6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DESKRIPSI TEORI 1. Ekosistem

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DESKRIPSI TEORI
1.
Ekosistem Perairan Air Tawar
Ekosistem perairan dibedakan dalam tiga kategori utama yaitu
ekositem air tawar, ekosistem estuarin, dan ekosistem laut. Habitat air tawar
dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu sistem lentik (kolam, danau,
situ, rawa, telaga, waduk) dan sistem lotik (sungai). Sistem lentik adalah
suatu perairan yang dicirikan air yang mengenang atau tidak ada aliran air,
sedangkan sistem lotik adalah suatu perairan yang dicirikan oleh adanya
aliran air yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir.
Seperti yang sudah dikatakan bahwa habitat air tawar itu dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu air tawar mengalir (lotik) dan air tawar
diam (lentik).
a.
Perairan Mengalir (lotik)
Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas
membedakannya dari air menggenang walaupun keduanya merupakan
habitat air tawar. Semua perbedaan itu tentu saja mempengaruhi bentuk
serta kehidupan tumbuhan dan hewan yang menghuninya. Satu
perbedaan mendasar antara danau dan sungai adalah bahwa danau
terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air yang mengisi
cekungan itu, tetapi danau setiap saat dapat terisi oleh endapan sehingga
6
menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah
ada sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap
adanya saluran selama masih terdapat air yang mengisinya (Ewusie,
1990:186)
b.
Perairan Menggenang (Lentik)
Perairan menggenang dibedakan menjadi perairan alamiah dan
perairan buatan. Berdasarkan proses terbentuknya perairan alamiah
dibedakan menjadi perairan yang terbentuk karena aktivitas tektonik
dan aktivitas vulkanik. Beberapa contoh perairan lentik yang alamiah
antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga, sedangkan perairan
buatan antara lain adalah waduk.
2.
Zona Perairan Air Tawar
Menurut Odum (1996:11), zonasi pada perairan air tawar berbeda
dengan zonasi perairan air laut. Zonasi perairan air tawar dapat dibedakan
berdasarkan letak dan intensitas cahaya sebagai berikut:
a.
Zona Litoral
Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan
dengan daratan. Pada daerah ini terjadi pencampuran sempurna antara
berbagai faktor fisika kimiawi perairan. Organisme yang biasanya
ditemukan antara lain adalah tumbuhan aquatik berakar atau
mengapung, siput, kerang, crustacea, serangga, ampfibi, ikan, perifiton
dan lain-lain.
7
b.
Zona Limnetik
Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zona litoral
di satu sisi dan zona litoral disisi lain. Zona ini memiliki berbagai
variasi secara fisik, kimiawi maupun kehidupan di dalamnya.
Organisme yang hidup dan banyak ditemukan di daerah ini antara lain
ikan, udang dan plankton.
c. Zona Profundal
Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima
sedikit cahaya matahari dibandingkan daerah litoral dan limnetik.
Bagian ini dihuni oleh sedikit organisme terutama organisme bentik
karnivor dan detrifor.
d. Zona Sublitoral
Merupakan daerah peralihan antara zona litoral dan zona
profundal. Sebagai daerah peralihan zona ini banyak dihuni oleh
banyak jenis organisme bentik dan juga organisme temporal yang
datang untuk mencari makan.
3.
Karakteristik Perairan Telaga
Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar
1.368 juta km3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es,
cairan dan salju. Komposisi air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air
tanah, dan gunung es. Semua bentuk air di daratan dihubungkan dengan laut
dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara terus menerus
(Effendi, 2003:36). Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan
8
(surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan merupakan air
yang berada di waduk, sungai, danau, rawa dan badan air lainnya yang tidak
mengalami peresapan ke dalam tanah.
Telaga merupakan genangan air tawar dangkal yang terbentuk secara
alami dan masih dapat ditembus sinar matahari hingga bagian dasarnya.
Telaga banyak sekali terdapat di Indonesia. Telaga mendapat debit airnya
secara periodik di musim hujan, Pada musim kemarau kadang debit airnya
menyusut drastis. Menurut Masyamsir (2000:25), ciri - ciri telaga dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a.
Banyak- terdapat tumbuh-tumbuhan litoral.
b.
Biasanya danau terletak pada tempat yang datar, kadang-kadang
terdapat di pegunungan.
c.
Air berwarna hijau sampai hijau kuning disebabkan oleh warna tumbuh
- tumbuhan yang terkandung dalam air danau sehingga kecerahan air
rendah.
d.
Kadar nitrat dan phospat tinggi.
e.
Pada musim panas terjadi pengurangan oksigen karena kegiatan
plankton hewani.
f.
Lumpur dasar danau, kaya akan bahan organik dan proses dekomposisi
pada lumpur danau biasanya kuat.
g.
Banyak terdapat fitoplankton sehingga sering terjadi blooming.
9
Telaga dapat difungsikan sebagai daerah konservasi dan tempat
wisata alam yang memiliki sumber keanekaragaman hayati yang cukup besar.
Ekosistem telaga terdiri atas unsur organisme dan lingkungan yang
saling berinteraksi antar keduanya. Menurut Tansley (1978:32), semua
organisme dan lingkungannya yang terdapat dilokasi tertentu merupakan
unsur-unsur yang oleh para ahli ekologi disebut ekosistem. Ekosistem mesti
terdiri dari satu atau beberapa komunitas dan masing-masing komunitas
terdiri produsen, konsumen dan pengurai. Hubungan antara produsen,
konsumen dan pengurai membentuk mata rantai dan pada masing-masing
rantai ini terjadi arus energi.
Gambar 1. Struktur Telaga atau perairan tawar berdasarkan zona kedalaman
Kegunaan telaga, rawa dan danau sangat vital untuk penampung
sementara akan limpahan air hujan dan mempertahankarmya di musim
kemarau. Kegunaan utama tersebut merupakan hal yang wajar, namun
masalah yang sangat dikhawatirkan adalah kecepatan berubahnya fungsi
10
sistem tersebut menjadi penampung berbagai macam polutan dan limbah baik
pabrik maupun rumah tangga (Bapedalda, 2002:17).
4.
Plankton
Istilah plankton berasal dari kata Yunani yang berarti pengembara
Plankton adalah organisme (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya bebas
melayang-layang, hanyut terapung didalam air yang kemampuan geraknya
terbatas sehingga mudah terbawa arus air (Yudhi, 2008:12). Plankton memiliki
ukuran yang sangat kecil kurang lebih 0,45mm yang tak nampak oleh mata
telanjang
Plankton
dibagi
dalam
dua
golongan
besar
yaitu
fitoplankton/plankton tumbuhan atau nabati dan zooplankton/plankton
hewani (Arinardi et. al., 1994:24).
Menurut Nontji (1987:8) plankton adalah organisme baik hewan
maupun tumbuhan yang hidup melayang diperairan, kemampuan geraknya
sangat terbatas sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Dan Odum
(1994:16) menyatakan bahwa plankton adalah organisme yang mengapung
diperairan dan pergerakanya kurang lebih tergantung pada arus, secara
keseluruhan plankton tidak dapat bergerak melawan arus. Sedangkan menurut
Sachlan,(1982:23) Plankton adalah jasad-jasad renik yang hidup melayang
dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya
dipengaruhi oleh arus. Selanjutnya Sumich (1999:18) mengatakan bahwa
plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu Fitoplankton
(plankton nabati) dan Zooplankton (plankton hewani).
11
Menurut Thurman (1984:57) dalam perairan Fitoplankton merupakan
produsen primer (produsen utama dan pertama) sehingga keberadaan
fitoplankton dalam perairan mutlak adanya. Pendapat ini dikuatkan oleh
Sachlan (1982:17), Meadows and Campbell (1993:59) dan Sumich (1999:46)
bahwa fitoplankton merupakan organisme berklorofil yang pertama ada di
dunia dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton sebagai konsumen
primer, maupun organisme aquatik lainnya sehingga populasi zooplankton
maupun populasi konsumer dengan tingkat tropik yang lebih tinggi secara
umum mengikuti dinamika populasi plankton.
Fitoplankton adalah organisme yang hidup melayang-layang di dalam
air, relatif tidak memiliki daya gerak, sehingga eksistensinya sangat
dipengaruhi oleh gerakan air seperti arus, dan lain-lain (Odum, 1971:42).
Reynolds dkk (1984:78), mengatakan bahwa fitoplankton yang hidup di air
tawar terdiri dari tujuh kelompok besar filum antara lain Cyanophyta (alga
biru), Cryptophyta, Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta, Pyrhophyta
(dinoflagellates),
Raphydophyta,
dan
Euglenophyta. Setiap spesies
fitoplankton yang berbeda dalam kelompok filum tersebut mempunyai respon
yang berbeda-beda pula terhadap kondisi habitat perairannya, sehingga
mempunyai komposisi spesies fitoplankton bervariasi pula dari satu tempat
ke tempat lainnya. (Welch,1952:58)
Plankton air tawar dibedakan menjadi 2 jenis yaitu menjadi
limnoplankton dan rheoplankton.
Limnoplankton adalah plankton yang
hidup di perairan tergenang, sedangkan rheoplankton adalah plankton yang
12
hidup di perairan mengalir. Keberadaan plankton di perairan mengalir
dipengaruhi oleh lingkungan sungai yang seringkali komposisinya berubah
yang berkaitan dengan pergerakan air, kekeruhan, suhu, dan nutrient.
Fitoplankton termasuk dalam komponen autotrof plankton. Autotrof adalah
organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri yang
berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti
matahari dan bahan-bahan kimia. (Hynes,1972:58)
Fitoplankton sebagai organisme autotrof memperoleh energi melalui
proses yang dinamakan fotosintesis sehingga mereka harus berada pada
bagian permukaan-permukaan yang biasa disebut sebagai zona euphotik.
Dalam ekosistem air, hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton
bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktifitas primer.
Melalui proses fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang
memenuhi atmosfer bumi. Kemampuan mereka untuk mensintesis sendiri
bahan organiknya menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar
rantai makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar.
(Barus,2002:45)
Fitoplankton selain dari hasil fotosintesis juga membutuhkan nutrisi
untuk pertumbuhannya. Setiap spesies fitoplankton mempunyai respon yang
berbeda-beda terhadap perbandingan nutrien yang terlarut dalam badan air.
Nutrisi - nutrisi ini terutama berupa makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau
asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh keseimbangan antara
mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi
13
tinggi dan dalam. Selain makronutrisi fitoplankton juga dipengaruhi oleh
adanya ketersediaan mikronutrisi besi yang terkadung pada badan air. Oleh
karena itu, untuk mempertahankan kehidupannya fitoplankton melakukan
proses fotosintesis dan respirasi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sekitarnya, sehingga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dalam badan
air.
Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi kelimpahan fitoplankton
dalam suatu perairan adalah arus, kandungan unsur hara, predator, suhu,
kecerahan, kekeruhan, pH, gas-gas terlarut, maupun kompetitor. Kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan berkaitan dengan pemanfaatan unsur hara dan
radiasi sinar matahari. Selain itu, kelimpahan fitoplankton juga dipengaruhi
suhu, lingkungan, dan pemangsaan oleh zooplankton. (Basmi,1988:68)
Menurut Basmi (1995 : 23-25) bahwa plankton dapat dikelompokkan
berdasarkan beberapa hal yaitu:
a.
Nutrient pokok yang dibutuhkan, yang terdiri atas:
1) Fitoplankton yakni plankton nabati ( >90% terdiri dari alga) yang
mengandung klorofil yang mampu mensitesa nutrisi anorganik
menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang
berasal dari sinar matahari.
2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur)
yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi
dan energi dari sisa organism lain yang telah mati.
14
3) Zooplankton,
yakni
plankton
hewani
yang
makanannya
sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih
hidup maupun parikel-partikel sisa organisme seperti detritus,
disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.
b.
Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas :
1) Limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di air tawar.
2) Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut.
3) Hipalmyroplankton yaitu plankton yang hidup diair payau.
4) Plankton yaitu plankton yang hidupnya di kolam.
c.
Berdasarkan ada tidaknya sinar ditempat mereka hidup terdiri atas:
1) Hipoplankton yaitu plankton yang hiduplnay di zona afotik.
2) Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.
3) Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan
yang juga umumnya tanpa sinar.
d.
Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan
berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar
yaitu terdiri atas:
1) Autogenik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu
sendiri.
2) Allogenik plankton yang merupakan plankton yang datang dari
perairan lain.
Kelimpahan fitoplankton dalam suatu ekosistem apabila didominasi
oleh satu atau sejumlah kecil jenis saja maka dapat mempengaruhi
15
keanekaragaman jenis fitoplanktonnya. Hal ini dapat terjadi jika individu dari
jenis tertentu digantikan oleh jenis yang mampu berkembang biak dengan
cepat. Fitoplankton (plankton tumbuhan atau nabati) adalah organisme
plankton yang berukuran kecil, berklorofil dan mampu melakukan
fotosintesis. Sifat lain fitoplankton adalah mampu tumbuh dan berkembang
dengan pesat dalam densitas tinggi dan tersebar dalam area yang luas.
Produktivitas primer merupakan hasil proses fotosintesis yang
dilakukan oleh tumbuhan berklorofil (Michael, 1989:34). Aktivitas
fotosintesis di dalam perairan dilakukan sebagian besar oleh fitoplankton dan
hasil dari fotosintesisnya merupakan sumber nutrisi utama bagi organisme
perairan air lainnya.
Konsumen utama fitoplankton dimulai dengan
zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lainnya (Barus,2004:67).
Perubahan kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau
dari kelimpahan dan komposisinya. Keberadaan fitoplankton di perairan
dapat memberikan informasi tentang kondisi perairan. Fitoplankton juga
merupakan penyumbang oksigen terbesar untuk perairan.
Perairan
dikatakan
blooming
fitoplankton
jika
kelimpahan
fitoplanktonnya mencapai 5 x 106 sel/l. Akibatnya eutrofikasi menjadi
masalah bagi perairan danau/waduk yang disebut dengan blooming algae.
Ciri-ciri perairan yang mengalami eutrofikasi adalah warna air yang menjadi
kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya menjadi semakin meningkat
serta ditemukan enceng gondok yang bertebaran di area waduk. Akibat
blooming plankton ini, kualitas air menjadi buruk dan diikuti rendahnya
16
kosentrasi oksigen terlarut. Hal ini menyebabkan ikan dan spesies lainnya
tidak bisa tumbuh dengan baik pada akhirnya terjadi kematian massal.
Eutrofikasi
juga
menyebabkan
hilangnya
nilai
konservasi,
estetika,
rekresional, dan pariwisata. Salah satu cara untuk menjaga kondisi waduk
yaitu pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder). Cara ini
merupakan tekhnik pengendalian pencemaran biologis (Goldman dan Horne,
1983:17).
Menurut Nybakken (1988:45) ada beberapa mekanisme mengapung
yang dilakukan plankton untuk dapat mempertahankan diri tetap melayang
dalam kolom air yaitu antara lain:
1.
Pada plankton di lautan yaitu dengan mengubah komposisi cairancairan tubuh sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dibandingkan
densitas air laut. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh Noctiluca dengan
memasukkan amonium klorida (NH4Cl) ke dalam cairan tubuhnya.
2.
Membentuk pelampung berisi gas, sehingga densitasnya menjadi lebih
kecil dari densitas air. Contoh untuk jenis ini adalah ubur-ubur.
3.
Menghasilkan cairan yang densitasnya lebih rendah dari air laut. Cairan
tersebut biasanya berupa minyak dan lemak. Mekanisme ini banyak
dilakukan oleh diatom maupun zoolankton dari jenis copepoda.
4.
Memperbesar hambatan permukaan. Mekanisme ini dilakukan dengan
mengubah bentuk tubuh atau membentu semacam tonjolan/duri pada
permukaan tubuhnya.
17
Nybakken (1992:36) menyatakan bahwa plankton dapat digolongkan
berdasarkan ukuran. Penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton
dan zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas:
a.
Megaplankton, yaitu plankton yang berukuran 2.0 mm
b.
Makroplankton, yaitu plankton yang berukuran 0.2 – 2.0 mm
c.
Mikroplankton, yaitu plankton yang berukuran 20 µm – 0.2 mm
d.
Nanoplankton, yaitu plankton yang berukuran 2 µm – 20 µm
e.
Ultraplankton, yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 µm
Nanoplankton dan ultra plankton tidak dapat ditangkap dengan
plankton net baku tetapi menggunakan sentrifuge atau dengan filter milipor.
Menurut Kennish (1990:43) dan Nybakken (1988:36) sebagian besar
diatom melakukan reproduksi melalui pembelahan sel vegetatif. Sel akan
membelah menjadi dua bagian yaitu bagian atas (epiteka) dan bagian bawah
(hipoteka). Masing-masing bagian akan membentuk pasangannya yang baru
yaitub berwujud pasangan penutup. Bagian epiteka akan membuat hipoteka
dan bagian hipoteka akan membuat epiteka. Pembuatan bagian-bagian
tersebut disekresi atau diperoleh dari sel masing-masing sehingga semakin
lama semakin kecil ukuran selnya. Hasilnya adalah ukuran individu-individu
dari spesies yang sama tetapi dari generasi yang berlainan akan berbeda pula.
Reproduksi aseksual seperti ini menghasilkan sejumlah ukuran yang
bervariasi dari suatu populasi diatom pada suatu spesies. Ukuran terkecil
dapat mencapai 30 kali lebih kecil dari ukuran terbesarnya (Kennish,
1990:43). Tetapi proses pengurangan ukuran ini terbatas sampai suatu
18
generasi tertentu. Apabila generasi itu telah tercapai diatom akan
meninggalkan kedua katupnya dan terbentuklah apa yang disebut auxospore.
Gambar 2. Proses pengecilan ukuran diatom dan pembentukan
Auxospore (sumber: Nybakken, 1988:38)
Karena mampu mendegradasi bahan anorganik yang ada di sekitarnya
menjadi bahan organik melalui proses, pertumbuhannya dapat didorong
dengan memperkaya kandungan bahan organik maupun anorganik.
Kemampuan untuk mengolah bahan organik dan anorganik ini dapat
diketahui menggunakan indeks saprobitas. klasifikasi air menggunakan
metode saprobik adalah klasifikasi kualitas air secara biologi yang dibagi
menjadi 5 kategori berdasarkan kadar DO yaitu :
1.
Oligosaprobik : Bersih,
tanpa
adanya
bahan
pencemar
dan
mengandung oksigen terlarut (DO) tinggi.
2.
β- mesosaprobik : Tingkat polusi ringan, dengan kandungan oksigen
terlarut (DO) masih tinggi.
19
3.
α- mesosaprobik : Tingkat
polusi
sedang
atau
menegah
dengan
kandungan oksigen terlarut (DO) tidak terlalu tinggi.
4.
Polisaprobik
: Tercemar berat, dengan kandungan oksigen terlarut
(DO) sangat rendah.
5.
Antisaprobik
: Sangat tercemar, tidak ada organisme hidup yang
mampu hidup di perairan ini.
(stats.oecd.orgglossarydetail.asp,2001:7).
Menurut Sachlan (1982:12), fitoplankton dikelompokkan ke dalam 5
devisi yaitu: Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan
Euglenophyta (hanya hidup di air tawar) kecuali Euglenophyta semua
kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air tawar dan air laut.
c.
Diatomae (Chrysophyta)
Diatomae adalah alga bersel satu, umumnya mikroskopik dan
tidak memiliki alat gerak. Dinding sel tersusun atas dan belahan yaitu
kotak (hipoteca) dan tutup (epiteca) yang tersusun dari silica dioksida.
Dinding sel diatomae biasa disebut cangkang (frustules). Diatomae
tersebar secara luas di dunia baik dalam air tawar maupun air laut tetapi
juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau membenuk
koloni.
Sel diatomae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning
coklat yang mengandung klorofil–a, karotin, santofil dan korotinoid
lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatomae
tidak mempunyai zat warna dan hidup sebagai saprofit.
20
Reproduksi dapat secara aseksual yaitu dengan pembelahan
ganda. Sedangkan secara seksual dengan oogami. Kelompok diatomae
yang paling banyak diemui di air tawar adalah Asteromella, Melosira,
Synendra, Naviculla, Nazchia dan lain-lain (Gembong Tjitroseepomo,
2001:48)
d.
Alga hijau (Chlorophyta)
Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar,
beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Alga ini
merupakan kelompok alga yang paling beragam karena ada yang bersel
tunggal, koloni dan bersel banyak. Warna hijau karena terdapat klorofil
a dan b, karotine, zantofil, dimana klorofil a yang terdapat dalam
jumlah banyak.
Alga hijau mempunyai susunan tubuh yang bervariasi baik dalam
ukuran maupun dalam bentuk dan susunannya. Ada chlorophyta yang
terdiri dari sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang
bercabang-cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang
menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Dinding sel tersusun atas
dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulosa dan lapisan
luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa volvocales dindingnya
tidak mengandung selulosa melainkan tersusun oleh glikoprotein.
Perkembangbiakan kelompok alga hijau dapat secara aseksual
dan juga secara seksual, perkembangbiakan secara aseksual dilakukan
21
dengan membelah diri dan spora. Sedangkan secara seksual dapat
dilakukan dengan konjugasi, difusi dan oogami.
e.
Alga biru (Cyanophyta)
Alga
biru
(cynophyceae,
atau
ganggang
schizophyceae,
belah
atau
myxophyceae)
ganggang
adalah
lender
golongan
ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh
yang masih sederhana. Warna biru kehijauan, autotrof. Inti dan
kromotora tidak ditemukan.
Dinding sel mengandung pectin, hemisellulosa dan sellulosa yang
kadang-kadang berupa lender. Pada bagian plasmanya terkandung zat
warna klorofil–a, karotenoid dan dua macam kromporitein yang larut
dalam air, yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang
berwarna merah.
Habitatnya adalah di air tawar, air laut, tentang yang lembeb,
batu-batuan yang basah, menempel pada tumbuhan atau hewan, di
kolam yang banyak mengandung bahan organik (nitrogen) disumber air
panas (suhu mencapai 80 ºC), dan di perairan yang tercemar. Ganggang
hijau-biru hidup secara soliter (mandiri) atau berkelompok (koloni).
Individu yang berkoloni biasanya merupakan benang (filament), dengan
rikom (abung), dan memiliki selubung.
Cyanophyceae umumnya tidak bergerak dianara jenis-jenis yang
berbenuk benang mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada
22
alas yang basah, idak erdapa bulu cambuk, gerakan mungkin karena
adanya konraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lender.
Cyanophyta merupakan makhluk hidup pentis. Makhluk hidup
pentis adalah makhluk hidup pertama yang memberi kemungkinan
hidup pada makhluk hidup lain ditempat yang sulit dijadikan tempat
hidup. Perkembangbiakan selalu vegetative dengan membelah dan
perkembangbiakan secara seksual belum pernah ditemukan (Gembong
Tjitrosoepomo, 2001:56).
f.
Dinoflagellata (Euglonophyta)
Filum ini hidup 90% dalam air tawar dimana terdapat banyak
bahan organik. Beberapa genera dari euglenaceae, dapa membenuk kita
yang menutupi selruh permukaan perairan yang berwarna merah hijau
dan kuning mempunyai titik merah bagian anterior dalam tubuhnya
yang sensitive terhadap sinar dan dianggap sebagai matanya (Sachlan,
1978:73).
Dinoflagellata dikenal dengan adanya dua flagella yang
digunakan sebagai alat gerak. Kelompok Dinoflagellata ini tidak
mempunyai kerangka luar yang terbuat dari silicon, tetapi memiliki
dinding pelindung yang terdiri atas selulosa. Dinoflagellata hidup
secara soliter dan jarang sekali berbentuk rantai. Dinoflagellata
berreproduksi dengan membelah diri seperti diatomae (Nyabakken,
1988:8)
23
Hasil asimilasi berupa tepung atau minyak. Kromatofora banyak
dan berwarna kuning coklat, mengandung karotenoid dan klorofil.
Kelompok Dinoflagellata menyebabkan warna merah kecoklaan pada
suat perairan, sementara pada ekosistem laut digunakan rid ride apabila
terjadi ledakan populasi dari jenis ini (Gembong Tjitrosoepomo,
2001:80)
Menurut Nontji (1993:67), fitoplankton yang dapat tertangkap
dengan planktonet standar (no. 25) adalah fitoplankton yang memiliki
ukuran ≥ 20 µm. Fitoplankton yang bisa tertangkap dengan jaring
umumnya tergolong dalam tiga kelompok yakni Diatom, Dinoflagellata
dan alga biru (Cyanophyceae)
5.
Bio-Indikator pencemaran air
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup NO. 02/MENKLH/I/1988, yang dimaksud dengan polusi atau
pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain dan atau berubahnya tatanan (komposisi)
air atau udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau
udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Berdasarkan cara pengamatannya, pengamatan indikator dan komponen
pencemaran air digolongkan menjadi:
24
a.
Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu air, perubahan rasa
dan warna air.
b.
Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air
berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
c.
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air
berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama bakteri
patogen.
(Wardhana, 1995:134-135).
Indikator atau tanda bahaya di lingkungan air telah tercemar adalah
perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui :
1)
Adanya perubahan suhu air
2)
Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen
3)
Adanya perubahan warna, bau dan rasa
4)
Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut
5)
Adanya mikroorganisme
6)
Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
(Wardhana, 1995:74)
Bioindikator (indikator biologi) adalah spesies atau populasi tumbuhan,
hewan atau mikroorganisme, dimana kehadiran, vitalitas dan responsnya
berubah karena pengaruh kondisi lingkungan. Setiap spesies merespons
perubahan lingkungan sesuai dengan stimulus yang diterimanya. Respons
yang diberikan mengindikasikan perubahan dan tingkat pencemaran yang
terjadi di lingkungannya. Respons yang diberikan oleh masing-masing
25
spesies terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya dapat sangat
sensitif, sensitif, atau resisten (http//tumoutou.net,2001:3)
Menurut Nobel dalam Kovacs (1992:42), indikator biologi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Spesies indikator: kehadiran atau ketidakhadirannya mengindikasikan
terjadi perubahan di lingkungan tersebut. mempunyai toleransi yang
rendah terhadap perubahan lingkungan (stenoecious), bila kehadiran,
distribusi serta kelimpahannya tinggi, maka spesies tersebut merupakan
indikator positif. Sebaliknya, ketidakhadiran atau hilangnya suatu
spesies karena perubahan lingkungannya, disebut indikator negatif.
2.
Spesies
monitoring:
mengindikasikan
terdapatnya
polutan
di
lingkungan baik kuantitas maupun kualitasnya. Monitoring sensitif,
sangat rentan terhadap berbagai polutan, sangat cocok untuk
menunjukkan kondisi yang akut dan kronis. Monitoring akumulating,
merupakan spesies yang resisten dan dapat mengakumulasi polutan
dalam jumlah besar ke dalam jaringannya, tanpa membahayakan
kehidupannya. Monitoring akumulating dapat berupa indikator pasif,
yaitu spesies yang secara alami terdapat di lingkungan yang terpolusi,
serta indikator aktif (eksperimental), yaitu spesies yang sengaja dibawa
dari lingkungan alami yang tidak terpolusi ke lingkungan yang terpolusi
(transplantasi).
3.
Spesies uji, adalah spesies yang dipakai untuk mengetahui pengaruh
polutan tertentu, sehingga sangat cocok untuk studi toksikologi.
Banyak tumbuhan dan hewan dapat digunakan sebagai indikator dari
pencemaran air, udara dan tanah. Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu
26
spesies
dapat
dipakai
sebagai
indikator
biologi
adalah
jumlahnya
(kelimpahan) yang cukup dan mempunyai reaksi yang spesifik terhadap
perubahan lingkungannya (Kovacs, 1992:36).
Apabila pencemaran diperkirakan melalui jalur air maka indikator
biologisnya dapat ditentukan melelui hewan atau tanaman yang hidup dalam
air (baik air sungai, danau maupun laut). Indikator biologis yang ada pada
jalur air dan mungkin akan sampai kepada manusia adalah:
1.
Fitoplankton, jenis plankton tanaman
2.
Zooplanton, jenis plankton hewan
3.
Moluska, jenis siput-siputan
4.
Crustasea, jenis udang-udangan
5.
Ikan dan sebagainya
(Wardhana, 1995:108-109).
Menurut Pearson (1994:85), ada beberapa kriteria umum untuk
menggunakan suatu jenis organisme, sebagai bioindikator adalah :
1.
Secara taksonomi telah stabil dan cukup diketahui.
2.
Sejarah alamiahnya diketahui.
3.
Siap dan mudah disurvei dan dimanipulasi.
4.
Taksa yang lebih tinggi terdistribusi secara luas pada berbagai tipe
habitat.
5.
Taksa yang lebih rendah spesialist dan sensitif terhadap perubahan
habitat.
6.
Pola keanekaragaman mengambarkan atau terkait dengan taksa lainnya
yang berkerabat atau tidak.
7.
Memiliki potensi ekonomi yang penting.
27
6.
Baku Mutu Kualitas Perairan
Berkaitan dengan pemanfaatan perairan darat sebagai sumber air bersih
untuk keperluan rumah tangga, pertanian, peternakan, perikanan, dan untuk
industri maka pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah
Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang pengendalian pencemaran air.
Beberapa klasifikasi diperuntukan air tawar dan penggunaannya berdasarkan
standar AMDAL adalah:
a.
Air golongan I : Air yang dapat digunakan untuk air baku (air minum)
secara langsung tanpa harus dimasak/diolah terlebih dahulu atau dapat
digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan
kegunaan tersebut.
b.
Air golongan II : Air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi
keperluan pertanian atau dapat digunakan yang lainnya sebagai
mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.
c.
Air golongan III : Air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, mengairi keperluan pertanian atau dapat
digunakan yang lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan
kegunaan tersebut.
d.
Air golongan IV : Air yang dapat digunakan untuk mengairi keperluan
pertanian, industri, pembangkit listrik atau dapat digunakan yang
lainnya sebagai mempersyarat mutu air sama dengan kegunaan tersebut.
28
7.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perairan
Beberapa nilai penting yaitu faktor abiotik yang sangat mempengaruhi
kehidupan organisme air meliputi:
a.
Faktor Fisik
1)
Suhu atau temperatur
Air mempunyai sifat unik yang berhubungan dengan panas
yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suhu dalam air
lebih kecil dan perubahan terjadi lebih lambat daripada udara.
Variasi suhu dalam air tidak sebesar jika dibandingkan di udara
hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme
akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit. Perubahan
suhu menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang
amat mempengaruhi kehidupan akuatik (Odum, 1993: 369-370).
Kenaikan temperatur akan menimbulkan beberapa akibat
sebagai berikut:
a)
Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
b)
Kecepatan reaksi kimia meningkat.
c)
Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
d)
Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan
hewan air lainnya mungkin akan mati.
( Fardiaz,1992:22-23)
Temperatur mempunyai akibat yang bertolak belakang
dalam proses hidup, yaitu panas menaikkan energi kinetik
29
molekul, karena itu mempercepat reaksi kimia (proses biologis
naik dua sampai empat kali lipat tiap temperatur naik 100C), dan
senyawa biologis tertentu (enzim) menjadi tidak stabil dan tidak
berfungsi pada temperatur tinggi. Gabungan dari dua faktor ini
akan menghasilkan rentang temperatur optimum untuk proses
biologi. Enzim biasanya beradaptasi pada fungsi terbaik di dalam
rentangan
temperatur
tertentu
dalam
tubuh
organisme
(Hadisubroto, 1989: 25).
2)
Kecepatan arus
Kecepatan arus dapat berpengaruh pada beberapa hal,
antara lain oksigen terlarut (DO), pH, dan juga kadar bahan yang
terlarut pada air. Kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar di
tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang sama (membujur
ataupun melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke
waktu. Di dalam aliran yang besar atau sungai, arus dapat
berkurang sedemikian rupa sehingga menyerupai kondisi air yang
tergenang (Odum, 1993: 393).
3)
Kekeruhan atau turbiditas
Penetrasi cahaya seringkali terhalang oleh zat yang
terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis yang merupakan
habitat akuatik yang dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan,
terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat
mengendap,
seringkali
30
penting
sebagai
faktor
pembatas.
Sebaliknya bila kekeruhan disebabkan oleh mikroorganisme,
ukuran kekeruhan merupakan indikasi prokdutivitas. Kejernihan
dapat diukur dengan alat yang sangat sederhana yang disebut
cakram secchi. Fotosintesis masih dapat terjadi pada intensitas
rendah, tingkatan 5% menandai batas bawah kebanyakan zona
fotosintesis (Odum, 1993: 370-71).
4)
Substrat dasar
Tipe dasar yang dapat berupa kerikil, tanah liat, batuan
utama atau pecahan batu menentukan sifat komunitas serta
kerapatan populasi dari komunitas dominan. Dasar yang keras
terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan tempat yang
cocok untuk organisme (binatang atau tumbuh-tumbuhan) untuk
menempel atau melekat. Dasar di air tenang yang lunak dan terus
menerus berubah umumnya membatasi organisme bentik yang
lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih
besar lagi, yang gerakan airnya lebih lambat, lebih sesuai untuk
nekton, neuston dan plankton. Pasir atau lumpur halus biasanya
merupakan tipe dasar yang paling tidak sesuai dan mendukung
jenis dan individu tanaman dan binatang bentik. Dasar tanah liat
umumnya lebih sesuai daripada pasir. Bidang batu yang datar atau
pecahan batu bisanya menghasilkan variasi organisme dasar yang
paling besar dan paling padat (Odum, 1993: 395).
31
b.
Faktor Kimiawi
1)
Derajat keasaman (pH)
Air normal yang memenuhi syarat suatu kehidupan
mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan
buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan
mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu
kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 1995:75).
Bakteri, ikan, dan plankton dipengaruhi oleh perubahan pH.
Bakteri hidup subur di air yang sedikit asam. Umumnya air yang
tidak tercemar memiliki pH antara 6-7. Air dari pabrik kertas,
pabrik baja mungkin memiliki pH ±3. Bila air melewati batu
kapur atau batu berkarbonat, pH mungkin mencapai 10-11
(Hadisubroto, 1989:208-209).
Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali
(pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) akan sangat
menggangu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain
itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat
korosif terhadap baja dan menyebabkan pengkaratan pipa-pipa
besi (Fardiaz,1992:22).
2)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Hampir semua organisme, termasuk tumbuh-tumbuhan
hijau, memerlukan oksigen untuk respirasi. Meskipun oksigen
banyak dijumpai di atmosfer (kurang lebuh 20%), namun oksigen
32
tidak terlalu siap terlarut dalam air. Keterlarutan oksigen dalam
air dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Air tawar pada
temperatur 0 C mengandung konsentrasi oksigen kira kira 10
milimeter per liter atau kira kira 1% dari volumenya atau 1/20
dari udara. Konsentrasi yang demikian tidak pernah dicapai
secara alami oleh air secara alami di alam, konsentrasi biasanya
bergerak dari maksimum 6 ml sampai nol (kondisi anaerobik)
(Hadisubroto, 1989:31).
Oksigen merupakan salah satu faktor kritis dari lingkungan
air, karena temperatur turun, tingkat kejenuhan oksigen
meningkat, keterlarutan oksigen di air tawar juga lebih tinggi
daripada air asin. Oksigen tersedia bagi fotosintesis tumbuh
tumbuhan dan pertukaran dengan atmosfer. Karena sumber
oksigen terlarut adalah dekat dengan permukaan, konsentrasi
oksigen akan menurun dengan makin dalamnya air. Pada
temperatur kamar jumlah oksigen terlarut dalam air adalah 8
milimeter per liter. Kebanyakan ikan hidup pada konsentrasi
4mg/l (Hadisubroto, 1989:209).
Aliran air biasanya dangkal, luas permukaan yang
berhubungan dengan udara, dan gerakan yang tetap, aliran air
biasanya mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup, bahkan
dalam keadaan tanpa tumbuhan hijau. Organisme di aliran air
33
biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka
terhadap kekurangan oksigen (Odum, 1993: 394).
Kandungan oksigen terlarut pada perairan tawar berkisar
antara 6 - 8 mg/liter pada suhu 25 C. Kadar oksigen terlarut di
perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Mc Neely 1979
dalam Effendi 2003). Sanusi (2004), menyatakan bahwa DO yang
berkisar antara 5,45 – 7,00 mg/liter ini pun cukup baik bagi
proses kehidupan biota perairan. Semakin rendah nilai DO suatu
perairan, maka semakin tinggi pencemaran dalam suatu ekosistem
perairan tersebut. Kualitas air dapat diklasifikasikan menjadi lima
golongan berdasarkan kandungan oksigen terlarut seperti yang
terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Penggolongan kualitas air berdasarkan kandungan
oksigen terlarut (Sachmitz 1971 dalam Lumbantobing
1996).
Golongan
Kandungan O2 terlarut (ppm)
Kualitas air
I
> 8 atau perubahan terjadi dalam waktu pendek
Sangat baik
II
6,0
Baik
III
4,0
kritis
IV
2,0
Buruk
V
< 2,0
Sangat buruk
3)
BOD ( Biological Oxygen Demand )
BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk
34
memecah atau mengoksidasi bahan anorganik dalam air. Nilai
BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut.
Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin
kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahanbahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Organisme
hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk
beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan
organik, sintesis sel, dan oksidasi sel (Fardiaz,1992:35).
4)
Nitrat
Nitrogen selalu ada dalam ekosistem perairan dan
kebanyakan melimpah dalam bentuk gas. Secara reaktif jumlah
yang sedikit ada dalam kombinasi bentuk amonia (NH4-), nitrat
(NO2-), urea (CO[NH2]2) dan terlarut dalam senyawa organik.
Dari semuanya, nitrat paling penting bagi sel hidup. Sel hidup
biasanya mengandung total nitrogen kira-kira 5 persen dari berat
kering.
Ketersediaan
macam-macam
senyawa
nitrogen
mempengaruhi variasi, kelimpahan dan nilai nutrisi hewan dan
tanaman akuatik. Nitrat secara normal paling umum adalah dalam
bentuk kombinasi nitrogen anorganik dalam danau dan aliran.
Konsentrasi dan jumlah persediaan nitrat sangat berhubungan
dengan praktek penggunaan lahan di sekitar perairan. Ion-ion
35
nitrat bergerak dengan mudah melewati tanah dan dengan mudah
hilang dari tanah pada sistem drainase alami. Ini berbeda dengan
ion-ion fosfat dan amonium yang tertahan oleh partikel tanah
(Goldman, 1983:131).
5)
Fosfat
Walaupun dibutuhkan dalam jumlah kecil, fosfor adalah
salah satu elemen pembatas pertumbuhan fitoplankton, karena
fosfor geokimia pada kebanyakan kolam drainase bersama
dengan kekurangan fosfor yang sama untuk fiksasi nitrogen.
Fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk
fosfat (PO4) untuk pertumbuhan (Goldman, 1983:131).
Fosfat berbeda dengan nirat, diserap oleh partikel tanah dan
tidak bergerak dengan mudah oleh air tanah. Fosfor tidak
dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam jumlah besar seperti
karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen, tetapi fosfor salah satu
elemen pembatas di tanah dan air tawar. Alasan utama untuk hal
ini ada 3 hal yaitu: (1) fosfor mengandung mineral yang secara
geokimia langka dan jadi persediaan nutrisi normal yang berasal
dari batuan yang akan kekurangan fosfor, (2) tidak ada fase gas
dalam siklus fosfor jadi tidak ada persamaan dengan fiksasi
nitrogen, dan (3) fosfor cukup reaktif untuk mengikat dengan
rapat pada variasi tanah (Goldman, 1983:132).
36
8.
Hubungan
Antara
Faktor
Lingkungan
Perairan
dengan
Keanekaragaman Jenis Fitoplankton
Kandungan oksigen terlarut dalam perairan mempengaruhi kehidupan
organisme di dalamnya, sehingga dapat menimbulkan kompetisi untuk
memperoleh oksigen yang berguna untuk memenuhi kebutuhan proses
respirasi (Hammer, 1996). Kompetisi umumnya terjadi antara makhluk hidup
atau biota yang berada dalam sistem interaksi, bagi organisme yang lemah
akan punah, sebaliknya yang menang akan berkembang. Kompetisi akan
menimbulkan toleransi yang merupakan interaksi antara biota dengan faktor
lingkungan (Odum,1993). Selanjutnya toleransi akan terjadi proses untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Turbiditas atau kekeruhan dapat
mempengaruhi penentrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga
akan membatasi kelangsungan fotosintesis. Jika turbiditas suatu perairan
memiliki angka yang tinggi maka perairan itu sangat keruh sekali. Kekeruhan
bisa terjadi karena kandungan sedimen yang tinggi pada air yang akan
mempercepat pendangkalan sumber mata air. Kekeruhan didalam air terdiri
dari lempung, bahan organik dan mikroorganisme. Alga dalam jumlah besar
juga dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna air. (Suripin,2002:113)
B. KERANGKA BERFIKIR TEORITIS
Telaga jongge merupakan salah satu telaga yang berada di Kabupaten
Gunungkidul yang airnya tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber air
minum. Pada saat ini, perairan Telaga Jongge ini dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai tempat untuk rekreasi, mandi, mencuci, irigasi,
aktifitas perikanan dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Aktifitas
masyarakat sehari-hari inilah yang dapat mempengaruhi kualitas kondisi
37
perairan Telaga Jongge. Perubahan kualitas kondisi perairan tersebut dapat
ditandai dengan perubahan fisik dan kimiawi air.
Untuk lebih lengkap inilah alur kerangka berfikir yang dapat dilihat
pada gambar 3 sebagai berikut:
Aktivitas masyarakat memanfaatkan perairan Telaga Jongge
Ekosistem telaga
jongge
Biota perairan
1. Fitoplankton – produsen
2. Zooplankton, bentos,
perifiton, ikan konsumen
Identifikasi
Observasi
Keanekaragaman
Jenis Fitoplankton
Faktor abiotik
(fisik - khemis)
Suhu air, pH air,
intensitas cahaya, DO,
kekeruhan
Gambar 3. Skema alur kerangka berfikir
38
Status perairan
Telaga Jongge
Download