Karakteristik Suhu Permukaan Laut Dangkal

advertisement
KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN LAUT DANGKAL
DI PESISIR UTARA JAWA
SEA SURFACE TEMPERATURE CHARACTERISTICS
IN NORTH COAST OF JAVA
Aninda W. Rudiastuti1), Ahmad Syafik2),Gatot H. Pramono1), Suseno W. Wijaya1)
1)
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong
2)
Universitas Diponegoro
Pos-el: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Karakteristik perairan laut dangkal dapat diperoleh secara langsung melalui pengukuran in
situ/ survei lapangan, atau secara tidak langsung melalui hasil penginderaan jauh (citra satelit).
Kegiatan survei ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan data oseanografi baik fisika
maupun kimia, salah satunya adalah data Suhu Permukaan Laut (SPL). Dinamika SPL di Indonesia
dipengaruhi oleh musim, dan fenomena anomali cuaca. Hal ini tidak terlepas dari konsekuensi
kompleksitas topografi dari dua samudera yakni Samudera Hindia dan Pasifik. Data SPL in-situ
yang telah diperoleh akan disandingkan dengan SPL hasil citra satelit guna melihat korelasi data
citra dengan data in-situ di perairan utara Banten hingga Jawa Tengah. Estimasi nilai SPL
diperoleh dari data citra Aqua MODIS level 2- akuisisi harian dengan resolusi spasial 1 x 1 km
yang telah diolah dengan algoritma Modis V.2 pre-launch modis_SST yang dibangun dari Miami
Pathfinder SST (Brown and Minnet, 1999). Hasil analisis memberikan hasil korelasi r = 0,73 yang
menunjukkan bahwa SPL estimasi dari satelit cukup dapat menggambarkan data in-situ, dan
korelasi meningkat pada wilayah perairan yang lebih jauh dari garis pantai (r = 0,83). Rentang
selisih SPL dari hasil estimasi satelit dengan pengukuran in-situ adalah 0,0 – 1,79 °C, dengan ratarata selisih 0,55°C.
Kata kunci: Suhu Permukaan Laut, Aqua MODIS, Banten, Jawa Tengah
ABSTRACT
Characteristics of shallow waters may be obtained directly through the measurement of in situ/
field surveis, or indirectly through the results of remote sensing (satellite imagery). This survey
activities is carried out in order to meet the needs of oceanography geospatial information both
physical and chemical, one of which is data Sea Surface Temperature (SST). SST dynamics in
Indonesia are influenced by the seasons and weather anomalies phenomenon as a consequence of
the complexity of the topography of the two oceans, the Indian and the Pacific Ocean. SST in-situ
data that has been obtained will be juxtaposed with the SST results of satellite imagery in order to
see the correlation of image data with the data in-situ in the waters of the north Banten to Central
Java. SPL value estimates obtained from Aqua MODIS image data acquisition level - 2 daily with
a spatial resolution of 1 x 1 km that has been processed by the algorithm V.2 Modis pre-launch
modis_SST built from Miami Pathfinder SST (Brown and Minnet, 1999). Results of the analysis
provide value correlation of r = 0.73 which indicates that the SPL estimate of enough satellites can
describe the data in-situ, and the correlation value is increased in waters farther from the coastline
(r = 0.83). SPL difference ranges from the satellite to estimate the in-situ measurement is 0.0 to
1.79 ° C, with an average difference of 0.55 ° C.
Keywords: Sea Surface Temperature, Aqua MODIS, Banten, Central Java
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki karakteristik panjangnya garis pantai serta
banyaknya pulau terutama pulau kecil. Karakteristik fisik tersebut menjadikan pentingnya
penataan ruang wilayah laut guna mendukung percepatan pembangunan sektor kelautan. Melalui
Undang-Undang No. 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemerintah dalam hal ini
Kementerian Kelautan Perikanan mengatur sebuah Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil melalui Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau –Pulau Kecil (RZWP3K) untuk
mendukung penataan ruang wilayah laut. Terdapat 13 dataset yang diperlukan dalam menyusun
RZWP3K, 2 dataset dasar dan 11 dataset tematik. Dari 11 dataset tematik yang diperlukan, salah
satunya adalah data oseanografi (RI, 2007).
Terkait dengan percepatan penyusunan RZWP3K, maka pemenuhan kebutuhan akan data
oseanografi menjadi sangat diperlukan. Sesuai dengan amanah Undang Undang No. 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial (IG), Badan Informasi Geospasial (BIG) melaksanakan fungsi
penyelenggaraan IGT melalui kegiatan pemetaan karakteristik perairan dangkal. Karakteristik
perairan laut dangkal dapat diperoleh secara langsung melalui pengukuran in situ/ survei lapangan,
atau secara tidak langsung melalui hasil penginderaan jauh (citra satelit). BIG melakukan kegiatan
survei dalam rangka memenuhi kebutuhan IG oseanografi baik fisika maupun kimia. Terdapat 11
parameter yang diukur secara in-situ, meliputi Suhu Permukaan Laut (SPL), Kecerahan, Salinitas,
Kecerahan, Kedalaman Perairan Dangkal, Derajat Keasaman (pH), Turbiditas, Konduktifitas,
Kecepatan Arus, Arah Arus, Oksigen Terlarut (DO), dan Amonia,
Akusisi data oseanografi untuk melihat gambaran karakteristik perairan secara luas
dipermudah dengan hadirnya satelit oseanografi. Parameter oseanografi fisika maupun kimia
seperti suhu permukaan laut (SPL), Total Suspended Solid (TSS), kedalaman laut, dan salinitas
dapat diperoleh melalui pengolahan data penginderaan jauh. Telah banyak dilakukan penelitian
terkait variabilitas kondisi oseanografi dengan memanfaatkan citra satelit (Ilahude, Hortle,
Kusmanto, & Amiruddin, 2004; Lee, Marra, Perry, & Kahru, 2014; Chaves et al., 2015). Citra
satelit yang digunakan dalam pemetaan karakteristik oseanografi di wilayah perairan Indonesia
antara lain citra satelit NOAA-AVHRR, TERRA dan AQUA (Qu et al., 2005; Susanto and Marra,
2005; Rudiastuti, 2007; Hasyim et al., 2010; Gaol et al., 2014).
Kondisi perairan Indonesia tidak terlepas dari konsekuensi kompleksitas topografi dari dua
samudera yakni Samudera Hindia dan Pasifik. Dinamika SPL di Indonesia dipengaruhi oleh
musim, dan fenomena anomali cuaca seperti EL Nino/La Nina dan Indian Ocean Dipole Mode
(Wyrtki, 1962, Saji et al.1999, Susanto et al. 2002;Jochum & Murtugudde, 2005; Krishnamurthy
& Kirtman, 2009). Informasi SPL sangat diperlukan terutama untuk kegiatan perikanan, seperti
penentuan daerah penangkapan ikan, dan pendeteksian fenomena oseanografi seperti eddy, front,
upwelling dan downwelling. Berdasarkan hal tersebut, maka informasi variabilitas nilai SPL
diperlukan, salah satunya adalah di pesisir utara Jawa. Perairan utara Jawa merupakan wilayah
perairan yang terkenal dengan tingginya aktifitas nelayan, pelayaran, pariwisata, dan industri.
Perairan ini merupakan jalur strategis pelayaran wilayah timur dan barat Indonesia. Wilayah
perairan ini juga merupakan wilayah budidaya bagi masyarakat sekitar. Untuk itu pengelolaan
yang tepat sangat mutlak diperlukan bagi kawasan perairan ini, agar kualitas perairan dan
lingkungannya tetap terjaga dan mampu mendorong nilai ekonomi bagi masyarakat pesisir.
Dari hasil kegiatan pemetaan karakteristik perairan laut dangkal, salah satu parameter yang
dikaji dalam tulisan ini adalah SPL. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh distribusi
spasial SPL in- situ secara horizontal di pesisir utara Jawa khususnya Banten – Jawa Tengah, serta
verifikasi data SPL hasil estimasi citra dengan data SPL in-situ.
METODE
Lokasi kajian berada di pesisir utara Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa
Tengah (Gambar 1). Secara horizontal, daerah perairan dangkal yang dikaji berbatas pada wilayah
antara 500 m – 6 km dari garis pantai. Survei dilakukan pada periode Agustus – September 2015
yakni selama 37 hari.
Informasi Geospasial Dasar yang digunakan dalam kajian adalah Peta LPI skala 1:50.000.
Suhu Permukaan Laut diukur secara in-situ dengan sensor suhu digital. Selain itu, dalam kajian ini
digunakan juga estimasi nilai SPL dari data citra AQUA MODIS dengan waktu perekaman yang
sama dengan waktu pengukuran di lapangan. Citra AQUA MODIS yang digunakan adalah level
2- akuisisi harian dengan resolusi spasial 1 x 1 km. Data level 2 memiliki varibel geofisik pada
resolusi yang sama dengan data level 1 (Ocean Color Web, 2015). Data citra Aqua MODIS Level2 diperoleh dari Ocean Color Web, dan estimasi nilai SPL menggunakan algoritma Modis V.2 prelaunch modis_SST yang dibangun dari Miami Pathfinder SST (Brown and Minnet, 1999) yakni:
Modis_sst = c1 + c2 * T31 + c3 * T3132 + c4 *( sec(q) -1) * T3132............................................ (1)
dimana:
T30 adalah brightness temperature (BT) pada kanal 31
T3132 adalah selisih BT pada kanal 32 - kanal 31
q adalah sudut zenith;
C adalah koefisien yang diperoleh dari T30 - T31
Data in situ SPL dari hasil survei digunakan untuk memverifikasi SPL citra pada saat kajian
dilaksanakan. Ekstraksi nilai SPL dari citra disesuaikan dengan format dan waktu pengambilan
data lapangan. Data hasil survei lapangan dipilih pada jam pengambilan data 14.00 – 16.00, hal
ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan waktu melintas satelit dan waktu akuisisi data oleh
satelit. Analisis statistik digunakan untuk melihat korelasi data citra terhadap data lapangan.
Analisis korelasi data SPL dari citra satelit Aqua-MODIS dan data SPL in-situ dilakukan untuk
mengetahui kemampuan data Aqua- MODIS dalam mengestimasi nilai SPL diwilayah kajian
memberikan nilai informasi SPL.
Gambar 1. Lokasi kajian berada di Provinsi Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi SPL di Pesisir Utara Jawa
Survei lapangan yang telah dilaksanakan sejak Agustus – September 2015 disepanjang pesisir
Kabupaten Rembang – Pesisir Selatan Prov. Lampung, telah menghasilkan sebanyak 1468 titik
untuk berbagai parameter oseanografi baik fisika maupun kimia. Data tersebut diperoleh dalam
rentang waktu 37 hari. Survei dilakukan dengan menyusuri pesisir pantai, pada kisaran waktu
08.00 – 16.00 WIB. Adapun kegiatan survei dibagi dalam 3 jalur (Gambar 2) yakni Jalur A (500
m dari garis pantai), Jalur B (2500 m dari garis pantai), Jalur C (6000 m dari garis pantai). Ratarata jarak antar titik pengukuran pada setiap jalur adalah 2 km.
Nilai SPL in-situ yang diperoleh dari hasil lapangan berkisar antara 26 – 31,5 °C. Pada jalur
A, rentang nilai SPL in-situ adalah 26 – 31,5°C, dengan dominasi nilai SPL 28,5 °C. Pada Jalur B,
rentang nilai SPL terukur berada pada kisaran 26,5 – 31,5 °C, dengan dominasi pada suhu 31,5°C.
Pada Jalur C, rentang nilai SPL terukur berada pada kisaran 26,5 – 30,6 °C, dengan dominasi pada
suhu 28,5°C. Berdasarkan gambaran data SPL in-situ, nilai SPL in-situ pada Jalur C memiliki
rentang terkecil. Hasil yang diperoleh dalam kajian ini sejalan dengan penelitian Potier (1998)
yang mengungkapkan bahwa di Laut Jawa memiliki nilai SPL rata- rata tahunan yang cenderung
stabil yakni 28 ºC dengan simpangan antara 2-3 ºC. Kondisi lapisan permukaan yang hangat,
fluktuasi nilai SPL yang terbatas dengan variasi tahunan kurang dari 2 ºC menjadi karakteristik
perairan diwilayah khatulistiwa (Wyrtki, 1961).
Gambar 2. Titik survei pengambilan data in-situ
Sebanyak 37 citra Aqua MODIS level 2 harian digunakan untuk mengestimasi nilai SPL dari
citra selama survei berlangsung. Secara horizontal, sebaran SPL dalam wilayah kajian adalah
cenderung lebih tinggi pada daerah dekat pantai dan semakin rendah pada saat memasuki perairan
terbuka. Gesamp (1984) menyatakan bahwa suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari
daerah pantai menuju laut lepas, dimana suhu di pantai lebih tinggi karena daratan lebih mudah
menyerap bahang. Ilustrasi gradasi perubahan suhu pada permukaan laut yang berada didekat
daratan pantai mengarah ke laut lepas ditunjukkan dalam Gambar 3.
Rentang nilai SPL terestimasi dari citra Aqua MODIS pada saat survei lapangan dilakukan
adalah 26,49 – 32,43 °C. Variasi rentang nilai SPL dari citra tidak berbeda jauh dengan variasi
nilai SPL in-situ. Pada jarak terjauh dari garis pantai rentang suhu yang dijumpai adalah yang
terkecil. Dari hasil estimasi citra, rentang nilai SPL pada wilayah dekat garis pantai (A) adalah
26,71 – 32,42 °C, sedangkan pada jalur C yang paling jauh dari garis pantai rentang nilai SPL
terestimasi dari citra adalah 27,43 – 30,02°C. Hasil kajian Gaol, et al. (2014) dengan menggunakan
citra satelit NOAA-AVHRR tahun 1993-2003 mengungkapkan bahwa pada Musim Timur (Juli –
Agustus) umumnya nilai SPL di belahan selatan khatulistiwa menjadi lebih rendah pada kisaran
27,5 – 28,5 °C. Meskipun bukan berada pada wilayah yang umumnya terdeteksi upwelling, namun
Laut Jawa bagian selatan ikut mengalami penurunan SPL dibandingkan dengan Musim Barat.
Pendeteksian SPL global oleh Hasyim, et al. (2010) dengan menggunakan penginderaan jauh
microwave memberikan hasil serupa yakni di Laut Jawa pada bulan Agustus – September kisaran
nilai SPL adalah 27 – 28 °C.
(a)
(b)
Gambar 3. Estimasi nilai SPL dari citra Aqua MODIS akusisi tanggal 27 Agustus dan 7
September 2015
Verifikasi SPL in-situ dan citra
Verifikasi SPL hasil estimasi dari citra terhadap data lapangan dilakukan terhadap titik (A, B,
dan C) yang terpilih menyesuaikan dengan waktu melintasnya satelit. Untuk memverifikasi data
citra, digunakan 317 data in-situ. Hasil analisis menunjukkan bahwa SPL estimasi dari satelit dapat
menggambarkan data in-situ sejauh 73% (Gambar 4). Rentang selisih SPL dari hasil estimasi
satelit dengan pengukuran in-situ adalah 0,0 – 1,79 °C, dengan rata- rata selisih 0,55°C. Hal serupa
dilakukan oleh Prasetya (2011) di Selat Madura, dengan menggunakan citra Aqua MODIS dan
data lapangan, diperoleh korelasi antara data lapangan dengan estimasi dari satelit sebesar 70,87%.
Gambar 4. Diagram pencar SPL in-situ dan SPL estimasi citra Aqua MODIS
Verifikasi pun dilakukan secara terpisah pada setiap jalur pengukuran SPL disepanjang pesisir
utara Banten – Jawa Tengah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan citra dalam
menggambarkan data in-situ pada kondisi yang berbeda yakni variasi jarak dari pantai. Hasil
korelasi pada masing- masing jalur pengukuran ditampilkan pada Tabel 1. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai korelasi (r) tertinggi dimiliki oleh SPL pada Jalur C. Citra satelit dapat
menggambarkan kondisi SPL in-situ pada bulan Agustus – September 2015 sejauh 83%. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa citra dapat mengestimasi nilai SPL in-situ lebih baik pada area
yang jauh dari garis pantai. Pada perairan terbuka estimasi citra umumnya lebih akurat karena
minimnya pengaruh dari daratan. Gaol (2014) mendapatkan hasil akurasi 90% untuk validasi data
SPL in-situ dengan data citra pada beberapa perairan di Indonesia.
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap besarnya nilai korelasi (r) antara lain
resolusi citra, akurasi alat, dan perbedaan waktu antara pengukuran dengan perekaman citra.
Resolusi citra yang digunakan dalam kajian ini adalah 1 km x 1 km, sehingga nilai yang terestimasi
dari setiap piksel citra merupakan hasil perata-rataan informasi dari luasan 1 km2. Berbeda dengan
data in-situ yang terukur hanya pada satu titik. Perbedaan waktu perekaman citra dan pengukuran
data in-situ dalam skala menit dapat berpengaruh, meskipun data in-situ yang digunakan sudah
disesuaikan dengan waktu melintasnya satelit. Selain dari citra yang digunakan, tingkat ketelitian
alat ukur suhu (sensor suhu) in-situ berpengaruh pada akurasi data yang diperoleh.
Tabel 1. Perbandingan korelasi SPL in-situ dan SPL estimasi pada jalur survei A, B, dan C.
Jalur
A
B
C
Jarak dari
Pantai
500 m
2500 m
6000m
Observasi
(n)
97
120
100
Korelasi
( r)
0.77
0.77
0.83
KESIMPULAN
Distribusi nilai in-situ SPL pada bulan Agustus – September 2015 di perairan utara Jawa
berada pada rentang 26 – 31,5°C, sedangkan berdasarkan hasil estimasi dengan citra pada titik
yang sama diperoleh rentang nilai SPL 26,49 – 32,43°C. Variasi selisih antara nilai SPL in situ
dan estimasi citra adalah 0 – 1,79°C. Terdapat kolerasi yang cukup tinggi antara SPL hasil estimasi
citra dengan SPL in-situ yakni 73%, dimana data citra cukup dapat menggambarkan data in-situ
dengan rata- rata selisih 0,55°C. Berdasarkan hasil korelasi antara data citra dengan data in-situ
pada masing- masing jalur survei, diketahui bahwa korelasi tertinggi (r = 0,83) berada pada Jalur
C yang merupakan perairan terbuka pesisir utara Banten – Jawa Tengah. Perairan terbuka memiliki
dinamika yang tinggi, dimana dimana kombinasi fenomena antara perairan dan atmosfer terjadi
dan mengatur sistem di bumi. Berbeda dengan daerah pesisir yang merupakan ekosistem kompleks
dan dinamis yang sangat terpapar oleh degradasi lingkungan baik yang disebabkan oleh alam dan
antropogenik. Hal ini menyebabkan korelasi pada Jalur A dan B (dekat pantai) lebih rendah.
Dengan terkumpulnya berbagai data in-situ, maka ke depan dapat dilakukan kajian untuk
melihat korelasi parameter oseanografi lainnya dengan hasil estimasi dari citra, antara lain salinitas
dan padatan tersuspensi. Arah pengembangan kajian ini pun dapat dilakukan sampai pada tahap
validasi, dengan memperbanyak data in-situ pada berbagai waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, O.B., & Minnet, P.J. (1999). MODIS Infrared Sea Surface Temperature Algorithm
Algorithm Theoretical Basis Document Version 2.0. Miami, University of Miami.
Chaves, J. E., Werdell, P. J., Proctor, C. W., Neeley, a. R., Freeman, S. a., Thomas, C. S., &
Hooker, S. B. (2015). Assessment of ocean color data records from MODIS-Aqua in the
western Arctic Ocean. Deep Sea Research Part II: Topical Studies in Oceanography, 1–12.
http://doi.org/10.1016/j.dsr2.2015.02.011
Gaol, J.L., Arhatin, R.E., & Ling, M.M. (2014). Pemetaan Suhu Permukaan Laut Dari Satelit Di
Perairan Indonesia Untuk Mendukung “One Map Policy”. Seminar Nasional Penginderaan
Jauh 2014, 432-442.
Hasyim, B., Sulma, S., & Hartuti, M. (2010). Kajian Dinamika Suhu Permukaan Laut Global
Menggunakan Data Penginderaan Jauh Microwave. Majalah Sains dan Teknologi
Dirgantara 5(4), 130 - 143.
Ilahude, A. G., Hortle, K., Kusmanto, E., & Amiruddin. (2004). Oceanography of coastal and
riverine waters around Timika, West Central Irian Jaya, Arafura Sea. Continental Shelf
Research, 24(19), 2511–2520. http://doi.org/10.1016/j.csr.2004.07.020
Jochum, M., & Murtugudde, R. (2005). Internal Variability of Indian Ocean SST. Journal of
Climate, 18(18), 3726–3738. http://doi.org/10.1175/JCLI3488.1
Krishnamurthy, V., & Kirtman, B. P. (2009). Relation between Indian monsoon variability and
SST. Journal of Climate, 22(17), 4437–4458. http://doi.org/10.1175/2009JCLI2520.1
Lee, Z., Marra, J., Perry, M. J., & Kahru, M. (2014). Estimating oceanic primary productivity
from ocean color remote sensing: A strategic assessment. Journal of Marine Systems, 149,
50–59. http://doi.org/10.1016/j.jmarsys.2014.11.015
Potier, M. (1998). Pêcherie de Layang et senneurs semi-industriels javanais: Perspevtive
historique et approche systême. These. Docteur De Lúniversite de Montpellier II. France.
280 p.
Prasetya, B.H, Sukojo, B.M, & Jaelani, L.M. (2011). Modifikasi Algoritma Avhrr Untuk
Estimasi Suhu Permukaan Laut (SPL) Citra Aqua Modis. Skripsi. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh November.
Rudiastuti, A.W. (2007). Studi Sebaran Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut (SPL) serta
Hubungannya dengan Aktivitas Kapal Penangkap Ikan Melalui Teknologi Vessel
Monitoring System. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Susanto, R.D., & Marra, J. (2005). Effect of the 1997/98 El Niño on Chlorophyll a Variability
Along the Southern Coasts of Java and Sumatra. Oceanography 18(4), 124 - 127.
Susanto, R. D., Gordon, A. L., & Zheng, Q. 2001. Upwelling along the coasts of Java and
Sumatra and its relation to ENSO. Geophysical Research Letters,28(5), 1599-1602.
Qu, T., Du, Y., Strachan, J., Meyer, G., & Slingo, J. (2005). Sea Surface Temperature and Its
Variability in The Indonesian Region. Oceanography 18(4), 50 - 61.
Republik Indonesia. (2007). Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil.
Saji, N. H., Goswami, B. N., Vinayachandran, P. N., & Yamagata, T. (1999). A dipole mode in
the tropical ndian Ocean. Nature, 401(6751), 360-363.
Wyrtki, K. (1961). Physical Oceanography of the South east Asian Waters. Naga Report, 2, 1145.
Wyrtki, K. (1962). The upwelling in the region between Java and Australia during the south-east
monsoon. Marine and Freshwater Research, 13(3), 217-225.
Download