mengenal kebudayaan sunda di kalangan masyarakat taman hewan

advertisement
KU 4184 ANTROPOLOGI
Makalah
Kebudayaan Masyarakat Taman Hewan
Disusun oleh kelompok 6-A :
Trisna Wanto
10104093
Rani Kurniasih
10506094
Gani
10706014
Diha Madihah
10706062
Farasdaq M S
12206074
Satya Fajar
13506021
MATA KULIAH DASAR UMUM
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2009
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Taman Hewan merupakan pemukiman yang berada di dekat ITB dan ITB merupakan
institusi terbaik di Indonesia. Ironisnya, terjadi kesenjangan kehidupan antara
masyarakat ITB dengan masyarakat Taman Hewan. ITB berisi individu-individu yang
mempunyai intelegensia diatas rata-rata, sementara warga Taman Hewan pada
umumnya hanya dapat mengenyam pendidikan SMA bahkan SMP atau SD saja. ITB
mempunyai aset milyaran bahkan trilyunan rupiah, sementara penduduk Taman Hewan
harus puas dengan kehidupan perekonomian yang termasuk ke dalam menengah ke
bawah. ITB merupakan salah satu pusat teknologi tinggi di Indonesia, harapan bangsa
ini. Namun tak jauh dari kampus ITB terdapat pemukiman Taman Hewan yang
kehidupan teknologinya hanya terbatas TV, radio, listrik, dan lain-lan. Jarang bahkan
tidak ada rumah yang mempunyai jaringan internet. Di pemukiman tersebut hanya
mempunyai beberapa Warung Internet, yang bahkan dapat dihitung dengan jari. ITB
mempunyai pakar-pakar kesehatan yang berkualitas, namun tingkat kesehatan warga
masih rendah, banyak warga Taman Hewan yang masih mengidap penyakit dan
sebagian besar warga tidak mempunyai toilet / kamar mandi pribadi.
II. Tujuan Penelitian
Mengetahui kebudayaan masyarakat Taman Hewan ditinjau berdasarkan 7 aspek
kebudayaan yaitu :
1. Sistem religi, yang meliputi ssitem kepercayaan, sistem nilai, pandangan hidup,
komunikasi, keagamaan, atau upacara keagamaan
2. Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial, yang mencakup kekerabatan,
asosiasi, perkumpulan, sistem kenegaraan, dan sistem kesatuan hidup
3. Sistem pengetahuan, yang meliputi pengetahuan tentang flora dan fauna,
waktu,ruang, bilangan, tubuh manusia, dan perilaku antar sesama manusia
4. Bahasa, yang berbentuk lisan maupun tulisan
5. Kesenian yang meliputi seni patung, pahat, relief lukis dan gambar, seni rias, vokal,
musin, bangunan, kesusastraan, atau drama
6. Sistem
mata
mengumpulkan
perdagangan
pencaharian
makanan,
hidup/sistem
bercocok
ekonomi,
tanam,
yang
perternakan,
meliputi
berburu,
perikanan,
dan
7. Sistem teknologi : produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan
konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian, perhiasan, tempat berlindung (perumahan),
atau senjata
III. Rumusan masalah
1. Seperti apa tingkat pendidikan masyarakat yang tinggal di wilayah Taman Hewan
dan sekitarnya?
2. Seperti apa tingkat ekonomi masyarakat yang tinggal di wilayah Taman Hewan dan
sekitarnya?
3. Seperti apa tingkat kesehatan masyarakat yang tinggal di wilayah Taman Hewan dan
sekitarnya?
4. Seperti apa tingkat teknologi masyarakat yang tinggal di wilayah Taman Hewan dan
sekitarnya?
5. Seperti apa kepedulian pihak ITB terhadap masyarakat Taman Hewan?
6. Bagaimana pengaruh kebudayaan Sunda terhadap masyarakat Taman Hewan?
7. Bagaimana pengaruh kebudayaan lain yang dibawa oleh warga pendatang?
IV. Batasan Masalah
Penduduk tetap Taman Hewan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Teori dasar yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan beberapa faktor yaitu faktor
ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor kesehatan. Teori dasar tersebut antara lain :
1. Faktor Ekonomi
Dalam kajian Sosiologi kehidupan sosial atau dalam bentuk masyarakat adalah
merupakan bagian dari sistem sosial. Sedangkan sistem sosial sendiri di defenisikan
sebagai, totalitas dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling mempengaruhi yang
berada dalam satu kesatuan dan menjadi unsur-unsur atau elemen dari kehidupan
sosial ini adalah masyarakat. Beberapa ciri-ciri yang sistem sosial yang dikemukakan
oleh Robert A. Dahl adalah:
1) dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi
2) dalam tindakannya mereka memperhitungkan bagaimana orang lain bertindak
3) kadang-kadang mereka bertindak bersama untuk mengejar tujuan bersama.
Kehidupan masyarakat secara bersama dalam satu kesatuan dengan segala elemen
yang menyertainya membuat kehidupan masyarakat didalam sistem sosial ditandai oleh,
masyarakat yang hidup bersama, dengan adanya kesadaran karena mereka hidup
bersama dalam satu kesatuan dalam jangka waktu yang lama sehingga mengakibatkan
terjadinya satu perasaan yang saling memiliki. Dan puncak dari adanya perasaan suatu
kesatuan terciptalah kehidupan bersama (sistem sosial).
Menurut saya sistem sosial dalam hal ini kehidupan sosial bermasyarakat merupakan
suatu “sistem”, suatu kesatuan dari elemen-elemen yang sangat kompleks termasuk
sistem matapencarian hidup. Yang merupakan salah satu kajian ilmu antropologi yaitu
etnografi. Metode khas antropologi yang merupakan suatu deskripsi menyeluruh
mengenai suatu suku bangsa, dalam awal sejarah perkembangan ilmu antropologi
etnografi sendiri merupakan cikal bakal dari munculnya ilmu antropologi. Karena
karangan etnografi merupakan deskripsi murni yang tidak ada nilai terapannya (pada
awalnya hanya merupakan bentuk keingintahuan para musafir bangsa Eropa terhadap
suku bangsa asing yang ditemuinya pada perjalanan keliling dunia mereka). Dalam
menulis karangan etnografinya para ahli antropologi membagi-bagi unsur kebudayaan
menurut tata urut yang sudah baku. Koentjaraningrat menyebutnya dengan kerangka
etnografi. Salah satu unsur kebudayaan universal yang termasuk kedalam tata urut ini
adalah Sistem matapencarian hidup. Walaupun kadang Koentjaraningrat menyebutnya
dengan sistem ekonomi. Para ahli antropologi pada dasarnya cenderung mengkaji mata
pencarian hidup yang hanya bersifat tradisional saja, sebagimana perkembangan awal
antropologi yang hanya mengkaji masyarakat terasing yang hidup diluar Eropa. Secara
tradisional Koentjaraningrat mengklasifikasikan mata pencarian manusia adalah terdiri
sebagai berikut :
1) berburu dan meramu
2) beternak
3) bercocok tanam diladang
4) bercocok tanam menetap dengan irigasi.
Menurut hemat saya pada pengkajian yang lebih luas dalam antropologi ekonomi dan
antrpologi perdesaan mata pencarian manusia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) hunter and gather
2) pastoralist (beternak)
3) holtikulturalism (bercocok tanam)
4) peasantry (petani pedesaan)
5) industrialist (urban).
Karena sekarang kehidupan manusia berkembang dengan cepat karena berbagai
proses perpindahan budaya (hampir tidak ada lagi kebudayaan suatu suku bangsa yang
murni). Karena itu sistem matapencarian hidup pun berkembang dengan pesat,
walaupun perkembangan ini tidak terjadi secara bersamaan. Sebagian suku bangsa
penghuni papua masih bertahan dengan sistem berburu dan meramu mereka, di gurun
timur tengah masih ada suku pengembara yang hidup dari berternak dan mengembala
domba dan hampir tidak ditemukan lagi matapencarian berburu bahkan bercocok tanam
(secara tradisional) di Eropa karena sebagian besar masyarakatnya sudah tersentuh
oleh industrialisasi.
Dalam kajian ilmu ekonomi modern, kegiatan ekonomi pada intinya berpusat pada
kegiatan produksi barang, distribusi (mendeliverkan barang pada konsumen) dan
akhirnya pada proses konsumi (menghabiskan atau memakai barang atau jasa). Semua
proses ini juga terjadi dalam kehidipan ekonomi masyarakat tradisional, walaupun tidak
begitu mendapat perhatian dari ahli ekonomi karena lebih memusatkan perekonomian
pada tingkat global. Dalam sistem matapencarian hidup para ahli antropologi juga
memperhatikan sistem produksi lokalnya, cara pengolahan sumberdaya alam, cara
pengumpulan modal, cara pengerahan dan manajemen tenaga kerja. Teknologi dalam
sistem produksi, sistem distribusi pasar, dan proses konsumsinya. Kalau dirinci lebih
jauh lagi termasuk didalamnya dikaji bagaimana keterlibatan keluarga dalam
mengkonsumsi suatu barang juga sistem distribusi seperti apa yang digunakan, siapa
saja yang terlibat dalam proses produksi, dan lain sebagainya. Di dalam buku pengantar
ilmu antropologi terlihat Koentjaraningrat begitu membatasi kajian ekonomi pada sistem
mata mencarian hidup hanya dalam ruang lingkup yang kecil saja dan menganggap halhal seperti proses distribusi yang besar dengan jaringan yang luas dan sistem ekonomi
yang berdasarkan pada industri merupakan murni kajian ahli ekonomi. Sehingga
memberikan kesan pemahaman bahwa antropologi adalah ilmu yng tertinggal
(membatasi diri pada hal-hal yang seharusnya bisa menjadi kajian antropologi, dengan
tidak lepas dari akar ilmu antropologi sendiri tentunya).
Kajian-kajian yang luas mengenai perekonomian di tingkat global, perekonomian negara,
ketertinggalan negara-negara dunia ketiga (yang akar permasalahannya juga adalah
masalah ekonomi), proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah, pola perilaku
konsumen, bahkan penciptaan dan inovasi produk baru dalam proses produksi
sebenarnya bisa diperdalam dan dipelajari oleh spesilaisasi ilmu antropologi seperti
antropologi ekonomi, antropologi terapan dan antropologi perkotan.
2. Faktor Pendidikan
Dalam kepustakaan antropologi pendidikan ditemukan beberapa konsep yang paling
penting,
yakni
enculturation
(pembudayaan/pewarisan),
socialization
(sosialisasi/pemasyarakatan), education (pendidikan), dan schooling (persekolahan).
Menurut Herskovits, bahwa enkilturasi berasal dari aspek-aspek dari pengalaman belajar
yang memberi ciri khusus atau yang membedakan manusia dari makhluk lain dengan
menggunakan pengalaman-pengalaman hidupnya. Proses enkulturatif bersifat kompleks
dan berlangsung hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada berbagai tahap dalam
lingkaran kehidupan seorang. Enkulturasi terjadi secara agak dipaksakan selama awal
masa kanak-kanak tetapi ketika mereka bertambah dewasa akan belajar secara lebih
sadar untuk menerima atau menolak nilai-nilai atau anjuran-anjuran dari masyarakatnya.
Bahwa tiap anak yang baru lahir memiliki serangkaian mekanisme biologis yang diwarisi,
yang harus dirubah atau diawasi supaya sesuai dengan budaya masyarakatnya.
Kesamaan dari konsep enkulturasi dengan konsep sosialisasi terlihat dari pernyataan
Herkovits yang mengatakan bahwa sosialisasi menunjukkan proses pengintegrasi
individu ke dalam sebuah kelompok sosial, sedangkan enkulturasi adalah proses yang
menyebabkan individu memperoleh kompetensi dalam kebudayaan kelompok.
Menurut Hansen, enkulturasi mencakup proses perolehan keterampilan bertingkah laku,
pengetahuan tentang standar-standar budaya, dan kode-kode perlambangan seperti
bahasa dan seni, motivasi yang didukung oleh kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan
menanggapi, ideologi dan sikap-sikap. Sedangkan sosialisasi menurut Gillin dan Gillin
adalah proses yang membawa individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari
suatu kelompok, yang bertingkah laku menurut standar-standar kelompok, mengikuti
kebiasaan-kebiasaan kelompok , mengamalkan tradisi kelompok dan menyesuaikan
dirinya dengan situasi-situasi sosial yang ditemuinya untuk mendapatkan penerimaan
yang baik dari teman-teman sekelompoknya.
Bagi Herskovits, pendidikan (education) adalah ”directed learning” dan persekolahan
(schooling) adalah “formalized learning”. Dalam literatur pendidikan dewasa ini dikenal
istilah pendidikan formal, informal dan non-formal. Pendidikan formal adalah system
pendidikan yang disusun secara hierarkis dan berjenjang secara kronologi mulai dari
sekolah dasar sampai ke universitas dan disamping pendidikan akademis umum
termasuk pula bermacam-macam program dan lembaga untuk pendidikan kejuruan
teknik dan profesional.
Pendidikan informal adalah pendidikan seumur hidup yang memungkinkan individu
memperoleh sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dan pengaruh-pengaruh
yang ada di lingkungannya dari keluarga, tetangga. Label informal berasal dari
kenyataan bahwa tipe proses belajarnya bersifat tidak terorganisasi dan tidak
tersistematis. Pendidikan informal biasanya dilaksanakan dalam masyarakat sederhana
dimana belum ada sekolah.
Karangan Margared Mead mengenai pendidikan dalam masyarakat sederhana (1942),
dimana ia membedakan antara learning cultures dan teaching cultures atau kebudayaan
belajar
dan
kebudayaan
mengajar.
Dalam
golongan
yang
pertama,
warga
masyarakatnya belajar dengan cara yang tidak resmi yaitu dengan berperan serta dalam
kehidupan rutin sehari-hari. Dimana mereka memperoleh segala pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan untk dapat hidup dengan layak
dalam masyarakat dan kebudayaan mereka sendiri. Dalam golongan yang kedua, warga
masyarakat mendapat pelajaran dari warga-warga lain yang lebih tahu, yang seringkali
dilakukan dalam pranata-pranata pendidikan yang resmi, dimana mereka memperoleh
segala pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang mereka perlukan.
Pendidikan non-formal merupakan kegiatan terorganisasi di luar kerangka sekolah
formal atau sistem universitas yang ada yang bertujuan untuk mengkomunikasikan
gagasan-gagasan
tertentu,
pengetahuan,
sikap-sikap.
Pendidikan
non-formal
memusatkan perhatian kepada perbaikan kehidupan sosial dan kemampuan dalam
pekerjaan. Pendidikan non-formal lebih berorientasi terhadap menolong individu-individu
memecahkan masalah mereka, bukan pada penyerapan isi kurikulum tertentu.
Pengajaran dilakukan melalui kerjasama dengan guru, umpamanya dengan pekerjapekerja ahli, pekerja sosial, penyuluh pertanian, dan petugas kesehatan.
3. Faktor Kesehatan
Antropologi lebih luas lagi kajiannya dari itu seperti Koentjaraningrat mengatakan bahwa
ilmu antropologi mempelajari manusia dari aspek fisik, sosial, budaya (1984;76).
Pengertian Antropologi kesehatan yang diajukan Foster/Anderson merupakan konsep
yang tepat karena termakutub dalam pengertian ilmu antropologi seperti disampaikan
Koentjaraningrat di atas. Menurut Foster/Anderson, Antropologi Kesehatan mengkaji
masalah-masalah kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub
biologi dan kutub sosial budaya.
Pokok perhatian Kutub Biologi :
•
Pertumbuhan dan perkembangan manusia
•
Peranan penyakit dalam evolusi manusia
•
Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)
Pokok perhatian kutub sosial-budaya :
•
Sistem medis tradisional (etnomedisin)

Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka

Tingkah laku sakit

Hubungan antara dokter pasien

Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada
masyarakat tradisional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang
memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-budya dari tingkahlaku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya disepanjang sejarah
kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia
(Foster/Anderson, 1986; 1-3).
Teori-teori budaya yang mengkaji kesehatan menurut beberapa ahli :

Menurut Weaver :Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan
yang menangani berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver, 1968;1)

Menurut Hasan dan Prasad :Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu
mengenai manusia yang mempelajari aspek-aspek biologi dan kebudayaan
manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan untuk memahami
kedokteran (medical), sejarah kedokteran medico-historical), hukum kedokteran
(medico-legal), aspek sosial kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah
kesehatan manusia (Hasan dan Prasad, 1959; 21-22)

Menurut Hochstrasser : Antropologi Kesehatan adalah pemahaman biobudaya
manusia dan karya-karyanya, yang berhubungan dengan kesehatan dan
pengobatan (Hochstrasser dan Tapp, 1970; 245)

Menurut Lieban :Antropologi Kesehatan adalah studi tentang fenomena medis
(Lieban 1973,1034)

Menurut Fabrega :Antropologi Kesehatan adalah studi yang menjelaskan:
• Berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan didalam
atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan
kelompok-kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit.
• Mempelajari masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan terhadap
pola-pola tingkahlaku. (Fabrga, 1972;167)
Dari definisi-definisi yang dibuat oleh ahli-ahli antropologi mengenai Antropologi
Kesehatan seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Antropologi
Kesehatan mencakup:
1) Mendefinisi secara komprehensif dan interpretasi berbagai macam masalah tentang
hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia dimasa lalu dan masa
kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada
penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut
2) Partisipasi profesional mereka dalam program-program yang bertujuan memperbaiki
derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala
bio-sosial-budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah
yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Beberapa model mengenai faktor kesehatan, salah satunya adalah model evolusi yang
dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain sebagai berikut :
a. Charles Darwin – Social Darwinism ( Spesies – Natural selection )
1.Faktor ketahanan fisik
2.Berfindah, mencari tempat yang lebih cocok
3.Bertahan, pengembang iptek
b. Auguste Comte
1.Manusia adalah benda mati yang memiliki nyawa
2.Metafisika – penjelasan fenomena alam melalui analisis abstrak
3.Scientific stage – semua unsur penyebab dijelaskan melalui analisisi tentang proses
ilmiah / alamiah
c. Karl Marx
1.Setiap perbedaan akan hancur
2.Muncul peradaban paling tinggi sosialis menggantikan feodalis
3.Perubahan harus duupayakan – perombakan sosial ( revolusioner )
d. Herbert Spencer
1.Perubahan masyarakat secara alamiah
2.Masyarakat bergerak ke arah lebih baik dan sempurna
e.Emile Durkhein
Model evolusi semu, karena perubahan tidak selalu ke arah kesempurnaan :
1.Spesialis pekerjaan sederhana – mechanical solidarity
2.Kepadatan penduduk – spesialisasi berbeda – organic solidarity
f.Leslie White
1.Tingkat perubahan tidak berdasarkan urutan tapi bisa meloncat
2.Modernisasi – global
BAB III
METODOLOGI
I.
Metode Penelitian
a. Metode Primer :
Secara kuantitatif
: pembagian kuesioner
Secara kualitatif
: wawancara
b. Metode Sekunder
: studi literatur
BAB IV
DATA ANALISIS KUANTITATIF
I. Jenis kelamin
II. Pekerjaan
10%
6%
Ibu Rumah Tangga
4%
Pedagang
Buruh
Pensiunan
10%
54%
Pengangguran
Sekolah
16%
III. Agama
4%
Islam
Kristen
96%
IV. Jumlah anggota keluarga
6%
12%
30%
3 Orang
4 Orang
5 Orang
6 Orang
52%
V. Kemampuan membaca
VI. Tingkat pendidikan
VII. Kegiatan kemasyarakatan
2%
10%
18%
10%
Arisan
Siskamling
Pengajian
PKK
Kesenian
60%
VIII. Pengenalan budaya sunda
2%
Ya
Tidak
98%
IX. Bahasa sehari-hari
Sunda
42%
Indonesia
52%
Campuran Indonesia
dan Sunda
6%
X. Penggunaan internet
12%
Bisa
Tidak
88%
XI. Barang elektronik yang dimiliki
14%
24%
3%
Handphone
TV
Kulkas
Rice cooker
59%
XII. Kepemilikan kendaraan
12%
26%
62%
0%
Sepeda
Motor
Mobil
Tidak Punya
XIII. Kepemilikan MCK pribadi
12%
Sepeda
Motor
Mobil
Tidak Punya
26%
62%
0%
XIV. Usia
4%
6%
12%
22%
<20
20an
30an
40an
26%
50an
60an
30%
XIV. Harapan yang ingin dicapai
6%
14%
22%
4%
24%
30%
Kebersihan Lingkungan
Perbaikan Jalan
Fasilitas MCK Tambahan
Modal Usaha
Lapangan Olahraga
Lain-lain
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan membahas unsur-unsur kebudayaan yang
terdapat dalam masyarakat Taman Hewan. Ketujuh unsur tersebut merupakan hal-hal
yang saling berkait dan berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu
akan dibahas satu persatu unsur budaya yang terdapat di sana berdasarkan data
kuantitatif yang diperoleh.
Ditinjau dari jenis kelaminnya, Masyarakat dilingkungan taman hewan kebanyakan
berjenis kelamin wanita, dengan presentase sebesar 60% dibandingkan jenis kelamin pria,
40%. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh angka kelahiran ibu untuk melahirkan seorang
bayi perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Namun, bukan hanya hal itu saja yang
menjadi factor banyaknya perempuan daripada laki-laki, melainkan proses transmigrasi
penduduk diluar lingkungan Taman Hewan yang berdatangan untuk membuka usaha.
Selain itu, berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh, pekerjaan masyarakat taman
hewan pada umumnya adalah ibu rumah tangga dibandingkan yang lainnya. Angka 54%
dapat menjelaskan betapa banyaknya seorang wanita dilingkungan taman hewan. Setelah
ibu rumah tangga, pekerjaan sebagai pedagang menyusul dengan peringkat kedua.
Melihat kondisi taman hewan yang strategis dengan masyarakat lain untuk bertindak
konsumtif tentu menjadi factor utama untuk berjualan. Didukung pula dengan adanya
Kebun Binatang Bandung yang berlokasi sangat dekat sekali dengan masyarakat di
lingkungan taman hewan. Masyarakat yang berjualan tidak hanya memanfaatkan lokasi
wisata yang sangat dekat itu, tapi banyak juga yang menjadi pedagang keliling yang pergi
ke sekolah-sekolah, memutari Bandung, dan banyak lokasi-lokasi lain yang menjadi
tempat mereka menanggung nasib untuk memperoleh sesuap nasi.
Selanjutnya,
presentase ketiga dengan angka 10% merupakan pekerjaan menjadi anak sekolah dan
juga buruh. Dua pekerjaan ini memiliki angka yang sama. Pekerjaan itu pilihan, mana yang
lebih mampu dilakukan itulah yang dipilih. Sama halnya dengan memilih untuk menuntut
ilmu. Memang jarang ditemui masyarakat penduduk daerah di lingkungan taman hewan
yang menuntut ilmu hingga perguruan tinggi dan bekerja sesuai bidangnya. Namun, nilai
itu tetap saja ada. Pilihan ini dipengaruhi oleh pola pikir. Yang berpikir bahwa menuntut
ilmu setinggi-tingginya adalah penting, maka dengan kemampuan yang dimiliki seorang
manusia, akan terus berusaha untuk memperoleh hal tersebut. Lain halnya dengan yang
menerima apa saja, dan siap pekerjaan keras walaupun hasil yang diperoleh tidak besar.
Itulah realita yang kadang manusia untuk mengakuinya saja masih ragu-ragu. Sisanya
adalah pensiunan dan pengangguran. Warga yang menganggur
biasanya berada
dirumah dan kebanyakan mengasuh anak.
Warga di sekitar taman hewan dominan beragama Islam, ditunjukkan dengan angka
presentase sebesar 96% dari data kuantitatif. Pedoman yang dianut ini dapat dilihat juga
dari kegiatan masyarakatnya yang suka melakukan pengajian di masjid.
Hal ini
merupakan wujud kebudayaan yang dibentuk oleh masyarakat di masa-masa terdahulu.
Kebudayaan memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu:
1. Kebudayaan itu abstrak
2. Kebudayaan itu menuntun dan mengarahkan manusia
3. Kebudayaan itu dimiliki manusia
4. Kebudayaan itu dimiliki oleh masyarakat
5. Kebudayaan itu diwariskan
6. Kebudayaan itu berubah.
Agama memiliki sifat kebudayaan yang menuntun dan mengarahkan manusia untuk
menjadi makhluk yang beriman dan bertakwa. Maksudnya, agama manapun pasti memiliki
landasan dan hokum-hukum yang berdiri didalamnya. Pedoman itulah yang menjadi
penuntun dan pengarah. Dalam kehidupan, masyarakat bersikap dan berperilaku sesuai
dengan peraturan yang menjadi kesepakatan bersama. Jika ada orang atau bagian dari
masyarakat yang tidak tunduk pada tata aturan yang bernama kebudayaan, ia dikatakan
berperilaku
menyimpang.
Biasanya,
orang
yang
menyimpang
dari
kebudayaan
masyarakatnya akan mendapatkan sanksi sosial. Namun, di lingkungan taman hewan
sanksi sosial yang dimaksud tidak begitu keras dan masih bersifat kekeluargaan.
Jumlah anggota keluarga di lingkungan taman hewan, sebanyak 52% berjumlahkan 4
orang. Artinya sepasang suami istri memiliki dua orang anak. Hal ini dipengaruhi oleh
pembentukan keluarga berencana (KB). Hal ini bisa saja menjadi kebudayaan di
lingkungan taman hewan. Karena kebudayaan itu bersifat diwariskan atau turun menurun.
Dapat dilihat dari data kuantitatif bahwa masyarakat taman hewan kebanyakan berada
pada usia tua 40 tahun keatas sebanyak 56 persen. Untuk usia produktif 20-40 tahun
sebanyak 38 persen, dan usia muda (<20tahun) hanya sebanyak 6 persen.
Aspek budaya yang lainnya, yakni bahasa, dari data kuantitatif yang diperoleh dapat dilihat
bahwa mayoritas masyarakat Taman Hewan menggunakan Bahasa Sunda sebagai
bahasa sehari-hari. Hal ini disebabkan karena hampir semua masyarakat di lingkungan
Taman Hewan berasal dari suku Sunda. Selain itu banyak juga masyarakat yang
menggunakan bahasa Indonesia dalam sehari-hari. Masyarakat yang menggunakan
Bahasa Indonesia rata-rata berasal dari daerah diluar lingkup Sunda. Namun terkadang
mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari bersama
mahasiswa.
Untuk meneliti unsur budaya sistem teknologi, maka ditinjau dari tiga hal, yakni
kemampuan menggunakan internet, barang elektronik yang digunakan dan kendaraan
yang digunakan
Dari data kuantitatif yang ada dapat dilihat bahwa hampir kebanyakan
masyarakat Taman Hewan tidak dapat menggunakan internet. Hal ini dikarenakan
kebanyakan masyarakat Taman Hewan berusia diatas 30 tahun dan tidak memerlukan
internet dalam pekerjaan kesehariannya. Namun rata-rata anak-anak mereka yang masih
sekolah di tingkat SMP atau SMA mampu menggunakan internet. Selain itu, dari data
kuantitatif yang diperoleh dapat dilihat bahwa 59 persen masyarakat Taman Hewan
memiliki televisi. 24 persen masyarakat Taman hewan memiliki handphone yang biasanya
digunakan oleh masyarakat dalam tingkat remaja. Dalam menanak nasi hanya sekitar 14
persen yang menggunakan rice cooker serta sangat sedikit sekali yang memiliki kulkas.
Selain itu, ditinjau dari kendaraan yang digunakan, berdasarkan data kuantitatif dapat
dilihat, sebanyak 26% responden mengaku memiliki motor dan 12% responden mengaku
memiliki sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari. Selain itu, 62% responden mengaku
tidak memiliki kendaraan apapun sebagai alat transportasinya. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat ekonomi masyarakat sekitar Taman Hewan masih dalam taraf menengah ke
bawah. Bukti lain yang mendukung fakta ini adalah tidak adanya masyarakat di sekitar
Taman Hewan yang memiliki mobil pribadi sebagai alat transportasinya.
Dari hasil data kuantitatif yang diperoleh, masyarakat sekitar Taman Hewan sebagian
besar atau 82% sudah bisa membaca, walaupun tidak bisa dikatakan bebas sama sekali
dari buta huruf, karena sebagian kecil (sekitar 18%) terdapat orang-orang tua yang tinggal
di daerah tersebut tidak mengenyam pendidikan dasar. Sehingga menyebabkan para
orang tua tersebut buta huruf. Akan tetapi untuk anak-anak usia sekolah, semuanya sudah
bisa membaca. Hal ini disebabkan oleh semakin terjangkaunya sekolah-sekolah dasar
dikarenakan program pemerintah berupa biaya sekolah dasar gratis, dan juga disebabkan
oleh semakin sadarnya para orang tua akan pentingnya kemampuan membaca bagi anakanak mereka. Karena hampir semua masyarakat taman hewan beragama Islam, selain
membaca bahasa latin, masyarakat juga sebagian besar bisa membaca Al-Qur’an. Hal ini
diakibatkan oleh seringnya diadakan pengajian rutin di lingkungan tersebut
Tingkat pendidikan di daerah Taman Hewan masih cukup rendah untuk ukuran zaman
sekarang ini yang sangat mensyaratkan pendidikan cukup atau setingkat SMA untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak. Dari data kuantitatif yang diperoleh, rata-rata
masyarakat Taman Hewan berpendidikan SMP (sekitar 48%).
Terdapat dua faktor yang menyebabkan masyarakat tersebut berpendidikan rendah, yaitu:
1. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan.
Masyarakat Taman Hewan menganggap pendidikan tidak cukup penting untuk
diperhatikan. Mereka menganggap bisa membaca dan berhitung (setingkat SD atau
SMP) sudah cukup untuk bekal dalam menjalankan hidup.
2. Pekerjaan masyarakat taman hewan yang sebagian besar di sektor informal.
Pekerjaan Masyarakat di sektor Informal seperti pedagang dan buruh bangunan sangat
mempengaruhi tingkat pendidikan di daerah tersebut. Karena faktor ekonomi, mereka
tidak sanggup menyekolahkan anak mereka ke sekolah lebih tinggi seperti SMA atau
Perguruan TInggi, karena pemerintah hanya menggratiskan pendidikan sampai tingkat
SMP saja.
Masyarakat di sekitar taman hewan merupakan masyarakat yang masih erat hubungan
kekeluargaan di antara mereka. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengamatan kami, dimana
lingkungan Taman Hewan banyak melakukan kegiatan kemasyarakatan yang sangat
bermanfaat bagi lingkungan tersebut. Cukup banyak kegiatan kemasyarakatan yang
diadakan disana seperti, pengajian, siskamling, arisan, PKK, dan Kegiatan Kesenian.
Banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari kegiatan tersebut, contohnya ; siskamling
bertujuan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitar, PKK bertujun
melatih para ibu-ibu di lingkungan tersebut untuk mempunyai beberapa keahlian yang bisa
digunakan baik untuk berumah tangga ataupun memberi penghasilan tambahan, seperti
memasak, membuat kerajinan,dll. Arisan bertujuan selain untuk mempererat hubungan
kekeluargaan juga mengajarkan masyarakat untuk menyisihkan sebagian dari penghasilan
mereka untuk ditabung. Kegiatan kemasyarakatan yang paling banyak dilakukan di
lingkungan tersebut dari hasil survey dan wawancara kami adalah pengajian (sekitar
60%). Biasanya pengajian dilakukan rutin tiap malam jumat atau ketika hari-hari besar
Islam, dan juga tiap hari pada saat bulan Ramadhan. Banyaknya anggota masyrakat
Taman Hewan yang mengikuti pengajian dapat terlihat dari selalu penuhnya masjid-masjid
pada waktu malam hari. Hal ini tentu sangat bermanfaat selain untuk mempererat
hubungan kekeluargaan
antara
anggota masyarakat,
juga agar
menghindarkan
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik serta lebih mendekatkan diri pada
Tuhan Yang Maha Esa.
Masyarakat yang berada di Taman Hewan sebagian besar adalah suku sunda. Walaupun
begitu tidak seluruhnya masyarakat Taman Hewan asli dari Bandung, mereka juga ada
yang berasal dari kota-kota lain sekitar Jawa Barat seperti Garut, Sukabumi, Tasikmalaya,
Banjar, Kuningan, dan lain-lain yang juga merupakan suku sunda. Sebagian kecil
penduduk disana juga ada yang suku padang, jawa atau batak. Maka tidak heran budaya
sunda masih sangat kental disana. Dari survey yang kami lakukan, 98% masyarakat
disana mengaku masih mengenal budaya sunda. Bahkan mereka tidak hanya mengenal,
tetapi juga masih melestarikan kebudayaan sunda. Hal ini bisa dilihat dari diadakannya
kegiatan kesenian yang rutin dilaksanakan masyarakat Taman Hewan sebagai bagian dari
kegiatan kemasyarakatan. Hal lain yang menarik kami temukan adalah para anak-anak di
lingkungan tersebut bisa menyanyi lagu-lagu sunda. Dari setiap anak di lingkungan Taman
Hewan yang kami minta untuk menyanyi lagu sunda, semuanya bisa menyanyikan lagu
sunda dengan baik. Ini membuktikan regenerasi Budaya Sunda sangat baik terjadi di
lingkungan Taman Hewan, sehingga budaya sunda dapat terjaga kelestariannya.
Kepemilikan MCK (mandi, cuci, kakus) merupakan salah satu faktor lainnya yang ditinjau
dalam penelitian ini. Dari data kuantitatif yang diperoleh, 72% responden menyatakan
bahwa mereka tidak memiliki MCK pribadi di rumahnya masing-masing. Sebaliknya, 28%
responden menyatakan bahwa mereka telah memiliki MCK pribadi di rumahnya. Hasil
survey ini menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Hewan masih
memiliki jiwa sosial yang tinggi. Mereka tidak segan berbagi kepemilikian MCK bersama
masyarakat lainnya yang tinggal di sekitar Taman Hewan meskipun alasan utama
keberadaan MCK umum adalah karena faktor ekonomi.
Harapan yang ingin dicapai oleh masyarakat di sekitar Taman Hewan umumnya beragam.
Sekitar 30% responden mengatakan bahwa mereka menginginkan perbaikan jalan di
lingkungan Taman Hewan. 24% responden lainnya menginginkan kebersihan lingkungan
ditingkatkan. 22% responden menyatakan ingin memiliki tambahan fasilitas MCK umum di
sekitar Taman Hewan. Sebanyak 14% responden menyatakan mereka membutuhkan
tambahan modal usaha untuk memperbaiki usaha yang telah dirintis guna meningkatkan
taraf hidupnya. Selain itu, 6% responden menginginkan adanya lapangan olahraga yang
diperuntukkan bagi masyarakat di sekitar Taman Hewan. Sedangkan, 4% responden
lainnya menginginkan hal-hal lain yang belum tercantum dalam lembar kuesioner. Dari
pernyataan para responden tersebut, dapat disimpulkan bahwa masyarakat di sekitar
Taman Hewan memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan tempat mereka
tinggal dan menginginkan perbaikan di lingkungannya tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
I. KESIMPULAN
1. Tingkat pendidikan warga Taman Hewan masih berada pada level menengah ke
bawah
2. Sebagian besar masyarakat Taman Hewan masih merasa tingkat perekonomiannya
kurang.
3. Tingkat kesehatan masyarakat Taman Hewan yan masih rendah.
4. Tingkat teknologi masyarakat yang tinggal di wilayah Taman Hewan masih belum
berkembang dengan baik, namum dapat dikatakan perkembangannya cukup baik.
5. Tingkat kepedulian pihak ITB terhadap kehidupan masyarakat Taman Hewan masih
sangat kurang.
6. Kebudayaan Sunda masih sangat kental pada masyarakat Taman Hewan.
7. Kebudayaan lain yang dibawa oleh warga pendatang sedikit mempengaruhi
masyarakat Taman Hewan.
II. SARAN
1. Apresiasi masyarakat Taman Hewan yang masih rendah dan sedikit yang ingin
melanjutkan ke jenjang lebih tinggi perlu ditingkatkan lagi.
2. Tingkat perekononian masyarakat Taman Hewan dapat ditingkatkan dengan
memberikan subsidi silang dari pihak ITB.
3. Masyarakat Taman Hewan masih membuang sampah sembarangan ke Sungai
Cikapundung, sehingga hal ini perlu diperhatikan karena menyangkut kesehatan
masyarakat.
4. Tingkat teknologi dapat ditingkatkan dengan cara memberikan penyuluhan mengenai
penggunaan internet dan meningkatkan penggunanaannya di wilayah tersebut.
5. Pihak ITB dapat membantu masyarakat Taman Hewan dengan beberapa cara.
Mungkin dengan memberikan subsidi silang, pekerjaan, atau penyuluhan untuk
masyarakat Taman Hewan.
6. Kebudayaan Sunda di kalangan masyarakat Taman Hewan harus dilestarikan untuk
kekayaan bangsa Indonesia.
7. Kebudayaan lain selain kebudayaan Sunda dapat diserap, namun hanya sisi positifnya
saja. Akulturasi kebudayaan Sunda dengan kebudayaan lain yang diharapkan dapat
memberikan hasil kebudayaan yang positif.
Download