THE EFFECT OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE AND AUDIT QUALITY ON EARNING MANAGEMENT ABSTRACT Empirical studies of the existence of earning management have been proven by prior research but research that focuses on how to reduce the activity of earning management undertaken by managers still lacking. The purpose of this study is to examine the effect of good corporate governance and audit quality on earning management. Good corporate governance are proxied by the existence of bord of commisioner and audit commitee in Indonesian Manufacturing Public Listed Companies. Audit quality is proxied by size of accounting firm and dichotomous variable and assume that big four auditors has higher audit quality than non big four auditor. Consistent with prior research, earning management is measured by using discretionary accrual modified by Jone (1995). Population of this research are 151 manufacturing listed companies and there are 86 public listed companies were taken as sample. Sampling method used purposive sampling and data analysis were done by regression. The result showed that (1) Size of accounting firm have no significant effect on earning management, it indicates that firms audited by big four or non-big four can’t detect the existence of earning management undertaken by manager; (2) Board of commisioner and audit commitee also have no significant effect on earning management. It indicates that good corporate governance proxied by the existence of board commisioner and audit commitee can’t reduce the activity of earning management. Keywords: Earning management, audit quality, good corporate governance Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk menilai kinerja sebuah perusahaan. Laporan keuangan juga digunakan oleh perusahaan sebagai tool untuk mengkomunikasikan kondisi perusahaan baik informasi keuangan maupun nonkeuangan kepada pihak-pihak eksternal yaitu investor (shareholder), kreditor, pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan lainnya (stakeholder). Akan tetapi, penyusunan laporan keuangan seringkali menjadi sorotan bagi investor karena laporan keuangan merupakan product dari manajemen yang artinya manajemen memiliki intervensi dalam penyusunan laporan keuangan tersebut. Hal ini terjadi karena dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan mengharuskan perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan dasar akrual, kecuali laporan aliran kas. Hal tersebut merupakan implementasi dari Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 yang menjelaskan konsep dasar akrual yang menyatakan bahwa pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Keharusan tersebut memiliki implikasi bahwa penyusunan laporan keuangan berbasis akrual menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan berbasis kas. Hal inilah yang diduga memberikan celah bagi manajer untuk melakukan earning management (manajemen laba). Earning management terjadi karena discreationary accruals dimana manajer memiliki 1 keleluasaan dalam menentukan pilihan-pilihan metode akuntansi. Hal ini didukung oleh Radzi, et al (2011) yang menyatakan bahwa penggunakan accrual accounting memungkinkan manajer untuk melakukan penyesuaianpenyesuaian terhadap cash flows untuk merefleksikan performance perusahaan yang lebih baik sedangkan Scott (2009) mendefinisikan earning management sebagai pilihan dari seorang manajer tentang kebijakan akuntansi atau perilaku/tindakan manajer yang dapat memengaruhi earning dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan pelaporan earning. Lebih lanjut, Scott (2009) menyebutkan bahwa motivasi manajer melakukan earning management didasari oleh bonus plan, debt covenant, dan political costs. Manajer termotivasi untuk mengatur besaran angka laba untu mencapai kinerja yang ditargetkan sehubungan dengan bonus yang akan diperoleh, meminimalkan kemungkinan pelanggaran perjanjian utang dengan kreditor, serta meminimalkan biaya-biaya politik yang mungkin timbul sebagai akibat adanya intervensi pemerintah. Scott (2009) menambahkan bahwa berdasarkan perspektif pelaporan keuangan, manajer kemungkinan menggunakan earning management untuk menghasilkan ekspektasi laba yang diharapkan dengan tujuan mencegah turunnya reputasi perusahaan dan rekasi pasar atas harga saham negatif yang pada akhirnya berakibat pada tidak tercapainya ekspektasi investor terhadap perusahaan. Karena alasan inilah, maka manajer cenderung memoles laporan keuangan agar laporan keuangan yang dihasilkan lebih menarik bagi investor. Wardani dan Kusuma (2012) menyatakan bahwa terdapat dua cara seorang manajer malakukan earning management yaitu earning management dilakukan dengan manipulasi akrual tanpa memengaruhi cash flow (accrual earning management) dan earning management dilakukan oleh manajer menggunakan aktivitas riil yang dapat memengaruhi cash flow perusahaan. Ketika manajer menggunakan akrual untuk melakukan earning management maka pengukuran laba tidak lagi reliabel sebagai indikator kinerja sebuah perusahaan. Tidak mudahnya mengidentifikasi adanya manipulasi laba menjadikan isu earning manajement selalu menarik untuk diteliti. Bukti empiris tentang adanya praktik earning management telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Schiper (1989) yang pertama kali mempertimbangkan aktivitas riil manajemen sebagai bagian dari earning management. Roychowdury (2006) menemukan bahwa perusahaan melaporkan laba rendah (kecil) yang posistif dengan menggunakan beberapa teknik seperti diskon harga untuk meningkatkan penjualan, over produksi yang bertujuan untuk menurunkan fixed cost tiap unit sehingga menurunkan COGS, mereduksi discretionary expenses untuk mencegah kerugian laporan keuangan dan perubahan negatif pada laba. Lebih lanjut, Gunny (2005) memberikan bukti empiris bahwa aktivitas riil manajemen memiliki konsekuensi ekonomis yang signifikan terhadap kinerja perusahaan di masa mendatang. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya memfokuskan pada bagaimana perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba (earning management) dan konsekuensi ekonomis yang ditimbulkan dari praktik tersebut sehingga sangat minim sekali penelitian yang memfokuskan pada bagaimana cara mengurangi aktivitas manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Salah satu faktor yang diduga dapat mengurangi praktik tersebut adalah dengan melakukan audit atas laporan keuangan yang dilakukan olek auditor eksternal dan independen. Audit dapat menjembatani kepentingan invetor akan laporan keuangan perusahaan karena dalam hal ini manajer memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan investor. Hal inilah yang dikenal dengan agency theory. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan tentang hubungan antara investor (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen (manajer) merupakan pihak yang dikontrak oleh investor untuk 2 bekerja demi kepentingan investor. Karena manajer dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada investor. Lebih lanjut, Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Untuk itu, diperlukan jasa audit untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang bertujuan memediasi hubungan anatara agen dan prinsipal sekaligus memastikan keandalan dan kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan sehingga investor tidak menyangsikan kredibilitas laporan keuangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Kualitas audit diduga memiliki korelasi dengan praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Kualitas audit didefinisikan sejauh mana seorang auditor dapat mengidentifikasi dan menemukan kesalahan (error) dan kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pihak manajemen. DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai joint probability dimana auditor dapat mendeteksi kesalahan material maupun kecurangan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Becker, et al (1998) menunjukkan bahwa perusahaan yang diaudit oleh big six melakukan earning management yang lebih rendah dibandingkan dengan yang non-big six. Penelitian ini menggunakan big six dan non big six sebagai proxy dari kualitas audit dan menggunakan diskesionari akrual sebagai proxy dari earning management. Akan tetapi diskresionari akrual dihitung menggunakan model Jones (1991). Sedangkan pada penelitian ini, kualitas audit diproksikan dengan ukuran KAP yaitu KAP big four dan KAP nonbig four. Selain itu, perhitungan diskresionari akrual menggunakan model modified Jones (1995) yang diduga memiliki prediksi yang lebih baik dengan model-model sebelumnya. Audit yang dilakukan oleh KAP big four dinilai memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan KAP non-big four karena beberapa hal yaitu KAP big four memiliki sistem yang lebih baik dibandingkan KAP non big four dan memiliki sumber daya yang lebih banyak pula sehingga ketepatan waktu audit juga lebih pendek. Selain itu, expertise (kompetensi) auditor di KAP big four dinilai lebih baik karena pengembangan SDM (pengetahuan dan skill) yang uptodate. Hal ini didukung oleh penelitian Dinuka dan Zulaikha (2014) yang membuktikan bahwa ukuran KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap earning management. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Radzi, et al (2011) yang tidak berhasil membuktikan korelasi antara ukuran KAP dengan earning management sehingga penelitian ini berupaya untuk menguji kembali ketidakkonsistenan hasil riset tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka dihipotesiskan sebagai berikut: H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan kualitas audit terhadap earning management Terus bergulirnya isu Good Corporate Governance (GCG) selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Good Corporate Governance (GCG) merupakan prinsip yang mengarahkan sekaligus mengendalikan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada investor dan stakeholder. KNKG (2006) menjelaskan bahwa Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar dan berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Dewan komisaris dan komite audit merupakan komponen/organ perusahaan yang dapat menunjang dan memastikan terlaksananya pelaksanaan GCG dengan baik. Lebih lanjut, KNKG (2006) menjelaskan bahwa dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan 3 memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Komposisi dewan komisaris yang didalamnya terdapat komisaris independen diduga meiliki pengaruh yang signifikan terhadap earning management. Adanya komisaris independen diharapkan memiliki peranan penting untuk menjamin terlaksananya praktik GCG yang baik sehingga keberadaan komisarin independen ini akan menurunkan praktik manajemen laba yang dilakukan oleh seorang manajer. Hasil penelitian Hasan dan Ahmed (2012) menemukan bahwa keberadaan komisaris independen memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap earning management. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen dapat menurunkan sikap opportunis dari manajemen untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut maka dihipotesiskan sebagai berikut: H2: Komposisi Dewan Komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap earning management Komite audit merupakan salah satu organ perusahaan selain dewan komisaris. KNKG (2006) menyatakan bahwa Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Keberadaan komite audit ini sangat penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Jika komite audit melakukan peranannya dengan baik dalam memonitor aktivitas manajemen dalam menyusun laporan keuangan maka kualitas lapoaran keuangan akan meningkat sehingga keberadaan komite audit ini akan memiliki pengaruh yang negatif terhadap manajemen laba. Hal ini bermakna bahwa adanya komite audit dapat menurunkan sikap opportunis seorang manajer untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan Hasan dan Ahmed (2012) menunjukkan bahwa keberadaan komite audit memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Sehingga dihipotesiskan sebagai berikut: H3: Komite audit management berpengaruh secara signifikan terhadap earning METODE Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian eksplanasi (explanatory research) yaitu penelitian yang memfokuskan pada pengungkapan hubungan kausal antar variabel independen dan variabel dependen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia berupa laporan keuangan yang telah diaudit mulai tahun 2014. Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang listing Bursa Efek Indonesi tahun 2014 sebanyak 151 perusahaan. Unit analisis dari penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur. Sampling method yang digunakan adalah purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan tujuan tertentu dimana peneliti telah menetapkan karakteristik tertentu sebelumnya. Adapun karakteristik tersebut yaitu: (1) perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 secara; (2) mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit; (3) laporan keuangan lengkap. Pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Pengambilan sampel penelitian 4 Keterangan Perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 Tidak mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit Laporan keuangan tidak lengkap Total Jumlah 151 (40) (25) 86 Variabel independen dalam penelitian ini adalah kualitas audit yang terdiri dari kualitas audit dan Good Corporate Governance (GCG). Kualita audit diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu nilai 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP big four dan nilai 0 jika perusahaan diaudit oleh KAP non big four sedangkan GCG diproksikan oleh komposisi dewan komisaris dan komite audit. Komposisi dewan komisaris yang didalamnya terdapat komisaris independen. Pengukuran komposisi dewan komisaris mengunakan skala rasio dengan menghitung jumlah dewan komisaris di masing-masing perusahaan sedangkan pengukuran komite audit juga menggunakan skala rasio dengan menghitung jumlah komite audit yang ada di perusahaan. Earning management menggunakan modified jones model (1995) sebagai berikut: Dimana; TACC merupakan total krual, ∆Rev adalah perubahan, ∆Rec adalah perubahan piutang dan PPE adalah plan, property dan equipment. Analisis data menggunakan regresi berganda yang menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun persamaan regresinya adalah sebagai berikut: Y = a + b1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e Dimana; Y adalah diskresionari akrua, a adalah konstanta, b1 adalah koefisien variebl kualitas audit, b2 adalah koefisien variabel dewan komisaris dan b3 adalah koefisien komite audit. HASIL DAN PEMBAHASAN Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kualitas audit yang dilakukan oleh KAP big four dan non big four tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap earning management (manajemen laba). Hal ini dapat dilihat dari tabel 1 yang menunjukkan bahwa nilai sig t > p value (0,566>0,05) yang berarti bahwa hipotesis pertama ditolak. Berikutnya, hipotesis kedua penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan komposisi dewan komisaris terhadap earning management juga tidak terbukti. Hal ini juda dapat dilihat dari tabel 1 yang menunjukkan bahwa nilai sig t > p value (0,645>0,05) yang berarti bahwa hipotesis kedua juga ditolak. Hipotesis terakhir juga tidak dapat membuktikan adanya pengaruh yang signifikan komite audit terhadap earning management. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel 1 yang menunjukkan bahwa nilai sig t> p value (-0,090>0,05). Hal ini berarti bahwa komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap earning management. Tabel 1. Hasil Regresi Hipotesis 1, 2 dan 3 Variabel independen B t hitung Sig Ukuran KAP (X1) 1.041E26 .576 .566 Dewan Komisaris (X2) -3.769E24 -.090 928 Komite Audit (X3 -2.163E26 -.645 .521 5 Variabel dependen : Earning management R square : 0,008 F :0,225 Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya pengaruh yang signifikan kualitas audit yang diproksi oleh KAP big four dan KAP non big four terhadap manajemen laba. Artinya, audit atas laporan keuangan baik yang dilakukan oleh KAP big four dan KAP non big four tidak terbukti dapat mendeteksi adanya manajemen laba yang dilakukan oleh manajer/manajemen. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas audit tidak hanya ditentukan oleh ukuran KAP dan belum tentu KAP yang berafiliasi dengan big foru mampu mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini dapat terjadi jika praktik fraud terjadi dalam skala yang massive sehingga auditor tidak dapat mendeteksi adanya kecurangan tersebut, selain alasan itu tidak terbuktinya ukuran KAP dalam mendeteksi manajemen laba juga dapat dipengaruhi oleh prosedur audit yang dilakukan dimana audit dilakukan dengan mendasarkan pada sampling sehingga ada kemungkinan sampel yang diambil kebetulan adalah sampel yang tidak material (salah dalam mengambil sampel) sehingga hal inilah yang kemungkinan menyebabkan tidak terbuktinya hipotesis penelitian ini. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Radzi et al (2011) yang juga tidak dapat membuktikan adanya pengaruh yang signifikan ukuran KAP terhadap manajemen laba. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap earning management juga tidak terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan komisaris independen tidak dapat mencegah perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba. Hal ini mengindikasikan bahwa parktik Good Corporate Governance belum dilaksanakan secara maksimal dimana komisaris independen yang bertugas mengawasi manajemen tidak mampu mencegah atau mengurangi praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Lemahnya sistem pengendalian internal perusahaan juga berdampak pada implementasi GCG di perusahaan. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan dan Ahmed (2012) yang membuktikan bahwa keberadaan komisaris independen menurunkan aktivitas manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Hipotesis tiga yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap earning management juga tidak terbukti. Komite audit bertugas memastikan keandalan dan kewajaran laporan keuangan. Adanya komite audit diharapkan dapat mengurangi sikap opportunis manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka memenuhi hasrat pribadinya. Komite audit memiliki tugas untuk memastikan keandalan dan kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Tidak terbuktinya hipotesis penelitian ini mengindikasikan bahwa adanya komite audit di perusahaan tidak dapat mencegah terjadinya manajemen laba. Hal ini mungkin saja terjadi jika fungsi komite audit tidak berjalan sebagaimana mestinya atau komite audit tidak independen seperti yang dipersyaratkan oleh peraturan yang dikeluarkan BAPEPAM-LK. Kemungkinan perusahaan hanya memasang komite audit untuk memenuhi aturan baru yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK yaitu Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep643/Bl/2012 Tentang Pembentukan Dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Radzzi, et al (2012) yang menemukan bahwa komite audit dapat menurunkan praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. SIMPULAN 6 Penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh kualitas audit dan Good Corporate Governance (GCG) terhadap earning management. Hal ini menunjukkan bahwa audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP big four belum tentu lebih baik dibandingkan dengan KAP non big four, selain itu manajemen laba yang dilakukan secara massive dan teknik sampling dalam audit juga dapat memengaruhi tidak terbuktinya hipotesis penelitian. Komposisi dewan komisaris dan komite audit juga tidak terbukti dapat menurunkan praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Hal ini dapat terjadi karena tidak berjalannya fungsi GCG dengan baik dan lemahnya sistem pengendalian perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Becker, C., M. DeFond., J. Jimbalvo, and K.Subramanyam. (1998). The effect of audit quality on earning management.Contemporary Accounting Research 15(Spring): 1-24. DeAngelo, L. (1981). Auditor size and audit quality. Journal of Accounting and Economics 3: 183–199. Dinuka, V.K & Zulaikha. 2014. Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran Kap Dan Diversifikasi Geografis Terhadap Manajemen Laba. Diponegoro Journal Of Accounting. Gunny, K. (2005). What are the consequences of real earning management? Working paper, University of Coloradoat Boulder. Hasan, S.U & Ahmed, A. 2012. Corporate Governance, Earnings Management and Financial Performance: A Case of Nigerian Manufacturing Firms. American International Journal of Contemporary Research KNKG. 2006. Pedoman Umum GCG Indonesia. Radzi, et al. 2011. Earning quality in Public Listed Companies: A Study on Malaysia Exchange for Securities Dealing and Automated Quotation. International Journal of Economics and Finance. Vol.3, No.2, May Roychowdhury, S., 2006. Earnings management through real activities manipulation. Journal of Accounting & Economics 42: 335 – 370. Schipper, K. (1989). Commentary on earning management. Accounting Horizon 3: 91 – 102 Scott, William. 2009. Financial Accounting Theory. Person: Toronto Wardani, D.K & kusuma, I.W. 2012. Is earning management informational or opportunistic?. Gadjah Mada International Journal of Business. Vol. 14, P.61-75 7