Bahan Bacaan - ARC Atmajaya

advertisement
Pusat Penelitian HIV & AIDS Unika Atma Jaya Jakarta
Bahan Bacaan
Program Penanggulangan HIV dan AIDS
pada Kelompok Penasun
(Harm Reduction)
2012
1
Daftar Isi:
01. Ketergantungan & Perawatan Napza...................................................................................................... 3
02. Gender & Seksualitas ............................................................................................................................ 17
04. Infeksi Menular Seksual (IMS)............................................................................................................... 34
05. Continuum of Care (Perawatan Berkesinambungan) ........................................................................... 39
06. Jaringan Resiko Penasun ....................................................................................................................... 42
07. Advokasi untuk kegiatan Outreach ....................................................................................................... 46
08. Pengembangan dan Pengelolaan Tim Outreach................................................................................... 52
09. Monitoring & Evaluasi ........................................................................................................................... 54
10. Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LAJSS) ....................................................................................... 59
11. Penilaian Risiko secara Individual & Kelompok .................................................................................... 64
12. Perundang-undangan Terkait dengan Napza dan Harm Reduction ..................................................... 69
a. Perundang undangan: ......................................................................................................................... 69
b. Wajib Lapor ......................................................................................................................................... 70
c. Rehabilitasi .......................................................................................................................................... 71
d. PTRM ................................................................................................................................................... 72
e. Layanan Alat Suntik Steril.................................................................................................................... 73
f. Penjangkauan/Outrech ........................................................................................................................ 74
g. Respon Permasalahan Hukum ............................................................................................................ 74
h. Pecandu, Penyalahguna, Korban Penyalahguna ................................................................................. 75
13. Istilah dalam Epidemiologi .................................................................................................................... 77
2
01. Ketergantungan & Perawatan Napza
T: Apa yang dimaksud dengan Ketergantungan Napza?
Ketergantungan NAPZA (NAPZA adalah akronim dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya) adalah suatu pola maladaftif dari penggunaan napza, menimbulkan hedaya atau kesukaran
yang berarti secara klinis, seperti timbulnya toleransi, gejala putus napza, sulit untuk menghentikan
penggunaan, hambatan pada dunia akademik atau pekerjaan. (DSM IV – The Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, 1994: 181, 182-183)
Ketergantungan napza disebabkan gangguan pada otak yang menimbulkan perubahan perilaku, pikiran
dan perasaan. (NIDA – The National Institute on Drug Abuse).
Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika
secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang
khas. (UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika)
T: Apa saja kriteria dari seseorang yang ketergantungan Napza ?
Kriteria dari seseorang yang ketergantungan Napza adalah (menurut ICD X, PPDGJ, DSM IV) :
1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa untuk menggunakan napza/suges. hal
ini dikarenakan zat yang dipakai dalam Jumlah yang kian meningkat atau jauh lebih lama dari
periode waktu yang diniatkan;
2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan napza (susah berhenti, pemakaian malah
bertambah, tindakan kriminal, dll), adanya Hasrat Untuk Mengurangi atau untuk mengendalikan
penggunaan; Berkurangnya Kegiatan sosial, kerja atau rekreasi karena penggunaan zatnya;
3. Keadaan putus napza secara fisiologis (sakaw) ketika penghentian penggunaan napza dihentikan
atau dikurangi (ini terbukti dengan perilaku pakaw untuk menghindari sakaw), Putus Obat yang
tipikal untuk zat yang dipakainya;
4. Adanya bukti toleransi (peningkatan dosis napza yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama
yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah). Toleransi yaitu kebutuhan untuk
menggunakan jumlah zat yang kian meningkat untuk mencapai intoksikasi);
5. meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan napza atau
pulih dari akibatnya (hidup sebagian besar hanya untuk napza), banyaknya Waktu Yang Dihabiskan
untuk menggunakan, mencari atau memulihkan diri dari zat;
6. Terus menggunakan napza meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya
(contoh: walaupun terinfeksi HIV tetap pakaw) Terus Menerus memakai zat meskipun ada
3
konsekuensi fisik atau psikologis yang buruk sebagai akibat pemakaian zat. (DSM IV – The
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 1994: 181)
Atau dalam jangka waktu 12 bulan terakhir, seseorang sedikitnya menunjukkan 3 dari gejala-gejala:
Toleransi; Sindrom Ketergantungan; Keinginan yang kuat dan cenderung kompulsif dalam penggunaan
suatu zat; Kesulitan dalam mengendalikan perilaku penggunaan zat, baik dalam memulai, mengakhiri
atau menjaga tahapan penggunaannya. (Menurut Klasifikasi Penyakit Internasional – International
Classification of Diseases 10 (ICD 10))
T: Apakah ada perbedaan antara Terapi dan Rehabilitasi?
Terapi adalah suatu proses pemulihan dengan memberikan intervensi secara fisik, psikologis maupun
sosial kepada pasien gangguan penggunaan NAPZA
Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan pasien gangguan penggunaan NAPZA baik dalam jangka
waktu pendek maupun panjang yang bertujuan mengubah perilaku mereka agar siap kembali ke
masyarakat.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi &
Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit)
T: Apa yang dimaksud dengan Terapi Gangguan penggunaan NAPZA?
Terapi gangguan penggunaan napza adalah berbagai jenis penatalaksanaan yang bersifat medis/
psikologis/sosial atas masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan zat agar tidak berkembang ke arah
yang lebih buruk.
T: Apa yang dimaksud dengan terapi gangguan penggunaan napza berbasis masyarakat yang dikenal
di masyarakat sebagai PABM?
Terapi gangguan penggunaan NAPZA berbasis masyarakat adalah terapi yang diselenggarakan atas
inisiatif masyarakat dan bertujuan untuk memperoleh kondisi bebas zat (abstinensia adalah keadaan
bebas dari NAPZA dalam suatu kurun waktu tertentu).
T: Apa yang dimaksud dengan terapi rumatan dan terapi non-rumatan?
Terapi non-rumatan adalah terapi yang ditujukan untuk mengarah pada kondisi abstinensia, sehingga
penggunaan obat-obatan medikpun (bilamana terjadi) bersifat simptomatik, hanya berdasarkan keluhan
semata dan tidak dirumat.
Sedangkan terapi rumatan adalah terapi yang menyediakan pengganti zat jenis opiat yang biasa dipakai
dengan jenis opiat lain yang lebih aman dan memiliki waktu kerja yang lebh panjan, dimana program ini
bersifat rumatan (maintenance), sehingga bersifat jangka panjang. Yang umumnya digunakan adalah
metadon, buprenorfin dan levo-alpha-acetyl-methadol (LAAM).
T: Ada berbagai macam model dari ketergantungan napza?
4
Model-model ketergantungan napza yang ada di masyarakat dunia adalah Model Therapeutic
Community (TC), Model Medik, Model Minnesota, Model Eklektik, Model Multi Disiplin, Model
Tradisional, Faith Based Model, Model Moral, Model Psikososial dan Model Bio-Psikososial.
T: Model terapi yang sering lebih sering digunakan di Indonesia apa saja?
Model Therapeutic Community (TC), ini berkeyakinan bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah
gangguan pada seseorang secara menyeluruh. Norma-norma perilaku diterapkan dan diyakinkan serta
diperkuat dengan memberikan reward dan sangsi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan
kemampuan mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi
individual dan kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi dari
lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga keistimewaan (privileges) dan tanggung
jawab. Model TC biasanya merupakan perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas sampai
delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.
Model Medik, berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologik sebagai penyebab adiksi yang
membutuhkan pengobatan dokter dan memerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala
serta perubahan perilaku. Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan program rawat inap
sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke fasilitas di masyarakat. Model ini diperkenalkan
oleh Jellineck (1960), penggunaan zat merupakan suatu penyakit dan bisa disembuhkan. Model ini
berkembang menjadi brain disease model yang melihat bahwa ketergantungan napza karena
disebabkan adanya abnormalitas pada susunan saraf dan otak si pengguna.
T: Mengapa pecandu ditempatkan di Rumah Sakit Jiwa?
Pelayanan terapi untuk pengguna napza yang ingin berhenti, terintegrasi pada sistem pelayanan
kesehatan yang ada. Rumah Sakit Jiwa milik pemerintah menyediakan 10% dari tempat tidur untuk
penderita gangguan penggunaan NAPZA. Hal ini merupakan kebijakan penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA Kementerian Kesehatan Rl berdasarkan Kepmenkes Nomor 486/Menkes/ SK/IV/2007.
T: Apa standar dari Model Pelayanan Gangguan Penggunaan NAPZA?
Semua pelayanan gangguan penggunaan NAPZA harus dapat menjamin terapi dan perawatan yang
terstandarisasi dan memiliki beberapa prinsip pelayanan, yaitu Evidence-based (pelayanan yang
diberikan harus berbasis bukti dan hasil (outcome) yang dapat terukur dan terstandarisasi),
komprehensif (pelayanan diberikan secara komprehensif melalui upaya promotif, preventif serta kuratifrehabilitatif), dan Multidisiplin (pelayanan harus dilaksanakan oleh tenaga profesional yang multidisiplin
dengan memiliki kepemimpinan dan keterampilan teknis tinggi).
T: Apa saja tahapan yang dilakukan saat seseorang mengikuti terapi dan rehabilitasi?
Tahapan dalam Layanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penggunaan Napza melakukan beberapa hal,
Skrining, yaitu proses untuk menentukan apakah pasien dapat masuk atau mengikuti model terapi yang
tersedia; kemudian di-Intake (proses administrasi dan asesmen awal untuk masuk ke dalam program);
mendapatkan Orientasi (memberikan gambaran kepada pasien tentang program secara umum dan
5
tujuan dari masing-masing program, ketentuan/aturan yang harus dipatuhi agar pasien bisa keluar dari
program sesuai dengan tujuan program, untuk program rawat jalan dijelaskan jam pelayanan dan jenis
layanan yang tersedia, biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien, jika ada serta hak-hak
pasien; dilakukan Asesmen yang dilaksanakan oleh konselor untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
kekuatan, kelemahan, masalah yang dimiliki pasien dan rencana kebutuhan terapi untuk pasien secara
individu; kemudian di-Rencanakan Pengobatan, dilakukan bersama konselor atau profesi lain bersama
pasien untuk mengidentifikasi dan membuat urutan masalah dan solusi yang diperlukan; membuat
persetujuan segera untuk sasaran program jangka pendek dan jangka panjang; menetapkan proses
pengobatan dan sumber daya yang dibutuhkan; dilakukan Konseling (individual, kelompok); diberikan
layanan Manjemen Kasus, yang dapat melibatkan LSM pendamping; layanan Intervensi Krisis yang
merespons kondisi akut baik emosional dan/atau distres fisik; Pendidikan Pasien, dengan menyediakan
informasi untuk individu maupun kelompok mengenai masalah NAPZA serta layanan atau sumber daya
yang tersedia untuk membantu pasien; informasi Rujukan yang tersedia di masyarakat; Memelihara
pencatatan dan pelaporan, membuat grafik hasil dari asesmen dan rencana pengobatan, menulis
laporan, catatan kemajuan pasien, kesimpulan saat pulang dan data lain yang berhubungan dengan
kondisi pasien, serta Konsultasi dengan profesional lain berkaitan dengan pengobatan untuk
meyakinkan kualitas pengobatan pasien yang komprehensif.
T: Apa saja tahapan perubahan perilaku klien dalam skrining perilaku penyalahgunaan napza?
Tahapan perubahan perilaku adalah suatu proses dimana umumnya dialami oleh seseorang ketika
mereka merubah perilaku mereka. 5 tahapan perilaku yang dikemukakan oleh Prochaska dan
DiClemente pada 1982, dimana tagapan perilaku ini tidak berarti dialami secara sekuensial, tetapi dapat
terjadi loncatan dari satu tahapan ke tahapan lainnya, yaitu:
a. Tahap prekontemplasi, dimana seseorang tidak melihat perilakunya bermasalah. Masukan orang
lainpun tidak akan serta merta membuat mereka mempertimbangka perilakunya. Kalimat-kalimat yang
umum diutarakan mereka adalah “saya ngga punya masalah dengan putaw...semuanya baik-baik saja”,
dll.
b. Tahap kontemplasi, dimana seseorang sudah mengakui bahwa perilaku penggunaan zatnya
menimbulkan masalah, tetapi mereka merasa ragu-ragu (ambivalensi) untuk merubah perilakunya.
Kalimat yang sering diutarakan adalah “saya pengen berubah, tapi mungkin ngga sekarang..” atau
“waktu ketangkep kemaren bener-bener bikin hidup saya kacau, tapi akan lebih kacau lagi kalo saya
nggak make....”.
c. Tahap persiapan/determinasi, umumnya seseorang sudah membuat keputusan untuk berubah.
Kalimat yang sering diucapkan adalah “saya udah mantap berhenti sekarang” atau “saya yakin hidup
saya akan lebih bagus kalo saya berubah..”. Pada tahap ini klien membutuhkan bantuan untuk membuat
rencana konkret yang dapat menggiringnya membuat perubahan yang berarti.
d. Tahap aksi, seseorang sudah menunjukkan perubahan yang signifikan ketika berada pada tahapan ini.
Aksi berarti klien menerapkan rencana-rencana perubahannya. Umumnya individu pada tahap ini
membutuhkan banyak pengakuan dan dukungan positif agar menjadi mantap.
6
e. Tahap rumatan, pada tahap ini seseorang telah melakukan perubahan dan merasa nyaman dengan
perilaku barunya. Agar dapat bertahan, klien perlu memonitor konsekuensi positif yang ditimbulkan
akibat perilaku barunya dan mengikuti strategi yang sesuai untuk menghindari kekambuhan. Tidak
jarang individu yang berada pada tahap ini kehilangan pegangan atas strategi pencegahan kambuh dan
kembali pada perilaku lamanya. Jika hal ini terjadi, maka perlu dikaji strategi pencegahan kambuhnya
dan mengambil langkah nyata untuk merumat perilaku barunya.
T: Layanan apa saja yang tersedia dalam pusat layanan rehabilitasi?
Ada 12 layanan yang seharusnya tersedia atau tergabung sebagai komponen dalam pusat layanan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Medik/Klinis
Nutrisi/Gizi
HIV, Hepatitis B dan C, IMS (Infeksi Menular Seksual)
Spiritual
Layanan/Terapi Keluarga
Pencegahan kekambuhan, dengan mengajarkan pasien untuk mengenali situasi risiko tinggi dan
pencetus yang mungkin menyebabkan menggunakan NAPZA kembali, mengembangkan strategi
kemampuan menghadapi tekanan dari luar dan belajar untuk mengelola situasi slip
(menggunakan NAPZA kembali sekali, jatuh atau kambuh menggunakan NAPZA).
Aftercare - merupakan suatu kelanjutan dari layanan perawatan seperti dukungan kepada
kelompok pemulihan, konseling, latihan ketrampilan hidup, penempatan kerja, rujukan dan
layanan lain sesuai kebutuhan pasien.
Konseling - secara individu, kelompok atau keluarga.
Bantuan hukum
Terapi vokasional - mengajarkan untuk mampu bersosialisasi dan ketrampilan bekerja untuk
pasien yang sesuai dengan minat dan kompetensi mereka.
Latihan ketrampilan hidup - mengembangkan ketrampilan sosial untuk berkomunikasi lebih
baik, meningkatkan harga diri dan menerapkan dasar-dasar kehidupan bebas/bersih dari NAPZA
(sober).
Pendidikan dan informasi - melanjutkan pendidikan formal, meningkatkan pengetahuan tentang
konsekuensi gaya hidup berisiko dan lain-lain.
T: Apa saja tahapan dari pengobatan dan hasil yang diharapkan dari pengobatan apa?
Pengobatan rehabilitasi merupakan program yang dibangun untuk jangka panjang dengan tahapantahapan yang merupakan satu rangkaian pengobatan yang panjang. Dalam mengejar pemulihan, pasien
dituntun untuk memiliki kemajuan secara berurutan dari satu layanan ke layanan lain seperti dari
detoksifikasi ke rehabilitasi fase primary ke tahap aftercare dan follow up (lanjutan). Tahapan dalam
program ini dirancang berdasarkan perkembangan yang diharapkan dari pasien dengan gangguan
penggunaan zat melalui proses pengobatan.
Setelah proses intake/awal, pasien diproses untuk tahapan orientasi, diikuti dengan tahapan awal,
tahapan menengah, tahapan akhir dan tahapan re-entry. Akhirnya tahapan akan dilalui sesuai dan
7
berhubungan dengan kemajuan pasien. Hal ini kemungkinan dapat diperlihatkan dalam berbagai tugas
dan tanggung jawab yang diberikan kepada pasien dalam berbagai periode selama dalam program
pengobatan. Akan bijaksana bilamana jumlah dan jenis keistimewaan yang diberikan membuat pasien
gembira atau menikmati.
T: Berapa lama proses rehabilitasi itu?
Ada 2 jangka waktu Rehabilitasi, yaitu
Jangka Pendek (Short Term), dengan lama perawtan 1-3 bulan tergantung kondisi dan kebutuhan
pasien. Ada di beberapa Rumah Sakit Jiwa dimana program berfokus pada perubahan perilaku.
Sebelumnya dilakukan skrining masalah medis dan psikologis. Asesmen yang perlu dilakukan pada
model terapi ini antara lain :
•
evaluasi masalah penggunaan NAPZA (Jenis, jumlah, lama pemakaian, dampak yang
ditimbulkan, keinginan untuk berhenti)
•
evaluasi medis: riwayat penyakit, kondisi fisik saat ini dan penyakit-penyakit lain yang terkait
dengan penggunaan NAPZA
•
evaluasi psikologis melalui wawancara dan tes psikologi
•
evaluasi sosial : riwayat keluarga, pendidikan, pekerjaan dan hubungan sosial
•
evaluasi tentang kegiatan agama, penggunaan waktu senggang dan kehidupan pribadi lainnya
Jangka Panjang - Long term (6 bulan - lebih), dalam hal ini yang akan dibahas adalah modalitas terapi
Therapeutic Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan perilaku. Dilakukan di
beberapa Rumah Sakit Jiwa untuk jangka waktu 6 bulan. Ada juga yang sudah menjalankan program reentry (hingga 9 bulan). Direkomendasikan bagi pasien yang sudah mengalami masalah penggunaan
NAPZA dalam waktu lama dan berulang kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau
bebas darl NAPZA. TC dapat digambarkan sebagai model yang cocok atau sesuai dengan pasien yang
membutuhkan llngkungan yang mendukung dan dukungan lain yang bermakna dalam mempertahankan
kondisi bebas NAPZA atau abstinen.
Setiap intervensi dilakukan secara bertahap, misalnya untuk lama waktu dilaksanakan rehabilitasi untuk
pasien (dalam program rehabilitasi biasanya disebut residen) dimulai dengan program jangka pendek
terlebih dahulu. Bila rehabilitasi sudah dapat berjalan secara bermakna, lama waktu dilaksanakan
rehabilitasi untuk residen kemudian diperpanjang, misalnya menjadi minimal 6 bulan.
T : Apa saja yang diberikan dalam program TC?
Gambaran dari TC adalah sebagai berikut:
1. Program dangan struktur yang tinggi/ketat
2. Umumnya pasien berada dalam program untuk 6-12 bulan
8
3. Program pengobatan
4. Program pendidikan
5. Latihan ketrampilan sosial dan penerapannya (seringkali pasien mengalami gangguan fungsi
kehidupan yang serius)
6. Diarahkan pada pasien yang mempunyai riwayat perilaku kriminal
7. Mengembangkan sistem dukungan yang sesuai kebutuhan pasien
8. Menstabilkan fungsi kehidupan pasien
9. Rehabilitasi vokasional
Umumnya diperlukan waktu yang cukup lama sejak mulai berdirinya rehabilitasi sampai dapat
melakukan program yang melibatkan keluarga. Pada awal program, biasanya keluarga hanya dilibatkan
terkait masalah residen. Untuk selanjutnya keluarga dapat diajak bekerjasama agar terlibat dalam
beberapa program, seperti program dukungan keluarga dengan anak yang terlibat gangguan
penggunaan NAPZA atau program dukungan residen dengan HIV positif.
Memulai program aftercare hanya jika program jangka pendek sudah berhasil dilalui dengan baik.
Biasanya kegiatan aftercare dilaksanakan di luar lingkungan Rumah Sakit Jiwa.
T : Apa saja tahapan dalam program TC itu?
Tahapan program TC yang harus dijalani oleh setiap residen adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Proses Intake dan Orientasi (2-4 minggu);
Primary Stage (6 sampai 9 bulan):
Tahapan Re-Entry (3 sampai 6 bulan):
Aftercare Program
Program yang ditujukan bagi mantan residen/alumni TC, Program ini dilaksanakan di luar fasilitas TC dan
dlikuti oleh semua angkatan dibawah supervisi staf re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama.
T : Apa saja model terapi rehabilitasi yang diberikan untuk pasien rawat jalan?
•
•
Model Tradisional : model layanan ini sama seperti layanan penyakit lain, dokter hanya melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan kemudian pengobatan farmakoterapi sesuai dengan diagnosis
kerja. Tenaga yang dibutuhkan hanya satu orang dokter dan satu orang perawat yang telah terlatih
masalah gangguan penggunaan Napza
Model Komprehensif/Holistik : model ini menyatukan layanan dari berbagai profesi sesuai dengan
kebutuhan pasien. Profesi yang terlibat antara lain; psikiater, dokter umum terlatih, psikolog klinis,
pekerja sosial, perawat terlatih, konselor. Bilamana pasien mengalami suatu komplikasi medis dapat
dirujuk kepada spesialis lain sesuai dengan hasil pemeriksaan medis. Dalam layanan ini jenis
intervensi yang dapat diberikan adalah :
- Farmakoterapi
- Konseling
9
- Psikoterapi individual dengan pendekatan khusus seperti Terapi Kognitif dan Perilaku
- Terapi kelompok
- Terapi Keluarga
- Evaluasi Psikologis
- Evaluasi Sosial
T: Apa saja program layanan yang diberikan pasien saat di-intervensi psikososial?
Dalam intervensi psikososial minimal dapat diberikan konseling umum, untuk pasien yang mempunyai
risiko tinggi terpapar HIV dapat diberkan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan edukasi
tentang berbagai penyakit terkait dengan penggunaan NAPZA khusunya NAPZA dengan cara suntik.
Bilamana sudah memiliki dokter yang terlatih dalam CST (Care, Support and Treatment), maka poliklinik
dapat memberikan layanan pengobatan untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
T : Apa layanan terapi substitusi yang diberikan untuk pasien yang tidak ingin terapi rehabilitasi?
Layanan rumatan, merupakan suatu layanan jangka panjang untuk pasien dengan ketergantungan
opioida/heroin.
1. Metadon, merupakan opioida sintetik yang bekerja long acting (24-36 jam). Bila digunakan
untuk terapi rumatan (maintenance) tidak menimbulkan eforia, sedasi atau efek analgesik. Dosis
adekuat sangat individual. Bentuk sediaan : tablet: disebut juga Diskettes. Setiap tablet
mengandung 40 mg. Metadon HCI Liquid, dispensing dengan pompa otomatis sehingga dosis
kecil dapat terukur dengan baik. Setiap 1 ml mengandung 10 mg metadon HCI. Bila digunakan
melalui oral akan diserap tubuh sebesar 80-90%. Absorbsi secara perlahan setalah 30 menit
pemberian dan mencapai efek uncak 2-4 jam, dengan pemberian dosis yang berulang waktu
paruh rata-rata 22 jam.
2. Buprenorfin, merupakan derivat tebain (dalam hukum diklasifikasikan sebagai narkotika) yang
memiliki sifat partial agonist. Potensi kuat dengan cara kerja 24 jam pada dosis lazim dan 12 jam
pada dosis minimal. Pemberian secara sublingual dengan rasa yang sedikit pahit. Memberikan
efek agonis yang cukup dirasakan oleh pasien. Tersedia dalam bentuk tablet dengan dosis 2 mg
dan 8 mg. Bersaing dengan opioida lain dan memblok efek opioida lain
3. Levo Alfa Asetil Metadol (LAAM), merupakan opioida sintetis agonis yang sama efeknya dengan
metadon. Efek kerja LAAM lebih lama dari metadon, dengan waktu kerja mencapai 72 jam (3
hari) sehingga pemberian hanya dilakukan 3 hari sekali. Mengingat efek toksik yang cukup tinggi
LAAM saat ini jarang digunakan.
4. Suboxone, merupakan kombinasi antara Buprenorfin sembilan bagian dengan Nalokson satu
bagian (antagonis opioida). Cara kerja, farmakodinamik, cara penggunaan, dosis dan cara
penggunaan sama dengan Buprenorfin. Obat ini sulit untuk disalahgunakan (disuntikan) karena
adanya antagonis opioida akan melepas ikatan opioida pada mu-reseptor sehingga. akan timbul
gejala putus opioida
10
T : Apakah pasien yang membutuhkan terapi rehabilitasi harus dirawat inap?
Tidak semua pasien memerlukan rawat inap. Rawat inap diperuntukkan bagi pasien yang kondisi fisik
maupun psikologisnya sulit untuk diatasi dengan rawat jalan seperti : kondisi putus NAPZA berat, putus
NAPZA yang memerlukan tapering off pengobatan (Alkohol, Benzodiazepin) atau adanya penyulit baik
secara fisik maupun mental.
T : Apa saja model intervensi psikososial yang dapat dilakukan dalam pengobatanterapi rehabilitasi?
Beberapa model intervensi psikososial yang dapat dilakukan dalam layanan pengobatan Gangguan
penggunaan NAPZA antara lain :
1. Brief Intervention (Bl)
2. Konseling Dasar
3. Wawancara Motivasional (Motivational Interviewing -Ml)
4.
5.
6.
7.
8.
Cognitif Behavioral Therapy (CBT)
Pencegahan Kekambuhan
Program 12 Langkah
Layanan Penunjang
Layanan Outreach/Komunitas
T : Apa yang dimaksud dengan Brief Intervention (Bl) ?
Brief Intervention dipertimbangkan untuk berbagai kondisi yang melibatkan waktu tenaga profesional
yang terbatas untuk mencoba merubah penggunaan NAPZA.Berbagai intervensi membutuhkan waktu
antara 5 menit sampai 2 jam. Bl khususnya dapat dipargunakan untuk pelayanan dasar di Puskesmas
dan dapat juga digunakan di ruang emergensi, bangsal rumah sakit, dan berbagai kondisi layanan
kesehatan lain. Intervensi direkomendasikan untuk beberapa kondisi seseorang seperti dibawah ini:
•
•
•
•
Penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan
Ketergantungan alkohol ringan sampai sedang
Ketergantungan nikotin/perokok
Ketergantungan kanabis ringan sampai sedang
Bl tidak direkomendasikan untuk kondisi dibawah ini; (Pada kondisi ini direkomendasikan untuk
melakukan wawancara mendalam).
•
•
•
•
Pasien yang kompleks dengan isu-isu masalah psikologis/psikiatrik
Pasien dengan ketergantungan berat
Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah
Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi kognitif
Bl dapat menggunakan barbagai bentuk format tetapi seringkali termasuk:
1. asesmen singkat
11
2. materi self- help (materi yang membantu pemahaman NAPZA contoh leaflet tentang
penanganan overdosis, cara menyuntik)
3. informasi tingkat penggunaan yang aman
4. anjuran untuk mengurangi konsumsi
5. pengurangan dampak buruk
6. pencegahan kekambuhan
7. asesmen untuk kesiapan berubah termasuk wawancara memotivasi
8. Konseling singkat termasuk pemecahan masalah dan tujuan
9. follow -up.
T : Apa yang dimaksud dengan Konseling Dasar?
"....konseling sendiri biasanya tidak cukup untuk merubah perilaku penggunaan NAPZA pada
kebanyakan pasien...,"
Konseling adalah suatu proses pertolongan dimana seseorang, dengan tulusdan tujuan jelas,
memberikan waktu, perhatian dan keahliannya membantu pasien untuk mempelajari situasi mereka,
mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan
mereka. Konselor membuat suatu kondisi dimana pasien dapat menjadi teman baik melalui pikiran dan
perasaan mereka
Fungsi Utama Konseling ;
1. Menyampaikan informasi penting
2. Membantu pasien mengklarifikasi dan menempatkan masalah
3. Membantu pasien memilih dan mengambil pendekatan realistik
4. Memberikan dukungan psikomotor melalui ketrampilan komunikasi
T : Apa yang dilakukan dalam Wawancara Motivasional (Motivational Interviewing -Ml)?
Motivasi adalah suatu keadaan kesiapan atau keinginan untuk berubah, selalu berfluktuasi dari waktu ke
waktu atau dari situasi kesituasi lain. Dasar pemikiran atau alasan melakukan wawancara motivasional
ini adalah bahwa untuk mencapai perubahan adalah lebih mudah bila motivasi untuk berubah tersebut
datang dari dalam dirinya sendiri, dari pada dipaksakan oleh konselor atau terapis.
Wawancara motivasionil adalah sebuah wawancara yang interaksinya berpusat pada pasien dan
bertujuan untuk membantu seseorang menggali dan mengatasi ambivalensi tentang penggunaan NAPZA
melalui tahap perubahan. Ini sangat berguna bila dilakukan pada pasien yang berada pada tahap
prekontemplasi dan kontemplasi, tapi prinsip dan keterampilan wawancara sangat penting pada semua
tahap.
12
T : Apa yang dimaksudkan dengan Cognitif Behavioral Therapy (CBT)?
Cognitive Behavioral Therapy atau yang lebih dikenal dengan CBT adalah sebuah psikoterapi yang mulai
banyak digunakan oleh para profesional dan terapis dalam menghadapi berbagai persoalan-persoalan
psikologis individual, bahkan sampai kepada penggunaan dalam manajemen perusahaan dalam
meningkatkan kinerja dan produktifitas yang sustainable dan resilience. CBT sebagai sebuah bentuk
psikoterapi digunakan oleh para profesional karena:
1. CBT adalah jangka pendek, sangat kompatibel dengan berbagai sumber daya yang tersedia bagi
pasien.
2. CBT telah teruji secara klinis dan didukung oleh percobaan empirikal yang solid.
3. CBT terstruktur, goal-oriented (berorientasi pada sasaran perawatan yang telah dirancang),
fokus pada masalah yang dihadapi saat ini yang bergumul untuk mengatasi problem NAPZA yang
dialami pasien.
4. CBT sangat fleksibel, pendekatan sangat individual tetapi dapat disesuaikan dengan berbagai
bentuk perawatan (inpatient, outpatient) demikian juga formatnya (kelompok dan perorangan).
5. Sangat cocok dikombinasikan dengan berbagai terapi seperti MET, Ml, Medis, dll.
T : Apa yang dimaksudkan pencegahan kekambuhan?
Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam porses pemulihan pasien Gangguan
penggunaan NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang dapat diprediksi dalam
kekambuhan adalah sistem keyakinan yang salah dan menetap (....'Saya seorang pecandu dan saya tidak
bisa berhenti menggunakan NAPZA...')
Di bawah ini beberapa strategi yang digunakan dalam pencegahan kekambuhan :
-
Tingkatkan komitmen untuk berubah (misal menggunakan wawancara memotivasi)
Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan kekambuhan (Kapan, dimana, dengan siapa
dan bagaimana penggunaan Napza bisa terjadi)
Mengajarkan kamampuan menghadapi masalah (coping skill), misalnya ; ketrampilan sosial,
ketrampilan manajemen diri, monitoring diri dari penggunaan NAPZA,
Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat menyebabkan terjadinya
kekambuhan :
•
apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian yang dapat menimbulkan kambuh?
•
dimana pasien mendapatkan dukungan?
•
apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
•
seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk kembali ke tempat praktek
13
T : Apa artinya Program 12 Langkah itu?
Fokus dari Program 12 Langkah adalah penerapan langkah-langkah itu dalam kehidupan sehari-hari.
Disinilah penggunaan istilah Falsafah menjadi lebih relevan, karena langkah-langkah ini menjadi
panduan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pecandu yang ingin mempertahankan
kebersihannya dan membina perjalanan spiritualnya. Jadi, lebih dari sekedar peraturan, 12 Langkah
menjadi "Falsafah Hidup" seorang pecandu, untuk diamalkan ketika menjalani kehidupan
kesehariannya. Dan, berdasarkan paradigma Disease Model of Addiction, penyakit kecanduan
mempunyai potensi untuk kambuh sewaktu-waktu apabila tidak diredam oleh program pemulihan yang
berkesinambungan. Dengan pengamalan atau praktek dari langkah-langkah inilah para pecandu akan
dapat meredam penyakitnya agar tidak kambuh, sepanjang hayatnya
T : Kenapa harus ada layanan penunjang dalam terapi rehabilitasi?
Layanan Penunjang, dalam pedoman ini pelayanan penunjang akan difokuskan pada pemeriksaan
laboratorium.
•
•
•
Layanan laboratorium terdiri dari pemeriksaan patologi klinik dan laboratorium pemeriksaan
NAPZA
Untuk laboratorium patologi klinik yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan kimia darah
Untuk pemeriksaan NAPZA, jenis pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada daftar
persyaratan minimal layanan penunjang.
T : Apa yang dimaksudkan Layanan Outreach/Komunitas?
Kegiatan Penjangkauan dan Pendampingan adalah pendukung dari program penanggulangan gangguan
penggunaan NAPZA berbasis Rumah Sakit Jiwa yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat, ataupun
lembaga swadaya masyarakat.
T: Apakah rehabilitasi merupakan cara yang paling efektif untuk upaya mengatasi adiksi?
Rehabilitasi mempunyai berbagai persoalan, yaitu
1. Tidak adanya kendali kualitas. Tidak ada lembaga yang sungguh-sungguh melakukan quality assurance
terhadap pelayanan rehabilitasi, baik Depkes, Depsos dan BNN. Penelitian tentang keberhasilan program
ini juga tidak ada, sehingga sulit untuk menentukan program rehabilitasi mana yang dapat
direkomendasikan.
2. Masalah keterjangkauan. Penyelenggaraan program rehabilitasi sangat mahal, bahkan yang dikelola
oleh negara, walau ada kesempatan untuk memperoleh bantuan pemebasan biaya.
3. Relapse, karena tidak adanya dukungan lanjutan dalam bentuk program Purna Rawat atau After Care.
14
Jenis Terapi Ketergantungan Napza
Tahap
Pra Pengobatan
Identifikasi
intervensi krisis
Penerimaan
Orientasi Program
Aktifitas
Waktu
1-3 minggu
Konseling individu dan
keluarga
• Memotivasi pasien untuk
mendapat pengobatan
• Menciptakan kesadaran tentang
masalah yang dihadapi pasien
Pendaftaran
Skrining (pemeriksaan
tubuh, wawancara, tes
urin)
Tur fasilitas layanan,
penge- nalan singkat
peraturan dan tata tertib
layanan
• Memperoleh informasi tentang
pasien, keluarga dan riwayat
penggunaan NAPZA
• Pemahaman aturan dan tata
tertib dalam fasilitas layanan
Diskusi dengan
pasien
dan keluarga
Detoksifikasi
Penatalaksanaan
Komorbiditas
Evaluasi
Tahapan
Sekunder
Sesi Terapeutik
Hasil yang diharapkan
• Persiapan psikologis pasien
untuk pengobatan
• Membangun hubungan dengan
penanggung jawab
• Merencanakan pengobatan
• Penatalaksanaan gejala putus
NAPZA
• Stabilisasi layanan kesehatan
untuk penyakit lainnya
• Membantu kemajuan & kemampuan pasien secara keseluruhan
Isolasi dalam ruang
pengobatan/perawatan
Melakukan kajian&peme
riksaan secara medis
Kajian ulang dan tinjauan
untuk pengobatan lanjut
atau rencana pengobatan
baru
Aktifitas
Waktu
3-12 bulan
Hasil yang diharapkan
Konseling individu, sesi
kelompok, sesi keluarga
• Kegiatan lanjutan dalam
pemulihan
• Membangun ikatan dengan
recovering addict yang senior
Rekreasional
Permainan Outing
• Meningkatkan kesehatan dan
mempererat ikatan dalam
program
Pendidikan
Seminar, bicara dan
workshop
• Mengikutsertakan dalam
kegiatan publik dan aktifitas
15
umum
Spiritual
Seminar, Diskusi, Latihan
dan penerapan
Perawatan
Kesehatan
Asesmen/pemeriksaan dan
Pengobatan
Seminar kesehatan
Membentuk hubungan/
Berbagi/Diskusi
Pemahaman
Diri
Kelompok
Dukungan
Pertemuan Alcohol
Anonymous dan Narcotic
Anonymous
Vokasional
Latihan Kerja/Job Training,
Wawancara kerja
Pengelolaan waktu dan
Keuangan
Seminar, Workshop,
Diskusi
Pencegahan
Kekambuhan
Tahapan
Aftercare
Pertemuan Kelom
pok dukungan 12
langkah (Twelve
Step)
Aktifitas
• Menerima kekuatan yang
tertinggi & memahami
keberadaan Tuhan
• Menjaga kesehatan fisik dan
mental
• Memperkuat keyakinan dan
mempertimbangkan nilai-nilai
yang dianut selama ini
• Bersiap-siap untuk masuk
program reentry
• Mengembangkan ketrampilan
sosial
• Program latihan kerja
• Penempatan di tempat Bekerja
• Mengenali pola kambuh dan
pencetus kekambuhan
• Mengembangkan kemampuan
menghadapi masalah, mengelola
terpeleset, terjatuh atau kambuh
menggunakan NAPZA
Waktu
Setelah
12-18 Bulan
Konseling berkelanjutan,
dukungan kelompok
dalam proses pemulihan
Hasil yang diharapkan
• Menguatkan kestabilan
• Meningkatkan proses pemulihan
secara keseluruhan
Sumber:
•
•
Buku National Institute on Drug Abuse (NIDA) Tentang Terapi Efektif Berdasarkan Penelitian di Lapangan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi & Rehabilitasi
Komprehensif pada Gangguan Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit
16
02. Gender & Seksualitas
T: Jika berbicara tentang seksualitas, apa saja biasanya yang dikaitkan dengan hal itu?
Beberapa aspek yang berkaitan dengan seksualitas adalah seks, orientasi seksual, perilaku seksual,
reproduksi, identitas seksual, gender dan identitas gender.
Berikut ini bisa membantu kita memaknai seksualitas, manusia dalam sepanjang kehidupannya
senantiasa berkaitan dengan alat kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dengan perbuatan,
peran dan hubungan. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan
siapa. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan keseluruhannya.
Contohnya : seorang perempuan = berkelamin perempuan karena memiliki vagina, memilih bekerja
menjadi artis, mengambil peran maskulin dalam relasi dengan teman-temannya, berorientasi seks
lesbian tetapi menunjukkan diri (identitas seksual) sebagai heteroseks di masyarakat, memutuskan
menjadi isteri seorang laki-laki yang bukan artis, memiliki pacar perempuan yang juga artis, memilih
melahirkan dengan proses alami.
T: Seks itu apa menurut bayangan kamu?
Seks itu adalah alat kelamin, yang mengacu pada sifat-sifat biologis, secara kasat mata berbentuk fisik,
yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki, dan interseks (seseorang memiliki
karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
T: Sedangkan perbedaan antara seks dan seksualitas itu apa?
Seks tidak sama dengan seksualitas. Seks merupakan salah satu komponen dari seksualitas. Seks adalah
jenis kelamin sedangkan seksualitas memiliki makna lebih luas yaitu aspek dalam kehidupan manusia
sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat kelaminnya.
T: Apa kaitannya antara seks dengan aktifitas seks?
Seks adalah alat kelamin, sedangkan aktifitas seksual adalah penggunaan alat-alat kelamin untuk
penikmatan atau membentuk keturunan.
T: Apa yang dimaksudkan dengan orientasi seksual?
Orientasi Seksual adalah rasa ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap jenis kelamin
tertentu. Orientasi seksual ini dapat diikuti dengan adanya perilaku seksual atau tidak. Misal
seseorang perempuan yang tertarik dengan sejenis namun selama hidupnya dia belum pernah
melakukan perilaku seksual dengan perempuan, maka ia tetap dikatakan memiliki orientasi seksual
sejenis. Jadi orientasi seksual terkait dengan pilihan partner seks untuk aktifitas seksual maupun
hubungan emosional seksual dalam jangka panjang, atau terkait dengan kombinasi-kombinasi seksual.
T: Didalam masyarakat kita, ada 3 jenis orientasi seksual, apa sajakah itu?
Tiga jenis orientasi seksual yang ada saat ini, adalah heteroseksual (aktivitas seksual dimana pasangan
seksual yang dipilih berasal dari lawan jenis), biseksual (aktivitas seksual dimana pasangan seksual yang
17
dipilih berasal dari lawan jenis dan sesama jenis, dan homoseksual (aktivitas seksual dimana pasangan
seksual yang dipilih berasal dari sesama jenis). Pria homoseksual disebut gay dan perempuan
homoseksual disebut dengan lesbian.
T: Apakah seorang homoseksual juga dapat mempunyai orientasi seksual pada lawan jenis?
Menurut Kinsey, orientasi seksual mempunyai skala gradasi, yaitu sebagai berikut:
0 = heteroseksual eksklusif
1 = heteroseksual lebih menonjol (predominan), homoseksualnya cuma kadang-kadang.
2 = heteroseksual predominan, homoseksual lebih dari kadang-kadang.,
3 = heteroseksual dan homoseksual seimbang (biseksual)
4 = homoseksual predominan, heteroseksual lebih dari kadang-kadang.
5 = homoseksual predominan, heteroseksual cuma kadang-kadang.
6 = homoseksual eksklusif
Seorang biseks sejati (melakukan hubungan seksual nyata baik dengan sesama jenis maupun dengan lain
jenis) jarang sekali ditemukan. Yang biasa ditemukan adalah pria biseks yang menyukai sifat kelaki-lakian
seorang wanita sekaligus menyukai sifat kewanita-wanitaan pria setipe wanita yang disukainya.
Terdapat pula pria biseks yang cenderung homoseks, tetapi tertarik pada wanita dengan sifat yang sama
dergan pria yang disukainya.
T: Apa yang dimaksudkan perilaku seksual?
Perilaku seksual (erotisisme, kenikmatan, kemesraan), yaitu segala perilaku yang dilakukan karena
adanya dorongan seksual untuk mendapatkan kepuasan seksual. Pada konsep ini tidak peduli
bagaimana dan dengan siapa atau apa dorongan itu dilampiaskan. Perilaku seksual ini berhubungan
dengan fungsi-fungsi reproduksi atau perilaku yang merangsang sensasi dalam reseptor-reseptor yang
terletak pada atau disekitar organ-organ reproduksi. Perilaku seksual seseorang juga dapat dipengaruhi
oleh hubungan seseorang dengan orang lain, oleh lingkungan dan kultur dimana individu tersebut
tinggal.
T: Perilaku seksual itu apa saja?
Perilaku seksual dibagi menjadi 2 macam, yaitu seks penetratif dan seks non penetratif.
T: Apa saja perilaku seks penetratif itu?
Seks penetratif adalah seks vaginal, seks anal (hubungan seks dengan penetrasi ke anus pasangannya),
seks oral dan seks dengan alat yang dimasukkan.
Macam perilaku oral seks yaitu Oro-Penile (Fellatio) Sexualoralisme (suatu keadaan dimana kepuasan
didapat dengan menggunakan bibir, mulut dan lidah kepada organ genetalia pasangannya) yang
dilakukan untuk melakukan rangsangan ke penis (Ambarwati, 2004); Oro-Vulva (Cunnilingus)
Sexualoralisme yang dilakukan dengan cara melakukan rangsangan ke vagina; dan Oro-Anus (Anilungus)
Sexualoralisme yang dilakukan dengan cara melakukan rangsangan ke anus.
18
T: Dan apa saja perilaku seks non penetratif?
Macam perilaku seks non penetratif, yaitu seks manual, seks dengan sentuhan/kontak badan, seks
dengan alat yang tidak dimasukkan, seks sado-masochist (S&M), melihat pornografi, seks fantasi, seks
lewat telepon/intemet.
T: Apakah perilaku seksual dapat menyebabkan IMS?
Perilaku seksual yang dapat menyebabkan IMS terdapat dalam tabel berikut:
NO
Perilaku Seksual
Jenis IMS
1
2
3
Kontak Badan
Onani/Masturbasi
Oro-Penile,
reseptif/penerima
(menghisap penis pasangan
seksual)
4
Fellatio, insertif/pemberi
(memasukkan penis pada
mulut pasangan seksual)
5
Dubur, insentif/pemberi
(memasukkan penis ke
dubur pasangan seksual)
6
Dubur, reseptif/penerima
(pasangan seksual
memasukkan penisnya ke
dalam dubur)
7
Anilingus (dubur-anus)
Kutu pubis, scabies/kudis, infeksi jamur
Luka lecet
Luka lecet, Gonore di mulut, Herpes di
mulut, Infeksi di kerongkongan bukan
gonore, Chlamydia dan lain-lain, Wart/
jengger di mulut, Sifilis, Hepatitis B, Infeksi
saluran pencernaan, L.G.V., Chancroid di
mulut
Luka lecet, Herpes di alat kelamin, Infeksi
saluran kemih bukan gonore, Infeksi saluran
kemih oleh Gonore, Infeksi saluran kemih
oleh meningokus
Infeksi saluran kemih bukan gonore, Infeksi
saluran kemih oleh gonore, Herpes di alat
kelamin, Kutil (Molluscum contagiosum),
Wart/jengger, Sifilis, Infeksi trikomonas,
Peradangan kelenjar epididimis dan/atau
prostate, Infeksi jamur, L.G.V., Donovanosis,
Chancroid, Hepatitis B, HIV AIDS
Peradangan dubur oleh karena gesekan,
Gonore di dubur, Wart/jengger di anus, HIV
AIDS, Kutil (molluscum contagiosum), Infeksi
di dubur bukan gonore, Herpes di daerah
dubur, Sifilis di daerah dubur, Hepatitis B,
L.G.V., Donovanosis di daerah dubur, Infeksi
C.M.V, Infeksi jamur.
Infeksi saluran pencernaan, Hepatitis A,
Hepatitis B dan hepatitis C, Disentri, Typhus,
Penyakit cacingan, Berbagai penyakit infeksi
di mulut, Wart/jengger, Gonore di mulut,
Sifilis, L.G.V., Donovanosis di mulut,
19
8
Perilaku seksual dengan jari
atau bagian tangan lainnya;
reseptif/penerima
(pasangan seksual
memasukkan jari/
tangannya ke dubur/anus)
Chanchoid di mulut, HIV AIDS, Herpes di
mulut, Infeksi meningokokus di dubur.
Berbagai
penyakit
infeksi
saluran
pencernaan.
T: Apakah yang dimaksudkan dengan identitas seksual dan identitas gender?
Identitas seksual adalah apa yang orang katakan mengenai kita, yaitu sebagai siapa/apa kita tampil
dalam masyarakat, berkaitan dengan perilaku atau orientasi seksual kita, kita benarkan dan percaya
sebagai diri kita. Identitas seksual itu homoseksual, heteroseksual dan biseksual.
Misalnya, seorang perempuan melakukan perilaku homoseksual, belum tentu dia mengidentifikasi diri
sebagai homoseksual atau lesbian. Dan hal tersebut sah-sah saja.
T: Apa hubungan antara Orientasi Seksual, Gender dan Seks?
Seks adalah kategori biologis; Gender dan orientasi seksual adalah kategori sosial maupun psikologis.
Seksualitas berkaitan dengan genitalis dan organ seks sekunder.
Sedangkan perbedaan antara Seks dan Gender adalah:
Seks
Gender
Seks merupakan jenis kelamin Gender merupakan sifat dan karakteristik yang
fisik
dilekatkan pada laki-laki dan perempuan secara
sosial
Seks adalah biologis merupakan Gender adalah konstruksi sosial masyarakat
bawaan sejak lahir
Seks diberi oleh Tuhan
Gender ditentukan oleh manusia
Penggolongan seks adalah laki- Penggolongan gender adalah maskulin, feminin
laki, perempuan dan interseks
dan androgini
T: Apakah gender itu?
Gender digolongkan sebagai maskulin (karakter yang macho), feminin (karakter yang lemah lembut),
dan androgini (karakter terletak diantara feminin dan maskulin). Saat ini belum ada terminologi yang
disepakati bersama untuk menjelaskan gender androgini, apakah gabungan keduanya atau tidak ada
gender disebabkan setiap orang merasa harus mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu dari
kategori yang ada yaitu feminin atau maskulin.
20
Gender menurut Mansour Fakih adalah pemilahan peran, fungsi, kedudukan, tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan yang berfungsi untuk mengklasifikasikan perbedaan peran yang dikonstruksi
secara sosial dan kultural oleh masyarakat, dan bersifat tidak tetap serta bisa dipertukarkan antar
keduanya (Fakih, 2001:8).
Dalam kaitannya dengan ilmu sosial, gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
bentuk sosial yang tidak disebabkan oleh perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin (Mc
Donald, 1999).
Jadi, gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang didasarkan pada
bentuk-bentuk sosial dan kultural masyarakat (peran, fungsi, kedudukan, tanggung jawab) dan bukan
atas dasar perbedaan jenis kelamin (sex).
T: Apa penyebab dari ketidakadilan gender?
Perbedaan gender sering menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities), terutama terhadap
kaum perempuan baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan, masyarakat, kultur, maupun negara.
Ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam berbagai macam bentuk antara lain :
Marginalisasi, adalah proses peminggiran / penyingkiran terhadap suatu kaum yang mengakibatkan
terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum tertentu. Marginalisasi terjadi karena berbagai hal,
seperti kebijakan pemerintah, keyakinan, agama, tradisi, kebiasaan, bahkan karena asumsi ilmu
pengetahuan sekalipun.
Subordinasi, merupakan penempatan kaum tertentu (perempuan) pada posisi yang tidak penting.
Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan bahwa perempuan adalah kaum yang irrasional
atau emosional sehingga kaum perempuan tidak cakap dalam memimpin.
Stereotipe, adalah pelabelan atau penandaan terhadap kaum tertentu. Akan tetapi pada permasalahan
gender, stereotipe lebih mengarah pada pelabelan yang bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini
terjadi karena pemahaman yang seringkali keliru terhadap posisi perempuan.
Kekerasan (violence), adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang.
Kekerasan karena bias gender disebut gender related violence.
Kekerasan tersebut terjadi karena disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam
masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan (violence) gender (terhadap perempuan) antara lain :
pemerkosaan, serangan fisik dalam rumah tangga, kekerasan dalam pelacuran dan pornografi,
pemaksaan dalam sterilisasi Keluarga Berencana (KB), serta pelecehan seksual.
Beban kerja ganda (double burden) disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan lebih cocok
mengurusi dan bertanggung jawab atas pekerjaan domestik (menjaga kebersihan dan kerapian rumah
tangga, memasak, mencuci, bahkan memelihara anak). Pekerjaan domestik dianggap tidak bernilai dan
lebih rendah bila dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki karena tidak produktif. Konsekuensi tersebut
harus diterima oleh perempuan yang bekerja di satu sisi harus mencari nafkah untuk memenuhi
21
kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung jawab atas rumah tangganya. Hal inilah yang
menyebabkan bahwa bias gender menjadikan perempuan menanggung beban kerja yang bersifat ganda
(Fakih, 2001 : 12-23)
T: Apa yang dimaksud diskriminasi dalam seksualitas dan gender?
Diskriminasi gender adalah ketentuan, persepsi atau aturan publik atau privat atau kebijakan yang
menegaskan bahwa seseorang tidak diperkenankan melakukan sesuatu karena terkait gendernya.
Bentuk-bentuk mayoritas diskriminasi gender (majority forms of discrimination) adalah bentuk-bentuk
yang memberikan dampak sebagian besar bagi mereka yang tidak semuanya perempuan atau tidak
semuanya laki-laki.
Sedangkan bentuk-bentuk minoritas diskriminasi gender (minority forms of gender discrimination)
adalah bentuk-bentuk yang memberikan dampak pada suatu minoritas kecil bagi perempuan maupun
laki-laki.
Diskriminasi berbasis pada orientasi seksual dan diskriminasi berbasis pada identitas gender adalah
bentuk-bentuk minoritas diskriminasi gender (gender discrimination minorities) atau bisa pula disebut
sebagai minoritas diskriminasi seksual (sex discrimination minorities).
LGBT merupakan kombinasi minoritas yang dijelaskan oleh identitas gender (gender discrimination
minorities atau sex disrimination minorities.
T: Bagaimana hubungan antara gender, seksualitas dan HAM?
Tidak satupun yang mengacu secara khusus terhadap “orientasi seksual ataupun “identitas gender”,
namun jaminan atas persamaan dalam ketentuan-ketentuan hukum internasional memberikan peluang
perlindungan hak asasi manusia.
T: Bagaimana seseorang mendapatkan hak atas perlindungan dari diskriminasi berdasarkan dimensi
gender, orientasi seksual dan identitas gender?
Menurut pengaturan Hukum Indonesia adalah sesuai dengan:
1. Konstitusi (UUD Negara Republik Indonesia) pasal 28A, pasal 28B ayat (1), pasal 28I ayat (2),
pasal 28J ayat (2).
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
3. Ketentuan Hukum Internasional yang telah diratifikasi
4. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Keppres No. 40 Tahun 2004
03. Kesehatan Seksual
T : Apakah SEKS itu?
Seks dapat dikaitkan dengan beberapa arti, yaitu :
22
•
Jenis Kelamin, yaitu karakteristik biologis manusia yang membedakan sebagai laki-laki dan
perempuan
•
Reproduksi Seksual, yaitu bagian-bagian tubuh tertentu pada laki-laki dan perempuan (bagian
tubuh tersebut disebut alat kelamin atau organ reproduksi) yang dapat menghasilkan bayi.
Reproduksi dari kata re=kembali dan produksi=membuat/menghasilkan Reproduksi adalah
sebuah proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan.
•
Rangsangan atau gairah seksual, yaitu suatu ketertarikan terhadap orang lain yang
menyebabkan getaran khusus yang muncul dalam tubuh
•
Hubungan seks, yaitu kontak tubuh yang dapat sampai melibatkan organ seks
T: Apa alat kelamin itu?
Semua orang mempunyai alat kelamin. Alat kelamin itu membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Alat kelamin ada terutama agar manusia dapat mempunyai anak. Alat kelamin juga disebut alat
reproduksi. Repro berarti mengulang, dan produksi berarti membuat atau menghasilkan.
T : Mengapa PENTING kita bicara SEKS?
Isu yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan seksualitas seringkali sulit didiskusikan, namun isu ini
penting untuk dipahami oleh semua orang, baik remaja maupun dewasa dan laki-laki maupun
perempuan, karena:
•
Universal – merupakan masalah yang bersentuhan dengan siapapun di dunia ini, bisa ditemui di
mana saja dan kapan saja, dan dalam perkembangan situasi dan kondisi dunia, merupakan
masalah penting di setiap belahan dunia manapun.
•
Sehat dan normal – Seks merupakan bagian dari kehidupan manusia, bagian dari tubuh dan
perilaku manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan bagian dari kesehatan manusia. Jadi
membicarakan seks dan permasalahan yang berkaitan dengan seks merupakan suatu hal yang
sehat.
•
Pengetahuan – sumber informasi dari media, teman dan sumber lain mengenai isu seks mudah
diperoleh namun belum tentu tepat dan benar.
•
Risiko – risiko yang berkaitan dengan seksual bisa terjadi pada SAYA maupun pasangan Saya.
•
Hak setiap individu – setiap orang memiliki hak-hak seksual yang diadopsi dari HAM
T: Apa itu Hak Reproduksi, dan apa saja hak-hak tersebut?
Hak-hak seksual berdasarkan hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam hukum nasional suatu
negara, dokumen internasional HAM dan konsensus lainnya. Hak-hak reproduksi memberikan informasi
yang benar seputar kesehatan organ reproduksi manusia. Ada dua belas hal yang terkait dengan hak
reproduksi dan seksual, yaitu :
1.
Hak untuk hidup, yaitu setiap wanita mempunyai hak untuk bebas dari resiko kematian karena
kehamilan.
23
2.
Hak atas kemerdekaan dan keamanan, yaitu setiap individu berhak untuk menikmati dan mengatur
kehidupan seksual dan reproduksinya dan tak seorangpun dapat dipaksa untuk hamil, menjalani
sterilisasi dan aborsi.
3.
Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi, yaitu setiap individu mempunyai
hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk kehidupan seksual dan reproduksinya.
4.
Hak atas kerahasiaan pribadi, yaitu setiap individu mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi dengan menghormati kerahasiaan pribadi.
5.
Hak atas kebebasan berpikir, yaitu setiap individu bebas dari penafsiran ajaran agama yang sempit,
kepercayaan, filosofi dan tradisi yang membatasi kemerdekaan berpikir tentang pelayanan
kesehatan reproduksi dan seksual.
6.
Hak mendapatkan informasi dan pendidikan, yaitu setiap individu mempunyai hak atas informasi
dan pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual termasuk jaminan
kesehatan dan kesejahteraan perorangan maupun keluarga.
7.
Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan merencanakan keluarga.
8.
Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan mempunyai anak.
9.
Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan, yaitu setiap individu mempunyai hak atas
pelayanan informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan, kepercayaan, harga diri,
kenyamanan dan kesinambungan pelayanan.
10. Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, yaitu setiap individu untuk
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan teknologi mutakhir yang aman dan dapat
diterima.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik, yaitu setiap individu mempunyai
hak untuk mendesak pemerintah agar memprioritaskan kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak
kesehatan seksual dan reproduksi.
12. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk, termasuk hak-hak perlindungan anak dari
eksploitasi dan penganiayaan seksual, setiap individu mempunyai hak untuk dilindungi dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
T : Mengapa seseorang melakukan hubungan seks?
•
Memperoleh keturunan (prokreasi) – ingin mendapatkan keturunan, anak, penerus bagi keluarga
•
Cinta – sebagai perwujudan cinta kasih antar individu
•
Kewajiban dalam Pernikahan – adanya aturan pernikahan yang mengatur hak dan kewajiban.
Sesungguhnya berhubungan seks dalam sebuah pernikahan merupakan hak suami maupun istri.
Berhubungan seks bukan hanya bertujuan untuk prokreasi (memperoleh keturunan) tapi juga
rekreasi. Namun berdasarkan UU Perkawinan, berhubungan seks dipandang sebagai bentuk
kewajiban, hak suami memiliki kewajiban memberi nafkah batin bagi istrinya dan istri wajib
melayani suami.
24
•
Birahi – kebutuhan biologis yang dirasakan pada masa tertentu – baik karena irama biologis
seseorang ataupun karena rangsangan yang diterima dalam bentuk visual (gambar di majalah,
film) maupun sentuhan di bagian tubuh tertentu yang merupakan titik rangsang seseorang.
•
Uang – melakukan hubungan seks sebagai salah satu alternatif ‘pekerjaan’, untuk mendapatkan
kompensasi uang karena kebutuhan ekonomi yang mendesak, lapangan kerja yang sedikit dan
kemampuan yang terbatas
•
Di bawah tekanan, ditipu/diperdaya, diancam – dalam konteks ini dapat juga dikatakan sebagai
kekerasan seksual karena terjadi dalam posisi yang tidak setara. Misalnya melakukan hubungan
seks karena ditipu/diperdaya (relasi pacaran), diancam (relasi suami-istri, relasi anggota keluarga
atau orang yang tidak dikenal)
•
Gaya Hidup – gaya hidup hedonis, ingin mendapatkan pengalaman yang selalu berbeda (seks
pada waktu yang berbeda dan alasan yang berbeda), menyalurkan keinginan ‘berpetualang’.
•
Kelompok Teman Sebaya – saat seorang anak memasuki masa remaja, yang mengambil peran
penting dalam kehidupan sehari-hari bergeser dari orangtua menjadi teman-temannya. Remaja
akan cenderung melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya sesama remaja, karena
tekanan dari teman-teman kelompoknya yang telah melakukan tindakan tersebut atau karena
bujukan, keinginan remaja untuk terlihat memiliki ‘identitas’ yang sama dengan temantemannya. Biasanya yang dimaksud dengan ‘identitas’ seperti, jantan, macho, gaul, dewasa, dsb.
•
Rasa Ingin Tahu Eksperimen – setiap manusia memiliki rasa ingin tahu dan rasa tidak mudah
puas. Melakukan eksprimen, mencoba segala sesuatu yang baru, merupakan manifestasi rasa
ingin tahu untuk mendapatkan kepuasan akan pengalaman yang menyenangkan dan baru.
•
Menyenangkan – melakukan hubungan seks menimbulkan rasa yang menyenangkan secara fisik
dan psikologis. Mengapa?
o
o
o
o
o
Zat kimia rasa nikmat’ dikeluarkan oleh tubuh (oxytoksin, endorphins dsb.)
Sistim saraf (pusat kenikmatan di alat kelamin dan otak)
Secara psikologis memperoleh perasaan yang memuaskan
Membuat hubungan emosional lebih lengkap dan harmonis
Dapat meneruskan keturunan/anak
T : Alat kelamin perempuan seperti apa?
Saat dilahirkan seorang anak perempuan telah mempunyai organ reproduksi yang lengkap tetapi belum
berfungsi sepenuhnya. Organ reproduksi akan berfungsi sepenuhnya saat seorang wanita telah
memasuki masa pubertas. Anatomi organ reproduksi perempuan terdiri atas vulva, vagina, serviks,
rahim, saluran telur dan indung telur.
Vulva
Vulva merupakan suatu daerah yang menyelubungi vagina. Vulva terdiri atas mons pubis, labia (labia
mayora dan labia minora), klitoris, daerah ujung luar vagina dan saluran kemih.
25
Mons pubis : gundukan jaringan lemak yang terdapat dibagian bawah perut, Daerah ini dapat
dikenali dengan mudah karena tertutup oleh rambut pubis. Rambut ini akan tumbuh saat
seorang gadis beranjak dewasa.
Labia: Lipatan berbentuk seperti bibir yang terletak di dasar mons pubis.Terdiri dari dua bibir,
yaitu labium mayora (bibir luar) merupakan bibir yang tebal dan besar dan labium minora (bibir
dalam), merupakan bibir yang tipis yang menjaga jalan masuk ke vagina.
Klitoris : merupakan organ kecil yang terletak pada pertemuan antara ke dua labia minora dan
dasar mons pubis. Ukurannya sebesar kacang polong, penuh dengan sel syaraf sensorik dan
pembuluh darah. Organ mungil ini sangat sensitif dan berperan besar dalam fungsi seksual.
Vagina
Vagina merupakan saluran yang elastis, panjangnya sekitar 8-10 cm, dan berakhir pada rahim.
Vagina dilalui oleh darah pada saat menstruasi dan merupakan jalan lahir. Karena terbentuk dari
otot, vagina bisa melebar dan menyempit. Kemampuan ini sangat hebat, terbukti pada saat
melahirkan
vagina
bisa
melebar
seukuran
bayi
yang
melewatinya.
Pada bagian ujung yang terbuka, vagina ditutupi oleh sebuah selaput tipis yang dikenal dengan
istilah selaput dara. Bentuknya bisa berbeda-beda antara tiap wanita. Selaput ini akan robek
pada saat bersanggama, kecelakaan, masturbasi/ onani yang terlalu dalam, olah raga dsb.
Serviks
Serviks dikenal juga dengan istilah mulut rahim. Disebut demikian karena serviks memang
merupakan bagian terdepan dari rahim yang menonjol ke dalam vagina. Sehingga berhubungan
dengan bagian vagina. Serviks memproduksi cairan berlendir (mucus). Pada sekitar waktu
ovulasi, mukus ini menjadi banyak, elastik, dan licin. Hal ini membantu spermatozoa untuk
mencapai uterus. Saluran yang berdinding tebal ini akan menipis dan membuka saat proses
persalinan dimulai.
Rahim (Uterus)
Uterus (rahim) merupakan organ yang memiliki peranan besar dalam reproduksi wanita, yakni
dari saat menstruasi hingga melahirkan. Bentuknya seperti buah pear, berongga, dan berotot.
Sebelum hamil beratnya 30-50 gram dengan ukuran panjang 9 cm dan lebar 6 cm kurang lebih
sebesar telur ayam kampung. Tetapi saat hamil mampu membesar dan beratnya mencapai 1000
gram. Uterus terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
-
Lapisan parametrium merupakan lapisan paling luar dan yang berhubungan dengan
rongga perut.
-
Lapisan myometrium merupakan lapisan yang berfungsi mendorong bayi keluar pada
proses persalinan (kontraksi)
-
Lapisan endometrium merupakan lapisan dalam rahim tempat menempelnya sel telur
yang sudah dibuahi. Lapisan ini terdiri dari lapisan kelenjar yang berisi pembuluh darah.
26
Setelah menstruasi permukaan dalam uterus menjadi tebal karena pengaruh hormon estrogen.
Kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan keluarnya cairan karena pengaruh hormon
progresteron. Bila tidak terjadi pembuahan maka lapisan tadi bersama sel telur akan terlepas
(meluruh) dan keluar melalui vagina yang disebut sebagai menstruasi. Waktu antara dua
menstruasi disebut siklus menstruasi. Walaupun rata-rata periodenya datang setiap 28 hari, hal
ini dapat bervariasi pada setiap perempuan. Periode ini juga sangat tidak teratur pada 2-3 tahun
pertama mulai menstruasi.
Saluran Telur (oviduct /tuba fallopii)
Tuba falopii adalah organ yang dikenal dengan istilah saluran telur. Saluran telur adalah
sepasang saluran yang berada pada kanan dan kiri rahim sepanjang +10cm yang
menghubungkan uterus dengan ovarium melalui fimbria. Ujung yang satu dari tuba falopii akan
bermuara di uterus sedangkan ujung yang lain merupakan ujung bebas dan terhubung ke dalam
rongga abdomen.
Ujung yang bebas berbentuk seperti umbai yang bergerak bebas. Ujung ini disebut fimbria dan
berguna untuk menangkap sel telur saat dilepaskan oleh ovarium (indung telur). Dari fimbria,
telur akan digerakkan oleh rambut-rambut halus yang terdapat di dalam saluran telur menuju ke
dalam rahim.
Ovarium/indung telur terletak pada kiri dan kanan ujung tuba (fimbria/umbai-umbai) dan
terletak di rongga panggul. Ovarium merupakan kelenjar yang memproduksi hormon estrogen
dan progresteron. Ukurannya 3x3x2 cm, tiap ovarium mengandung 150.000-200.000 folikel
primordial. Sejak pubertas setiap bulan secara bergantian ovarium melepas satu ovum dari
folikel degraaf (folikel yang telah matang), peristiwa ini disebut ovulasi.
T : Organ reproduksi laki-laki seperti apa?
Organ reproduksi pria yang penting dalam proses reproduksi terdiri atas beberapa organ yaitu penis,
skrotum, testis, vas deferens, epididimis, vesikula seminalis dan kelenjar prostat. Di antara organ ini ada
yang terletak di dalam tubuh sehingga tidak bisa kita lihat.
Testis (buah pelir)
Testis merupakan organ kecil yang memiliki diameter sekitar 5 cm pada orang dewasa. Testis
membutuhkan suhu sedikit lebih rendah dari suhu badan (36,7 oC) agar dapat berfungsi secara
optimal, Hal inilah yang menyebabkan mengapa testis terletak di luar tubuh di dalam suatu
kantong yang disebut skrotum. Pada laki-laki, ukuran dan posisi testis yang agak sedikit berbeda
antara kanan dan kiri. Hal ini masih normal. Saat melewati masa pubertas, saluran khusus
berbentuk koil di dalam testis mulai membuat sel-sel sperma. Sejak saat inilah, testis akan
memulai tugasnya dalam membuat sperma. Tugas khusus akan terus diembannya sampai sang
pemilik meninggal. Bentuk sperma sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop. Berbentuk seperti berudu (kecebong), dapat bergerak sendiri dengan ekornya.
Cairan putih dan kental yang diproduksi oleh vesikula seminalis dan kelenjar prostat bercampur
27
dengan spermatozoa membentuk campuran yang disebut semen. Epididimis, vas deferens, dan
urethra merupakan saluran untuk jalannya semen. Pada saat puncak rangsang seksual terjadi
orgasme atau ejakulasi, yaitu semen dipancarkan keluar dari ujung penis yang ereksi. Testis juga
memiliki tanggung jawab lain. Ia harus membuat hormon testosteron. Hormon ini merupakan
hormon yang sangat bertanggung jawab atas perubahan anak laki-laki menjadi dewasa.
Membuat suara laki-laki menjadi besar dan berat, dan berbagai perubahan lain yang
memperlihatkan bahwa seorang anak telah beranjak dewasa.
Skrotum
Skrotum merupakan sebuah kantong kulit yang melindungi testis, berwarna gelap dan berlipat
lipat. Skrotum adalah tempat bergantungnya testis. Scrotum mengandung otot polos yang
mengatur jarak testis ke dinding perut dengan maksud mengatur suhu testis agar relatif tetap.
Kondisi ini menguntungkan karena testis dapat membuat sperma pada kondisi terbaik. Dalam
menjalankan fungsinya, skrotum bahkan dapat merubah ukurannya. Bila suhu udara dingin,
skrotum akan mengerut dan menyebabkan testis lebih dekat dengan tubuh dan dengan
demikian lebih hangat. Sebaliknya pada cuaca panas, skrotum akan membesar dan kendur.
Akibatnya luas permukaan skrotum meningkat dan panas dapat dikeluarkan.
Vas deferens (saluran sperma)
Vas deferens adalah sebuah tabung yang dibentuk dari otot. Vas deferens membentang dari
epididimis ke uretra/ saluran kencing pars prostatika.. Vas deferens berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sperma sebelum dikeluarkan melalui penis. Vas deferens memiliki panjang sekitar
4,5 cm dengan diameter sekitar 2,5 mm. Saluran ini muara dari Epididymis yaitu saluran- saluran
yang lebih kecil dari vas deferens. Bentuknya berkelok-kelok dan membentuk bangunan seperti
topi. Prostat, vesikula seminalis dan beberapa kelenjar lainnya
Prostat adalah kelenjar yang bertugas untuk membuat cairan sperma (ejakulat/semen). Ini
berguna untuk memberikan makanan pada sperma.
Penis
Penis dibagi menjadi dua bagian yaitu batang penis (bagian terbesar dari penis) dan kepala penis. Pada
bagian kepala penis terdapat kulit yang menutupinya yang disebut preputium . Kulit ini yang diambil
secara operatif saat seseorang melakukan sunat (sirkumsisi). Pada bagian dalam dari penis terdapat
jaringan seperti spons yang bisa membesar dan menegang. Bila hasrat seksual seorang pria meningkat,
atau kadangkala tanpa alasan yag jelas, jaringan ini akan terisi pembuluh darah dan syaraf sehingga
akibatnya penis membesar dan mengeras. Hal ini terjadi karena penis terisi darah saat terangsang. Penis
tidak mengandung tulang dan tidak terbentuk dari otot. Ukuran dan bentuk penis bervariasi, namun
umumnya bila penis ereksi ukurannya hampir sama.Keadaan ini disebut ereksi. Kemampuan untuk
ereksi sangat berperan dalam fungsi reproduksi. Pada bagian dalam penis juga terdapat sebuah saluran
yang berfungsi untuk mengeluarkan urin. Saluran ini juga berperan untuk mengalirkan sperma keluar.
Jadi fungsi penis secara keseluruhan adalah sebagai alat sanggama dan sebagai saluran untuk
pengeluaran sperma dan urin.
28
T: Apakah benar bahwa laki-laki itu memiliki dorongan seks yang lebih tinggi daripada perempuan?
Dorongan seks pada laki-laki dan perempuan sangat beragam. Secara mendasar hormon yang
bertanggung jawab akan munculnya dorongan seksual adalah testosteron. Ternyata perempuan juga
memproduksi hormon ini, dan hanya dibutuhkan sejumlah kecil saja produksi hormon ini sudah sanggup
memicu dorongan seksual. Yang membedakan variasi dorongan seksual ini justru sifatnya sangat
individual, penyebabnya karena kondisi fisik tubuh, psikis dan cara pandang tiap orang terhadap
hubungan seksual yang juga dipengaruhi oleh pola asuh dan situasi di masa lalu. Tidak sedikit malah
perempuan yang memiliki dorongan seks yang tinggi. Selain itu, tidak sedikit laki-laki yang biasa-biasa
saja terhadap hubungan seks.
T: Apakah ukuran penis menentukan kenikmatan seksual?
Informasi yang salah ini beranggapan bahwa semakin besar penis akan semakin memuaskan sebuah
hubungan seksual. Padahal ukuran penis tidak berkaitan dengan potensi seksual seseorang. Sebenarnya
kepuasan seksual tidak ditentukan dari ukuran penis, melainkan oleh kemampuan penis untuk ereksi,
kemampuan mengontrol ejakulasi dan komunikasi yang baik antara pasangan seksual. Sayangnya masih
banyak pria yang percaya dengan mitos ini, sehingga berupaya untuk membesarkan penisnya dengan
berbagai macam cara, bahkan dengan cara yang tidak ilmiah dan berbahaya bagi kesehatan.
Penyuntikan silikon pada penis sering kali merusak jaringan pembuluh darah penis. Kalaupun ada ukuran
penis yang memang bermasalah dalam hubungan seksual itu adalah pada mereka yang memiki ukuran
penis mini yang ekstrim, yang dibawah 2,5 cm yang disebut mikropenis. Ini karena gangguan hormon
yang masih bisa dikoreksi sebelum pubertas. Tapi kondisi ini jarang sekali terjadi.
T: Apakah onani pada usia remaja adalah wajar, sedangkan pada laki-laki usia dewasa berbahaya
dikarenakan dapat menyebabkan kemandulan, rambut rontok dan lutut keropos?
Onani atau masturbasi biasanya dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya belum memiliki
pasangan atau ketika jauh dari pasangan, sementara dorongan seksual sedang menggelora dan tidak
bisa dihentikan saat itu. Secara medis masturbasi tidak ada hubungannya dengan kemandulan atau
gangguan kesuburan, rambut rontok dan lutut keropos. Dan masturbasi tergolong wajar selama tidak
menggunakan alat bantu yang kotor yang bisa mengakibatkan lecet dan infeksi. Masturbasi tidak ada
bedanya untuk yang dilakukan oleh remaja atau orang dewasa. Hanya saja memang sebisa mungkin
jangan dilakukan setiap hari dan sering kali karena tentu saja bisa mengganggu aktivitas dan
produktivitas kerja.
T: Apakah laki-laki yang berbulu dada tebal berarti hebat dalam hubungan seksual?
Hal ini keliru. Hebat tidaknya seorang laki-laki dalam hubungan seksual sebagai bentuk dari potensi
seksualnya ditentukan oleh lancarnya siklus respon seksualnya, jadi pada beberapa hal ditentukan oleh
optimalnya dorongan seksual, lancarnya ereksi dan kekuatan mempertahankan ereksi. Jadi bukan
karena jumlah banyak tidaknya rambut yang tumbuh di area tubuh. Tentu saja untuk mendukung
potensi seksual ini harus disertai oleh kebugaran fisik dan komunikasi seksual yang sehat dengan
pasangan.
29
T: Apakah laki-laki yang telah divasektomi akan kehilangan dorongan seksualnya?
Vasektomi adalah tindakan operasi untuk memotong saluran sperma untuk kepentingan kontrasepsi
mantap atau sterilisasi laki-laki. Laki-laki yang telah divasektomi tidak akan kehilangan dorongan
seksualnya, sebab pada vasektomi testis/buah zakar tidak dibuang dan tidak dilukai, sehingga testis
tetap memproduksi spermatozoa dan hormon testosteron yang berfungsi untuk pembangkit dorongan
seksual. Vasektomi tentu saja berbeda dengan kastrasi/ kebiri, dimana pada kebiri kedua testis dibuang.
T : Apa itu Orientasi Seksual ?
Orientasi seksual merupakan pilihan jenis kelamin dalam membina relasi dan berhubungan seksual.
Orientasi seksual dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Heteroseksual : ketertarikan secara seksual terhadap lawan jenis
2. Biseksual
: ketertarikan secara seksual terhadap lawan jenis dan sesama jenis
3. Homoseksual : ketertarikan secara seksual terhadap sesama jenis
T : Apa itu Perilaku Seksual ?
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan
tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang
lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
T : Apa itu Perilaku Seks yang SEHAT ?
Perilaku seks yang sehat dan bertanggung jawab adalah perilaku yang dipilih berdasarkan pertimbangan
secara fisik, sosial, dan agama serta psikologis.
SEHAT secara FISIK ?
Tidak tertular dan menularkan penyakit, tidak menyebabkan kehamilan sebelum menikah, tidak
menyakiti dan merusak kesehatan orang lain.
SEHAT secara PSIKOLOGIS ?
Mempunyai integritas yang kuat (kesesuaian antara nilai, sikap, dan perilaku), mampu mengambil
keputusan dan mempertimbangkan segala resiko yang bakal dihadapi dan siap atas segala resiko
dari keputusan.
SEHAT secara SOSIAL ?
Mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial yang ada disekitarnya dalam menampilkan perilaku
tertentu (agama, budaya dan sosial), mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan nilai dan
norma yang diyakini.
T : Apa itu Perilaku Seksual yang Menyimpang ?
Perilaku Seksual yang menyimpang dapat dilihat dari tiga kategori:
A. Dari cara penyaluran dorongan seksual
30
Masochisme X Sadisme : Mendapatkan kepuasan dengan siksaan secara fisik atau mental.
Eksibisionisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya
kepada orang lain.
Scoptophilia : Mendapatkan kepuasan seks dari melihat aktivitas seksual.
Voyeurisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat orang telanjang.
Troilisme : Perilaku seks yang membagi partner seksual dengan orang lain sementara orang
lain menonton. Biasanya pasangan yang melakukan aktivitas seksual pada waktu dan tempat
yang sama sehingga bisa saling menonton.
Transvestisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari lawan jenisnya.
Seksualoralisme : Mendapatkan kepuasan seks dari aplikasi mulut pada genitilia partnernya.
Sodomi atau seksual analisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan melakukan hubungan
seksual melalui anus.
B. Dari orientasi atau sasaran seksual yang menyimpang
Pedophilia : Seseorang dewasa mendapat kepuasan seks dari hubungan dengan anak-anak.
Bestiality : Mendapatkan kepuasan seks dari hubungan dengan binatang
Zoophilia : Mendapatkan kepuasan dengan melihat aktivitas seksual dari binatang
Necriphilia : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat mayat, coitus dengan mayat.
Pornography : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat gambar porno lebih terpenuhi
dibandingkan dengan hubungan seksual yang normal.
Fetishisme : Pemenuhan dorongan seksual melalui pakaian dalam lawan jenis.
Frottage : Mendapatkan kepuasan seks dengan meraba orang yang disenangi dan biasanya
orang tersebut tidak mengetahuinya.
Saliromania : biasanya pada lelaki yang mendapatkan kepuasan seks dengan mengganggu
atau mengotori badan/pakaian dari partnernya.
Gerontoseksuality : Seorang pemuda lebih senang melakukan hubungan seks dengan
perempuan yang berusia lanjut.
Incest : Hubungan seksual yang dilakukan antara dua orang yang masih satu darah.
Obscentity : Mendapatkan kepuasan seks dengan mendengarkan perkataan atau gerak gerik
dan gambar yang dianggap menjijikkan.
Mysophilia, coprophilia dan Urophilia : Senang pada kotoran, faeces dan urine.
Masturbasi : Mendapatkan kepuasan seks dengan merangsang genitalnya sendiri.
C. Dilihat dari tingkat penyimpangan, keinginan, dan kekuatan dorongan seksual :
Nymphomania : Seorang wanita yang mempunyai keinginan seks yang luar biasa atau yang
harus terpenuhi tanpa melihat akibatnya.
Satriasis : Keinginan seksual yang luar biasa dari seorang lelaki.
Promiscuity dan prostitusi : Mengadakan hubungan seksual dengan banyak orang.
Perkosaan : Mendapatkan kepuasan seksual dengan cara paksa.
31
T: Mengapa kita mesti merawat alat kelamin?
Karena alat kelamin merupakan milik pribadi kita dan juga penting untuk reproduksi atau punya anak.
Alat kelamin bagian dalam bisa rusak karena Infeksi Menular Seksual (IMS), meskipun tidak dirasakan,
sehingga bisa membuat mandul atau sulit hamil bila terkena IMS. Kalau perempuan hamil ketika ia
mengidap IMS, maka anaknya juga bisa tertular. Baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi mandul
karenanya.
T: Apa hubungan alat kelamin dan IMS?
IMS mempengaruhi alat kelamin bagian dalam dan bagian luar. Kita perlu tahu alat kelamin kita sendiri
agar tahu bagaimana IMS mempengaruhi kesehatan alat kelamin dan kesehatan reproduksi. Kita juga
jadi tahu bahwa IMS tidak bisa dilihat hanya dari penampilan alat kelamin luar.
T: Bagaimana sebaiknya cara kita mencuci alat kelamin?
Laki-laki dan perempuan perlu menjaga kebersihan alat kelamin. Mencuci alat kelamin bagian luar
dengan air sangat disarankan setiap kali kencing atau setiap kali kita buang air besar maupun kecil.
Pada perempuan, cara membasuh alat kelamin perlu diperhatikan. Bila buang air besar, ceboklah
kelamin dengan tangan dari belakang pantat, dengan gerakan tangan dari depan ke belakang. Ini untuk
mencegah masuknya kuman-kuman penyakit dari dubur ke liang senggama. Setelah bersih, keringkan
alat kelamin.
T: Apakah ada cara lain untuk membersihkan alat kelamin selain dengan air, seperti cairan yang
lainnya?
Jangan mencuci alat kelamin bagian dalam maupun luar dengan obat-obatan atau dengan cairan lain,
seperti odol, cuka, coca cola, air jahe, alkohol dan lain-lainnya. Cairan itu semua bisa membuat kulit
sekitar alat kelamin menjadi rusak, kering, terluka atau gatal-gatal. Lagipula tidak mempan untuk
membunuh bibit IMS atau mencegah kehamilan.
Obat semprot yang dimasukkan kedalam liang senggama juga bisa berbahaya, karena bila ada penyakit
di liang senggama dan mulut rahim, maka bibit penyakit tersebut bisa terdorong masuk ke dalam rahim,
berkembang biak dan mudah menjalar ke saluran telur. Akibatnya saluran telur menjadi rusak atau
menyempit, sehingga perempuan menjadi mandul.
Perempuan mencuci liang senggama (douching) umumnya untuk menghilangkan keputihan.
Masalahnya, mencuci liang sanggama hanya akan mengurangi keputihan untuk sementara waktu saja.
Jangan menggunakan cairan apapun untuk membasuh alat kelamin kecuali kalau dokter yang
memberikan cairannya.
T : Banyak orang yang meyakini bahwa liang senggama perempuan jika kering akan menyenangkan
buat lawan seksnya, apakah hal ini benar?
Tidak Benar!
Banyak perempuan yang menggunakan jamu-jamuan dan obat-obatan yang dipakai untuk membuat alat
kelamin kering, misalnya tongkat madura yang dimasukkan ke liang senggama atau minum jamu-jamu
tertentu. Kepercayaannya, liang senggama kering lebih menyenangkan buat laki-laki. Sebenarnya, liang
32
senggama yang kering justru membuatnya lebih sulit dimasuki. Banyak laki-laki yang tidak suka dengan
liang senggama kering karena membuat zakar mereka sakit waktu berhubungan seks. Berhubungan seks
dengan liang senggama kering, berbahaya karena menimbulkan luka-luka dalam liang senggama dan
juga membuat zakar menjadi lecet. Akibatnya IMS dan HIV akan menjadi mudah ditularkan, karena luka
lecet/luka terbuka ini menjadi jalan masuk dari virus HIV dan bakteri IMS. Liang senggama yang alami
lebih baik. Jika liang senggama kering, gunakanlah kondom dengan pelumas yang berbahan dasar air
ketika berhubungan seks.
T : Apakah ada jamur didalam alat kelamin?
Ya, terutama di alat kelamin perempuan. Alat kelamin perempuan merupakan daerah yang sangat
lembab, dan jamur dapat tumbuh disitu. Dalam jamur ini kuman yang baik ada. Bila kuman yang baik
mati, maka ia tidak bisa membunuh jamur dan kuman jahat yang masuk. Akibatnya jamur dan kuman
jahat merajalela menyebabkan timbulnya keputihan. Alat kelamin menjadi bau dan gatal
T : Bagaimana caranya untuk mencegah keputihan terjadi?
Beberapa cara agar mencegah keputihan terjadi pada alat kelamin perempuan:
•
Jangan membasuh alat kelamin dengan sembarang cairan (cuka, alkohol, air soda, jamu-jamuan
dll). Basuhlah kelamin dengan air dan sabun ringan saja.
•
Jangan minum obat sembarangan (supertetra, binotal, penicilin, dll). Gunakan obat hanya bila
diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan.
•
Jangan memasukkan jamu-jamuan ke dalam alat kelamin (misalnya tongkat madura, dll), karena
dapat mengubah keasaman vagina, sehingga merusak keseimbangan kuman-kuman dalam liang
senggama.
•
Jangan memakai celana dalam dari nilon yang tidak dapat menyerap keringat atau celana dalam
yang lembab. Selalu setrika celana dalam sehabis dicuci.
•
Seringlah mengganti pembalut wanita saat sedang haid.
•
Sedangkan pada laki-laki, dapat terkena infeksi jamur yang ada pada perempuan, namun pada
laki-laki jamur tidak menjadi masalah karena mudah diobati. Untuk menjaga kebersihan kelamin
laki-laki, maka pada mereka yang tidak disunat, selalu bersihkan bagian dalam kulup saat mandi.
Sumber:
http://okanegara.wordpress.com/2008/05/05/5-mitos-seks-dan-kesehatan-seksual-laki-laki/ by Dr Oka Negara
Buku saku penjangkau lapangan – KPA, Kemenkes, USAID, FHI-ASA
33
04. Infeksi Menular Seksual (IMS)
T : Apa itu Infeksi Menular Seksual?
Infeksi Menular Seksual (IMS) sering disebut juga dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) atau sering
disebut penyakit kelamin merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang ditularkan
dari satu orang kepada orang lainnya melalui hubungan seksual, baik lewat senggama maupun lewat
mulut (oral, karoke) atau lewat dubur.
Jenis infeksi ini terutama menyerang alat kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Jika infeksi ini tidak
diatasi bisa menyebabkan alat kelamin bahkan tubuh mengalami gangguan, sakit atau bahkan tidak
berfungsi .
T : Bagaimana cara penularan IMS?
IMS mudah menular terutama melalui hubungan seks oral, anal maupun genital. Penularan akan terjadi
jika ada kontak langsung antara luka di alat kelamin dengan darah atau cairan sperma dan vagina yang
sudah tercemar bakteri atau virus. IMS juga menular melalui jarum suntik, jarum tato, tindik yang
tercemar oleh virus dan bakteri. Pada AIDS, salah satu IMS juga, penularan juga dapat berasal dari ibu
kepada bayinya melalui proses dalam kandungan, persalinan dan menyusui.
IMS tidak ditularkan lewat peralatan makan, bersin, keringat.
T : Apa bahayanya IMS?
IMS membuat kita sakit-sakitan, bisa menyebabkan keguguran, mandul, kanker leher rahim, merusak
penglihatan otak dan hati, menularkan kepada bayi, dan pintu masuk HIV.
T : Apa saja jenis-jenis IMS?
•
•
•
•
•
•
•
GO atau Kencing Nanah
Klamida
Herpes Kelamin
Sifilis atau Raja Singa
Jengger Ayam
Hepatitis
AIDS
T : Adakah tanda-tanda atau gejala umum jika kita terkena IMS?
Secara umum IMS seringkali tidak menunjukkan gejala apapun (terutama pada perempuan). Gejala yang
mungkin terdeteksi setelah berminggu-minggu tertular adalah rasa sakit/ gatal pada alat kelamin;
muncul benjolan, bintil atau luka; pembengkakan di pangkal paha. Pada perempuan luka terdapat di
dalam alat kelamin (leher rahim) sehingga orang tidak mengetahui dirinya sakit dan menularkan ke
pasangannya. Pada perempuan, infeksi awal terjadi pada liang senggama hingga mulut rahim. Pada laki-
34
laki, yang pertama terkena adalah uretha (saluran kencing) yang bermuara di kepala zakar. Bila IMS tdak
cepat ditangani, infeksi akan menjalar semakin jauh kedalam.
Orang yang terdampak HIV tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun kemudian. Walau terlihat
sehat orang yang mengidap virus HIVsudah dapat menularkan HIV ke orang lain. Tes darah adalah satusatunya cara untuk mendeteksi HIV sejak awal.
T: Bagian apa saja pada perempuan dan laki-laki, yang bisa terkena IMS?
Bagian tubuh perempuan dan laki-laki yang bisa terkena IMS adalah dalam bagan di bawah ini:
No
1.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bagian Tubuh Perempuan
Mata
Kerongkongan
Saluran indung telur
Indung telur
Rahim
Kandung kencing
Mulut rahim
Liang sanggama
Saluran kencing
Dubur
Bagian Tubuh Laki-laki
Mata
Kerongkongan
Kandung kencing
Saluran sperma
Kelenjar prostat
Penis
Epididimis
Buah zakar/testis
Saluran kencing
Kandung buah zakar
Kantung mani
Dubur
T : IMS, Bisakah diobati?
Tidak semua IMS bisa diobati, AIDS, Herpes, Jengger Ayam dan Hepatitis termasuk jenis-jenis IMS yang
tak bisa disembuhkan. AIDS yang paling berbahaya, karena menyerang kekebalan tubuh manusia
sehingga berbagai penyakit bisa masuk ke tubuh dan menyebabkan kematian. Sementara itu Herpes
bisa sembuh namun akan sering kambuh dan sangat nyeri jika kambuh. Herpes hanya bisa diobati gejala
luarnya saja, bibit penyakitnya sendiri tetap hidup di dalam tubuh. Hepatitis C belum ada obatnya hingga
kini, meski Hepatitis B bisa dicegah melalui vaksinasi.
T : Bagaimana menghindari perawatan IMS yang salah?
Perawatan yang salah bisa menyebaabkan IMS tidak sembuh dan makin berlanjut.Jangan pergi ke
Dukun untuk mengobati IMS.
Jangan mengobati sendiri dengan obat dari tukang obat atau apotik. Ingat, IMS itu jenisnya bermacammacam dan obatnya juga beragam sesuai penyakitnya. Minum obat juga ada aturannya. Maka Pergilah
ke Dokter.
Jangan berhenti minum obat dari dokter. Habiskan obatnya meski sudah merasa sembuh sebelum obat
habis. Kalau tidak, kesembuhannya tidak tuntas, malah kuman akan lebiih kebal terhadap obat.
35
Jangan berobat sendiri. Bawalah atau anjurkan pasangan seksual anda untuk juga pergi ke dokter
supaya bisa sekalian periksa dan diobati jika terkena IMS. Kalau tidak dia akan menulari Anda lagi dan
begitu seterusnya.
Jangan berhubungan seks selama dalam pengobatan. Bila ingin berhubungan seks, pakai kondom.
T : Apa manfaatnya kalau saya sering periksa rutin?
Periksa rutin ke dokter disarankan kalau kita rutin berhubungan seks tanpa pengaman. Misalnya sebulan
sekali, atau paling tidak 3-4 bulan sekali.
Kenali juga perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh, misalnya :
•
•
•
•
•
•
•
Keputihan yang keluar apakah berbau atau lain dari yang biasanya?
Apakah ada rasa sakit di perut bagian bawah?
Apakah ada rasa nyeri di daerah alat kelamin?
Apakah ada bengkak-bengkak di lipatan paha?
Apakah ada gatal-gatal di daerah kelamin?
Apakah ada luka di daerah kelamin?
Apakah ada tumbuh seperti jengger atau kutil di kelamin?
T : Bagaimana mencegah agar tidak tertular IMS?
Agar tidak tertular IMS terapkan prinsip sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Bila memungkinkan, tidak melakukan hubungan seks
Setia pada pasangan
Gunakan Kondom
Hindari penggunaan jarum suntik bersama-sama
Berhati-hati bila menangani segala hal yang tercemar darah segar
Edukasi dan mencari informasi pada sumber yang dapat dipercaya
IMS tidak dapat dicegah melalui kegiatan:
a.
b.
c.
d.
Minum/suntik antibiotika sebelum atau sesudah berhubungan seks.
Melihat bersih atau tidaknya pasangan seksual
Mencuci alat kelamin sesudah dan sebelum berhubungan seks
Minum jamu
T : Apakah Alkohol dan Narkotik meningkatkan risiko terkena IMS?
Ya! Penggunaan alkohol, putaw, ekstasi, nipam , BK dan obat-obat terlarang lainnya meningkatkan risiko
terkena IMS. Mengapa?
Karena alkohol dan obat-obatan membuat kita tidak berpikir panjang dan membuat kita mengikuti
perasaan sesaat tanpa pertimbangan matang. Perilaku penggunaan jarum suntik bergantian juga
memungkinkan tertular penyakit yang ditularkan melalui darah, seperti Sipilis, Hepatitis dan HIV.
T : Di mana saya bisa melakukan pemeriksaan kelamin?
36
Kamu bisa memeriksakan diri di Puskesmas di daerahmu atau klinik-klinik swasta. Untuk lebih detail dan
lengkapnya kamu bisa membuka alamat website : http://aids-ina.org/modules.php?name=Services. Di
situ ada daftar layanan di seluruh Indonesia.
T : Mana saja jenis IMS yang paling bisa memudahkan penularan HIV?
Yang cenderung meningkatkan daya menular HIV adalah luka terbuka akibat IMS (bisa luka terbuka yang
tidak terlihat, seperti di dalam vagina). Kalau IMS-nya sembuh, jelas tidak ada luka, tidak ada IMS lagi
jadi memperkecil kemungkinan ditulari virus HIV. Namun ada IMS yang tahan lama ada bahkan ketika
telah diobati, bisa diobati total namun biasanya lebih sulit lebih mahal dan lebih lama. Herpes (Seperti
virus lainnya) tidak dapat disembuhkan. Sekali kita terinfeksi herpes, kita tetap membawa virusnya dan
biasanya mengalami luka kambuhan, mungkin setiap beberapa tahun atau mungkin beberapa kali dalam
setahun. Jelas IMS jenis ini amat rentan mempermudah penularan virus HIV.
T: Bagaimana kalau kita terkena IMS?
Bila kita terkena IMS, maka yang perlu kita lakukan adalah:
-
Sesegera memeriksakan diri ke dokter dan mendapatkan pengobatan hingga sembuh 100%.
-
Jujur kepada pasangan kita, dan katakan bahwa anda terkena IMS. Bila tidak jujur, ia mungkin
sudah tertular dan bila ia tidak diberitahu serta tidak diobati, kemungkinan besar ia terkena IMS
yang sama dengan kita. Bila tidak diobati dan sembuh 100%, maka kita akan kena efek
pingpong....ia menularkan IMS itu lagi kepada kita.
-
Bawa pasangan ke dokter karena ia mungkin juga sudah tertular IMS dari kita.
-
Tidak berhubungan seks selama dalam masa pengobatan atau gunakan kondom setiap kali
berhubungan seks sampai dokter menyatakan kita dan pasangan kita sudah bersih dari IMS.
T : Bagaimana jika saya HIV positif dan saya terkena IMS?
Sebetulnya, HIV adalah juga bagian dari infeksi menular seksual (IMS). Biasanya dokter yang biasa
menangani HIV juga tahu cara mengobati IMS lain. Selain itu di rumah sakit rujukan ARV seharusnya ada
pokja AIDS atau tim AIDS yang melibatkan dokter spesialis dalam semua bidang. Bila dokter umum di
situ ragu ketika menangani kamu, kamu berhak mendapatkan ‘second opinion’ dan meminta rujukan ke
dokter spesialis kulit kelamin dalam tim AIDS tersebut. Lebih baik begitu ketimbang mencari dokter lain
yang tidak tahu riwayat kamu, tidak punya akses ke rekam medis kamu dan tidak biasa menangani HIV.
T : Bagaimana kalau pasangan saya yang terkena IMS?
Jika pasangan kita terkena IMS, maka kita juga perlu segera memeriksakan diri ke dokter karena
mungkin kita juga sudah terkena. Sebaiknya kita juga tidak berhubungan seks selama dalam masa
pengobatan. Kalaupun butuh, pakailah kondom hingga dokter menyatakan kita benar-benar sembuh
dari IMS. Minta petunjuk dokter dan ikuti pesan-pesannya. Bujuk pasangan agar mau berobat.
T : Bagaimanan memilih pasangan yang “aman”?
37
Sulit memilih pasangan yang aman untuk berhubungan seks. Kita tidak bisa menentukan penampilan
luar yang bersih sebagai patokan, karena IMS tanda-tandanya tidak terlihat. Maka pasangan yang aman
adalah pasangan yang selalu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual dan bersedia
menggunakan kondom dengan kita.
T : Apa yang dimaksudkan dengan seks aman itu?
Bila memiliki pasangan, maka seks aman adalah:
•
Onani atau masturbasi dihadapan pasangan tanpa menyentuh cairan kelamin satu sama lain.
•
Bersentuhan, mengusap-usap atau berpelukan dengan pasangan, bisa memberikan kenikmatan.
•
Pijat memijat bisa menenangkan dan juga menyenangkan.
•
Berciuman selama keduanya tidak mempunyai luka di mulut.
•
Menggunakan kondom untuk hubungan seks melalui liang senggama, mulut atau dubur,
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan kelamin.
•
Kalau tidak menyentuh cairan kelamin ataupun ataupun darah, maka kemungkinan penularan
IMS menjadi sangat kecil.
•
Pakailah daya khayal untuk membuat seks menyenangkan dan tetap aman.
T : Apa saja yang perlu diperhatikan dalam berhubungan seks agar tidak tertular IMS dan HIV?
Hal-hal ini yang perlu diingat dalam berhubungan seks,
1. Jangan sentuh air mani atau cairan vagina secara langsung, terutama bila terdapat luka pada
tangan.
2. Jangan biarkan air mani atau cairan vagina mengenai kulit kita yang sedang luka.
3. Jangan menjilat atau menelan air mani atau cairan vagina secara langsung bila ada sariawan
atau luka dalam mulut dan tenggorokan. Ingat bahwa luka-luka di mulut dan tenggorokan
seringkali tidak dirasakan, namun bisa memungkinkan masuknya penyakit.
38
05. Continuum of Care (Perawatan Berkesinambungan)
T: Mengapa muncul Continuum of Care (CoC) / Perawatan Berkesinambungan?
Orang yang hidup dengan HIV tidak hanya berpotensi terdampak AIDS namun juga memiliki perubahan
emosi, kebutuhan sosial, kebutuhan fisik dan spiritual. Tidak hanya mengatasi dampak AIDS, mereka
juga harus berjuang untuk menghadapi dampak dari stigma dan diskriminasi, kemiskinan, kehilangan,
kelalaian dan pengabaian dari lingkungan. CoC/ Perawatan Berkelanjutan muncul untuk menjawab
berbagai kebutuhan ODHA tersebut.
T: Apa yang dimaksud dengan Continuum of Care (CoC)/ Perawatan Berkesinambungan?
CoC/ Perawatan berkelanjutan adalah suatu perawatan, pengobatan dan dukungan yang saling terkait
dan melibatkan suatu jejaring sumberdaya dan pelayanan dukungan untuk ODH dan keluarganya. CoC
terhadap HIV secara efektif melibatkan berbagai pihak yang terkait oleh dampak HIV mulai dari level
individual, komunitas, nasional hingga internasional. CoC melibatkan pemerintah, fasilitas kesehatan
(rumah sakit/ puskesmas), LSM, Komunitas Peduli, Keluarga dan sesama ODHA itu sendiri untuk
membangun kerja sama yang saling mendukung dalam respon terhadap dampak HIV & AIDS.
T: Bagaimana Skema Continuum of Care tersebut?
T: Mengapa perlu CoC/ Perawatan Berkesinambungan?
•
Pencegahan jauh lebih murah daripada pengobatan
•
Adiksi adalah sebuah penyakit kronis yang mudah relaps
•
HIV, Hepatitis C, TB adalah infeksi kronis yang memerlukan perawatan berkesinambungan
39
•
Layanan terkait masih sulit diakses
•
Mengembangkan sistem yang efektif, berkualitas, komprehensif bagi penasun dan dukungan di
sekitarnya seperti keluarganya, komunitas.
•
Masih banyak stigma dan diskriminasi bagi ODHA dan OHIDA
T: Siapa saja sasaran dari CoC (Perawatan Berkesinambungan)?
Perawatan berkesinambungan tidak hanya diperuntukan bagi penasun yang sudah terdampak
HIV bahkan AIDS, tapi juga semua pihak yang rentan terdampak HIV dan AIDS. Misalnya untuk
pengguna hardcore ada upaya pencegahan infeksi dengan Layanan Jarum Suntik Steril, pengguna
yang intermediate (masih punya masalah kecanduan tapi belum ingin clean) dibantu dengan subtitusi
metadon, pengguna yang ingin lepas dari kecanduan diupayakan rehabilitasi, pengguna yang telah
lepas dari kecanduan ada pelayanan aftercare.
T: Di mana dan oleh siapa pelayanan CoC?
Coc dilakukan di berbagai tingkat. Di Fasilitas Kesehatan tingkat 3,2,1: Puskesmas, RS pemerintah, RS
Swasta, oleh petugas kesehatan. Di komunitas: shelter, hospice, DIC. Dukungan anti stigma, ekonomi,
hukum, adherence, akses layanan, dll. Oleh LSM, FBO, Ormas, dll. Di rumah: oleh anggota keluarga, diri
sendiri. Semuanya diharapkan saling memberi dukungan satu sama lain.
T: Bagaimana gambaran pelayanan komprehensif CoC?
•
•
•
•
•
Pencegahan Primer dengan Edukasi (KIE) ditbutuhkan peran promkes dan sektor terkait
(pendidikan, agama, sosial), Masyarakat/LSM
Pencegahan Sekunder (Sudah menggunakan napza dan dicegah agar tidak kecanduan)
konseling, dukungan psikososial, lingkungan yang kondusif
Pencegahan Tersier
– Mencegah agar tidak terjadi penularan penyakit dan dampak lain yang merugikan
(tindakan kriminal, dll)
– Konseling adiksi, Kondom, Infection control (NSP), Methadone, Peran Kesehatan,
LSM, KPA
Rehabilitasi dan Pengobatan (termasuk HIV, HepC dan TB)
– Peran Kemkes, Kemsos, BNN, Masyarakat /LSM
– Farmakoterapi, Sosial, berbasis masyarakat
Aftercare
– Peran Nakertrans, Sosial, ,masyarakat
Pelayanan terpadu di atas menggambarkan bagaimana CoC menghubungkan perawatan rumah sakit
dan perawatan di rumah secara timbal balik sepanjang perjalanan penyakit. Jadi pasien bisa terus
konsisten terpantau aktivitas pengobatannya.
40
Beginilah Skema Perawatan Berkesinambungan
T: Apa yang bisa saya lakukan dalam membantu Perawatan Berkelanjutan?
•
Promosikan CoC
•
Advokasikan CoC kepada pengambil keputusan, penyedia layanan
•
Upayakan terlibat dalam perencanaan
•
Advokasikan akses layanan yang baik
•
Advokasikan kualitas layanan yang baik
•
Advokasikan agar ODHA punya treatment literacy
•
Promosikan non stigma dan non diskriminasi
•
Fasilitasi jejaring kerja antar fasilitas kesehatan, fasilitas kesehatan dg LSM, komunitas, dll
41
06. Jaringan Resiko Penasun
T: Mengapa penasun harus dijangkau?
Stigma terhadap penasun di masyarakat selama ini telah membatasi para penasun untuk memanfaatkan
layanan-layanan kesehatan yang tersedia di masyarakat. Layanan-layanan ini kurang dimanfaatkan
karena mereka tidak ingin diidentifikasi sebagai pengguna napza ketika memanfaatkannya. Selain itu
mereka juga merasa khawatir jika memanfaatkan layanan tersebut pada akhirnya bisa berurusan
dengan masalah hukum karena status penggunaan napza di Indonesia masih merupakan pelanggaran
hukum. Oleh karena status hukum dan stigma tersebut menjadikan pengguna napza sebagai populasi
yang tersembunyi di masyarakat. Ketersembunyian ini yang pada akhirnya menempatkan diri mereka
menjadi kelompok yang rentan terhadap penularan HIV yang diakibatkan keterbatasan akses untuk
memperoleh berbagai informasi dan sarana untuk melakukan pencegahan.
Untuk alasan inilah penanggulangan AIDS memberikan fokus yang sangat besar untuk melakukan upaya
penjangkauan dan pelibatan pengguna napza suntik ke dalam program. Daripada menunggu pengguna
napza memanfaatkan layanan yang ada di masyarakat, kegiatan ini lebih berupaya untuk mendekatkan
layanan ke tempat-tempat mereka berada atau tempat-tempat mereka menggunakan napza.
T: Apakah yang dimaksudkan dengan menjangkau penasun?
Menjangkau penasun atau kegiatan penjangkauan merupakan kegiatan yang berbasis masyarakat
dengan tujuan utama mendorong upaya untuk meningkatkan kesehatan dan pengurangan resiko
terhadap penularan HIV bagi individu maupun kelompok yang secara efektif sulit dilayani oleh penyedia
layanan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Kegiatan penjangkauan ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan antara pelayanan kesehatan yang ada
dengan menyediakan pendidikan dan layanan kepada kelompok yang tidak atau kurang memiliki akses
terhadap layanan yang ada.
T: Apakah menjangkau adalah satu-satunya kegiatan yang dilakukan untuk penanggulangan HIV
AIDS bagi kelompok penasun?
Kegiatan penjangkauan merupakan ‘platform’ bagi kegiatan penanggulangan AIDS. Disebut sebagai
‘platform’ karena kegiatan layanan lain seperti penilaian risiko, layanan jarum suntik steril (LJSS),
konseling dan testing HIV, manajemen kasus, rujukan untuk perawatan napza dan HIV yang tersedia,
merupakan berbagai layanan yang memperkuat pesan-pesan perubahan perilaku yang diberikan dalam
kegiatan penjangkauan. Jadi, penjangkauan bukan kegiatan satu-satunya. Efektivitas dari berbagai
layanan lanjutan ini akan sangat tergantung pada keberhasilan dari kegiatan penjangkauan dalam
mendorong penasun memanfaatkan layanan yang tersedia.
42
T: Bagaimana caranya kita mengetahui adanya jaringan/kelompok penasun?
Penting bagi kita untuk dapat memperoleh akses jaringan sosial dan jaringan risiko penasun. Sebagai
sebuah kelompok, penasun merupakan kelompok yang tersembunyi, sehingga untuk memperoleh akses
ke dalam kelompok merupakan hal yang tidak mudah dilakukan. Namun sangat memungkinkan untuk
menjangkau penasun yang ada di suatu wilayah program, dengan memanfaatkan hubungan-hubungan
sosial yang dimiliki oleh petugas lapangan dengan beberapa penasun kunci, akses ke seluruh jaringan
sosial penasun bisa diperoleh.
Penasun aktif sering berkumpul bersama, walaupun tidak dalam kelompok yang besar. Sebagai
konsekuensinya, dengan memperoleh kepercayaan dari salah satu penasun yang ada dalam kelompok
itu, seorang petugas lapangan bisa memperoleh akses ke penasun-penasun lain yang ada di dalam
kelompok tersebut. Petugas lapangan yang memiliki pengalaman sebagai penasun dapat memperoleh
akses yang lebih mudah ke jaringan sosial penasun karena masih memiliki koneksi-koneksi dengan
teman-teman mereka sebelumnya. Namun demikian tidak menutup kemungkinan juga bagi petugas
lapangan yang tidak memiliki pengalaman sebagai penasun untuk memperoleh kepercayaan dari
penasun jika mampu mengembangkan hubungan yang baik dengan mereka.
T: Apa tujuannya dari mencari akses ke dalam jaringan sosial dan jaringan risiko penasun?
Tujuannya adalah untuk memetakan jaringan sosial dan karakteristik risiko penasun yang ada di wilayah
program, kemudian memperkenalkan dan membangun kredibilitas program, dan akhirnya merekrut
penasun dan pasangan seksualnya ke dalam program.
T: Adakah perbedaan diantara model-model penjangkauan kelompok beresiko yang ada di
masyarakat?
Meskipun terdapat banyak perbedaan antara program-program penjangkauan, namun persamaan
kegiatan penjangkauan dari berbagai model tersebut adalah:
• Menemukan dan menghubungi penasun: pergi ke komunitas-komunitas dimana penasun
tinggal, bekerja, membeli, menjual dan menggunakan napza.
• Memberi penasun informasi dan edukasi mengenai penularan dan pencegahan HIV AIDS, tes
HIV, penyakit yang disebabkan HIV (terutama bagi penasun yang HIV positif), penggunaan napza
dan layanan-layanan yang tersedia untuk membantu penasun.
T: Adakah prinsip-prinsip untuk mencari akses tersebut?
Beberapa prinsip pelaksanaan dari kegiatan penjangkauan ke penasun adalah:
• Mengidentifikasi tempat dimana penasun biasa berkumpul
• Hadir ke tempat-tempat dimana penasun berkumpul secara rutin
• Belajar memahami interaksi yang terjadi dalam kelompok penasun
• Membangun komunikasi
43
•
•
•
•
•
•
•
•
Mengembangkan kredibilitas
Konsisten melakukan penjangkauan
Mengidentifikasi tempat dimana penasun biasa berkumpul
Hadir ke tempat-tempat dimana penasun berkumpul secara rutin
Belajar memahami interaksi yang terjadi dalam kelompok penasun
Membangun komunikasi
Mengembangkan kredibilitas
Konsisten melakukan penjangkauan
T: Bagaimana cara untuk mengidentifikasi tempat dimana penasun biasa berkumpul?
Kita perlu mencari, memetakan dan mengunjungi tempat berkumpulnya penasun berdasarkan informasi
dari penasun yang sudah dikenal atau dari sumber-sumber yang sangat tahu keberadaan penasun di
suatu wilayah tertentu.
T: Mengapa kita perlu ada di tempat-tempat dimana penasun berkumpul secara rutin?
Karena kita perlu membiasakan hadir secara tetap di tempat penasun berkumpul baik siang atau malam.
Selain mengenalkan diri dengan kelompok penasun, penting juga untuk mengenalkan diri di lingkungan
sekitar agar diketahui tujuan keberadaannya di daerah tersebut. Hadirnya kita di wilayah tersebut juga
untuk memetakan pihak-pihak di wilayah program yang kemungkinan bisa memberikan dukungan
terhadap kegiatan lapangan dengan mengidentifikasi tokoh-tokoh yang berpengaruh di masyarakat dan
menjelaskan mengenai program yang akan dilaksanakan untuk memperoleh dukungan.
T: Apa yang harus kita lakukan saat ada interaksi yang terjadi didalam kelompok penasun yang kita
jangkau?
Kita perlu belajar untuk memahami interaksi yang terjadi dalam kelompok penasun. Karena interaksi
antar anggota kelompok di suatu tongkrongan merupakan sumber pemahaman bagi petugas lapangan
untuk mengembangkan strategi lapangan yang sesuai dengan karakteristik kelompok yang
bersangkutan.
T: Bagaimana cara kita membangun komunikasi dalam jaringan penasun?
Pertama-tama kita membicarakan hal-hal ringan yang dapat mengembangkan pembicaraan. Kemudian
perlahan mulai mengembangkan hubungan menjadi lebih personal misalnya dengan gaya komunikasi
yang informal atau menggunakan bahasa sehari-hari. Jangan lupa kita memperkenalkan diri dan
program yang sedang kita laksanakan, sehingga akan menunjukkan bahwa petugas lapangan merupakan
orang yang memahami AIDS dan dapat memberikan informasi bahwa HIV/AIDS sebagai masalah
kesehatan umum di lingkungan masyarakat.
44
T: Bagaimana cara untuk mengembangkan kredibilitas lembaga?
Dengan cara menjelaskan tentang keterlibatan lembaga atau petugas lapangan dalam kegiatan
pemberian informasi di lapangan. Pengalaman sebagai penasun atau kepedulian terhadap status
kesehatan penasun merupakan salah satu motivasi bagi petugas lapangan untuk melibatkan diri dalam
kegiatan seperti ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pengguna
napza.
T: Perlukah petugas lapangan secara konsisten melakukan penjangkauan?
Perlu sekali petugas lapangan untuk hadir secara rutin ke tongkrongan-tongkrongan yang pernah
dijangkau. Jangan mengabaikan tongkrongan yang telah dijangkau, agar bisa mempertahankan
hubungan yang dijalin sebelumnya dengan kelompok penasun.
T: Pesan-pesan edukasi apa saja yang perlu kita sampaikan saat menjangkau penasun?
Pesan-pesan edukasi yang beragam diperlukan untuk pencegahan HIV yang efektif di kalangan penasun,
pesan-pesan tersebut yaitu:
• Selalu gunakan kondom untuk hubungan seks penetrasi.
• Selalu gunakan jarum suntik, sendok, wadah mencampur, kapas, air, filter, turniket sendiri.
• Jangan berbagi peralatan suntik.
• Waspada terhadap penyuntikan dan overdosis.
• Gunakan jarum suntik sekali saja.
• Siapkan penyuntikan pada permukaan yang bersih.
• Cucilah tangan anda sebelum dan sesudah penyuntikan
• Jika menggunakan kembali peralatan suntik, gunakanlah kembali peralatan anda sendiri.
• Jika menggunakan peralatan suntik bekas orang lain, cucilah dengan metode yang benr.
45
07. Advokasi untuk kegiatan Outreach
T: Apa definisi advokasi bagi pencegahan HIV AIDS di kalangan penasun?
Yaitu kombinasi sari berbagai upaya kelompok atau perorangan, ataupun organisasi untuk membujuk
individu-individu, kelompok atau organisasi yang berpengaruh melalui kegiatan untuk mengadopsi suatu
pendekatan yang efektif terhadap Hiv AIDS di kalangan penasun secepat mungkin.
T: Apa tujuan dari advokasi?
Advokasi bertujuan untuk memulai, melestarikan atau meningkatkan kegiatan-kegiatan tertentu ke
suatu tingkatan (skala) dimana kegiatan-kegiatan tersebut akan secara efektif mencegah penularan HIV
di kalangan penasun dan membantu dalam pengobatan, perawatan dan dukungan kepada penasun
yang hidup dengan HIV.
Secara umum, advokasi bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan dengan mengembangkan,
membuat atau mengubah kebijakan-kebijakan dan pembuatan dan penerusan program-program dan
pelayanan.
T: Apa yang dimaksudkan dengan Kebijakan?
Yaitu cara masyarakat an lembaga-lembaganya menangani berbagai permasalahan yang ada. Kebijakan
dapat tertulis (seperti undang-undang), atau tidak tertulis (misal etiket/aturan sosial). Kebijakan dapat
bersifat resmi (suatu strategi AIDS Nasional), atau tidak resmi (fakta bahwa beberapa tempat kerja tidak
ingin mempekerjakan Odha). Kebijakan publik cenderung bersifat resmi dan tertulis.
T: Apa prinsip-prinsip kerja advokasi untuk program HR?
Ada prinsip yaitu:
1. Kegiatan advokasi hendaknya tidak memperberat dampak buruk
2. Kegiatan advokasi hendaknya bertujuan untuk melindungi hak-hak pengguna narkoba suntik
dan orang yang hidup dengan HIV AIDS
3. Kegiatan-kegaitan advokasi hendaknya menjaga keseimbangan antara tujuan pragmatis jangka
pendek dan tujuan pengembangan jangka panjang.
4. Tujuan-tujuan advokasi harus berkait dengan pendekatan dan kegiatan yang ditunjukkan dalam
penelitian-penelitian agar efektif dalam menjawab masalah HIV AIDS di kalangan penasun.
5. Kegiatan-kegiatan advokasi hendaknya berkonsentrasi pada HIV AIDS di kalangan penasun dan
pada pengobatan, perawatan dan dukungan.
6. Kegiatan-kegiatan advokasi spesifik dan terarah hendaknya sesuai dengan konteks sosial,
budaya, politik dan hukum dari masyarakat
46
7. Kegiatan-kegiatan advokasi hendaknya memiliki sasaran masyarakat dalam sektor yang berbeda
dan tokoh-tokoh kunci dengan menggunakan berbagai teknik advokasi pada saat yang
bersamaan bila memungkinkan
8. Advokasi hendaknya ditujukan pada dibangunnya kebijakan yang mendukung secara cepat dan
program yang cukup besar dalam konteks sosial, politik dan pendanaan dari negara tersebut.
9. Advokasi hendaknya menuju dibangunnya satu kebijakan dan program baru dan memberikan
reaksi terhadap cara lembaga, media massa dan lainnya berurusan dengan HIV AIDS di kalangan
penasun
10. Kegiatan-kegiatan advokasi hendaknya melibatkan sejauh mungkin penasun dan Odha dalam
merencanakan, melaksanakan dan mengevalusi program
11. Kegiatan advokasi hendaknya mempertimbangkan perbedaan-perbedaan antara kelompok
penasun berdasarkan gender dan latar belakang etnis dan kerentanan terhadap HIV AIDS dan
mempromosikan persamaan hak dalam perawatan, pengobatan dan dukungan
T: Apa yang harus dilakukan jika di wilayah kami tidak ada penasun atau kasus infeksi HIV?
Kasus yang tidak dilaporkan terkait penggunaan napza suntik tidak berarti jumlah kasus itu sedikit atau
tidak ada. Setiap wilayah dimana sekitar wilayah tersebut terdapat pengguna jarum suntik tetap harus
waspada dan berada dalam bahaya epidemi HIV AIDS di kalangan penasun. Pencegahan yang dilakukan
lebihawal akan lebih murah dan lebih efektif dibandingkan pencegahan yang dilakukan setelah
epidemi/kasus itu muncul. Penilaian cepat harus segera dilakukan untuk menentukan sudah sampai
sejauh mana penggunaan jarum suntik dan perilaku yang beresiko. Jika memang ada perilaku beresiko,
maka harus segera diambil tindakan dalam skala yang cukup besar agar epidemi HIV AIDS di kalangan
penasun dapat dicegah atau epidemi dapat dikendalikan.
T: Pemakai narkoba adalah “orang jahat” oleh karena itu, perlukah kita bantu berikan layanan
kesehatan?
Pemakaian narkoba adalah suatu aktifitas yang dapat berubah sepanjang pengguna narkoba suntik
seseorang. Banyak pemakai narkoba yang merupakan orang muda yang hanya mencoba-coba. Namun,
tidak ada orang pantas meninggal karena AIDS. Pemakai narkoba juga anggota masyarakat, dan apara
pembuat kebijakan di bidang kesehatan telah menyatakan bahwa kesehatan semua orang dalam suatu
masyarakat sangat penting dan harus dilindungi.
T: Apakah program jarum suntik dan terapi pengganti mendorong orang untuk menggunakan
narkoba dan jarum suntik?
Tidak benar. Aktifitas pengurangan dampak buruk telah dikaji secara mendalam untuk menentukan
apakah aktifitas tersebut akan menimbulkan akibat yang negatif, seperti meningkatkannya penggunaan
jarm suntik. Tidak ada riset yang menyebutkan bahwa hal itu telah terjadi. Kenyataannya, efeknya justru
sebaliknya, dimana pemakai narkoba yang tertarik dengan program pendampingan atau program jarum
47
suntik, secara sukarela mencari bantuan untuk berhenti memakai narkoba. Ini merupakan hasil dari
terciptanya kepercayaan atas program-program yang dilakukan untuk pengguna narkoba suntik.
T : Apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan program Harm Reduction?
Prinsip-prinsip pelaksanaan program pengurangan dampak buruk NAPZA dalam mencegah infeksi HIV di
kalangan IDU adalah :
1. Penggunaan materi KIE ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran akan risiko HIV di kalangan IDU,
pendidikan kesehatan serta motivasi di kalangan IDU dan masyarakat sekitarnya.
2. Penjangkauan IDU dapat dilakukan melalui pendid ikan dengan cara tatap muka mengenai risiko risiko HIV dan langkah-langkah pencegahannya, serta pendistribusian materi KIE dan upaya pencegahan.
3. Penyediaan alat suntik yang steril dan zat suci hama seperti cairan pemutih termasuk penyediaan
kondom, merupakan sarana utama dalam pencegahan HIV dari dan di kalangan IDU.
4. Penyediaan terapi substitusi NAPZA dapat membantu IDU dalam mengurangi atau menghentikan
penyuntikan NAPZA.
5. Kebijakan yang mendukung, perundang-undangan, dan advokasi yang terarah dapat memberikan
kontribusi dalam mengurangi diskriminasi, sehingga IDU dengan mudah mendapatkan pelayanan
pencegahan HIV.
T : Apa saja tanggapan negatif berkaitan dengan program HR ini?
Di sejumlah negara, telah terjadi penolakan yang kuat terhadap pengenalan dan pengelolaan programprogram efektif ini. Penolakan ini terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain:
o
Kekuatiran yang tidak terbukti, bahwa kegiatan pencegahan yang efektif akan meningkatkan
jumlah pengguna NAPZA.
o
Kekuatiran bahwa program metadon maintenance dan program efektif lainnya bukan
merupakan bentuk terapi ketergantungan NAPZA yang tepat, karena dalam program ini
penghentian penggunaan NAPZA (abstinensia) bukan merupakan tujuan utama.
o
Kritikan bahwa langkah-langkah yang efektif ini terlalu toleran dan seharusnya diganti dengan
cara memberi hukuman pada para pengguna NAPZA .
o
Penjelasan berbagai media masa yang membandingkan program yang terlalu “berbaik hati”
terhadap para pengguna NAPZA yang tidak bisa diperbaiki lagi, sementara pasien “yang tidak
berdosa” tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
o
Penolakan dari pihak kepolisian terhadap program jarum suntik yang dianggap bertentangan
dengan upaya-upaya penegakan hukum yang melarang pemasokan NAPZA atau melarang
ketersediaan peralatan suntik.
48
o
Penolakan dari pemerintahan daerah dan masyarakat sekitar terhadap pendirian tempattempat untuk pelaksanaan program harm reduction ini dengan alasan bahwa fasilitas-fasilitas
pelayanan yang melayani para IDU, dapat mengurangi kenyamanan lingkungan.
o
Persepsi dari petugas kesehatan sendiri yang beranggapan bahwa pengobatan medis bagi IDU
hanya akan menyia -nyiakan sumber daya yang sudah terbatas dan para pengguna NAPZA
dianggap sebagai “sampah masyarakat”.
T : Apa yang dimaksud dengan program Harm Reduction?
Definisi yang biasa dipakai mengacu pada upaya-upaya untuk mengurangi dampak kesehatan, ekonomi
dan sosial yang merugikan sebagai akibat dari penggunaan NAPZA. Dalam definisi ini, program jarum
suntik seringkali dihubungkan sebagai kegiatan-kegiatan harm reduction.
Istilah lain harm reduction adalah langkah-langkah apa saja yang dapat membantu mengurangi risiko
penggunaan NAPZA (sehingga memungkinkan dimasukkannya kegiatan-kegiatan pengurangan
pemasokan (supply reduction ) dan pengurangan permintaan (demand reduction).
Istilah lain merupakan perbedaan antara kebijakan dan strategi yang dikenal sebagai “supply reduction”
(misalnya mencegah NAPZA masuk ke suatu negara dan menangkap penjual NAPZA) yang semata-mata
merupakan suatu pendekatan pada penegakan hukum. Supply reduction mengacu pada berbagai
tindakan yang digunakan oleh berbagai negara untuk mengontrol atau menghapus ketersediaan NAPZA
dijalur ilegal.
Apabila upaya-upaya supply reduction mengabaikan semua pendekatan yang lain, maka upaya-upaya ini
disebut sebagai “pendekatan penegakan hukum semata (law enforcement only approach)” dan ini
dinyatakan PBB sebagai upaya yang tidak efektif untuk mengatasi HIV/AIDS di kalangan IDU dan
permasalahan lain yang berkaitan dengan penggunaan NAPZA.
Demikian pula halnya, perbedaan antara penerapan kegiatan-kegiatan demand reduction (mendidik
masyarakat tentang masalah penggunaan NAPZA, melatih para remaja agar mampu menolak tawaran
untuk tidak menggunakan NAPZA, dan mengajak para pengguna NAPZA aktif untuk mau mengontrol,
mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA) dengan pendekatan yang hanya mengarah pada
berhenti total dari penggunaan NAPZA (abstinence only approach).
Demand reduction, terutama penyediaan berbagai layanan terapi ketergantungan NAPZA termasuk
terapi substitusi NAPZA, merupakan bagian penting dari suatu pengurangan dampak buruk NAPZA.
Meskipun demikian, masih ada beberapa pandangan pemerintah, organisasi dan individu yang
mempercayai bahwa hanya satu tujuan yang bisa diterima dalam terapi ketergantungan NAPZA yaitu
bahwa pengguna berhenti (abstinensia) menggunakan NAPZA selamanya. Istilah ini dikenal sebagai
abstinence only approach dan populer terutama di kalangan institusi terapi ketergantungan NAPZA pada
tahun 60-an.
Dengan munculnya epidemi HIV di kalangan IDU, banyak penelitian mengenai keefektifan metode terapi
ketergantungan NAPZA, dan pemahaman yang lebih luas mengenai adiksi dan cara orang menggunakan
49
dan berhenti dari NAPZA, telah disepakati bahwa dibutuhkan bermacam-macam metode terapi. Metode
terapi substitusi NAPZA, dapat menjadikan para pengguna berhenti total (total abstinent) sebagai
tujuan jangka panjang. Upaya untuk mengurangi atau memberhentikan penyuntikan, meningkatkan
keterampilan sosial, mengurangi perilaku kriminal dan lain-lain sebagai tujuan jangka pendek juga dapat
diterapkan.
Program demand reduction merupakan bagian penting dari pengurangan dampak buruk NAPZA dalam
mengatasi HIV di kalangan IDU, namun tidak begitu halnya dengan abstinent only approach (yang tidak
menyertakan terapi substitusi NAPZA dan tujuan terapi jangka pendek lainnya) hal ini dianggap tidak
efektif dalam mengatasi HIV/AIDS di kalangan IDU.
T : Siapa saja sasaran dari advokasi?
Kelompok Sasaran Advokasi untuk program pengurangan dampak buruk narkoba, antara lain:
Pembuat kebijakan di beberapa Departemen termasuk Kesehatan, Kehakiman dan HAM
termasuk didalamnya Lembaga Pemasyarakatan, Departemen Pertahanan dan Keamanan,
Departemen Sosial, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan.
Politisi, Birokrat, termasuk para menteri yang bertanggungjawab untuk Departemen di atas, dan
berbagai wakil rakyat di DPR yang menangani masalah penggunaan NAPZA dan/atau HIV/AIDS;
Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional, TNI (yang sering kali beranggapan bahwa pendekatan
penegakan hukum merupakan satu-satunya cara yang dapat memecahkan permasalahan
penggunaan NAPZA dan HIV);
Masyarakat sekitar dan anggota keluarga di lokasi program pencegahan atau terapi (termasuk
perumahan dan perkantoran);
Pimpinan informal masyarakat seperti tokoh-tokoh masyarakat baik tingkat lokal atau tingkat
nasional;
Para dokter dan petugas kesehatan lainnya khususnya yang tidak memiliki pengalaman bekerja
dengan pengguna NAPZA;
Para guru, dosen dan komite sekolah
Orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pencegahan dan terapi ketergantungan NAPZA;
Para pimpinan berbagai agama;
Kalangan pers dan media massa;
LSM lokal, nasional, dan internasional yang bergerak dalam bidang kesehatan, penegakan
hukum, HIV/AIDS, NAPZA, hak asasi manusia dan sebagainya.
50
Kelompok-kelompok yang paling penting untuk diadvokasi tergantung dari masalah sosial yang dihadapi,
tetapi advokasi yang sukses perlu memperoleh dukungan dari semua kelompok sasaran advokasi.
Dengan kata lain advokasi bukanlah merupakan pekerjaan seorang individu saja.
51
08. Pengembangan dan Pengelolaan Tim Outreach
T: Bagaimanakah cara seorang Petugas Outreach (PO) direkruit dan apa saja persyaratannya?
Rekrutmen biasanya dilakukan atas rekomendasi pertemanan dan wawancara, karena latar belakang
pendidikan juga penting karena ada komponen pengetahuan kesehatan dan ketrampilan komunikasi
dalam pekerjaan. Adanya keberanian dan komitmen terhadap pekerjaan juga penting.
T: Bagaimana cara kita untuk menjaga kualitas PO?
Kualitas PO dibina dan dikendalikan melalui berbagai pelatihan, supervisi, dan monitoring terhadap
indikator penjangkauan. Proses monitoring ini dapat dilakukan melalui rapat koordinasi, pengecekan
lapangan melalui manajer program atau melalui informasi etnografik yang dikumpulkan dari monev
(monitoring & evaluasi)
.
T: Indikator performa petugas penjangkauan apa saja?
Indikator penjangkauan dalam program yaitu misalnya, jumlah penasun yang dijangkau perminggu
(lama dan baru), kualitas penyampaian informasi, kualitas dalam melakukan Individual Risk Assessment
(Pengukuran Resiko Individual).
T: Apakah seorang PO yang berasal dari komunitas penasun bekerja lebih efektif?
PO yang berasal dari komunitas penasun, terutama pemakai aktif, merupakan staf program yang efektif.
Sesama penasun akan efektif dalam mendekati dan memperoleh kepercayaan dari kelompok penasun
sendiri. Meskipun ada persoalan kepatuhan terhadap norma-norma kerja dan kekhawatiran akan citra
yang dibentuk. Oleh karena itu akhirnya diupayakan perekrutan staf dari mantan penasun yang sudah
abstinen. Perekrutan ini disertai dengan monitoring perilaku dan tes urin.
Jika diketahui terjadi kekambuhan, maka staf tersebut akan dinon-aktifkan untuk memperoleh bantuan
psikologis dan rehabilitasi atau diberhentikan sama sekali dan diganti. Pilihan kedua, mengikut sertakan
staf yang penasun aktif kedalam program substitusi oral. Cara ini juga disertai monitoring perilaku dan
tes urin, dengan tindakan yang sama jika terjadi kekambuhan. Pilihan ketiga, perekrutan terhadap non
penasun, dengan komposisi 40% dari jumlah staf PO.
T: Apa yang dilakukan jika PO mengalami kekambuhan?
Persoalan kejenuhan bekerja muncul karena rutinitas maupun beban psikologis pekerjaan, dan dapat
membawa kepada kekambuhan/relapse karena godaan sugesti dalam setiap kontak dengan penasun
aktif. Kegiatan rekreatif sebagai penyegaran emosi dan batin untuk mencegah kebosanan dan kelesuan
dan sistem pencegahan kekambuhan perlu dirancang dari pengalaman empirik staf program.
52
Kesempatan untuk belajar, menambah pengetahuan dan ketrampilan, serta kesempatan untuk
mengajar juga merupakan bagian dari strategi untuk mencegah atau memperkecil kejenuhan (burn-out).
Program konseling kelompok juga bagian dari care for the caregivers.
53
09. Monitoring & Evaluasi
T. Mengapa perlu Monitoring dan Evaluasi?
Pelaksanaan intervensi penanggulangan AIDS pada penasun perlu dimonitor dan dievaluasi untuk
memastikan apakah program berjalan dengan baik. Monitoring dan evaluasi memberikan informasi yang
berguna untuk penyempurnaan strategi program dan menyampaikan laporan program kepada pihak lain
seperti pemerintah, lembaga yang memberikan dana maupun kepada masyarakat. Monitoring dan
evaluasi harus dipandang sebagai sebuah bagian integral dari praktek dan pengelolaan sehari-hari.
Proses monitoring dan evaluasi berjalan bersamaan dengan pelaksanaan program; proses itu
mendorong terjadinya perbaikan secara terus menerus. Upaya ini dilakukan dengan menyediakan dan
memberikan umpan balik terhadap hasil yang dicapai kepada para staf lembaga dan stakeholder. Hasil
evaluasi dan monitoring juga akan mendorong pertimbangan pelaksana program untuk melakukan
pertimbangan mengenai strategi-strategi untuk masa yang akan datang.
Sesudah sebuah program direncanakan dan mulai dilaksanakan maka menjadi penting untuk
memperhatikan apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Proses inilah yang disebut
sebagai monitoring, yang pada intinya merupakan pengumpulan berbagai informasi relevan mengenai
program secara terus menerus. Sementara evaluasi adalah sebuah proses yang terstruktur dan bertahap
guna mengidentifikasi, mengumpulkan dan mempertimbangkan informasi. Hasil proses evaluasi akan
membantu dalam memaparkan dan memahami tujuan, kemajuan serta hasil-hasil dari beragam jenis
inisiatif pencegahan dan promosi. Evaluasi merupakan proses menganalisa informasi pada jangka waktu
yang tetap, untuk menilai keefektifan dan mengukur dampak yang dihasilkan program serta bagianbagiannya serta untuk memutuskan, sebagai respon, apakah rencana itu perlu diubah atau dihaluskan.
T. Apa komponen penting di dalam monitoring dan evaluasi?
Agar bisa mengukur berbagai hasil yang diharapkan dalam proses monitoring dan evaluasi maka
dikembangkan berbagai macam indikator berdasarkan kerangka kerja sistem yang memiliki komponen
masukan-proses-luaran-hasil-dampak. Kerangka ini memungkinkan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data secara berurutan dan sekaligus mempertimbangkan sumber data yang diperlukan.
Kerangka kerja ini tampak pada tabel di bawah ini:
Komponen Monitoring dan Evaluasi
54
T. Indikator apa saja yang bisa digunakan dalam Monitoring?
Monitoring pada dasarnya merupakan upaya untuk pengumpulan data secara teratur berdasarkan
indikator-indikator proses dan capaian sebuah program yang sedang berjalan. Hal ini berarti bahwa
sumber data untuk monitoring ini adalah berasal dari data program. Dengan demikian membuat
dokumentasi tentang berbagai kegiatan dan situasi yang terkait dengan pelaksanaan program
merupakan langkah awal yang sangat penting agar memudahkan untuk menjawab pertanyaan dasar
tentang status intervensi pada saat tertentu.
Status intervensi pada saat tertentu ini diharapkan bisa menjawab apakah target-target program bisa
dicapai dalam jangka waktu yang direncanakan?; apakah hambatan yang ditemui dalam melaksanakan
intervensi? apakah ada kesenjangan dalam implementasi dibandingkan dengan prosedur yang telah
ditetapkan sebelumnya, apakah perlu ada perbaikan-perbaikan yang dilakukan agar kualitas intervensi
bisa ditingkatkan?
Upaya untuk melakukan monitoring ini diperkuat dengan dilaksanakannya penilaian secara rutin dimana
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu lembaga akan dinilai berdasarkan sejumlah indikatorindikator yang telah ditentukan. Berdasarkan penilaian itu maka bisa diketahui upaya-upaya yang harus
dilakukan oleh lembaga untuk meningkatkan kualitas intervensi bisa ditentukan bersama. Beberapa
indikator keluaran yang bisa dilihat antara lain:
1. Jumlah penasun yang dijangkau
2. Jumlah pasangan seksual penasun yang terjangkau
3. Jumlah kontak per penasun per bulan
4. Jumlah penasun terlibat dalam PRP/IRA
5. Jumlah penasun terlibat dalam PRK/GRA
6. Jumlah penasun yang dirujuk ke Puskesmas untuk memperoleh LJASS
7. Jumlah penasun yang menerima LJASS dari petugas lapangan atau dari rumah singgah
(DiC)
8. Jumlah jarum terdistribusi dari LJASS yang dilaksanakan oleh lembaga
9. Jumlah penasun yang dirujuk ke terapi rumatan metadon di puskesmas/rumah sakit
10. Jumlah penasun yang dirujuk untuk memperoleh terapi ketergantungan obat
11. Jumlah penasun yang dirujuk untuk memperoleh layanan kesehatan dasar di
puskesmas/klinik kesehatan lain
12. Jumlah penasun yang memanfaatkan layanan kelompok dukungan
13. Jumlah penasun yang dirujuk untuk memanfaatkan layanan penguat di pusat terapi
rumatan metadon (konseling adiksi, intervensi psikososial, konseling psikologis, dst)
14. Jumlah penasun yang dirujuk untuk mengikuti VCT
15. Jumlah yang mengakses layanan Manajemen Kasus (MK)
55
16. Jumlah kondom yang terdistribusi
17. Jumlah penasun yang mencari informasi di DiC
Untuk bisa memperoleh berbagai macam informasi yang diperlukan di atas, maka perlu dikembangkan
berbagai jenis dokumentasi agar bisa menangkap aspek kuantitatif dan kualitatif dari kegiatan yang
dilakukan berdasarkan standar dan prosedur operasi dari berbagai komponen intervensi ini antara lain:
Laporan Kegiatan Harian dari setiap staf
Notulensi Pertemuan staf mingguan per divisi/per tim
Notulensi Pertemuan staf gabungan per bulan
Notulesi rapat dan pertemuan dengan pihak luar (KPAP/KPAD dsb)
Laporan Kegiatan yang dilakukan (LJSS, VCT, Manajemen Kasus, PRP & PRK, Yankesdas, rujukan,
konseling adiksi, kelompok dukungan, diskusi lapangan, kegiatan Drop in Center)
Laporan lokakarya dan seminar
Laporan stok bahan-bahan habis pakai (jarum suntik, pemutih, alcohol swab , media informasi
dll)
Daftar hadir Drop In Center
Berdasarkan berbagai indikator dan instrumen yang digambarkan di atas, maka sejumlah laporan yang
diharapkan bisa dikembangkan antara lain :
Laporan indikator keluaran per bulan
Laporan naratif kegiatan intervensi per bulan
Daftar Isian Teknis Intervensi (DIT) per enam bulan
Alur pendokumentasian dan pengolahan data monitoring
T. Indikator apa saja yang bisa digunakan dalam evaluasi program?
Selama program berjalan, lembaga diharapkan akan melakukan evaluasi dari program yang sedang
dijalankan. Evaluasi dilakukan untuk mengukur indikator-indikator hasil (outcome) yang menjadi tujuan
dari intervensi ini. Diharapkan melalui evaluasi ini bisa diketahui apakah hasil yang telah dicapai ini
56
sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi ini
antara lain:
Evaluasi bukan kegiatan tambahan tetapi merupakan bagian yang direncanakan sejak dari awal
program
Kegiatan evaluasi perlu didukung oleh semua staf lembaga dan harus melibatkan kelompok
pemanfaat program (penasun) di dalam prosesnya.
Alokasi sumber daya perlu dipastikan bagi kegiatan evaluasi ini.
Dari sisi teknis, tujuan evaluasi ini adalah untuk mengukur, keterpaparan intervensi dan perubahan
perilaku (menyuntik atau seksual) dari penasun. Beberapa contoh indikator yang bisa digunakan untuk
melihat pencapaian tujuan ini antara lain:
Aspek Keterpaparan:
% penasun yang memanfaatkan LJASS
% penasun yang mengikuti terapi rumatan metadon
% penasun yang memanfaatkan layanan VCT
% ODHA yang memanfaatkan layanan manajemen kasus, dll
Aspek Perilaku
% penasun yang menggunakan jarum steril setiap kali menyuntik
% penasun yang tidak berbagi air untuk mencampur napza
% penasun yang terakhir kali berhubungan seks dengan menggunakan kondom
% penasun yang mengikuti metadon yang masih menggunakan jarum suntik steril
dll
Untuk memperoleh informasi berbagai indikator di atas, maka pengumpulan data bisa dilakukan dengan
metode survey bagi penasun yang telah terjangkau oleh program.
Sementara itu untuk mengukur aspek kualitas layanan bisa digunakan wawancara mendalam atau
kelompok diskusi terarah dengan penasun yang pernah dijangkau. Waktu dilakukannya evaluasi seperti
ini biasanya menyesuaikan dengan periode program yang biasanya satu tahun sehingga sebaiknya
evaluasi ini dilakukan pada akhir tahun program. Panduan untuk melakukan survey tahunan bisa dilihat
pada lampiran.
Hasil evaluasi ini bermanfaat untuk memberikan bukti dalam pengembangan kebijakan, strategi dan
pemrograman di masa depan. Informasi strategis yang dihasilkan kegiatan evaluasi perlu disusun
57
dengan baik untuk kemudian disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
program ini misalnya pembuat kebijakan, perencana program, pekerja kesehatan, staf lembaga,
penasun dan lain-lain untuk bisa dimanfaatkan sesuai dengan kepentingannya. Pada sisi yang lain,
umpan balik dari berbagai pihak tersebut akan memperkaya hasil evaluasi ini dan pada gilirannya bisa
dimanfaatkan untuk perbaikan program di masa depan.
Sumber:
•
Pedoman Nasional Monitoring dan Evaluasi Pogram Pengendalian HIV dan AIDS, Kemenkes, 2010
•
WHO, UNODC, UNAIDS Technical Guide: for countries to set targets for universal access to HIV
prevention, treatment and care for injecting drug users, 2009
58
10. Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LAJSS)
T: Apa yang dimaksud dengan Layanan jarum dan alat suntik steril (LAJSS) atau Needle/Syringe
Program (NSP)?
Adalah upaya penyediaan layanan yang meliputi penyediaan jarum suntik steril (baru), pendidikan dan
informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses medis, dan layanan sosial.
Layanan ini menyediakan dan memberikan peralatan suntik steril, beserta materi-materi pengurangan
risiko lainnya, kepada Penasun (pecandu/pengguna napza suntik), untuk memastikan bahwa setiap
penyuntikan dilakukan dengan menggunakan jarum suntik baru.
T: Apakah Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril merupakan program yang menyebabkan adanya
penggunaan napza baru ?
Hingga saat ini, layanan ini merupakan salah satu intervensi yang paling efektif di antara program
pencegahan HIV pada kelompok Penasun. Evaluasi intensif terhadap layanan jarum suntik steril telah
dilakukan di berbagai negara dan telah terbukti secara meyakinkan bahwa program LJASS berhasil
mengurangi penyebaran HIV, tidak mendorong peningkatan penggunaan Napza suntik, ataupun
penggunaan Napza lainnya.
T: Apa tujuan dari program LJASS ini?
Tujuan dari program ini adalah
• Menyediakan dan mendistribusikan jarum suntik steril kepada Penasun, dan menghentikan
beredarnya jarum suntik bekas pakai yang berpotensi menularkan HIV.
• Memastikan penggunaan jarum suntik steril sebanyak mungkin pada praktek penggunaan Napza
secara suntik.
• Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Penasun mengenai menyuntik yang lebih aman.
• Mendekatkan Penasun kepada layanan-layanan lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
fisik, mental dan sosial dari penasun.
T: Sebutkan prinsip-prinsip dari pelaksanaan program LAJSS ini.
Ketentuan penyediaan LJASS telah diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No: 2/PER/MENKO/KESRA/2007 tentang Kebijakan Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik yang menyatakan bahwa:
- Wilayah yang ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan LJASS akan ditetapkan dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan.
- Pelaksana kegiatan LJASS dan tata cara pelaksanaan ditetapkan lebih lanjut dalam petunjuk
teknis dari Menteri Kesehatan.
- Pelaksanaan kegiatan LJASS dilakukan dengan pengawasan dan supervisi ketat dari pihakpihak terkait dibawah koordinasi KPA Nasional.
- Seluruh pelaksanaan kegiatan LJASS, dilakukan dalam suatu sistim monitoring dan evaluasi
yang baku dan sistematis
59
Semua prinsip di atas dituangkan dalam SK No : 567/Menkes/VIII/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Penggunaan Jarum Suntik Steril yang ada di dalam Pedoman Pelaksanaan Pengurangan
Dampak Buruk Napza yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
T: Siapa sajakah yang bisa menjadi pelaksana LJASS menurut SK Menkes No : 567/Menkes/VIII/2006?
Pelaksana program LJASS adalah Institusi/lembaga kesehatan, LSM atau organisasi kemasyarakatan,
Institusi/lembaga pemerintah, Institusi/lembaga non pemerintah, dan Kelompok Masyarakat.
T: Apa saja jenis model LJASS yang dapat diadaptasi di Indonesia?
Ada 3 model Layanan ini, yaitu:
• Menetap.
Program ini menyediakan tempat khusus untuk pelayanan pendistribusian jarum suntik
steril, seperti; drop in center (DIC) atau Puskesmas. Tempat tersebut dapat juga
menyediakan layanan lain selain LJASS, seperti; layanan kesehatan umum, case
management dan layanan VCT.
• Satelit.
Program menyediakan tempat di lokasi komunitas sebagai perpanjangan dari lokasi
menetap. Satelit LJASS dikembangkan di tempat yang mempunyai jumlah Penasun
relatif besar untuk mempermudah akses terhadap jarum suntik steril. Jumlah jarum
yang terdistribusi dan informasi pengguna layanan diupayakan sedapat mungkin
didokumentasikan dalam formulir yang disediakan. Petugas lapangan bertanggung
jawab untuk datang dan bekerja di tempat yang ditentukan dan waktu yang ditentukan.
• Bergerak.
Memberikan tanggung jawab kepada petugas lapangan dengan membawa tas berisi
jarum suntik steril dan media informasi kemudian mendatangi tempat-tempat yang
sering dikunjungi oleh penasun (tongkrongan), diantar ke rumah, atau dipesan lewat
telpon. Semua pelayanan bebas biaya. Statistik yang ditunjukkan juga memperlihatkan
peningkatan jarum yang didistribusikan dan jarum bekas yang kembali.
T: apa keterkaitan antara jam kerja layanan dengan aktivitas penasun?
Lembaga (LSM atau PKM) yang melaksanakan LJASS harus menentukan waktu yang tepat, dimana
Penasun paling membutuhkan akses untuk memperoleh jarum suntik steril. Jam buka layanan perlu
mengakomodir kebutuhan penasun akan akses jarum baru (disesuaikan dengan tingkat kecanduannya).
Sedangkan petugas lapangan LSM atau Kader Muda PKM harus rutin dan teratur datang di tempat dan
waktu secara rutin, dan dimana hubungan yang maksimal dengan Penasun dapat dibangun.
T: Bagaimana cara mengakses LJASS ini?
Penasun harus melakukan pendaftaran terlebi dahulu, sebagai peserta LJASS (PKM dan/atau LSM).
Kemudian peserta diberikan informasi tentang tujuan LJASS, lembaga pelaksana, HIV/AIDS dasar, dan
layanan-layanan yang tersedia terkait dengan penasun. Setelah itu penasun peserta diberikan jarum
60
suntik steril, dan bila membawa jarum suntik bekas pakai, pakai kita perlu memintanya untuk
dimusnahkan.
T: Apakah ada pembatasan usia peserta LJASS untuk mengakses jarum baru?
Pada dasarnya layanan ini untuk semua penasun tanpa batasan usia, karena dengan menyediakan jarum
suntik steril bagi penasun berusia muda, program ini mengurangi risiko kaum muda terinfeksi virus yang
ditularkan melalui darah. Namun karena harus dipenuhinya persayaratan dalam inform consent, maka
layanan ini terutama ditujukan kepada penasun yang usianya 18 tahun atau lebih.
Jika peserta berusia di bawah 18 tahun, maka perlu dinilai terlebih dahulu secara cermat untuk didaftar
sebagai peserta agar pemberian jarum suntik ini benar-benar sesuai dengan tujuan dikembangkannya
layanan ini.
T: Apa saja kegiatan pengamanan dan pemusnahan jarum bekas yang menjadi bagian dari program
LJASS?
Kegiatan pengamanan dan pemusnahan jarum bekas antara lain:
1. Mempromosikan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahan dengan aman;
dipadukan dalam setiap terjadinya pertukaran peralatan.
2. Menyediakan tempat/kotak pemusnahan jarum suntik bekas pakai
3. Monitoring kegiatan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahannya.
4. Mendorong kebiasaan pemusnahan secara aman oleh Penasun. Jarum suntik bekas pakai yang
dibuang secara sembarangan akan membuat masalah dengan lingkungan sekitar dan akan menjadi
alasan kuat ditutupnya program LJASS.
5. Menaati Kewaspadaan Universal untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, tanpa alat
bantu, petugas tidak boleh memegang jarum suntik bekas pakai.
6. Penasun langsung memasukkan jarum suntik bekas pakai ke tempat khusus.
7. Tempat pemusnahan tidak boleh terlalu penuh.
8. Tempat tersebut harus langsung dibuang ke tempat pembakaran tanpa mengeluarkan.
9. Apabila ada jarum suntik yang dikembalikan dan menurut laporan bersih dan tidak dipakai, harus
tetap dibuang.
10.Wadah pemusnahan yang telah penuh segera disegel.
11.Wadah yang telah disegel kemudian dibawa ke tempat pembakaran. Jika telah dimusnahkan, maka
laporan tentang pemusnahan akan diarsipkan.
12.Pembakaran jarum suntik bekas menggunakan incinerator.
T: Apa yang harus dilakukan bila terjadi kecelakaan tertusuk jarum bekas pakai?
Cara-cara profilaksis pasca pajanan (post exposure prophylaxis/PEP), adalah:
1. Siram bagian yang tertusuk dengan air yang mengalir (air kran)
2. Jangan dipaksa agar luka mengeluarkan darah
3. Luka jangan dihisap atau disedot dengan mulut
4. Bilaslah dengan sabun dan air
5. Pakailah antiseptic dan kemudian tutuplah dengan perban (tensoplast)
61
6.
Carilah bantuan medis untuk melakukan penilaian risiko infeksi dan jika memungkinkan
memberikan perawatan termasuk memberikan Profilaksis Pasca Pajanan (PEP)
T: Apa yang harus LSM lakukan jika terjadi insiden di tempat LJASS, dan bagaimana cara
mengatasinya?
Apabila terjadi insiden di lokasi LJASS, petugas harus membuat laporan dengan menggunakan Formulir
Pelaporan Insiden. Insiden di sini meliputi penggunaan obat atau over dosis oleh peserta pada
waktu mereka berada di lokasi LJASS, luka tertusuk jarum atau luka lain yang dialami peserta atau
petugas di lokasi kerja, atau apabila ada kejadian yang timbul karena keberadaan polisi di dekat lokasi
dimana petugas lapangan memberikan layanan.
Mengingat tidak setiap LSM memiliki sumber daya untuk pengadaan jarum suntik steril dan
perlengkapan pendukung lainnya, maka LSM tersebut perlu membangun jejaring dengan Puskesmas
terdekat yang menyelenggarakan LJASS. Jejaring ini bisa dalam bentuk jejaring rujukan dimana LSM
merujuk penasun yang dijangkaunya untuk mengakses LJASS ke Puskesmas. Jejaring yang lain bisa dalam
bentuk pengambilan jarum di Puskesmas oleh LSM untuk didistribusikan kepada penasun yang telah
dijangkaunya.
T: Perlukah dibuatkan kartu identitas staf dan peserta LJASS?
Semua staf program LJASS, terutama petugas lapangan perlu dibuatkan kartu identitas staf dan harus
membawa kartu identitas tersebut saat berada di lapangan dan saat bekerja. Kartu tersebut dapat
dibuat oleh lembaga dengan sepengetahuan pihak pemerintah yang terkait (Dinas Kesehatan).
Klien (Penasun) yang menerima layanan ini akan mendapatkan kartu yang menunjukkan bahwa klien
sedang mengikuti program ini (kartu identitas peserta). Kartu ini berisi informasi singkat mengenai
program LJASS, lembaga pelaksana dan kode klien (bukan nama dan alamat lengkap). Kartu tersebut
dapat dibuat oleh lembaga dengan sepengetahuan pihak pemerintah yang terkait (Dinas Kesehatan).
T: Apa saja peralatan LJASS yang harus disediakan?
Peralatan yang harus disediakan oleh LJASS adalah
- Jarum suntik steril dan tabung suntik berdasarkan model yang biasanya dipakai oleh Penasun di
daerah tersebut.
- Kapas beralkohol, digunakan untuk membersihkan kulit tempat yang akan disuntik dan untuk
membersihkan peralatan lain serta tangan. Paling sedikit disediakan 2 kapas beralkohol untuk
setiap jarum suntik dan tabung yang diberikan.
- Kondom dan pelicin, untuk mendorong perilaku seks aman.
- Kantong, terdiri dari kantong kertas kecil dan kantong plastik besar, untuk membawa jarum suntik
steril dan bekas pakai.
- Media informasi terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet, stiker atau media
lainnya.
T: Apa protokol pertolongan pertama pada kecelakaan tertusuk jarum?
Protokol pertolongan pertama pada kecelakaan tertusuk jarum adalah :
1. Siram lokasi tertusuk jarum dengan air mengalir atau air bersih jika tersedia
62
2.
3.
4.
5.
6.
Jangan paksakan luka untuk mengeluarkan darah
Jangan menghisap luka
Cuci bersih-bersih dengan sabun dan air
Gunakan antiseptik pada luka dan tutupi dengan plester (band-aid)
Cari pertolongan medis untuk menilai seberapa jauh resiko infeksi dan kiranya diperlukan
perawatan yang sesuai termasuk saran pencegahan pemaparan cairan tubuh yang terinfeksi
hepatitis dan HIV
7. Koordinator program harus diberitahu secepat mungkin atas kejadian di atas.
8. Formulir kecelakaan perlu diisi dan dikirim ke atasan.
Sumber:
•
•
•
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No:
2/PER/MENKO/KESRA/2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan
Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik.
Pedoman Pelaksanaan Program Penggunaan Jarum Suntik Steril yang menjadi bagian dari Pedoman
Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Napza yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui SK No:
567/Menkes/VIII/2006
MIKET, FHI, 2009
63
11. Penilaian Risiko secara Individual & Kelompok
T: Mengapa perlu melakukan penilaian perilaku berisiko?
Penilaian perilaku berisiko dilakukan sebagai upaya untuk mengidentifikasi perilaku penggunaan napza
dan perilaku seksual yang bisa menempatkan seseorang tertular HIV, sehingga dari identifikasi tersebut
dapat dilakukan upaya pengurangan risiko yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh
orang tersebut. Penilaian ini dimaksudkan untuk menegaskan pesan pengurangan risiko dan mendukung
upaya-upaya perubahan perilaku yang ditawarkan melalui proses pendidikan kepada penasun baik
secara individual, kelompok maupun melalui media massa. Penilaian pengurangan risiko dapat dilakukan
dalam bentuk penilaian risiko pribadi (individual) maupun penilaian risiko kelompok. Topik penilaian
risiko bisa dikembangkan untuk risiko-risiko lain yang seringkali dihadapi oleh penasun seperti penularan
hepatitis B, hepatitis C, IMS atau risiko mengalami overdosis
T: Apa jenis penilaian risiko ini?
Penilaian perilaku berisiko pada dasarnya dibagi dua sesuai dengan karakteristik dari perilaku yang
memungkinkan penasun tertular berbagai penyakit menular (HIV, IMS, HCV, HBV) atau mengalami
overdosis.
•
Penilaian Risiko Individu yaitu secara individual, Penasun dapat menilai risiko yang telah
dilakukan perilaku seksnya sehingga memungkinkan untuk merencanakan upaya-upaya
pengurangan risiko terjadinya infeksi HIV serta menentukan ukuran pengurangan yang bisa
dilakukannya dalam waktu tertentu.
Penilaian risiko pribadi merupakan upaya untuk memberdayakan penasun untuk mampu
mengenali berbagai perilaku seksual yang memungkinkan dirinya tertular atau menularkan HIV
dari atau ke pasangan seksualnya. Penilaian risiko ini didasarkan pada tingkat pemahaman
seorang penasun terhadap cara penularan HIV sehingga memungkinkan untuk melakukan
pengurangan atas risiko yang dinilai paling sulit untuk diterima (unacceptable risk) pada saat
tertentu.
Oleh karena perubahan perilaku ini pada dasarnya adalah suka rela, maka penilaian risiko
pribadi ini berfokus pada upaya untuk membantu seorang penasun untuk memodifikasi
berbagai perilaku yang mereka rasakan menempatkan diri mereka pada risiko yang tidak bisa
diterima. Dengan demikian proses pengurangan risiko bersifat sangat subjektif. Misalnya, upaya
untuk menggunakan kondom secara konsisten dengan pasangan seksual tertentu akan
dipengaruhi berbagai risiko yang terkait dengan relasi seksual yang dimilikinya.
•
Penilaian Risiko Kelompok adalah suatu langkah di dalam upaya mendukung perubahan perilaku
seorang IDU yang berisiko terhadap penularan HIV/AIDS dengan memanfaatkan jaringan sosial
yang dimiliki oleh IDU yang bersangkutan. Seperti telah diketahui bahwa pengaruh kelompok
64
dalam membentuk perilaku seseorang sangat kuat dimana ada kecenderungan konformitas dari
seseorang untuk melakukan suatu perilaku yang sesuai dengan perilaku anggota-anggota
kelompok yang lain. Kecenderungan ini juga berlaku di dalam kelompok IDU dimana pola
perilaku anggota dari suatu kelompok dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam penggunaan
napzanya cenderung punya kesamaan.
Secara garis besar, penilaian risiko kelompok ini mencoba untuk menggali 3 hal utama yaitu :
praktek-praktek penggunaan napza yang selama ini dilakukan oleh anggota kelompok; resikoresiko yang muncul berkaitan dengan praktek-praktek penggunaan napza; dan upaya
pengurangan resiko yang memungkinkan dilakukan kelompok tersebut.
Dengan memahami karakteristik jaringan sosial IDU yang ada maka bisa dikategorikan ada dua
kelompok IDU.
•
Kelompok inti (core group) yaitu suatu kelompok dimana para anggotanya relatif tetap, para
anggotanya cenderung adalah teman dekat dan mereka selalu bersama hampir setiap kali
menggunakan napza. Rata-rata besarnya kelompok ini berkisar antara 2 – 4 orang.
•
Kelompok sekunder adalah kelompok dimana para anggotanya sangat cair, mereka bisa
berasal dari daerah yang berbeda bahkan tidak saling kenal tetapi mereka menggunakan
napza pada suatu saat secara bersama. Kelompok ini relatif lebih besar anggotanya dari
pada kelompok inti, rata-rata anggota kelompok ini lebih dari 5 orang.
PRK direkomendasikan untuk dilakukan pada kelompok inti karena pertimbangan aspek
kedekatan (termasuk komitmen antar anggota), frekuensi bertemu dan kemudahan untuk
mengumpulkan kembali. PRK lebih sulit dilakukan pada kelompok sekunder karena hubungan
sosialnya yang relatif bersifat cair dan tidak begitu saling mengenal satu sama lain, hanya
kesamaan kepentingan sementara saja mereka berkumpul setelah itu cenderung tidak punya
ikatan dengan kelompok tersebut.
Tahapan untuk Penilaian Risiko Kelompok dan Pribadi
T: Apa yang perlu diperhatikan untuk melakukan penilaian risiko?
•
Menentukan tempat yang nyaman:
65
Ini dimaksudkan agar dalam proses penilaian risiko, seseorang atau sebuah kelompok penasun
merasa cukup enak untuk menceritakan perilakunya, apakah itu yang berkaitan dengan perilaku
menyuntik maupun perilaku seksualnya. Ini juga sekaligus bisa sebagai sarana untuk
menunjukkan bahwa proses penilaian risiko ini merupakan sebuah proses yang sungguhsungguh direncanakan dan mempunyai ‘arti’ baik bagi penasun maupun petugas lapangan.
•
Memastikan bahwa penasun memahami cara penularan HIV:
Sebelum proses penilaian risiko ini dilakukan, petugas lapangan harus terlebih dahulu
memastikan seberapa jauh pengetahuan tentang HIV/AIDS termasuk cara-cara/logika penularan
HIV. Kalau penasun belum memahami tentang hal ini, maka petugas lapangan bisa memberikan
penjelasan singkat tentang informasi ini dan membuka disksui atau menawarkan apakah ada
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik penilaian risiko.
•
Menjelaskan risiko yang dapat diterima (acceptable risk) vs risiko yang tidak dapat diterima
(unacceptable risk).
Jelaskan risiko yang dapat diterima (acceptable risk) dan risiko yang tidak dapat diterima
(unacceptable risk) yang berhubungan dengan penularan HIV. Unacceptable risk adalah tingkat
risiko tertentu dengan akibatnya yang tidak bisa diterima oleh seseorang sehingga cenderung
untuk dihindari. Acceptable risk adalah sebuah risiko yang dianggap bagian dari sebuah perilaku
dan akibatnya bisa diterima sehingga tidak perlu harus dihindari. Penerimaan terhadap sebuah
risiko tertentu bisa disebabkan karena seseorang belum mempunyai informasi tertentu atau
karena perasaan tidak mampu melakukan tindakan apapun untuk menghindari risiko tertentu.
Dalam proses penilaian pengurangan risiko petugas lapangan akan membantu Penasun agar
dapat mengubah secara bertahap hal-hal yang tadinya dianggap sebagai risiko yang bisa
diterima untuk diubah menjadi risiko yang tidak bisa diterima.
•
Sajikan berbagai cara pengurangan risiko.
Dalam mendiskusikan cara-cara pengurangan risiko tawarkan beberapa alternatif yang mungkin
bisa dilakukan oleh penasun atau kelompok penasun dalam suatu jangka waktu tertentu. Perlu
mendiskusikan lebih jauh tentang berbagai pilihan upaya pengurangan risiko yang akan
dilakukan termasuk keuntungan, kesulitan yang bisa dihadapi dan kemungkinan terlaksananya
sehingga mereka benar-benar paham dan sadar atas pilihan yang telah mereka tentukan. Perlu
dihindarkan untuk membuat pilihan pengurangan risiko yang ekstrem, misalnya tidak
menggunakan napza lagi, masuk rehab dan lain-lain karena kemungkinan keberhasilannya yang
kecil.
•
Menawarkan dukungan yang berkelanjutan
Setelah penasun baik secara individual maupun kelompok mantap dengan pilihan upaya untuk
mengurangi risikonya, maka petugas lapangan bisa menawarkan dukungan yang terus menerus
kepada mereka agar bisa mewujudkan rencana pengurangan risikonya.
66
Dukungan bisa berupa : mengingatkan tentang pilihan yang telah ditentukan penasun,
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana pengurangan risiko,
menyediakan materi pencegahan (kondom, jarum) secara teratur, merujuk ke layanan
kesehatan yang dibutuhkan (layanan kesehatan dasar, terapi metadon, layanan konseling dan
testing HIV, perawatan HIV atau perawatan napza) atau memberikan dukungan pribadi.
•
Mengulang penilaian risiko
Penilaian pengurangan risiko pribadi dan kelompok sebaiknya dilakukan berulang-ulang dengan
jangka waktu yang disesuaikan dengan kondisi penasun agar memungkinkan pengurangan risiko
dilakukan secara terus menerus hingga suatu saat tidak melakukan perilaku yang berisiko lagi.
T: Apa saja yang diperlukan untuk dapat melakukan penilaian risiko?
•
Form pelaksanaan untuk penilaian pengurangan risiko pribadi dan kelompok
•
Media Informasi
•
Material pencegahan
T: Bagaimana memantau pelaksanaan penilaian risiko?
Sebagai bagian penting dari proses penjangkauan ke kelompok penasun, kegiatan penilaian risiko
pribadi dan kelompok dimonitor dan dievaluasi bersama dengan komponen-komponen kegiatan lain.
Untuk itu beberapa hal yang dilakukan dalam rangka monitoring dan evaluasi kegiatan penjangkauan
antara lain sebagai berikut:
•
Kegiatan pertemuan petugas lapangan (yang dilakukan minimal 1x/ minggu). Pertemuan ini
diikuti oleh seluruh tim lapangan dan jika diperlukan dapat melibatkan staf atau bidang yang lain
(layanan). Proses pertemuan bertujuan untuk membahas perkembangan situasi lapangan dalam
seminggu terakhir, pembahasan isu-isu terkait dengan kontak dengan penasun,
pendidikan/diskusi penasun, pendidikan masyarakat, kegiatan relawan atau fasilitator
komunitas, kegiatan rujukan, proses penilaian risiko pribadi atau kelompok yang dilakukan
dalam minggu tersebut, penyusunan rencana mingguan, dan penugasan khusus lainnya bila
diperlukan.
•
Monitoring lapangan oleh koordinator lapangan secara berkala ke wilayah-wilayah program .
•
Analisa dokumen laporan terkait penjangkauan. Dokumen yang dapat digunakan untuk
mendukung proses monitoring adalah: laporan harian petugas lapangan, laporan PRP/PRK,
rencana kerja mingguan tim outreach, dan catatan pertemuan tim lapangan.
•
Monitoring untuk mengukur kinerja petugas lapangan dan capaian (output) program setiap
enam bulan sekali dengan menggunakan daftar isian teknis (form terlampir).
•
Evaluasi strategi penjangkauan dilakukan melalui survei yang dilaksanakan secara periodik (per
tahun) untuk melihat perubahan-perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku penasun yang
67
sudah di dampingi (panduan evaluasi tahunan terlampir).
•
Pengamatan etnografis digunakan untuk melihat pola-pola interaksi pada kelompok penasun di
berbagai wilayah selama program berjalan. Pengamatan etnografis ini akan memberikan
penjelasan yang lebih dalam terhadap berbagai kecenderungan baik secara kuantitatif maupun
kualitatif yang ditangkap oleh pelaksana program. Hasil pengamatan etnografis dan hasil
evaluasi bisa digunakan untuk mengembangkan strategi lapangan agar bisa lebih optimal di
dalam mendorong dan mempertahankan perubahan perilaku penasun yang ada di wilayah
tersebut.
Sumber
•
•
•
•
MIKET – FHI, 2009
Pedoman Pelaksanaan Program Pengurangan Dampak Buruk Napza Suntik-Depkes, 2006
CD-ROM Modul Pelatihan Penjangkauan, Depkes 2007
CD-ROM Seri Pelatihan Outreach, FHI
68
12. Perundang-undangan Terkait dengan Napza dan Harm Reduction
a. Perundang undangan:
Urutan perundang-undangan di Indonesia tunduk pada asas-asas hukum:
Yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah
Yang lebih khusus mengesampingkan yang lebih umum
Yang lebih baru mengesampingkan yang lebih lawas
Urutan perundang-undangan di Indonesia sesuai UU No. 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat.
Bahan Hukum terkait Harm Reduction
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
UU No 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan
UU No 36 tahun 2009 Kesehatan
UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Permenkokesra No 2 tahun 2007 tentang Kebijakan Nasional Harm Reduction
PP No 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
Kepmenkes No. 1305 Tahun 2011
Kepmenkes No. 2171 Tahun 2011
69
i.
j.
Kepmenkes No. 567 tahun 2006 Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Napza
SEMA No 04 Tahun 2010 tentang Menempatkan Pemakai Nakoba Dalam Panti Terapi dan
Rehabilitasi
b. Wajib Lapor
Proses wajib lapor
a. PP No. 25 tahun 2011
b. Kepmenkes No. 1305 Tahun 2011
c. Kepmenkes No. 2171 Tahun 2011
Penetapan Tim Penerima Wajib Lapor
a. Penunjukan tim oleh pimpinan institusi IPWL
b. Terdiri dari dokter sebagai penanggungjawab dan tenaga kesehatan lain yang terlatih dalam
bidang Adiksi (Kecanduan) Napza. (pelatihan oleh subdit Napza – Pusdiklat Kemenkes)
c. Tim kerja dapat bekerja secara eksklusif untuk proses penerimaan wajib lapor atau bekerja
secara paruh waktu diluar pekerjaan utamanya
d. Masa kerja tim sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun
Prosedur Layanan Wajib Lapor
a. Assesmen mengunakan formulir assesmen wajib lapor
b. Test urine, setidak-tidaknya dapat mendeteksi 4 jenis Narkotika di dalam tubuh pecandu: Opiat;
Ganja, Metamfetamin dan MDMA
c. Pemberian konseling dasar adiksi Napza yang ditujukan untuk mengkaji pemahanan pasien atas
penyakitnya; pemahaman akan pemulihan dan peningkatan motivasi untuk melakukan
perubahan perilaku kearah yang lebih positif
d. Bagi pecandu Narkotika suntik dapat diberikan konseling pra-test HIV dan ditawarkan untuk
melakukan pemeriksaan HIV sesuai prosedur yang berlaku
e. Pemeriksaan penunjang lainnya (bila perlu)
f. Pengobatan simtomatik (bila perlu)
g. Penyusunan terapi yang meliputi rencana rehabilitasi medis dan/ atau sosial, pendekatan
psikososial yang diperlukan serta pemeriksaan dan/ atau perawatan HIV bila diperlukan
Kartu Lapor Diri
70
Dalam masa transisi, kartu berobat dianggap sebagai karu lapor. Penerbitan kartu lapor akan diatur
dengan Sistem Informasi Wajib Lapor (SIWAL). Karu lapor diri berlaku selama pasien aktif dalam
program rehabilitasi.
c. Rehabilitasi
Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pecandu Wajib Menjalani Rehabilitasi
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terkait Rehabilitasi
(1) Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti
sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial.
Pasal 103 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Rehabilitasi
1. Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana
Narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan
tindak pidana Narkotika.
2. Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Pasal 13 PP No. 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor, terkait Rehabilitasi
71
(1) Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib
menjalani rehabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan berdasarkan:
a. putusan pengadilan jika Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana
Narkotika;
b. penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak
pidana Narkotika.
(3) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga
rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.
(4) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat
pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter.
(5) Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis
dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh
Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait
Penasun menjalani rehabilitasi sebagai pecandu atau lorban penyalahgunaan? Menjalani rehabilitasi
menurut UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan kewajiban (Pasal 54 dan Pasal 127).
d. PTRM
Pasal 53 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika
Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa
Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang
dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
72
e. Layanan Alat Suntik Steril
Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnya Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan
Pemerintah Daerah. Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika
pengguna jarum suntik dapat diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan antara lain
penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dengan pengawasan ketat Departemen Kesehatan.
Pasal 157 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(1) Pencegahan penularan penyakit menular wajib dilakukan oleh masyarakat termasuk penderita
penyakit menular melalui perilaku hidup bersih dan sehat.
(2) Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit menular, tenaga kesehatan yang berwenang dapat
memeriksa tempat-tempat yang dicurigai berkembangnya vektor dan sumber penyakit lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Penjelasan ayat 1:
Perilaku hidup bersih dan sehat bagi penderita penyakit menular dilakukan dengan tidak melakukan
tindakan yang dapat memudahkan penularan penyakit pada orang lain.
Kepmenkes No. 567 tahun 2006 Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Napza
Model LJSS
a. Menetap. Layanan menyediakan tempat khusus untuk pelayanan pendistribusian jarum suntik
steril, seperti; drop in center (DIC) atau Puskesmas. Tempat tersebut dapat juga menyediakan
layanan lain selain LJSS, seperti; layanan kesehatan umum, case management dan layanan VCT.
b. Satelit. Layanan menyediakan tempat di lokasi komunitas sebagai perpanjangan dari lokasi
menetap. Petugas lapangan LJSS bertanggung jawab untuk datang dan bekerja di tempat yang
ditentukan dan waktu yang ditentukan.
c. Bergerak. Model ini terintegrasi dalam kegiatan outreach. Petugas lapanganbertanggung jawab
dalam pelaksanaan LJSS ditempat - tempat yang sering di kunjungi oleh Penasun.
Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
73
Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota,
atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang
sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
f. Penjangkauan/Outrech
Terbentur dengan ancaman pidana jika tidak melaporkan tindak pidana narkotika pada UU No. 35 tahun
2009 tentang Narkotika (Pasal 131 dsb.). Namun, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan
ketentuan yang lebih baru disbanding UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga pada tatanan
asas, kepentingan kesehatan mengesampingkan kepentingan pemidanaan dalam hal ini adalah kegiatan
penjangkauan. Pelaksanaan pasal pidana UU Narkotika pada kegiatan penjangkauan dapat mengancam
tujuan kesehatan masyarakat dalam UU Kesehatan.
Pasal 131 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan lex specialis dari Pasal 108 ayat 1
KUHAP. KUHAP menyatakan bahwa melaporkan tindak pidana merupakan hak, sedangkan UU Narkotika
mewajibkan setiap orang melaporkan tindak pidana narkotika.
g. Respon Permasalahan Hukum
Hak Tersangka
a. Tersangka BERHAK dijelaskan tentang apa yang disangkakan kepadanya. Tentang siapa
b. Tersangka BERHAK mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum. Jika tidak mampu, dapat
diberi bantuan hukum yang tunjuk. Jika ancaman pidananya adalah hukuman mati atau pidana
15 tahun atau lebih, maka wajib diberi bantuan hukum.
c. Tersangka BERHAK untuk tetap berkomunikasi dengan keluarga dan orang-orang yang
berkepentingan lainnya. Termasuk surat menyurat tanpa isinya diketahui oleh penyidik.
d. Tersangka BERHAK untuk mengajukan saksi atau ahli-ahli dalam suatu bidang yang dapat
memberikan keterangan yang meringankan untuknya
e. Tersangka BERHAK untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi. Hal ini jika terjadi salah tangkap
sehingga tersangka dirugikan.
f. Ketika ditangkap, seorang tersangka hanya boleh ditangkap oleh petugas berwenang selama 1x
24 jam (satu hari)
g. Ketika ditahan, seorang tersangka apabila kemudian dinyatakan akan ditahan, maka yang harus
diingat adalah orang tersebut memiliki hak untuk meminta Surat Perintah Penahanan yang
mencantumkan identitas tersangka, alasan penahanan, uraian singkat tentang kejahatan yang
diduga dilakukan dan tempat di mana akan ditahan.
74
h. Jika digeledah, seseorang BERHAK untuk diperlihatkan surat izin penggeledahan dari Ketua
Pengadilan Negeri yang mencantumkan tentang tempat dan barang-barang yang akan digeledah
serta identitas si orang yang akan digeledah. Selain itu, bila penggeledahan dilakukan maka
penggeledahan haruslah disaksikan oleh dua orang saksi. Sementara bila penghuni tidak ada di
rumah, maka penggeledahan haruslah dilakukan oleh dua orang saksi dengan didampingi oleh
kepala desa/ketua lingkungan. Jangan lupa bahwa Anda selalu punya hak untuk meminta
identitas dari pihak yang melakukan penggeledahan terhadap Anda. Jika barang Anda hendak
disita oleh polisi, maka polisi tersebut wajib menunjukkan kepada Anda surat izin penyitaan dari
ketua pengadilan negeri setempat.
Hak Penyelidik karena Kewenangannya
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. mencari keterangan dan barang bukti;
c. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
d. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.
Hak Penyelidik atas Perintah Penyidik Berhak
a.
b.
c.
d.
penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
pemeriksaan dan penyitaan surat;
mengambil sidik jari dan memotret seorang;
membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
h. Pecandu, Penyalahguna, Korban Penyalahguna
Dalam ketentuan UU Narkotika maka “penyalahguna” diatur dalam Pasal 116, 121, 126. Dalam UU
Narkotika:
a. Pecandu Narkotika sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan
dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka
13 UU Narkotika);
b. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum
(Pasal 1 angka 15 UU Narkotika)
c. Korban penyalahguna adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena
dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika
(Penjelasan Pasal 54 UU Narkotika)
d. Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat menggunakan, mendapatkan,
memiliki, menyimpan dan membawa narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah
terbatas dan sediaan tertentu;
75
e. Mantan Pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap
narkotika secara fisik maupun psikis (Penjelasan Pasal 58 UU Narkotika).
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA No.3 Tahun 2011 dan SEMA No. 4 tahun 2010)
Tersangka pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan Penyidik BNN dapat diarahkan ke rehabilitasi
mulai tahap penyidikan. Syarat dalam SEMA No. 4 Tahun 2010, adalah dalam kondisi tertangkap tangan;
Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari;
c.
Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik;
d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim;
e. Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika;
76
13. Istilah dalam Epidemiologi
Masa Penularan – Adalah waktu pada saat dimana bibit penyakit mulai ditularkan baik secara langsung
maupun tidak langsung dari orang yang sakit ke orang lain, dari binatang yang sakit ke manusia atau dari
orang yang sakit ke binatang termasuk ke arthropoda.
Untuk penyakit tertentu seperti Diptheria dan Infeksi Streptococcus dimana selaput lendir terkena sejak
awal masuknya bibit penyakit, maka masa penularannya dihitung mulai dari saat kontak pertama
dengan sumber infeksi sampai dengan saat bibit penyakit tidak lagi ditularkan dari selaput lendir yang
terinfeksi, yaitu waktu sebelum munculnya gejala prodromal sampai berhentinya status sebagai carrier,
jika yang bersangkutan berkembang menjadi carrier. Ada penyakit-penyakit tertentu justru lebih
menular pada masa inkubasi dibandingkan dengan pada waktu yang bersangkutan memang benarbenar jatuh sakit (contohnya adalah Hepatitis A, campak). Pada penyakit-penyakit seperti TBC, kusta,
sifilis, gonorrhea dan jenis salmonella tertentu masa penularannya berlangsung lama dan terkadang
intermiten pada saat lesi kronis secara terus menerus mengeluarkan cairan yang infeksius dari
permukaan atau lubang-lubang tubuh.
Untuk penyakit yang ditularkan oleh arthropoda seperti malaria, demam kuning, masa penularannya
atau masa infektivitasnya adalah pada saat bibit penyakit ada dalam jumlah cukup dalam tubuh manusia
baik itu dalam darah maupun jaringan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi, sehingga memungkinkan
vector terinfeksi dan menularkannya kepada orang lain.
Masa penularan untuk vector arthropoda yaitu pada saat bibit penyakit dapat disemikan dalam jaringan
tubuh arthropoda dalam bentuk tertentu dalam jaringan tertentu (stadium infektif), sehingga dapat
ditularkan.
Disinfektan – Upaya untuk membunuh bibit penyakit di luar tubuh manusia dengan menggunakan
bahan kimia atau bahan fisis. Disinfektan pada tingkat yang tinggi akan membunuh semua mikro
organisme kecuali spora. Diperlukan upaya lebih jauh untuk membunuh spora dari bakteri.
Untuk membunuh spora diperlukan kontak yang lebih lama dengan disinfektan dalam konsentrasi
tertentu setelah dilakukan pencucian dengan deterjen secara benar.
Konsentrasi bahan kimia yang diperlukan antara lain Glutaraldehyde 2%, H2O2 6% yang sudah
distabilkan, Asam Paracetat 1%, paling sedikitnya diberikan minimal 20 menit. Disinfektan pada tingkat
o
menengah tidak membunuh spora. Spora akan mati jika dilakukan pasteurisasi selama 30 menit 75 C
o
(167 F) atau dengan menggunakan disinfektan yang sudah direkomendasikan oleh EPA.
Disinfektasi Segera, adalah disinfektasi yang dilakukan segera setelah lingkungan tercemar oleh
cairan tubuh dari orang yang sakit atau suatu barang yang tercemar oleh bahan infeksius. Sebelum
dilakukan disinfektasi terhadap barang atau lingkungan, maka upayakan agar sesedikit mungkin
kontak dengan cairan tubuh atau barang-barang yang terkontaminasi tersebut.
77
Disinfektasi Terminal, adalah upaya disinfektasi yang dilakukkan setelah penderita meninggal, atau
setelah penderita dikirm ke Rumah Sakit, atau setelah penderita berhenti sebagai sumber infeksi,
atau setelah dilakukan isolasi di Rumah Sakit atau setelah tindakan-tindakan lain dihentikan.
Disinfektasi terminal jarang dilakukan; biasanya melakukan pembersihan terminal sudah
mencukupi dilakukan bersama-sama dengan aerasi kamar serta membiarkan sinar matahari masuk
kamar sebanyak-banyaknya menyinari ruangan tempat tidur dan meja kursi.
Disinfektasi hanya diperlukan untuk penyakit yang ditularkan secara tidak langsung; sentralisasi
dengan uap atau Insenerasi tempat tidur dan peralatan lain dianjurkan untuk penyakit demam
Lassa atau penyakit yang sangat infeksius lainnya.
Sterilisasi, adalah penghancuran semua bentuk dari bibit penyakit baik dengan cara memanaskan,
penyinaran, menggunakan gas (ethylene oksida, formaldehyde) atau dengan pemberian bahan
kimia.
Endemis – Suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus
ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan
disuatu wilayah.
Sedangkan Hyperendemis adalah keadaan dimana penyakit tertentu selalu ditemukan di suatu wilayah
dengan insiden yang tinggi. Dan Holoendemis adalah keadaan dimana suatu penyakit selalu ditemukan
di suatu wilayah dengan prevalensi yang tinggi, awalnya menyerang penduduk usia muda dan menimpa
sebagian besar penduduk contohnya malaria di daerah tertentu.
Epidemi (Wabah) – Timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat atau suatu
wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal dari kejadian penyakit tersebut. Beberapa
jumlah penderita untuk bisa dikatakan telah terjadi Epidemi sangat tergantung dari jenis penyakit,
jumlah dan tipe penduduk yang tertimpa, pengalaman masa lalu, jarangnya terpajan dengan penyakit
tersebut, waktu dan tempat kejadian. Dengan demikian epidemisitas sangat relatif tergantung kepada
bagaimana kejadian biasanya dari penyakit tersebut di suatu wilayah yang sama, pada penduduk
tertentu pada musim yang sama.
Sebagai contoh satu kasus penyakit tertentu yang lama tidak muncul kemudian tiba-tiba muncul atau
suatu kasus penyakit yang sebelumnya belum pernah dikenal muncul, maka segera harus dilakukan
penyelidikan epidemiologis dan jika kemudian penyakit tersebut menjadi dua kasus dalam waktu yang
cepat di tempat tersebut, maka ini sebagai bukti telah terjadi penularan dan dianggap telah terjadi
epidemi.
Imunitas – Kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibodi atau sel yang mempunyai tanggap kebal
terhadap mikro organisme dari penyakit infeksi tertentu atau terhadap toksinnya. Kekebalan yang
efektif meliputi kekebalan seluler berkaitan dengan sentisisai T-Lymphocite dan atau imunitas humoral
yang didasarkan kepada reaksi B-Lymphocite.
78
Kekebalan Pasif didapat baik secara alamiah maupun didapat dari ibu melalui ari-ari, atau didapat
secara buatan dengan memberikan suntikan zat kebal (dari serum binatang yang sudah dikebalkan,
serum hiperium dari orang yang baru sembuh dari penyakit tertentu atau “human immune serum
globulin”; kekebalan yang diberikan relatif pendek (beberapa hari).
Imunitas humorial aktif, hilang setelah beberapa tahun yang didapat baik secara alamiah karena
infeksi dengan atau tanpa gejala klinis atau diperoleh secara buatan dengan menyuntikkan agen
infeksi yang sudah dibunuh atau dilemahkan atau dalam bentuk vaksinnya ke dalam tubuh
manusia.
Angka Prevalensi – jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan kondisi tertentu yang
menimpa sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu tertentu (Point Prevalence), atau pada
periode waktu tertentu (Period Prevalence), tanpa melihat kapan penyakit itu mulai; dibagi dengan
jumlah penduduk yang mempunyai resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode
waktu tertentu.
Estimasi Kejadian Penyakit – terdiri dari indikator morbiditas, indikator mortalitas, dan DALY (Disability
Adjusted Life Year)
Indikator Morbiditas – terdiri dari Insidensi dan Prevalensi
Insidensi – dengan rumus (kasus baru/individu berisiko) x 1000; dan terdapat 2 macam, yaitu:
cummulative incidence (tiap individu di-denominator, di-follow up sampai akhir periode waktu) dan
incidence rate (individu di denominator tidak diobservasi secara penuh dan tiap individu mempunyai
punya periode observasi yang berbeda, sering diekspresikan dalam bentuk person year)
Angka Insidensi (Incidence Rate) – Jumlah kasus baru penyakit tertentu yang dilaporkan pada periode
waktu tertentu, tempat tertentu dibagi dengan jumlah penduduk dimana penyakit tersebut berjangkit.
Biasanya dinyatakan dalam jumlah kasus per 1000 atau per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini bisa
diberlakukan bagi umur tertentu, jenis kelamin tertentu atau karakteristik spesifik dari penduduk.
“Attack rate” atau “Case Rate” adalah proporsi yang menggambarkan insidensi kumulatif dari
kelompok tertentu, yang diamati dalam waktu yang terbatas dalam situasi tertentu misalnya pada
waktu terjadi kejadian luar biasa atau wabah. Dinyatakan dalam prosentase (jumlah kasus per 100
penduduk).
Sedangkan “Attack rate” Sekunder adalah jumlah penderita baru yang terjadi dalam keluarga atau
institusi dalam periode masa inkubasi tertentu setelah terjadi kontak dengan kasus primer,
dihubungkan dengan total keseluruhan kontak; deniominatornya/penyebutnya bisa terbatas hanya
kepada kontak yang rentan saja jika hal ini diketahui dengan jelas.
Angka Infeksi adalah proporsi yang menggambarkan insidensi dari semua infeksi yang terjadi baik yang
kelihatan maupun yang tidak kelihatan.
79
Prevalensi – mempunyai rumus (jumlah kasus/total individu di populasi) x 1000, dan terdapat 2 macam
point prevalence (pada satu titik waktu tertentu) dan period prevalence (berapa banyak individu yang
pernah kena penyakit kapan saja selama periode waktu tertentu)
Angka Kesakitan – adalah angka insidensi (q.v) yang dipakai untuk menyatakan jumlah keseluruhan
orang yang menderita penyakit yang menimpa sekelompok penduduk pada periode waktu tertentu.
Sekelompok penduduk bisa mengacu pada jenis kelamin tertentu, umur tertentu atau yang mempunyai
ciri-ciri tertentu.
Indikator Mortalitas – terdiri dari indeks beratnya masalah kesehatan dan indeks risiko penyakit,
terutama penyakit fatal, dimana angka fatalitas kasus tinggi dan durasi penyakitnya pendek.
Angka Kematian – angka yang perhitungannya sama dengan perhitungan angka insidensi yaitu
pembilangnya (Numerator) adalah jumlah mereka yang mati pada periode waktu tertentu yang
menimpa sekelompok penduduk, biasanya dalam satu tahun, sedangkan penyebutnya (Denominator)
adalah jumlah orang yang mempunyai resiko mati pada paeriode yang sama.
Rumus Angka kematian = (total semua kematian setahun /total populasi di pertengahan tahun) x 1000
Angka Kematian Kasar dinyatakan dalam seluruh kematian oleh karena semua sebab, biasanya
kematian per 1000 penduduk.
Angka Kematian Spesifik untuk penyakit tertentu adalah jumlah kematian oleh sebab penyakit
tertentu saja, biasanya terhadap 100.000 penduduk. Penduduk bisa dirujuk berdasarkan umur,
jenis kelamin atau cirri-ciri lainya. Angka kematian ini jangan disalah artikan dengan Angka
Fatalitas/case fatality Rate (q.v), (Synonim : Angka Mortalitas).
Rumus Angka kematian spesifik/khusus (misal menurut umur) = (total kematian anak < 10 th dalam
1 th / jumlah populasi < 10 th pada pertengahan tahun) x 1000
Rumus Case Fatality Rates (CFR) = (jumlah yang mati dalam waktu tertentu karena penyakit
tertentu/ jumlah individu yang terkena penyakit) x 100
Rumus Proportionate Mortality = (jumlah kematian karena penyakit tertentu 1 tahun/ jumlah
semua kematian dalam 1 tahun) x 100
DALY (Disability Adjusted Life Year) – adalah mengukur tahun hidup yang hilang (misal lebih buruk
meninggal pada umur 5 tahun daripada pada umur 70 tahun); mengukur tahun hidup dengan
kecacatan/disabilitas dan mengukur kehilangan yang bersifat ekonomi/sosial
Karantina – Pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang telah kontak
dengan orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan. Tujuannya adalah
untuk mencegah penularan penyakit pada masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga
akan terjadi. Ada dua jenis tindakan karantina yaitu :
80
Karantina Absolut atau Karantina Lengkap ialah pembatasan ruang gerak terhadap mereka yang
telah terpajan dengan penderita penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak
lebih dari masa inkubsai terpajan penyakit menular tersebut. Tujuan dari tindakan ini adalah
untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-orang lain yang belum terpajan.
Karantina yang dimodifikasi suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak bagi mereka yang
terpajan dengan penderita penyakit menular. Biasanya pertimbangannya adalah perkiraan
terhadap adanya perbedaan tingkat kerentanan terhadap bahaya penularan. Modifikasi ini
dilakukan untuk menghadapi situasi tertentu. Sebagai contoh misalnya, melarang anak-anak
tertentu masuk sekolah.
Pengecualian terhadap anak-anak yang sudah dianggap kebal terhadap tindakan-tindakan
tertentu yang ditujukan kepada anak-anak yang rentan. Pembatasan yang dilakukan terhadap
anggota militer pada pos-pos atau asrama-asrama militer. Kegiatan karantina yang dimodifikasi
meliputi :
- Surveilans Individu, yaitu pengamatan medis yang ketat dilakukan terhadap individu yang
diduga terpajan dengan sumber penyakit agar timbulnya gejala penyakit dapat segera
diketahui tanpa membatasi ruang gerak mereka.
- Segregasi, yaitu pemisahan sebagian kelompok (orang atau binatang) dari induk
kelompoknya dengan tujuan dan pertimbangan khusus agar dapat dilakukan pengamatan
dengan baik; pemisahan anak-anak yang rentan dari anak-anak yang sudah kebal; pembuatan
perbatasan penyangga yang sanitair untuk melindungi mereka yang belum terinfeksi dari
mereka yang sudah terinfeksi.
Higiene Perorangan – dalam bidang pemberantasan penyakit menular, maka upaya untuk mellindungi
diri terhadap penyakit menjadi tanggung jawab individu dalam menjaga kesehatan mereka dan
mengurangi penyebaran penyakit, terutama penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung. Upaya –
upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang adalah :
1. Selalu mencuci tangan setelah kencing dan buang air besar dan sebelum makan dan minum.
2. Jauhkan tangan dan peralatan yang kotor atau barang-barang lain yang dipakai untuk keperluan WC
dari mulut, hidung, mata, telinga, alat kelamin dan luka.
3. Hindari pemakaian alat-alat untuk makan dan minum tidak bersih begitu juga hindari pemakaian
handuk, saputangan, sisir, sikat rambut dan pipa rokok yang kotor.
4. Jauhi percikan dari orang lain pada saat mereka batuk, bersih, tertawa atau berbicara.
5. Cuci tangan setelah menyentuh penderita dan memegang barang-barang milik penderita.
6. Jaga kebersihan tubuh dengan setiap saat mandi secara teratur dengan air bersih dan sabun.
Pelaporan Penyakit – adalah laporan resmi yang ditujukan kepada pejabat kesehatan yang berwenang
yang berisikan kejadian penyakit yang menimpa orang atau binatang.
81
Penyakit yang menimpa manusia dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat, sedangkan penyakit yang
menyerang binatang/ternak dilaporkan kepada Dinas Pertanian/Dinas Peternakan. Sedangkan
penyakit-penyakit hewan tertentu (200 jenis) yang juga menyerang hewan maupun manusia
dilaporkan baik kepada Dinas Kesehatan maupun Dinas Pertanian/Dinas Peternakan.
Pejabat Kesehatan yang berwenang akan menerbitkan daftar dari penyakit-penyakit yang harus
dilaporkan sesuai dengan keperluan.
Laporan penyakit ini juga meliputi penyakit-penyakit yang diduga mempunyai arti penting dalam
bidang kesehatan masyarakat, biasanya penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan investigasi
atau yang memerlukan tindakan pemberantasan tertentu jika seseorang mendapatkan infeksi dari
daerah tertentu, sedangkan laporan penyakitnya dilaporkan di daerah lain, maka pejabat kesehatan
yang menerima laporan kasus tersebut hendaknya memberitahukan pejabat kesehatan dari daerah
dimana infeksi tersebut didapat.
Hal ini penting dilakukan terutama jika diperlukan pemeriksaan kontak (contact person), pemeriksaan
makanan atau jika diperlukan pemeriksaan air atau brang-barang lain yang diduga sebagai sumber
infeksi.
Notifikasi ini diperlukan tidak hanya terhadap penyakit-penyakit yang rutin harus dilaporkan tetapi
juga terhadap penyakit-penyakit yang timbul KLB/Wabah walaupun penyakit tersebut tidak masuk
dalam daftar penyakit yang wajib dilaporkan (lihat Wabah). Pelaporan khusus yang diperlukan dalam
IHR (International Health Regulation) tercantum dalam Pelaporan Penyakit Menular.
Resistensi – merupakan Resultante dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-halangi atau
mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit kedalam tubuh atau mencegah terjadinya kerusakan
jaringan yang diakibatkan oleh racun yang dikeluarkan oleh bibit penyakit.
Resistensi Inheren – adalah kemampuan tubuh bertahan terhadap serangan bibit penyakit yang tidak
tergantung kepada kekebalan spesifik baik humoral maupun seluler; daya tahan ini biasanya dalam
bentuk struktur anatomis dan fisiologis yang menjadi ciri individu yang didapatkan secara genetis baik
yang bersifat permanen ataupun temporer.
Surveilans Penyakit – berbeda dengan surveilans terhadap manusia, surveilans penyakit adalah kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus dengan melihat seluruh aspek dari muncul dan menyebarnya
suatu penyakit agar dapat dilakukan penanggulangan yang efektif. Didalamnya meliputi pengumpulan
secara sistematik dan evaluasi dari :
1. Laporan Kesakitan dan Kematian
2. Laporan khusus dari hasil investigasi atau dari kasus perorangan
3. Isolasi dan identifikasi dari bahan infeksius oleh laboratorium.
4. Data tentang ketersediaan dan pemakaian serta dampak dari pemakaian vaksin dan toxoids,
globulin imun, insektisida dan bahan-bahan yang digunakan dalam pemberantasan.
5. Informasi yang berkaitan dengan tingkat imunitas dari segmen masyarakat tertentu.
82
6. Data epidemiologis yang dianggap relevan.
Laporan yang berisikan rangkuman dari data-data di atas hendaknya dibuat dan disebar luaskan
kepada mereka yang membutuhkan yang ingin mengetahui hasil dari kegiatan surveilans. Prosedur
diatas berlaku umum di semua tingkatan secara local maupun internasional.
Surveilans Serologis – kegiatan yang mengidentifikasikan pola infeksi masa lalu dan sampai saat ini
dengan menggunakan pemeriksaan serologis.
Penyuluhan Kesehatan - adalah suatu proses yang ditujukan kepada individu atau kelompok penduduk
agar mereka bisa berperilaku sehat dalam menjaga dan memelihara kesehatan mereka. Penyuluhan
kesehatan dimulai dari masyarakat dalam keadaan seperti apa adanya yaitu pandangan mereka selama
ini terhadap masalah kesehatan. Dengan memberikan penyuluhan kesehatan kepada mereka
dimaksudkan untuk mengembangkan sikap dan tanggung jawab sebagai individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat dalam masalah kesehatan. Khusus kaitannya dengan pemberantasan penyakit
menular maka penyuluhan kesehatan ditujukan kepada upaya peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang penyakit menular, penilaian terhadap perilaku masyarakat yang ada kaitannya dengan
penyebaran serta peningkatan frekuensi penyakit menular, pengenalan cara-cara pengobatan.
83
Download