Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
DETERMINAN MIGRASI INTERNASIONAL: MIGRASI NETTO STUDI
KASUS ASEAN+6 DAN GRAVITASI MIGRASI KELUAR DARI
INDONESIA
SKRIPSI
WISNU HARTO ADI WIJOYO
0706286350
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
DEPOK
JULI 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
DETERMINAN MIGRASI INTERNASIONAL: MIGRASI NETTO STUDI
KASUS ASEAN+6 DAN GRAVITASI MIGRASI KELUAR DARI
INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
WISNU HARTO ADI WIJOYO
0706286350
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
DEPOK
JULI 2011
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul
:
Nama
NPM
:
:
Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus
ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia
Wisnu Harto Adi Wijoyo
0706286350
Laporan Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui.
21 Juli 2011
Elda Luciana Pardede, S.E, M.Sc.
Pembimbing Skripsi
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
NPM
:
Tanda Tangan :
Wisnu Harto Adi Wijoyo
0706286350
Tanggal
21 Juli 2011
:
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Skripsi
:
: Wisnu Harto Adi Wijoyo
: 0706286350
: Ilmu Ekonomi
: Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto
Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar
dari Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
:
Elda Luciana Pardede, S.E, M.Sc.
(
)
Ketua Penguji
:
Pribadi Setiyanto S.E., M.A.
(
)
Penguji
:
Ledi Trialdi S.E., MPP.
(
)
Ditetapkan di
Tanggal
: Depok
: 18 Juli 2011
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada penulis sehingga tugas penulisan
skripsi sebagai persyaratan untuk memenuhi kriteria kelulusan meraih gelar kesarjanaan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dapat diselesaikan dengan baik.
Selama penulisan, penulis tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima dan rasa hormat serta penghargaan yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu sehingga skripsi ini dapat terwujud, kepada:
1. Bu Elda Pardede selaku dosen pembimbing yang dengan segenap hati telah
bersedia meluangkan waktu dan kesabarannya dalam membimbing, mengarahkan
dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi;
2. Bapak Pribadi dan Pak Ledi selaku penguji sidang yang baik dan sabar dalam
menguji saya dan telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi
ini;
3. Para Dosen Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang berguna
dan bermanfaat selama penulis menjalankan masa kuliah di FEUI; terutama Pak
Andi dan Pak Rus’an serta Pak Chaikall yang humornya membuat kelas selalu
menyenangkan;
4. Tentunya kedua orang tua, Bapak dan Ibu serta seorang adik yang agak cerewet
:p;
5. Asih Dwi Hayu Pangesti, disebut sendirian biar spesial (ga pake telor :p);
6. Geng Otaku: Ledotto, Mbak Decil, Fajar Labkom, Kak Rani Simehate, Kak
Imam, Akbar Zuvardhi (Bahasa India tu Bar :p), Dea dan Elsa, Kak Zen, Kak Putri,
Kak Faris, Kak Jogja;
7. Tentunya Nida Sadida, Oom Bimo Senang, Teh Kenny Devita, Ledotto lagi, Ruth
Niki ’The Dark Horse’, Mas Joseph Sihotang, Uda’ Jahen sang Ketua ILUNIE, Yulia Chaerani, Tante PS (Putri Saraswati), Akbar lagi, Abay al Abay, Doni ’Ganteng’,
Doni HPP ’The Conqueror’, Rufita ’Imut’ Sri Hasanah (eh, bener ga nih ejaannya?),
Gita PP ’SNSD’, Bu Dwinda, Bu Direta, Dara Andhika ’Diamond Heart’, Diah Arlina, Mister Clau, Lamia, Kak Kara, Kak Niki, Sheny Rekan PIN, Alam Rekan
ASUI, Ginandjati Anjas ’The Illuminatus’, Ratih Dwi R, Bro Akam, Bro Aria, Adit
’Opor’ Chiang Mandarizky, Kiki, Thijah, Nadice (sengaja gw deketin ketiganya
v
vi
ama Adit), Windha, Akrie, Mikail, Isni, Nisa Evandiari, Dhita Larasati, Si Artis
Adhi Cihuy, Si temennya artis Zivanna L. Siregar, Gema, Rama, Succi Herdian yang
lugu, Mas I.G.N.M Mulia Primanta Sohib Inter, Nadif, Murid gw Dina, Ovani yang
bawel, Shelda Sabrina, Zahara buat kertas Printnya, Tias, Tewe (rekan Statu), Friska
Magdalena Panjaitan (yang dibully penulis selama penulisan), Meilany Samsi, Ayu
Yeriesca, Novia Arista, Nosika Chika, Dewi Marhamah, KFC, Burger and Grill,
serta Labkom DepIE. Oia, Sebastianus Andhika Nasution dan Ratna Andhika, eh,
Ratna Indah Fitria :p, Vandes Dolly, Tito Pardede, Bro Yokeu, Astri F, Usaid A.R,
Shelly N, Mia R, Badrul Oom R, Fyra, Topo, Mbak Nanin, Mbak Illah, Mas Katno,
Kak Happy Safitri, Kak Cabe buat buku - buku warisannya, Mas Femo, Mbak Rini
:p;
8. Schach Noir, The Black Cat (Acer 4530) dengan MacBuntu 10.04 dan Win7
x64 Ultimate serta Mini Portable XP Proffessional SP2 yang membantu perskripsian penulis, Software LATEX, Motorola Q8 CDMA edisi 2004, Sony Ericsson S302
Snapshot Edition, Blackberry Electron 8700g edisi 2004, Forum Linux Kaskus,
Komunitas UI untuk tutorial dan template LATEXnya, Kambing UI buat distro Linux
dan update Ubuntunya, Jstor, Elsivier, Researchgate, Googledocs, Forum Antivirus
Ansav.com (udah tewas, hix), Website gw Myconomy, Hijack Tools buat Download paksa PDF internet :p, dan berbagai software open source yang berlandaskan
sosialisme utopis dan menyenangkan :p ;
9. Semua pihak yang telah sangat membantu penulis di dalam penyusunan skripsi
ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu . Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
’Bukan Ku ingin mendahului nasib;
Melainkan nasib adalah kesendirian masing - masing’
(Chairil Anwar oleh Sumandjaya)
Depok, 18 Juli 2011
Wisnu Harto Adi Wijoyo
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis Karya
:
:
:
:
:
Wisnu Harto Adi Wijoyo
0706286350
Ilmu Ekonomi
Ekonomi
Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan
Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan
tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta
dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
Pada tanggal
:
:
Depok
21 Juli 2011
Yang menyatakan
(Wisnu Harto Adi Wijoyo)
vii
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Wisnu Harto Adi Wijoyo
: Ilmu Ekonomi
: Determinan Migrasi Internasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia
Tulisan ini bertujuan untuk mengestimasi dampak dari determinan - determinan
migrasi netto internasional di ASEAN+6 (Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Arab Saudi) selama periode waktu 1980-2010 dan pola migrasi keluar
Indonesia dari tahun 1994-2008. Tingkat migrasi netto menjadi variabel dependen
model ASEAN+6, sedangkan persentase migrasi keluar Indonesia menjadi variabel
dependen untuk model migrasi Indonesia. Model Panel GLS-LSDV dipergunakan
untuk menjelaskan kedua model. Dari hasil analisis, mengindikasikan bahwa untuk
kasus ASEAN+6 faktor penarik (pendapatan perkapita) lebih kuat dibandingkan
faktor pendorong (tingkat pengangguran), sementara untuk Indonesia hanya rasio
pendapatan perkapita yang terbukti berkorelasi positif dengan migrasi keluar
Indonesia.
Kata Kunci: migrasi internasional, analisis panel gls-lsdv, ASEAN+6, Indonesia,
determinan ekonomi, faktor penarik dan pendorong
viii
ABSTRACT
Name
: Wisnu Harto Adi Wijoyo
Program : Economics
Title
: Determinants of International Migration: Study Case of
ASEAN+6’s Net Migration and Gravity of Indonesian Outmigration
This paper aims to estimate the influence of economic determinants on net
international migration in ASEAN+6(China, Japan, South Korea, India, Australia,
and Saudi Arabia) in the period of 1980-2010 and the out migration pattern in
Indonesia from 1994-1998. Net migration rates subjected as dependent variable
for ASEAN+6’s model, for Indonesia, out migration rates used as its dependent
variable. Panel GLS-LSDV used to explaining the models. The analyses suggest
that for ASEAN+6 the pull factor (income percapita) is stronger than the push
factor (unemployement rates), but Indonesian case indicating only the income
percapita ratios positively correlated with Indonesian out migration.
Keywords:
international migration, panel analysis for gls-lsdv, ASEAN+6,
Indonesia, economic determinants, push and pull factors
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH
vii
ABSTRAK
viii
Daftar Isi
x
Daftar Gambar
xiii
Daftar Tabel
xiv
1
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . .
1.1.1 ASEAN, ASEAN+6 dan AEC 2015
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . .
1.2.1 Definisi Permasalahan . . . . . . .
1.2.2 Batasan Permasalahan . . . . . . .
1.3 Pertanyaan Penelitian . . . . . . . . . . . .
1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . .
1.5 Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
STUDI LITERATUR
2.1 Definisi dan Determinan Migrasi Internasional .
2.1.1 Definisi Migrasi Internasional . . . . .
2.1.2 Determinan dari Migrasi Internasional .
2.2 Sejarah Teori Migrasi Internasional . . . . . . .
2.2.1 Teori-teori Migrasi Internasional . . . .
x
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1
1
2
5
7
7
8
8
9
.
.
.
.
.
10
10
11
12
16
16
xi
2.2.2
2.2.3
2.2.4
Teori Migrasi Pertama (Initial) . . . . . . . . . . . . . . .
Teori Migrasi Lanjutan (Advanced) . . . . . . . . . . . .
Rangkuman Determinan Migrasi dari Berbagai Macam
Teori Migrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kekurangan dalam Penelitian Migrasi Internasional . . . . . . . .
Teori Migrasi Internasional: Penggunaan Basis Data Migrasi Netto
dalam Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Model Gravitasi Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . .
Hipotesis Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 17
. 22
METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data dan Spesifikasi Variabel . . . . . . . . . . . . . . .
3.1.1 Model Panel Migrasi ASEAN+6 dan Panel Gravitasi Migrasi Internasional Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2 Model Panel Data untuk Analisis Panel Data ASEAN+6 dan Gravitasi Panel Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2.1 Permodelan Data Panel . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2.2 Uji Hausman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2.3 Uji GLS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
. 33
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
3
4
ANALISIS DESKRIPTIF
4.1 Basis Asumsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2 Analisis Determinan Migrasi Netto Terpilih Data Panel ASEAN+6
4.2.1 Migrasi Netto . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.2 Pendapatan Perkapita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.3 Tingkat Pengangguran . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.4 Persentase Angka Melek Huruf Dewasa (penduduk usia
>15 tahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2.5 Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih per-Kategori
ASEAN+6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.3 Analisis Deskriptif Determinan Terpilih Data Panel Migrasi Keluar
Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.3.1 Rasio Pendapatan Perkapita (relyi j ) . . . . . . . . . . . .
4.3.2 Massa Populasi (inter popi× j ) . . . . . . . . . . . . . . .
4.3.3 Jarak antar Negara (Di j . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 23
. 25
.
.
.
.
26
28
29
31
. 34
.
.
.
.
.
38
38
43
43
45
.
.
.
.
.
46
46
48
48
48
49
. 50
. 51
.
.
.
.
51
52
52
53
Universitas Indonesia
xii
4.3.4
4.4
5
6
Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih per-Kategori
Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55
ANALISIS INFERENSIAL DAN HASIL OBSERVASI
5.1 Model dalam Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . .
5.2 Migrasi Internasional di ASEAN+6 (1980-2010) . .
5.3 Migrasi Internasional Keluar Indonesia (1994-2008) .
5.4 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
56
56
58
61
64
KESIMPULAN DAN SARAN
66
6.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66
6.2 Kelemahan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67
6.3 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67
DAFTAR REFERENSI
69
LAMPIRAN
1
Lampiran 1-8
2
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
1.1
Jumlah Migrasi di Asia, 2000 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1
Tiga Dimensi Migrasi Internasional . . . . . . . . . . . . . . . . 12
xiii
3
DAFTAR TABEL
1.1
1.2
Migrasi Total Negara - Negara di Asia, 2000 . . . . . . . . . . .
Data Pengangguran ASEAN tahun 2009 . . . . . . . . . . . . . .
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
Matriks Determinan Migrasi Internasional . . . . . . . . .
Faktor Pendorong Migrasi Internasional (Lewis, 1982) . .
Faktor Penarik Migrasi Internasional (Lewis, 1982) . . . .
Variabel Kunci dari tiap Teori Migrasi Internasional . . .
Hasil Penelitian dengan Data Migrasi Bersih Internasional
Hipotesis Model 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hipotesis Model 2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.1
3.2
3.3
Negara Tujuan Utama Migrasi Tenaga Kerja ASEAN . . . . . . 34
Variabel Independen untuk Analisis Spesifik Negara ASEAN+6 36
Variabel Independen untuk Analisis Gravitasi Migrasi Indonesia 37
4.1
4.2
4.3
4.4
Standar Determinan Panel ASEAN+6 . . . . . . . . . . . . . .
Standar Determinan Panel Indonesia . . . . . . . . . . . . . .
Sebaran Data Migrasi Bersih menurut Kelompok . . . . . . .
Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Pendapatan
Perkapita, Tingkat Pengangguran dan Angka Melek Huruf . .
Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Rasio Pendapatan
Perkapita, Massa Populasi dan Jarak . . . . . . . . . . . . . .
4.5
5.1
5.2
5.3
5.4
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hasil Regresi GLS-LSDV ASEAN+6 untuk menjelaskan Arus
Migrasi Bersih (per-1000 penduduk) selama 30 tahun observasi
(1980-2010) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 2 ASEAN+6 . .
Hasil Regresi GLS-LSDV Indonesia untuk menjelaskan Arus
Migrasi Keluar (%) selama 15 tahun observasi (1994-2008) . .
Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 1 Gravitasi Migrasi Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xiv
.
.
.
.
.
.
.
2
6
13
15
15
24
27
29
30
. 47
. 47
. 48
. 51
. 54
. 59
. 60
. 61
. 63
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Globalisasi secara luas telah membuka perekonomian dunia dalam skala yang
hampir tak terbatas. Banyak perjanjian baik dalam bentuk multilateral, maupun
unifikasi kawasan terjadi seusai perang dunia kedua (1945) sebagai hasil dari proses
globalisasi ekonomi dunia. Dari hasil penelitian milik Verico (2007), integrasi
ekonomi (definisi lain menyebutkan sebagai regionalisme, seperti ASEAN, EEC
atau Masyarakat Ekonomi Eropa, dan lainnya) memiliki hubungan positif dengan
negara - negara anggotanya. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan teori dasar dari
ekonomi internasional yang menyatakan bahwa setiap negara baik secara langsung
maupun tidak langsung akan saling bergantung satu sama lain (Markussen, 1995 c.f
Verico, 2007). Beberapa pondasi ekonomi internasional yang dimaksud adalah sektor perdagangan barang, arus jasa, arus modal dan mata uang asing, serta migrasi
internasional (Balassa, 2000 c.f Verico, 2007).
Perkembangan untuk migrasi internasional terlihat menjanjikan untuk banyak
negara. Sejak tahun 1960 banyak studi tentang migrasi internasional, bersumber
dari teori dasar migrasi tentang faktor pendorong dan faktor penarik (push and pull
factors)(Lewis, 1982 c.f Boyle et-al., 1998), banyak peneliti yang berhasil memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara migrasi dengan pertumbuhan ekonomi
suatu negara (Lee, 1966 c.f Lucas, 1997; Massey et-al., 1993, 1998; Jennissen,
2003; 2004).
Secara umum, studi empiris tentang migrasi internasional jumlahnya sangat terbatas (Massey et.al, 1998). Banyak studi mengenai tema ini dibahas untuk kasus
Eropa, terutama migrasi di Eropa Barat. Namun, hal ini kontras jika dibandingkan
dengan jumlah studi migrasi di Asia, terutama Asia Tenggara dan Pasifik. Selain itu,
studi migrasi yang dilakukan selama ini masih terfragmentasi secara parsial untuk
setiap kawasan. Hal ini membuat banyak indikator dan determinan ekonomi yang
signifikan di suatu kawasan justru menjadi tidak terlalu berpengaruh di kawasan
lain.
Battistella (2003), menyatakan studi tentang migrasi di kawasan Asia Tenggara
dan Asia Timur memiliki tipologi yang kompleks. Kompleksitas yang dimaksud
adalah fluktuasi politik dan krisis ekonomi yang membuat pola migrasi di dua
1
2
kawasan ini berbeda dengan hasil studi yang ada selama ini. Asumsi neo-klasik
(Todarro, 1976) maupun teori dual-labor market (Piore, 1979) menjadi kurang signifikan jika dikaitkan dengan kondisi riil migrasi di Asia Tenggara maupun Asia
Timur.
Studi ini diharapkan bisa menjadi pelengkap terhadap teori migrasi yang ada selama ini. Di tahun 2009, 10 negara ASEAN sepakat untuk melakukan AEC (ASEAN
Economic Community). Salah satu poin yang disepakati adalah liberalisasi arus
tenaga kerja di kawasan ASEAN. Dengan adanya poin tersebut, studi tentang migrasi internasional di ASEAN dan beberapa kawasan yang memiliki hubungan erat
secara historis menjadi relevan.
1.1.1
ASEAN, ASEAN+6 dan AEC 2015
Dari penelitian milik Battistella (2003), ide mengenai migrasi menjadi sebuah
fenomena sosial yang penting di Asia, termasuk negara - negara di Asia Tenggara
dan Asia Timur. Bukan sekedar masalah migran dalam angka, namun juga implikasinya terhadap masyarakat dan perekonomian negara yang terlibat di dalamnya.
Secara umum, merujuk pada penelitian milik Massey (Massey et-al, 1998, p.58),
yang menyatakan bahwa, “Kebijakan politik tentang migrasi internasional menjadi
sangat penting dalam dua dekade kedepan”, dan menurut Battistella (2003) hal ini
bisa diaplikasikan di tingkat Asia.
Dari data UNDP (United Nations Develompment Programme) tahun 2009, didapatkan ringkasan data migrasi ASEAN sebagai berikut:
Tabel 1.1: Migrasi Total Negara - Negara di Asia, 2000
Region
Jumlah Migran dalam Juta
Internal
35,49
Eropa
15,69
Afrika
1,07
Oseania
1,29
Amerika Latin
n.a
Amerika Utara
9,57
Sumber: Data olahan Laporan Migrasi dan HDI, UNDP(2009)
Universitas Indonesia
3
Gambar 1.1: Jumlah Migrasi di Asia, 2000
Sumber: Jennissen (2004)
Tabel 1.1 dan gambar 1.1 mengindikasikan migrasi internal di dalam Asia
sendiri sudah cukup besar pada tahun 2009. Pola migrasi secara historis menjadi
semakin menarik untuk diteliti oleh penulis.
Akan tetapi, Battistella sendiri menyatakan banyak forum - forum internasional
yang menganggap migrasi internasional tidak terlalu penting dalam rumusan kebijakan mereka. Hal ini dikarenakan pola migrasi selama 30 tahun terakhir yang
cukup stabil dalam skala kawasan. Menurut Battistella (2003), prediksi migrasi di
Asia yang tidak akan berubah secara drastis di masa depan membuat banyak negara di Asia yang kurang peka dengan kebijakan migrasinya. Namun pemikiran
Battistella nampaknya mulai dijadikan referensi oleh beberapa pemerintah di Asia
Tenggara. Sehingga pada 20 November 2007, dalam deklarasi ASEAN di Singapura 10 negara anggota ASEAN sepakat untuk menandatangani kesepakatan yang
berisi cetak biru (blueprint) AEC 2015 (ASEAN Economic Community) atau biasa
disebut sebagai Komunitas Ekonomi ASEAN. AEC sendiri merupakan ide integrasi
ekonomi negara - negara anggota ASEAN, yang menjadi komitmen bersama untuk dilaksanakan pada tahun 2015 untuk enam negara terkaya ASEAN (Indonesia,
Universitas Indonesia
4
Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Brunei Darussalam), untuk kemudian
dilanjutkan pada tahun 2020 oleh empat negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos,
Vietnam).
Dalam butir kesepakatan AEC 2015, dinyatakan lima elemen penting dalam
integrasi perekonomian ASEAN (http://www.aseansec.org, akses April 2011),
yaitu:
1. Liberalisasi arus barang
2. Liberalisasi arus jasa
3. Liberalisasi arus investasi
4. Liberalisasi arus modal / kapital, dan terakhir
5. Liberalisasi arus tenaga kerja
Butir kelima yang diumuat dalam cetak biru AEC 2015 mengindikasikan migrasi telah menjadi bagian penting dalam integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Penelitian mengenai pola migrasi ASEAN dari data historis menjadi relevan
untuk dilakukan. Tirtosudarmo (2009) menyatakan bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu bergerak melampaui batas - batas sosial dan spasial untuk memperluas kemampuan dan hak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
mereka. Dari pernyataan Tirtosudarmo, semakin jelas bahwa salah satu tujuan dari
butir kelima AEC 2015 adalah peningkatan kesejahteraan bersama melalui liberalisasi arus migrasi ASEAN.
Penulis sendiri menggunakan data migrasi bersih (net migration) atau biasa
disebut juga sebagai migrasi netto, yang didapatkan dari pengurangan antara jumlah imigrasi (migran masuk ke suatu negara) terhadap jumlah emigrasi (migrasi
keluar menuju negara tujuan). Penggunaan data migrasi bersih dalam studi empiris
sendiri cukup sulit dikarenakan dua (2) faktor (Jennissen, 2003). Pertama, migrasi
bersih yang dipergunakan oleh penulis kurang umum dipakai dalam banyak studi
migrasi internasional. Secara umum banyak penelitian menggunakan data imigrasi
maupun emigrasi sebagai basis data studinya secara terpisah. Kedua, sekalipun
kondisi ekonomi memiliki hubungan terhadap arus migrasi, secara kausal migrasi
sendiri berhubungan dengan kondisi ekonomi suatu negara. Kedua faktor tadi tak
bisa dipisahkan dalam studi ini. Penggunaan data migrasi bersih sendiri dikarenakan keterbatasan data yang ada untuk migrasi di Asia selama 30 tahun terakhir
(Massey, 1994). Namun untuk kasus Indonesia, penulis secara khusus menggunakan analisis gravitasi migrasi dengan data panel negara - negara yang dari data
BNP2TKI selama 14 tahun terakhir yang berhubungan dengan migrasi TKI (Tenaga
Kerja Indonesia).
Universitas Indonesia
5
Sementara itu, 16 negara yang akan diobservasi penulis (10 negara ASEAN;
3 negara Asia timur, Jepang, China, dan Korea Selatan; Arab Saudi; India; dan
Australia) merupakan negara - negara yang didapatkan berdasarkan rujukan dari
penelitian Hugo (1999). Melihat dari menariknya isu, maka penelitian historis
dari ASEAN+6 dan Indonesia selama 15 sampai 30 tahun terakhir diharapkan
bisa menjadi pendukung untuk kebijakan yang tepat untuk migrasi internasional
di ASEAN+6 saat AEC 2020 maupun AEC 2015 diimplementasikan.
1.2
Rumusan Masalah
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai definisi permasalahan yang
Penulis hadapi dan ingin diselesaikan serta asumsi dan batasan yang digunakan
dalam menyelesaikannya.
Dalam cetak biru AEC 2015 yang ditandatangani tahun 2009, disepakati pembebasan arus tenaga kerja ahli terbatas sampai tahun 2020. Selebihnya keseluruhan
tenaga kerja (baik yang ahli maupun kurang ahli) bisa melakukan migrasi dengan
bebas, tanpa memerlukan visa kerja khusus dan perijinan yang menyulitkan banyak
tenaga kerja dari negara berkembang di ASEAN (misal: Indonesia) untuk mendokumentasikan data dirinya secara legal.
Hampir seluruh negara ASEAN kecuali Singapura dan Brunei Darussalam, dari
penelitian Hugo (1999) adalah pengekspor tenaga kerja yang aktif, terutama Indonesia dan Filipina. Sementara Thailand sendiri masih ambigu antara menjadi
pengekspor tenaga kerja sekaligus pengimpor tenaga kerja yang aktif dari Kamboja
dna Myanmar. Bisa disimpulkan dari data ILO (International Labor Organization,
http://laborsta.org/ akses April 2011), ASEAN aktif dalam kegiatan migrasi internasional akibat faktor pendorong yang cukup kuat, yaitu tingkat pengangguran yang
relatif tinggi dan besar gaji yang masih relatif kecil di banyak negara berkembang
ASEAN. Data pengangguran terpilih (tahun 2009) untuk ASEAN dapat dilihat di
tabel 1.2:
Universitas Indonesia
6
Tabel 1.2: Data Pengangguran ASEAN tahun 2009
Negara
% Pengangguran terhadap populasi
Angkatan Kerja
Pengangguran
Angkatan Kerja
Brunei
3,7
197.440,2
7.305,2
Kamboja
1,6
7.833.526,3
125.336,4
Indonesia
7,9
115.643.697,1
9.135.852,1
Laos
1,3
3.091.722,48
40.192,4
Malaysia
3,7
12.006.802
444.251,7
Myanmar
4
27.019.811,52
1.080.792,5
Filipina
7,1
38.80.199,81
2.755.311,2
Singapura
4
2.700.926,62
108.037,1
Thailand
1
38.681.132,99
386.811,3
Vietnam
4
46.599.589,36
2.143.581,1
Sumber: a. ASEAN Statistical Yearbook 2010;
b. ILO(http:// laborsta.org/ akses April 2011;
c. World Population Prospect: The 2008 Revision
Dari sumber data, terlihat negara - negara yang disebutkan oleh Hugo (1999)
sebagai eksportir kuat di ASEAN (Indonesia dan Filipina) cenderung untuk memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi relatif terhadap negara - negara tetangganya. Indonesia mencatatat angka 7.9% dan Filipina di kisaran 7.1% pada tahun
2009. Dengan angka pengangguran sebesar itu, menurut Lewis (1982) dari teori migrasi neo-classical (neoklasik) dinyatakan bahwa faktor pendorong migrasi, yaitu:
tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang tinggi, rasisme maupun perang
/ bencana alam, mampu membuat banyak invidu melakukan keputusan untuk emigrasi keluar dari negaranya.
Namun, sesuai dengan teori Piore (1979), yang menyatakan bahwa faktor penarik lebih kuat untuk migrasi internasional dibandingkan faktor pendorong, nampak terdapat keunikan dari data ASEAN dibandingkan dengan migrasi di negara
- negara Eropa Barat. Dari banyak penelitian migrasi Asia, salah satunya adalah
penelitian Battistella (2003) yang melihat pola unik dari migrasi Asia. Keunikannya sendiri dari analisis Battistella adalah banyak negara yang memiliki pendapatan
perkapita tinggi (PCI) justru melakukan ekspor tenaga kerja (Filipina, Indonesia,
Cina, dan Thailand) jika dibandingkan beberapa negara Asia Selatan (Bangladesh)
maupun Myanmar selama tahun 1980 sampai tahun 2000. Pola emigrasi justru
menjadi ciri khas banyak negara di Asia Tenggara, dan Timur.
Sifat paradoks dari migrasi di Asia mungkin bisa dijelaskan oleh teori migrasi
Universitas Indonesia
7
dengan pendekatan yang dilakukan oleh Jennissen (2003). Jennissen sendiri menggunakan data yang sama dengan Penulis gunakan, yaitu data migrasi bersih (migrasi
netto). Penggunaan data migrasi bersih dikarenakan terbatasnya sumber data untuk
migrasi yang lebih spesifik untuk Asia (Massey et-al, 1994, 1998), terutama negara berkembang di kawasan Asia Selatan dan Tenggara. Formulasi data migrasi
bersih cukup susah untuk dilakukan. Harus selalu kita ingat bahwa peningkatan
dalam jumlah migrasi bersih (netmigration) (bisa berupa angka negatif maupun
positif) bisa didapatkan dari peningkatan imigrasi bersih suatu negara, atau juga
peningkatan dari emigrasi bersih negara pengirim.
Menurut teori migrasi neoklasik (Borjas, 1989), migrasi arus tenaga kerja bisa
terjadi sebagai konsekuensi dari perbedaan upah riil kedua negara. Namun data
agregat seperti migrasi bersih kurang mampu dijelaskan dengan tes dari asumsi
neoklasik. Digunakan teori tambahan yang dikutip oleh Jennissen (2003) tentang
teori jejaring (network theory) (Jennissen, 2003,2004 c.f Hugo 1981; Massey, 1990)
yang menggunakan tambahan data non-ekonomi sebagai penjelas pola arus migrasi
bersih dan teori sistem dunia (world system theory) (Jennissen, 2003 c.f Massey,
1993; Wallerstein, 1974) untuk melihat korelasi antara tingkat kemiskinan (poverty
rate) dengan migrasi bersih suatu negara yang tidak bisa dijelaskan dengan baik
melalui teori dualisme tenaga kerja.
1.2.1
Definisi Permasalahan
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pola migrasi bersih di
Asia Tenggara (ASEAN) dan Asia Timur (Jepang, Cina, Korea Selatan) serta Arab
Saudi, India dan Australia yang menurut penelitian Hugo (2009 c.f IOM (International Organization for Migration) Report 2009) memiliki kaitan secara historis
yang erat dalam migrasi internasional. Apakah tren dari migrasi internasional di
ASEAN+6 yang diobservasi sesuai dengan pendapat Battistella (2003) atau lebih
mirip dengan pola migrasi yang selama ini banyak dipelajari (Jennissen, 2003,
2004).
1.2.2
Batasan Permasalahan
Penulis membatasi penelitian ini dari sisi faktor pendorong dan penarik migrasi internasional, tanpa menggunakan pola gravitasi migrasi yang banyak digunakan untuk melakukan penelitian tentang migrasi. Sesuai dengan pendapat Massey (1994)
dan Jennissen (2003, 2004) yang menyatakan keterbatasan data untuk observasi dan
penggunaan data migrasi bersih hanya bisa diteliti dengan baik bila menggunakan
Universitas Indonesia
8
model dualisme tenaga kerja (Piore, 1979) dibandingkan dengan model neoklasik
yang membandingkan tingkat upah kedua negara, dimensi jarak dan faktor penarik
/ pendorong yang lebih spesifik.
Selain itu, penelitian akan terbatas pada negara - negara yang menurut penelitian
Hugo (1999) memiliki kaitan yang kuat secara historis dengan 10 negara ASEAN.
Negara tersebut adalah Jepang, Korea Selatan, Cina, Australia dan Saudi Arabia,
serta ditambahkan 1 negara dari penelitian Battistella (2003), yaitu India yang
berkorelasi secara kuat dengan Singapura.
Pemilihan tahun observasi oleh Penulis selama kurun waktu 30 tahun (1980
- 2010) dikarenakan dari penelitian Battistella (2003), data historis untuk migrasi
di ASEAN baru mulai didokumentasikan dengan baik sejak tahun 1980. Namun
bukan berarti semua data akan tersedia secara lengkap.
1.3
Pertanyaan Penelitian
Dari penjabaran rumusan masalah di sub-bab sebelumnya, Penulis mengajukan
beberapa pertanyaan penelitian yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian
yang Penulis buat. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola migrasi di negara - negara ASEAN+6 secara umum?
2. Bagaimanakah pola migrasi secara spesifik untuk Indonesia (dilihat dari out
migration) dalam penelitian Penulis ?
3. Apakah faktor penarik (pull factor dalam bentuk pendapatan perkapita) migrasi
bisa menjelaskan pola migrasi di ASEAN+6 dengan baik bila dibandingkan dengan
model sistem dunia (world system theory) yang menggunakan faktor pendorong
(kesenjangan kemiskinan dengan pendekatan deprivasi relatif) ataupun tingkat
pengangguran (Lewis, 1982) sebagai basis penelitiannya?
1.4
Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian Penulis adalah mengetahui pola migrasi yang terjadi secara historis di ASEAN dengan memasukkan negara lain yang memiliki kaitan erat dengan ASEAN selama tiga dekade terakhir. Tujuan khusus dari penelitian
ini, untuk melihat apakah faktor penarik atau pendorong yang memiliki pengaruh
lebih kuat untuk pola migrasi dalam observasi.
Universitas Indonesia
9
1.5
Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi untuk penelitian Penulis dibagi menjadi tujuh bab yang masing
- masing memiliki penjelasan masing - masing untuk mempermudah laporan dari
hasil penelitian Penulis. Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
• Bab 1 PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, dan sistematika penelitian. Ringkasnya, bab satu menjadi
gambaran umum dari penelitian yang Penulis lakukan.
• Bab 2 STUDI LITERATUR
Penulis akan membahas mengenai teori - teori yang mendasari penelitian.
Bab ini juga akan dilengkapi dengan pembahasan - pembahasan tentang beberapa penelitian sebelumnya.
• Bab 3 METODE PENELITIAN
Bab ini meliputi desain penelitian, jenis dan sumber data, hipotesis penelitian
dan metode pengumpulan serta pengolahan data
• Bab 4 ANALISIS DESKRIPTIF
Bab ini meliputi penjelasan dan perkembangan migrasi dari kawasan yang
diobservasi (ASEAN+6) selama 3 dekade (1980-2010). Analisis deksriptif
digunakan untuk menjelaskan bab ini.
• Bab 5 ANALISIS INFERENSIAL DAN HASIL OBSERVASI
Pada bab ini, Penulis melakukan uji statistik terhadap model yang penulis
sajikan, analisis secara umum terhadap hasil dari uji statistik di bab ini dan
dipadukan dengan hasil dari analisis deskriptif pada bab 4.
• Bab 7 KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, penulis akan memaparkan kesimpulan dari penelitian, saran
kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan, dan keterbatasan penelitian.
Sehingga kedepannya, penelitian Penulis bisa dijadikan sebagai acuan bagi
pihak - pihak yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
BAB 2
STUDI LITERATUR
“Dalam hal ini, setiap individu maupun institusi secara rasional melakukan
keputusan migrasi dikarenakan analisis biaya dan manfaat yang diharapkan
membuahkan hasil yang positif, biasanya secara finansial. Dari perpindahan
tersebut, migrasi internasional adalah sebuah konseptualisasi dalam bentuk
investasi sumber daya manusia (human-capital)”
(Massey et-al, 1993, p. 434)
Sebelum membahas lebih jauh penelitian ini, Penulis melakukan perbandingan terhadap studi - studi lain yang memiliki hubungan dengan penelitian Penulis.
Pertama akan di bahas tentang definisi migrasi internasional di sub-bab 2.1, yang
akan dilanjutkan dengan sejarah teori migrasi internasional pada sub-bab 2.2. Pada
sub-bab 2.3, Penulis membahas secara khusus teori Massey (1994,1998) tentang
kekurangan dalam penelitian migrasi internasional, selanjutnya pada sub-bab 2.4
akan dibahas dasar teori dari penelitian Jennissen (2003, 2004) yang menjadi acuan
utama model yang akan dipergunakan oleh Penulis. Sub-bab 2.5 akan membahas
model gravitasi migrasi (Lewer et-al, 2008; Tinbergen, 1962) yang akan penulis
gunakan untuk membahas kasus migrasi yang difokuskan pada Indonesia, serta terakhir adalah penyusunan hipotesis penelitian penulis untuk kedua model di sub-bab
2.6.
2.1
Definisi dan Determinan Migrasi Internasional
Penjabaran definisi dan determinan dari migrasi internasional mengundang beberapa perdebatan. Sesuai dengan pendapat Massey (1993), yang menyatakan bahwa
perbedaan data maupun karakteristik suatu wilayah akan membuat definisi dari
migran dan aspek - aspek penarik maupun pendorong dari migrasi berbeda pula.
Sub-bahasan dari bab ini akan membahas tentang definis dari migrasi internasional,
maupun determinan - determinan yang dipergunakan dalam banyak penelitian migrasi internasional.
10
11
2.1.1
Definisi Migrasi Internasional
Menurut pendapat Massey (1993), karakteristik fundamental dari migrasi adalah
perpindahan seseorang dari satu lokasi ke lokasi lain. Sedangkan dari definisi
yang diberikan oleh UNDP (United Nations Development Programme, HDI Report 2009)migrasi internasional adalah proses perpindahan manusia melewati batas
negara dalam kurun waktu lebih dari satu tahun.Perbedaan dalam konteks dan definisi migrasi menjadi problem tersendiri untuk banyak penelitian di migrasi internasional (Massey et-al, 1994). Periode tinggal, batasan wilayah negara didefinisikan berbeda oleh beberapa peneliti. Lucas (1997), menyatakan bahwa orang yang
melakukan migrasi internasional bisa disebut sebagai migran ketika sudah melewati
batas negara dari negara asal. Namun, menurut Jennissen, faktor waktu juga harus
diperhitungkan. Bukan sekedar melewati batasan negara bisa disebut migran.
Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh beberapa problem dalam pendefinisan
data migrasi internasional (Massey,1993,1994). Secara ringkas definisi migrasi
internasional paling mudah dibedakan berdasarkan faktor spasial maupun waktu.
Tiap aspek kemudian menjadi basis terhadap determinan migrasi internasional di
sub-bab berikutnya.
Aspek spasial
Menurut UNDP (HDI Report 2010), aspek temporal tidak masuk hitungan
dalam migrasi, sehingga tidak semua yang melintasi batas negara adalah migran.
Atau bisa dikatakan aspek waktu yang mendefinisikan migran atau bukan migran.
Sedangkan menurut Kupiszewski dan Kupiszewska (1999), migrasi didefinisikan
dari data negara penerima migran saja. Ketika migran memasuki batas wilayah
suatu negara, dan tercatat sebagai migran di negara tujuan, maka orang tersebut
sudah diklasifikasikan sebagai migran internasional.
Aspek durasi waktu
Terdapat perbedaan waktu agar seseorang dianggap sebagai migran. Beberapa
peneliti, termasuk Massey (1994) berpendapat seseorang dianggap benar benar
migran bila mereka bergerak bukan hanya dalam faktor spasial, akan tetapi dalam
kurun waktu yang cukup lama (lifetime migration). Sedangkan menurut Weeks
dan Lee, migrasi dalam arti yang lebih luas adalah perubahan tempat tinggal secara
permanen (Weeks, 2004 cf Jennissen, 2004) atau semi-permanen (Lee, 1966 c.f
Jennissen, 2004). Dilanjutkan oleh Wajdi(2010) mengenai aspek longitudinal miUniversitas Indonesia
12
grasi, terdapat dua tipikal migran, yaitu yang bersifat temporer, maupun permanen.
2.1.2
Determinan dari Migrasi Internasional
Laborsta (/urlhttp://www.laborsta.ilo.org, akses Juni 2011), membagi migran internasional dalam dua kategori umum, yaitu migrasi karena faktor ekonomi (tenaga
kerja) dan migrasi karena aspek non-ekonomi (pengungsi, refugee, family unifications, dan lain lain). Sejalan dengan pembagian determinan Laborsta (ILO),
Jennissen (2004) mengkategorikan migrasi internasional berdasarkan motif, yaitu
motif ekonomi dan non-ekonomi yang disesuaikan dengan batasan antara (faktor
penghambat), seperti biaya, kemungkinan deportasi, proses legalisasi, dan biaya
hidup.
Gambar 2.1: Tiga Dimensi Migrasi Internasional
Sumber: Jennissen (2004)
Tidak jauh berbeda dari yang diutarakan Jennissen, Widgreen (2002) dan Martin (2002) dalam working papernya, Managing Migration: The Role of Economics
Instruments, atau dalam bahasa Indonesia, Manajemen Migrasi: Peran dari Instrumen Ekonomi, menyatakan beberapa tipe migran yang dimatrikskan menjadi 2 tipe
migran; migran ekonomi dan non-ekonomi. Secara ringkas dapat diperhatikan pada
Tabel 2.1 untuk matriks determinan migrasi internasional milik Widgreen dan Martin (2002 c.f Jennissen, 2004).
Universitas Indonesia
13
Tabel 2.1: Matriks Determinan Migrasi Internasional
Tipe Migrasi
Ekonomi
Non-Ekonomi
Tarikan Permintaan
Lowongan Kerja
Unifikasi Keluarga
Berkurangnya usia produktif
Peluang Beasiswa
Kurang tenaga kerja ahli
Kebijakan pro-migran
Dorongan-Suplai
Pengangguran Tinggi
Melarikan diri akibat perang
(Underemployment)
Melarikan diri akibat bencana
Gaji yang rendah
Jaringan / lain-lain
Koneksi ke sebuah perusahaan
Pengalaman baru
Informasi mengenai gaji dike-
Biaya transportasi murah
tahui
Adanya teman / saudara mem-
Biaya komunikasi murah
beri informasi
Sumber: Martin dan Widgreen (2002) dikutip dari Jennissen, 2004
Klasifikasi untuk determinan migrasi, baik itu dari UNDP(United Nations Development Programme), Jennissen (2003;2004) maupun Widgreen dan Martin
(2002) menggunakan basis faktor penarik (pull factors) dan faktor pendorong (push
factors) yang dikembangkan oleh Lee (1966) dan Ravenstein (1915).
Akhir abad 20, Ravenstein (1895) menuliskan teori tentang migrasi internasional maupun migrasi internal. Hukum Ravenstein (Chotib, 2010 c.f Ravenstein
1985, 1915) tentang migrasi internasional meliputi:
a. Migrasi dan jarak
Tingkat migrasi antara dua titik akan berhubungan terbalik dengan jarak di antara kedua titik tersebut. Migran yang melakukan perjalanan jarak jauh cenderung
menuju pusat-pusat industri.
b. Migrasi bertahap
Penduduk daerah pedesaan yang langsung berbatasan dengan kota yang bertumbuh
cenderung untuk cepat melakukan migrasi. Turunnya jumlah penduduk di pedesaan
sebagai akibat migrasi itu akan digantikan oleh migran dari daerahdaeah yang jauh
terpencil. Hal ini akan terus berlangsung sampai daya tarik salah satu kota yang
tumbuh cepat itu tahap demi tahap terasa pengaruhnya di pelosok-pelosok yang
terpencil.Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik sebagai penggantinya.
Meskipun migrasi desa-kota mendominasi arus migrasi, namun selalu ada arus balik pada arah yang berlawanan sehingga migrasi bersih dari titik i ke j selalu lebih
kecil daripada migrasi kotor antara kedua titik tersebut.
Universitas Indonesia
14
Sama halnya dengan konteks negara, pada jangka panjang (salah satunya
penelitian Salt (1992)) dinyatakan setiap migrasi internasional yang melintasi
batas negara cenderung menimbulkan arus balik migrasi dari daerah lain sebagai
konsekuensinya.
c.Teknologi, komunikasi dan migrasi
Arus migrasi memiliki kecenderungan meningkat sepanjang waktu akibat peningkatan sarana perhubungan, dan akibat perkembangan industri dan perdagangan.
d.Motif ekonomi merupakan dorongan utama setiap manusia untuk memperbaiki
kehidupan. Determinan ini cenderung lebih dominan daripada faktor lain dalam
keputusan bermigrasi.
Dari empat hukum milik Ravenstein (1895; 1915), dikembangkan menjadi teori
push and pull factors (faktor penarik dan pendorong) terhadap migrasi internasional
(Lewis, 1982). Teori faktor penarik dan pendorong migrasi disusun berdasarkan
faktor sosio-ekonomi yang secara umum memaksa ataupun menarik seseorang
untuk melakukan perpindahan secara fisik dari satu lokasi menuju lokasi lainnya.
Faktor penarik maupun pendorong migrasi menurut Lee (1966 c.f Jennissen, 2004)
menjadi determinan yang kuat untuk mengukur arus migrasi.
Faktor Pendorong
Beberapa hal yang bisa dikategorikan sebagai faktor pendorong migrasi
(Lewis, 1982) adalah masalah lingkungan, ekonomi, demografi maupun desakan
sosio-politik. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya
daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang
bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari
pertanian cenderung menyebabkan adanya migrasi (baik didukung oleh institusi
maupun indvidu) dari lokasi yang langka sumber daya menuju ke lokasi yang
kaya sumber daya. Kedua adalah menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat
asal (misalnya sektor industri suatu negara yang sudah overemployement) akan
memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Ketiga adalah
faktor tekanan-tekanan politik, agama, suku sehingga mengganggu hak azasi
penduduk di daerah asal. Selanjutnya adalah alasan perang atau konflik internal
yang menyebabkan perpindahan atas alasan nyawa. Dan terakhir, faktor bencana
alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang
atau adanya wabah penyakit. Seluruh faktor tadi secara umum memaksakan
seseorang untuk berpindah dari satu lokasi (negara) menuju ke negara lain yang
Universitas Indonesia
15
lebih berprospek.
Tabel 2.2: Faktor Pendorong Migrasi Internasional (Lewis, 1982)
Faktor
Kasus
Ekonomi
Gap kemiskinan
Demografi
Tingginya angka Pengangguran
Lingkungan
Kerusakan ekosistem
Bencana alam
Politik
Tekanan dari pihak berkuasa
Sosial
Kurangnya fasilitas pendidikan di tempat asal
Sumber: Chotib, 2010; Jennissen, 2004
Faktor Penarik
Bertolak belakang dengan faktor pendorong, faktor penarik (Lewis, 1982) cenderung memberikan insentif kepada individu / institusi untuk melakukan migrasi
keluar / masuk pada suatu negara, tanpa adanya paksaan apapun. Sebagai contoh,
adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.
Kemudian adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, cenderung menarik orang untuk secara sadar melakukan migrasi internasional. Selanjutnya adalah kondisi lingkungan yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan,
sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya yang lebih baik daripada fasilitas / kondisi di negara asal. Tak hanya itu, unifikasi keluarga dan jaringan migrasi (Lucas,
1997 c.f Piore, 1979) menarik para migran untuk memasuki negara tujuan. Terakhir, adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, berbagai tempat sebagai daya tarik
hiburan cenderung menjadi pilihan para migran.
Tabel 2.3: Faktor Penarik Migrasi Internasional (Lewis, 1982)
Faktor
Kasus
Ekonomi
Upah yang lebih tinggi di negara tujuan
Demografi
Kurangnya usia produktif di negara tujuan
Lingkungan
Polusi lebih rendah
Banyak keindahan alam di negara tujuan
Politik
Kebijakan pro-migran
Sosial
Pendidikan yang lebih baik di negara tujuan
Sumber: Chotib, 2010; Jennissen, 2004
Universitas Indonesia
16
Secara umum, determinan migrasi internasional, baik dari UNDP, Jennissen
(2003,2004), Ravenstein (1895,1915), maupun Lee (1966) dan Widgreen (2002),
cenderung untuk konvergen pada satu kesimpulan yang hampir sama, yaitu determinan migrasi internasional dibagi menjadi dua kategori besar; ekonomi dan nonekonomi yang terjadi akibat adanya faktor tarikan ataupun dorongan terhadap individu / institusi untuk keputusan migrasinya.
2.2
Sejarah Teori Migrasi Internasional
Sub-bab ini berusaha untuk menunjukkan pandangan dari sisi ekonomi sebagai
bagian penting dari basis teori migrasi internasional. Sejauh ini, beberapa teori
dan model berhasil menjelaskan (bagian dari) teka - teki (puzzle) migrasi internasional. Dari pendapat Jennissen (2004 c.f Massey et-al, 1993) yang dikutip dari
teori Massey (1993) memberikan pandangan umum dan evaluasi pada beberapa
teori fundamental. Dibandingkan jika hanya fokus pada salah satu teori, pendekatan
pada sistem migrasi internasional oleh Kritz dan Zlotnik (1992) dicoba disederhanakan dan diintegrasikan beberapa aspek kunci dari beberapa teori migrasi internasional yang berbeda. Ide dari pendekatan pada sistem migrasi internasional
menurut Jennissen (Jennissen, 2004 c.f Kritz dan Zlotnik, 1992) adalah pertukaran
antara kapital dan manusia antara beberapa negara yang dilakukan bersamaan dengan adanya determinan ekonomi, sosial, politik dan konteks demografi. Selain itu,
sub-bab ini keempat determinan tadi (ekonomi, sosial, politik dan ’jaringan’ sebagai
pendekatan terhadap konteks demografi) digunakan sebagai basis teori. Kausalitas
dari determinan tersebut akan didapatkan dari beberapa teori kunci, yaitu: teori
neoklasik, teori dual-labor market, teori ekonomi baru (the new economics of labor
migration), teori deprivasi relatif, teori sistem dunia (the world system theory), teori
jaringan (networks theory), dan terakhir adalah teori institusi (institutional theory).
Dengan menunjukkan beberapa pandangan dari keseluruhan teori yang telah
disebutkan sebelumnya, diharapkan memberikan gambaran umum yang lebih jelas
atas pandangan dari segi ekonomi terhadap beberapa bagian yang menjadi landasan
dari studi migrasi intenrasional. Sebagai tambahan, sebagian dari teori ini menjadi
landasan atas analisis deskripttif maupun inferensial yang akan dijelaskan pada bab
berikutnya.
2.2.1
Teori-teori Migrasi Internasional
Massey et-al (1993, 1994, 1998) membagi beberapa pendekatan teori atas migrasi
internasional menjadi dua kategori, yaitu: teori yang menjelaskan proses dan inisiUniversitas Indonesia
17
asi migrasi dan pendekatan teoretis atas kelanjutan dari proses migrasi. Dalam hal
ini, beberapa pembedaan terhadap teori yang sejenis juga dilakukan oleh Massey etal (1993). Teori neoklasik, teori dual-labor market, teori ekonomi baru, dan teori
sistem dunia mencoba menjelaskan inisiasi dari proses migrasi. Sebagai contoh indikator kunci atas teori - teori ini adalah penyebab utama dari migrasi internasional.
Menurut keseluruhan teori tadi, proses inisiasi migrasi diawali dari perbedaan jumlah upah/gaji yang diterima di kedua negara. Adalah kurang tepat (Jennissen, 2004
c.f Massey et-al, 1993) jika mengasumsikan determinan untuk inisiasi dari arus
migrasi internasional (sebagai contoh: determinan perbedaan gaji) hanya berlaku
dalam jangka pendek. Adanya perbedaan gaji/upah antar dua negara terjadi selama
beberapa dekade (Salt, 1992). Selama terdapat perbedaan gaji antara kedua negara,
maka arus migrasi antara kedua negara akan tetap terjadi. Selain itu, migrasi internasional sendiri bisa menjadi determinan terhadap inisiasi migrasi. Sebagai contoh
adalah ketidaksetaraan pendapatan dan deprivasi relatif, ketika remitansi (hasil dari
sebagian porsi upah tenaga kerja di luar negeri yang dikirimkan kembali ke negara
asal migran) ataupun remigrasi menyebabkan kenaikan kesenjangan ekonomi di negara pengirim (asal), menurut Massey (1993) emigran cenderung untuk melakukan
emigrasi (dalam jumlah) yang lebih banyak.
Sementara itu, teori jaringan (networks theory) dan teori institusi (institutional theory) mencoba untuk menjelaskan jalur dan arus migrasi internasional selama periode waktu tertentu. Kedua teori ini mencoba mengklarifikasi mengapa
arus migrasi internasional kemungkinan bertambah sekalipun insentif awal untuk
melakukan inisiasi migrasi (sebagai contoh: asumsi neoklasik tentang perbedaan
upah) dihilangkan.
Namun, arus migrasi internasional dalam jumlah besar (masif) dan bersifat disproporsional tidak dapat diukur, setidaknya dalam jangka pendek. Beberapa teori
memiliki kelemahan, dan hasilnya bisa saja berkebalikan (inversional) jika dibandingkan dengan kenyataan ataupun data deskriptif yang tersedia. Kelemahan dalam
penelitian maupun teori migrasi internasional akan dijelaskan lebih rinci pada subbab berikutnya di bab 2.
2.2.2
Teori Migrasi Pertama (Initial)
Teori Neoklasik Teori tertua dari segala teori migrasi adalah teori neoklasik. Berdasarkan teori tersebut, perbedaan jumlah upah antar dua region / wilayah
adalah alasan utama adanya migrasi tenaga kerja (Jennissen, 2004 c.f Massey et-al.,
1993; Lewis, 1982 c.f Boyle, 1998). Adanya perbedaan besar upah / gaji dikarenakan adanya perbedaan secara geografis dalam jumlah suplai tenaga kerja dan perUniversitas Indonesia
18
mintaan tenaga kerja. Namun beberapa faktor lain juga berperan penting dalam hal
ini, sebagai contoh produktivitas tenaga kerja, atau jabatan dalam asosiasi buruh /
tenaga kerja. Mengaplikasikan teori neoklasik pada migrasi internasional dapat dinyatakan melalui perbedaan relatif ekuilibrium pasar tenaga kerja masing - masing
negara. Terdapat negara yang kekurangan jumlah tenaga kerja (baik ahli maupun
yang kurang ahli) relatif terhadap jumlah kapital cenderung memiliki tingkat upah
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara / wilayah yang memiliki formasi
tenaga kerja dalam jumlah besar relatif terhadap kapital, yang cenderung memiliki
tingkat upah lebih rendah secara umum (Jennissen, 2004 c.f Massey et-al, 1993).
Dengan adanya perbedaan tingkat upah di kedua negara, maka arus tenaga kerja
cenderung bergerak dari daerah (negara) yang memiliki tingkat upah lebih rendah
menuju negara dengan tingkat upah yang lebih tinggi (Jennissen, 2003, 2004 c.f
Borjas, 1989; Massey et-al, 1993; Bauer dan Zimmermann, 1995).
Teori neoklasik sendiri memiliki beberapa hal yang perlu dikritisi. Teori migrasi neoklasik cenderung susah untuk diimpelementasikan dalam migrasi internasional, dibandingkan dengan migrasi internal. Hal ini bisa dikarenakan faktor
distorsi dari kebijakan pemerintah (pro atau kontra terhadap migran). Untuk kasus
Uni-Eropa, Jennissen (2004) menyatakan hal ini tak perlu dipermasalahkan karena
kecenderungan untuk terbuka terhadap migran dari negara lain tidak dipersulit oleh
kebijakan pemerintah. Fertilitas total yang rendah di Eropa Barat (menuju ageing
population), membuat kebijakan pemerintah di negara - negara Eropa cenderung
meningkatkan permintaan migran dan kebijakan yang lebih pro migran. Berbeda
dengan migrasi internal, hambatan untuk kebijakan migrasi internal cenderung kecil. Selain itu, teori Keynessian banyak melakukan evaluasi terhadap teori migrasi
neoklasik. Teori Keynessian menyatakan bahwa suplai tenaga kerja cenderung diakibatkan korelasi yang kuat dengan upah nominal (bukan riil). Perbedaan pakem
dalam pengamatan atas migrasi didasarkan pada perbedaan kedua teori dalam cara
pandangnya terhadap fungsi uang. Teori neoklasik memandang uang sebagai media perantara pertukaran (medium of exchange), sedangkan pandangan Keynessian
terhadap fungsi uang adalah berbeda. Uang bukan sekedar media perantara, namun
juga media penyimpanan (medium of saving). Karena hal ini, menurut pandangan
Keynessian migrasi potensial akan lebih tertarik pada negara dengan nilai gaji nominal yang besar jika dibandingkan dengan nilai kurs negara asal mereka. Namun,
baik neoklasik maupun Keynessian sama - sama membuang asumsi penting adanya
faktor pendorong, yaitu besarnya tingkat pengangguran (unemployement rate), baik
di negara asal maupun negara tujuan (Hart, 1975 dan Van Dijk, 1986 c.f Jennissen,
2004).
Universitas Indonesia
19
Teori Dualisme Tenaga Kerja Selanjutnya, Teori dual-labor market menyatakan bahwa migrasi internasional disebabkan karena kuatnya faktor penarik
(pull factors) dari negara - negara maju tujuan para migran melakukan emigrasi.
Berdasarkan teori ini, segmen - segmen dalam pasar tenaga kerja dapat dibedakan
sebagai sektor / segmen primer ataupun sekunder secara alamiah. Segmen primer
digambarkan oleh besarnya formasi kapital (modal) jika dibandingkan dengan
tenaga kerja (capital intensive), serta besarnya dominasi tenaga kerja ahli (terididik), sementara sektor sekunder dikarakterkan dengan labor intensive (intensif
tenaga kerja dibandingkan modal secara relatif dalam formasi produksi) dan didominasi secara kuat oleh para tenaga kerja kurang ahli (unskilled labor). Teori dualisme pasar tenaga kerja mengasumsikan bahwa migrasi tenaga kerja internasional
terpaku pada besarnya permintaan tenaga kerja dari sektor intensif tenaga kerja
(sekunder) yang terdapat pada masyrakat industri modern (negara penerima migran)
(Jennissen, 2004 c.f Piore, 1979; Massey et-al, 1993).
Piore (1979) memaparkan tiga kemungkinan tertinggi untuk menjelaskan
adanya permintaan tenaga kerja asing di negara industri modern, yaitu: kekurangan jumlah tenaga kerja secara umum, kebutuhan untuk mengisi hierarki paling
bawah pekerjaan (unskilled labor), dan kekurangan tenaga kerja pada sektor / segmen sekunder pada suatu negara. Kekurangan / kelangkaan tenaga kerja secara
umum mengakibatkan adanya vakuum dalam posisi pekerjaan paling bawah dalam
hierarki / strata sosial tenaga kerja. Sebagai tambahan dalam teori dualisme tenaga
kerja, sesuai penjelasan Massey et-al (1993) dinyatakan adanya problem motivasi.
Problem motivasi (motivasional problem) muncul sebagai konsekuensi atas pandangan terhadap pekerjaan yang sifatnya unskilled laborship yang diasosiasikan
dengan strata sosial yang rendah dan adanya kesulitan untuk menaikkan status jika
menerima pekerjaan di hierarki tersebut. Migrasi internasional pada akhirnya menjadi solusi untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja pada sektor sekunder (Massey
et-al, 1993). Lebih jauh lagi dalam teori dualisme tenaga kerja, migrasi internasional cenderung mengubah kebiasaan menabung maupun konsumsi dari negara
penerima, yang menurut para developmentalist akan berujung pada pembangunan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
Teori Ekonomi Baru Tenaga Kerja Kedua teori sebelumnya masih terpaku
pada invididu, sedangkan Stark dan Bloom (1985) yang dikutip oleh Jennissen
(2004) berpendapat bahwa keputusan untuk bermigrasi sebagai tenaga kerja tidak
bisa dijelaskan hanya dengan keputusan individu. Semakin luasnya entitas sosial
harus diperhitungkan juga dalam penelitian. Pendekatan yang dilakukan oleh Stark
Universitas Indonesia
20
dan Bloom (1985) disebut sebagai teori ekonomi baru atas migrasi tenaga kerja
(the new economic theory of labor migration). Salah satu entitas sosial yang
mereka maksud adalah rumah tangga. Rumah tangga cenderung untuk menghindari resiko ketika berkaitan dengan pendapatan total rumah tangga. Menurut
Stark (1985), salah satu kemungkinan untuk mengurangi resiko tersebut adalah dengan tambahan pendapatan dari remitansi anggota keluarga yang bermigrasi keluar
negeri. Anggota keluarga yang bermigrasi keluar negeri akan mengirimkan remitansi kepada anggota keluarga yang berada di negara asal, dengan usaha keras di
negeri tetangga. Berdasarkan teori ekonomi baru atas migrasi tenaga kerja, remitansi tersebut memiliki dua konsekuensi sebagai dampak; bisa dalam bentuk positif
(pembangunan) terhadap perekonomian negara (berkembang) yang mengirimkan
tenaga kerjanya keluar negeri ataupun sisi negatifnya adalah produktivitas dalam
negeri berkurang sebagai akibat berkurangnya jumlah tenaga kerja aktif di dalam
negeri ( Taylor, 1999 c.f Jennissen, 2004).
Sebagai simpulan, teori ekonomi baru masih belum bisa mendeteksi apakah migrasi internasional di satu wilayah bisa memberikan dampak positif / pembangunan
pada negara penerima, atau justru memberikan efek yang sebaliknya (inversi) terhadap negara pengirim migran.
Teori Deprivasi Relatif
Teori deprivasi relatif (relative deprivation) hampir sama dengan basis teori ekonomi baru, teori ini berargumen bahwa kesadaran/kepekaan dari seorang anggota keluarga dari suatu rumah tangga di negara pengirim memperhitungkan perbedaan besar kekayaan sebagai faktor krusial
sebagai hasil dari migrasi internasional. Secara ringkas, menurut Stark dan Taylor (1989 c.f Massey et-al., 1993), deprivasi relatif untuk bermigrasi semakin besar
tendensinya pada masyarakat dengan gap ekonomi yang tinggi (high inequallity on
society).
Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang tinggi, Boudon (1974 c.f Massey
et-al., 1993) menyatakan perlunya ekspansi pendidikan (edukasi) dalam rangka
pengurangan angka deprivasi relatif. Dengan ditekannya angka deprivasi relatif
melalui kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih merata, suatu negara
mampu memitigasi dampak negatif dari emigrasi internasional (misal: brain drain).
Mengutip kalimat dari Mountford atas modelnya mengenai interaksi antara distribusi pendapatan dengan akumulasi modal manusia dan migrasi, didapatkan:
’Ketika akumulasi modal manusia bersifat endogen, dan ketika derajat kesuksesan
emigrasi masih tentatif, interaksi antara akumulasi modal manusia, pertumbuhan,
dan distribusi pendapatan bisa jadi merupakan hasil dari ’brain drain’, baik itu
Universitas Indonesia
21
secara temporal maupun permanen, akan membawa pada efek jangka panjang
kesenjangan pendapatan dalam perekonomian yang diasumsikan terbuka kecil’
(Mountford, 1997, pp. 302 - 303)
Teori Sistem Dunia Terakhir, teori sistem dunia (world system thoery) mengasosiasikan migrasi internasional dari perspektif global. Pendekatan teori ini
mengukur interaksi dari masyarakat sebagai determinan penting terhadap perubahan sosial dalam masyarakat itu sendiri (Jennisen, 2004 c.f Chase-Dunn dan Hall,
1989). Sebagai contoh interaksi antar suatu bangsa / masyarakat adalah adanya
perdagangan internasional maupun adanya perbedaan biaya hidup di kedua wilayah.
Perdagangan antara negara maju dan berkembang menurut Jennisen (2003, 2004 c.f
Massey, 1993; Hall, 1994) akan menimbulkan stagnasi dan biaya hidup yang lebih
besar di kedua negara. PErdagangan bebas sendiri menurut Borjas (1989) memiliki efek yang sifatnya inversi dengan insentif migrasi, yang juga terbukti dalam
penelitian Paez (2005) untuk kasus Filipina.
Teori sistem dunia sendiri dihasilkan dari sistem kapitalisme yang dipandang
sebagai sejarah sistem sosial dunia. Wallerstein (1983) mendefinisikan sistem sejarah kapitalisme sendiri sebagai sebuah sistem yang tanpa henti melakukan akumulasi modal sebagai tujuan dalam aktivitas ekonomi yang sifatnya fundamental.
Sistem kapitalisme sendiri memaksa negara - negara tersebut untuk mencari sumber daya alam baru, sumber daya manusia baru yang lebih murah dan pasar baru.
Oleh sebab itu sebagian besar negara kapitalis memutuskan untuk membuka koloni
di negara lain. Demi memperlancar hubungan dan komunikasi antara pusat dengan negara koloni, sistem transportasi, infrastruktur dan komunikasi di negara
koloni diperbaiki. Namun pertukaran yang dihasilkan tak sebanding dengan besarnya eksploitasi yang dilakukan oleh negara induk. Oleh sebab itu, banyak koloni
yang memutuskan untuk memerdekakan diri, namun secara ekonomi, banyak dari
mereka yang masih dependen secara ekonomi dengan negara induk. Migrasi internasional terjadi untuk mengisi celah tersebut (Jennissen, 2004 c.f Wallerstein).
Selain itu, sesuai pendapat Massey dan Paez diatas, penelitian Gosh (1992) dan
Mohoud (1997) menemukan adanya kecenderungan hubungan terbalik antara migrasi dengan perdagangan bebas. Semakin tinggi derajat keterbukaan suatu negara
terhadap perdagangan bebas, semakin tinggi kemungkinan negara tersebut untuk
melakukan keputusan untuk tidak bermigrasi. Dengan asumsi nilai upah / gaji
tenaga kerja fleksibel, peningkatan ekspor barang - barang yang sifatnya intensif
tenaga kerja menuju negara maju, cenderung untuk meningkatkan jumlah penerimaan tenaga kerja di negara yang intensif tenaga kerja. Jumlah pengangguran
Universitas Indonesia
22
berkurang, dan potensi emigrasi juga akan berkurang secara alamiah.
2.2.3 Teori Migrasi Lanjutan (Advanced)
Sub-bab ini akan menjelaskan tentang teori migrasi yang berhubungan erat dengan
aspek sosial, bila dibandingkan teori inisial migrasi yang cenderung untuk fokus
pada adanya perbedaan besaran upah maupun faktor penarik emigrasi ke negara
tujuan. Dua teori yang akan dipaparkan adalah teori jaringan (network theory) dan
teori institusi (institutional theory).
Teori Jaringan Adanya jaringan migran akan mempermudah para migran
potensial dalam proses migrasinya. Dapat dikatakan, kontribusi secara finansial dan
moral untuk membantu rekan / keluarga / sahabat agar bisa mendapatkan pekerjaan
di negara tujuan, mengakomodasi informasi, maupun akses tempat tinggal mempermudah mereka yang akan datang untuk bermigrasi (Esveldt et-al, 1995 c.f Jennissen, 2004).
Teori ini mencoba untuk memberikan penjelasan mengapa migrasi internasional
adalah fenomena yang berkelanjutan. Migrasi tenaga kerja mengubah komposisi etnis di negara penerima, dan sebagai konsekuensinya, jaringan migran kemungkinan
besar terbentuk. Jaringan ini pada akhirnya akan meningkatkan probabilita migran
mendapatkan pekerjaan dan hasil bersih yang diekspektasikan lebih besar daripada
migrasi tanpa adanya jaringan. Semakin besar jaringan migrasi di suatu negara,
semakin besar peluang bertambahnya migran yang masuk setiap tahunnya.
Teori Institusi Dalam skala yang lebih luas, konsep dari sebuah institusi kemungkinan besar dapat digunakan sebagai cerminan atas struktur keseluruhan dari
suatu masyarakat / lingkungan, dimana setiap individu mungkin untuk melakukan
keputusannya.Jennisen (2004 c.f De Brujin, 1999) menyatakan konsep dari institusi
sebagai berikut:
Beberapa entitas konseptual semacam universitas, organisasi, perusahaan dan
sebagainya, yang secara umum diakui sebagai sebuah institusi. Lebih luas lagi, definisi
institusi dapat dipergunakan untuk beberapa hal yang sifatnya abstrak seperti demokrasi,
agama, kebijakan, dan sistem gender ataupun basis - basis ilmu pengetahuan (ilmu alam,
sosial, dan sebagainya).
Menurut Massey et-al (1993), institusi sendiri akan melambangkan hambatan
ataupun dukungan hukum maupun politik terhadap kesempatan seseorang untuk
melakukan migrasi internasional. Beberapa organisasi pemerintah maupun NGO
Universitas Indonesia
23
(Non-Governmental Organization, organisasi swasta yang biasanya mendukung
kegiatan kemanusiaan), baik yang bersifat legal maupun ilegal terkait dengan
dukungan terhadap para migran. Organisasi - organisasi tadi akan memberikan
dukungan baik dalam bentuk pelatihan buruh yang akan melakukan emigrasi, pemberian kontrak dan kerja di negara tujuan, pemberian dokumen - dokumen (legal
ataupun palsu), dan berbagai dukungan lainnya agar migran bisa mendapatkan kerja
di negara tujuan. Organisasi ini cenderung diasosiasikan sebagai jaringan migrasi,
sebab teori institusi secara umum tidak jauh berbeda dengan teori jaringan migrasi.
Keduanya berusaha menjelaskan mengapa migrasi internasional tetap terjadi hingga
saat ini. Semakin besar dukungan dari institusi terhadap para migran, baik itu dalam
bentuk perlindungan hukum ataupun proses legalisasi, biaya keseluruhan seseorang
untuk melakukan emigrasi akan menjadi semakin murah. Tujuan dari institusi migrasi bisa non-profit, maupun profit, yang bisa dipastikan sekalipun perbedaan upah
neoklasik sudah setara, migrasi masih mungkin terjadi atas dukungan institusi.
2.2.4
Rangkuman Determinan Migrasi dari Berbagai Macam
Teori Migrasi
Dari dua sub-bab sebelumnya, diharapkan Penulis mampu memberikan elaborasi
sederhana dari setiap teori migrasi internasional yang ada. Baik teori inisiasi
maupun lanjutan untuk migrasi internasional memberikan elaborasi yang masih terpisah - pisah. Sub-bab ini akan merangkum setiap determinan dan variabel realistis
yang bisa dipergunakan untuk pengkuran setiap teori (sesuai penjelasan sebelumnya). Dari rangkuman teori milik Massey et-al (1993) dan Jennissen (2004), maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
Universitas Indonesia
24
Tabel 2.4: Variabel Kunci dari tiap Teori Migrasi Internasional
Teori
Variabel Kunci
Indikator Realistis (Perhitungan)
Kausalitas
Asosiasi
Neoklasik
Upah Riil i dan j
PCI riil kedua negara i dan j
Imigrasi dari rendah ke tinggi
Keynessian
Tingkat Pengangguran i dan j
Persentase pen- Emigrasi
dari
gangguran pada tinggi ke rendah
total
angkatan
kerja
Dual-Labor
Tingkat Pengangguran i dan j
Persentase pen- Emigrasi
dari
gangguran pada tinggi ke rendah
total
angkatan
kerja
Ekonomi Baru
Kurangnya pen- Persentase pen- Bisa
positif
dapatan
rumah gangguran pada ataupun negatif
tangga
total
angkatan
kerja
Deprivasi Relatif
Kesenjangan Pendapatan
Sistem Dunia
Hubungan mate- Stok migran di ne- Imigrasi menuju
rial dan budaya i gara j dari negara i negara
dengan
dan j
stok migran yang
besar
Teori Jaringan
Populasi migran Stok migran di ne- Imigrasi menuju
negara i di negara gara j dari negara i negara
dengan
j
stok migran yang
besar
Teori Institusi
Jumlah institusi Stok migran di ne- Imigrasi menuju
yang membantu gara j dari negara i negara
dengan
migran
stok migran yang
besar
Rata - rata pendidikan
relatif
suatu negara dan
kemiskinan
/
Emigrasi
dari
negara
berpendidikan rata-rata
rendah
Sumber: Jennissen, 2004
Universitas Indonesia
25
2.3
Kekurangan dalam Penelitian Migrasi Internasional
Massey et-al (1993) menyatakan beberapa aspek fundamental yang dianggap sebagai kekurangan dari banyak penelitian migrasi internasional. Perbedaan struktur
sosial, perekonomian dan geografi dari setiap belahan dunia menyebabkan hal ini.
Beberapa kekurangan yang menurut Massey perlu diketahui sebelum melakukan
penelitian tentang migrasi internasional adalah:
Data Migrasi Internasional Ketersediaan data migrasi internasional yang
cukup langka di banyak negara, terutama negara berkembang. Pencatatan yang kurang sistematis menyebabkan banyaknya observasi yang tidak berhasil dilacak. Hal
ini menyulitkan penelitian migrasi internasional terhadap beberapa wilayah yang
seharusnya berpotensi untuk diteliti. Sebagian besar negara Asia Tenggara dan Asia
Tengah belum melakukan pencatatan dengan baik (Massey, 1994, 1998).
Parsialitas Setiap Teori Setiap teori Migrasi Internasional dianggap masih
terfragmentasi secara terpisah satu sama lain. Tidak ada standar baku untuk melihat / menganalisis migrasi internasional untuk tiap wilayah. Hal ini menyebabkan
sulitnya penggunaan teori yang sifatnya lebih universal diterapkan. Setiap penelitian sifatnya inkonsisten untuk setiap observasi yang berbeda. Di banyak kasus untuk Eropa, menurut Piore (1979) dalam teorinya dualisme tenaga kerja menyatakan
bahwa migrasi terjadi akibat adanya faktor penarik yang kuat dinegara tujuan (pullfactors). Namun menurut teori deprivasi relatif, migrasi internasional terjadi akibat
kesenjangan pendidikan dan pendapatan di negara asal (push-factors). Perbedaan
ini tentunya akan memberikan ambiguitas pada penelitian terkait dengan hasil dari
penelitian tersebut dan karakter dari setiap wilayah yang akan diteliti.
Banyak Aspek Sosial yang Tidak Terjamah Banyak penelitian melakukan
pendekatan migrasi internasional terkait dengan determinan ekonomi dan demografi, sementara pengukuran untuk determinan yang sifatnya politik maupun
sosio-kultural masih susah dilakukan dalam data yang nyata. Pendekatan terhadap
determinan - determinan tadi memang sudah tersedia, namun hasil yang didapatkan
terkadang masih kurang bisa menggambarkan kondisi nyata di wilayah yang diteliti.
Setiap penelitian memiliki kekurangan dan kelebihan masing - masing.
Mengutip pendapat Massey (1993), penelitian tentang migrasi internasional itu
ibarat sebuah puzzle, terpisah - pisah namun saling berkaitan. Kelemahan dan
kelebihan dari setiap penelitian diharapkan mampu menggambarkan pola migrasi
internasional di dunia lebih baik untuk setiap penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
26
2.4
Teori Migrasi Internasional: Penggunaan Basis Data Migrasi Netto dalam Analisis
Penelitian tentang migrasi sudah banyak dilakukan sebelumnya. Sebagian besar
dari penelitian tersebut menggunakan konteks migrasi internasional berdasarkan
negara tujuan (destination based) (Massey et-al, 1993, 1994, 1998). Sebagian kecil lainnya menggunakan basis negara pengirim, namun penggunaan data migrasi
netto (migrasi bersih) sangat jarang dipergunakan dalam penelitian. Padahal secara umum, data sekunder yang tersebar paling lengkap untuk Asia adalah data
migrasi netto. Untuk melengkapi celah ini, Jennissen (2003) melakukan penelitian
menggunakan data migrasi bersih Eropa Barat dan Eropa Selatan selama periode 35
tahun untuk mengetahui bagaimana pola dan determinan dari migrasi internasional
di Eropa Barat.
Namun, penggunaan metode ini sebenarnya masih memiliki kompleksitas
tersendiri untuk diformulasikan. Harus kita catat bahwa peningkatan dalam jumlah
migrasi bersih (net migration) (bisa saja positif ataupun negatif) bisa saja dikarenakan kenaikan dari imigrasi bersih di negara penerima, ataupun berkurangnya emigrasi bersih dari negara pengirim.
Berdasarkan teori neoklasik, arus migrasi tenaga kerja internasional tercipta
karena adanya perbedaan upah antara kedua negara. Dari perpindahan ini, menurut
Borjas (1989) dan Massey et-al (1993) akan tercipta ekuilibrium baru dari tingkat
upah internasional (factor price equalization, Heckster-Ohlin), yang lebih merata
di seluruh negara yang ikut didalamnya. Namun teori neoklasik tak bisa mendeteksi data yang diagregatkan, lebih fokus pada individu, sedangkan penelitian yang
berhubungan dengan migrasi bersih adalah penelitian dengan data makro. Maka,
sesuai dengan rekomendasi Jennissen (2003, 2004), data dengan penggunaan migrasi bersih tidak sesuai dengan pendekatan neoklasik. Oleh sebab itu, sebagai
proxy atas tingkat upah riil, Jennissen (2003) menggunakan data agregat pendapatan perkapita yang sudah diriilkan dengan PPP (purcashing power parity atau
paritas daya beli).
Selanjutnya, sesuai dengan teori dualisme tenaga kerja dan pandangan Keynessian mengenai migrasi internasional, Jennissen (2003) menggunakan basis teori milik Piore (1979) untuk mengetahui apakah determinan penarik atau pendorong yang
lebih kuat pada migrasi internasional di Eropa Barat. Pendekatan model menggunakan tingkat pengangguran di negara tersebut, maupun negara penerima.
Mengadopsi teori deprivasi relatif (Massey, et-al, 1993; Stark dan Taylor, 1989),
dengan sedikit penyesuaian dengan data migrasi bersih, maka Jennissen (2003)
Universitas Indonesia
27
mencoba melakukan pendekatan dengan tingkat pendidikan melalui penggunaan
determinan edukasi (lama waktu sekolah, ataupun angka melek huruf dewasa). Hal
ini terkait dengan penelitian Stark dan Taylor (1989) yang menyatakan bahwa kesenjangan pendapatan akan semakin kecil seiring bertambahnya kesempatan untuk
belajar, dan memperkecil kemungkinan adanya deprivasi relatif yang meningkatkan
jumlah emigrasi akibat kesenjangan tersebut. Seiring bertambahnya pendidikan
tenaga kerja, maka imigrasi akan cenderung semakin besar.
Terakhir, penggunaan teori institusi dan teori jaringan untuk disesuaikan dengan
model migrasi netto. Jennissen (2003) menggunakan pendekatan jumlah stok migran dari negara asal (dalam persentase) dibandingkan dengan populasi penduduk
negara tujuan, yang seharusnya menarik emigrasi menuju negara tujuan seiring
bertambahnya jumlah stok migran ke negara tujuan.
Data pendidikan dan stok migran oleh Jennissen menggunakan interpolasi data.
Hal ini disebabkannya kelangkaan data atas kedua data tersebut, dan tren yang cenderung linear dari kedua data tadi (Jennissen, 2004). Dari analisis yang dilakukan
oleh Jennissen (2003, 2004), maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2.5: Hasil Penelitian dengan Data Migrasi Bersih Internasional
Hasil Penelitian Jennissen (2003)
1
GDP Perkapita untuk negara asal mempunyai efek positif dengan migrasi
bersih internasional
2 Tingkat Pengangguran negara asal memiliki efek negatif terhadap migrasi
bersih internasional
3 Tingkat pendidikan negara asalmemiliki efek positif terhadap migrasi bersih
internasional
4 Stok migran negara asal memiliki efek positif terhadap migrasi bersih internasional
Sumber: Jennissen, 2003, 2004
Hasil yang didapatkan oleh Jennissen dipergunakan untuk data Eropa Barat,
yang menurut Massey (1993, 1994) belum tentu sama untuk data migrasi bersih negara / wilayah lainnya. Positif dalam hasil tabel 2.5 berarti adanya kenaikan imigrasi
di negara penerima atau berkurangnya emigrasi dari negara pengirim, sedangkan
negatif berarti berkurangnya imigrasi ke negara penerima dan kenaikan emigrasi
dari negara pengirim.
Universitas Indonesia
28
2.5
Model Gravitasi Migrasi Internasional
Sub-bab ini menggunakan data interaksi, berbeda dengan bahasan teori - teori sebelumnya, terutama di sub-bab 2.4, model Jennissen (2004) tentang penggunaan
data migrasi netto / bersih. Interaksi migrasi biasanya berdasarkan migrasi masuk
(in) ataupun migrasi keluar (out). Model gravitasi migrasi cenderung lebih akurat
menggambarkan hubungan / korelasi migrasi kedua negara dibandingkan dengan
model migrasi bersih / netto.
Hukum gravitasi pada awal penemuannya merupakan sebuah model atas hukum
fisika milik Newton, yang pada awal tahun 1960 dikembangkan oleh ekonom Tinbergen (1962) untuk melihat interaksi perdagangan internasional dua negara atau
lebih. Penggunaan massa jenis ekonomi dengan pendekatan ukuran ekonomi suatu
negara (melalui PDB) dibagi dengan jarak kedua negara tersebut.
Penggunaan model gravitasi untuk perdagangan berkembang dengan cepat.
Banyak ekonom segera mengadopsinya, termasuk untuk permasalahan demografi
/ studi populasi migrasi. Van den Berg dan Lewer (2008) merangkum beberapa
teori dan model gravitasi migrasi internasional yang umum digunakan untuk studi
tentang hal ini. Model gravitasi migrasi internasional Lewer dan Van den Berg
(2008) adalah sebagai berikut:
GDPi × GDPj
Di j
Popi × Pop j
= G
Di j
= α0 + β0 (Popi × Pop j ) +
Fi j = G
(2.1)
Gi j
(2.2)
Immi j
= β1 (Relyi j ) + β2 (Di j + β3 (LANGi j ) + β4 (CONTi j ) + β5 (LINKi j(2.3)
)
Dari persamaan 2.1 kita mendapatkan model asli milik Tinbergen (1962), Fi j
adalah besar perdagangan internasional kedua negara (interaksi), GDPi dan GDPj
adalah besaran pendapatan nasional kedua negara. (i) merepresentasikan negara
asal, sedangkan (j) merepresentasikan negara pengirim (eksportir). Sedangkan di
model 2.2, sebagai pengganti massa PDB, dipergunakan pendekatan demografi
berupa variabel Popi dan Pop j yang merepresentasikan besar populasi kedua negara. Baik model 2.1 maupun 2.2 menggunakan G (konstanta gravitasi) dan variabel
Di j atau jarak geografis kedua negara. Dari persamaan 2.2, Lewer dan Van den Berg
(2008) kemudian mengembangkan model gravitasi migrasi untuk penelitian yang
bisa dipergunakan baik kasus negara maju maupun berkembang. Di persamaan 2.3,
didapatkan variabel immi j sebagai pendekatan terhadap imigrasi (bisa juga emigrasi
Universitas Indonesia
29
jika memakai emmi , seperti yang penulis gunakan) negara (i) ke (j), dilanjutkan oleh
variabel Relyi j yang didapatkan dari rasio antara PDB perkapita negara tujuan (j)
dengan PDB negara asal (i). Variabel LANGi j ,CONTi j , dan LINKi j adalah peubah
boneka untuk persamaan bahasa, berbatasan secara langsung / tidak dan persamaan
koloni. Nilai peubah boneka adalah nol (0) untuk tidak ada dan bernilai satu (1)
untuk adanya persamaan.
Dari hasil penelitian Lewer dan Van den Berg (2008), determinan penarik
(Relyi j ) berupa massa ekonomi berhubungan positif terhadap imigrasi, sementara
variabel jarak (Di j ) berhubungan negatif dengan imigrasi dan peubah boneka bahasa (LANG), kolonial (LINKi j ), serta batasan negara (CONT ) berhubungan positif
dengan imigrasi. Untuk massa jenis populasi (Popi x Pop j ), semakin besar massa
populasi, semakin besar tendensi untuk melakukan imigrasi. Asumsi neoklasik terjadi dalam kasus gravitasi panel migrasi Lewer dan Van den Berg (2008).
2.6
Hipotesis Penelitian
Penulis akan di sub-bab ini meringkas dugaan hipotesis dari penelitian yang dilakukan. Hipotesis sendiri menggunakan basis penelitian milik Jennissen (2003,
2004), Massey et-al (1993) untuk model pertama (panel data migrasi netto
ASEAN+6). Sementara untuk model kedua penulis, gravitasi migrasi Indonesia dengan panel data, digunakan basis penelitian milik Lewer dan Van den Berg (2008)
untuk pembangunan hipotesisnya.
Secara ringkas, ketiga hipotesis Penulis diringkas sebagai berikut:
Tabel 2.6: Hipotesis Model 1
Variabel
Hipotesis Model 2 (Panel Data ASEAN+6)
PCIi
Positif (+), untuk negara eksportir jumlah emigrasi berkurang dan
imigrasi bertambah di negara importir migran saat PCI bertambah
Negatif (-), saat tingkat pengangguran bertambah, negara eksportir bertambah emigrasinya dan negara importir berkurang
imigrasinya
Positif (+), di negara eksportir migran jumlah emigrasi berkurang dan imigrasi bertambah di negara importir migran saat AMH
bertambah
Unemp ratei
Adlit rate
Universitas Indonesia
30
Tabel 2.7: Hipotesis Model 2
Variabel
Operasionalisasi
Hipotesis
Pop f l(i × j)
Total populasi angkatan
kerja sebagai pengganti
massa populasi, dikalikan
poplf negara asal dengan
negara tujuan
Rasio pendapatan perkapita
negara
tujuan
terhadap
negara asal, pendapatan
perkapita didapat dari PPP
2005 USD
Jarak geografis negara asal
terhadap negara tujuan
Positif (+), semakin besar
massa populasi tenaga kerja,
gravitasi untuk saling bermigrasi makin besar di kedua
negara (mig out bertambah)
Positif (+), makin tinggi rasio
dari relyi j , maka makin besar migrasi keluar Indonesia
menuju negara tujuan
Relyi j
Di j
Comlang o f fi j
Comlang ethnoi j
Negatif (-), semakin jauh
jarak geografis dengan Indonesia, maka migrasi keluar
akan semakin sedikit
Persamaan bahasa nasional Positif (+), semakin besar
kedua negara, peubah boneka persamaan bahasa nasional
yang digunakan kedua negara, semakin besar migrasi
keluar menuju negara tujuan
oleh Indonesia
Persamaan bahasa daerah ke- Positif (+), semakin besar
dua negara, peubah boneka
persamaan bahasa daerah
yang digunakan kedua negara, semakin besar migrasi
keluar menuju negara tujuan
oleh Indonesia
———-
Universitas Indonesia
31
Conti j
Batasan langsung kedua negara,
peubah boneka
Coli j
Persamaan adanya hubungan antara kedua negara dalam satu
koloni yang sama, peubah boneka
Positif (+), adanya batasan langsung kedua negara, semakin besar
migrasi keluar menuju negara tujuan oleh Indonesia
Positif (+), adanya persamaan
sejarah penjajahan kedua negara, semakin besar migrasi
keluar menuju negara tujuan oleh
Indonesia
Hipotesis yang disusun oleh Penulis, akan diperbandingkan hasilnya dengan
analisis inferensial di bab 5.
2.7
Kesimpulan
Migrasi internasional bagaikan puzzle yang terpisah - pisah untuk setiap teori,
model dan penelitiannya (Masset et-al, 1993). Beberapa institusi maupun peneliti
mencoba mendefinisikan migrasi sebagai (Chotib, 2010) perpindahan spasial manusia, sementara peneliti lain (Jennissen, 2003, 2004) melihat definisi migrasi disesuaikan dengan tiga determinan umum, yaitu lama perpindahan, perpindahan
lokasi, maupun faktor - faktor penyebab perpindahan. Sekalipun berbeda, determinan dan definisi dari setiap penelitian cenderung konvergen menuju satu titik
yang sama, yaitu perpindahan manusia secara fisik dari satu negara menuju negara
lain, dalam kurun waktu tertentu dan disesuaikan dengan faktor pendorong ataupun
penarik (Lewis, 1982 c.f Boyle et-al., 1998) di masing - masing negara.
Selanjutnya, elaborasi teori mengenai inisiasi migrasi maupun teori migrasi lanjutan dilakukan sebagai perluasan analisis atas migrasi internasional. Setiap model
memiliki kelemahan dan kelebihan masing - masing (Jennissen, 2003, 2004 c.f
Massey et-al, 1993). Teori neoklasik dan dualisme tenaga kerja melihat individu sebaga subjek migrasi internasional, atas dasar rasionalitas terhadap perbedaan upah
dan faktor penarik dari negara yang lebih maju. Sedangkan teori ekonomi baru dan
deprivasi relatif melihat faktor pendorong sebagai acuan, dan rumah tangga sebagai subjek migrasi internasional. Terakhir, teori institusi dan teori jaringan adalah
perluasan dari keseluruhan teori yang berusaha menjelaskan mengapa migrasi internasional tetap terjadi di saat FPE (factor price equalization) (Borjas, 1989; Massey
et-al, 1993; Heckster-Ohlin, 1955) atas tingkat upah internasional mulai merata.
Ditutup dengan penelitian Jennissen di Eropa Barat dengan penggunaan data
Universitas Indonesia
32
migrasi bersih internasional, yang mengadopsi keseluruhan teori sebelumnya, didapatkan hasil bahwa faktor penarik masih kuat untuk migrasi internasional. Pendapatan perkapita, tingkat pendidikan dan stok migran mendapatkan hasil positif, sementara tingkat pengangguran suatu negara menghasilkan output yang negatif. Dan
dengan penggunaan teori gravitasi migrasi untuk melihat interaksi dari kedua negara
dan hubungannya dengan asumsi neoklasik (perbedaan pendapatan perkapita) dan
besaran jarak kedua negara. Sementara, hasil dari penelitian Lewer dan Van den
Berg (Gravitasi migrasi internasional) mengindikasikan adanya hubungan negatif
antara jarak dengan imigrasi (emigrasi), dan kecenderungan untuk bermigrasi ketika
terdapat perbedaan massa ekonomi, dalam bentuk pendekatan rasio pendapatan
perkapita kedua negara.
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Di dalam bab 3 dijelasakan metode penelitian yang akan digunakan oleh Penulis.
Penelitian Penulis sendiri akan dibagi dalam beberapa sub-metode untuk mengetahui dampak dari beberapa determinan ekonomi dan non-ekonomi terhadap arus
migrasi netto dan panel gravitasi migrasi di Indonesia.
Bab 3 dibagi menjadi beberapa sub-bahasan. Pada sub-bab 3.1 akan dibahas
sumber data dan spesifikasi variabel, dilengkapi dengan model untuk panel data
ASEAN+6 maupun panel gravitasi migrasi Indonesia. Kemudian dilanjutkan pada
sub-bab 3.2 adalah penggunaan panel data untuk pola migrasi netto / bersih 16
negara yang diobservasi maupun pada panel data gravitasi migrasi Indonesia, ditututup oleh kesimpulan pada sub-bab 3.3.
3.1
Sumber Data dan Spesifikasi Variabel
Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua (2), yang pertama
adalah penggunaan data internasional - migrasi netto (migrasi bersih), dan data spesifik Indonesia untuk migrasi internasional. Data pertama digunakan untuk analisis
ASEAN+6, sementara data Indonesia dipergunakan untuk analisis spesifik migrasi
Indonesia.
Data migrasi netto, yang didapatkan dari pengurangan atas migrasi masuk total suatu negara dengan migrasi keluar suatu negara (imigrasi - emigrasi). Secara
sederhana, perhitungan migrasi bersih adalah sebagai berikut (Chotib, 2010):
Mn =
InMig − OutMig
×k
5×P
(3.1)
Data migrasi netto yang dipergunakan oleh penulis adalah data migrasi netto
per 1000 penduduk. P adalah variabel data penduduk tengah periode perhitungan,
dan k adalah konstanta ukuran migrasi, nilai k adalah 1000. Untuk data migrasi
netto sendiri penulis menggunakan data kependudukan dari statistik World Bank
(http://www.databank.worldbank.org/, akses April dan Juni 2011) dan data dari
IMF (International Monetary Fund) yang bekerjasama dengan US Census Beureu
(http://www.census.gov, akses April 2011) untuk migrasi bersih 16 negara yang
diobservasi.
33
34
Sementara, pemilihan 16 negara yang diobservasi menggunakan penelitian
Hugo (2009) sebagai basisnya. Dari penelitian Hugo (2009), yang digunakan untuk penelitian IOM (International Organization for Migration), didapatkan 6 negara diluar penelitian ASEAN yang berhubungan erat dengan migrasi internasional
ASEAN selama beberapa tahun terakhir. Hasil penelitian Hugo (2009) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1: Negara Tujuan Utama Migrasi Tenaga Kerja ASEAN
Negara Pengirim (i)
Myanmar
Jumlah T.Kerja
1.840.000
Negara Tujuan Utama (j)
Tahun
Thailand
2006
Thailand
340.000
RRC
2002
Laos
173.000
Thailand
2004
Kamboja
183.541
Thailand
2006
Vietnam
400.000
RRC dan Taiwan
2005
Filipina
8.233.172
Timur Tengah dan Eropa Selatan
2006
Malaysia
250.000
RRC dan Taiwan
1995
Singapura
150.000
-
2002
Indonesia
2.700.000
Arab Saudi
2007
Jepang
2004
RRC
530.000
Sumber: International Organization of Migration, 2010 c.f Hugo, 2009
Selanjutnya, analisis spesifik negara ASEAN+6 disesuaikan dengan asumsi
neoklasik dan teori dualisme tenaga kerja, yaitu dengan determinan untuk variabel independen penelitian ini adalah pendapatan perkapita negara asal (PCIi )
dan tingkat pengangguran negara asal (unemp ratei ). Untuk analisis spesifik
ASEAN+6, dipergunakan determinan tambahan sebagai variabel independen dengan basis teori jaringan dan institusi (Massey et-al, 1993), yaitu rata-rata stok migran (migstock rate) dan sebagai pendekatan terhadap rata-rata usia sekolah dipergunakan angka melek huruf usia dewasa ( 15 tahun) (Adlit rate). Observasi data
untuk model panel dan time-series ASEAN+6 selama 30 tahun observasi (1980 2010). Maka, keseluruhan model dan data akan disederhanakan dalam persamaan
dan tabulasi sebagai berikut:
3.1.1
Model Panel Migrasi ASEAN+6 dan Panel Gravitasi Migrasi Internasional Indonesia
Penulis akan menyajikan dua model panel migrasi internasional. Model pertama
direplikasi dari model migrasi netto (bersih) di 16 negara yang diobservasi unUniversitas Indonesia
35
tuk ASEAN+6, dan selanjutnya di model kedua dipergunakan replikasi model dari
penelitian Van den Berg dan Lewer (2008).
Untuk model pertama, penulis menggunakan data makroekonomi pendapatan
perkapita setiap negara selama 30 tahun periode observasi. Dipergunakan variabel demografi tingkat pengangguran, untuk membandingkan dengan teori dualisme tenaga kerja (Piore, 1979), dan tingkat melek huruf serta stok migran (teori
jaringan) di negara asal. secara umum, model yang dipergunakan oleh penulis
adalah sebagai berikut:
Netmig ratei = β0 + β1 (PCIi ) + β2 (Unemp ratei ) + β3 (Adlit ratei ) +
= β4 (Migstok ratei ) + ε
(3.2)
Untuk model kedua, dipergunakan analisis gravitasi migrasi yang disesuaikan
dengan model milik Lewer dan Van den Berg (2008):
Migouti j = β0 + β1 (Popl f(i× j) ) + β2 (Relyi j ) + β3 (Di j ) + β4Comlang o f fi j +
= β5Comlang ethnoi j + β6Conti j + β7Coli j + εi j
(3.3)
Dengan menggunakan kedua model panel data tersebut, pada bab 5 akan dilakukan penelitian inferensial untuk mengetahui bagaimana hasil observasi penulis.
Universitas Indonesia
36
Tabel 3.2: Variabel Independen untuk Analisis Spesifik Negara ASEAN+6
Variabel
Operasionalisasi
Sumber Data
PCIi
2005 PPP standar US$ pendapatan perkapita negara asal
Unemp ratei
Total tingkat pengangguran
dibandingkan jumlah angkatan
kerja negara asal
Adlit rate
Angka melek huruf dewasa,
usia diatas 15 tahun
Migstocki
Jumlah penduduk negara asing
pada awal tahun observasi di
negara asal
World Bank (http://www.
databank.worldbank.org/),
akses April dan Juni 2011
ILO (International Labor Organization) data Laborsta (http:
//www.laborsta.ilo.org), akses
April, Mei dan Juni 2011
World Bank (http://www.
databank.worldbank.org/),
akses April dan Juni 2011
World Bank (http://www.
databank.worldbank.org/),
akses April dan Juni 2011
dan US Cencus Beureu
(http://www.cencus.gov) akses
Juni 2011
Selanjutnya, untuk analisis panel ASEAN+6, data dan determinan yang
digunakan sama dengan determinan yang dipergunakan sebelumnya. Yang berbeda
adalah penggunaan data untuk determinan migrasi dengan gravitasi di Indonesia
secara spesifik. Model panel gravitasi spesifik Indonesia menggunakan determinan
yang disesuaikan dengan penelitian Van den Berg dan Lewer (2008). Data yang
digunakan selama 15 tahun observasi (1994 - 2008), dengan variabel independen
yang akan dijelaskan dalam tabel 3.3:
Universitas Indonesia
37
Tabel 3.3: Variabel Independen untuk Analisis Gravitasi Migrasi Indonesia
Variabel
Operasionalisasi
Sumber Data
Pop f l(i × j)
Total populasi angkatan
kerja sebagai pengganti
massa populasi, dikalikan
poplf negara asal dengan
negara tujuan
Rasio pendapatan perkapita
negara
tujuan
terhadap
negara asal, pendapatan
perkapita didapat dari PPP
2005 USD
Jarak geografis negara asal
terhadap negara tujuan
World Bank (http://www.
databank.worldbank.org/),
akses April dan Juni 2011
Relyi j
Di j
Comlang o f fi j
Comlang ethnoi j
World Bank (http://www.
databank.worldbank.org/),
akses April dan Juni 2011
CEPII (Centre d’Etudes
Prospectives
et
d’Informations
Internationales atau Institute for
Research on the International Economy),
akses
Maret, April, Juni 2011
Persamaan bahasa nasional CEPII (Centre d’Etudes
kedua negara, peubah boneka Prospectives
et
d’Informations
Internationales atau Institute for
Research on the International Economy),
akses
Maret, April, Juni 2011
Persamaan bahasa daerah ke- CEPII (Centre d’Etudes
dua negara, peubah boneka
Prospectives
et
d’Informations
Internationales atau Institute for
Research on the International Economy),
akses
Maret, April, Juni 2011
Universitas Indonesia
38
Conti j
Batasan langsung kedua negara,
peubah boneka
Coli j
Persamaan adanya hubungan antara kedua negara dalam satu
koloni yang sama, peubah boneka
CEPII (Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research
on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011
CEPII (Centre d’Etudes Prospectives et d’Informations Internationales atau Institute for Research
on the International Economy), akses Maret, April, Juni 2011
Data selanjutnya akan diuji normalitasnya melalui historgram, untuk diketahui
apakah data yang dipergunakan normal atau tidak. Selanjutnya, Penulis akan
melakukan elaborasi panel data untuk menjelaskan migrasi di ASEAN+6 dan Indonesia.
3.2
Model Panel Data untuk Analisis Panel Data ASEAN+6 dan
Gravitasi Panel Indonesia
Pada sub-bab sebelumnya telah dibahas analisis data menggunakan time-series, namun untuk penggunaan data yang sifatnya pooled, penggunaan time-series saja sangat terbatas untuk diobservasi. Gabungan antara data time-series dengan crosssection menghasilkan metode baru yang bernama panel data. Secara umum model
panel data banyak digunakan dalam penelitian, misalnya untuk mengukur arus migrasi keluar Indonesia selama 15 tahun (1994 - 2008), dengan menggabungkan beberapa data individu (dalam bentuk negara tujuan emigrasi) dan tahun observasi.
Contoh lain adalah pengukuran inflasi di banyak kota besar Indonesia, selama kurun
waktu 5 tahun. Penggunaan data panel bisa dikatakan memiliki jumlah observasi
yang sangat banyak. Menurut Nachrowi (2006), penggunaan data panel bisa menjadi keuntungan tersendiri , namun penggunaannya menjadi jauh lebih kompleks
dibandingkan analisis time-series ataupun cross-section biasa.
3.2.1
Permodelan Data Panel
Sebelum Penulis membahas lebih jauh tentang data panel, ada baiknya sedikit mengulang permodelan dari data cross-section dan time-series (Gudjarati, 2003).
Universitas Indonesia
39
Yi = α + βXi + εi ; i = 1, 2, . . . , N
(3.4)
Yt = α + βXt + εt ;t = 1, 2, . . . , T
(3.5)
Sebagai keterangan, N adalah banyaknya data cross-section dan T adalah
banyaknya data time-series. Karena data panel merupakan gabungan dari timeseries dan cross-section, maka modelnya dapat ditulis kembali sebagai:
Yit = α + βXit + εit
i = 1, 2, . . . , N
t = 1, 2, . . . , T
(3.6)
Dan, penggabungan data panel akan menghasilkan jumlah observasi N × T . Untuk estimasi sendiri, Baltagi (2002) maupun Nachrowi (2006) mengestimasi parameter model panel data dengan tiga metode, yaitu:
Ordinary Least Square atau Pooled Least Square Teknik OLS untuk data
panel tidak jauh beda dengan OLS pada time-series ataupun cross-section. DEngan
mencari variansi model terkecil (least square) yang digabungkan dengan jumlah
observasi panel (N × T ), maka penggunaan nama PLS (Pooled Least Square) dipergunakan untuk OLS data panel. Regresi dengan model PLS tentunya akan jauh
lebih baik daripada dengan metode OLS biasa untuk kedua model (time-series dan
cross-section). Akan tetapi dengan menggabungkan data maka perbedaan individu
maupun antar waktu menjadi tidak terdeteksi dengan baik. Tentunya hal itu menurut Nachrowi (2006) sedikit bertentangan dengan tujuan penggunaan data panel.
Selain itu di model (3.12) terlihat bahwa baik nilai intercept (α) maupun slope tidak
berubah baik dalam individu maupun antar waktu. Untuk melihat akurasi dari hal
tersebut, maka Nachrowi (2006) mencoba memisahkan waktu (T ) maupun individu
(N) dari masing - masing observasi.
Bila nilai cov(εit ) = 0; cov(εi,t−1 ) = 0; E(εit ) = 0; dan Var(εit ) = σ2 , maka fragmentasi dari N dan T adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
40
Yi1 = α + βXi1 + εi1 ; i = 1, 2, . . . , N
Yi2 = α + βXi2 + εi2
...
YiT = α + βXiT + εiT
(3.7)
Dan untuk estimasi yang memisahkan cross-section untuk mendapatkan Nregresi dengan masing-masing T pengamatan dapat ditulis:
Y1t = α + βX1t + ε1t ; i = 1,t = 1, 2, . . . , T
Y2t = α + βX2t + ε2t ; i = 2
...
YNt = α + βXNt + εNt ; i = N
(3.8)
Apabila diasumsikan nilai α dan β konstan untuk setiap data time-series maupun
cross-section, maka menurut Nachrowi (2006) nilai α dan β dapat diestimasi dengan
model (3.12).
Yang menjadi masalah adalah ketika nilai α dan β tidak konstan. Untuk mengatasi hal tersebut, Nachrowi (2006 c.f Baltagi, 2002) menggunakan dua teknik lainnya, yaitu Metode Efek Tetap (Fixed Effect Method) ataupun Metode Efek Acak
(Random Effect Method) yang akan dijelaskan dalam sub-bahasan selanjutnya.
Metode Efek Tetap Dari analisis PLS, Nachrowi (2006) menyatakan bahwa
metode analisis dengan asumsi pembuatan model yang memiliki nilai α konstan
untuk setiap variabel waktu (t) dna individu (i) kurang realistik. Metode efek tetap
dipergunakan untuk mengatasi hal ini, karena penggunaan metode efek tetap (fixed
effect) memungkinkan adanya perubahan α (intercept) pada setiap i dan t. Secara
matematis, model efek tetap dapat dinyatakan sebagai berikut (Nachrowi, 2006 c.f
Gudjarati, 2001):
Yit = α + βXit + γ2W2t + γ3W3t + . . .
= γN WNt + δ2 Zi2 + δ3 Zi3 + . . . + δT ZiT + εit
(3.9)
Universitas Indonesia
41
Dari persamaan (3.15), dijelaskan bahwa Yit adalah variabel dependen untuk individu ke-i dan waktu ke-z, sementara variabel Xit menjadi variabel independennya.
Variabel Wit maupun Zit menjadi peubah boneka yang didefinisikan dalam tulisan
Nachrowi sebagai berikut:
Wit
Zit
= 1 untuk individu i; i=1,2, . . ., N
= 0 lainnya
= 1 untuk periode t; t=1,2, . . ., T
= 0
Dari tabulasi model diatas, dapat diketahui bahwa penggunaan model efek tetap
adalah sama dengan penggunaan model regresi dengan peubah boneka (dummy
variable) sebagai variabel independen, sehingga estimasi OLS yang menggunakan
model efek tetap kemungkinan besar akan terhindar dari bias dan sifatnya konsisten.
Kembali pada model (3.15) dan tabel 3.4, dapat kita lihat bahwa model tersebut
memiliki banyak koefisien. Jika terdapat sejumlah N individu dan T waktu, maka
akan didapatkan parameter sebanyak (Nachrowi, 2006):
1. (N − 1) parameter γ
2. (T − 1) parameter δ
3. Sebuah parameter α
4. Sebuah parameter β
Selanjutnya model efek tetap (LSDV, Least Square Dummy Variable) (Rizal,
2011) dijabarkan satu - satu untuk mendapatkan persamaan metode regresi efek
tetap (lihat Nachrowi, 2006 p.314-315). Untuk mengetahui apakah nilai α konstan
pada setiap i dan t, kita dapat lakukan uji:
F(RSSOLS − RSSMET )/RSSMET × (NT − N − T )/(N + T − 2)
Nilai tersebut kemudian akan dibandingkan dengan tabel F, jika mendapatkan
hasil perhitungan yang lebih besar dibanding tabel F, maka hipotesis bisa ditolak,
yang artinya nilai α tidak konstan pada setiap observasi i dan t. Bisa dikatan dalam
kondisi tersebut metode efek tetap tidak jauh lebih baik dibandingkan dengan OLS
(Nachrowi, 2006).
Universitas Indonesia
42
Metode Efek Acak / Random Effect Method Berkebalikan dengan model
efek tetap, setiap perbedaan karakteristik antar individu dengan waktu diakomodasi
dari error model. Jika diketahui terdapat dua komponen yang berkontribusi dalam
pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka penggunaan metode efek acak
menguraikan error untuk komponen individu, waktu maupun gabungan keduanya
(Nachrowi, 2006).
Dari penjelasan tersebut, persamaan dalam metode efek acak diformulasikan:
Yit = α + βXit + εit ;
εit = ui + vt + wit
Sebagai penjelasan atas persamaan diatas, ui adalah komponen error dari model
cross-section, vt adalah komponen error time-series, dan wit komponen error panel
(gabungan).
Asumsi yang digunakan untuk komponen error tadi adalah:
ui = N(0,σ2u );
vt = N(0,σ2v );
wit = N(0,σ2w );
Dari persamaan diatas, dapat dinyatakan bahwa metode efek acak menganggap
efek rata - rata dari data cross-section dan time-series diintepretasikan melalui konstanta (intercept). Sedangkan untuk efek deviasi secara acak untuk data time-series
diintepretasikan dalam bentuk vt , dan deviasi untuk data cross-section dalam bentuk ui . Selanjutnya, menurut Nachrowi, dengan mengetahui bahwa ε = ui + vt + wit .
Dengan adanya varians dari error tersebut, maka dituliskan kembali sebagai:
Var(εit ) = σ2u + σ2v + σ2w
Tentunya hal ini berbeda dengan permodelan OLS yang diterapkan pada data
panel (PLS). Dari keterangan di atas, maka didapatkan besar varians error sebesar:
Var(εit ) = σ2w
Universitas Indonesia
43
Dengan demikian, menurut Nachrowi (2006 c.f Gudjarati, 2001) model efek
acak bisa diestimasi dengan OLS apabila nilai dari ρ = 0 (Rizal, 2011) atau nilai dari
σ2u = σ2v = 0. Bila demikian, metode efek acak perlu dilakukan perhitungan dengan
metode yang berbeda. Salah satu yang dipergunakan adalah metode estimasi GLS
(Generalized Least Square).
3.2.2
Uji Hausman
Untuk mengetahui apakah model yang akan penulis gunakan lebih baik menggunakan estimator dengan model acak ataupun tetap (random or fixed effect),
maka dipergunakan uji Hausman untuk mendapatkan model terbaik dari nilai variansi error model, apakah sifatnya konsisten (sistematik) ataupun inkonsisten (nonsistematik). Uji Hausman memiliki hipotesis alternatif bentuk sistematik (konsisten) yang berarti penggunaan metode efek tetap. Untuk uji Statistiknya, Hausman
(1978) dan Schartz (2011) menjabarkan permodelan Hausman dari model linear
biasa Y = bX + ε, yang kemudian dikembangkan menjadi:
H = (b1 − b0 )0 (Var(b0 ) −Var(b1 ) ∗ (b1 − b0)
(3.10)
Yang dimaksud sebagai (∗) adalah Moore-Penrose Pseudoinverse. Untuk uji
Hausman dipergunakan distribusi chi-square, dan dengan nilai degree of freedom
sebesar matriks ranking Var(b0 ) −Var(b1 ).
Untuk menentukan apakah model acak ataupun tetap, matriks aljabar dari model
Hausman dibandingkan untuk melihat variansi error dari model. Apabila nilainya
tidak konsisten, maka hipotesis nol diterima, dan model acak yang dipilih, begitu
pula untuk kasus sebaliknya.
3.2.3
Uji GLS
Dari keterangan di Biostat (http://www.biostat.jhsph.edu, akses Juli 2011), pengujian GLS untuk data panel digunakan ketika asumsi variansi dari model non-konstan
(Varε = σ2 Σ), dengan asumsi nilai σ2 tidak diketahui dan nilai dari Σ diketahui dan
definit, maka dapat kita ketahui korelasi relatif antara 2 error, namun tidak mengetahui nilai absolutnya.
GLS akan meminimisasi:
Universitas Indonesia
44
(Y − Xβ)T Σ−1 (Y − Xβ)
dan dipecahkan dengan,
β = (X T Σ−1 X)−1 X T Σ−1Y
(3.11)
Karena nilai Σ = SST ; dan nilai S = Triangular matriks dekomposisi Cholesky,
maka singkatnya didapatkan:
(Y − Xβ)T S−T S−1 (Y − Xβ) = (S−1Y − S−1 Xβ)T
= (S−1Y − S−1 Xβ)
(3.12)
Selanjutnya dari Biostat (http://www.biostat.jhsph.edu, akses Juli 2011), metode
GLS akan meregresi kembali S−1 X dan S−1Y , maka:
Y = Xβ + ε
S−1Y = S−1 Xβ + S−1 ε
Y 0 = X 0β + ε
(3.13)
Dipersingkat, nilai baru dari varians ε0 menjadi:
Varε0 = σ2 I
(3.14)
Sehingga Variabel baru dari Y 0 dan X 0 di model yang sudah di GLS akan memiliki nilai error yang tidak saling berkorelasi, dari ε0 , maka dihasilkan:/
Varβ = (X T Σ−1 X)−1 σ2
(3.15)
Universitas Indonesia
45
Dan hasil dari persamaan diatas nilai ε0 model regresi sudah non-korelasi (baik
otokorelasi, maupun heterokedastisitas).
3.3
Kesimpulan
Bab 3 membahas model yang akan dipergunakan Penulis, baik untuk penelitian
spesifik setiap negara dengan time-series, begitu juga dengan analisis data panel
untuk ASEAN+6 dan Indonesia secara spesifik. Permodelan sendiri menggunakan
basis penelitian milik Jennissen (2003, 2004), Lewer dan Van den Berg (2008).
Untuk teori dari setiap model dan cara uji BLUE di setiap model menggunakan
teori ekonometrika dan statistik milik Nachrowi (2006), Rizal (2011), dan Gudjarati
(2003). Untuk data observasi dan pemilihan individu penelitian menggunakan basis
penelitian milik Hugo (2009).
Selanjutnya, kedua model ini akan digunakan dalam analisis pada bab berikutnya.
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DESKRIPTIF
Analisis migrasi internasional tidak akan lepas dari pentingnya analisis data secara
deskriptif. Analisis data deskriptif mampu menjadi alat bantu penelian yang kredibel ketika analisis secara inferensial mengalami perbedaan hasil dengan hipotesis
semula.
Bab ini akan membahas analisis deskriptif terhadap determinan kedua model
panel yang digunakan oleh Penulis. Sub-bab 4.1 membahas tentang dasar - dasar
pemilihan determinan yang akan diamati secara deskriptif. ASEAN+6 dibahas lebih
jauh pada sub-bab 4.1, dan dilanjutkan dengan analisis deskriptif pada determinan
terpilih dari model panel migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) pada sub-bab 4.2.
4.1
Basis Asumsi
Dari landasan teori (bab 2), hipotesis migrasi tenaga kerja di ASEAN berkutat dengan masih relevan atau tidaknya determinan neoklasik (perbedaan upah melalui
pendekatan perbedaan pendapatan perkapita riil) bila dibandingkan dengan determinan dari faktor pendorong (tingkat pengangguran) yang dijelaskan oleh Piore
(1979), serta relevan atau tidaknya tingkat pendidikan dengan keputusan bermigrasi
(teori deprivasi relatif). Sementara itu, data untuk stok migran tidak masuk dalam
analisis terpilih akibat kekurangan data yang dibutuhkan.
Penyusunan determinan tinggi, rendah, ataupun sedang untuk ketiga variabel
terpilih didapatkan dari beberapa sumber yang akan dijelaskan melalui Tabel 4.1:
46
47
Tabel 4.1: Standar Determinan Panel ASEAN+6
Standar
PDB Perkapita Tingkat
MiPPP(Worldbank grasi
Bersih
+
2010,
tahun ( − 1σ)
dasar 2005)
Tingkat Pengangguran
(+
− 1σ)
Tingkat Melek
Huruf Dewasa
(HDR
UN,
2009)
Tinggi
> $11.000
+
>6,83%
>94,91%
Sedang
$3.600≤ x ≤
$11.000
0
1,77% ≤ x ≤
6.83%
70,69% ≤ x ≤
94,91%
Rendah
< $3.600
-
<1,77%
<70,69%
Sumber: Data kompilasi olahan penulis
Selanjutnya, untuk kasus panel data Indonesia, determinan yang terpilih adalah
determinan yang berkaitan dengan teori neoklasik (relyi j), yang didapatkan dari
rasio pendapatan perkapita negara tujuan (PCI j ) terhadap pendapatan perkapita negara asal (PCI j ). Dan sisanya adalah faktor neoklasik yang menurut Van den Berg
dan Lewer (2008) memiliki kaitan erat dengan gravitasi migrasi internasional, yaitu
besar massa jenis populasi (Inter popi× j ) yang didapatkan dari perkalian total populasi kedua negara yang sudah dijadikan log nilainya, dan penggunaan variabel
jarak (Di j ) geografis kedua negara (value dalam Kilometer). Pengelompokan ketiga
variabel tadi menggunakan asumsi penulis dari ringkasan sebaran data yang dimiliki oleh penulis. Secara umum akan dijelaskan lewat Tabel 4.2:
Tabel 4.2: Standar Determinan Panel Indonesia
Standar
Rasio PCI ( +
− 1σ)
Massa
(+
− 1σ)
Tinggi
>12,84%
>168,63
>6.493,67 KM
Sedang
3,51%≤ x ≤ 12,84
96,6 ≤ x ≤ 168,63
1.763,75 KM ≤ x ≤
6.493,67 KM
Rendah
<3,51%
<96,6
<1.763,75 KM
Populasi
+
Jarak ( −
1σ, KM)
Sumber: Data kompilasi olahan penulis
Dari kedua pengelompokan determinan tersebut akan dieksplanasi selengkap
mungkin hasilnya pada sub-bab 4.2 dan 4.3, kemudian diperbandingkan dengan
hipotesis dan hasil analisis inferensial pada bab berikutnya (bab 5).
Universitas Indonesia
48
4.2
Analisis Determinan Migrasi Netto Terpilih Data Panel
ASEAN+6
Dari penjelasan sub-bab 4.1, sudah diketahui empat determinan yang akan dianalisis, yaitu: tingkat migrasi bersih; pendapatan perkapita, tingkat pengangguran dan
tingkat melek huruf penduduk usia dewasa.
4.2.1
Migrasi Netto
Untuk migrasi bersih, karena standarnya adalah positif, nol dan negatif, maka analisis deskriptif untuk tingkat migrasi bersih diperingkas sebagai berikut:
Tabel 4.3: Sebaran Data Migrasi Bersih menurut Kelompok
Netmig rate
Kelas
Jumlah
Persentase (%)
Positif
Negatif
150
232
39,27
61.73
Sumber: Data olahan penulis
Dari data deskriptif tersebut, terlihat dengan jelas jumlah kategori dua (negatif)
sebesar 61,73% dengan jumlah data 232 pengamatan. Dibandingkan dengan kategori satu (positif) yang sejumlah 39, 27%. Kategori satu adalah jumlah migrasi
bersih yang positif (pola imigrasi), dan kategori dua adalah pola migrasi bersih
/ netto yang negatif (pola emigrasi). Melihat Tabel 4.3, dapat dikatakan tingkat
emigrasi bersih (net emigration rate) secara umum mendominasi pola migrasi
ASEAN+6. Namun untuk mengetahui mengapa secara umum observasi didominasi
oleh emigran masih harus dianalisis melalui pendekatan determinan neoklasik, dualisme tenaga kerja, serta deprivasi relatif yang disebutkan pada sub-bab sebelumnya.
4.2.2
Pendapatan Perkapita
Selanjutnya, Penulis melanjutkan pada analisis deskriptif terhadap data pendapatan
perkapita. Seperti yang diketahui dari bab 2, bahwa pendapatan perkapita menurut Jennissen (2004) bisa dijadikan pendekatan terhadap upah riil dan digunakan
sebagai determinan dari teori neoklasik. Menurut pendapat neoklasik, serta teori
dualisme tenaga kerja (Piore, 1979), faktor penarik (dalam kasus ini termasuk pen-
Universitas Indonesia
49
dapatan perkapita) mampu menarik para migran untuk melakukan imigrasi ke negara tersebut.
Dari hasil yang sudah ditabulasikan oleh Penulis, ditemukan bahwa hasil secara deskriptif mendukung dan sesuai dengan teori yang ada. Perbedaan pendapatan perkapita sebagai faktor penarik mampu menarik migran untuk melakukan
pola imigrasi dibandingkan dengan negara dengan pendapatan perkapita yang lebih
rendah, yang cenderung melakukan pola emigrasi bersih (netto) dalam arus migrasi
nettonya. Lebih jelas dapat dilihat dari Tabel 4.4.
Dari hasil yang didapatkan pada Tabel 4.4, terlihat bahwa kelompok negara
ketiga (seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam) cenderung untuk melakukan
emigrasi bersih dengan banyak observasi 205 pengamatan. Sementara negara dengan pendapatan perkapita menengah cenderung untuk berpola imigrasi bersih (kecuali untuk sebagian negara, seperti Malaysia (sejak tahun 2007), Indonesia, Thailand, serta Cina yang cenderung emigrasi bersih). Dan negara dengan pendapatan
perkapita besar, seperti Jepang, Singapura, Brunei, Arab Saudi sesuai dengan teori
neoklasik, cenderung untuk memiliki pola imigrasi yang cukup kuat.
4.2.3
Tingkat Pengangguran
Penggunaan determinan tingkat pengangguran dalam observasi sebenarnya adalah
untuk menjawab pertanyaan penelitian yang Penulis ajukan. Tingkat pengangguran
adalah determinan untuk membuktikan bahwa faktor pendorong dalam teori sistem
dunia masih berlaku, sekaligus sebagai anti terhadap teori dualisme tenaga kerja
(Piore, 1979) yang menyatakan bahwa faktor penarik adalah faktor terkuat dalam
keputusan untuk bermigrasi atau tidak.
Analisis terhadap tingkat pengangguran di ASEAN+6 tampaknya cukup unik.
Hal ini disebabkan dari kriteria yang diberikan oleh World Bank pada tahun 2008
untuk pembagian tiga kelas tingkat pengangguran (tinggi, sedang, dan rendah), konsentrasi dari tingkat pengangguran di ASEAN+6 terkonsentrasi pada kelas ketiga,
yaitu tingkat pengangguran rendah (dibawah 1, 77%). Bisa dikatakan, pemerintah di negara - negara terkait cukup baik dalam menangani masalah ketenagakerjaan dalam negeri (pengangguran) secara statistik. Namun, dengan persentase yang
sama, ataupun lebih kecil, negara seperti India, Cina, dan Indonesia masih memiliki
kuantitas yang jauh lebih besar dibandingkan negara - negara lain dalam observasi.
Tabel 4.4 akan menjelaskan lebih rinci hasil dari analisis deskriptif yang Penulis dapatkan. Ternyata, setelah melakukan fragmentasi terhadap data tingkat pengangguran, penulis masih belum mendapatkan hasil yang diharapkan. Dalam analisis
tingkat pengangguran, Penulis gagal untuk mendapatkan hasil yang diinginkan seUniversitas Indonesia
50
bagai penjelasan terhadap hipotesis.
4.2.4
Persentase Angka Melek Huruf Dewasa (penduduk usia
>15 tahun
Penggunaan persentase melek huruf sebagai determinan penting untuk mengukur
ada atau tidaknya deprivasi relatif yang dijelaskan oleh Stark (1985). Deprivasi
relatif sendiri melihat penyebab dari migrasi internasional selama ini di negara
berkembang karena dua hal, yaitu kurangnya sistem jaminan sosial, serta kemiskinan relatif dari penduduknya. Untuk kemiskinan relatif, Stark dan Bloom (1985)
menyatakan adanya korelasi langsung dengan tingkat pendidikan yang dimiliki
para subjeknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan di suatu negara, seharusnya
mampu memperkecil kesenjangan sosial dan kemiskinan relatif. Sehingga untuk
kasus ini, semakin tinggi tingkat pendidikan (yang menurut Oey, 2011 lebih tepat
diukur dengan tingkat melek huruf penduduk usia dewasa), diharapkan pola emigrasi bersih semakin kecil (hasil positif) yang diderivasi secara tidak langsung dari
berkurangnya angka deprivasi relatif di negara tersebut.
Untuk melihat lebih rinci, Tabel 4.4 akan menjelaskan bagaiman hubungan
ketiga kelas tingkat pendidikan dihubungkan dengan pola migrasi bersih negara negara yang diobservasi dalam penelitian.
Dari Tabel 4.4, semakin jelas digambarkan adanya hubungan positif antara
keputusan untuk tetap tinggal di negara asal, atau peluang imigrasi bersih ketika
tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah (dengan pendekatan persentase melek huruf usia dewasa).
Secara umum bisa dikatakan hampir seluruh variabel deskriptif di ASEAN+6,
kecuali tingkat pengangguran mampu dijelaskan dengan baik oleh teori yang
berlaku. Secara Deskriptif, faktor penarik (Lewis, 1982) migrasi internasional, yaitu
pendapatan perkapita cukup kuat untuk menarik imigrasi bersih ke negara tersebut,
sementara faktor pendorong dalam bentuk tingkat pengangguran kurang relevan untuk menjelaskan pola tersebut. Teori Deprivasi relatif juga terbukti dalam analisis
deskriptif model pertama.
Universitas Indonesia
51
4.2.5
Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih perKategori ASEAN+6
Tabel 4.4: Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Pendapatan Perkapita, Tingkat Pengangguran dan Angka Melek Huruf
Variabel
Kategori
Mean
Frekuensi
Pendapatan Perkapita
Tinggi
Sedang
Rendah
4,6
2,7
-0,9
136
41
205
9,5
382
Tinggi
0,7
55
Sedang
Rendah
2,6
-1,5
171
23
1,8
249
Tinggi
1,7
3
Sedang
Rendah
1,9
-0,9
229
41
1,5
273
Total
Tingkat Pengangguran (%)
Total
Angka Melek Huruf (%)
Total
Sumber: Data olahan penulis
4.3
Analisis Deskriptif Determinan Terpilih Data Panel Migrasi
Keluar Indonesia
Sub-bab ini akan membahas analisis deskriptif dari data panel migrasi keluar (out
migration) Indonesia yang didapatkan datanya dari BNP2TKI selama 15 tahun observasi (1994 sampai 2008). Pemilihan negara Indonesia sebagai basisnya tak lepas
dari kelengkapan data yang tersedia, Penulis sebenarnya ingin meneliti lebih rinci
setiap negara dengan analisis time-series, namun karena keterbatasan data yang
tersedia (Massey et-al., 1993), maka peneliti memfokuskan penelitian spesifik untuk gravitasi migrasi di Indonesia saja.
Determinan yang dipergunakan untuk penelitian ini menggunakan basis penelitian dari Lewer dan Van den Berg (2008), dihubungkan dengan teori neoklasik migrasi maupun teori penarik dan pendorong milik Lewis (1982). Determinan yang
digunakan sesuai penjelasan pada sub-bab 4.1, yaitu rasio pendapatan perkapita
(relyi j ) sebagai pendekatan terhadap teori neoklasik (Borjas, 1989), massa populasi
dari hasil interaksi kedua negara (inter popix j ) sebagai determinan teori gravitasi
Universitas Indonesia
52
Tinbergen (1962).
4.3.1
Rasio Pendapatan Perkapita (relyi j )
Nilai rasio pendapata kedua negara (relyi j ) didapatkan dari hasil pembagian antara
pendapatan perkapita negara tujuan (PCI j ) terhadap pendapatan perkapita negara
asal (PCIi ). Hasil dari pembagian tersebut jika diintepretasikan positif, menggambarkan pola pertambahan migrasi keluar (mig outi ) dari Indonesia ke negara tujuan
seseuai dengan kelas dari pendapatan perkapita masing - masing. Sebaliknya, jika
hasilnya negatif, berarti perubahan pendapatan perkapita negara tujuan secara relatif
terhadap negara asal menurunkan jumlah migrasi keluar dari Indonesia.
Dari tabel 4.5, didapatkan hasilnya bahwa migrasi keluar untuk rasio pendapatan
perkapita yang lebih tinggi ternyata memberikan tingkat migrasi keluar yang lebih
kecil jika dibandingkan dengan kelompok kelas dengan rasio pendapatan perkapita
yang lebih kecil. Hal ini mengindikasikan tingginya pendapatan perkapita di negara
tujuan untuk kasus Indonesia ternyata menarik para migran dari dalam negeri untuk
keluar, namun lebih kecil dibandingkan dengan pergerakan migran menuju negara
lain dengan kelas pendapatan perkapita yang lebih kecil.
Hal ini bertentangan dengan pendapat neoklasik, dalam teori neoklasik, semakin besar pendapatan perkapita negara tujuan, semakin kuat tarikan gravitasi
untuk berpindah ke lokasi tersebut. Namun, Indonesia secara positif merespon
adanya perbedaan pendapatan perkapita dari negara tujuan, tapi tidak signifikan
memberikan hasil yang secara sempurna sesuai dengan teori neoklasik.
4.3.2
Massa Populasi (inter popi× j )
Massa populasi merupakan indikator dalam gravitasi migrasi untuk melihat berapa
besar kemungkinan migrasi antara kedua negara. Determinan ini diturunkan oleh
Tinbergen (1962) dari teori gravitasi milik Newton. Massa ekonomi (Tinbergen,
1962) disubstitusikan oleh Borjas (1989) untuk digantikan dengan massa populasi
yang lebih dekat dengan pengukuran migrasi internasional. Besar massa populasi
didapatkan dari interaksi antara populasi negara asal (popi ) dengan populasi negara
tujuan (pop j ). Indonesia sendiri dari awal memiliki jumlah populasi yang cukup
besar, yaitu nomor lima di dunia (dari data Strategis Biro Pusat Statistik Indonesia
2010) dengan sekitar 240 juta penduduk, tentunya akan memberikan efek massa
populasi yang kuat ke semua negara yang diobservasi.
Jika hasil yang didapatkan positif untuk massa interaksi populasi, hal itu
mengindikasikan adanya hubungan satu arah antara besar massa interaksi populasi
Universitas Indonesia
53
dengan migrasi keluar dari Indonesia. Kedua variabel sudah di log-kan, sehingga
hasilnya akan sama. Namun, jika hasilnya negatif, artinya ketika massa interaksi
populasi itu besar untuk kedua negara (i j), maka makin cenderung terjadinya migrasi masuk (imigrasi) ke Indonesia. Hasilnya akan dicantumkan dalam Tabel 4.5.
Secara umum dari hasil Tabel 4.5, besaran massa populasi terbanyak berada
pada kelas 2 (menengah) jumlah interkasi populasinya (sebanyak 64 pengamatan),
sementara untuk kelas 1 dan 3 (massa populasi terbesar dan terkecil) justru memiliki
jumlah pengamatan yang kecil (28 dan 14 pengamatan). Dari hasil tersebut dapat
diintepretasikan bahwa di ketiga kelas pola migrasi dari Indonesia secara umum
adalah migrasi keluar (hasil positif), terutama di daerah observasi kelas 2. Hal ini
dikarenakan kebanyak populasi terkonsentrasi di negara - negara dengan populasi
sedang (Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Arab saudi, Australia), jika dibandingkan
dengan negara dengan populasi tinggi (Cina) ataupun sangat rendah (Singapura,
Brunei Darussalam). Oleh sebab itu, hasil dari Tabel 4.5 menunjukkan migrasi
terbesar berada di kisaran massa populasi yang menengah. Namun untuk dicatat,
secara umum Indonesia mengalami migrasi keluar (hasil semuanya positif).
4.3.3
Jarak antar Negara (Di j
) Variabel terakhir yang dibahas untuk panel gravitasi Indonesia adalah jarak. Hal
ini dikarenakan denominator utama dari model gravitasi adalah jarak geografis (Tinbergen, 1962). Sekalipun beberapa peneliti (Lim, 2006 c.f Wajdi, 2010) menyatakan bahwa jarak geografis saja pada masa sekarang kurang relevan untuk dibahas,
namun secara umum teori gravitasi masih menggunakan metode ini. Oleh sebab itu,
sub-bab ini berusaha untuk mengamati secara deskriptif apakah determinan jarak
masih relevan atau tidak mempengaruhi pola migrasi keluar (emigrasi) di Indonesia.
Secara teori, jarak dan migrasi internasional berhubungan negatif (Massey etal., 1993; Borjas, 1989; Lewer dan Van den Berg, 2008). Jadi bisa dikatakan semakin jauh jaraknya, peluang terjadinya emigrasi akan semakin menurun dari negara asal. Untuk mengetahui hal itu dari penelitian yang Penulis lakukan, maka
Tabel 4.5 berusaha untuk menjelaskan rincian dari data deskripsi penulis mengenai
hal ini.
Dari hasil Tabel 4.5, terlihat ternyata jarak tidak menjadi halangan para migran
dari Indonesia untuk melakukan emigrasi. Sedikit bertentangan dari teori gravitasi
Tinbergen (1962), ataupun Lewer dan Van den Berg (2008), namun cukup sesuai
dengan teori Lim (2006). Yang dapat dinyatakan dari 4.9 adalah adanya outlayer
untuk migrasi Indonesia dan hubungannya dengan jarak geografis. Penjelasan palUniversitas Indonesia
54
ing mungkin dari hal ini adalah adanya negara Asia Barat (Arab Saudi), yang secara jarak lebih dari 6.493,67 Km. Di lain sisi, Arab Saudi merupakan importir
terbesar migran Indonesia selama 15 tahun observasi, jadi sangat wajar jika terjadi
insignifikansi jarak terhadap pola emigrasi Indonesia.
Namun untuk kedua kelas berikutnya, yaitu di kelas tiga (kurang dari 1.763,75
Km, negara ASEAN) dan di kelas dua (diantara 1.763,75 Km dampai 6.493,67 Km)
menunjukkan pola yang sesuai dengan teori migrasi konservatif (jarak berpengaruh
terhadap potensi migrasi). Semakin jauh jaraknya, terlihat pola emigrasi untuk kelas
dua dan tiga semakin kecil.
Adanya inkonsistensi jarak ini akan jelas ketika Arab Saudi dikeluarkan dari
pengamatan, namun mengeluarkan Arab Saudi justru menghilangkan pola emigrasi
dari Indonesia, karena Arab Saudi merupakan importir terbesar TKI (Tenaga Kerja
Indonesia).
4.3.4
Tabel Distribusi Migrasi Internasional Bersih perKategori Indonesia
Tabel 4.5: Distribusi Migrasi Bersih per - Kelompok Rasio Pendapatan Perkapita, Massa Populasi dan Jarak
Variabel
Kategori
Rasio PCI
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Massa Populasi
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Jarak Geografis
(Dalam orang)
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Mean
Frekuensi
8,8
9,6
9,9
21
72
19
9,5
112
9,5
9,8
8,2
28
64
14
9,5
106
148.522,5
12.413
55.712,8
15
53
45
47.723,9
113
Sumber: Data olahan penulis
Universitas Indonesia
55
4.4
Kesimpulan
Analisis deskriptif dipergunakan sebagai alat bantu penelitian untuk menjelaskan
beberapa bagian yang belum bisa dicakup oleh analisis secara statistika inferensial
(bab 5). Dari rangkuman hasil analisis deskriptif terhadap dua model panel yang
dipergunakan oleh Penulis, ditemukan untuk model pertama tingkat pengangguran
(unemp rate) memiliki anomali sebaran data (seluruh data berada pada kelas tiga,
yaitu pengangguran rendah) dalam observasi ASEAN+6. Anomali data kedua ada
pada model kedua (Indonesia), yaitu variabel jarak (Di j ). Jarak yang jauh untuk
observasi Saudi Arabia ternyata selama 15 tahun observasi tidak menyurutkan niat
para TKI untuk bermigrasi menuju negara Asia Barat tersebut.
Untuk model kedua, rasio pendapatan perkapita, sekalipun hasilnya cukup kontras dengan teori neoklasik (semakin besar pendapatan perkapita negara tujuan
belum tentu menarik lebih banyak migran dari Indonesia), namun masih sesuai dengan asumsi neoklasik (hasil masih positif / ada emigrasi). Sedangkan determinan lain, baik untuk model pertama (ASEAN+6) maupun model kedua (Indonesia)
memberikan gambaran yang cukup sesuai dengan asumsi teori yang dipergunakan
oleh Penulis.
Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS INFERENSIAL DAN HASIL OBSERVASI
Analisis inferensial pada bab 5 akan memperlihatkan hasil estimasi penulis atas
model yang telah disebutkan pada bab 3, untuk kemudian diperbandingkan
hasil dari estimasi inferensial dengan hipotesis dan hasil analisis deskriptifnya.
Penulis menggunakan dua model yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu model
panel data untuk migrasi internasional di ASEAN+6, serta panel migrasi dengan
metode gravitasi untuk kasus Indonesia.
Hasil yang dipaparkan oleh penulis sudah diuji normalitas datanya (stasioneritas), menghilangkan masalah - masalah dalam uji BLUE (Best Linear Unbiassed
Estimator), , yaitu masalah otokorelasi, multikorelasi, dan heterokedastisitas dalam
model (menggunakan Stata). Untuk analisis dalam bentuk time-series spesifik tiap
negara tidak Penulis cantumkan dalam bab ini, melainkan pada lampiran hasil jika
ingin diperbandingkan hasilnya.
Bagian pertama (5.1) akan memaparkan uraian singkat untuk model yang dipergunakan, kemudian dilanjutkan pada sub-bab 5.2 untuk hasil uji kasus panel migrasi
ASEAN, dan sub-bab 5.3 untuk kasus gravitasi migrasi di Indonesia.
5.1
Model dalam Penelitian
Mengulang kembali apa yang sudah dipaparkan pada bab 3 (metode penelitian),
Penulis ingin memaparkan kembali metode apa yang akan dipergunakan untuk analisis bab ini. Singkatnya, Penulis menggunakan dua (2) model utama berupa metode
data panel, baik untuk ASEAN+6 maupun Indonesia. Namun model panel yang
dipergunakan tidak sama untuk kedua model, model pertama migrasi internasional
untuk kasus ASEAN+6 menggunakan metode panel yang secara umum dipergunakan (tanpa adanya interaksi antar individu), sedangkan model panel gravitasi
migrasi untuk kasus Indonesia menggunakan panel interaksi (dalam bentuk panel
gravitasi migrasi internasional). Penggunaan data panel yang berbeda ini dikarenakan perbedaan dalam karakter data serta basis teori pendukungnya. Model panel
yang pertama (untuk kasus ASEAN+6), menggunakan panel migrasi internasional
dengan data migrasi netto / bersih yang direplikasi dari model Jennissen untuk kasus
migrasi internasional Eropa Barat selama 37 tahun. Sementara model kedua menggunakan panel migrasi gravitasi (karena adanya interaksi dalam data yang diper-
56
57
gunakan oleh penulis) yang direplikasi dari model migrasi intenasional Lewer dan
Van den Berg untuk kasus migrasi internasional di Eropa Barat selama periode yang
hampir sama dengan penelitian Jennissen.
Rincian untuk kedua model akan dijelaskan sebagai berikut. Untuk model pertama, penulis menggunakan data makroekonomi pendapatan perkapita setiap negara selama 30 tahun periode observasi. Dipergunakan variabel demografi tingkat
pengangguran, untuk membandingkan dengan teori dualisme tenaga kerja (Piore,
1979), dan tingkat melek huruf serta stok migran (teori jaringan) di negara asal.
secara umum, model yang dipergunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
Netmig ratei = β0 + β1 (PCIi ) + β2 (Unemp ratei ) + β3 (Adlit ratei ) +
= β4 (migstock ratei ) + εi
(5.1)
Sebagai keterangan tambahan, adlit ratei adalah persentase melek huruf usia
dewasa (penduduk usia >15 tahun) yang dipergunakan sebagai pendekatan terhadap teori deprivasi relatif (Stark, 1985 c.f Massey, et-al., 1993). Sedangkan untuk
migstock ratei adalah jumlah migran asing yang sudah bertempat tinggal di negara
tersebut pada awal tahun periode, karena data yang kurang lengkap, adopsi untuk
model penulis tidak menggunakan variabel ini dalam model yang dipergunakan.
Untuk model kedua, dipergunakan analisis gravitasi migrasi yang disesuaikan
dengan model milik Lewer dan Van den Berg (2008):
Migouti j = β0 + β1 (inter p op(i × j)) + β2 (Relyi j ) + β3 (Di j ) + β4Comlang o f fi j +
= β5Comlang ethnoi j + β6Conti j + β7Coli j + εi j
(5.2)
Panel migrasi dengan model ini melakukan pendekatan dengan model gravitasi migrasi, yang dapat ditemukan melalui adanya interaksi massa populasi
(inter popi× j ), jarak geografis (Di j ), serta rasio pendapatan perkapita sebagai besaran ekonomi (Relyi j ). Sementara peubah boneka (dummy variable) yang dipergunakan oleh penulis adalah peubah boneka bahasa (baik nasional maupun daerah,
comlang o f fi j ) dan comlang ethnoi j ), batasan negara secara langsung (daratan)
(Conti j ), serta terakhir adalah persamaan kolonial / jajahan (coli j ). Namun, karena
metode yang dipergunakan melalui uji Hausman mengindikasikan adanya replikasi
data (ommitted variable) untuk variabel coli j dan comlang o f fi j , maka kedua variUniversitas Indonesia
58
abel ini dikeluarkan dari model.
Penggunaan metode yang berbeda untuk kedua model dikarenakan keterbatasan
data yang tersedia untuk data makro di ASEAN jika dibandingkan dengan data
interaksi di Indonesia. Untuk uraian hasil yang lebih terperinci, kedua model akan
dijelaskan dalam sub-bab berikutnya.
5.2
Migrasi Internasional di ASEAN+6 (1980-2010)
Sebagai kluster negara (himpunan negara) dengan total populasi lebih dari 2
milyar penduduk (jika ASEAN+6 digabungkan), sebagaran pendapatan perkapita
yang variatif, dan kecenderungan homogenitas tingkat pengangguran (lihat bab 4),
tentu analisis migrasi internasional di ASEAN+6 diharapkan lebih menarik dengan
adanya karakteristik tersebut.
Analisis untuk model ini sudah menghitung besaran multikorelasi antara variabel independen maupun otokorelasi error dalam model dengan periode sebelumnya. Sedangkan untuk uji stasioneritas dan heterokedastisitas juga sudah diujikan
dan diatasi semuanya agar hasil regresi BLUE (semua uji dan hasil simulasi regresi
ditampilkan dalam lampiran).
Dari hasil uji Hausman, didapatkan nilai chi2 sebesar 41.92 dengan nilai probabilita chi sebesar 0,000 atau dibawah nilai α yang penulis gunakan, yaitu 5%.
Hipotesis nol untuk uji Hausman adalah perbedaan dalam hasil koefisien estimasi
tidak sistematis ( metode efek acak) dan hipotesis alternatifnya adalah hasil koefisien estimasi sistematis (metode efek tetap). Dari hasil probabilita chi yang
dibawah tingkat kepercayaan 95%, maka model yang digunakan adalah metode efek
tetap (fixed effect / Least Square Dummy Variable) dengan menolak hasil hipotesis
nol dari uji Hausman.
Sementara itu, untuk uji otokorelasi dan heterokedastisitas akan dipergunakan
uji Wooldridge dan uji Wald (didapatkan dari estimasi Stata) yang masing - masing
dari uji mengindikasikan adanya masalah dalam BLUE model (terdapat otokorelasi dan heterokedastisitas). Nilai dari uji Wooldridge adalah probabilita F sebesar 0,0062 (dibawah α 5%) yang menolak hipotesis nol dari uji Wooldridge (tidak
ada first-order autocorrelation), sementara nilai dari uji Wald adalah probabilita
chi sebesar 0,0000 yang menolak hipotesis nol dari uji Wald untuk panel data heterokedastisitas dan menyatakan nilai dari σ2i 6= σ2 untuk semua i yang lain. Penggunaan metode GLS-LSDV( Generalized Least Square - Least Square Dummy Variable) dipergunakan untuk menghilangkan masalah otokorelasi dan heterokedastisitas, sementara untuk multikorelasi (dengan pair-wised correlation) tidak ditemukan
Universitas Indonesia
59
nilai multikoleniaritas yang besar dari model arus migrasi bersih ASEAN+6, maka
regresi model dilakukan dua kali, dengan menggunakan peubah boneka stok migran, dan tanpa peubah boneka stok migran. Sedangkan untuk peubah boneka
tingkat pendidikan (adlit rate) karena sama - sama menggunakan teknik interpolasi
(mengutip dari model migrasi internasional Jennissen), maka pada uji kedua kedua
peubah boneka akan dicoba untuk dikeluarkan dari model.
Hasil dari regresi model panel ASEAN+6 secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.1: Hasil Regresi GLS-LSDV ASEAN+6 untuk menjelaskan Arus Migrasi Bersih (per1000 penduduk) selama 30 tahun observasi (1980-2010)
Variabel
PCI
Tingkat Pengangguran
Persentase AMH
Koefisien
Z
P-value
0,0002
-0,1972
0,0385
(9,49)**
(-1,53)
(1,20)
0,000
0,127
0,229
*
5%
187
**
1%
***
10%
Keterangan:
Signifikan α
NxT
Sumber: Olahan data penulis
Dari hasil yang didapatkan pada tabel 5.1, sebanyak 187 observasi panel (NxT)
dilakukan dengan metode GLS-LSDV untuk mendapatkan hasil regresi metode efek
tetap yang tidak bias. Dari rangkuman hasil tersebut didapatkan ketiga determinan, yaitu pendapatan perkapita, tingkat pengangguran dan persentase melek huruf
usia dewasa (PCI, unemp rate, ip adlitrate rate) memiliki tanda yang sesuai dengan hipotesis, namun memiliki hasil yang kurang signifikan baik dalam interval
kepercayaan 99% , 95%, dan 90%, kecuali untuk pendapatan perkapita yang signifikan di kisaran 99%. Jika diintepretasikan, maka baik persentase melek huruf,
maupun tingkat pengangguran secara tidak signifikan berpengaruh terhadap arus
migrasi netto ASEAN+6 dan meningkatkan jumlah imigrasi bersih suatu negara
(importir tenaga kerja) atau menurunkan jumlah emigrasi bersih (jika negara tersebut eksportir tenaga kerja) ketika persentase ketiga variabel tadi bertambah.
Universitas Indonesia
60
Tabel 5.2: Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 2 ASEAN+6
Variabel
Hipotesis
Hasil
Intepretasi
Pendapatan Perkapita
+
+
Tingkat Pengangguran
-
-
Persentase AMH
+
+
Pertambahan 1 % pendapatan
perkapita suatu negara secara
signifikan
cenderung
untuk
meningkatkan imigrasi bersih
pada negara importir tenaga kerja,
atau menurunkan emigrasi bersih
dari negara eksportir tenaga kerja
sebesar 0,002 %
Pertambahan 1 % tingkat pengangguran suatu negara secara tidak
signifikan cenderung untuk menurunkan imigrasi bersih pada negara importir tenaga kerja, atau
meningkatkan emigrasi bersih dari
negara eksportir tenaga kerja sebesar 0,1972 %
Pertambahan 1 % tingkat pengangguran suatu negara secara
tidak signifikan cenderung untuk
meningkatkan imigrasi bersih
pada negara importir tenaga kerja,
atau menurunkan emigrasi bersih
dari negara eksportir tenaga kerja
sebesar 0,0385 %
Analisis power statistic (Gudjarati, 2003), mengindikasikan nilai pendapatan
perkapita jauh lebih kuat secara efek terhadap migrasi bersih dibandingkan dengan
tingkat pengangguran (dilihat dari signifikansi, baru besaran koefisien). Sehingga
untuk pertanyaan faktor pendorong atau penarik (Lewis, 1982) yang lebih kuat untuk kasus ASEAN+6, nampaknya faktor penarik masih kuat menarik dibanding
faktor pendorong migrasi internasional (melalui variabel independen pendapatan
perkapita dan tingkat pengangguran ASEAN+6).
Secara keseluruhan, analisis inferensial dari ASEAN+6 sepakat dengan teori
neoklasik, dualisme tenaga kerja, dan deprivasi relatif. Kasus dengan asumsi neok-
Universitas Indonesia
61
lasik terbukti terjadi di kasus ASEAN+6, dimana faktor penarik lebih kuat efeknya
daripada faktor pendorong migrasi internasional.
5.3
Migrasi Internasional Keluar Indonesia (1994-2008)
Untuk sub-bab ini akan fokus pada kasus migrasi keluar (out migration) dari Indonesia selama periode 15 tahun pengamatan. Indonesia, seperti yang kita ketahui
merupakan salah satu negara dengan pola migrasi bersih negatif selama hampir 30
tahun (1960-2010). Bisa dikatakan pemilihan data migrasi keluar untuk Indonesia
adalah relevan.
Variabel koloni (coli j ) maupun persamaan bahasa nasional (Comlang o f fi j ) terpaksa dikeluarkan dari model panel gravitasi akibat adanya multikorelasi keduanya,
dan kedua variabel peubah boneka bernilai nol (0), atau tidak ada persamaan satu
sama lain. Model panel tidak memenuhi signifikansi ketika memakai kedua variabel independen tersebut. Selanjutnya, dari analisis inferensial, setelah melakukan
internalisasi pada masalah BLUE (ditemukan masalah heterokedastisitas oleh uji
Wald sebesar 0,0000), maka hasil dari estimasi penulis untuk model panel gravitasi
migrasi internasional keluar Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3: Hasil Regresi GLS-LSDV Indonesia untuk menjelaskan Arus Migrasi Keluar (%)
selama 15 tahun observasi (1994-2008)
Variabel
Koefisien
Z
P-value
0,064
0,084
-0,098
-1,228
1,098
(1,02)
(1,75)***
(-0,03)
(-0,14)
(0,46)
0,309
0,080
0,978
0,643
0,889
*
5%
106
**
1%
***
10%
Massa Populasi
Rasio PCI
Jarak
Persamaan Bahasa (Daerah)
Batasan Negara
Keterangan:
Signifikan α
NxT
Sumber: Olahan data penulis
Dari hasil yang didapatkan, determinan untuk variabel jarak geografis kedua
negara (Di j ), massa populasi (inter popi j ), rasio pendapatan perkapita (relyi j ), dan
batasan negara (contigi j ) ternyata sesuai dengan hipotesis sekaligus membuktikan
dalam kasus Indonesia, faktor penarik masih berpengaruh pada keputusan migrasi
keluar negerinya. Sementara untuk peubah boneka persamaan bahasa daerah, ternyUniversitas Indonesia
62
ata gagal menjelaskan hipotesis secara tidak signifikan. Sedangkan untuk peubah
boneka bahasa nasional, sesuai dengan penjelasannya sebelumnya terpaksa dihilangkan dari model akibat multikoleniaritas.
Untuk faktor penarik rasio pendapatan perkapita negara asing terhadap Indonesia, secara signifikan mampu mempengaruhi migrasi keluar di Indonesia, sementara
determinan sisanya secara tidak signifikan berpengaruh terhadap migrasi keluar dari
Indonesia. Dari analisis power (Gudjarati, 2003), signifikansi dari variabel rasio
pendapatan perkapita mampu membuktikan faktor penarik cukup kuat untuk kasus
Indonesia. Namun, karena tidak adanya faktor pendorong dalam model, perbandingan keduanya belum bisa terbukti untuk kasus Indonesia. Sebagai ringkasan hasil
dan perbandingannya dengan hipotesis, dapat dilihat pada tabel 5.4:
Universitas Indonesia
63
Tabel 5.4: Hasil, Hipotesis dan Intepretasi Model Panel 1 Gravitasi Migrasi Indonesia
Variabel
Hipotesis
Hasil
Intepretasi
Massa Populasi
+
+
Rasio Pendapatan Perkapita
+
+
Jarak Geografis
-
-
Batasan Negara
+
+
Bahasa Daerah
+
-
Pertambahan 1 % massa
populasi hasil interaksi kedua negara secara tidak
signifikan cenderung untuk
meningkatkan emigrasi dari
Indonesia sebesar 0,064 %
Pertambahan 1 % rasio pendapatan perkapita antara luar
negeri dengan Indonesia secara signifikan cenderung untuk meningkatkan emigrasi
dari Indonesia sebesar 0,084
%
Pertambahan 1 % jarak geografis (sudah di log-kan) antara luar negeri dengan Indonesia secara tidak signifikan
cenderung untuk menurunkan
emigrasi dari Indonesia sebesar 0,0983 %
Adanya batasan negara antara
luar negeri dengan Indonesia
secara tidak signifikan cenderung untuk meningkatkan
emigrasi dari Indonesia sebesar 1,0984 %
Pertambahan 1 % Adanya persamaan bahasa daerah minimal yang dipergunakan oleh
minimal 20% populasi antara luar negeri dengan Indonesia secara tidak signifikan
cenderung untuk menurunkan
emigrasi dari Indonesia sebesar -1.228 %
Universitas Indonesia
64
Dengan melihat hasil dari tabel 4.7 maupun 4.6, maka dapat dikatakan secara umum Indonesia masih sesuai dengan teori neoklasik yang ada, namun belum
mampu membuktikan teori dualisme tenaga kerja akibat tidak adanya faktor pendorong untuk komparasi hasil uji power (Jennissen, 2004; Gudjarati, 2003). Faktor penarik gravitasi migrasi keluar negeri dipengaruhi secara kuat oleh perbedaan
pendapatan perkapita antara kedua negara (sebagai pendekatan terhadap upah riil),
dan jarak secara tidak signifikan berhasil membuktikan bahwa jarak berhubungan
negatif dengan migrasi internasional di Indonesia. Bahasa daerah sendiri, karena
hanya Malaysia, Singapura dan Indonesia yang sama dalam bahasa daerah, maka
hasil kurang signifikan adalah wajar.
Untuk penjelasan mengapa jarak menjadi insignifikan, kemungkinan hal ini
dikarenakan adanya Arab Saudi dalam observasi migrasi internasional di Indonesia
(sesuai analisis bab 4). Kemudia, massa populasi dikarenakan variasi populasi yang
kurang merata dengan baik di ASEAN mungkin menjadi penyebab insignifikannya
hasil estimasi Penulis. Selain itu, penelitian Lim, (2006 c.f Wajdi, 2010) membuktikan bahwa gravitasi migrasi tidak hanya dipengaruhi oleh jarak fisik, namun juga
dengan jarak ekonomisnya. Bisa saja jarak yang dekat secara fisik, namun secara
biaya lebih mahal dibandingkan dengan jarak yang lebih jauh, namun biaya hidup
yang lebih murah.
Dengan ini, pertanyaan penelitian untuk kasus Indonesia mampu terjawab mengenai apakah faktor pendorong atau penarik yang lebih berpengaruh terhadap emigrasi Indonesia. Indonesia masih melakukan emigrasi akibat adanya perbedaan
upah / pendapatan perkapita (faktor neoklasik) dan secara signifikan faktor penarik
cukup kuat untuk menarik migrasi internasional dari Indoensia menuju ke negara
tujuan. Namun disayangkan, untuk kasus Indoensia, tidak terjawab apakah faktor
penarik atau pendorong yang lebih kuat dalam hubungannya dengan migrasi keluar
Indonesia.
5.4
Kesimpulan
Baik dari kasus ASEAN+6 maupun Indonesia, panel migrasi di kedua model
berhasil mengindikasikan adanya fakta bahwa faktor penarik masih kuat untuk
menarik migrasi internasional, namun untuk lebih kuat dibandingkan dengan faktor
pendorong, hanya ASEAN+6 yang mampu dibuktikan dalam penelitian ini. Faktor
pendorong terbukti belum mampu mendorong migrasi bersih ASEAN+6. Beberapa
anomali dari data menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis dan sudah
dijelaskan pada bab 4. Kedua model sudah BLUE, penggunaan GLS panel dengan
Universitas Indonesia
65
metode LSDV mampu membuat model yang signifikan dan sesuai dengan determinan yang digunakan untuk mengukur migrasi internasional pada kedua model.
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan dalam penelitian Penulis, baik secara deskriptif maupun
inferensial membuktikan bahwa faktor penarik ternyata masih berpengaruh terhadap migrasi internasional baik di ASEAN+6, maupun di Indonesia secara spesifik. Namun untuk perbandingan apakah faktor penarik atau pendorong yang lebih
kuat di kedua model, hanya kasus ASEAN+6 yang mampu terjawab, sementara kasus Indonesia belum bisa terbukti faktor penarik lebih kuat dibandingkan dengan
faktor pendorong migrasi internasionalnya.
Untuk model migrasi dalam ASEAN+6, pola migrasi yang ditunjukkan secara umum adalah emigrasi bersih dari negara dengan pendapatan perkapita rendah menuju tinggi (sesuai dengan teori neoklasik), faktor pendorong kurang yaitu
tingkat pengangguran kurang bisa menggambarkan kondisi migrasi di ASEAN+6
akibat dari data tingkat pengangguran yang hampir sama di setiap observasi negara dalam penelitian penulis. Faktor penarik, sesuai dengan pendapat Piore
(1979) mampu menggambarkan dengan baik pola migrasi ASEAN+6. Di lain pihak, peubah boneka stok migran yang diharapkan mampu menjelaskan migrasi di
ASEAN+6 justru tidak bisa menjelaskan dengan baik arah / pola migrasi dalam observasi, sementara peubah boneka persentase angka melek huruf usia dewasa untuk
ASEAN+6 mampu memperlihatkan adanya keabsahan teori deprivasi relatif dan
hubungannya dengan migrasi bersih internasional di kawasan ASEAN+6.
Selain itu, kasus gravitasi migrasi Indonesia mampu menunjukkan secara signifikan bahwa faktor penarik masih kuat untuk menarik para migran dari Indonesia untuk bermigrasi keluar, namun untuk perbandingan dengan faktor pendorong,
model yang direplikasi oleh penulis hanya fokus pada faktor penarik saja, sehingga tidak bisa dibandingkan faktor manakah yang lebih kuat untuk kasus Indoensia. Perbedaan rasio pendapatan perkapita yang lebih tinggi di negara asing
berhasil menarik para migran dari Indonesia untuk bermigrasi keluar negeri, secara deskriptif, persebaran datanya positif mempengaruhi emigrasi walaupun kurang bisa menggambarkan dengan baik. Pola migrasi di Indonesia adalah emigrasi
yang didominasi oleh Arab Saudi, sehingga wajar jika jarak sekalipun sesuai dengan hipotesis, namun tidak signifikan menggambarkan model. Faktor persamaan
66
67
bahasa juga kurang menggambarkan migrasi dan teori yang ada. Secara umum,
model gravitasi panel emigrasi Indonesia menggambarkan teori neoklasik namun
tidak mampu menjelaskan dengan baik teori dualisme tenaga kerja.
Bisa ditarik sebuah kesimpulan, ASEAN+6, masih mengikuti pola dari teori
neoklasik dan dualisme tenaga kerja. Sementara Indonesia hanya membuktikan
masih relevannya teori neoklasik dalam pola migrasi keluarnya. Untuk tambahan,
ASEAN+6 masih mendukung adanya dorongan internal dari deprivasi relatif (yang
diukur dari model ASEAN+6 melalui determinan pendidikan). Keseluruhan negara
yang diobservasi didominasi oleh pola emigrasi yang cukup kuat.
6.2
Kelemahan Penelitian
Sesuai dengan pendapat Massey et-al.(1993), keterbatasan data untuk beberapa
determinan seperti tingkat pengangguran masih menjadi kendala dalam observasi
yang dilakukan untuk migrasi internasional. Data yang didapatkan penulis untuk
observasi ASEAN+6 selama 30 tahun tidak selengkap jika dibandingkan data - data
migrasi di Eropa Barat.
Penggunaan migrasi bersih / netto untuk penelitian juga memiliki ambiguitas
hasil, oleh sebab itu hasil yang dipaparkan oleh Penulis memberikan eksposisi hasil
yang bersifat general (umum). Interpolasi data mengikuti metode linear juga kemungkinan besar kurang bisa menggambarkan fluktuasi dari data asli (untuk stok
migran), namun untuk data pendidikan (lewat angka melek huruf usia dewasa),
mengikuti metode interpolasi Jennissen (secara linear) karena pendidikan diasumsikan terus naik, dan sangat rigid (kaku) untuk turun. Namun, interpolasi dari data
5 tahunan masih susah menggambarkan kondisi sebenarnya.
Secara umum, kelemahan terbesar ada pada sumber data yang sangat langka,
diharapkan penelitian selanjutnya bisa melengkapi data untuk penelitian ini.
6.3
Saran
Mengetahui hasil dari analisis bab 4 dan bab 5, faktor penarik migrasi ternyata
lebih kuat dibandingkan efek dari faktor pendorong dalam negeri (ASEAN+6, Indonesia hanya mengindikasikan faktor penarik yang kuat). Secara tidak langsung,
penciptaan pekerjaan dalam negara-negara di ASEAN, dan spesifik di Indonesia
secara statistik sudah cukup baik, namun kesenjangan gaji antar negara berkembang dan maju, dan kesenjangan kemiskinan (deprivasi relatif) yang menarik orang
untuk bermigrasi masuk menuju negara tujuan. Khusus untuk masalah deprivasi
Universitas Indonesia
68
relatif (yang dibahas di bab 5 model 1 ASEAN+6), pemerataan pendidikan yang
lebih dibutuhkan untuk mengurangi deprivasi relatif suatu negara. Seperti yang kita
ketahui, pendidikan di negara - negara berkembang ASEAN masih kurang merata, dan menjadi rekomendasi terhadap pemerintah di masing-masing negara untuk meningkatkan pendidikan di negara mereka. Sehingga kesenjangan pendapatan
(menuju pada kemiskinan relatif / deprivasi relatif) yang menyebabkan emigrasi
dari negara - negara berkembang, khususnya Indonesia bisa ditekan.
Universitas Indonesia
71
DAFTAR REFERENSI
Aldaba, F.T. (2000). Trade Liberalization and International Migration: The
Philippine Case. PASCN Discussion Paper No. 2000-04.
ASEAN. (2002, 2006, 2008 and 2010). ASEAN Statistical Yearbook. Jakarta,
Indonesia: ASEAN Secretary.
Battistella, G. (2001). International Migration in Asia. Rome, Italy: Scalabrini
International Migration Institute.
Borjas, G.J. (1989). Economic theory and international migration. In: International Migration Review, 23 (3), pp. 457 - 485.
Borjas, G.J. (2008). Labor Economics. New York, USA: McGraw-Hill/Irwin
Book Company.
Boyle, P., Halfacree, K., Robinson, V. (1998). Exploring Contemporary Migration. New York, USA: Wesley Longman.
Clark, J. (n.d). Introduction to LATEX. 26 Januari 2010. http://frodo.elon.edu/
tutorial/tutorial/node3.html.
Devillanova, C. (2004). Interregional migration and labor market imbalances.
In: Journal of Population Economics, 17(2), pp. 229-247.
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri RI.(2009).
Asean Economics Community Blueprint. Jakarta, Indonesia: ASEAN Secretariat.
Ford, M. (2004). Organizing the Unorganizable: Unions, NGO, and Indone- sian
Migrant Labour. In: IOM International Migration, 42 (5) 2004.
Gudjarati, Damodar N. (2003). Essential Econometrics. New York, USA:
McGraw-Hill.
Human Development Report.(2009). Overcoming Barriers: Human Mobility and
Development. United Nations.
Universitas Indonesia
72
Jennissen, R.P.W. (2003). Economic determinants of net international migration in Western Europe. In: European Journal of Population, 19 (2), pp. 171198.
Jennissen, R.P.W. (2004). Macro-economic determinants of international migration in Europe. Amsterdam, The Netherlands: Dutch University Press.
Lewer, J and Van den Berg, H. (2008). A Gravity Model of Immigration.
Nebraska, USA: Management Department Faculty Publications University of
Nebraska - Lincoln.
Lucas, R.E.B.(1997).Internal
USA: Boston University.
Migration in Developing Countries.
Boston,
Massey, D.S., Arango, J., Hugo, G., Kouauci, A., Pellegrino, A. And Taylor, J.E.
(1993). Theories of international migration: A review and appraisal. In:
Population and Development Review, 19(3), pp. 431-466.
Nachrowi, D.N., dan Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrikan Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta, Indoensia:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Nasrudin, R., Rizal, H., Setiawan, I. (2011). Analisis Data Panel, Fixed, PLS, dan
Random Effect. Depok, Indonesia: Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu
Ekonomi FEUI.
OECD. (1998-2001 and 2009). Trends in international
OECD.
migration. Paris:
OECD. (2001). EmployementOutlook June 2010. Paris: OECD.
Paez, R.D. (2009). Interrogating Policy Discourses on International Migra- tion
and Development in the Philippines: Demystifying ’Diaspora for Development’. The Hague, The Netherlands: Institute of Social Studies.
Pardede, E.L. and Muhidin, S. (2006). Life Course Stages and Migration Behavior of Indonesian Population: Evidence from the IFLS data. Presented at
the Annual Meeting of the Population Association of America (PAA), March
30 April 1, 2006, Philadelphia, USA.
Rizal, Husnul. (2010). Modul Data Panel BKF. Depok, Indonesia: Laborato- rium
Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI.
Universitas Indonesia
73
Salt, J. (1976). International labor migration: The geographical pattern
demand. In: Migration in post-war Europe: Geographical essays.
Oxford: Ox- ford University Press, pp. 80-125.
Salt, John. (1992). The Future of International Labor Migration. In:
International Migration Review, 26(4), pp. 1077-111.
Skeldon, R. (2005). Globalization, Skilled Migration and Poverty
Alleviation: Brain Drains in Context (working paper). Development
Research Centre on Migration, Globalisation and Poverty University
of Sussex.
Skeldon, R. (2008). International Migration as a Tool in Development
Policy: A Passing Phase?. In: Population and Development Review,
34(1), pp. 1-18.
Stark, O. and Bloom, D.E. (1985). The new economics of labor migration.
In:
American Economic Review, 75(2), pp. 173-178.
Suwardi, A. (2011). STATA: Dasar Pengolahan Data (edisi Juni). Depok,
In- donesia: Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi
FEUI.
UNESCAP.(2007,2008 and 2009). UNESCAP Statistical Yearbook of
People for Asia and the Pacific. New York, USA: United Nations.
Van de Kaa, D.J. (1996a). International mass migration: a threat to
Europe’s borders and stability?. In: De Economist, 144(2), pp. 261284.
Verico, K.(2007).The impact of ASEAN’s intra trade to FDI inflows from
non- member states: The cases of Indonesia, Malaysia, & Thailand
1987-2006. In: Economic and Finance Indonesia, 55(3), pp.253-280.
Wajdi, M.N.(2010). Migrasi Antar Pulau di Indonesia: Analisis Model
Skedul Migrasi dan Model Gravitasi Hibrida. Depok, Indonesia:
Universitas Indonesia.
Wallerstein, I. (1983). Historical capitalism. London: Verso.
Wijoyo, W.H.A. (2011). Tutorial Penulisan JEPI (Jurnal
Ekonomi
Universitas Indonesia
74
Pemba- ngunan Indonesia)
dengan
LATEX. Depok, Indonesia:
Laboratorium Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi FEUI.
Zlotnik, H. (1998). International migration 1965-96: An overview. In:
Population and Development Review, 24(3), pp. 429-468.
Universitas Indonesia
3
LAMPIRAN 1: Uji LM, Uji Hausman, Uji Heterokedastisitas, Uji Otokorelasi, dan Uji
Multikorelasi Panel ASEAN+6
Uji LM
. xttest0
Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects
netmig_rate[country,t] = Xb + u[country] + e[country,t]
Estimated results:
|
Var
sd = sqrt(Var)
---------+----------------------------netmig_~e |
34.29578
5.85626
e |
7.707771
2.776287
u |
14.50612
3.80869
Test:
Var(u) = 0
chi2(1) =
Prob > chi2 =
407.52
0.0000
Uji Hausman
. hausman fe re
---- Coefficients ---|
(b)
(B)
(b-B)
sqrt(diag(V_b-V_B))
|
fe
re
Difference
S.E.
-------------+---------------------------------------------------------------pci |
-.0003966
-.0001451
-.0002515
.0000364
unemp_rate |
-.0629072
-.0703724
.0074652
.
ip_adlitrate |
.0558036
.0178312
.0379723
.0166528
-----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg
B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg
Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic
chi2(3) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B)
=
56.50
Prob>chi2 =
0.0000
(V_b-V_B is not positive definite)
Uji Heterokedastisitas
. xttest3
Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity
in fixed effect regression model
H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i
chi2 (13) =
Prob>chi2 =
2.6e+07
0.0000
Uji Otokorelasi
. xtserial netmig_rate pci unemp_rate ip_adlitrate
Universitas Indonesia
4
Wooldridge test for autocorrelation in panel data
H0: no first-order autocorrelation
F( 1,
10) =
11.913
Prob > F =
0.0062
. **ada otokorelasi
Uji Multikorelasi
. pwcorr pci unemp_rate ip_adlitrate
|
pci unemp_~e ip_adl~e
-------------+--------------------------pci |
1.0000
unemp_rate |
0.0787
1.0000
ip_adlitrate |
0.2437
0.0348
1.0000
LAMPIRAN 2: Box Plot dan Histogram Data Panel ASEAN+6
Box Plot
Universitas Indonesia
5
Histogram
LAMPIRAN 3: Data Deskriptif Variabel Terpilih
. tab pcigr2, su(netmig_rate)
|
Summary of netmig_rate
pcigr2 |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------1 |
4.5908398
6.2319918
136
2 |
2.6803812
2.6525828
41
3 | -.87963538
3.0247586
205
------------+-----------------------------------Total |
1.4500644
5.0993377
382
. tab unemp_rategr3, su(netmig_rate)
unemp_rateg |
Summary of netmig_rate
r3 |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------1 |
.67069582
3.2624383
55
2 |
2.5715705
5.9306799
171
3 | -1.4998796
1.7535459
23
------------+-----------------------------------Total |
1.7756208
5.3294859
249
. tab ip_adlitrategr3, su(netmig_rate)
ip_adlitrat |
Summary of netmig_rate
egr3 |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------1 |
1.6666667
2.3094011
3
2 |
1.8877599
5.5768227
229
3 | -.90296207
2.5277018
41
------------+-----------------------------------Total |
1.4662109
5.2957397
273
Universitas Indonesia
6
LAMPIRAN 4: Hasil Regresi GLS-LSDV Model ASEAN+6
Hasil Regresi GLS-LSDV ASEAN+6
. xtgls netmig_rate pci unemp_rate ip_adlitrate i.year
Cross-sectional time-series FGLS regression
Coefficients:
Panels:
Correlation:
generalized least squares
homoskedastic
no autocorrelation
Estimated covariances
=
Estimated autocorrelations =
Estimated coefficients
=
Log likelihood
1
0
33
= -544.5803
Number of obs
Number of groups
Obs per group: min
avg
max
Wald chi2(32)
Prob > chi2
=
=
=
=
=
=
=
187
13
3
14.38462
29
134.91
0.0000
-----------------------------------------------------------------------------netmig_rate |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------pci |
.0002166
.0000228
9.49
0.000
.0001718
.0002614
unemp_rate | -.1972232
.1293022
-1.53
0.127
-.4506508
.0562045
ip_adlitrate |
.0384742
.0319867
1.20
0.229
-.0242186
.101167
|
year |
1981 | -1.337752
5.150889
-0.26
0.795
-11.43331
8.757804
1982 |
.8634858
4.122999
0.21
0.834
-7.217443
8.944415
1983 | -2.516768
5.147503
-0.49
0.625
-12.60569
7.572153
1984 | -.0848143
5.168297
-0.02
0.987
-10.21449
10.04486
1985 |
7.210022
3.165036
2.28
0.023
1.006666
13.41338
1986 |
3.426203
3.678727
0.93
0.352
-3.78397
10.63638
1987 |
3.048349
4.132387
0.74
0.461
-5.050981
11.14768
1988 |
3.124396
3.682783
0.85
0.396
-4.093725
10.34252
1989 |
1.038178
3.678817
0.28
0.778
-6.172171
8.248526
1990 |
1.913092
3.263301
0.59
0.558
-4.48286
8.309044
1991 |
3.132508
3.266595
0.96
0.338
-3.269901
9.534917
1992 |
3.781735
3.411132
1.11
0.268
-2.903962
10.46743
1993 |
4.314955
3.406965
1.27
0.205
-2.362574
10.99248
1994 |
4.392244
3.255338
1.35
0.177
-1.988101
10.77259
1995 |
2.715719
3.015793
0.90
0.368
-3.195127
8.626564
1996 |
3.041641
2.970399
1.02
0.306
-2.780235
8.863516
1997 |
2.936049
2.970965
0.99
0.323
-2.886935
8.759033
1998 |
1.425264
2.934541
0.49
0.627
-4.32633
7.176859
1999 |
.4440137
2.937631
0.15
0.880
-5.313637
6.201664
2000 |
1.072905
2.880793
0.37
0.710
-4.573345
6.719156
2001 |
.7969452
2.940587
0.27
0.786
-4.9665
6.560391
2002 |
.40109
2.941864
0.14
0.892
-5.364857
6.167037
2003 |
1.119541
2.943702
0.38
0.704
-4.650009
6.88909
2004 |
.04711
2.907675
0.02
0.987
-5.651828
5.746048
2005 | -.6633316
2.910455
-0.23
0.820
-6.367718
5.041055
2006 | -.5224611
2.996443
-0.17
0.862
-6.395382
5.35046
2007 | -1.108567
2.982597
-0.37
0.710
-6.95435
4.737215
2008 | -.7129864
3.078741
-0.23
0.817
-6.747207
5.321235
2009 | -1.852243
3.425634
-0.54
0.589
-8.566362
4.861877
|
_cons | -4.413082
3.707313
-1.19
0.234
-11.67928
2.853118
------------------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia
7
LAMPIRAN 5: Uji LM, Uji Hausman, Uji Heterokedastisitas, Uji Otokorelasi, dan Uji
Multikorelasi Panel Indonesia
Uji LM
. xttest0
Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects
lnmig_outi[country_des,t] = Xb + u[country_des] + e[country_des,t]
Estimated results:
|
Var
sd = sqrt(Var)
---------+----------------------------lnmig_o~i |
4.457888
2.111371
e |
.7785734
.8823681
u |
1.891329
1.375256
Test:
Var(u) = 0
chi2(1) =
Prob > chi2 =
74.29
0.0000
Uji Hausman
. hausman fe re, sigmamore
---- Coefficients ---|
(b)
(B)
(b-B)
sqrt(diag(V_b-V_B))
|
fe
re
Difference
S.E.
-------------+---------------------------------------------------------------inter_popl~j |
-.0295392
-.0055678
-.0239714
.1023678
relyij |
.0885398
.0639708
.024569
.0080632
unemp_rateij |
.2362045
.3805738
-.1443693
.3306441
-----------------------------------------------------------------------------b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg
B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg
Test:
Ho:
difference in coefficients not systematic
chi2(3) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B)
=
12.64
Prob>chi2 =
0.0055
Uji Heterokedastisitas
. xttest3
Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity
in fixed effect regression model
H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i
chi2 (8) =
Prob>chi2 =
70.85
0.0000
Uji Otokorelasi
. xtserial lnmig_outi inter_popixj relyij lndij contig comlang_ethno
Universitas Indonesia
8
Wooldridge test for autocorrelation in panel data
H0: no first-order autocorrelation
F( 1,
7) =
5.838
Prob > F =
0.0463
Uji Multikorelasi
. pwcorr lnmig_outi inter_popixj relyij lndij contig comlang_ethno
| lnmig_~i inter~xj
relyij
lndij
contig comlan~o
-------------+-----------------------------------------------------lnmig_outi |
1.0000
inter_popixj | -0.0238
1.0000
relyij | -0.2968 -0.5504
1.0000
lndij | -0.1604
0.6435 -0.3502
1.0000
contig |
0.4118 -0.0949 -0.3684 -0.4747
1.0000
comlang_et~o |
0.1663 -0.0061
0.0655 -0.6257
0.2928
1.0000
LAMPIRAN 6: Box Plot dan Histogram Data Panel Indonesia
Box Plot
Universitas Indonesia
9
Histogram
LAMPIRAN 7: Data Deskriptif Variabel Terpilih
. su relyij
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+-------------------------------------------------------relyij |
119
8.150089
4.635749
.6378404
18.71288
. tab relyijgr2, su(lnmig_outi)
|
Summary of lnmig_outi
relyijgr2 |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------1 |
8.8023238
1.0573558
21
2 |
9.5954231
2.3486569
72
3 |
9.8600428
1.3668032
19
------------+-----------------------------------Total |
9.4916078
2.0378594
112
. su inter_popixj
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+-------------------------------------------------------inter_popixj |
112
132.4479
35.84987
68.87661
194.3655
. tab inter_popixjgr2, su(lnmig_outi)
inter_popix |
Summary of lnmig_outi
jgr2 |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+------------------------------------
Universitas Indonesia
10
1 |
9.5014058
1.046662
28
2 |
9.776983
2.4774483
64
3 |
8.1912907
.73654942
14
------------+-----------------------------------Total |
9.4947579
2.0752386
106
. su dij
Variable |
Obs
Mean
Std. Dev.
Min
Max
-------------+-------------------------------------------------------dij |
120
4128.709
2364.963
886.141
7340.41
. tab dijgr2, su(mig_outi)
|
Summary of mig_outi
dijgr2 |
Mean
Std. Dev.
Freq.
------------+-----------------------------------1 |
148522.53
67105.08
15
2 |
12413
14114.212
53
3 |
55712.756
76538.547
45
------------+-----------------------------------Total |
47723.903
70236.961
113
LAMPIRAN 8: Hasil Regresi GLS-LSDV Model Gravitasi Indonesia
Hasil Regresi GLS-LSDV Indonesia
. xtgls lnmig_outi inter_popixj relyij
note: 6.country_des omitted because of
note: 7.country_des omitted because of
note: 8.country_des omitted because of
lndij contig comlang_ethno i.country
collinearity
collinearity
collinearity
Cross-sectional time-series FGLS regression
Coefficients:
Panels:
Correlation:
generalized least squares
homoskedastic
no autocorrelation
Estimated covariances
=
Estimated autocorrelations =
Estimated coefficients
=
Log likelihood
1
0
10
= -130.8498
Number of obs
Number of groups
Obs per group: min
avg
max
Wald chi2(9)
Prob > chi2
=
=
=
=
=
=
=
106
8
8
13.25
14
548.01
0.0000
-----------------------------------------------------------------------------lnmig_outi |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------inter_popixj |
.0637576
.0627241
1.02
0.309
-.0591793
.1866945
relyij |
.0835079
.0477765
1.75
0.080
-.0101323
.1771481
lndij | -.0982683
3.557677
-0.03
0.978
-7.071188
6.874651
contig |
1.098373
2.366948
0.46
0.643
-3.540761
5.737506
comlang_et~o | -1.227665
8.767417
-0.14
0.889
-18.41149
15.95616
|
country_des |
2 | -3.666676
10.65249
-0.34
0.731
-24.54518
17.21183
3 | -5.940094
12.29273
-0.48
0.629
-30.03341
18.15322
4 | -8.908251
.7102992
-12.54
0.000
-10.30041
-7.51609
5 | -3.867887
.6716749
-5.76
0.000
-5.184346
-2.551428
6 | (omitted)
7 | (omitted)
8 | (omitted)
Universitas Indonesia
11
|
_cons |
4.331989
39.26668
0.11
0.912
-72.62929
81.29327
------------------------------------------------------------------------------
Universitas Indonesia
Download