BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DESKRIPSI TEORI 1. Ekosistem Perairan Air Tawar Ekosistem perairan dibedakan dalam tiga kategori utama yaitu ekositem air tawar, ekosistem estuarin, dan ekosistem laut. Habitat air tawar dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu sistem lentik (kolam, danau, situ, rawa, telaga, waduk) dan sistem lotik (sungai). Sistem lentik adalah suatu perairan yang dicirikan air yang mengenang atau tidak ada aliran air, sedangkan sistem lotik adalah suatu perairan yang dicirikan oleh adanya aliran air yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir. Seperti yang sudah dikatakan bahwa habitat air tawar itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu air tawar mengalir (lotik) dan air tawar diam (lentik). a. Perairan Mengalir (lotik) Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas membedakannya dari air menggenang walaupun keduanya merupakan habitat air tawar. Semua perbedaan itu tentu saja mempengaruhi bentuk serta kehidupan tumbuhan dan hewan yang menghuninya. Satu perbedaan mendasar antara danau dan sungai adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air yang mengisi cekungan itu, tetapi danau setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga 6 menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie, 1990:186) b. Perairan Menggenang (Lentik) Perairan menggenang dibedakan menjadi perairan alamiah dan perairan buatan. Berdasarkan proses terbentuknya perairan alamiah dibedakan menjadi perairan yang terbentuk karena aktivitas tektonik dan aktivitas vulkanik. Beberapa contoh perairan lentik yang alamiah antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga, sedangkan perairan buatan antara lain adalah waduk. 2. Zona Perairan Air Tawar Menurut Odum (1996:11), zonasi pada perairan air tawar berbeda dengan zonasi perairan air laut. Zonasi perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan intensitas cahaya sebagai berikut: a. Zona Litoral Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan dengan daratan. Pada daerah ini terjadi pencampuran sempurna antara berbagai faktor fisika kimiawi perairan. Organisme yang biasanya ditemukan antara lain adalah tumbuhan aquatik berakar atau mengapung, siput, kerang, crustacea, serangga, ampfibi, ikan, perifiton dan lain-lain. 7 b. Zona Limnetik Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zona litoral di satu sisi dan zona litoral disisi lain. Zona ini memiliki berbagai variasi secara fisik, kimiawi maupun kehidupan di dalamnya. Organisme yang hidup dan banyak ditemukan di daerah ini antara lain ikan, udang dan plankton. c. Zona Profundal Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima sedikit cahaya matahari dibandingkan daerah litoral dan limnetik. Bagian ini dihuni oleh sedikit organisme terutama organisme bentik karnivor dan detrifor. d. Zona Sublitoral Merupakan daerah peralihan antara zona litoral dan zona profundal. Sebagai daerah peralihan zona ini banyak dihuni oleh banyak jenis organisme bentik dan juga organisme temporal yang datang untuk mencari makan. 3. Karakteristik Perairan Telaga Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Komposisi air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, dan gunung es. Semua bentuk air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara terus menerus (Effendi, 2003:36). Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan 8 (surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan merupakan air yang berada di waduk, sungai, danau, rawa dan badan air lainnya yang tidak mengalami peresapan ke dalam tanah. Telaga merupakan genangan air tawar dangkal yang terbentuk secara alami dan masih dapat ditembus sinar matahari hingga bagian dasarnya. Telaga banyak sekali terdapat di Indonesia. Telaga mendapat debit airnya secara periodik di musim hujan, Pada musim kemarau kadang debit airnya menyusut drastis. Menurut Masyamsir (2000:25), ciri - ciri telaga dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Banyak- terdapat tumbuh-tumbuhan litoral. b. Biasanya danau terletak pada tempat yang datar, kadang-kadang terdapat di pegunungan. c. Air berwarna hijau sampai hijau kuning disebabkan oleh warna tumbuh - tumbuhan yang terkandung dalam air danau sehingga kecerahan air rendah. d. Kadar nitrat dan phospat tinggi. e. Pada musim panas terjadi pengurangan oksigen karena kegiatan plankton hewani. f. Lumpur dasar danau, kaya akan bahan organik dan proses dekomposisi pada lumpur danau biasanya kuat. g. Banyak terdapat fitoplankton sehingga sering terjadi blooming. 9 Telaga dapat difungsikan sebagai daerah konservasi dan tempat wisata alam yang memiliki sumber keanekaragaman hayati yang cukup besar. Ekosistem telaga terdiri atas unsur organisme dan lingkungan yang saling berinteraksi antar keduanya. Menurut Tansley (1978:32), semua organisme dan lingkungannya yang terdapat dilokasi tertentu merupakan unsur-unsur yang oleh para ahli ekologi disebut ekosistem. Ekosistem mesti terdiri dari satu atau beberapa komunitas dan masing-masing komunitas terdiri produsen, konsumen dan pengurai. Hubungan antara produsen, konsumen dan pengurai membentuk mata rantai dan pada masing-masing rantai ini terjadi arus energi. Gambar 1. Struktur Telaga atau perairan tawar berdasarkan zona kedalaman Kegunaan telaga, rawa dan danau sangat vital untuk penampung sementara akan limpahan air hujan dan mempertahankarmya di musim kemarau. Kegunaan utama tersebut merupakan hal yang wajar, namun masalah yang sangat dikhawatirkan adalah kecepatan berubahnya fungsi 10 sistem tersebut menjadi penampung berbagai macam polutan dan limbah baik pabrik maupun rumah tangga (Bapedalda, 2002:17). 4. Plankton Istilah plankton berasal dari kata Yunani yang berarti pengembara Plankton adalah organisme (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya bebas melayang-layang, hanyut terapung didalam air yang kemampuan geraknya terbatas sehingga mudah terbawa arus air (Yudhi, 2008:12). Plankton memiliki ukuran yang sangat kecil kurang lebih 0,45mm yang tak nampak oleh mata telanjang Plankton dibagi dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton/plankton tumbuhan atau nabati dan zooplankton/plankton hewani (Arinardi et. al., 1994:24). Menurut Nontji (1987:8) plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup melayang diperairan, kemampuan geraknya sangat terbatas sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Dan Odum (1994:16) menyatakan bahwa plankton adalah organisme yang mengapung diperairan dan pergerakanya kurang lebih tergantung pada arus, secara keseluruhan plankton tidak dapat bergerak melawan arus. Sedangkan menurut Sachlan,(1982:23) Plankton adalah jasad-jasad renik yang hidup melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus. Selanjutnya Sumich (1999:18) mengatakan bahwa plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu Fitoplankton (plankton nabati) dan Zooplankton (plankton hewani). 11 Menurut Thurman (1984:57) dalam perairan Fitoplankton merupakan produsen primer (produsen utama dan pertama) sehingga keberadaan fitoplankton dalam perairan mutlak adanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Sachlan (1982:17), Meadows and Campbell (1993:59) dan Sumich (1999:46) bahwa fitoplankton merupakan organisme berklorofil yang pertama ada di dunia dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton sebagai konsumen primer, maupun organisme aquatik lainnya sehingga populasi zooplankton maupun populasi konsumer dengan tingkat tropik yang lebih tinggi secara umum mengikuti dinamika populasi plankton. Fitoplankton adalah organisme yang hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak memiliki daya gerak, sehingga eksistensinya sangat dipengaruhi oleh gerakan air seperti arus, dan lain-lain (Odum, 1971:42). Reynolds dkk (1984:78), mengatakan bahwa fitoplankton yang hidup di air tawar terdiri dari tujuh kelompok besar filum antara lain Cyanophyta (alga biru), Cryptophyta, Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta, Pyrhophyta (dinoflagellates), Raphydophyta, dan Euglenophyta. Setiap spesies fitoplankton yang berbeda dalam kelompok filum tersebut mempunyai respon yang berbeda-beda pula terhadap kondisi habitat perairannya, sehingga mempunyai komposisi spesies fitoplankton bervariasi pula dari satu tempat ke tempat lainnya. (Welch,1952:58) Plankton air tawar dibedakan menjadi 2 jenis yaitu menjadi limnoplankton dan rheoplankton. Limnoplankton adalah plankton yang hidup di perairan tergenang, sedangkan rheoplankton adalah plankton yang 12 hidup di perairan mengalir. Keberadaan plankton di perairan mengalir dipengaruhi oleh lingkungan sungai yang seringkali komposisinya berubah yang berkaitan dengan pergerakan air, kekeruhan, suhu, dan nutrient. Fitoplankton termasuk dalam komponen autotrof plankton. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan bahan-bahan kimia. (Hynes,1972:58) Fitoplankton sebagai organisme autotrof memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan-permukaan yang biasa disebut sebagai zona euphotik. Dalam ekosistem air, hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktifitas primer. Melalui proses fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi atmosfer bumi. Kemampuan mereka untuk mensintesis sendiri bahan organiknya menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar rantai makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar. (Barus,2002:45) Fitoplankton selain dari hasil fotosintesis juga membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhannya. Setiap spesies fitoplankton mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap perbandingan nutrien yang terlarut dalam badan air. Nutrisi - nutrisi ini terutama berupa makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh keseimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi 13 tinggi dan dalam. Selain makronutrisi fitoplankton juga dipengaruhi oleh adanya ketersediaan mikronutrisi besi yang terkadung pada badan air. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kehidupannya fitoplankton melakukan proses fotosintesis dan respirasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya, sehingga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dalam badan air. Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan adalah arus, kandungan unsur hara, predator, suhu, kecerahan, kekeruhan, pH, gas-gas terlarut, maupun kompetitor. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan berkaitan dengan pemanfaatan unsur hara dan radiasi sinar matahari. Selain itu, kelimpahan fitoplankton juga dipengaruhi suhu, lingkungan, dan pemangsaan oleh zooplankton. (Basmi,1988:68) Menurut Basmi (1995 : 23-25) bahwa plankton dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yaitu: a. Nutrient pokok yang dibutuhkan, yang terdiri atas: 1) Fitoplankton yakni plankton nabati ( >90% terdiri dari alga) yang mengandung klorofil yang mampu mensitesa nutrisi anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar matahari. 2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa organism lain yang telah mati. 14 3) Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun parikel-partikel sisa organisme seperti detritus, disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton. b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas : 1) Limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di air tawar. 2) Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut. 3) Hipalmyroplankton yaitu plankton yang hidup diair payau. 4) Plankton yaitu plankton yang hidupnya di kolam. c. Berdasarkan ada tidaknya sinar ditempat mereka hidup terdiri atas: 1) Hipoplankton yaitu plankton yang hiduplnay di zona afotik. 2) Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik. 3) Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar. d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar yaitu terdiri atas: 1) Autogenik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. 2) Allogenik plankton yang merupakan plankton yang datang dari perairan lain. Kelimpahan fitoplankton dalam suatu ekosistem apabila didominasi oleh satu atau sejumlah kecil jenis saja maka dapat mempengaruhi 15 keanekaragaman jenis fitoplanktonnya. Hal ini dapat terjadi jika individu dari jenis tertentu digantikan oleh jenis yang mampu berkembang biak dengan cepat. Fitoplankton (plankton tumbuhan atau nabati) adalah organisme plankton yang berukuran kecil, berklorofil dan mampu melakukan fotosintesis. Sifat lain fitoplankton adalah mampu tumbuh dan berkembang dengan pesat dalam densitas tinggi dan tersebar dalam area yang luas. Produktivitas primer merupakan hasil proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil (Michael, 1989:34). Aktivitas fotosintesis di dalam perairan dilakukan sebagian besar oleh fitoplankton dan hasil dari fotosintesisnya merupakan sumber nutrisi utama bagi organisme perairan air lainnya. Konsumen utama fitoplankton dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lainnya (Barus,2004:67). Perubahan kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisinya. Keberadaan fitoplankton di perairan dapat memberikan informasi tentang kondisi perairan. Fitoplankton juga merupakan penyumbang oksigen terbesar untuk perairan. Perairan dikatakan blooming fitoplankton jika kelimpahan fitoplanktonnya mencapai 5 x 106 sel/l. Akibatnya eutrofikasi menjadi masalah bagi perairan danau/waduk yang disebut dengan blooming algae. Ciri-ciri perairan yang mengalami eutrofikasi adalah warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya menjadi semakin meningkat serta ditemukan enceng gondok yang bertebaran di area waduk. Akibat blooming plankton ini, kualitas air menjadi buruk dan diikuti rendahnya 16 kosentrasi oksigen terlarut. Hal ini menyebabkan ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik pada akhirnya terjadi kematian massal. Eutrofikasi juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekresional, dan pariwisata. Salah satu cara untuk menjaga kondisi waduk yaitu pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder). Cara ini merupakan tekhnik pengendalian pencemaran biologis (Goldman dan Horne, 1983:17). Menurut Nybakken (1988:45) ada beberapa mekanisme mengapung yang dilakukan plankton untuk dapat mempertahankan diri tetap melayang dalam kolom air yaitu antara lain: 1. Pada plankton di lautan yaitu dengan mengubah komposisi cairancairan tubuh sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dibandingkan densitas air laut. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh Noctiluca dengan memasukkan amonium klorida (NH4Cl) ke dalam cairan tubuhnya. 2. Membentuk pelampung berisi gas, sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dari densitas air. Contoh untuk jenis ini adalah ubur-ubur. 3. Menghasilkan cairan yang densitasnya lebih rendah dari air laut. Cairan tersebut biasanya berupa minyak dan lemak. Mekanisme ini banyak dilakukan oleh diatom maupun zoolankton dari jenis copepoda. 4. Memperbesar hambatan permukaan. Mekanisme ini dilakukan dengan mengubah bentuk tubuh atau membentu semacam tonjolan/duri pada permukaan tubuhnya. 17 Nybakken (1992:36) menyatakan bahwa plankton dapat digolongkan berdasarkan ukuran. Penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton dan zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas: a. Megaplankton, yaitu plankton yang berukuran 2.0 mm b. Makroplankton, yaitu plankton yang berukuran 0.2 – 2.0 mm c. Mikroplankton, yaitu plankton yang berukuran 20 µm – 0.2 mm d. Nanoplankton, yaitu plankton yang berukuran 2 µm – 20 µm e. Ultraplankton, yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 µm Nanoplankton dan ultra plankton tidak dapat ditangkap dengan plankton net baku tetapi menggunakan sentrifuge atau dengan filter milipor. Menurut Kennish (1990:43) dan Nybakken (1988:36) sebagian besar diatom melakukan reproduksi melalui pembelahan sel vegetatif. Sel akan membelah menjadi dua bagian yaitu bagian atas (epiteka) dan bagian bawah (hipoteka). Masing-masing bagian akan membentuk pasangannya yang baru yaitub berwujud pasangan penutup. Bagian epiteka akan membuat hipoteka dan bagian hipoteka akan membuat epiteka. Pembuatan bagian-bagian tersebut disekresi atau diperoleh dari sel masing-masing sehingga semakin lama semakin kecil ukuran selnya. Hasilnya adalah ukuran individu-individu dari spesies yang sama tetapi dari generasi yang berlainan akan berbeda pula. Reproduksi aseksual seperti ini menghasilkan sejumlah ukuran yang bervariasi dari suatu populasi diatom pada suatu spesies. Ukuran terkecil dapat mencapai 30 kali lebih kecil dari ukuran terbesarnya (Kennish, 1990:43). Tetapi proses pengurangan ukuran ini terbatas sampai suatu 18 generasi tertentu. Apabila generasi itu telah tercapai diatom akan meninggalkan kedua katupnya dan terbentuklah apa yang disebut auxospore. Gambar 2. Proses pengecilan ukuran diatom dan pembentukan Auxospore (sumber: Nybakken, 1988:38) Karena mampu mendegradasi bahan anorganik yang ada di sekitarnya menjadi bahan organik melalui proses, pertumbuhannya dapat didorong dengan memperkaya kandungan bahan organik maupun anorganik. Kemampuan untuk mengolah bahan organik dan anorganik ini dapat diketahui menggunakan indeks saprobitas. klasifikasi air menggunakan metode saprobik adalah klasifikasi kualitas air secara biologi yang dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan kadar DO yaitu : 1. Oligosaprobik : Bersih, tanpa adanya bahan pencemar dan mengandung oksigen terlarut (DO) tinggi. 2. β- mesosaprobik : Tingkat polusi ringan, dengan kandungan oksigen terlarut (DO) masih tinggi. 19 3. α- mesosaprobik : Tingkat polusi sedang atau menegah dengan kandungan oksigen terlarut (DO) tidak terlalu tinggi. 4. Polisaprobik : Tercemar berat, dengan kandungan oksigen terlarut (DO) sangat rendah. 5. Antisaprobik : Sangat tercemar, tidak ada organisme hidup yang mampu hidup di perairan ini. (stats.oecd.orgglossarydetail.asp,2001:7). Menurut Sachlan (1982:12), fitoplankton dikelompokkan ke dalam 5 devisi yaitu: Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar) kecuali Euglenophyta semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air tawar dan air laut. c. Diatomae (Chrysophyta) Diatomae adalah alga bersel satu, umumnya mikroskopik dan tidak memiliki alat gerak. Dinding sel tersusun atas dan belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup (epiteca) yang tersusun dari silica dioksida. Dinding sel diatomae biasa disebut cangkang (frustules). Diatomae tersebar secara luas di dunia baik dalam air tawar maupun air laut tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau membenuk koloni. Sel diatomae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning coklat yang mengandung klorofil–a, karotin, santofil dan korotinoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatomae tidak mempunyai zat warna dan hidup sebagai saprofit. 20 Reproduksi dapat secara aseksual yaitu dengan pembelahan ganda. Sedangkan secara seksual dengan oogami. Kelompok diatomae yang paling banyak diemui di air tawar adalah Asteromella, Melosira, Synendra, Naviculla, Nazchia dan lain-lain (Gembong Tjitroseepomo, 2001:48) d. Alga hijau (Chlorophyta) Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar, beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Alga ini merupakan kelompok alga yang paling beragam karena ada yang bersel tunggal, koloni dan bersel banyak. Warna hijau karena terdapat klorofil a dan b, karotine, zantofil, dimana klorofil a yang terdapat dalam jumlah banyak. Alga hijau mempunyai susunan tubuh yang bervariasi baik dalam ukuran maupun dalam bentuk dan susunannya. Ada chlorophyta yang terdiri dari sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Dinding sel tersusun atas dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulosa dan lapisan luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa volvocales dindingnya tidak mengandung selulosa melainkan tersusun oleh glikoprotein. Perkembangbiakan kelompok alga hijau dapat secara aseksual dan juga secara seksual, perkembangbiakan secara aseksual dilakukan 21 dengan membelah diri dan spora. Sedangkan secara seksual dapat dilakukan dengan konjugasi, difusi dan oogami. e. Alga biru (Cyanophyta) Alga biru (cynophyceae, atau ganggang schizophyceae, belah atau myxophyceae) ganggang adalah lender golongan ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. Warna biru kehijauan, autotrof. Inti dan kromotora tidak ditemukan. Dinding sel mengandung pectin, hemisellulosa dan sellulosa yang kadang-kadang berupa lender. Pada bagian plasmanya terkandung zat warna klorofil–a, karotenoid dan dua macam kromporitein yang larut dalam air, yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang berwarna merah. Habitatnya adalah di air tawar, air laut, tentang yang lembeb, batu-batuan yang basah, menempel pada tumbuhan atau hewan, di kolam yang banyak mengandung bahan organik (nitrogen) disumber air panas (suhu mencapai 80 ºC), dan di perairan yang tercemar. Ganggang hijau-biru hidup secara soliter (mandiri) atau berkelompok (koloni). Individu yang berkoloni biasanya merupakan benang (filament), dengan rikom (abung), dan memiliki selubung. Cyanophyceae umumnya tidak bergerak dianara jenis-jenis yang berbenuk benang mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada 22 alas yang basah, idak erdapa bulu cambuk, gerakan mungkin karena adanya konraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lender. Cyanophyta merupakan makhluk hidup pentis. Makhluk hidup pentis adalah makhluk hidup pertama yang memberi kemungkinan hidup pada makhluk hidup lain ditempat yang sulit dijadikan tempat hidup. Perkembangbiakan selalu vegetative dengan membelah dan perkembangbiakan secara seksual belum pernah ditemukan (Gembong Tjitrosoepomo, 2001:56). f. Dinoflagellata (Euglonophyta) Filum ini hidup 90% dalam air tawar dimana terdapat banyak bahan organik. Beberapa genera dari euglenaceae, dapa membenuk kita yang menutupi selruh permukaan perairan yang berwarna merah hijau dan kuning mempunyai titik merah bagian anterior dalam tubuhnya yang sensitive terhadap sinar dan dianggap sebagai matanya (Sachlan, 1978:73). Dinoflagellata dikenal dengan adanya dua flagella yang digunakan sebagai alat gerak. Kelompok Dinoflagellata ini tidak mempunyai kerangka luar yang terbuat dari silicon, tetapi memiliki dinding pelindung yang terdiri atas selulosa. Dinoflagellata hidup secara soliter dan jarang sekali berbentuk rantai. Dinoflagellata berreproduksi dengan membelah diri seperti diatomae (Nyabakken, 1988:8) 23 Hasil asimilasi berupa tepung atau minyak. Kromatofora banyak dan berwarna kuning coklat, mengandung karotenoid dan klorofil. Kelompok Dinoflagellata menyebabkan warna merah kecoklaan pada suat perairan, sementara pada ekosistem laut digunakan rid ride apabila terjadi ledakan populasi dari jenis ini (Gembong Tjitrosoepomo, 2001:80) Menurut Nontji (1993:67), fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar (no. 25) adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 µm. Fitoplankton yang bisa tertangkap dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok yakni Diatom, Dinoflagellata dan alga biru (Cyanophyceae) 5. Bio-Indikator pencemaran air Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup NO. 02/MENKLH/I/1988, yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan cara pengamatannya, pengamatan indikator dan komponen pencemaran air digolongkan menjadi: 24 a. Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu air, perubahan rasa dan warna air. b. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH. c. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama bakteri patogen. (Wardhana, 1995:134-135). Indikator atau tanda bahaya di lingkungan air telah tercemar adalah perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui : 1) Adanya perubahan suhu air 2) Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen 3) Adanya perubahan warna, bau dan rasa 4) Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut 5) Adanya mikroorganisme 6) Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Wardhana, 1995:74) Bioindikator (indikator biologi) adalah spesies atau populasi tumbuhan, hewan atau mikroorganisme, dimana kehadiran, vitalitas dan responsnya berubah karena pengaruh kondisi lingkungan. Setiap spesies merespons perubahan lingkungan sesuai dengan stimulus yang diterimanya. Respons yang diberikan mengindikasikan perubahan dan tingkat pencemaran yang terjadi di lingkungannya. Respons yang diberikan oleh masing-masing 25 spesies terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya dapat sangat sensitif, sensitif, atau resisten (http//tumoutou.net,2001:3) Menurut Nobel dalam Kovacs (1992:42), indikator biologi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Spesies indikator: kehadiran atau ketidakhadirannya mengindikasikan terjadi perubahan di lingkungan tersebut. mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan lingkungan (stenoecious), bila kehadiran, distribusi serta kelimpahannya tinggi, maka spesies tersebut merupakan indikator positif. Sebaliknya, ketidakhadiran atau hilangnya suatu spesies karena perubahan lingkungannya, disebut indikator negatif. 2. Spesies monitoring: mengindikasikan terdapatnya polutan di lingkungan baik kuantitas maupun kualitasnya. Monitoring sensitif, sangat rentan terhadap berbagai polutan, sangat cocok untuk menunjukkan kondisi yang akut dan kronis. Monitoring akumulating, merupakan spesies yang resisten dan dapat mengakumulasi polutan dalam jumlah besar ke dalam jaringannya, tanpa membahayakan kehidupannya. Monitoring akumulating dapat berupa indikator pasif, yaitu spesies yang secara alami terdapat di lingkungan yang terpolusi, serta indikator aktif (eksperimental), yaitu spesies yang sengaja dibawa dari lingkungan alami yang tidak terpolusi ke lingkungan yang terpolusi (transplantasi). 3. Spesies uji, adalah spesies yang dipakai untuk mengetahui pengaruh polutan tertentu, sehingga sangat cocok untuk studi toksikologi. Banyak tumbuhan dan hewan dapat digunakan sebagai indikator dari pencemaran air, udara dan tanah. Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu 26 spesies dapat dipakai sebagai indikator biologi adalah jumlahnya (kelimpahan) yang cukup dan mempunyai reaksi yang spesifik terhadap perubahan lingkungannya (Kovacs, 1992:36). Apabila pencemaran diperkirakan melalui jalur air maka indikator biologisnya dapat ditentukan melelui hewan atau tanaman yang hidup dalam air (baik air sungai, danau maupun laut). Indikator biologis yang ada pada jalur air dan mungkin akan sampai kepada manusia adalah: 1. Fitoplankton, jenis plankton tanaman 2. Zooplanton, jenis plankton hewan 3. Moluska, jenis siput-siputan 4. Crustasea, jenis udang-udangan 5. Ikan dan sebagainya (Wardhana, 1995:108-109). Menurut Pearson (1994:85), ada beberapa kriteria umum untuk menggunakan suatu jenis organisme, sebagai bioindikator adalah : 1. Secara taksonomi telah stabil dan cukup diketahui. 2. Sejarah alamiahnya diketahui. 3. Siap dan mudah disurvei dan dimanipulasi. 4. Taksa yang lebih tinggi terdistribusi secara luas pada berbagai tipe habitat. 5. Taksa yang lebih rendah spesialist dan sensitif terhadap perubahan habitat. 6. Pola keanekaragaman mengambarkan atau terkait dengan taksa lainnya yang berkerabat atau tidak. 7. Memiliki potensi ekonomi yang penting. 27 6. Baku Mutu Kualitas Perairan Berkaitan dengan pemanfaatan perairan darat sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga, pertanian, peternakan, perikanan, dan untuk industri maka pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang pengendalian pencemaran air. Beberapa klasifikasi diperuntukan air tawar dan penggunaannya berdasarkan standar AMDAL adalah: a. Air golongan I : Air yang dapat digunakan untuk air baku (air minum) secara langsung tanpa harus dimasak/diolah terlebih dahulu atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut. b. Air golongan II : Air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut. c. Air golongan III : Air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut. d. Air golongan IV : Air yang dapat digunakan untuk mengairi keperluan pertanian, industri, pembangkit listrik atau dapat digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut. 28 7. Faktor – faktor yang mempengaruhi perairan Beberapa nilai penting yaitu faktor abiotik yang sangat mempengaruhi kehidupan organisme air meliputi: a. Faktor Fisik 1) Suhu atau temperatur Air mempunyai sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan terjadi lebih lambat daripada udara. Variasi suhu dalam air tidak sebesar jika dibandingkan di udara hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit. Perubahan suhu menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang amat mempengaruhi kehidupan akuatik (Odum, 1993: 369-370). Kenaikan temperatur akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: a) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. b) Kecepatan reaksi kimia meningkat. c) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. d) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. ( Fardiaz,1992:22-23) Temperatur mempunyai akibat yang bertolak belakang dalam proses hidup, yaitu panas menaikkan energi kinetik 29 molekul, karena itu mempercepat reaksi kimia (proses biologis naik dua sampai empat kali lipat tiap temperatur naik 100C), dan senyawa biologis tertentu (enzim) menjadi tidak stabil dan tidak berfungsi pada temperatur tinggi. Gabungan dari dua faktor ini akan menghasilkan rentang temperatur optimum untuk proses biologi. Enzim biasanya beradaptasi pada fungsi terbaik di dalam rentangan temperatur tertentu dalam tubuh organisme (Hadisubroto, 1989: 25). 2) Kecepatan arus Kecepatan arus dapat berpengaruh pada beberapa hal, antara lain oksigen terlarut (DO), pH, dan juga kadar bahan yang terlarut pada air. Kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar di tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang sama (membujur ataupun melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke waktu. Di dalam aliran yang besar atau sungai, arus dapat berkurang sedemikian rupa sehingga menyerupai kondisi air yang tergenang (Odum, 1993: 393). 3) Kekeruhan atau turbiditas Penetrasi cahaya seringkali terhalang oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis yang merupakan habitat akuatik yang dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, seringkali 30 penting sebagai faktor pembatas. Sebaliknya bila kekeruhan disebabkan oleh mikroorganisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi prokdutivitas. Kejernihan dapat diukur dengan alat yang sangat sederhana yang disebut cakram secchi. Fotosintesis masih dapat terjadi pada intensitas rendah, tingkatan 5% menandai batas bawah kebanyakan zona fotosintesis (Odum, 1993: 370-71). 4) Substrat dasar Tipe dasar yang dapat berupa kerikil, tanah liat, batuan utama atau pecahan batu menentukan sifat komunitas serta kerapatan populasi dari komunitas dominan. Dasar yang keras terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan tempat yang cocok untuk organisme (binatang atau tumbuh-tumbuhan) untuk menempel atau melekat. Dasar di air tenang yang lunak dan terus menerus berubah umumnya membatasi organisme bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar lagi, yang gerakan airnya lebih lambat, lebih sesuai untuk nekton, neuston dan plankton. Pasir atau lumpur halus biasanya merupakan tipe dasar yang paling tidak sesuai dan mendukung jenis dan individu tanaman dan binatang bentik. Dasar tanah liat umumnya lebih sesuai daripada pasir. Bidang batu yang datar atau pecahan batu bisanya menghasilkan variasi organisme dasar yang paling besar dan paling padat (Odum, 1993: 395). 31 b. Faktor Kimiawi 1) Derajat keasaman (pH) Air normal yang memenuhi syarat suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 1995:75). Bakteri, ikan, dan plankton dipengaruhi oleh perubahan pH. Bakteri hidup subur di air yang sedikit asam. Umumnya air yang tidak tercemar memiliki pH antara 6-7. Air dari pabrik kertas, pabrik baja mungkin memiliki pH ±3. Bila air melewati batu kapur atau batu berkarbonat, pH mungkin mencapai 10-11 (Hadisubroto, 1989:208-209). Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) akan sangat menggangu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan menyebabkan pengkaratan pipa-pipa besi (Fardiaz,1992:22). 2) Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) Hampir semua organisme, termasuk tumbuh-tumbuhan hijau, memerlukan oksigen untuk respirasi. Meskipun oksigen banyak dijumpai di atmosfer (kurang lebuh 20%), namun oksigen 32 tidak terlalu siap terlarut dalam air. Keterlarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Air tawar pada temperatur 0 C mengandung konsentrasi oksigen kira kira 10 milimeter per liter atau kira kira 1% dari volumenya atau 1/20 dari udara. Konsentrasi yang demikian tidak pernah dicapai secara alami oleh air secara alami di alam, konsentrasi biasanya bergerak dari maksimum 6 ml sampai nol (kondisi anaerobik) (Hadisubroto, 1989:31). Oksigen merupakan salah satu faktor kritis dari lingkungan air, karena temperatur turun, tingkat kejenuhan oksigen meningkat, keterlarutan oksigen di air tawar juga lebih tinggi daripada air asin. Oksigen tersedia bagi fotosintesis tumbuh tumbuhan dan pertukaran dengan atmosfer. Karena sumber oksigen terlarut adalah dekat dengan permukaan, konsentrasi oksigen akan menurun dengan makin dalamnya air. Pada temperatur kamar jumlah oksigen terlarut dalam air adalah 8 milimeter per liter. Kebanyakan ikan hidup pada konsentrasi 4mg/l (Hadisubroto, 1989:209). Aliran air biasanya dangkal, luas permukaan yang berhubungan dengan udara, dan gerakan yang tetap, aliran air biasanya mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup, bahkan dalam keadaan tanpa tumbuhan hijau. Organisme di aliran air 33 biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen (Odum, 1993: 394). Kandungan oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar antara 6 - 8 mg/liter pada suhu 25 C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Mc Neely 1979 dalam Effendi 2003). Sanusi (2004), menyatakan bahwa DO yang berkisar antara 5,45 – 7,00 mg/liter ini pun cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Semakin rendah nilai DO suatu perairan, maka semakin tinggi pencemaran dalam suatu ekosistem perairan tersebut. Kualitas air dapat diklasifikasikan menjadi lima golongan berdasarkan kandungan oksigen terlarut seperti yang terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Penggolongan kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut (Sachmitz 1971 dalam Lumbantobing 1996). Golongan Kandungan O2 terlarut (ppm) Kualitas air I > 8 atau perubahan terjadi dalam waktu pendek Sangat baik II 6,0 Baik III 4,0 kritis IV 2,0 Buruk V < 2,0 Sangat buruk 3) BOD ( Biological Oxygen Demand ) BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk 34 memecah atau mengoksidasi bahan anorganik dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahanbahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel (Fardiaz,1992:35). 4) Nitrat Nitrogen selalu ada dalam ekosistem perairan dan kebanyakan melimpah dalam bentuk gas. Secara reaktif jumlah yang sedikit ada dalam kombinasi bentuk amonia (NH4-), nitrat (NO2-), urea (CO[NH2]2) dan terlarut dalam senyawa organik. Dari semuanya, nitrat paling penting bagi sel hidup. Sel hidup biasanya mengandung total nitrogen kira-kira 5 persen dari berat kering. Ketersediaan macam-macam senyawa nitrogen mempengaruhi variasi, kelimpahan dan nilai nutrisi hewan dan tanaman akuatik. Nitrat secara normal paling umum adalah dalam bentuk kombinasi nitrogen anorganik dalam danau dan aliran. Konsentrasi dan jumlah persediaan nitrat sangat berhubungan dengan praktek penggunaan lahan di sekitar perairan. Ion-ion 35 nitrat bergerak dengan mudah melewati tanah dan dengan mudah hilang dari tanah pada sistem drainase alami. Ini berbeda dengan ion-ion fosfat dan amonium yang tertahan oleh partikel tanah (Goldman, 1983:131). 5) Fosfat Walaupun dibutuhkan dalam jumlah kecil, fosfor adalah salah satu elemen pembatas pertumbuhan fitoplankton, karena fosfor geokimia pada kebanyakan kolam drainase bersama dengan kekurangan fosfor yang sama untuk fiksasi nitrogen. Fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat (PO4) untuk pertumbuhan (Goldman, 1983:131). Fosfat berbeda dengan nirat, diserap oleh partikel tanah dan tidak bergerak dengan mudah oleh air tanah. Fosfor tidak dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam jumlah besar seperti karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen, tetapi fosfor salah satu elemen pembatas di tanah dan air tawar. Alasan utama untuk hal ini ada 3 hal yaitu: (1) fosfor mengandung mineral yang secara geokimia langka dan jadi persediaan nutrisi normal yang berasal dari batuan yang akan kekurangan fosfor, (2) tidak ada fase gas dalam siklus fosfor jadi tidak ada persamaan dengan fiksasi nitrogen, dan (3) fosfor cukup reaktif untuk mengikat dengan rapat pada variasi tanah (Goldman, 1983:132). 36 8. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Perairan dengan Keanekaragaman Jenis Fitoplankton Kandungan oksigen terlarut dalam perairan mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya, sehingga dapat menimbulkan kompetisi untuk memperoleh oksigen yang berguna untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi (Hammer, 1996). Kompetisi umumnya terjadi antara makhluk hidup atau biota yang berada dalam sistem interaksi, bagi organisme yang lemah akan punah, sebaliknya yang menang akan berkembang. Kompetisi akan menimbulkan toleransi yang merupakan interaksi antara biota dengan faktor lingkungan (Odum,1993). Selanjutnya toleransi akan terjadi proses untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Turbiditas atau kekeruhan dapat mempengaruhi penentrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga akan membatasi kelangsungan fotosintesis. Jika turbiditas suatu perairan memiliki angka yang tinggi maka perairan itu sangat keruh sekali. Kekeruhan bisa terjadi karena kandungan sedimen yang tinggi pada air yang akan mempercepat pendangkalan sumber mata air. Kekeruhan didalam air terdiri dari lempung, bahan organik dan mikroorganisme. Alga dalam jumlah besar juga dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna air. (Suripin,2002:113) B. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS Telaga jongge merupakan salah satu telaga yang berada di Kabupaten Gunungkidul yang airnya tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Pada saat ini, perairan Telaga Jongge ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat untuk rekreasi, mandi, mencuci, irigasi, aktifitas perikanan dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Aktifitas masyarakat sehari-hari inilah yang dapat mempengaruhi kualitas kondisi 37 perairan Telaga Jongge. Perubahan kualitas kondisi perairan tersebut dapat ditandai dengan perubahan fisik dan kimiawi air. Untuk lebih lengkap inilah alur kerangka berfikir yang dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut: Aktivitas masyarakat memanfaatkan perairan Telaga Jongge Ekosistem telaga jongge Biota perairan 1. Fitoplankton – produsen 2. Zooplankton, bentos, perifiton, ikan konsumen Identifikasi Observasi Keanekaragaman Jenis Fitoplankton Faktor abiotik (fisik - khemis) Suhu air, pH air, intensitas cahaya, DO, kekeruhan Gambar 3. Skema alur kerangka berfikir 38 Status perairan Telaga Jongge