IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH PEMALONGAN, BAJUIN TANAH LAUT Siti Rusita1, Simon Sadok Siregar1, Ibrahim Sota1 ABSTRAK. Bijih besi merupakan unsur utama dalam industri baja. Pada umumnya endapan bijih besi memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan genesa dan keterdapatannya pada batuan induknya. Endapan bijih besi di Pemalongan tersebar namun cadangannya hingga kini belum diketahui dengan pasti. Oleh karenanya dilakukan penelitian lebih lanjut di daerah tersebut, untuk mengetahui kedalaman dan arah sebarannya secara detail dengan menggunakan metode geomangnet. Pengambilan data dilakukan secara looping dengan jumlah titik yang diperoleh 124 titik ukur. Proses akusisi dilakukan dengan menggunakan GSM Proton Magnetometer Type GSM 19T dan pengukuran suseptibilitas magnetik dengan menggunakan Magnetic Susceptibility system (MS2) dengan sensor Tipe MS2B Dual Frequency. Hasil interpretasi kualitatif menunjukkan adanya anomali magnetik sebaran bijih besi yang semakin mengecil mengarah ke timur laut dengan kedalaman 49 – 72 m dengan batuan bawaannya adalah batuan andesit, batuan diorite dan batuan basalt dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar 0,0160 – 0,0719 cgs dan mengandung mineral magnetit. Kata kunci: Bijih besi, Sebaran, Kedalaman PENDAHULUAN Kabupaten Bijih besi merupakan unsur utama dalam industri baja, bijih Tanah Laut, terdapat endapan bijih besi dan kromit. Secara besi genesa, endapan bijih tersebut merupakan jenis logam yang melimpah merupakan endapan bijih besi primer di bumi dan masih menjadi tulang yang berukuran kerikil seperti di Sungai punggung dalam peradaban modern. Bakar hingga bongkah besar seperti di Ketergantungan Pemalongan dan Sumber tersebut teridentifikasi dalam kehidupan Pembentukan bijih besi manusia, mulai dari keperluan rumah pemalongan merupakan hasil kontak tangga, pertanian, permesinan hingga metasomatik, dimana batu gamping alat transportasi. diterobos oleh diorite. Endapan bijih Menurut terhadap Ishlah logam (2009) alam di Mulia. daerah besi di Pemalongan tersebar namun Indonesia memiliki potensi endapan cadangannya bijih besi yang cukup besar, baik dalam diketahui dengan pasti. Berdasarkan bentuk bijih besi primer, sekunder pernyataan maupun laterit. Menurut Tresnadi, H melakukan penelitian ini lebih lanjut di (2009) daerah 1 menyatakan bahwa di hingga tersebut tersebut Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Email: [email protected] 49 kini maka untuk belum peneliti mengetahui 50 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 13 No.1, Februari 2016 (49 –59) kedalaman dan sebarannya tanahnya berupa organosol gleihumus, secara detail dengan menggunakan komplek Podsolid Merah Kuning dan metode geomangnet. Laterit. Batuan formasi pudak Metoda metode arah geomagnet pengolahan merupakan data penyusunnya (Kap) dan adalah anggota potensial batukora, formasi pudak (Kab). Formasi untuk memperoleh gambaran bawah pudak (Kap) yang terdiri atas batuan permukaan bumi yang berdasarkan gamping, basalt porfir, batuan malihan karakteristik magnetiknya. dan goemagnet memanfaatkan Metode ultramafik sedangkan anggota sifat batukora, formasi pudak (Kab) yang terdiri kemagnetan bumi sehingga didapat atas andesit, porfir dan piroksen sebagian kontur yang menggambarkan distribusi besarnya berubah menjadi klorin dan bijih suseptibiliti besi (Sikumbang & Heryanto, 1994). batuan di bawah permukaan pada arah horizontal. Dari nilai suseptibiliti batuan maka dapat memisahkan batuan yang mengandung Bijih Besi Bijih besi adalah batuan yang sifat kemagnetan dengan yang tidak mengandung unsur besi, atau terdapat mengandung endapan besi di dalamnya. Mineral sehingga sebaran sifat dapat kemagnetan, menentukan batuan itu sendiri. arah Untuk penyusun Fe berkisar antara 30 - 80%, sisanya disusun oleh mineral lain, pemodelan ke arah horizontal maka terbentuk dari perubahan panas dan didapat tekanan yang menyebabkan terjadinya informasi kedalamannya, sehingga metode ini dapat digunakan aktivitas kimiawi untuk mengetahui arah sebaran dan Keterdapatan kedalaman batuan yang mengandung dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sifat kemagnetan maupun yang tidak endapan besi primer karena proses mengandung sifat kemagnetan. hidrotermal, endapan besi laterit terbentuk endapan didalamnya. besi dapat akibat pelapukan dan endapan besi Geologi Umum Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Pemalongan, Kecamatan Bajuin. sekunder (pasir besi) adalah merupakan kelompok mineral rombakan (Perkins, 2002). Topografi alamnya berupa dataran tinggi dan bergunung gunung, dengan kemiringan lereng antara 20 - 45° dengan ketinggian antara 270 - 391 mdpl. Jenis Prinsip Dasar Magnetik Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas medan magnet Rusita, S., dkk. Identifikasi Sebaran Bii Besi dengan....51 yang dimiliki batuan. Sifat magnet ini ada karena pengaruh dari medan magnet bumi pembentukan Kemampuan pada batuan untuk waktu tersebut. termagnetisasi tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Benda-benda tersebut dapat berupa gejala struktur bawah permukaan ataupun batuan yang bersifat magnetik. Suseptibilitas merupakan derajat termagnetisasinya suatu benda karena pengaruh medan magnetik. (Santoso, 2001). Berdasarkan nilai suseptibilitas dibagi menjadi kelompok-kelompok jenis material dan batuan penyusun litologi bumi, yaitu: a. Diamagnetik, yaitu mineral yang mempunyai kerentanan pada benda ini selalu berlawanan medan magnet luar, misalnya: batuan grafit, marmer dan kuarsa. b. Paramagnetik, yaitu mineral yang memiliki harga kerentanan magnet positif dan nilai kecil, misalnya batuan beku asam. c. Feromagnetik, yaitu mineral yang memiliki nilai kerentanan magnet besar, misalnya berbagai batuan beku basa atau ultara basa (Telford et al., 1990). Tipe Batuan Suseptibilitas x 103(SI) Dolomite Limestones Sandstones Shales Amphibolite Schist Phyllite Gneiss Quartzite Serpentine Granite Rhyolite Dolorite Diabase Porphyry Gabbro Basalts Diorite Peridotite Andesite 0 – 0,9 0 – 3,0 0 – 20 0,01 – 15 0,7 0,3 – 3,0 1,5 0,1 – 25 4,0 3 – 17 0 – 50 0,2 – 35 1 - 35 1 – 160 0,3 – 200 1 – 90 0,2 – 175 0,6 – 120 90 – 200 160 (Telford et al., 1990) magnet negatif yang artinya orbit elektron dengan Tabel 1. Suseptibilitas magnet dalam beberapa batuan Tabel 2. Suseptibilitas magnet dalam beberapa mineral Tipe Mineral Suseptibilitas x 103 (SI) Graphite Quartz Rock salt Gypsum Calcite Coal Clays Chalcopyrite Siderite Pyrite Limonite Hematite Chromite Ilmenite Magnetite (Telford et al., 1990) 0,1 -0,01 -0,01 -0,01 -0,001 – 0,01 0,02 0,2 0,4 1–4 0,05 – 5 2,5 0,5 – 35 3 – 110 300 – 3.500 1.200 – 19.200 52 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 13 No.1, Februari 2016 (49 –59) Medan Magnet Bumi bumi dan berasal dari pengaruh ionosfer Medan magnet bumi terdiri dari 3 matahari. Salah satu jenis magnetometer bagian: (1) medan magnet utama (main adalah Proton absorption magnetometer. field) adalah medan yang berasal dari Prinsip kerjanya menggunakan presesi dalam bumi. (2) medan magnet luar dari proton. Medan magnet yang cukup (external field) adalah medan yang kuat akan menginduksi proton (yang berasal dari pengaruh luar bumi yang terdapat dalam cairan kaya hydrogen). merupakan hasil ionisasi di atmosfer Kemudian sumbu putar proton akan yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet mengikuti sumbu magnet, lalu medan dari matahari, dan (3) medan magnet magnet yang kuat dihilangkan. Akhirnya anomali adalah medan magnet yang sumbu dihasilkan yang mengikuti sumbu medan magnet bumi. bermagnet Perubahan arah sumbu putar dari proton seperti magnetite, titanomagnetite dan ini (dari medan yang kuat ke medan lain-lain yang berada di kerak bumi. magnet oleh mengandung batuan mineral Medan magnet bumi putar proton bumi) Selanjutnya akan disebut perubahan berubah presesi. arah sumbu terkarakterisasi oleh parameter fisis, putar ini akan diterjemahkan oleh alat yaitu: Deklinasi, Inklinasi, Intensitas menjadi pembacaan besarnya medan Horizontal, magnet bumi di lokasi titik ukur. Nilai Medan magnetik total (Telford et al., 1979). yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik di Metode Geomagnetik bawah Metode geomagnetik adalah salah permukaan. Hal geologi untuk menyelidiki kondisi permukaan (Zaenudin et al., 2008). dengan memanfaatkan sifat dapat dijadikan dalam pendugaan keadaan satu metode geofisika yang digunakan bumi itu yang mungkin Komponen teramati frekuensi rendah kemagnetan bahan yang diidentifikasikan merupakan hasil kontribusi dari batuan oleh kerentanan magnet batuan. Alat yang yang metode frekuensi yang tinggi merupakan hasil magnetometer. kontribusi batuan yang dangkal. Batuan Medan magnet yang terbaca pada dengan kandungan mineral - mineral magnetometer tertentu dapat dikenal dengan baik digunakan geomagnetik adalah dalam merupakan akumulasi dalam sedangkan eksplorasi komponen dari anomali magnetik, yang masih dalam geomagnet, yang mendapat pengaruh dari medan magnet dimunculkan sebagai anomali. Anomali Rusita, S., dkk. Identifikasi Sebaran Bii Besi dengan....53 yang diperoleh merupakan hasil distorsi IGRF pada stasiun Tobs, TVH sebagai pada medan magnetik yang diakibatkan koreksi medan magnetik akibat variasi oleh material magnetik dari bumi atau harian. mungkin juga dari bagian atas mantel. Menurut Santoso (2001) anomali METODE PENELITIAN Beberapa peralatan yang digunakan magnetik diperoleh dari persamaan: ∆T = Tobs ± TIGRF ± TVH (1) dalam penelitian ini adalah Satu set GSM Proton Magnetometer Type GSM 19T, ∆T adalah anomali magnetik, Tobs GPS, sebagai medan magnetik pengukuran mag2Dc, Buku Lapangan, Jam Tangan pada stasiun tertentu, TIGRF sebagai dan Kamera dokumentasi. Gambar 1 medan magnetik teoritis berdasarkan adalah bagan alir penelitian. Perangkat lunak Kajian Pustaka Survey Lapangan Akuisisi Data Lapangan Pengambilan Sapel Bijih Besi Pengolahan Data Pengujian Sapel Bijih Besi Penentuan Kontur Anomali Total Magnetic Susceptibily system (MS2) dengan sensor Tipe MS2B Dual Frequency Arah Sebaran Bantuan Bijih Besi Pemodelan Nilai suseptibily Bijih Besi Kedalaman Batuan Bijih Besi Analisa Hasil Gambar 1. Bagan Penelitian surfer dan 54 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 13 No.1, Februari 2016 (49 –59) a. Akuisisi Data Lapangan b. Pengolahan Data Akuisisi data pada penelitian ini dilakukan secara looping yaitu Data pengukuran di lapangan selanjutnya diolah mengikuti langkah pengukuran yang dimulai dari titik base berikut: station dan berakhir di base station lagi. a) Hasil pengukuran lapangan Lintasan pengambilan data dari arah dikoreksi dengan data Selatan–Utara sebanyak 2 lintasan dan magnetik utama bumi arah Barat–Timur sebanyak 5 lintasan. (International Lintasan 1 s.d 2 panjangnya ±700 m Reference Field). dengan jarak antar lintasan ±210 meter, medan IGRF Geomagnetic b) Setelah data lapangan dikoreksi sedangkan lintasan 1 s.d 5 panjangnya dengan ±210 m dengan jarak antar lintasan utama ±175 m. Spasi yang digunakan antara dikoreksikan dengan data variasi satu titik dengan titik berikutnya 30 m. magnetik harian. Jarak lintasan atau posisi titik data medan bumi, c) Langkah magnetik selanjutnya selanjutnya tersebut sewaktu-waktu bisa berubah membuat kontur dikarenakan tempat pada titik tersebut magnetik total tidak dapat software Surfer 9, setelah itu baru data. Data dilakukan yang pengambilan pengambilan dicatat data adalah dalam titik peta adalah anomali menggunakan dilakukan slicing pada peta anomali medan magnet total untuk pengambilan data, koordinat, medan membuat model medan magnetnya. magnet (nT), waktu dan mencatat d) Dari data hasil slicing pada peta keadaan di sekeliling titik pengambilan. anomali magnetik total, selanjutnya diolah menggunakan software Mag2DC untuk mengetahui bentuk dan kedalaman benda anomali dari bawah permukaan bumi. c. Sampel Pengambilan disekitar Gambar 2. Lintasan Akuisisi Data Lapangan titik sampel pengambilan batuan data geomagnet, di lintasan 1 terdapat 2 titik sampel batuan dan di lintasan 4 Rusita, S., dkk. Identifikasi Sebaran Bii Besi dengan....55 terdapat 1 titik pengambilan sampel yang terukur di lapangan dikurangi dari arah Barat–Timur. Dari survei dengan nilai IGRF lokasi penelitian dan pendahuluan di lintasan tersebut ada variasi harian sehingga diperoleh nilai singkapan batuan di atas permukaan anomali medan magnet total kemudian tanah yang mengandung endapan bijih diolah menggunakan software Surfer 9 besi. Pada pengambilan sampel batuan dan diperoleh peta kontur anomali bijih besi, data yang dicatat adalah medan magnet total yang terdapat nama sampel batuan dan titik koordinat pada Gambar 3. pengambilan sampel. Sampel yang telah diambil dari lokasi penelitian suseptibilitasnya akan diuji nilai menggunakan alat Magnetic Susceptibility System (MS2) dengan sensor Tipe MS2B Dual Frequency. Pertama, ketiga sampel bijih besi dihaluskan hingga berukuran batu kerikil, kemudian dilanjutkan dengan menimbang massa holder yang belum diisi sampel dan massa holder yang sudah diisi sampel bijih besi. Setelah itu dilakukan pengujian sampel menggunakan alat Magnetic Susceptibility System (MS2) dengan sensor Tipe MS2B Dual Frequency. Gambar 3. Peta kontur anomali medan magnet total Penyebaran anomali magnetik total yang berorientasi dari arah Timur Laut ke arah Barat Daya seperti ditunjukkan oleh Gambar 3 dengan nilai anomali lebih dari 2 nT hingga 2850 nT. Anomali rendah terletak di bagian Barat Laut, HASIL DAN PEMBAHASAN Timur Laut dan Tenggara sedangkan anomali tinggi di keliling a. Anomali Medan Magnet Total dan Interpretasi Data Hasil pengukuran lapangan oleh anomali rendah yang terletak di bagian Barat Daya yang menyebar ke metode arah Timur Laut. Nilai anomali rendah geomagnet berupa data kuat medan berasosiasi dengan nilai kontras rapat magnet pada base station dan setiap massa batuan kecil sedangkan nilai titik pengukuran di lokasi penelitian. anomali tinggi berasosiasi dengan nilai Kemudian nilai dari kuat medan magnet kontras rapat massa batuan tinggi. dengan menggunakan 56 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 13 No.1, Februari 2016 (49 –59) Penampang Lintasan 1 (slicing 1) Pada penampang ini (Gambar 4) suseptibilitas batuan pada bongkahan 1 yang tidak beda bongkahan berorientasi dari arah Selatan ke arah bongkahan 1 sebesar 0,0682 cgs dan Utara. bongkahan 2 sebesar 0,0719 cgs, nilai Nilai dengan nilai anomali magnetik total yang selisih 2. jauh suseptibilitas suseptibilitas batuan tersebut sebesar 0,0037 cgs. Pada bagian tengah lintasan terjadi penurunan nilai anomali dari yang tinggi ke rendah. Hal ini disebabkan Gambar 4. Penampang lintasan 1 oleh adanya bidang kontak batuan antara Hasil pemodelan Mag2dc diperoleh empat model bongkahan dengan bongkahan bongkahan 3. 2 Nilai dengan suseptibilitas bongkahan 2 sebesar 0,0719 cgs panjang sayatan 721,4 m. Bongkahan sedangkan pertama memiliki nilai suseptibilitas bongkahan 3 sebesar 0,0551 cgs, batuan selisih sebesar 0,0682 cgs yang nilai nilai suseptibilitas suseptibilitas batuan ditafsirkan sebagai batuan andesit. tersebut sebesar 0,0169 cgs. Pada Bongkahan nilai bagian Timur juga terjadi penurunan suseptibilitas batuan sebesar 0,0719 nilai anomali dari tinggi ke rendah. Hal cgs ditafsirkan sebagai batuan andesit. ini disebabkan adanya bidang kontak Bongkahan ketiga ditafsirkan sebagai batuan antara bongkahan 3 dengan batuan bongkahan kedua diorite memliki dengan nilai 4. Nilai suseptibilitas suseptibilitas batuan sebesar 0,0551 bongkahan 3 sebesar 0,0551 cgs dan cgs. nilai Bongkahan empat ditafsirkan suseptibilitas bongkahan 4 sebagai batuan basalt dengan nilai sebesar suseptibilitas batuan sebesar 0,0246 suseptibilitas batuan tersebut sebesar cgs. Pada penampang lintasan ini 0,0305 cgs. 0,0246 cgs, selisih nilai terlihat di bagian Selatan terdapat perubahan nilai anomali dari nilai anomali tinggi ke rendah. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya Penampang Lintasan 2 (slicing 2) Pada penampang ini (Gambar 5) nilai anomali magnetik total yang rekahan (retakan) yang terjadi pada bervariasi dari arah Barat Daya ke arah batuan. Hal tersebut terlihat dari nilai Timur Laut. Rusita, S., dkk. Identifikasi Sebaran Bii Besi dengan....57 lintasan terjadi penurunan nilai anomali dari yang tinggi ke rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya bidang kontak batuan antara bongkahan 2 dengan bongkahan bongkahan Gambar 5. Penampang lintasan 2 3. 2 Nilai suseptibilitas sebesar 0,0600 cgs sedangkan nilai suseptibilitas bongkahan Pada hasil pemudelan Mag2dc 3 sebesar 0,0224 cgs, selisih nilai diperoleh 4 model bongkahan batuan. suseptibilitas batuan tersebut sebesar Bongkahan nilai 0,0376 cgs. Di bagian Timur Laut juga suseptibilitas sebesar 0,0621 cgs yang terjadi penurunan nilai anomali dari tinggi ditafsirkan ke rendah. Hal ini disebabkan adanya pertama sebagai Bongkahan batuan kedua suseptibilitas ditafsirkan memiliki andesit. memiliki sebesar sebagai nilai rekahan (retakan) yang terjadi pada cgs batuan bongkahan 3 dengan bongkahan 0,0600 batuan andesit. 4. Nilai suseptibilitas bongkahan 3 Bongkahan ketiga ditafsirkan sebagai sebesar 0,0224 cgs sedangkan nilai batuan basalt dengan nilai suseptibilitas suseptibilitas sebesar 0,0224 cgs. Bongkahan empat 0,0204 cgs, selisih nilai suseptibilitas ditafsirkan sebagai batuan basalt dengan batuan tersebut sebesar 0,002 cgs. bongkahan 4 sebesar nilai suseptibilitas sebesar 0,0204 cgs. Pada penampang lintasan 2 terlihat Penampang Lintasan 3 (slicing 3) Pada penampang ini (Gambar 6) di bagian Barat Daya terdapat perubahan nilai anomali yang signifikan dari nilai nilai anomali tinggi ke rendah. Perubahan berorientasi dari arah Barat ke arah tersebut Timur. Pada penampang lintasan 3 disebabkan oleh adanya anomali batuan. Hal tersebut terlihat dari nilai perubahan nilai anomali dari nilai anomali suseptibilitas batuan pada bongkahan 1 tinggi ke rendah. Perubahan tersebut yang tidak beda jauh dengan bongkahan disebabkan 2. 1 (retakan) yang terjadi pada batuan. Hal sedangkan tersebut terlihat dari nilai suseptibilitas bongkahan 2 sebesar 0,0600 cgs, selisih batuan pada bongkahan 1 yang tidak nilai beda jauh dengan bongkahan 2. Nilai sebesar 0,0621 suseptibilitas bongkahan cgs batuan tersebut sebesar 0,0021 cgs. Pada bagian tengah suseptibilitas oleh Barat yang terlihat suseptibilitas bagian total rekahan (retakan) yang terjadi pada Nilai di magnetik adanya bongkahan 1 terdapat rekahan sebesar 58 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 13 No.1, Februari 2016 (49 –59) 0,0610 cgs sedangkan bongkahan 2 sebesar 0,0603 cgs, selisih Berdasarkan peta geologi formasi nilai penyusun di daerah penelitian tersebut suseptibilitas batuan tersebut sebesar adalah formasi pudak (Kap) dan anggota 0,0007 cgs. batukora, formasi pudak (Kab). Dari formasi tersebut dan hasil pemodelan lintasan penampang bahwa keterdapatan berasosiasi dengan menunjukkan bijih batuan besi andesit, batuan diorite dan batuan basalt. Rata rata keterdapatan bijih besi yang berada Gambar 6. Penampang lintasan 3 di daerah lokasi penelitian Pada bagian tengah lintasan terjadi kedalaman 49–72 m penurunan nilai anomali dari yang tinggi permukaan bumi dan Wke rendah. Hal ini disebabkan oleh mineral magnetit. dari pada bawah mengandung adanya rekahan (retakan) yang terjadi pada batuan bongkahan 2 dengan bongkahan bongkahan 3. 2 Nilai suseptibilitas sebesar 0,0603 cgs sedangkan nilai suseptibilitas bongkahan 3 sebesar 0,0532 cgs, selisih nilai suseptibilitas batuan tersebut sebesar 0,0071 cgs. Di bagian Barat juga terjadi penurunan nilai anomali dari tinggi ke rendah yang disebabkan signifikan. adanya bidang Hal ini kontak batuan antara bongkahan 3 dengan bongkahan bongkahan 4. 3 Nilai sebesar suseptibilitas 0,0532 cgs sedangkan nilai suseptibilitas bongkahan 4 sebesar 0,0160 cgs, selisih nilai suseptibilitas batuan tersebut sebesar 0,0372 cgs. b. Analisa Suseptibilitas Batuan Sebelum pengujian sampel, pertama dilakukan pengecilan pada ketiga sampel bijih besi. Setelah dilakukan pengecilan sampel, langkah selanjutnya adalah menimbang massa holder dan massa holder ditambah dengan massa batuan bijih besi yang sudah di kecilkan tadi. Kemudian di lakukan pengujian pada ketiga sampel bijih besi tersebut, Data hasil analisa nilai suseptibilitas sampel bijih besi setelah diuji dengan alat suseptibilitas batuan dapat dijelaskan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengujian, suseptibilitas pada ketiga sampel bijih besi menghasilkan nilai suseptibilitas yang dapat dilihat pada Tabel 3. Rusita, S., dkk. Identifikasi Sebaran Bii Besi dengan....59 Pengujian sampel A, B dan C masing-masing menghasilkan nilai magnetit yang merupakan jenis dari feromagntik. suseptibilitas sebesar 7634,3 (10-8 m3 kg1); 6009,4 (10-8 m3 kg-1); dan 4863 (10-8 m3 kg-1). Dari ketiga hasil analisa sampel bijih besi tersebut diperoleh nilai kerentanannya berkisar antara 4863– 7634,3 (10-8 m3 kg-1), hal ini menunjukkan bahwa bijih pemalongan besi pada mengandung daerah mineral magnetit yang merupakan jenis dari feromagntik. Tabel 3. Data hasil analisa suseptibilitas batuan Koefisien Nama Massa -8 3 -1 Keragaman Sampel Sampel (g) (10 m kg ) (%) A 13.3540 7634,3 4,5 B 14.0625 6009,4 4,7 C 15.5947 4863 4,8 KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini: 1. Keterdapatan bijih besi di sekitar Pemalongan dengan menggunakan metode geomagnet terdapat pada Daftar Pustaka Ishlah, T. 2009. Potensi Bijih Besi Indonesia dalam Kerangka Pengem-bangan Klaster Industri Baja. Buletin Sumber Daya Geologi. Perkins, D. 2002. Mineralogy 2nd Edition. Prentice-Hall Inc, New Jersey. United Stated of America. Santoso, D. 2001. Pengantar Teknik Geofisika. Penerbit ITB: Bandung Sikumbang, N & R. Heryanto. 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Skala 1 : 250.000, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung. Telford, W.M, L. P Geldard, R.E. Sherrif, & D.A. Keys, 1979, Applied Geophysics, Cambridge University Press, Cambridge, London, Newyork, Melbourne. Telford, W.M, L.P. Geldart, & R.E. Sheriff, 1990, Apllied Geophysics Second Edition, Australian and New York : Cambridge University Press, USA. kedalaman 49 m – 72 m dan sebarannya semakin membesar ke arah barat daya. 2. Nilai suseptibilitas bijih besi di daerah Pemalongan berkisar antara 4863 – 7634,3 (10-8m3 kg-1). Bijih besi tersebut berasosiasi dengan batuan andesit, batuan diorite dan batuan basalt dengan mengandung mineral Tresnadi, H. 2009. Kajian Penambangan Bijih Besi Di Sungai Riam, Pemalongan dan Sumber Mulia Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. PTSM-TPSABPPT Teknologi. 11:113 – 119. Zaenudin, A., J.T. Ramses, S. Rahmat & Muhammad. 2008. Eksplorasi Bijih Besi (Iron Ore) dengan Metoda Magnetik. Universitas Lampung, Lampung.