EVALUASI DAN PROSPEK BISNIS INDONESIA PASCA KRISIS GLOBAL: TINJAUAN MANAJEMEN STRATEGI DAN MODAL SOSIAL1 Dr. Heru Kurnianto Tjahjono2 ”Sejak krisis kredit macet perumahan merebak pada Juli 2007, sudah banyak langkah ditempuh The Fed dan pemerintahan Presiden George W. Bush untuk mencegah resesi ekonomi AS dan meredam kepanikan di pasar finansial. Termasuk serangkaian pemotongan suku bunga secara maraton, peluncuran paket stimulus ekonomi senilai 163 miliar dollar AS, dan injeksi likuiditas ke sistem finansial.Dampak krisis kredit perumahan bukannya mereda, justru meluas dari pasar kredit ke sistem perbankan dan keuangan secara keseluruhan. Bahkan ke seluruh sektor perekonomian, dan berpotensi memicu resesi ekonomi dan krisis finansial global yang lebih luas.Berbagai statistik seperti pertumbuhan industri dan angka pengangguran, menunjukkan resesi di AS sudah terjadi. Beberapa kalangan, termasuk mantan Menteri Keuangan AS Robert Rubin, mantan pimpinan Fed Alan Greenspan dan Dana Moneter Internasioanl (IMF) sudah mengingatkan kemungkinan situasi lebih buruk ke depan. Presiden Federal Reserve New York Tim Geithner bahkan terus terang mengakui Amerika mengalami “financial meltdown” (Kompas, Jumat 28 Maret 2008). Cuplikan berita dari sumber kompas di atas menunjukkan bahwa krisis keuangan global merupakan situasi baru dalam lingkungan bisnis nasional (dalam terminologi Michael Porter masuk klasifikasi remote environment) bagi pelaku bisnis Indonesia. Beberapa harga komoditas ekspor unggulan kita CPO mengalami penurunan dari 1800 dollar per ton menjadi 300 dollar per ton. Demikian pula industri tekstil yang diperkirakan akan melakukan PHK bagi 70.000 karyawan di tahun 2009 (Republika, Kamis 20 November 2008). Padahal isu politik ekonomi kita adalah mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Selama ini secara ekonomi kita cenderung berkiblat pada Amerika. Padahal menurut Peter F. Drucker, ekonomi yang dibangun Amerika Serikat adalah ”ekonomi balon” (bubble economic). Drucker memberi contoh bahwa secara global, pasar finansial 1 Disampaikan dalam Seminar Refleksi dan Prospek Bisnis Pasca Krisis Keuangan Global, 19 Desember 2008 di UMY 2 Direktur Program Magister Manajemen UMY dan Dosen tetap Fakultas Ekonomi UMY Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 1 memiliki omzet sebesar dua trilliun dollar AS per hari sedangkan pasar barang dan jasa sebesar 7 trilliun dollar AS per tahun. Jadi pasar finansial memiliki omzet 700 kali sektor riil. Demikian pula di Indonesia, catatan Mas Achmad Daniri (www.madaniri.com/2008/11/21), pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sektor keuangan (pasar dan pasar perbankan) 12 kali lebih besar daripada sektor riil. Artinya banyak aset-aset perusahaan hanya berupa kertas sehingga fundamental ekonomi sangat rentan krisis. Belajar dari pengalaman krisis 1998, kita termasuk negara yang paling lambat dalam proses recovery dibandingkan negara-negara di Asia tenggara lainnya. Bagaimana dengan krisis finansial gobal 2008 ini? Dalam paper ini, saya lebih fokus pada aspek manajemen, terutama pada level organisasi, unit usaha dan bisnis yang secara agregat akan sangat membantu fundamental ekonomi secara makro. Dengan demikian solusinya bagi Indonesia, baik pada level makro maupun mikro harus segera membangun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). TINJAUAN MANAJEMEN STRATEGI Bagaimana membangun keunggulan kompetitif? Ada satu catatan yang memprihatinkan kita mengenai daya saing Indonesia yang secara umum mengalami kemerosotan. Pasca krisis, di tahun 1999 daya saing kita menempati peringkat 37, turun ke peringkat 54 di tahun 2008. Salah satu penyebab mundurnya daya saing disinyalir adalah berkaitan dengan manajemen SDM, terutama level konflik seperti pemogokan tenaga kerja. Bagi saya, dosen manajemen, khususnya dosen manajemen strategi adalah orang yang seharusnya turut bertanggung jawab terhadap kelemahan bangsa Indonesia menanggulangi krisis. Mengapa? Berdasarkan data di atas, bangsa Indonesia secara umum tidak berhasil membangun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Saya sepakat dengan Peter F. Drucker yang mengatakan bahwa manajemen strategi negara justru penentu keunggulan bersaing yang berkelanjutan dalam era gobal. Sebenarnya Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi ”a leading and enlightening state”. Banyak turnamen ilmiah seperti olimpiade matematika, fisika dan ilmu lainnya diraih olah para pelajar Indonesia. Dari waktu ke waktu para pelajar Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 2 Indonesia, Cina, Israel dan India bersaing secara ketat. Bahkan profesor termuda di dunia yang bekerja di salah satu universitas di USA, Prof. Nelson Tansu adalah orang Indonesia, lahir di Medan, 20 Oktober 1977 dan masih memegang paspor Indonesia (sumber website resmi Prof Nelson Tansu). Artinya manusia Indonesia adalah manusia potensial. Di sisi lain, kita semua sudah mengetahui bahwa kita kaya sumberdaya alam. Persoalan sebenarnya adalah bagaimana manajemen strategi untuk mengoptimalkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang kita miliki. Dengan demikian, manajemen strategi sebenarnya yang akan memberikan nilai tambah dalam setiap proses sampai pada nilai akhir yang diterima pengguna (delivered value) sehingga menghasilkan keunggulan kompetitif bagi kemakmuran bangsa. Beberapa hal yang bersifat paradoks terkait dengan praktek manajemen strategi di Indonesia. Strategi sebagai ”Dream” Bangsa kita kehilangan ”collective dream” untuk membangun dan menjadi bangsa yang kompetitif. Dream sebenarnya adalah energi yang luar biasa untuk mendorong kemajuan yang luar biasa. Dalam terminologi strategi, dream merupakan esensi konsep strategic intent, yaitu satu niat dan kemauan terus menerus yang diupayakan untuk mencapai keberhasilan. Strategi sebagai Proses Satu hal yang dapat dipelajari di era orde baru adalah grand design atau blue print pembangunan yang berkelanjutan. Terlepas dari baik buruknya strategi pada masa orde baru, banyaknya penyimpangan dalam implementasi dan praktek KKN, kita dapat melihat adanya alur proses formal dalam strategi. Mulai dari Visi, sasaran, program, aktifitas dan anggaran. Dengan demikian secara konsep penyusunan anggaran mengikuti aktifitas (budget follow activity) dan aktifitas sendiri merupakan terjemahan dari visi, sasaran dan program. Namun demikian dalam praktek yang banyak terjadi adalah activity follow budget. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 3 Strategi sebagai Politik Secara riil strategi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan mengandung ”kue kemakmuran” yang luar biasa nilainya mengundang proses politik. Pada dasarnya proses politik berkaitan dengan kepentingan-kepentingan untuk memperoleh akses kesejahteraan. Dalam praktek, seringkali strategi yang sudah disusun oleh institusi yang berwenang tidak berjalan sebagai strategi yang pro-aktif artinya implementasi tidak sesuai dengan rencana dan maksud sebelumnya (by intention). Proses politik merupakan salah satu faktor penting yang menjelaskan fenomena tersebut.Begitu pula dalam strategi politik global tidak jelas keberpihakan kebijakan impor beras yang sangat merugikan petani. Lihat kasus Ghana dan Honduras (Kompas, Kamis 18 November 2008, kutipan Prof. Maksum, Ph.D-pakar pertanian UGM). Strategi sebagai Legitimasi Banyak kalangan di pemerintahan, pelaku bisnis dan pengelola institusi lainnya belum merasa strategi sebagai sesuatu yang urgent. Sebagian besar kalangan menyusun strategi formal bertujuan untuk memperoleh pengakuan dan legitimasi. Masih banyak praktek di Pemda yang mendelegasikan penyusunan renstra pada karyawan non-pejabat agar Renstra Pemda tersebut ada apabila dilakukan inspeksi. Demikian pula kasus rekapitalisasi perbankan pasca krisis 2008 dan bantuan konsultasi dari konsultan asing BAH semata-mata agar cairnya bantuan dana untuk menginjeksi bank-bank tersebut. Strategi sebagai Pembelajaran Pengulangan krisis yang kita hadapi merupakan bagian dari proses pembelajaran bangsa kita. Dalam perspektif strategi, tidak semua strategi berjalan secara pro-aktif. Banyak pula strategi yang berjalan re-aktif, karena lingkungan eksternal bersifat tidak pasti (uncertainty). Yang terpenting sebagai organisasi, bangsa kita seharusnya memiliki kapasitas untuk belajar dalam mengantisipasi perubahan lingkungan yang sering kali bersifat turbulence. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 4 TINJAUAN MODAL SOSIAL Modal sosial merupakan terminologi baru yang berkembang dalam kajian organisasi. Secara sederhana modal sosial dapat diteropong pada level individu, organisasi bahkan negara dan bangsa. Putnam (1995) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan kohesifitas individu sehingga terbentuknya mutual trust. Selanjutnya Fukuyama (1995) menambahkan bahwa modal sosial berakar pada nilai-nilai yang terikat pada budaya dan dimaknai sebagai kebaikan umum, seperti berkata benar, jujur dan tanggung jawab. Modal sosial pada level individu akan berkembang pada level kelompok, dan masyarakat sehingga menjadi modal sosial masyarakat. Berdasarkan riset yang dilakukannya, Putnam (1993) menjelaskan bahwa kualitas kemakmuran masyarakat Amerika mengalami penurunan yang signifikan yang berkaitan dengan penurunan modal sosial mereka. Keberhasilan demokrasi bangsa juga dipengaruhi modal sosial. Dalam banyak kajian ditunjukkan bahwa modal sosial memiliki dampak positif bagi kinerja suatu bangsa. Sebaliknya, apabila modal sosial yang dimiliki suatu bangsa rendah, maka kinerja bangsa tersebut juga rendah. Beberapa penelitian di Indonesia juga menunjukkan bahwa modal sosial yang tinggi akan mempengaruhi kinerja (Tjahjono, 2008). Apabila bangsanya terjangkit budaya korupsi kronis, maka sosok pemimpin pilihan masyarakat (berdasarkan mekanisme demokrasi) tidak terlalu jauh berbeda dengan karakteristik bangsa yang sakit. Dalam sejarah peradaban Islam, masyarakat Madinah merupakan gambaran ideal masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi. Masyarakat Madinah memiliki tiga dimensi pokok modal sosial. Menurut Nahapiet dan Ghoshal (dalam Tjahjono, 2008), modal sosial terdiri atas tiga dimensi penting, pertama dimensi struktural artinya mereka senang berpartisipasi dalam aktifitas masyarakat. Kedua, relasional artinya mereka memiliki kepercayaan satu dengan lainnya (mutual trust) dan mereka sosok orang-orang yang amanah. Ketiga, dimensi kognitif yang melihat modal sosial sebagai kecenderungan anggota masyarakat yang bangga mengidentifikasikan dirinya dengan masyarakat. Romantika masyarakat Madinah dapat menjadi satu proyeksi bagi bangsa kita yang sedang dilanda krisis modal sosial. Dari tinjauan struktural, bangsa kita enggan Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 5 berpartisipasi untuk kepentingan masyarakat luas. Contoh nyata adalah rendahnya komitmen bangsa untuk membayar pajak negara dan belum optimalnya pembayaran zakat. Dari tinjauan relasional, bangsa kita dilanda ketidakpercayaan satu dengan lainnya, baik secara vertikal antara pemerintah dengan masyarakat maupun secara horizontal sesama masyarakat. Hal ini terkait dengan suburnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Dari tinjauan kognitif, ada kecenderungan semangat kebanggaan sebagai bangsa cenderung memudar. Semangat modal sosial yang rendah juga ditunjukkan olah sikap pamrih uang. Interaksi antar masyarakat semata-mata terkait dengan ukuran-ukuran ekonomis yang ingin diraih. Hal tersebut dijelaskan oleh teori pertukaran ekonomi. Sedangkan masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi, motif-motif interaksi yang mereka lakukan tidak menempatkan ekonomi sebagai tujuan akhir, namun menempatkan tujuan sosial budaya dan keagamaan sebagai tujuan pokok. SOLUSI BISNIS KE DEPAN Persoalan yang kita hadapi bukan hal yang ahistoris, sehingga tidak dapat diatasi secara instan. Paling tidak dari pendekatan bisnis, Rossebeth Moss Kanter pakar manajemen HBS menawarkan tiga hal untuk dapat berkompetisi global, yaitu concept, competency dan credible. Untuk itu dibutuhkan integrasi kekuatan ekonomi bangsa yang dibahasakan Drucker sebagai national incorporated. Pendekatan yang saya tawarkan tidak jauh berbeda dengan Kanter dan Drucker, saya mengajukan dua hal (1) manajemen strategi (concept dan competency) dan (2) modal sosial (credible). Kedua hal tersebut berbasis pada sumberdaya (resources based). Pertama, manajemen strategi bermakna concept harus melahirkan output berupa grand design untuk mencapai keunggulan kompetitif bangsa. Bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa agraris dan maritim ternyata tidak mempunyai keunggulan di bidang itu. Kaum muda dan terdidik kita hampir tidak ada yang berminat menjadi petani. Mengapa? Di samping itu, kita juga harus menyadari ”mengapa strategi penting bagi kita? Sehingga strategi tidak semata-mata untuk memperoleh legitimasi.Tetapi membangun competency untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Fakta menunjukkan bahwa strategi yang tepat akan menentukan keberhasilan organisasi. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 6 Kedua modal sosial yang tinggi akan terbangun melalui perbaikan moral dan etika bangsa dari level yang terkecil sehingga pada level masyarakat akan lahir social virtue dan terbangunnya mutual trust. Peran dunia pendidikan tidak cukup membangun generasi cerdas, tetapi juga generasi yang memiliki karakter. Sehingga lahirlah generasi penerus yang credible. Program MM UMY sangat menyadari penanganan krisis manajemen dan modal sosial bangsa bukan lagi fardlu kifayah melainkan fardlu ’ain. Oleh karena itu program MM UMY turut berperan aktif membangun menjadi sekolah bisnis yang unggul dan mencerahkan (a leading and enlightening business school). Kita menyadari membangun kemakmuran bangsa sangat ditentukan oleh bisnis yang dijalankan. Bisnis harus bertumpu pada keunggulan secara akademik dan pencerahan secara etika dan moralitas. MM UMY berkomitmen menjadi sekolah bisnis yang berperan dalam perbaikan manajemen bangsa melalui pendidikan generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter. DAFTAR BACAAN Fukuyama, F. (1995). Trust: Social Virtues and The Creation of Prosperity. London: Hamish Hamiltin. Putnam, R.D. (1993). The prosperous community: social capital and public life. American Prospect, 13: 35-42. Putnam, R.D. (1995). Bowling alone: America’s declining social capital. Journal of Democracy: 1-8. Tjahjono, Heru Kurnianto. (2008). Pengaruh Keadilan Keorganisasian dan Modal Sosial pada Outcomes. UPFE UMY. Kompas, Jumat 28 Maret 2008 Kompas, Kamis 18 November 2008 Republika, Kamis 20 November 2008 Website resmi Prof. Nelson Tansu: http://www3.lehigh.edu/engineering/ece/tansu.asp Website resmi Antara: http://www.antara.co.id/arc/2007/4/28/tanri-abeng-efektivitasmanajemen-ri-masih-rendah dan http://www.antara.co.id/arc/2007/11/9/dayasaing-indonesia-2007-terperosok Website resmi Mas Achmad daniri: http://www.madani-ri.com/2008/11/21/solusiindonesia-menghadapi-krisis-finansial-global/ Dr. Heru Kurnianto Tjahjono 7