emigrasi internasional (misal: brain drain). Mengutip kalimat dari Mountford atas modelnya mengenai interaksi antara distribusi pendapatan dengan akumulasi modal manusia dan migrasi, didapatkan: ’Ketika akumulasi modal manusia bersifat endogen, dan ketika derajat kesuksesan emigrasi masih tentatif, interaksi antara akumulasi modal manusia, pertumbuhan, dan distribusi pendapatan bisa jadi merupakan hasil dari ’brain drain’, baik itu Universitas Indonesia 21 secara temporal maupun permanen, akan membawa pada efek jangka panjang kesenjangan pendapatan dalam perekonomian yang diasumsikan terbuka kecil’ (Mountford, 1997, pp. 302 - 303) Teori Sistem Dunia Terakhir, teori sistem dunia (world system thoery) mengasosiasikan migrasi internasional dari perspektif global. Pendekatan teori ini mengukur interaksi dari masyarakat sebagai determinan penting terhadap perubahan sosial dalam masyarakat itu sendiri (Jennisen, 2004 c.f Chase-Dunn dan Hall, 1989). Sebagai contoh interaksi antar suatu bangsa / masyarakat adalah adanya perdagangan internasional maupun adanya perbedaan biaya hidup di kedua wilayah. Perdagangan antara negara maju dan berkembang menurut Jennisen (2003, 2004 c.f Massey, 1993; Hall, 1994) akan menimbulkan stagnasi dan biaya hidup yang lebih besar di kedua negara. PErdagangan bebas sendiri menurut Borjas (1989) memiliki efek yang sifatnya inversi dengan insentif migrasi, yang juga terbukti dalam penelitian Paez (2005) untuk kasus Filipina. Teori sistem dunia sendiri dihasilkan dari sistem kapitalisme yang dipandang sebagai sejarah sistem sosial dunia. Wallerstein (1983) mendefinisikan sistem sejarah kapitalisme sendiri sebagai sebuah sistem yang tanpa henti melakukan akumulasi modal sebagai tujuan dalam aktivitas ekonomi yang sifatnya fundamental. Sistem kapitalisme sendiri memaksa negara - negara tersebut untuk mencari sumber daya alam baru, sumber daya manusia baru yang lebih murah dan pasar baru. Oleh sebab itu sebagian besar negara kapitalis memutuskan untuk membuka koloni di negara lain. Demi memperlancar hubungan dan komunikasi antara pusat dengan negara koloni, sistem transportasi, infrastruktur dan komunikasi di negara koloni diperbaiki. Namun pertukaran yang dihasilkan tak sebanding dengan besarnya eksploitasi yang dilakukan oleh negara induk. Oleh sebab itu, banyak koloni yang memutuskan untuk memerdekakan diri, namun secara ekonomi, banyak dari mereka yang masih dependen secara ekonomi dengan negara induk. Migrasi internasional terjadi untuk mengisi celah tersebut (Jennissen, 2004 c.f Wallerstein). Selain itu, sesuai pendapat Massey dan Paez diatas, penelitian Gosh (1992) dan Mohoud (1997) menemukan adanya kecenderungan hubungan terbalik antara migrasi dengan perdagangan bebas. Semakin tinggi derajat keterbukaan suatu negara terhadap perdagangan bebas, semakin tinggi kemungkinan negara tersebut untuk melakukan keputusan untuk tidak bermigrasi. Dengan asumsi nilai upah / gaji tenaga kerja fleksibel, peningkatan ekspor barang - barang yang sifatnya intensif tenaga kerja menuju negara maju, cenderung untuk meningkatkan jumlah penerimaan tenaga kerja di negara yang intensif tenaga kerja. Jumlah pengangguran Universitas Indonesia 22 berkurang, dan potensi emigrasi juga akan berkurang secara alamiah. 2.2.3 Teori Migrasi Lanjutan (Advanced) Sub-bab ini akan menjelaskan tentang teori migrasi yang berhubungan erat dengan aspek sosial, bila dibandingkan teori inisial migrasi yang cenderung untuk fokus pada adanya perbedaan besaran upah maupun faktor penarik emigrasi ke negara tujuan. Dua teori yang akan dipaparkan adalah teori jaringan (network theory) dan teori institusi (institutional theory). Teori Jaringan Adanya jaringan migran akan mempermudah para migran potensial dalam proses migrasinya. Dapat dikatakan, kontribusi secara finansial dan moral untuk membantu rekan / keluarga / sahabat agar bisa mendapatkan pekerjaan di negara tujuan, mengakomodasi informasi, maupun akses tempat tinggal mempermudah mereka yang akan datang untuk bermigrasi (Esveldt et-al, 1995 c.f Jennissen, 2004). Teori ini mencoba untuk memberikan penjelasan mengapa migrasi internasional adalah fenomena yang berkelanjutan. Migrasi tenaga kerja mengubah komposisi etnis di negara penerima, dan sebagai konsekuensinya, jaringan migran kemungkinan besar terbentuk. Jaringan ini pada akhirnya akan meningkatkan probabilita migran mendapatkan pekerjaan dan hasil bersih yang diekspektasikan lebih besar daripada migrasi tanpa adanya jaringan. Semakin besar jaringan migrasi di suatu negara, semakin besar peluang bertambahnya migran yang masuk setiap tahunnya. Teori Institusi Dalam skala yang lebih luas, konsep dari sebuah institusi kemungkinan besar dapat digunakan sebagai cerminan atas struktur keseluruhan dari suatu masyarakat / lingkungan, dimana setiap individu mungkin untuk melakukan keputusannya.Jennisen (2004 c.f De Brujin, 1999) menyatakan konsep dari institusi sebagai berikut: Beberapa entitas konseptual semacam universitas, organisasi, perusahaan dan sebagainya, yang secara umum diakui sebagai sebuah institusi. Lebih luas lagi, definisi institusi dapat dipergunakan untuk beberapa hal yang sifatnya abstrak seperti demokrasi, agama, kebijakan, dan sistem gender ataupun basis - basis ilmu pengetahuan (ilmu alam, sosial, dan sebagainya). Menurut Massey et-al (1993), institusi sendiri akan melambangkan hambatan ataupun dukungan hukum maupun politik terhadap kesempatan seseorang untuk melakukan migrasi internasional. Beberapa organisasi pemerintah maupun NGO Universitas Indonesia 23 (Non-Governmental Organization, organisasi swasta yang biasanya mendukung kegiatan kemanusiaan), baik yang bersifat legal maupun ilegal terkait dengan dukungan terhadap para migran. Organisasi - organisasi tadi akan memberikan dukungan baik dalam bentuk pelatihan buruh yang akan melakukan emigrasi, pemberian kontrak dan kerja di negara tujuan, pemberian dokumen - dokumen (legal ataupun palsu), dan berbagai dukungan lainnya agar migran bisa mendapatkan kerja di negara tujuan. Organisasi ini cenderung diasosiasikan sebagai jaringan migrasi, sebab teori institusi secara umum tidak jauh berbeda dengan teori jaringan migrasi. Keduanya berusaha menjelaskan mengapa migrasi internasional tetap terjadi hingga saat ini. Semakin besar dukungan dari institusi terhadap para migran, baik itu dalam bentuk perlindungan hukum ataupun proses legalisasi, biaya keseluruhan seseorang untuk melakukan emigrasi akan menjadi semakin murah. Tujuan dari institusi migrasi bisa non-profit, maupun profit, yang bisa dipastikan sekalipun perbedaan upah neoklasik sudah setara, migrasi masih mungkin terjadi atas dukungan institusi. 2.2.4 Rangkuman Determinan Migrasi dari Berbagai Macam Teori Migrasi Dari dua sub-bab sebelumnya, diharapkan Penulis mampu memberikan elaborasi sederhana dari setiap teori migrasi internasional yang ada. Baik teori inisiasi maupun lanjutan untuk migrasi internasional memberikan elaborasi yang masih terpisah - pisah. Sub-bab ini akan merangkum setiap determinan dan variabel realistis yang bisa dipergunakan untuk pengkuran setiap teori (sesuai penjelasan sebelumnya). Dari rangkuman teori milik Massey et-al (1993) dan Jennissen (2004), maka didapatkan hasil sebagai berikut: Universitas Indonesia 24 Tabel 2.4: Variabel Kunci dari tiap Teori Migrasi Internasional Teori Variabel Kunci Indikator Realistis (Perhitungan) Kausalitas Asosiasi Neoklasik Upah Riil i dan j PCI riil kedua negara i dan j Imigrasi dari rendah ke tinggi Keynessian Tingkat Pengangguran i dan j Persentase pen- Emigrasi dari gangguran pada tinggi ke rendah total angkatan kerja Dual-Labor Tingkat Pengangguran i dan j Persentase pen- Emigrasi dari gangguran pada tinggi ke rendah total angkatan kerja Ekonomi Baru Kurangnya pen- Persentase pen- Bisa positif dapatan rumah gangguran pada ataupun negatif tangga total angkatan kerja Deprivasi Relatif Kesenjangan Pendapatan Sistem Dunia Hubungan mate- Stok migran di ne- Imigrasi menuju rial dan budaya i gara j dari negara i negara dengan dan j stok migran yang besar Teori Jaringan Populasi migran Stok migran di ne- Imigrasi menuju negara i di negara gara j dari negara i negara dengan j stok migran yang besar Teori Institusi Jumlah institusi Stok migran di ne- Imigrasi menuju yang membantu gara j dari negara i negara dengan migran stok migran yang besar Rata - rata pendidikan relatif suatu negara dan kemiskinan / Emigrasi dari negara berpendidikan rata-rata rendah Sumber: Jennissen, 2004 Universitas Indonesia 25 2.3 Kekurangan dalam Penelitian Migrasi Internasional Massey et-al (1993) menyatakan beberapa aspek fundamental yang dianggap sebagai kekurangan dari banyak penelitian migrasi internasional. Perbedaan struktur sosial, perekonomian dan geografi dari setiap belahan dunia menyebabkan hal ini. Beberapa kekurangan yang menurut Massey perlu diketahui sebelum melakukan penelitian tentang migrasi internasional adalah: Data Migrasi Internasional Ketersediaan data migrasi internasional yang cukup langka di banyak negara, terutama negara berkembang. Pencatatan yang kurang sistematis menyebabkan banyaknya observasi yang tidak berhasil dilacak. Hal ini menyulitkan penelitian migrasi internasional terhadap beberapa wilayah yang seharusnya berpotensi untuk diteliti. Sebagian besar negara Asia Tenggara dan Asia Tengah belum melakukan pencatatan dengan baik (Massey, 1994, 1998). Parsialitas Setiap Teori Setiap teori Migrasi Internasional dianggap masih terfragmentasi secara terpisah satu sama lain. Tidak ada standar baku untuk melihat / menganalisis migrasi internasional untuk tiap wilayah. Hal ini menyebabkan sulitnya penggunaan teori yang sifatnya lebih universal diterapkan. Setiap penelitian sifatnya inkonsisten untuk setiap observasi yang berbeda. Di banyak kasus untuk Eropa, menurut Piore (1979) dalam teorinya dualisme tenaga kerja menyatakan bahwa migrasi terjadi akibat adanya faktor penarik yang kuat dinegara tujuan (pullfactors). Namun menurut teori deprivasi relatif, migrasi internasional terjadi akibat kesenjangan pendidikan dan pendapatan di negara asal (push-factors). Perbedaan ini tentunya akan memberikan ambiguitas pada penelitian terkait dengan hasil dari penelitian tersebut dan karakter dari setiap wilayah yang akan diteliti. Banyak Aspek Sosial yang Tidak Terjamah Banyak penelitian melakukan pendekatan migrasi internasional terkait dengan determinan ekonomi dan demografi, sementara pengukuran untuk determinan yang sifatnya politik maupun sosio-kultural masih susah dilakukan dalam data yang nyata. Pendekatan terhadap determinan - determinan tadi memang sudah tersedia, namun hasil yang didapatkan terkadang masih kurang bisa menggambarkan kondisi nyata di wilayah yang diteliti. Setiap penelitian memiliki kekurangan dan kelebihan masing - masing. Mengutip pendapat Massey (1993), penelitian tentang migrasi internasional itu ibarat sebuah puzzle, terpisah - pisah namun saling berkaitan. Kelemahan dan kelebihan dari setiap penelitian diharapkan mampu menggambarkan pola migrasi internasional di dunia lebih baik untuk setiap penelitian selanjutnya. Universitas Indonesia 26 2.4 Teori Migrasi Internasional: Penggunaan Basis Data Migrasi Netto dalam Analisis Penelitian tentang migrasi sudah banyak dilakukan sebelumnya. Sebagian besar dari penelitian tersebut menggunakan konteks migrasi internasional berdasarkan negara tujuan (destination based) (Massey et-al, 1993, 1994, 1998). Sebagian kecil lainnya menggunakan basis negara pengirim, namun penggunaan data migrasi netto (migrasi bersih) sangat jarang dipergunakan dalam penelitian. Padahal secara umum, data sekunder yang tersebar paling lengkap untuk Asia adalah data migrasi netto. Untuk melengkapi celah ini, Jennissen (2003) melakukan penelitian menggunakan data migrasi bersih Eropa Barat dan Eropa Selatan selama periode 35 tahun untuk mengetahui bagaimana pola dan determinan dari migrasi internasional di Eropa Barat. Namun, penggunaan metode ini sebenarnya masih memiliki kompleksitas tersendiri untuk diformulasikan. Harus kita catat bahwa peningkatan dalam jumlah migrasi bersih (net migration) (bisa saja positif ataupun negatif) bisa saja dikarenakan kenaikan dari imigrasi bersih di negara penerima, ataupun berkurangnya emigrasi bersih dari negara pengirim. Berdasarkan teori neoklasik, arus migrasi tenaga kerja internasional tercipta karena adanya perbedaan upah antara kedua negara. Dari perpindahan ini, menurut Borjas (1989) dan Massey et-al (1993) akan tercipta ekuilibrium baru dari tingkat upah internasional (factor price equalization, Heckster-Ohlin), yang lebih merata di seluruh negara yang ikut didalamnya. Namun teori neoklasik tak bisa mendeteksi data yang diagregatkan, lebih fokus pada individu, sedangkan penelitian yang berhubungan dengan migrasi bersih adalah penelitian dengan data makro. Maka, sesuai dengan rekomendasi Jennissen (2003, 2004), data dengan penggunaan migrasi bersih tidak sesuai dengan pendekatan neoklasik. Oleh sebab itu, sebagai proxy atas tingkat upah riil, Jennissen (2003) menggunakan data agregat pendapatan perkapita yang sudah diriilkan dengan PPP (purcashing power parity atau paritas daya beli). Selanjutnya, sesuai dengan teori dualisme tenaga kerja dan pandangan Keynessian mengenai migrasi internasional, Jennissen (2003) menggunakan basis teori milik Piore (1979) untuk mengetahui apakah determinan penarik atau pendorong yang lebih kuat pada migrasi internasional di Eropa Barat. Pendekatan model menggunakan tingkat pengangguran di negara tersebut, maupun negara penerima. Mengadopsi teori deprivasi relatif (Massey, et-al, 1993; Stark dan Taylor, 1989), dengan sedikit penyesuaian dengan data migrasi bersih, maka Jennissen (2003) Universitas Indonesia 27 mencoba melakukan pendekatan dengan tingkat pendidikan melalui penggunaan determinan edukasi (lama waktu sekolah, ataupun angka melek huruf dewasa). Hal ini terkait dengan penelitian Stark dan Taylor (1989) yang menyatakan bahwa kesenjangan pendapatan akan semakin kecil seiring bertambahnya kesempatan untuk belajar, dan memperkecil kemungkinan adanya deprivasi relatif yang meningkatkan jumlah emigrasi akibat kesenjangan tersebut. Seiring bertambahnya pendidikan tenaga kerja, maka imigrasi akan cenderung semakin besar. Terakhir, penggunaan teori institusi dan teori jaringan untuk disesuaikan dengan model migrasi netto. Jennissen (2003) menggunakan pendekatan jumlah stok migran dari negara asal (dalam persentase) dibandingkan dengan populasi penduduk negara tujuan, yang seharusnya menarik emigrasi menuju negara tujuan seiring bertambahnya jumlah stok migran ke negara tujuan. Data pendidikan dan stok migran oleh Jennissen menggunakan interpolasi data. Hal ini disebabkannya kelangkaan data atas kedua data tersebut, dan tren yang cenderung linear dari kedua data tadi (Jennissen, 2004). Dari analisis yang dilakukan oleh Jennissen (2003, 2004), maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 2.5: Hasil Penelitian dengan Data Migrasi Bersih Internasional Hasil Penelitian Jennissen (2003) 1 GDP Perkapita untuk negara asal mempunyai efek positif dengan migrasi bersih internasional 2 Tingkat Pengangguran negara asal memiliki efek negatif terhadap migrasi bersih internasional 3 Tingkat pendidikan negara asalmemiliki efek positif terhadap migrasi bersih internasional 4 Stok migran negara asal memiliki efek positif terhadap migrasi bersih internasional Sumber: Jennissen, 2003, 2004 Hasil yang didapatkan oleh Jennissen dipergunakan untuk data Eropa Barat, yang menurut Massey (1993, 1994) belum tentu sama untuk data migrasi bersih negara / wilayah lainnya. Positif dalam hasil tabel 2.5 berarti adanya kenaikan imigrasi di negara penerima atau berkurangnya emigrasi dari negara pengirim, sedangkan negatif berarti berkurangnya imigrasi ke negara penerima dan kenaikan emigrasi dari negara pengirim. Universitas Indonesia 28 2.5 Model Gravitasi Migrasi Internasional Sub-bab ini menggunakan data interaksi, berbeda dengan bahasan teori - teori sebelumnya, terutama di sub-bab 2.4, model Jennissen (2004) tentang penggunaan data migrasi netto / bersih. Interaksi migrasi biasanya berdasarkan migrasi masuk (in) ataupun migrasi keluar (out). Model gravitasi migrasi cenderung lebih akurat menggambarkan hubungan / korelasi migrasi kedua negara dibandingkan dengan model migrasi bersih / netto. Hukum gravitasi pada awal penemuannya merupakan sebuah model atas hukum fisika milik Newton, yang pada awal tahun 1960 dikembangkan oleh ekonom Tinbergen (1962) untuk melihat interaksi perdagangan internasional dua negara atau lebih. Penggunaan massa jenis ekonomi dengan pendekatan ukuran ekonomi suatu negara (melalui PDB) dibagi dengan jarak kedua negara tersebut. Penggunaan model gravitasi untuk perdagangan berkembang dengan cepat. Banyak ekonom segera mengadopsinya, termasuk untuk permasalahan demografi / studi populasi migrasi. Van den Berg dan Lewer (2008) merangkum beberapa teori dan model gravitasi migrasi internasional yang umum digunakan untuk studi tentang hal ini. Model gravitasi migrasi internasional Lewer dan Van den Berg (2008) adalah sebagai berikut: GDPi × GDPj Di j Popi × Pop j = G Di j = α0 + β0 (Popi × Pop j ) + Fi j = G (2.1) Gi j (2.2) Immi j = β1 (Relyi j ) + β2 (Di j + β3 (LANGi j ) + β4 (CONTi j ) + β5 (LINKi j(2.3) ) Dari persamaan 2.1 kita mendapatkan model asli milik Tinbergen (1962), Fi j adalah besar perdagangan internasional kedua negara (interaksi), GDPi dan GDPj adalah besaran pendapatan nasional kedua negara. (i) merepresentasikan negara asal, sedangkan (j) merepresentasikan negara pengirim (eksportir). Sedangkan di model 2.2, sebagai pengganti massa PDB, dipergunakan pendekatan demografi berupa variabel Popi dan Pop j yang merepresentasikan besar populasi kedua negara. Baik model 2.1 maupun 2.2 menggunakan G (konstanta gravitasi) dan variabel Di j atau jarak geografis kedua negara. Dari persamaan 2.2, Lewer dan Van den Berg (2008) kemudian mengembangkan model gravitasi migrasi untuk penelitian yang bisa dipergunakan baik kasus negara maju maupun berkembang. Di persamaan 2.3, didapatkan variabel immi j sebagai pendekatan terhadap imigrasi (bisa juga emigrasi Universitas Indonesia 29 jika memakai emmi , seperti yang penulis gunakan) negara (i) ke (j), dilanjutkan oleh variabel Relyi j yang didapatkan dari rasio antara PDB perkapita negara tujuan (j) dengan PDB negara asal (i). Variabel LANGi j ,CONTi j , dan LINKi j adalah peubah boneka untuk persamaan bahasa, berbatasan secara langsung / tidak dan persamaan koloni. Nilai peubah boneka adalah nol (0) untuk tidak ada dan bernilai satu (1) untuk adanya persamaan. Dari hasil penelitian Lewer dan Van den Berg (2008), determinan penarik (Relyi j ) berupa massa ekonomi berhubungan positif terhadap imigrasi, sementara variabel jarak (Di j ) berhubungan negatif dengan imigrasi dan peubah boneka bahasa (LANG), kolonial (LINKi j ), serta batasan negara (CONT ) berhubungan positif dengan imigrasi. Untuk massa jenis populasi (Popi x Pop j ), semakin besar massa populasi, semakin besar tendensi untuk melakukan imigrasi. Asumsi neoklasik terjadi dalam kasus gravitasi panel migrasi Lewer dan Van den Berg (2008). 2.6 Hipotesis Penelitian Penulis akan di sub-bab ini meringkas dugaan hipotesis dari penelitian yang dilakukan. Hipotesis sendiri menggunakan basis penelitian milik Jennissen (2003, 2004), Massey et-al (1993) untuk model pertama (panel data migrasi netto ASEAN+6). Sementara untuk model kedua penulis, gravitasi migrasi Indonesia dengan panel data, digunakan basis penelitian milik Lewer dan Van den Berg (2008) untuk pembangunan hipotesisnya. Secara ringkas, ketiga hipotesis Penulis diringkas sebagai berikut: Tabel 2.6: Hipotesis Model 1 Variabel Hipotesis Model 2 (Panel Data ASEAN+6) PCIi Positif (+), untuk negara eksportir jumlah emigrasi berkurang dan imigrasi bertambah di negara importir migran saat PCI bertambah Negatif (-), saat tingkat pengangguran bertambah, negara eksportir bertambah emigrasinya dan negara importir berkurang imigrasinya Positif (+), di negara eksportir migran jumlah emigrasi berkurang dan imigrasi bertambah di negara importir migran saat AMH bertambah Unemp ratei Adlit rate Universitas Indonesia 30 Tabel 2.7: Hipotesis Model 2 Variabel Operasionalisasi Hipotesis Pop f l(i × j) Total populasi angkatan kerja sebagai pengganti massa populasi, dikalikan poplf negara asal dengan negara tujuan Rasio pendapatan perkapita negara tujuan terhadap negara asal, pendapatan perkapita didapat dari PPP 2005 USD Jarak geografis negara asal terhadap negara tujuan Positif (+), semakin besar massa populasi tenaga kerja, gravitasi untuk saling bermigrasi makin besar di kedua negara (mig out bertambah) Positif (+), makin tinggi rasio dari relyi j , maka makin besar migrasi keluar Indonesia menuju negara tujuan Relyi j Di j Comlang o f fi j Comlang ethnoi j Negatif (-), semakin jauh jarak geografis dengan Indonesia, maka migrasi keluar akan semakin sedikit Persamaan bahasa nasional Positif (+), semakin besar kedua negara, peubah boneka persamaan bahasa nasional yang digunakan kedua negara, semakin besar migrasi keluar menuju negara tujuan oleh Indonesia Persamaan bahasa daerah ke- Positif (+), semakin besar dua negara, peubah boneka persamaan bahasa daerah yang digunakan kedua negara, semakin besar migrasi keluar menuju negara tujuan oleh Indonesia ———- Universitas Indonesia 31 Conti j Batasan langsung kedua negara, peubah boneka Coli j Persamaan adanya hubungan antara kedua negara dalam satu koloni yang sama, peubah boneka Positif (+), adanya batasan langsung kedua negara, semakin besar migrasi keluar menuju negara tujuan oleh Indonesia Positif (+), adanya persamaan sejarah penjajahan kedua negara, semakin besar migrasi keluar menuju negara tujuan oleh Indonesia Hipotesis yang disusun oleh Penulis, akan diperbandingkan hasilnya dengan analisis inferensial di bab 5. 2.7 Kesimpulan Migrasi internasional bagaikan puzzle yang terpisah - pisah untuk setiap teori, model dan penelitiannya (Masset et-al, 1993). Beberapa institusi maupun peneliti mencoba mendefinisikan migrasi sebagai (Chotib, 2010) perpindahan spasial manusia, sementara peneliti lain (Jennissen, 2003, 2004) melihat definisi migrasi disesuaikan dengan tiga determinan umum, yaitu lama perpindahan, perpindahan lokasi, maupun faktor - faktor penyebab perpindahan. Sekalipun berbeda, determinan dan definisi dari setiap penelitian cenderung konvergen menuju satu titik yang sama, yaitu perpindahan manusia secara fisik dari satu negara menuju negara lain, dalam kurun waktu tertentu dan disesuaikan dengan faktor pendorong ataupun penarik (Lewis, 1982 c.f Boyle et-al., 1998) di masing - masing negara. Selanjutnya, elaborasi teori mengenai inisiasi migrasi maupun teori migrasi lanjutan dilakukan sebagai perluasan analisis atas migrasi internasional. Setiap model memiliki kelemahan dan kelebihan masing - masing (Jennissen, 2003, 2004 c.f Massey et-al, 1993). Teori neoklasik dan dualisme tenaga kerja melihat individu sebaga subjek migrasi internasional, atas dasar rasionalitas terhadap perbedaan upah dan faktor penarik dari negara yang lebih maju. Sedangkan teori ekonomi baru dan deprivasi relatif melihat faktor pendorong sebagai acuan, dan rumah tangga sebagai subjek migrasi internasional. Terakhir, teori institusi dan teori jaringan adalah perluasan dari keseluruhan teori yang berusaha menjelaskan mengapa migrasi internasional tetap terjadi di saat FPE (factor price equalization) (Borjas, 1989; Massey et-al, 1993; Heckster-Ohlin, 1955) atas tingkat upah internasional mulai merata. Ditutup dengan penelitian Jennissen di Eropa Barat dengan penggunaan data Universitas Indonesia 32 migrasi bersih internasional, yang mengadopsi keseluruhan teori sebelumnya, didapatkan hasil bahwa faktor penarik masih kuat untuk migrasi internasional. Pendapatan perkapita, tingkat pendidikan dan stok migran mendapatkan hasil positif, sementara tingkat pengangguran suatu negara menghasilkan output yang negatif. Dan dengan penggunaan teori gravitasi migrasi untuk melihat interaksi dari kedua negara dan hubungannya dengan asumsi neoklasik (perbedaan pendapatan perkapita) dan besaran jarak kedua negara. Sementara, hasil dari penelitian Lewer dan Van den Berg (Gravitasi migrasi internasional) mengindikasikan adanya hubungan negatif antara jarak dengan imigrasi (emigrasi), dan kecenderungan untuk bermigrasi ketika terdapat perbedaan massa ekonomi, dalam bentuk pendekatan rasio pendapatan perkapita kedua negara. Universitas Indonesia BAB 3 METODE PENELITIAN Di dalam bab 3 dijelasakan metode penelitian yang akan digunakan oleh Penulis. Penelitian Penulis sendiri akan dibagi dalam beberapa sub-metode untuk mengetahui dampak dari beberapa determinan ekonomi dan non-ekonomi terhadap arus migrasi netto dan panel gravitasi migrasi di Indonesia. Bab 3 dibagi menjadi beberapa sub-bahasan. Pada sub-bab 3.1 akan dibahas sumber data dan spesifikasi variabel, dilengkapi dengan model untuk panel data ASEAN+6 maupun panel gravitasi migrasi Indonesia. Kemudian dilanjutkan pada sub-bab 3.2 adalah penggunaan panel data untuk pola migrasi netto / bersih 16 negara yang diobservasi maupun pada panel data gravitasi migrasi Indonesia, ditututup oleh kesimpulan pada sub-bab 3.3. 3.1 Sumber Data dan Spesifikasi Variabel Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua (2), yang pertama adalah penggunaan data internasional - migrasi netto (migrasi bersih), dan data spesifik Indonesia untuk migrasi internasional. Data pertama digunakan untuk analisis ASEAN+6, sementara data Indonesia dipergunakan untuk analisis spesifik migrasi Indonesia. Data migrasi netto, yang didapatkan dari pengurangan atas migrasi masuk total suatu negara dengan migrasi keluar suatu negara (imigrasi - emigrasi). Secara sederhana, perhitungan migrasi bersih adalah sebagai berikut (Chotib, 2010): Mn = InMig − OutMig ×k 5×P (3.1) Data migrasi netto yang dipergunakan oleh penulis adalah data migrasi netto per 1000 penduduk. P adalah variabel data penduduk tengah periode perhitungan, dan k adalah konstanta ukuran migrasi, nilai k adalah 1000. Untuk data migrasi netto sendiri penulis menggunakan data kependudukan dari statistik World Bank (http://www.databank.worldbank.org/, akses April dan Juni 2011) dan data dari IMF (International Monetary Fund) yang bekerjasama dengan US Census Beureu (http://www.census.gov, akses April 2011) untuk migrasi bersih 16 negara yang diobservasi. 33 34 Sementara, pemilihan 16 negara yang diobservasi menggunakan penelitian Hugo (2009) sebagai basisnya. Dari penelitian Hugo (2009), yang digunakan untuk penelitian IOM (International Organization for Migration), didapatkan 6 negara diluar penelitian ASEAN yang berhubungan erat dengan migrasi internasional ASEAN selama beberapa tahun terakhir. Hasil penelitian Hugo (2009) adalah sebagai berikut: Tabel 3.1: Negara Tujuan Utama Migrasi Tenaga Kerja ASEAN Negara Pengirim (i) Myanmar Jumlah T.Kerja 1.840.000 Negara Tujuan Utama (j) Tahun Thailand 2006 Thailand 340.000 RRC 2002 Laos 173.000 Thailand 2004 Kamboja 183.541 Thailand 2006 Vietnam 400.000 RRC dan Taiwan 2005 Filipina 8.233.172 Timur Tengah dan Eropa Selatan 2006 Malaysia 250.000 RRC dan Taiwan 1995 Singapura 150.000 - 2002 Indonesia 2.700.000 Arab Saudi 2007 Jepang 2004 RRC 530.000 Sumber: International Organization of Migration, 2010 c.f Hugo, 2009 Selanjutnya, analisis spesifik negara ASEAN+6 disesuaikan dengan asumsi neoklasik dan teori dualisme tenaga kerja, yaitu dengan determinan untuk variabel independen penelitian ini adalah pendapatan perkapita negara asal (PCIi ) dan tingkat pengangguran negara asal (unemp ratei ). Untuk analisis spesifik ASEAN+6, dipergunakan determinan tambahan sebagai variabel independen dengan basis teori jaringan dan institusi (Massey et-al, 1993), yaitu rata-rata stok migran (migstock rate) dan sebagai pendekatan terhadap rata-rata usia sekolah dipergunakan angka melek huruf usia dewasa ( 15 tahun) (Adlit rate). Observasi data untuk model panel dan time-series ASEAN+6 selama 30 tahun observasi (1980 2010). Maka, keseluruhan model dan data akan disederhanakan dalam persamaan dan tabulasi sebagai berikut: 3.1.1 Model Panel Migrasi ASEAN+6 dan Panel Gravitasi Migrasi Internasional Indonesia Penulis akan menyajikan dua model panel migrasi internasional. Model pertama direplikasi dari model migrasi netto (bersih) di 16 negara yang diobservasi unUniversitas Indonesia 35 tuk ASEAN+6, dan selanjutnya di model kedua dipergunakan replikasi model dari penelitian Van den Berg dan Lewer (2008). Untuk model pertama, penulis menggunakan data makroekonomi pendapatan perkapita setiap negara selama 30 tahun periode observasi. Dipergunakan variabel demografi tingkat pengangguran, untuk membandingkan dengan teori dualisme tenaga kerja (Piore, 1979), dan tingkat melek huruf serta stok migran (teori jaringan) di negara asal. secara umum, model yang dipergunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: Netmig ratei = β0 + β1 (PCIi ) + β2 (Unemp ratei ) + β3 (Adlit ratei ) + = β4 (Migstok ratei ) + ε (3.2) Untuk model kedua, dipergunakan analisis gravitasi migrasi yang disesuaikan dengan model milik Lewer dan Van den Berg (2008): Migouti j = β0 + β1 (Popl f(i× j) ) + β2 (Relyi j ) + β3 (Di j ) + β4Comlang o f fi j + = β5Comlang ethnoi j + β6Conti j + β7Coli j + εi j (3.3) Dengan menggunakan kedua model panel data tersebut, pada bab 5 akan dilakukan penelitian inferensial untuk mengetahui bagaimana hasil observasi penulis. Universitas Indonesia 36 Tabel 3.2: Variabel Independen untuk Analisis Spesifik Negara ASEAN+6 Variabel Operasionalisasi Sumber Data PCIi 2005 PPP standar US$ pendapatan perkapita negara asal Unemp ratei Total tingkat pengangguran dibandingkan jumlah angkatan kerja negara asal Adlit rate Angka melek huruf dewasa, usia diatas 15 tahun Migstocki Jumlah penduduk negara asing pada awal tahun observasi di negara asal World Bank (http://www. databank.worldbank.org/), akses April dan Juni 2011 ILO (International Labor Organization) data Laborsta (http: //www.laborsta.ilo.org), akses April, Mei dan Juni 2011 World Bank (http://www. databank.worldbank.org/), akses April dan Juni 2011 World Bank (http://www. databank.worldbank.org/), akses April dan Juni 2011 dan US Cencus Beureu (http://www.cencus.gov) akses Juni 2011 Selanjutnya, untuk analisis panel ASEAN+6, data dan determinan yang digunakan sama dengan determinan yang dipergunakan sebelumnya. Yang berbeda adalah penggunaan data untuk determinan migrasi dengan gravitasi di Indonesia secara spesifik. Model panel gravitasi spesifik Indonesia menggunakan determinan yang disesuaikan dengan penelitian Van den Berg dan Lewer (2008). Data yang digunakan selama 15 tahun observasi (1994 - 2008), dengan variabel independen yang akan dijelaskan dalam tabel 3.3: Universitas Indonesia 37 Tabel 3.3: Variabel Independen untuk Analisis Gravitasi Migrasi Indonesia Variabel Operasionalisasi Sumber Data Pop f l(i × j) Total populasi angkatan kerja sebagai pengganti massa populasi, dikalikan poplf negara asal dengan negara tujuan Rasio pendapatan perkapita negara tujuan terhadap negara asal, pendapatan perkapita didapat dari PPP 2005 USD Jarak geografis negara asal terhadap negara tujuan World Bank (http://www. databank.worldbank.org/), akses April dan Juni 2011 Relyi j Di j Comlang o f fi j Comlang ethnoi j World Bank (http://www. databank.worldbank.org/), akses April dan Juni 2011 CEPII (Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011 Persamaan bahasa nasional CEPII (Centre d’Etudes kedua negara, peubah boneka Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011 Persamaan bahasa daerah ke- CEPII (Centre d’Etudes dua negara, peubah boneka Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011 Universitas Indonesia 38 Conti j Batasan langsung kedua negara, peubah boneka Coli j Persamaan adanya hubungan antara kedua negara dalam satu koloni yang sama, peubah boneka CEPII (Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011 CEPII (Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011 Data selanjutnya akan diuji normalitasnya melalui historgram, untuk diketahui apakah data yang dipergunakan normal atau tidak. Selanjutnya, Penulis akan melakukan elaborasi panel data untuk menjelaskan migrasi di ASEAN+6 dan Indonesia. 3.2 Model Panel Data untuk Analisis Panel Data ASEAN+6 dan Gravitasi Panel Indonesia Pada sub-bab sebelumnya telah dibahas analisis data menggunakan time-series, namun untuk penggunaan data yang sifatnya pooled, penggunaan time-series saja sangat terbatas untuk diobservasi. Gabungan antara data time-series dengan crosssection menghasilkan metode baru yang bernama panel data. Secara umum model panel data banyak digunakan dalam penelitian, misalnya untuk mengukur arus migrasi keluar Indonesia selama 15 tahun (1994 - 2008), dengan menggabungkan beberapa data individu (dalam bentuk negara tujuan emigrasi) dan tahun observasi. Contoh lain adalah pengukuran inflasi di banyak kota besar Indonesia, selama kurun waktu 5 tahun. Penggunaan data panel bisa dikatakan memiliki jumlah observasi yang sangat banyak. Menurut Nachrowi (2006), penggunaan data panel bisa menjadi keuntungan tersendiri , namun penggunaannya menjadi jauh lebih kompleks dibandingkan analisis time-series ataupun cross-section biasa. 3.2.1 Permodelan Data Panel Sebelum Penulis membahas lebih jauh tentang data panel, ada baiknya sedikit mengulang permodelan dari data cross-section dan time-series (Gudjarati, 2003). Universitas Indonesia 39 Yi = α + βXi + εi ; i = 1, 2, . . . , N (3.4) Yt = α + βXt + εt ;t = 1, 2, . . . , T (3.5) Sebagai keterangan, N adalah banyaknya data cross-section dan T adalah banyaknya data time-series. Karena data panel merupakan gabungan dari timeseries dan cross-section, maka modelnya dapat ditulis kembali sebagai: Yit = α + βXit + εit i = 1, 2, . . . , N t = 1, 2, . . . , T (3.6) Dan, penggabungan data panel akan menghasilkan jumlah observasi N × T . Untuk estimasi sendiri, Baltagi (2002) maupun Nachrowi (2006) mengestimasi parameter model panel data dengan tiga metode, yaitu: Ordinary Least Square atau Pooled Least Square Teknik OLS untuk data panel tidak jauh beda dengan OLS pada time-series ataupun cross-section. DEngan mencari variansi model terkecil (least square) yang digabungkan dengan jumlah observasi panel (N × T ), maka penggunaan nama PLS (Pooled Least Square) dipergunakan untuk OLS data panel. Regresi dengan model PLS tentunya akan jauh lebih baik daripada dengan metode OLS biasa untuk kedua model (time-series dan cross-section). Akan tetapi dengan menggabungkan data maka perbedaan individu maupun antar waktu menjadi tidak terdeteksi dengan baik. Tentunya hal itu menurut Nachrowi (2006) sedikit bertentangan dengan tujuan penggunaan data panel. Selain itu di model (3.12) terlihat bahwa baik nilai intercept (α) maupun slope tidak berubah baik dalam individu maupun antar waktu. Untuk melihat akurasi dari hal tersebut, maka Nachrowi (2006) mencoba memisahkan waktu (T ) maupun individu (N) dari masing - masing observasi. Bila nilai cov(εit ) = 0; cov(εi,t−1 ) = 0; E(εit ) = 0; dan Var(εit ) = σ2 , maka fragmentasi dari N dan T adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia 40 Yi1 = α + βXi1 + εi1 ; i = 1, 2, . . . , N Yi2 = α + βXi2 + εi2 ... YiT = α + βXiT + εiT (3.7) Dan untuk estimasi yang memisahkan cross-section untuk mendapatkan Nregresi dengan masing-masing T pengamatan dapat ditulis: Y1t = α + βX1t + ε1t ; i = 1,t = 1, 2, . . . , T Y2t = α + βX2t + ε2t ; i = 2 ... YNt = α + βXNt + εNt ; i = N (3.8) Apabila diasumsikan nilai α dan β konstan untuk setiap data time-series maupun cross-section, maka menurut Nachrowi (2006) nilai α dan β dapat diestimasi dengan model (3.12). Yang menjadi masalah adalah ketika nilai α dan β tidak konstan. Untuk mengatasi hal tersebut, Nachrowi (2006 c.f Baltagi, 2002) menggunakan dua teknik lainnya, yaitu Metode Efek Tetap (Fixed Effect Method) ataupun Metode Efek Acak (Random Effect Method) yang akan dijelaskan dalam sub-bahasan selanjutnya. Metode Efek Tetap Dari analisis PLS, Nachrowi (2006) menyatakan bahwa metode analisis dengan asumsi pembuatan model yang memiliki nilai α konstan untuk setiap variabel waktu (t) dna individu (i) kurang realistik. Metode efek tetap dipergunakan untuk mengatasi hal ini, karena penggunaan metode efek tetap (fixed effect) memungkinkan adanya perubahan α (intercept) pada setiap i dan t. Secara matematis, model efek tetap dapat dinyatakan sebagai berikut (Nachrowi, 2006 c.f Gudjarati, 2001): Yit = α + βXit + γ2W2t + γ3W3t + . . . = γN WNt + δ2 Zi2 + δ3 Zi3 + . . . + δT ZiT + εit (3.9) Universitas Indonesia 41 Dari persamaan (3.15), dijelaskan bahwa Yit adalah variabel dependen untuk individu ke-i dan waktu ke-z, sementara variabel Xit menjadi variabel independennya. Variabel Wit maupun Zit menjadi peubah boneka yang didefinisikan dalam tulisan Nachrowi sebagai berikut: Wit Zit = 1 untuk individu i; i=1,2, . . ., N = 0 lainnya = 1 untuk periode t; t=1,2, . . ., T = 0 Dari tabulasi model diatas, dapat diketahui bahwa penggunaan model efek tetap adalah sama dengan penggunaan model regresi dengan peubah boneka (dummy variable) sebagai variabel independen, sehingga estimasi OLS yang menggunakan model efek tetap kemungkinan besar akan terhindar dari bias dan sifatnya konsisten. Kembali pada model (3.15) dan tabel 3.4, dapat kita lihat bahwa model tersebut memiliki banyak koefisien. Jika terdapat sejumlah N individu dan T waktu, maka akan didapatkan parameter sebanyak (Nachrowi, 2006): 1. (N − 1) parameter γ 2. (T − 1) parameter δ 3. Sebuah parameter α 4. Sebuah parameter β Selanjutnya model efek tetap (LSDV, Least Square Dummy Variable) (Rizal, 2011) dijabarkan satu - satu untuk mendapatkan persamaan metode regresi efek tetap (lihat Nachrowi, 2006 p.314-315). Untuk mengetahui apakah nilai α konstan pada setiap i dan t, kita dapat lakukan uji: F(RSSOLS − RSSMET )/RSSMET × (NT − N − T )/(N + T − 2) Nilai tersebut kemudian akan dibandingkan dengan tabel F, jika mendapatkan hasil perhitungan yang lebih besar dibanding tabel F, maka hipotesis bisa ditolak, yang artinya nilai α tidak konstan pada setiap observasi i dan t. Bisa dikatan dalam kondisi tersebut metode efek tetap tidak jauh lebih baik dibandingkan dengan OLS (Nachrowi, 2006). Universitas Indonesia 42 Metode Efek Acak / Random Effect Method Berkebalikan dengan model efek tetap, setiap perbedaan karakteristik antar individu dengan waktu diakomodasi dari error model. Jika diketahui terdapat dua komponen yang berkontribusi dalam pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka penggunaan metode efek acak menguraikan error untuk komponen individu, waktu maupun gabungan keduanya (Nachrowi, 2006). Dari penjelasan tersebut, persamaan dalam metode efek acak diformulasikan: Yit = α + βXit + εit ; εit = ui + vt + wit Sebagai penjelasan atas persamaan diatas, ui adalah komponen error dari model cross-section, vt adalah komponen error time-series, dan wit komponen error panel (gabungan). Asumsi yang digunakan untuk komponen error tadi adalah: ui = N(0,σ2u ); vt = N(0,σ2v ); wit = N(0,σ2w ); Dari persamaan diatas, dapat dinyatakan bahwa metode efek acak menganggap efek rata - rata dari data cross-section dan time-series diintepretasikan melalui konstanta (intercept). Sedangkan untuk efek deviasi secara acak untuk data time-series diintepretasikan dalam bentuk vt , dan deviasi untuk data cross-section dalam bentuk ui . Selanjutnya, menurut Nachrowi, dengan mengetahui bahwa ε = ui + vt + wit . Dengan adanya varians dari error tersebut, maka dituliskan kembali sebagai: Var(εit ) = σ2u + σ2v + σ2w Tentunya hal ini berbeda dengan permodelan OLS yang diterapkan pada data panel (PLS). Dari keterangan di atas, maka didapatkan besar varians error sebesar: Var(εit ) = σ2w Universitas Indonesia 43 Dengan demikian, menurut Nachrowi (2006 c.f Gudjarati, 2001) model efek acak bisa diestimasi dengan OLS apabila nilai dari ρ = 0 (Rizal, 2011) atau nilai dari σ2u = σ2v = 0. Bila demikian, metode efek acak perlu dilakukan perhitungan dengan metode yang berbeda. Salah satu yang dipergunakan adalah metode estimasi GLS (Generalized Least Square). 3.2.2 Uji Hausman Untuk mengetahui apakah model yang akan penulis gunakan lebih baik menggunakan estimator dengan model acak ataupun tetap (random or fixed effect), maka dipergunakan uji Hausman untuk mendapatkan model terbaik dari nilai variansi error model, apakah sifatnya konsisten (sistematik) ataupun inkonsisten (nonsistematik). Uji Hausman memiliki hipotesis alternatif bentuk sistematik (konsisten) yang berarti penggunaan metode efek tetap. Untuk uji Statistiknya, Hausman (1978) dan Schartz (2011) menjabarkan permodelan Hausman dari model linear biasa Y = bX + ε, yang kemudian dikembangkan menjadi: H = (b1 − b0 )0 (Var(b0 ) −Var(b1 ) ∗ (b1 − b0) (3.10) Yang dimaksud sebagai (∗) adalah Moore-Penrose Pseudoinverse. Untuk uji Hausman dipergunakan distribusi chi-square, dan dengan nilai degree of freedom sebesar matriks ranking Var(b0 ) −Var(b1 ). Untuk menentukan apakah model acak ataupun tetap, matriks aljabar dari model Hausman dibandingkan untuk melihat variansi error dari model. Apabila nilainya tidak konsisten, maka hipotesis nol diterima, dan model acak yang dipilih, begitu pula untuk kasus sebaliknya. 3.2.3 Uji GLS Dari keterangan di Biostat (http://www.biostat.jhsph.edu, akses Juli 2011), pengujian GLS untuk data panel digunakan ketika asumsi variansi dari model non-konstan (Varε = σ2 Σ), dengan asumsi nilai σ2 tidak diketahui dan nilai dari Σ diketahui dan definit, maka dapat kita ketahui korelasi relatif antara 2 error, namun tidak mengetahui nilai absolutnya. GLS akan meminimisasi: Universitas Indonesia 44 (Y − Xβ)T Σ−1 (Y − Xβ) dan dipecahkan dengan, β = (X T Σ−1 X)−1 X T Σ−1Y (3.11) Karena nilai Σ = SST ; dan nilai S = Triangular matriks dekomposisi Cholesky, maka singkatnya didapatkan: (Y − Xβ)T S−T S−1 (Y − Xβ) = (S−1Y − S−1 Xβ)T = (S−1Y − S−1 Xβ) (3.12) Selanjutnya dari Biostat (http://www.biostat.jhsph.edu, akses Juli 2011), metode GLS akan meregresi kembali S−1 X dan S−1Y , maka: Y = Xβ + ε S−1Y = S−1 Xβ + S−1 ε Y 0 = X 0β + ε (3.13) Dipersingkat, nilai baru dari varians ε0 menjadi: Varε0 = σ2 I (3.14) Sehingga Variabel baru dari Y 0 dan X 0 di model yang sudah di GLS akan memiliki nilai error yang tidak saling berkorelasi, dari ε0 , maka dihasilkan:/ Varβ = (X T Σ−1 X)−1 σ2 (3.15) Universitas Indonesia 45 Dan hasil dari persamaan diatas nilai ε0 model regresi sudah non-korelasi (baik otokorelasi, maupun heterokedastisitas). 3.3 Kesimpulan Bab 3 membahas model yang akan dipergunakan Penulis, baik untuk penelitian spesifik setiap negara dengan time-series, begitu juga dengan analisis data panel untuk ASEAN+6 dan Indonesia secara spesifik. Permodelan sendiri menggunakan basis penelitian milik Jennissen (2003, 2004), Lewer dan Van den Berg (2008). Untuk teori dari setiap model dan cara uji BLUE di setiap model menggunakan teori ekonometrika dan statistik milik Nachrowi (2006), Rizal (2011), dan Gudjarati (2003). Untuk data observasi dan pemilihan individu penelitian menggunakan basis penelitian milik Hugo (2009). Selanjutnya, kedua model ini akan digunakan dalam analisis pada bab berikutnya. Universitas Indonesia BAB 4 ANALISIS DESKRIPTIF Analisis migrasi internasional tidak akan lepas dari pentingnya analisis data secara deskriptif. Analisis data deskriptif mampu menjadi alat bantu penelian yang kredibel ketika analisis secara inferensial mengalami perbedaan hasil dengan hipotesis semula. Bab ini akan membahas analisis deskriptif terhadap determinan kedua model panel yang digunakan oleh Penulis. Sub-bab 4.1 membahas tentang dasar - dasar pemilihan determinan yang akan diamati secara deskriptif. ASEAN+6 dibahas lebih jauh pada sub-bab 4.1, dan dilanjutkan dengan analisis deskriptif pada determinan terpilih dari model panel migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) pada sub-bab 4.2. 4.1 Basis Asumsi Dari landasan teori (bab 2), hipotesis migrasi tenaga kerja di ASEAN berkutat dengan masih relevan atau tidaknya determinan neoklasik (perbedaan upah melalui pendekatan perbedaan pendapatan perkapita riil) bila dibandingkan dengan determinan dari faktor pendorong (tingkat pengangguran) yang dijelaskan oleh Piore (1979), serta relevan atau tidaknya tingkat pendidikan dengan keputusan bermigrasi (teori deprivasi relatif). Sementara itu, data untuk stok migran tidak masuk dalam analisis terpilih akibat kekurangan data yang dibutuhkan. Penyusunan determinan tinggi, rendah, ataupun sedang untuk ketiga variabel terpilih didapatkan dari beberapa sumber yang akan dijelaskan melalui Tabel 4.1: 46 47 Tabel 4.1: Standar Determinan Panel ASEAN+6 Standar PDB Perkapita Tingkat MiPPP(Worldbank grasi Bersih + 2010, tahun ( − 1σ) dasar 2005) Tingkat Pengangguran (+ − 1σ) Tingkat Melek Huruf Dewasa (HDR UN, 2009) Tinggi > $11.000 + >6,83% >94,91% Sedang $3.600≤ x ≤ $11.000 0 1,77% ≤ x ≤ 6.83% 70,69% ≤ x ≤ 94,91% Rendah < $3.600 - <1,77% <70,69% Sumber: Data kompilasi olahan penulis Selanjutnya, untuk kasus panel data Indonesia, determinan yang terpilih adalah determinan yang berkaitan dengan teori neoklasik (relyi j), yang didapatkan dari rasio pendapatan perkapita negara tujuan (PCI j ) terhadap pendapatan perkapita negara asal (PCI j ). Dan sisanya adalah faktor neoklasik yang menurut Van den Berg dan Lewer (2008) memiliki kaitan erat dengan gravitasi migrasi internasional, yaitu besar massa jenis populasi (Inter popi× j ) yang didapatkan dari perkalian total populasi kedua negara yang sudah dijadikan log nilainya, dan penggunaan variabel jarak (Di j ) geografis kedua negara (value dalam Kilometer). Pengelompokan ketiga variabel tadi menggunakan asumsi penulis dari ringkasan sebaran data yang dimiliki oleh penulis. Secara umum akan dijelaskan lewat Tabel 4.2: Tabel 4.2: Standar Determinan Panel Indonesia Standar Rasio PCI ( + − 1σ) Massa (+ − 1σ) Tinggi >12,84% >168,63 >6.493,67 KM Sedang 3,51%≤ x ≤ 12,84 96,6 ≤ x ≤ 168,63 1.763,75 KM ≤ x ≤ 6.493,67 KM Rendah <3,51% <96,6 <1.763,75 KM Populasi + Jarak ( − 1σ, KM) Sumber: Data kompilasi olahan penulis Dari kedua pengelompokan determinan tersebut akan dieksplanasi selengkap mungkin hasilnya pada sub-bab 4.2 dan 4.3, kemudian diperbandingkan dengan hipotesis dan hasil analisis inferensial pada bab berikutnya (bab 5). Universitas Indonesia 48 4.2 Analisis Determinan Migrasi Netto Terpilih Data Panel ASEAN+6 Dari penjelasan sub-bab 4.1, sudah diketahui empat determinan yang akan dianalisis, yaitu: tingkat migrasi bersih; pendapatan perkapita, tingkat pengangguran dan tingkat melek huruf penduduk usia dewasa. 4.2.1 Migrasi Netto Untuk migrasi bersih, karena standarnya adalah positif, nol dan negatif, maka analisis deskriptif untuk tingkat migrasi bersih diperingkas sebagai berikut: Tabel 4.3: Sebaran Data Migrasi Bersih menurut Kelompok Netmig rate Kelas Jumlah Persentase (%) Positif Negatif 150 232 39,27 61.73 Sumber: Data olahan penulis Dari data deskriptif tersebut, terlihat dengan jelas jumlah kategori dua (negatif) sebesar 61,73% dengan jumlah data 232 pengamatan. Dibandingkan dengan kategori satu (positif) yang sejumlah 39, 27%. Kategori satu adalah jumlah migrasi bersih yang positif (pola imigrasi), dan kategori dua adalah pola migrasi bersih / netto yang negatif (pola emigrasi). Melihat Tabel 4.3, dapat dikatakan tingkat emigrasi bersih (net emigration rate) secara umum mendominasi pola migrasi ASEAN+6. Namun untuk mengetahui mengapa secara umum observasi didominasi oleh emigran masih harus dianalisis melalui pendekatan determinan neoklasik, dualisme tenaga kerja, serta deprivasi relatif yang disebutkan pada sub-bab sebelumnya. 4.2.2 Pendapatan Perkapita Selanjutnya, Penulis melanjutkan pada analisis deskriptif terhadap data pendapatan perkapita. Seperti yang diketahui dari bab 2, bahwa pendapatan perkapita menurut Jennissen (2004) bisa dijadikan pendekatan terhadap upah riil dan digunakan sebagai determinan dari teori neoklasik. Menurut pendapat neoklasik, serta teori dualisme tenaga kerja (Piore, 1979), faktor penarik (dalam kasus ini termasuk pen- Universitas Indonesia 49 dapatan perkapita) mampu menarik para migran untuk melakukan imigrasi ke negara tersebut. Dari hasil yang sudah ditabulasikan oleh Penulis, ditemukan bahwa hasil secara deskriptif mendukung dan sesuai dengan teori yang ada. Perbedaan pendapatan perkapita sebagai faktor penarik mampu menarik migran untuk melakukan pola imigrasi dibandingkan dengan negara dengan pendapatan perkapita yang lebih rendah, yang cenderung melakukan pola emigrasi bersih (netto) dalam arus migrasi nettonya. Lebih jelas dapat dilihat dari Tabel 4.4. Dari hasil yang didapatkan pada Tabel 4.4, terlihat bahwa kelompok negara ketiga (seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam) cenderung untuk melakukan emigrasi bersih dengan banyak observasi 205 pengamatan. Sementara negara dengan pendapatan perkapita menengah cenderung untuk berpola imigrasi bersih (kecuali untuk sebagian negara, seperti Malaysia (sejak tahun 2007), Indonesia, Thailand, serta Cina yang cenderung emigrasi bersih). Dan negara dengan pendapatan perkapita besar, seperti Jepang, Singapura, Brunei, Arab Saudi sesuai dengan teori neoklasik, cenderung untuk memiliki pola imigrasi yang cukup kuat. 4.2.3 Tingkat Pengangguran Penggunaan determinan tingkat pengangguran dalam observasi sebenarnya adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yang Penulis ajukan. Tingkat pengangguran adalah determinan untuk membuktikan bahwa faktor pendorong dalam teori sistem dunia masih berlaku, sekaligus sebagai anti terhadap teori dualisme tenaga kerja (Piore, 1979) yang menyatakan bahwa faktor penarik adalah faktor terkuat dalam keputusan untuk bermigrasi atau tidak. Analisis terhadap tingkat pengangguran di ASEAN+6 tampaknya cukup unik. Hal ini disebabkan dari kriteria yang diberikan oleh World Bank pada tahun 2008 untuk pembagian tiga kelas tingkat pengangguran (tinggi, sedang, dan rendah), konsentrasi dari tingkat pengangguran di ASEAN+6 terkonsentrasi pada kelas ketiga, yaitu tingkat pengangguran rendah (dibawah 1, 77%). Bisa dikatakan, pemerintah di negara - negara terkait cukup baik dalam menangani masalah ketenagakerjaan dalam negeri (pengangguran) secara statistik. Namun, dengan persentase yang sama, ataupun lebih kecil, negara seperti India, Cina, dan Indonesia masih memiliki kuantitas yang jauh lebih besar dibandingkan negara - negara lain dalam observasi. Tabel 4.4 akan menjelaskan lebih rinci hasil dari analisis deskriptif yang Penulis dapatkan. Ternyata, setelah melakukan fragmentasi terhadap data tingkat pengangguran, penulis masih belum mendapatkan hasil yang diharapkan. Dalam analisis tingkat pengangguran, Penulis gagal untuk mendapatkan hasil yang diinginkan seUniversitas Indonesia 50 bagai penjelasan terhadap hipotesis. 4.2.4 Persentase Angka Melek Huruf Dewasa (penduduk usia >15 tahun Penggunaan persentase melek huruf sebagai determinan penting untuk mengukur ada atau tidaknya deprivasi relatif yang dijelaskan oleh Stark (1985). Deprivasi relatif sendiri melihat penyebab dari migrasi internasional selama ini di negara berkembang karena dua hal, yaitu kurangnya sistem jaminan sosial, serta kemiskinan relatif dari penduduknya. Untuk kemiskinan relatif, Stark dan Bloom (1985) menyatakan adanya korelasi langsung dengan tingkat pendidikan yang dimiliki para subjeknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan di suatu negara, seharusnya mampu memperkecil kesenjangan sosial dan kemiskinan relatif. Sehingga untuk kasus ini, semakin tinggi tingkat pendidikan (yang menurut Oey, 2011 lebih tepat diukur dengan tingkat melek huruf penduduk usia dewasa), diharapkan pola emigrasi bersih semakin kecil (hasil positif) yang diderivasi secara tidak langsung dari berkurangnya angka deprivasi relatif di negara tersebut. Untuk melihat lebih rinci, Tabel 4.4 akan menjelaskan bagaiman hubungan ketiga kelas tingkat pendidikan dihubungkan dengan pola migrasi bersih negara negara yang diobservasi dalam penelitian. Dari Tabel 4.4, semakin jelas digambarkan adanya hubungan positif antara keputusan untuk tetap tinggal di negara asal, atau peluang imigrasi bersih ketika tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah (dengan pendekatan persentase melek huruf usia dewasa). Secara umum bisa dikatakan hampir seluruh variabel deskriptif di ASEAN+6, kecuali tingkat pengangguran mampu dijelaskan dengan baik oleh teori yang berlaku. Secara Deskriptif, faktor penarik (Lewis, 1982) migrasi internasional, yaitu pendapatan perkapita cukup kuat untuk menarik imigrasi bersih ke negara tersebut, sementara faktor pendorong dalam bentuk tingkat pengangguran kurang relevan untuk menjelaskan pola tersebut. Teori Deprivasi relatif juga terbukti dalam analisis deskriptif model pertama. Universitas Indonesia 51 4.2.5 Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih perKategori ASEAN+6 Tabel 4.4: Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Pendapatan Perkapita, Tingkat Pengangguran dan Angka Melek Huruf Variabel Kategori Mean Frekuensi Pendapatan Perkapita Tinggi Sedang Rendah 4,6 2,7 -0,9 136 41 205 9,5 382 Tinggi 0,7 55 Sedang Rendah 2,6 -1,5 171 23 1,8 249 Tinggi 1,7 3 Sedang Rendah 1,9 -0,9 229 41 1,5 273 Total Tingkat Pengangguran (%) Total Angka Melek Huruf (%) Total Sumber: Data olahan penulis 4.3 Analisis Deskriptif Determinan Terpilih Data Panel Migrasi Keluar Indonesia Sub-bab ini akan membahas analisis deskriptif dari data panel migrasi keluar (out migration) Indonesia yang didapatkan datanya dari BNP2TKI selama 15 tahun observasi (1994 sampai 2008). Pemilihan negara Indonesia sebagai basisnya tak lepas dari kelengkapan data yang tersedia, Penulis sebenarnya ingin meneliti lebih rinci setiap negara dengan analisis time-series, namun karena keterbatasan data yang tersedia (Massey et-al., 1993), maka peneliti memfokuskan penelitian spesifik untuk gravitasi migrasi di Indonesia saja. Determinan yang dipergunakan untuk penelitian ini menggunakan basis penelitian dari Lewer dan Van den Berg (2008), dihubungkan dengan teori neoklasik migrasi maupun teori penarik dan pendorong milik Lewis (1982). Determinan yang digunakan sesuai penjelasan pada sub-bab 4.1, yaitu rasio pendapatan perkapita (relyi j ) sebagai pendekatan terhadap teori neoklasik (Borjas, 1989), massa populasi dari hasil interaksi kedua negara (inter popix j ) sebagai determinan teori gravitasi Universitas Indonesia 52 Tinbergen (1962). 4.3.1 Rasio Pendapatan Perkapita (relyi j ) Nilai rasio pendapata kedua negara (relyi j ) didapatkan dari hasil pembagian antara pendapatan perkapita negara tujuan (PCI j ) terhadap pendapatan perkapita negara asal (PCIi ). Hasil dari pembagian tersebut jika diintepretasikan positif, menggambarkan pola pertambahan migrasi keluar (mig outi ) dari Indonesia ke negara tujuan seseuai dengan kelas dari pendapatan perkapita masing - masing. Sebaliknya, jika hasilnya negatif, berarti perubahan pendapatan perkapita negara tujuan secara relatif terhadap negara asal menurunkan jumlah migrasi keluar dari Indonesia. Dari tabel 4.5, didapatkan hasilnya bahwa migrasi keluar untuk rasio pendapatan perkapita yang lebih tinggi ternyata memberikan tingkat migrasi keluar yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kelas dengan rasio pendapatan perkapita yang lebih kecil. Hal ini mengindikasikan tingginya pendapatan perkapita di negara tujuan untuk kasus Indonesia ternyata menarik para migran dari dalam negeri untuk keluar, namun lebih kecil dibandingkan dengan pergerakan migran menuju negara lain dengan kelas pendapatan perkapita yang lebih kecil. Hal ini bertentangan dengan pendapat neoklasik, dalam teori neoklasik, semakin besar pendapatan perkapita negara tujuan, semakin kuat tarikan gravitasi untuk berpindah ke lokasi tersebut. Namun, Indonesia secara positif merespon adanya perbedaan pendapatan perkapita dari negara tujuan, tapi tidak signifikan memberikan hasil yang secara sempurna sesuai dengan teori neoklasik. 4.3.2 Massa Populasi (inter popi× j ) Massa populasi merupakan indikator dalam gravitasi migrasi untuk melihat berapa besar kemungkinan migrasi antara kedua negara. Determinan ini diturunkan oleh Tinbergen (1962) dari teori gravitasi milik Newton. Massa ekonomi (Tinbergen, 1962) disubstitusikan oleh Borjas (1989) untuk digantikan dengan massa populasi yang lebih dekat dengan pengukuran migrasi internasional. Besar massa populasi didapatkan dari interaksi antara populasi negara asal (popi ) dengan populasi negara tujuan (pop j ). Indonesia sendiri dari awal memiliki jumlah populasi yang cukup besar, yaitu nomor lima di dunia (dari data Strategis Biro Pusat Statistik Indonesia 2010) dengan sekitar 240 juta penduduk, tentunya akan memberikan efek massa populasi yang kuat ke semua negara yang diobservasi. Jika hasil yang didapatkan positif untuk massa interaksi populasi, hal itu mengindikasikan adanya hubungan satu arah antara besar massa interaksi populasi Universitas Indonesia 53 dengan migrasi keluar dari Indonesia. Kedua variabel sudah di log-kan, sehingga hasilnya akan sama. Namun, jika hasilnya negatif, artinya ketika massa interaksi populasi itu besar untuk kedua negara (i j), maka makin cenderung terjadinya migrasi masuk (imigrasi) ke Indonesia. Hasilnya akan dicantumkan dalam Tabel 4.5. Secara umum dari hasil Tabel 4.5, besaran massa populasi terbanyak berada pada kelas 2 (menengah) jumlah interkasi populasinya (sebanyak 64 pengamatan), sementara untuk kelas 1 dan 3 (massa populasi terbesar dan terkecil) justru memiliki jumlah pengamatan yang kecil (28 dan 14 pengamatan). Dari hasil tersebut dapat diintepretasikan bahwa di ketiga kelas pola migrasi dari Indonesia secara umum adalah migrasi keluar (hasil positif), terutama di daerah observasi kelas 2. Hal ini dikarenakan kebanyak populasi terkonsentrasi di negara - negara dengan populasi sedang (Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Arab saudi, Australia), jika dibandingkan dengan negara dengan populasi tinggi (Cina) ataupun sangat rendah (Singapura, Brunei Darussalam). Oleh sebab itu, hasil dari Tabel 4.5 menunjukkan migrasi terbesar berada di kisaran massa populasi yang menengah. Namun untuk dicatat, secara umum Indonesia mengalami migrasi keluar (hasil semuanya positif). 4.3.3 Jarak antar Negara (Di j ) Variabel terakhir yang dibahas untuk panel gravitasi Indonesia adalah jarak. Hal ini dikarenakan denominator utama dari model gravitasi adalah jarak geografis (Tinbergen, 1962). Sekalipun beberapa peneliti (Lim, 2006 c.f Wajdi, 2010) menyatakan bahwa jarak geografis saja pada masa sekarang kurang relevan untuk dibahas, namun secara umum teori gravitasi masih menggunakan metode ini. Oleh sebab itu, sub-bab ini berusaha untuk mengamati secara deskriptif apakah determinan jarak masih relevan atau tidak mempengaruhi pola migrasi keluar (emigrasi) di Indonesia. Secara teori, jarak dan migrasi internasional berhubungan negatif (Massey etal., 1993; Borjas, 1989; Lewer dan Van den Berg, 2008). Jadi bisa dikatakan semakin jauh jaraknya, peluang terjadinya emigrasi akan semakin menurun dari negara asal. Untuk mengetahui hal itu dari penelitian yang Penulis lakukan, maka Tabel 4.5 berusaha untuk menjelaskan rincian dari data deskripsi penulis mengenai hal ini. Dari hasil Tabel 4.5, terlihat ternyata jarak tidak menjadi halangan para migran dari Indonesia untuk melakukan emigrasi. Sedikit bertentangan dari teori gravitasi Tinbergen (1962), ataupun Lewer dan Van den Berg (2008), namun cukup sesuai dengan teori Lim (2006). Yang dapat dinyatakan dari 4.9 adalah adanya outlayer untuk migrasi Indonesia dan hubungannya dengan jarak geografis. Penjelasan palUniversitas Indonesia 54 ing mungkin dari hal ini adalah adanya negara Asia Barat (Arab Saudi), yang secara jarak lebih dari 6.493,67 Km. Di lain sisi, Arab Saudi merupakan importir terbesar migran Indonesia selama 15 tahun observasi, jadi sangat wajar jika terjadi insignifikansi jarak terhadap pola emigrasi Indonesia. Namun untuk kedua kelas berikutnya, yaitu di kelas tiga (kurang dari 1.763,75 Km, negara ASEAN) dan di kelas dua (diantara 1.763,75 Km dampai 6.493,67 Km) menunjukkan pola yang sesuai dengan teori migrasi konservatif (jarak berpengaruh terhadap potensi migrasi). Semakin jauh jaraknya, terlihat pola emigrasi untuk kelas dua dan tiga semakin kecil. Adanya inkonsistensi jarak ini akan jelas ketika Arab Saudi dikeluarkan dari pengamatan, namun mengeluarkan Arab Saudi justru menghilangkan pola emigrasi dari Indonesia, karena Arab Saudi merupakan importir terbesar TKI (Tenaga Kerja Indonesia). 4.3.4 Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih perKategori Indonesia Tabel 4.5: Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Rasio Pendapatan Perkapita, Massa Populasi dan Jarak Variabel Kategori Rasio PCI Tinggi Sedang Rendah Total Massa Populasi Tinggi Sedang Rendah Total Jarak Geografis (Dalam orang) Tinggi Sedang Rendah Total Mean Frekuensi 8,8 9,6 9,9 21 72 19 9,5 112 9,5 9,8 8,2 28 64 14 9,5 106 148.522,5 12.413 55.712,8 15 53 45 47.723,9 113 Sumber: Data olahan penulis Universitas Indonesia 55 4.4 Kesimpulan Analisis deskriptif dipergunakan sebagai alat bantu penelitian untuk menjelaskan beberapa bagian yang belum bisa dicakup oleh analisis secara statistika inferensial (bab 5). Dari rangkuman hasil analisis deskriptif terhadap dua model panel yang dipergunakan oleh Penulis, ditemukan untuk model pertama tingkat pengangguran (unemp rate) memiliki anomali sebaran data (seluruh data berada pada kelas tiga, yaitu pengangguran rendah) dalam observasi ASEAN+6. Anomali data kedua ada pada model kedua (Indonesia), yaitu variabel jarak (Di j ). Jarak yang jauh untuk observasi Saudi Arabia ternyata selama 15 tahun observasi tidak menyurutkan niat para TKI untuk bermigrasi menuju negara Asia Barat tersebut. Untuk model kedua, rasio pendapatan perkapita, sekalipun hasilnya cukup kontras dengan teori neoklasik (semakin besar pendapatan perkapita negara tujuan belum tentu menarik lebih banyak migran dari Indonesia), namun masih sesuai dengan asumsi neoklasik (hasil masih positif / ada emigrasi). Sedangkan determinan lain, baik untuk model pertama (ASEAN+6) maupun model kedua (Indonesia) memberikan gambaran yang cukup sesuai dengan asumsi teori yang dipergunakan oleh Penulis. Universitas Indonesia BAB 5 ANALISIS INFERENSIAL DAN HASIL OBSERVASI Analisis inferensial pada bab 5 akan memperlihatkan hasil estimasi penulis atas model yang telah disebutkan pada bab 3, untuk kemudian diperbandingkan hasil dari estimasi inferensial dengan hipotesis dan hasil analisis deskriptifnya. Penulis menggunakan dua model yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu model panel data untuk migrasi internasional di ASEAN+6, serta panel migrasi dengan metode gravitasi untuk kasus Indonesia. Hasil yang dipaparkan oleh penulis sudah diuji normalitas datanya (stasioneritas), menghilangkan masalah - masalah dalam uji BLUE (Best Linear Unbiassed Estimator), , yaitu masalah otokorelasi, multikorelasi, dan heterokedastisitas dalam model (menggunakan Stata). Untuk analisis dalam bentuk time-series spesifik tiap negara tidak Penulis cantumkan dalam bab ini, melainkan pada lampiran hasil jika ingin diperbandingkan hasilnya. Bagian pertama (5.1) akan memaparkan uraian singkat untuk model yang dipergunakan, kemudian dilanjutkan pada sub-bab 5.2 untuk hasil uji kasus panel migrasi ASEAN, dan sub-bab 5.3 untuk kasus gravitasi migrasi di Indonesia. 5.1 Model dalam Penelitian Mengulang kembali apa yang sudah dipaparkan pada bab 3 (metode penelitian), Penulis ingin memaparkan kembali metode apa yang akan dipergunakan untuk analisis bab ini. Singkatnya, Penulis menggunakan dua (2) model utama berupa metode data panel, baik untuk ASEAN+6 maupun Indonesia. Namun model panel yang dipergunakan tidak sama untuk kedua model, model pertama migrasi internasional untuk kasus ASEAN+6 menggunakan metode panel yang secara umum dipergunakan (tanpa adanya interaksi antar individu), sedangkan model panel gravitasi migrasi untuk kasus Indonesia menggunakan panel interaksi (dalam bentuk panel gravitasi migrasi internasional). Penggunaan data panel yang berbeda ini dikarenakan perbedaan dalam karakter data serta basis teori pendukungnya. Model panel yang pertama (untuk kasus ASEAN+6), menggunakan panel migrasi internasional dengan data migrasi netto / bersih yang direplikasi dari model Jennissen untuk kasus migrasi internasional Eropa Barat selama 37 tahun. Sementara model kedua menggunakan panel migrasi gravitasi (karena adanya interaksi dalam data yang diper- 56 57 gunakan oleh penulis) yang direplikasi dari model migrasi intenasional Lewer dan Van den Berg untuk kasus migrasi internasional di Eropa Barat selama periode yang hampir sama dengan penelitian Jennissen. Rincian untuk kedua model akan dijelaskan sebagai berikut. Untuk model pertama, penulis menggunakan data makroekonomi pendapatan perkapita setiap negara selama 30 tahun periode observasi. Dipergunakan variabel demografi tingkat pengangguran, untuk membandingkan dengan teori dualisme tenaga kerja (Piore, 1979), dan tingkat melek huruf serta stok migran (teori jaringan) di negara asal. secara umum, model yang dipergunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: Netmig ratei = β0 + β1 (PCIi ) + β2 (Unemp ratei ) + β3 (Adlit ratei ) + = β4 (migstock ratei ) + εi (5.1) Sebagai keterangan tambahan, adlit ratei adalah persentase melek huruf usia dewasa (penduduk usia >15 tahun) yang dipergunakan sebagai pendekatan terhadap teori deprivasi relatif (Stark, 1985 c.f Massey, et-al., 1993). Sedangkan untuk migstock ratei adalah jumlah migran asing yang sudah bertempat tinggal di negara tersebut pada awal tahun periode, karena data yang kurang lengkap, adopsi untuk model penulis tidak menggunakan variabel ini dalam model yang dipergunakan. Untuk model kedua, dipergunakan analisis gravitasi migrasi yang disesuaikan dengan model milik Lewer dan Van den Berg (2008): Migouti j = β0 + β1 (inter p op(i × j)) + β2 (Relyi j ) + β3 (Di j ) + β4Comlang o f fi j + = β5Comlang ethnoi j + β6Conti j + β7Coli j + εi j (5.2) Panel migrasi dengan model ini melakukan pendekatan dengan model gravitasi migrasi, yang dapat ditemukan melalui adanya interaksi massa populasi (inter popi× j ), jarak geografis (Di j ), serta rasio pendapatan perkapita sebagai besaran ekonomi (Relyi j ). Sementara peubah boneka (dummy variable) yang dipergunakan oleh penulis adalah peubah boneka bahasa (baik nasional maupun daerah, comlang o f fi j ) dan comlang ethnoi j ), batasan negara secara langsung (daratan) (Conti j ), serta terakhir adalah persamaan kolonial / jajahan (coli j ). Namun, karena metode yang dipergunakan melalui uji Hausman mengindikasikan adanya replikasi data (ommitted variable) untuk variabel coli j dan comlang o f fi j , maka kedua variUniversitas Indonesia 58 abel ini dikeluarkan dari model. Penggunaan metode yang berbeda untuk kedua model dikarenakan keterbatasan data yang tersedia untuk data makro di ASEAN jika dibandingkan dengan data interaksi di Indonesia. Untuk uraian hasil yang lebih terperinci, kedua model akan dijelaskan dalam sub-bab berikutnya. 5.2 Migrasi Internasional di ASEAN+6 (1980-2010) Sebagai kluster negara (himpunan negara) dengan total populasi lebih dari 2 milyar penduduk (jika ASEAN+6 digabungkan), sebagaran pendapatan perkapita yang variatif, dan kecenderungan homogenitas tingkat pengangguran (lihat bab 4), tentu analisis migrasi internasional di ASEAN+6 diharapkan lebih menarik dengan adanya karakteristik tersebut. Analisis untuk model ini sudah menghitung besaran multikorelasi antara variabel independen maupun otokorelasi error dalam model dengan periode sebelumnya. Sedangkan untuk uji stasioneritas dan heterokedastisitas juga sudah diujikan dan diatasi semuanya agar hasil regresi BLUE (semua uji dan hasil simulasi regresi ditampilkan dalam lampiran). Dari hasil uji Hausman, didapatkan nilai chi2 sebesar 41.92 dengan nilai probabilita chi sebesar 0,000 atau dibawah nilai α yang penulis gunakan, yaitu 5%. Hipotesis nol untuk uji Hausman adalah perbedaan dalam hasil koefisien estimasi tidak sistematis ( metode efek acak) dan hipotesis alternatifnya adalah hasil koefisien estimasi sistematis (metode efek tetap). Dari hasil probabilita chi yang dibawah tingkat kepercayaan 95%, maka model yang digunakan adalah metode efek tetap (fixed effect / Least Square Dummy Variable) dengan menolak hasil hipotesis nol dari uji Hausman. Sementara itu, untuk uji otokorelasi dan heterokedastisitas akan dipergunakan uji Wooldridge dan uji Wald (didapatkan dari estimasi Stata) yang masing - masing dari uji mengindikasikan adanya masalah dalam BLUE model (terdapat otokorelasi dan heterokedastisitas). Nilai dari uji Wooldridge adalah probabilita F sebesar 0,0062 (dibawah α 5%) yang menolak hipotesis nol dari uji Wooldridge (tidak ada first-order autocorrelation), sementara nilai dari uji Wald adalah probabilita chi sebesar 0,0000 yang menolak hipotesis nol dari uji Wald untuk panel data heterokedastisitas dan menyatakan nilai dari σ2i 6= σ2 untuk semua i yang lain. Penggunaan metode GLS-LSDV( Generalized Least Square - Least Square Dummy Variable) dipergunakan untuk menghilangkan masalah otokorelasi dan heterokedastisitas, sementara untuk multikorelasi (dengan pair-wised correlation) tidak ditemukan Universitas Indonesia 59 nilai multikoleniaritas yang besar dari model arus migrasi bersih ASEAN+6, maka regresi model dilakukan dua kali, dengan menggunakan peubah boneka stok migran, dan tanpa peubah boneka stok migran. Sedangkan untuk peubah boneka tingkat pendidikan (adlit rate) karena sama - sama menggunakan teknik interpolasi (mengutip dari model migrasi internasional Jennissen), maka pada uji kedua kedua peubah boneka akan dicoba untuk dikeluarkan dari model. Hasil dari regresi model panel ASEAN+6 secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Tabel 5.1: Hasil Regresi GLS-LSDV ASEAN+6 untuk menjelaskan Arus Migrasi Bersih (per1000 penduduk) selama 30 tahun observasi (1980-2010) Variabel PCI Tingkat Pengangguran Persentase AMH Koefisien Z P-value 0,0002 -0,1972 0,0385 (9,49)** (-1,53) (1,20) 0,000 0,127 0,229 * 5% 187 ** 1% *** 10% Keterangan: Signifikan α NxT Sumber: Olahan data penulis Dari hasil yang didapatkan pada tabel 5.1, sebanyak 187 observasi panel (NxT) dilakukan dengan metode GLS-LSDV untuk mendapatkan hasil regresi metode efek tetap yang tidak bias. Dari rangkuman hasil tersebut didapatkan ketiga determinan, yaitu pendapatan perkapita, tingkat pengangguran dan persentase melek huruf usia dewasa (PCI, unemp rate, ip adlitrate rate) memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis, namun memiliki hasil yang kurang signifikan baik dalam interval kepercayaan 99% , 95%, dan 90%, kecuali untuk pendapatan perkapita yang signifikan di kisaran 99%. Jika diintepretasikan, maka baik persentase melek huruf, maupun tingkat pengangguran secara tidak signifikan berpengaruh terhadap arus migrasi netto ASEAN+6 dan meningkatkan jumlah imigrasi bersih suatu negara (importir tenaga kerja) atau menurunkan jumlah emigrasi bersih (jika negara tersebut eksportir tenaga kerja) ketika persentase ketiga variabel tadi bertambah. Universitas Indonesia 60 Tabel 5.2: Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 2 ASEAN+6 Variabel Hipotesis Hasil Intepretasi Pendapatan Perkapita + + Tingkat Pengangguran - - Persentase AMH + + Pertambahan 1 % pendapatan perkapita suatu negara secara signifikan cenderung untuk meningkatkan imigrasi bersih pada negara importir tenaga kerja, atau menurunkan emigrasi bersih dari negara eksportir tenaga kerja sebesar 0,002 % Pertambahan 1 % tingkat pengangguran suatu negara secara tidak signifikan cenderung untuk menurunkan imigrasi bersih pada negara importir tenaga kerja, atau meningkatkan emigrasi bersih dari negara eksportir tenaga kerja sebesar 0,1972 % Pertambahan 1 % tingkat pengangguran suatu negara secara tidak signifikan cenderung untuk meningkatkan imigrasi bersih pada negara importir tenaga kerja, atau menurunkan emigrasi bersih dari negara eksportir tenaga kerja sebesar 0,0385 % Analisis power statistic (Gudjarati, 2003), mengindikasikan nilai pendapatan perkapita jauh lebih kuat secara efek terhadap migrasi bersih dibandingkan dengan tingkat pengangguran (dilihat dari signifikansi, baru besaran koefisien). Sehingga untuk pertanyaan faktor pendorong atau penarik (Lewis, 1982) yang lebih kuat untuk kasus ASEAN+6, nampaknya faktor penarik masih kuat menarik dibanding faktor pendorong migrasi internasional (melalui variabel independen pendapatan perkapita dan tingkat pengangguran ASEAN+6). Secara keseluruhan, analisis inferensial dari ASEAN+6 sepakat dengan teori neoklasik, dualisme tenaga kerja, dan deprivasi relatif. Kasus dengan asumsi neok- Universitas Indonesia 61 lasik terbukti terjadi di kasus ASEAN+6, dimana faktor penarik lebih kuat efeknya daripada faktor pendorong migrasi internasional. 5.3 Migrasi Internasional Keluar Indonesia (1994-2008) Untuk sub-bab ini akan fokus pada kasus migrasi keluar (out migration) dari Indonesia selama periode 15 tahun pengamatan. Indonesia, seperti yang kita ketahui merupakan salah satu negara dengan pola migrasi bersih negatif selama hampir 30 tahun (1960-2010). Bisa dikatakan pemilihan data migrasi keluar untuk Indonesia adalah relevan. Variabel koloni (coli j ) maupun persamaan bahasa nasional (Comlang o f fi j ) terpaksa dikeluarkan dari model panel gravitasi akibat adanya multikorelasi keduanya, dan kedua variabel peubah boneka bernilai nol (0), atau tidak ada persamaan satu sama lain. Model panel tidak memenuhi signifikansi ketika memakai kedua variabel independen tersebut. Selanjutnya, dari analisis inferensial, setelah melakukan internalisasi pada masalah BLUE (ditemukan masalah heterokedastisitas oleh uji Wald sebesar 0,0000), maka hasil dari estimasi penulis untuk model panel gravitasi migrasi internasional keluar Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 5.3: Hasil Regresi GLS-LSDV Indonesia untuk menjelaskan Arus Migrasi Keluar (%) selama 15 tahun observasi (1994-2008) Variabel Koefisien Z P-value 0,064 0,084 -0,098 -1,228 1,098 (1,02) (1,75)*** (-0,03) (-0,14) (0,46) 0,309 0,080 0,978 0,643 0,889 * 5% 106 ** 1% *** 10% Massa Populasi Rasio PCI Jarak Persamaan Bahasa (Daerah) Batasan Negara Keterangan: Signifikan α NxT Sumber: Olahan data penulis Dari hasil yang didapatkan, determinan untuk variabel jarak geografis kedua negara (Di j ), massa populasi (inter popi j ), rasio pendapatan perkapita (relyi j ), dan batasan negara (contigi j ) ternyata sesuai dengan hipotesis sekaligus membuktikan dalam kasus Indonesia, faktor penarik masih berpengaruh pada keputusan migrasi keluar negerinya. Sementara untuk peubah boneka persamaan bahasa daerah, ternyUniversitas Indonesia 62 ata gagal menjelaskan hipotesis secara tidak signifikan. Sedangkan untuk peubah boneka bahasa nasional, sesuai dengan penjelasannya sebelumnya terpaksa dihilangkan dari model akibat multikoleniaritas. Untuk faktor penarik rasio pendapatan perkapita negara asing terhadap Indonesia, secara signifikan mampu mempengaruhi migrasi keluar di Indonesia, sementara determinan sisanya secara tidak signifikan berpengaruh terhadap migrasi keluar dari Indonesia. Dari analisis power (Gudjarati, 2003), signifikansi dari variabel rasio pendapatan perkapita mampu membuktikan faktor penarik cukup kuat untuk kasus Indonesia. Namun, karena tidak adanya faktor pendorong dalam model, perbandingan keduanya belum bisa terbukti untuk kasus Indonesia. Sebagai ringkasan hasil dan perbandingannya dengan hipotesis, dapat dilihat pada tabel 5.4: Universitas Indonesia 63 Tabel 5.4: Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 1 Gravitasi Migrasi Indonesia Variabel Hipotesis Hasil Intepretasi Massa Populasi + + Rasio Pendapatan Perkapita + + Jarak Geografis - - Batasan Negara + + Bahasa Daerah + - Pertambahan 1 % massa populasi hasil interaksi kedua negara secara tidak signifikan cenderung untuk meningkatkan emigrasi dari Indonesia sebesar 0,064 % Pertambahan 1 % rasio pendapatan perkapita antara luar negeri dengan Indonesia secara signifikan cenderung untuk meningkatkan emigrasi dari Indonesia sebesar 0,084 % Pertambahan 1 % jarak geografis (sudah di log-kan) antara luar negeri dengan Indonesia secara tidak signifikan cenderung untuk menurunkan emigrasi dari Indonesia sebesar 0,0983 % Adanya batasan negara antara luar negeri dengan Indonesia secara tidak signifikan cenderung untuk meningkatkan emigrasi dari Indonesia sebesar 1,0984 % Pertambahan 1 % Adanya persamaan bahasa daerah minimal yang dipergunakan oleh minimal 20% populasi antara luar negeri dengan Indonesia secara tidak signifikan cenderung untuk menurunkan emigrasi dari Indonesia sebesar -1.228 % Universitas Indonesia 64 Dengan melihat hasil dari tabel 4.7 maupun 4.6, maka dapat dikatakan secara umum Indonesia masih sesuai dengan teori neoklasik yang ada, namun belum mampu membuktikan teori dualisme tenaga kerja akibat tidak adanya faktor pendorong untuk komparasi hasil uji power (Jennissen, 2004; Gudjarati, 2003). Faktor penarik gravitasi migrasi keluar negeri dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan pendapatan perkapita antara kedua negara (sebagai pendekatan terhadap upah riil), dan jarak secara tidak signifikan berhasil membuktikan bahwa jarak berhubungan negatif dengan migrasi internasional di Indonesia. Bahasa daerah sendiri, karena hanya Malaysia, Singapura dan Indonesia yang sama dalam bahasa daerah, maka hasil kurang signifikan adalah wajar. Untuk penjelasan mengapa jarak menjadi insignifikan, kemungkinan hal ini dikarenakan adanya Arab Saudi dalam observasi migrasi internasional di Indonesia (sesuai analisis bab 4). Kemudia, massa populasi dikarenakan variasi populasi yang kurang merata dengan baik di ASEAN mungkin menjadi penyebab insignifikannya hasil estimasi Penulis. Selain itu, penelitian Lim, (2006 c.f Wajdi, 2010) membuktikan bahwa gravitasi migrasi tidak hanya dipengaruhi oleh jarak fisik, namun juga dengan jarak ekonomisnya. Bisa saja jarak yang dekat secara fisik, namun secara biaya lebih mahal dibandingkan dengan jarak yang lebih jauh, namun biaya hidup yang lebih murah. Dengan ini, pertanyaan penelitian untuk kasus Indonesia mampu terjawab mengenai apakah faktor pendorong atau penarik yang lebih berpengaruh terhadap emigrasi Indonesia. Indonesia masih melakukan emigrasi akibat adanya perbedaan upah / pendapatan perkapita (faktor neoklasik) dan secara signifikan faktor penarik cukup kuat untuk menarik migrasi internasional dari Indoensia menuju ke negara tujuan. Namun disayangkan, untuk kasus Indoensia, tidak terjawab apakah faktor penarik atau pendorong yang lebih kuat dalam hubungannya dengan migrasi keluar Indonesia. 5.4 Kesimpulan Baik dari kasus ASEAN+6 maupun Indonesia, panel migrasi di kedua model berhasil mengindikasikan adanya fakta bahwa faktor penarik masih kuat untuk menarik migrasi internasional, namun untuk lebih kuat dibandingkan dengan faktor pendorong, hanya ASEAN+6 yang mampu dibuktikan dalam penelitian ini. Faktor pendorong terbukti belum mampu mendorong migrasi bersih ASEAN+6. Beberapa anomali dari data menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis dan sudah dijelaskan pada bab 4. Kedua model sudah BLUE, penggunaan GLS panel dengan Universitas Indonesia 65 metode LSDV mampu membuat model yang signifikan dan sesuai dengan determinan yang digunakan untuk mengukur migrasi internasional pada kedua model. Universitas Indonesia BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil yang didapatkan dalam penelitian Penulis, baik secara deskriptif maupun inferensial membuktikan bahwa faktor penarik ternyata masih berpengaruh terhadap migrasi internasional baik di ASEAN+6, maupun di Indonesia secara spesifik. Namun untuk perbandingan apakah faktor penarik atau pendorong yang lebih kuat di kedua model, hanya kasus ASEAN+6 yang mampu terjawab, sementara kasus Indonesia belum bisa terbukti faktor penarik lebih kuat dibandingkan dengan faktor pendorong migrasi internasionalnya. Untuk model migrasi dalam ASEAN+6, pola migrasi yang ditunjukkan secara umum adalah emigrasi bersih dari negara dengan pendapatan perkapita rendah menuju tinggi (sesuai dengan teori neoklasik), faktor pendorong kurang yaitu tingkat pengangguran kurang bisa menggambarkan kondisi migrasi di ASEAN+6 akibat dari data tingkat pengangguran yang hampir sama di setiap observasi negara dalam penelitian penulis. Faktor penarik, sesuai dengan pendapat Piore (1979) mampu menggambarkan dengan baik pola migrasi ASEAN+6. Di lain pihak, peubah boneka stok migran yang diharapkan mampu menjelaskan migrasi di ASEAN+6 justru tidak bisa menjelaskan dengan baik arah / pola migrasi dalam observasi, sementara peubah boneka persentase angka melek huruf usia dewasa untuk ASEAN+6 mampu memperlihatkan adanya keabsahan teori deprivasi relatif dan hubungannya dengan migrasi bersih internasional di kawasan ASEAN+6. Selain itu, kasus gravitasi migrasi Indonesia mampu menunjukkan secara signifikan bahwa faktor penarik masih kuat untuk menarik para migran dari Indonesia untuk bermigrasi keluar, namun untuk perbandingan dengan faktor pendorong, model yang direplikasi oleh penulis hanya fokus pada faktor penarik saja, sehingga tidak bisa dibandingkan faktor manakah yang lebih kuat untuk kasus Indoensia. Perbedaan rasio pendapatan perkapita yang lebih tinggi di negara asing berhasil menarik para migran dari Indonesia untuk bermigrasi keluar negeri, secara deskriptif, persebaran datanya positif mempengaruhi emigrasi walaupun kurang bisa menggambarkan dengan baik. Pola migrasi di Indonesia adalah emigrasi yang didominasi oleh Arab Saudi, sehingga wajar jika jarak sekalipun sesuai dengan hipotesis, namun tidak signifikan menggambarkan model. Faktor persamaan 66 67 bahasa juga kurang menggambarkan migrasi dan teori yang ada. Secara umum, model gravitasi panel emigrasi Indonesia menggambarkan teori neoklasik namun tidak mampu menjelaskan dengan baik teori dualisme tenaga kerja. Bisa ditarik sebuah kesimpulan, ASEAN+6, masih mengikuti pola dari teori neoklasik dan dualisme tenaga kerja. Sementara Indonesia hanya membuktikan masih relevannya teori neoklasik dalam pola migrasi keluarnya. Untuk tambahan, ASEAN+6 masih mendukung adanya dorongan internal dari deprivasi relatif (yang diukur dari model ASEAN+6 melalui determinan pendidikan). Keseluruhan negara yang diobservasi didominasi oleh pola emigrasi yang cukup kuat. 6.2 Kelemahan Penelitian Sesuai dengan pendapat Massey et-al.(1993), keterbatasan data untuk beberapa determinan seperti tingkat pengangguran masih menjadi kendala dalam observasi yang dilakukan untuk migrasi internasional. Data yang didapatkan penulis untuk observasi ASEAN+6 selama 30 tahun tidak selengkap jika dibandingkan data - data migrasi di Eropa Barat. Penggunaan migrasi bersih / netto untuk penelitian juga memiliki ambiguitas hasil, oleh sebab itu hasil yang dipaparkan oleh Penulis memberikan eksposisi hasil yang bersifat general (umum). Interpolasi data mengikuti metode linear juga kemungkinan besar kurang bisa menggambarkan fluktuasi dari data asli (untuk stok migran), namun untuk data pendidikan (lewat angka melek huruf usia dewasa), mengikuti metode interpolasi Jennissen (secara linear) karena pendidikan diasumsikan terus naik, dan sangat rigid (kaku) untuk turun. Namun, interpolasi dari data 5 tahunan masih susah menggambarkan kondisi sebenarnya. Secara umum, kelemahan terbesar ada pada sumber data yang sangat langka, diharapkan penelitian selanjutnya bisa melengkapi data untuk penelitian ini. 6.3 Saran Mengetahui hasil dari analisis bab 4 dan bab 5, faktor penarik migrasi ternyata lebih kuat dibandingkan efek dari faktor pendorong dalam negeri (ASEAN+6, Indonesia hanya mengindikasikan faktor penarik yang kuat). Secara tidak langsung, penciptaan pekerjaan dalam negara-negara di ASEAN, dan spesifik di Indonesia secara statistik sudah cukup baik, namun kesenjangan gaji antar negara berkembang dan maju, dan kesenjangan kemiskinan (deprivasi relatif) yang menarik orang untuk bermigrasi masuk menuju negara tujuan. Khusus untuk masalah deprivasi Universitas Indonesia 68 relatif (yang dibahas di bab 5 model 1 ASEAN+6), pemerataan pendidikan yang lebih dibutuhkan untuk mengurangi deprivasi relatif suatu negara. Seperti yang kita ketahui, pendidikan di negara - negara berkembang ASEAN masih kurang merata, dan menjadi rekomendasi terhadap pemerintah di masing-masing negara untuk meningkatkan pendidikan di negara mereka. Sehingga kesenjangan pendapatan (menuju pada kemiskinan relatif / deprivasi relatif) yang menyebabkan emigrasi dari negara - negara berkembang, khususnya Indonesia bisa ditekan. Universitas Indonesia 71 DAFTAR REFERENSI Aldaba, F.T. (2000). Trade Liberalization and International Migration: The Philippine Case. PASCN Discussion Paper No. 2000-04. ASEAN. (2002, 2006, 2008 and 2010). ASEAN Statistical Yearbook. Jakarta, Indonesia: ASEAN Secretary. Battistella, G. (2001). International Migration in Asia. Rome, Italy: Scalabrini International Migration Institute. Borjas, G.J. (1989). Economic theory and international migration. In: International Migration Review, 23 (3), pp. 457 - 485. Borjas, G.J. (2008). Labor Economics. New York, USA: McGraw-Hill/Irwin Book Company. Boyle, P., Halfacree, K., Robinson, V. (1998). Exploring Contemporary Migration. New York, USA: Wesley Longman. Clark, J. (n.d). Introduction to LATEX. 26 Januari 2010. http://frodo.elon.edu/ tutorial/tutorial/node3.html. Devillanova, C. (2004). Interregional migration and labor market imbalances. In: Journal of Population Economics, 17(2), pp. 229-247. Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri RI.(2009). Asean Economics Community Blueprint. Jakarta, Indonesia: ASEAN Secretariat. Ford, M. (2004). Organizing the Unorganizable: Unions, NGO, and Indone- sian Migrant Labour. In: IOM International Migration, 42 (5) 2004. Gudjarati, Damodar N. (2003). Essential Econometrics. New York, USA: McGraw-Hill. Human Development Report.(2009). Overcoming Barriers: Human Mobility and Development. United Nations. Universitas Indonesia 72 Jennissen, R.P.W. (2003). Economic determinants of net international migration in Western Europe. In: European Journal of Population, 19 (2), pp. 171198. Jennissen, R.P.W. (2004). Macro-economic determinants of international migration in Europe. Amsterdam, The Netherlands: Dutch University Press. Lewer, J and Van den Berg, H. (2008). A Gravity Model of Immigration. Nebraska, USA: Management Department Faculty Publications University of Nebraska - Lincoln. Lucas, R.E.B.(1997).Internal USA: Boston University. Migration in Developing Countries. Boston, Massey, D.S., Arango, J., Hugo, G., Kouauci, A., Pellegrino, A. And Taylor, J.E. (1993). Theories of international migration: A review and appraisal. In: Population and Development Review, 19(3), pp. 431-466. Nachrowi, D.N., dan Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikan Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta, Indoensia: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasrudin, R., Rizal, H., Setiawan, I. (2011). Analisis Data Panel, Fixed, PLS, dan Random Effect. Depok, Indonesia: Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. OECD. (1998-2001 and 2009). Trends in international OECD. migration. Paris: OECD. (2001). EmployementOutlook June 2010. Paris: OECD. Paez, R.D. (2009). Interrogating Policy Discourses on International Migra- tion and Development in the Philippines: Demystifying ’Diaspora for Development’. The Hague, The Netherlands: Institute of Social Studies. Pardede, E.L. and Muhidin, S. (2006). Life Course Stages and Migration Behavior of Indonesian Population: Evidence from the IFLS data. Presented at the Annual Meeting of the Population Association of America (PAA), March 30 April 1, 2006, Philadelphia, USA. Rizal, Husnul. (2010). Modul Data Panel BKF. Depok, Indonesia: Laborato- rium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. Universitas Indonesia 73 Salt, J. (1976). International labor migration: The geographical pattern demand. In: Migration in post-war Europe: Geographical essays. Oxford: Ox- ford University Press, pp. 80-125. Salt, John. (1992). The Future of International Labor Migration. In: International Migration Review, 26(4), pp. 1077-111. Skeldon, R. (2005). Globalization, Skilled Migration and Poverty Alleviation: Brain Drains in Context (working paper). Development Research Centre on Migration, Globalisation and Poverty University of Sussex. Skeldon, R. (2008). International Migration as a Tool in Development Policy: A Passing Phase?. In: Population and Development Review, 34(1), pp. 1-18. Stark, O. and Bloom, D.E. (1985). The new economics of labor migration. In: American Economic Review, 75(2), pp. 173-178. Suwardi, A. (2011). STATA: Dasar Pengolahan Data (edisi Juni). Depok, In- donesia: Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. UNESCAP.(2007,2008 and 2009). UNESCAP Statistical Yearbook of People for Asia and the Pacific. New York, USA: United Nations. Van de Kaa, D.J. (1996a). International mass migration: a threat to Europe’s borders and stability?. In: De Economist, 144(2), pp. 261284. Verico, K.(2007).The impact of ASEAN’s intra trade to FDI inflows from non- member states: The cases of Indonesia, Malaysia, & Thailand 1987-2006. In: Economic and Finance Indonesia, 55(3), pp.253-280. Wajdi, M.N.(2010). Migrasi Antar Pulau di Indonesia: Analisis Model Skedul Migrasi dan Model Gravitasi Hibrida. Depok, Indonesia: Universitas Indonesia. Wallerstein, I. (1983). Historical capitalism. London: Verso. Wijoyo, W.H.A. (2011). Tutorial Penulisan JEPI (Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia 74 Pemba- ngunan Indonesia) dengan LATEX. Depok, Indonesia: Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. Zlotnik, H. (1998). International migration 1965-96: An overview. In: Population and Development Review, 24(3), pp. 429-468. Universitas Indonesia 3 LAMPIRAN 1: Uji LM, Uji Hausman, Uji Heterokedastisitas, Uji Otokorelasi, dan Uji Multikorelasi Panel ASEAN+6 Uji LM . xttest0 Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects netmig_rate[country,t] = Xb + u[country] + e[country,t] Estimated results: | Var sd = sqrt(Var) ---------+----------------------------netmig_~e | 34.29578 5.85626 e | 7.707771 2.776287 u | 14.50612 3.80869 Test: Var(u) = 0 chi2(1) = Prob > chi2 = 407.52 0.0000 Uji Hausman . hausman fe re ---- Coefficients ---| (b) (B) (b-B) sqrt(diag(V_b-V_B)) | fe re Difference S.E. -------------+---------------------------------------------------------------pci | -.0003966 -.0001451 -.0002515 .0000364 unemp_rate | -.0629072 -.0703724 .0074652 . ip_adlitrate | .0558036 .0178312 .0379723 .0166528 -----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test: Ho: difference in coefficients not systematic chi2(3) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 56.50 Prob>chi2 = 0.0000 (V_b-V_B is not positive definite) Uji Heterokedastisitas . xttest3 Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i chi2 (13) = Prob>chi2 = 2.6e+07 0.0000 Uji Otokorelasi . xtserial netmig_rate pci unemp_rate ip_adlitrate Universitas Indonesia 4 Wooldridge test for autocorrelation in panel data H0: no first-order autocorrelation F( 1, 10) = 11.913 Prob > F = 0.0062 . **ada otokorelasi Uji Multikorelasi . pwcorr pci unemp_rate ip_adlitrate | pci unemp_~e ip_adl~e -------------+--------------------------pci | 1.0000 unemp_rate | 0.0787 1.0000 ip_adlitrate | 0.2437 0.0348 1.0000 LAMPIRAN 2: Box Plot dan Histogram Data Panel ASEAN+6 Box Plot Universitas Indonesia 5 Histogram LAMPIRAN 3: Data Deskriptif Variabel Terpilih . tab pcigr2, su(netmig_rate) | Summary of netmig_rate pcigr2 | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------1 | 4.5908398 6.2319918 136 2 | 2.6803812 2.6525828 41 3 | -.87963538 3.0247586 205 ------------+-----------------------------------Total | 1.4500644 5.0993377 382 . tab unemp_rategr3, su(netmig_rate) unemp_rateg | Summary of netmig_rate r3 | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------1 | .67069582 3.2624383 55 2 | 2.5715705 5.9306799 171 3 | -1.4998796 1.7535459 23 ------------+-----------------------------------Total | 1.7756208 5.3294859 249 . tab ip_adlitrategr3, su(netmig_rate) ip_adlitrat | Summary of netmig_rate egr3 | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------1 | 1.6666667 2.3094011 3 2 | 1.8877599 5.5768227 229 3 | -.90296207 2.5277018 41 ------------+-----------------------------------Total | 1.4662109 5.2957397 273 Universitas Indonesia 6 LAMPIRAN 4: Hasil Regresi GLS-LSDV Model ASEAN+6 Hasil Regresi GLS-LSDV ASEAN+6 . xtgls netmig_rate pci unemp_rate ip_adlitrate i.year Cross-sectional time-series FGLS regression Coefficients: Panels: Correlation: generalized least squares homoskedastic no autocorrelation Estimated covariances = Estimated autocorrelations = Estimated coefficients = Log likelihood 1 0 33 = -544.5803 Number of obs Number of groups Obs per group: min avg max Wald chi2(32) Prob > chi2 = = = = = = = 187 13 3 14.38462 29 134.91 0.0000 -----------------------------------------------------------------------------netmig_rate | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------pci | .0002166 .0000228 9.49 0.000 .0001718 .0002614 unemp_rate | -.1972232 .1293022 -1.53 0.127 -.4506508 .0562045 ip_adlitrate | .0384742 .0319867 1.20 0.229 -.0242186 .101167 | year | 1981 | -1.337752 5.150889 -0.26 0.795 -11.43331 8.757804 1982 | .8634858 4.122999 0.21 0.834 -7.217443 8.944415 1983 | -2.516768 5.147503 -0.49 0.625 -12.60569 7.572153 1984 | -.0848143 5.168297 -0.02 0.987 -10.21449 10.04486 1985 | 7.210022 3.165036 2.28 0.023 1.006666 13.41338 1986 | 3.426203 3.678727 0.93 0.352 -3.78397 10.63638 1987 | 3.048349 4.132387 0.74 0.461 -5.050981 11.14768 1988 | 3.124396 3.682783 0.85 0.396 -4.093725 10.34252 1989 | 1.038178 3.678817 0.28 0.778 -6.172171 8.248526 1990 | 1.913092 3.263301 0.59 0.558 -4.48286 8.309044 1991 | 3.132508 3.266595 0.96 0.338 -3.269901 9.534917 1992 | 3.781735 3.411132 1.11 0.268 -2.903962 10.46743 1993 | 4.314955 3.406965 1.27 0.205 -2.362574 10.99248 1994 | 4.392244 3.255338 1.35 0.177 -1.988101 10.77259 1995 | 2.715719 3.015793 0.90 0.368 -3.195127 8.626564 1996 | 3.041641 2.970399 1.02 0.306 -2.780235 8.863516 1997 | 2.936049 2.970965 0.99 0.323 -2.886935 8.759033 1998 | 1.425264 2.934541 0.49 0.627 -4.32633 7.176859 1999 | .4440137 2.937631 0.15 0.880 -5.313637 6.201664 2000 | 1.072905 2.880793 0.37 0.710 -4.573345 6.719156 2001 | .7969452 2.940587 0.27 0.786 -4.9665 6.560391 2002 | .40109 2.941864 0.14 0.892 -5.364857 6.167037 2003 | 1.119541 2.943702 0.38 0.704 -4.650009 6.88909 2004 | .04711 2.907675 0.02 0.987 -5.651828 5.746048 2005 | -.6633316 2.910455 -0.23 0.820 -6.367718 5.041055 2006 | -.5224611 2.996443 -0.17 0.862 -6.395382 5.35046 2007 | -1.108567 2.982597 -0.37 0.710 -6.95435 4.737215 2008 | -.7129864 3.078741 -0.23 0.817 -6.747207 5.321235 2009 | -1.852243 3.425634 -0.54 0.589 -8.566362 4.861877 | _cons | -4.413082 3.707313 -1.19 0.234 -11.67928 2.853118 ------------------------------------------------------------------------------ Universitas Indonesia 7 LAMPIRAN 5: Uji LM, Uji Hausman, Uji Heterokedastisitas, Uji Otokorelasi, dan Uji Multikorelasi Panel Indonesia Uji LM . xttest0 Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects lnmig_outi[country_des,t] = Xb + u[country_des] + e[country_des,t] Estimated results: | Var sd = sqrt(Var) ---------+----------------------------lnmig_o~i | 4.457888 2.111371 e | .7785734 .8823681 u | 1.891329 1.375256 Test: Var(u) = 0 chi2(1) = Prob > chi2 = 74.29 0.0000 Uji Hausman . hausman fe re, sigmamore ---- Coefficients ---| (b) (B) (b-B) sqrt(diag(V_b-V_B)) | fe re Difference S.E. -------------+---------------------------------------------------------------inter_popl~j | -.0295392 -.0055678 -.0239714 .1023678 relyij | .0885398 .0639708 .024569 .0080632 unemp_rateij | .2362045 .3805738 -.1443693 .3306441 -----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test: Ho: difference in coefficients not systematic chi2(3) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) = 12.64 Prob>chi2 = 0.0055 Uji Heterokedastisitas . xttest3 Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i chi2 (8) = Prob>chi2 = 70.85 0.0000 Uji Otokorelasi . xtserial lnmig_outi inter_popixj relyij lndij contig comlang_ethno Universitas Indonesia 8 Wooldridge test for autocorrelation in panel data H0: no first-order autocorrelation F( 1, 7) = 5.838 Prob > F = 0.0463 Uji Multikorelasi . pwcorr lnmig_outi inter_popixj relyij lndij contig comlang_ethno | lnmig_~i inter~xj relyij lndij contig comlan~o -------------+-----------------------------------------------------lnmig_outi | 1.0000 inter_popixj | -0.0238 1.0000 relyij | -0.2968 -0.5504 1.0000 lndij | -0.1604 0.6435 -0.3502 1.0000 contig | 0.4118 -0.0949 -0.3684 -0.4747 1.0000 comlang_et~o | 0.1663 -0.0061 0.0655 -0.6257 0.2928 1.0000 LAMPIRAN 6: Box Plot dan Histogram Data Panel Indonesia Box Plot Universitas Indonesia 9 Histogram LAMPIRAN 7: Data Deskriptif Variabel Terpilih . su relyij Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+-------------------------------------------------------relyij | 119 8.150089 4.635749 .6378404 18.71288 . tab relyijgr2, su(lnmig_outi) | Summary of lnmig_outi relyijgr2 | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------1 | 8.8023238 1.0573558 21 2 | 9.5954231 2.3486569 72 3 | 9.8600428 1.3668032 19 ------------+-----------------------------------Total | 9.4916078 2.0378594 112 . su inter_popixj Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+-------------------------------------------------------inter_popixj | 112 132.4479 35.84987 68.87661 194.3655 . tab inter_popixjgr2, su(lnmig_outi) inter_popix | Summary of lnmig_outi jgr2 | Mean Std. Dev. Freq. ------------+------------------------------------ Universitas Indonesia 10 1 | 9.5014058 1.046662 28 2 | 9.776983 2.4774483 64 3 | 8.1912907 .73654942 14 ------------+-----------------------------------Total | 9.4947579 2.0752386 106 . su dij Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+-------------------------------------------------------dij | 120 4128.709 2364.963 886.141 7340.41 . tab dijgr2, su(mig_outi) | Summary of mig_outi dijgr2 | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------1 | 148522.53 67105.08 15 2 | 12413 14114.212 53 3 | 55712.756 76538.547 45 ------------+-----------------------------------Total | 47723.903 70236.961 113 LAMPIRAN 8: Hasil Regresi GLS-LSDV Model Gravitasi Indonesia Hasil Regresi GLS-LSDV Indonesia . xtgls lnmig_outi inter_popixj relyij note: 6.country_des omitted because of note: 7.country_des omitted because of note: 8.country_des omitted because of lndij contig comlang_ethno i.country collinearity collinearity collinearity Cross-sectional time-series FGLS regression Coefficients: Panels: Correlation: generalized least squares homoskedastic no autocorrelation Estimated covariances = Estimated autocorrelations = Estimated coefficients = Log likelihood 1 0 10 = -130.8498 Number of obs Number of groups Obs per group: min avg max Wald chi2(9) Prob > chi2 = = = = = = = 106 8 8 13.25 14 548.01 0.0000 -----------------------------------------------------------------------------lnmig_outi | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------inter_popixj | .0637576 .0627241 1.02 0.309 -.0591793 .1866945 relyij | .0835079 .0477765 1.75 0.080 -.0101323 .1771481 lndij | -.0982683 3.557677 -0.03 0.978 -7.071188 6.874651 contig | 1.098373 2.366948 0.46 0.643 -3.540761 5.737506 comlang_et~o | -1.227665 8.767417 -0.14 0.889 -18.41149 15.95616 | country_des | 2 | -3.666676 10.65249 -0.34 0.731 -24.54518 17.21183 3 | -5.940094 12.29273 -0.48 0.629 -30.03341 18.15322 4 | -8.908251 .7102992 -12.54 0.000 -10.30041 -7.51609 5 | -3.867887 .6716749 -5.76 0.000 -5.184346 -2.551428 6 | (omitted) 7 | (omitted) 8 | (omitted) Universitas Indonesia 11 | _cons | 4.331989 39.26668 0.11 0.912 -72.62929 81.29327 ------------------------------------------------------------------------------ Universitas Indonesia