ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) HILDA SUSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Hilda Susanti ABSTRAK HILDA SUSANTI. Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA‘. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot bahu dan lengan atas badak Sumatera, beserta origo dan insersionya untuk menduga fungsi dari otot-otot tersebut serta dibandingkan dengan hewan lain. Penelitian ini menggunakan satu ekor badak jantan yang diawetkan dalam formalin 10%. Otot- otot bahu dan lengan atas diamati secara makroskopis setelah kulit dikuakkan. Origo dan insersio dari otot-otot tersebut diamati setelah fascia dan otot dipreparir. Hasil pengamatan didokumentasikan dengan fotografi dan diberikan penamaan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria (ICVGAN 2005). Otot- otot bahu dan lengan atas yang ditemukan adalah m. trapezius, m. brachiocephalicus, m. latissimus dorsi, m. serratus ventralis, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, m. subscapularis, m. rhomboideus, mm. pectorales superficiales, mm. pectorales profundus, m. teres major, m. deltoideus, m. triceps brachii, m. tensor fasciae antebrachii, m. coracobrachialis, m. biceps brachii, dan m. brachialis. Hasil menunjukkan bahwa secara umum otot-otot bahu dan lengan atas badak Sumatera mirip seperti pada kuda, babi, dan babirusa. Namun, beberapa otot seperti m. rhomboideus, m. serratus ventralis, m. pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. deltoideus, m. infraspinatus, dan m. biceps brachii muscles tergolong istimewa dan berbeda. Perbedaan ini terkait dengan adaptasi terhadap ukuran tubuhnya yang besar dan perilaku mereka. Kata kunci: badak Sumatera, otot, bahu, lengan atas. ABSTRACT HILDA SUSANTI. The Muscle Anatomy of the Shoulder and Upper Arm Region of the Sumatran Rhino (Dicerorhinus sumatrensis). Under direction of NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’. The study was aimed to observe the muscle anatomy of the shoulder and upper arm region of the Sumatran rhino, including their origins and insertions in order to describe the functions of the muscles and compare with other animals. This study was used one samples of Sumatran rhino preserved in 10% formaline. The muscles were observed macroscopically after the skin was incised and opened. The origins and insertions of the muscles were determined by dissecting the fascia and the muscles. The name of muscles based on Nomina Anatomica Veterinaria (ICVGAN 2005) and results were documented by photograph. The muscles found in shoulder and upper arm region were the trapezius, brachiocephalicus, latissimus dorsi, serratus ventralis, supraspinatus, infraspinatus, teres minor, subscapularis, rhomboideus, superficial pectoral, deep pectoral, teres major, deltoideus, triceps brachii, tensor fascia antebrachii, coracobrachialis, biceps brachii, and brachialis. The results showed that generally the Sumatran rhino’s muscles were quite similar to that of a pig, horse, and babirusa. However, there were differences in muscle structure especially in the rhomboideus, serratus ventralis, superficial pectoral, deep pectoral, deltoideus, infraspinatus, and biceps brachii muscles. The differences were related to the adaptation of Sumatran rhino’s large body and their behavior. Keywords: Sumatran rhino, muscle, shoulder, upper arm © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB. ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) HILDA SUSANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Judul Skripsi: : Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) Nama : Hilda Susanti NIM : B04080157 Disetujui, Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.Si, PAVet Pembimbing I Pembimbing II Diketahui, Drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Tanggal lulus: PRAKATA Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dengan segala keikhlasan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet dan Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Beliau adalah sumber motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan atas sumbangan kadaver badak Sumatera jantan yang digunakan sebagai bahan penelitian. 3. Yayasan Badak Indonesia (YABI) dan semua pihak-pihak di Sumatran Rhino Sanctuary yang sudah memberikan izin untuk melakukan pengamatan lapang ke TN Way Kambas. 4. Bapak Drh. Supratikno, MSi, PAVet yang sudah mendampingi penulis melakukan pengamatan ke TN Way Kambas. 5. Bapak Dr. Drh. Ahmad Arif Amin, MS selaku dosen pembimbing akademik atas nasihat, bantuan, saran, dan motivasi, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 6. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K), Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), dan Dr. Drh. Savitri Novelina, MSi, PAVet. 7. Mas Bayu, Mas Rudi, dan Pak Holid yang membantu penulis dalam mengerjakan penelitian. 8. Ayah dan ibu tercinta, yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dorongan dalam bentuk doa, motivasi, dan materi. Kalian adalah anugerah terbaik dalam hidup penulis. 9. Adik-adikku tersayang, Erlan, Adit, dan Nadine yang terus memberikan semangat dan keceriaan sehingga membuat penulis dapat selalu tersenyum. i 10. Teman sepenelitian Agustian yang selalu setia mendampingi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas semangatnya. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan Tim Anatomi: Afdi, kak Ayu, Oki, Ratih, Pipit, dan Arini, terimakasih untuk semua diskusi dan bantuan tenaga yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 12. Teman-teman Avenzoar FKH 45 yang dalam tiga tahun terakhir selalu bersama baik di dalam suka maupun duka. 13. Semua pihak yang telah terlibat dalam pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2012 Hilda Susanti ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Anjir Sarapat, Kalimantan Tengah pada tanggal 5 Juli 1990 dari ayah Bahrian dan ibu Normayati. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal Penulis dimulai dari SD Negeri Kurun 4 hingga lulus pada tahun 2002 dan dilanjutkan ke SMPN 1 Kurun hingga lulus pada tahun 2005. Pendidikan SMA Penulis selesaikan di SMAN 1 Kurun dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Beasisiswa Utusan Daerah (BUD). Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di organisasi FORCES sebagai anggota dari tahun 2008-2009 dan UKM Bulutangkis IPB tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi intrafakultas yaitu Himpro Ruminansia, sebagai anggota dari tahun 2009/2011, dan juga sebagai sekretaris umum Himpro Ruminansia tahun kepengurusan 2010/2011. iii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan ......................................................................................................... 2 Manfaat ....................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3 Ordo Perissodactyla ..................................................................................... 3 Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) ............................................. 4 Klasifikasi dan distribusi .................................................................... 4 Ciri morfologi ..................................................................................... 6 Perilaku .............................................................................................. 6 Status konservasi................................................................................. 8 Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Sumatera dan Beberapa Hewan Piara ....................................................................................................... 9 Susunan dan Fungsi Otot-Otot Kaki Depan Hewan Piara.......................... 10 Otot-otot gelang bahu dan dinding dada ........................................... 11 Otot-otot bahu .................................................................................... 14 Otot-otot lengan atas.......................................................................... 15 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 17 Waktu dan Tempat....................................................................................... 17 Alat dan Bahan ........................................................................................... 17 Metode ....................................................................................................... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 19 Hasil ....................................................................................................... 19 Otot-otot gelang bahu dan dinding dada ............................................ 19 Otot-otot bahu dan lengan atas lateral............................................... 26 Otot-otot bahu dan lengan atas medial............................................... 30 Pembahasan ................................................................................................. 34 iv SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 39 Simpulan ...................................................................................................... 39 Saran ...................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40 v DAFTAR TABEL Halaman 1 Origo dan insersio otot-otot gelang bahu dan dinding dada ........................ 20 2 Origo dan insersio otot-otot bahu dan lengan atas lateral........................... 26 3 Origo dan insersio otot-otot bahu dan lengan atas medial........................... 30 vi DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Lima spesies badak yang ada di dunia........................................................ 4 2 Penyebaran badak Sumatera ........................................................................ 5 3 Kerangka tubuh badak ................................................................................. 10 4 Otot-otot daerah dinding dada, bahu, dan lengan atas lateral. .................... 23 5 Otot-otot pektoral lapis superfisial .............................................................. 24 6 Otot-otot daerah dinding dada lapis profundal ............................................ 25 7 Otot-otot daerah bahu dan lengan atas lateral lapis profundal .................... 29 8 Otot-otot bahu dan lengan atas medial ........................................................ 32 9 Otot-otot daerah lengan atas medial lapis profundal.. ................................. 33 vii PENDAHULUAN Latar Belakang Kekayaan dan keanekaragaman satwa liar di Indonesia merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) sebagai salah satu satwa liar di Indonesia termasuk satwa langka yang harus dilindungi keberadaannya. Populasi hewan ini sekarang sangat sedikit dan terancam punah. Keberadaan mereka terancam oleh perburuan liar dan perambahan hutan secara illegal yang merusak habitat alami badak tersebut. Menurut International Rhino Foundation (2002), jumlah populasi badak Sumatera yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan berkisar sekitar 200 ekor. Sebagian besar terdapat di Indonesia dan hanya sekitar 12-15 ekor berada di Sabah (Malaysia). Penyebaran hewan ini di Indonesia terdapat di tiga Taman Nasional di pulau Sumatera yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Way Kambas, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Populasi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan berkisar antara 60-85 ekor dan di Taman Nasional Way Kambas berkisar antara 15-25 ekor. Adapun di Taman Nasional Kerinci Seblat sudah tidak ditemukan lagi. Sejak 2008 populasi di wilayah tersebut diyakini sudah punah meskipun pihak Taman Nasional Kerinci Seblat hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi kepada Kementerian Kehutanan (RPU dan PKBI 2004). Badak Sumatera adalah anggota famili Rhinocerotidae dan merupakan satu dari lima spesies badak yang ada di dunia. Badak memiliki tinggi sekitar 120– 145 cm, dengan panjang sekitar 240-270 cm. Berat tubuh badak Sumatera dapat mencapai 1000 kg. Badak Sumatera ini merupakan spesies badak paling kecil dan primitif dari famili Rhinocerotidae (Van Strien 1974). Kaki badak Sumatera relatif pendek yang berfungsi untuk menunjang tubuhnya yang berat dan besar. Kaki depan berperan dalam menahan berat leher dan kepala, sehingga bidang tumpu kaki depan lebih lebar (De Blasẻ dan Martin 1981). Selama ini, informasi dan penelitian mengenai anatomi otot-otot satwa liar masih terbatas, padahal Indonesia memiliki kekayaan fauna yang berlimpah. Badak Sumatera merupakan salah satu satwa liar yang dilindungi, tetapi penelitian mengenai hewan ini masih sedikit. Informasi mengenai anatomi otot hewan tersebut sampai sejauh ini belum pernah dilaporkan. Anatomi otot sangat berkaitan erat dengan pola aktivitas keseharian serta perilaku badak tersebut 1 terutama saat bergerak. Penelitian mengenai otot-otot daerah bahu dan lengan atas ini akan memberi informasi mengenai perilaku dan pola aktivitas badak sumatera terkait dengan struktur ototnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur otot-otot daerah bahu dan lengan atas badak Sumatera dibandingkan dengan hewan domestik lain yang berdekatan secara anatomi, taksonomi, dan perilaku. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai struktur otot-otot daerah bahu dan lengan atas badak sumatera. Selain itu, diharapkan menjadi dasar dalam mempelajari fisiologi, perilaku, dan adaptasi badak terhadap lingkungan hidupnya dan sebagai dokumentasi kekayaan alam fauna Indonesia untuk kepentingan ilmu pengetahuan. 2 TINJAUAN PUSTAKA Ordo Perissodactyla Badak Sumatera diklasifikasikan dalam ordo Perissodactyla yaitu bangsa hewan yang memiliki kuku ganjil. Ordo Perissodactyla ini terdiri dari dari dua subordo, tiga famili, enam genus, dan delapan belas spesies. Subordo yang pertama adalah Hippomorpha yang terdiri dari satu famili yaitu Equidae, sedangkan subordo Ceratomorpha terdiri dari dua famili yaitu Tapiridae dan Rhinocerotidae. Famili Equidae terdiri dari sembilan spesies, famili Tapiridae terdiri dari empat spesies, dan famili Rhinocerotidae terdiri atas lima spesies. Ordo perissodactyla umumnya berbadan besar dan merupakan hewan herbivora (Grzimek 1975). Ordo Perissodactyla sudah ada sejak 60 juta tahun yang lalu (Grzimek 1975). Saat itu, ordo Perissodactyla memiliki banyak spesies dan dikenal tidak kurang dari dua belas famili hingga zaman eocene. Walaupun memiliki banyak famili, kelompok ini hanya terbagi dalam lima garis evolusi famili utama yaitu Equidae, Rhinoceratidae, Tapiridae, Chalicotheroidea, dan Titanotheroidea (Parker dan Haswell 1949). Namun, famili yang mampu bertahan hidup di zaman pleistocene hanya ada tiga famili utama yaitu Equidae, Tapiridae, dan Rhinocerotidae. Dua famili lainnya yaitu Chalicotheroidea dan Titanotheroidea telah punah pada zaman Pleistocene. Hingga saat ini ketiga famili utama ini masih ada walaupun dengan jumlah spesies yang lebih beragam (Vaughan 1986). Ordo Perissodactyla memiliki ciri yang sama yaitu jari kaki tengah yang telah menjadi poros penyangga tungkai menjadi penyangga tubuh. Jari-jari kaki lainnya sedikit atau banyak mengalami kemunduran. Jumlah jari-jari itu tidak selalu harus berjumlah ganjil. Tapir dari famili Tapiridae memiliki empat jari kaki pada tungkai depan (Grzimek 1975). Anggota famili Rhinocerotidae sendiri sampai sekarang hanya terdapat lima spesies yaitu badak India (Rhinoceros unicornis) dan badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang bercula satu, dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), badak hitam Afrika (Diceros bicornis), dan badak putih Afrika (Ceratotherium simum) yang bercula dua (Nowak 1999). 3 Gambar 1 Lima spesies badak yang ada di dunia (Grzimek 1975). Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) Klasifikasi dan distribusi Badak Sumatera sendiri secara taksonomi diklasifikasikan sebagai berikut (IRF 2002): Ordo : Perissodactyla Subordo Famili Genus Spesies : Hippomorpha : Rhinocerotidae : Dicerorhinus : Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera hidup di daerah dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tinggi, hutan hujan tropis, hutan primer, dan hutan sekunder (Nowak 1999). Selain itu, badak lebih menyukai daerah yang berhutan lebat, dekat dengan sumber air, dan sering berpindah ke dataran rendah pada saat hari cerah. Selain itu, badak Sumatera lebih sering ditemukan berada di hutan-hutan berbukit saat cuaca panas. Badak Sumatera lebih senang makan di daerah hutan sekunder. Habitat badak Sumatera di Gunung Leuser, terbatas di hutan-hutan primer pada ketinggian antara 1000-2000 meter di atas permukaan laut (Van Strien 1986). 4 Badak Sumatera memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, yaitu meliputi Kalimantan, Brunei Darussalam, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Thailand, Laos, Kamboja sampai dengan Vietnam (Foose et al. 1997). Namun, akibat perburuan yang berlangsung terus menerus maka penyebaran di habitat alamnya menjadi terbatas. Menurut IUCN (2008) penyebaran badak Sumatera saat ini hanya di Pulau Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan Sabah. Jumlah populasi badak Sumatera di kawasan hutan habitat alaminya diperkirakan kurang dari 200 ekor, dan sebagian besar berada di Pulau Sumatera. Penyebaran badak Sumatera di Indonesia pada habitat alamnya terdapat di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam), Taman Nasional Kerinci Seblat (Provinsi Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Provinsi Bengkulu) dan Taman Nasional Way Kambas (Provinsi Lampung). Menurut International Rhino Foundation (2002) sisanya tersebar di Borneo yaitu di Sabah (Malaysia) sekitar 12-15 ekor dan semenanjung Malaysia. Gambar 2 Penyebaran badak Sumatera (IUCN 2008) 5 Ciri morfologi Badak Sumatera merupakan badak terkecil dan jenis yang paling primitif dibandingkan dengan empat spesies yang lainnya. Tubuhnya ditumbuhi rambut yang berukuran pendek dan jarang. Menurut Massicot (1996), ukuran panjang rambut dewasa antara 1-2 cm. Rambut ini tidak ditemukan pada daerah muka dan lipatan kulit, sebaliknya rambut banyak ditemukan dalam lubang telinga, garis tengah punggung, bagian ventral flank, dan bagian luar paha. Tinggi tubuhnya diukur dari telapak kaki sampai daerah gumba antara 120- 145 cm, panjang dari mulut sampai pangkal ekor antara 240-270 cm. Berat tubuhnya dapat mencapai 1.000 kg (Van Strien 1974). Hewan ini memiliki tubuh gemuk, agak bulat, dan kulitnya licin. Kulit berwarna merah kecoklatan dan memiliki lapisan yang tebal. Hewan ini memiliki kepala yang besar dengan dua buah cula yaitu cula nasalis dan cula frontalis. Cula nasalis berukuran lebih besar dari cula frontalis (Groves dan Kurt 1972). Badak Sumatera memiliki kaki yang kokoh, besar, dan relatif pendek. Hal ini untuk mengimbangi ukuran badannya yang besar. Walaupun demikian, kaki badak tetap mudah digerakkan bahkan mampu melakukan gerakan melompat dan berlari (WWF Indonesia 2008). Badak termasuk hewan ungulata besar yang memiliki tiga buah jari. Kaki depan bagian proksimal hewan ini memiliki lipatan kulit yang tebal dan keras. Selain lipatan di kaki, juga terdapat lipatan kedua yang terdapat di bagian abdomen sebelah lateral. Perilaku Badak Sumatera merupakan hewan yang bersifat soliter kecuali saat kawin dan induk badak yang masih mengasuh anaknya. Umur hewan ini dapat mencapai 35-40 tahun, badak betina mencapai dewasa kelamin saat berumur 6-7 tahun, sedangkan badak jantan sepuluh tahun (Nowak 1999). Sifat badak yang soliter membuat spesies ini sulit berkembang biak dan lebih mudah punah karena perkawinan yang jarang dilakukan (WWF Indonesia 2008). Menurut Siswandi (2005), ada empat aktivitas utama badak Sumatera yaitu berjalan, berkubang, makan, dan tidur. Badak Sumatera mampu berjalan jauh sehingga memiliki wilayah jelajah yang luas. Daerah jelajah badak betina dapat 6 mencapai 1.000-1.500 ha, sedangkan badak jantan daerah jelajahnya lebih luas yaitu mencapai 5.000 ha. Badak Sumatera mampu berjalan hingga 10-15 km untuk aktivitas salt licking (IUCN 2008). Badak Sumatera merupakan hewan penjelajah yang senang mengembara tetapi sering juga menetap untuk beberapa waktu pada daerah tertentu selama satu bulan atau lebih (Van Strien 1986). Setelah itu, mereka bergerak lagi menjelajah daerah lain sampai jarak yang jauh dan kadang- kadang mereka kembali ke lokasi semula. Badak dapat dengan mudah menembus pepohonan lebat, keras dan berduri. Saat berjalan, mereka akan menabrak apa saja yang ditemui seperti ranting, semak, tanaman berduri, kecuali kalau penciumannya menemukan adanya sesuatu untuk dimakan maka badak akan berhenti. Umumnya badak bergerak pada lintasan yang dibuat sendiri. Lintasan ini ada dua macam, lintasan utama memiliki lebar kira- kira setengah meter dan berada di sekitar daerah kubangan. Lintasan kedua merupakan pelintasan yang dibuat untuk mencari makanan. Lintasan kedua ini biasanya sejajar dengan lintasan utama dan melewati tempat yang memiliki tanaman yang pendek (Borner 1979). Badak dapat berjalan dengan melangkah, lari atau melompat-lompat. Biasanya, gerakan melompat dilakukan dengan kaki depan terangkat dan ditekuk melewati semak belukar. Gerakan ini dilakukan apabila badak merasa terganggu dan terancam. Badak Sumatera mampu melewati tebing-tebing yang terjal dan licin serta dapat menembus tumbuhan yang lebat dan berduri. Kemampuan badak melewati tanah-tanah terjal ini sangat mengagumkan walaupun badannya tergolong besar dan berat (WWF Indonesia 2008). Badak Sumatera adalah hewan nokturnal sehingga aktivitasnya paling banyak pada sore dan malam hari. Pada siang hari, hewan ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat dan berkubang. Tempat berkubang sering merupakan kolam air hujan dan digali sendiri. Hewan ini menggunakan badan dan kakinya untuk memperluas kubangan. Aktivitas berkubang berguna untuk menjaga kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering, pecah-pecah, dan terlindungi dari peradangan serta gigitan serangga hutan (Van Strien 1986). Saat beristirahat, badak Sumatera menghabiskan waktunya dengan berbaring baik di kubangan maupun di bawah pohon yang rindang atau rumpun bambu di hutan terbuka pada puncak bukit (Van Strien 1974). Mereka berbaring 7 pada sisi tubuhnya dengan satu atau kedua kaki depannya merentang ke depan (Groves dan Kurt 1972). Cara beristirahat mereka tidak selalu berbaring, tetapi dapat tetap berdiri terlihat mengantuk dengan kepala terkulai ke bawah (Amann 1985) Badak mempunyai beberapa cara dalam memperoleh pakannya yaitu dengan memangkas tumbuhan terlebih dahulu sampai tingginya masuk dalam jangkauannya. Pohon yang tinggi biasanya didorong terlebih dahulu hingga patah atau ditarik dengan giginya lalu ditekan dengan menggunakan kedua kaki depannya. Setelah itu, badak tersebut makan daun, ranting-ranting dan cabang- cabang kecil dari pohon tersebut. Hewan ini juga sering membengkokkan pohon- pohon kecil dengan kaki depan mendorong pohon sambil berdiri lalu mulutnya menjangkau daun-daun dan dahan muda. Untuk jenis tumbuhan merambat, badak menarik tumbuhan tersebut dengan bantuan gigi atau melilitkan pada leher dan culanya (Borner 1979). Status konservasi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES 2012) memasukkan badak Sumatera dalam Appendix I yang berarti hewan tersebut terancam punah. Selain itu, hewan ini juga masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN 2008) sebagai satwa yang mengalami critically endangered sejak tahun 1996. Hal ini disebabkan oleh penurunan populasi badak Sumatera hingga mencapai 50% dalam 20 tahun terakhir (IRF 2012). Pemerintah Indonesia juga menyatakan bahwa badak Sumatera juga termasuk hewan yang dilindungi seperti terlampir dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 7 Tahun 1999. Program konservasi in situ dikembangkan di Indonesia dan Malaysia untuk melindungi spesies badak Sumatera. Banyak upaya dilakukan untuk mendukung program ini seperti adanya Rhino Protection Units yang merupakan kekuatan utama untuk menghentikan perburuan liar badak Sumatera. Rhino Protection Units sendiri terdiri dari banyak organisasi yang terlibat termasuk Pemerintah Indonesia. 8 Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Sumatera dan Beberapa Hewan Piara Tulang-tulang kaki depan terdiri atas os scapula, os humerus, os radius ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus. Os scapula sangat berkembang pada hewan piara. Tuber spinae scapulae badak Sumatera berukuran besar, mengarah ke caudolateral dan berbentuk segitiga (Lestari 2009), bentuk os scapula ini mirip dengan os scapula pada babi. Tuber spinae scapulae merupakan origo dari m. deltoideus pada ruminansia dan kuda. Tuber spinae scapulae ini tidak ada pada hewan karnivora, tetapi hewan ini memiliki bungkul lain yang disebut acromion. Acromion tidak ada pada kuda, babi, dan badak Sumatera. Fossa supraspinata pada kuda, babi, ruminansia, dan badak Sumatera lebih luas dibandingkan fossa supraspinata, sedangkan pada anjing sebaliknya (Getty 1975; Lestari 2009). Os scapula merupakan tempat pertautan atau insersio dari otot-otot gelang bahu yang berasal dari daerah leher, punggung, dan dada. Selain itu, os scapula juga menjadi origo dari otot-otot bahu seperti m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Otot-otot ini selanjutnya akan berinsersio di daerah os humerus atau os radius ulna (Dyce et al. 1996). Os humerus merupakan tulang besar yang memiliki satu corpus dan dua ekstremitas. Os humerus memiliki bungkul yang terdapat di crista humeri yaitu tuberositas deltoidea. Tuberositas deltoidea ini pada badak memiliki ukuran yang besar dan menjulur sangat panjang mengarah ke caudolateral dengan permukaan yang kasar pada bagian lateral, sedangkan tuberositas teres major hanya membentuk bungkul kecil (Lestari 2009). Tuberositas deltoidea pada kucing dan babi hampir tidak kelihatan (Getty 1975). Bungkul ini merupakan tempat insersio dari otot-otot bahu pada ruminansia dan kuda. Otot-otot lengan atas umumnya memiliki origo pada os scapula dan os humerus yang selanjutnya akan berinsersio di proximal os radius dan ulna. Os radius pada badak berbentuk relative bulat dengan bagian distal besar, lebar, tetapi relatif lebih kecil dan pendek dibandingkan os ulna. Os radius tidak bersatu dengan os ulna tetapi hanya menyatu sedikit di bagian proksimal dan distal yaitu di facies caudalis os radius (Lestari 2009). Berbeda keadaannya pada ruminansia 9 dan kuda, kedua tulang ini menyatu dan os radius berukuran lebih besar dibandingkan os ulna. Os ulna ini pada kuda hanya sampai sedikit di distal pertengahan os radius. Berbeda halnya dengan ruminansia, karnivora, dan babi yang memiliki os ulna lebih panjang dan mencapai bagian distal os radius (Getty 1975). Gambar 3 Kerangka tubuh badak (Anonim 2008). Ossa carpi badak Sumatera terdiri dari delapan buah dengan os carpale I dan os carpale II yang terpisah sedangkan os carpale IV dan os carpale V bersatu. Ossa digitorum manus badak Sumatera terdiri dari tiga digit, yaitu digit II, digit III, dan digit IV (Lestari 2009). Ossa digitorum manus pada kuda hanya terdiri dari satu digit, ruminansia memiliki dua digit, dan babi lima digit. Perbedaan jumlah digit berpengaruh terhadap jumlah tendo dan insersio dari otot- otot lengan bawah dan jari (Getty 1975). Susunan dan Fungsi Otot-Otot Kaki Depan Hewan Piara Kaki depan memiliki fungsi yang lebih terbatas dibandingkan kaki belakang. Kaki depan lebih banyak menahan berat tubuh, sehingga lebih berfungsi sebagai penunjang tubuh dibandingkan dengan kaki belakang yang lebih banyak digunakan sebagai pendorong tubuh (Soesetiadi 1977). Otot-otot kaki depan dibagi dalam beberapa kelompok besar, yaitu otot-otot gelang bahu dan dinding dada, otot-otot bahu, serta otot- otot lengan atas. 10 Otot-otot gelang bahu dan dinding dada merupakan otot yang memiliki fungsi penting dalam mencegah penguakan os scapula ke lateral, pergerakan os scapula, dan sebagai penggantung tubuh. Otot-otot kelompok ini menghubungkan langsung kaki depan dengan tubuh sehingga otot-otot ini berperan dalam pergerakan tubuh yang berkaitan dengan kaki depan. Salah satu contohnya adalah fungsi dari m. latissimus dorsi yang berfungsi sebagai protractor tubuh jika kaki depan menjadi titik tetap (Getty 1975). Otot-otot bahu merupakan otot-otot yang berperan penting dalam fiksasi os scapula. Selain itu, otot-otot kelompok ini juga berfungsi sebagai fleksor persendian bahu dan adductor dari os humerus. Otot-otot lengan atas merupakan otot-otot yang memiliki fungsi utama dalam menggerakkan persendian bahu dan persendian siku (Nurhidayat et al. 2011). Otot-otot gelang bahu dan dinding dada Otot-otot ini berasal dari daerah leher, punggung, dan dada yang selanjutnya bertaut ke os scapula dan os humerus. Otot-otot regio ini adalah m. trapezius, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. latissimus dorsi, mm. pectorales superficiales, mm. pectorales profundus, m. rhomboideus, dan m. serratus ventralis (Getty 1975). Otot-otot gelang bahu memiliki fungsi yang penting karena otot-otot ini yang menghubungkan tulang kaki depan dengan badan. Hal ini berhubungan dengan fungsi kaki depan agar dapat menahan beban tubuh secara elastis (Soesetiadi 1977). Otot daerah gelang bahu memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai penggantung tubuh dan mencegah penguakan os scapula ke lateral. Otot yang berfungsi sebagai penggantung tubuh adalah m. serratus ventralis dan mm. pectorales, sedangkan otot yang mencegah penguakan dan mengatur pergerakan dari os scapula adalah m. trapezius dan m. rhomboideus (Soesetiadi 1977). Musculus latissimus dorsi dan m. brachiocephalicus memiliki fungsi untuk menarik os scapula dan os humerus ke kranial dan kaudal. Musculus trapezius merupakan otot besar dan berbentuk kipas dan terbagi menjadi dua bagian yaitu pars cervicalis dan pars thoracica. Otot ini membentang dari os occipitale hingga os vertebrae thoracica X pada babi (Nurhidayat et al. 2011). Pars cervicalis pada ruminansia berorigo di ligamentum nuchae os 11 vertebrae cervicales III sampai ossa vertebrae thoracicae I-III, sedangkan pada kuda berorigo di ligamentum nuchae os vertebrae cervicales III sampai os vertebrae thoracica III. Pars thoracica pada ruminansia berorigo di processus spinosus ossa vertebrae thoracicae II/III-IX/X, sedangkan pada kuda ligamentum supraspinale processus spinosus ossa vertebrae thoracicae III-X. Bagian insersionya berupa aponeurose yang bertaut ke spinae scapulae (Getty 1975). Kuda memiliki ligamentum dorsoscapulare di antara pars cervicalis dan pars thoracica (Soesetiadi 1977). Musculus brachiocephalicus terdiri dari tiga bagian yaitu cleidobrachialis yang akan menjadi cleidocephalicus di daerah leher dan selanjutnya terbagi dua menjadi cleidomastoideus dan cleido-occipitalis. Selain itu, pada kuda dan anjing ditemukan cleidocervicalis. Musculus brachiocephalicus akan membentuk legok dada sisi dengan m. pectoralis descendens. Otot ini pada kambing hanya berupa otot tipis dan panjang, sedangkan pada kuda otot ini berukuran besar. Origo otot ini pada ruminansia dan babi adalah os occipitale dan ligamentum nuchae (cleido-occipitalis), serta processus mastoideus (cleidomastoideus). Otot ini pada kuda berorigo di ala atlantis dan processus transversus (cleidocervicalis), serta processus mastoideus (cleidomastoideus). Insersionya sama pada semua hewan piara yaitu di tuberositas deltoidea dan fascia antebrachii (Getty 1975). Musculus omotransversarius merupakan otot tipis seperti pita dan sebagian besar tertutup oleh m. brachiocephalicus. Otot ini terdapat pada ruminansia dan tidak terdapat pada kuda. Fungsi otot ini adalah sebagai protactor kaki depan. Bentuk otot ini mirip pada ruminansia dan babi (Pasquini et al. 1989). Origonya adalah ala atlantis dari os atlas, sedangkan insersionya di spinae scapulae (Nurhidayat et al. 2011). Musculus latissimus dorsi merupakan otot besar, berbentuk segitiga, dan menutupi dinding laterodorsal torak. Otot ini berasal dari daerah torak (fascia lumbodorsalis) dan bertaut ke daerah bahu medial (tuberositas teres major). Otot ini memiliki fungsi sebagai retractor kaki depan bila tubuh sebagai titik tetap, protactor tubuh bila kaki depan sebagai titik tetap, dan fiksator os scapula (Getty 1975). Musculi pectorales superficiales terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. pectoralis descendens dan m. pectoralis transversus. Musculus pectoralis 12 descendens adalah otot tebal, bulat, dan mudah teraba sebagai suatu bungkul dan bagian dada. Musculus pectoralis descendens berorigo di cartilago manubrii os sternum, sedangkan insersionya di tuberositas deltoidea dan crista humeri dari os humerus. Musculus pectoralis transversus berorigo di crista sterni os sternum dan ossa costales I-VI, sedangkan insersionya di fascia antebrachii (Getty 1975). Otot bagian kanan dan kiri akan membentuk legok dada tengah, sedangkan dengan m. brachiocephalicus akan membentuk legok dada sisi. Musculus pectoralis transversus merupakan otot lebar yang membentang dari os sternum hingga daerah siku. Otot ini hanya berupa otot tipis pada babi, sedangkan pada kuda otot ini berupa otot pendek dan tebal (Popesko 1993). Musculi pectorales profundus terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. subclavius dan m. pectoralis ascendens. Musculus subclavius berorigo di cartilago costales I-VI dan di lateral os sternum, sedangkan insersionya di aponeurose yang menutupi bagian dorsal m. supraspinatus dan permukaan medial dari m. brachiocephalicus. Musculus pectoralis ascendens berorigo di bagian ventral os sternum dan tunica flava abdominis, sedangkan insersionya di tuberculum majus et minus os humerus. Kedua otot ini berkembang sangat baik pada kuda, sedangkan pada ruminansia m. pectoralis ascendens lebih berkembang dibandingkan m. subclavius. Otot ini berbentuk sangat panjang pada babi, pada kuda otot ini sangat besar, dan pada anjing hanya berupa otot kecil (Dyce et al. 1996). Musculus rhomboideus merupakan otot yang menghubungkan bagian dorsal torak dengan os scapula. Otot ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu pars cervicis, pars thoracis, dan pars capitis. Pars capitis terdapat pada karnivora dan babi, sedangkan pada kuda dan ruminansia tidak ditemukan. Pars cervicis pada sapi, kambing, dan kuda berorigo di os vertebrae cervicalis II sampai os vertebrae thoracica II, sedangkan pada domba os vertebrae cervicalis I/II sampai os vertebrae thoracica VII. Pars thoracis pada sapi, kambing, dan kuda ossa vertebrae thoracicae II-VII, sedangkan pada domba ossa vertebrae thoracicae I-IV (Getty 1975). Insersionya ada di semua bagian medial dari cartilago scapulae. Musculus serratus ventralis merupakan otot besar dan berbentuk seperti kipas. Otot ini terbagi menjadi dua bagian yaitu m. serratus ventralis cervicis dan 13 m. serratus ventralis thoracis. Musculus serratus ventralis thoracis bagian ventralnya berbentuk seperti gigi gergaji. Empat gigi gergaji yang terakhir pada kuda berhubungan dengan m. obliquus externus abdominis. Musculus serratus ventralis cervicis pada ruminansia berorigo di processus transversus ossa vertebrae cervicales III-VII dan pada kuda berorigo di processus transversus ossa vertebrae cervicales VI-VII, sedangkan insersionya di facies serrata bagian kranial. Musculus serratus ventralis thoracis pada ruminansia berorigo di ossa costales III-VII dan pada kuda facies lateralis ossa costales I-VIII, sedangkan insersionya di facies serrata bagian kaudal (Nurhidayat et al. 2011). Otot-otot bahu Otot-otot bahu semuanya mempunyai origo di os scapula dan insersio di daerah os humerus. Otot-otot bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis (Pasquini et al. 1989). Otot daerah ini memiliki fungsi utama sebagai fiksator persendian bahu terutama m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. subscapularis. Musculus supraspinatus merupakan otot yang mengisi fossa supraspinata. Insersio otot ini pada kuda, ruminansia dan babi di tuberculum majus et minus os humerus, sedangkan pada anjing di tuberculum minus os humerus. Otot ini berukuran besar pada karnivora sesuai dengan ukuran fossa supraspinata yang lebih luas dibandingkan fossa infraspinata. Otot ini pada ruminansia tertutup oleh m. omotransversarius, m. brachiocephalicus, dan m. trapezius (Nurhidayat et al. 2011). Musculus infraspinatus merupakan otot yang mengisi fossa infraspinata. Otot ini memiliki dua insersio yaitu insersio panjang dan pendek. Tendo insersio pendeknya di tuberculum majus dari os humerus bagian kaudal, sedangkan tendo insersio panjangnya berada di distal tuberculum majus os humerus bagian kranial. Bagian distal dari insersio panjang ini terdapat suatu bantalan yang dinamakan bursa subtendinea m. infraspinati (Getty 1975). Bursa ini sering mengalami peradangan dan menyebabkan pincang bahu pada kuda. 14 Musculus deltoideus pada kuda hanya terdiri dari satu bagian yaitu pars scapularis, sedangkan pada karnivora terdiri dari dua bagian yaitu pars scapularis dan pars acromialis. Pars acromialis hanya terdapat pada hewan-hewan yang memiliki acromion di os scapula. Origo otot ini di spinae scapulae dan margo caudalis os scapula, sedangkan insersionya di tuberositas deltoidea dari os humerus (Pasquini et al. 1989). Musculus teres minor merupakan otot kecil yang terdapat di profundal dari m. deltoideus dan m. infraspinatus. Otot ini memiliki fungsi sebagai fleksor persendian bahu. Otot ini berorigo di margo caudalis os scapula dan fossa infraspinata, sedangkan insersionya di tuberositas deltoidea. Musculus teres major merupakan otot yang panjang dan terdapat di sebelah kaudomedial persendian bahu. Otot ini berorigo di angulus caudalis os scapula dan margo caudalis bagian proksimal os scapula, sedangkan insersionya di tuberositas teres major bersama-sama dengan tendo dari m. latissimus dorsi (Nurhidayat et al. 2011). Musculus subscapularis merupakan otot yang berada di bagian medial dan mengisi fossa subscapularis. Otot ini terdiri dari tiga sampai empat bagian pada yang memiliki origo yang sama pada ruminansia. Otot ini berorigo di fossa subscapularis dan cartilago scapula, sedangkan insersionya di tuberculum minus bagian kaudal. Fungsi utama otot ini adalah sebagai adduktor os humerus dan fiksator persendian bahu (Pasquini et al. 1989). Musculus coracobrachialis merupakan otot yang tipis dan terdapat dipermukaan bahu medial. Origonya di processus coracoideus os scapula, sedangkan insersionya di tuberositas teres major dan facies cranialis dari os humerus. Fungsi otot ini adalah sebagai fleksor persendian bahu dan adductor os humerus (Dyce et al. 1996). Otot-otot lengan atas Otot lengan atas umumnya berorigo di os scapula dan sebagian lagi di os humerus. Otot-otot daerah ini terdiri dari m. brachialis, m. biceps brachii, mm. triceps brachii, m. anconeus, dan m. tensor fasciae antebrachii (Getty 1975). Otot lengan atas memiliki fungsi utama dalam menggerakkan fungsi siku. Selain itu, otot-otot ini juga berfungsi sebagai fiksator persendian bahu dan siku saat hewan berdiri tegak. 15 Musculus brachialis otot yang berada di permukaan lateral os humerus. Otot ini berorigo di facies caudalis dan collum humeri os humerus. Insersionya pada kuda di tepi medial os radius, sedangkan pada sapi di tuberositas radii dan tepi medial os radius. Otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian siku. Musculus biceps brachii memiliki tendo di sepanjang ototnya dan juga lacertus fibrosus pada kuda (Getty 1975). Hal ini berhubungan dengan fungsinya sebagai stay apparatus sehingga membuat kuda tahan berdiri lama. Lacertus fibrosus dan tendo disepanjang otot ini tidak berkembang pada ruminansia dan babi. Otot ini berorigo di tuberculum supraglenoidalis os scapula. Insersio tendo pendeknya di tuberositas radii dan insersio dari tendo panjangnya di fascia antebrachii dan tendo dari m. extensor carpi radialis. Musculi triceps brachii memiliki tiga caput pada ruminansia dan kuda yaitu caput longum, caput laterale, dan caput mediale. Caput yang keempat adalah caput accesorium yang terletak di antara ketiga caput tadi dan hanya ditemukan pada karnivora (Pasquini et al. 1989). Caput longum berorigo di margo caudalis os scapula dan insersionya di olecranon bagian laterovolar. Caput laterale berorigo di tuberositas deltoidea os humerus dan insersionya di olecranon bagian lateral. Caput mediale berorigo di facies mediale corpus humeri di distocaudal dari tuberositas radii. Caput accessorium berorigo di caput humeri bagian kaudal, sedangkan insersionya di olecranon bersatu dengan caput longum dan caput laterale. Musculus anconeus tampak menyatu pada dengan m. triceps caput laterale pada kuda dan sapi, sedangkan pada domba dan kambing kedua otot ini terpisah. Otot ini berorigo di facies caudalis os humerus dan berinsersio di facies laterale olecranon. Otot ini berfungsi sebagai fiksator persendian bahu dan ekstensor persendian siku (Nurhidayat et al. 2011). 16 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Juli 2012 di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, juga dilakukan pengamatan perilaku badak Sumatera di Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat bedah yang meliputi pinset, skalpel, dan gunting, serta perlengkapan fotografi. Bahan yang digunakan adalah kadaver satu ekor badak Sumatera jantan yang diawetkan dalam formalin 10%. Metode Pada penelitian ini digunakan kaki depan badak Sumatera yang telah diawetkan dalam formalin 10%. Menurut Sigit (2000), pengamatan dilakukan terhadap morfologi otot-otot daerah bahu dan lengan atas lengkap dengan origo dan insersio otot-otot tersebut. Otot pada daerah bahu dan lengan atas pada hewan piara dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok tersebut terdiri atas otot- otot gelang bahu, otot-otot bahu, dan otot-otot lengan atas. Pembukaan preparat dilakukan dengan menyayat kulit yang dirujuk dari Buku Penuntun Praktikum Miologi Veteriner (Nurhidayat et al. 2011). Setelah kulit dikuakkan, jaringan ikat di profundal kulit yang menempel di fascia supefisial dibersihkan. Selanjutnya fascia superfisial disayat seperti kulit dan dikuakkan juga, otot yang berada di profundal fascia diamati dan diperhatikan batas-batasnya dengan memperhatikan arah serabut ototnya. Otot-otot yang biasanya ditemukan pada di daerah ini adalah m. trapezius, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. latissimus dorsi, mm. pectorales superficiales, mm. pectorales profundus, m. rhomboideus, dan m. serratus ventralis. Musculus trapezius dipotong secara melengkung di ventral dari dorsomedian punggung. Otot ini dikuakkan ke dorsal dan ke ventral maka akan ditemukan m. rhomboideus. Selanjutnya, m. latissimus dorsi disayat secara melintang dengan arah craniodorsal, dikuakkan ke cranial dan ke caudal. Kemudian m. serratus 17 ventralis dipreparir dan akan terlihat fascia putih mengkilat yang menutupi sebagian besar otot ini (fascia serrata) dan juga terlihat rigi-rigi sisi ventral. Pengamatan daerah bahu, pertama dilakukan penyayatan fascia di daerah bahu lateral untuk menemukan m. supraspinatus dan dan m. deltoideus. Selanjutnya m. deltoideus dipotong bagian tengah dan dikuakkan sehingga m. supraspinatus dan m. infraspinatus tampak lebih jelas. Musculus infraspinatus disayat di sepertiga distal dan dikuakkan maka akan ditemukan m. teres minor. Otot bahu medial dapat ditemukan dengan memotong beberapa otot yang bertaut ke tubuh yaitu m. rhomboideus, m. pectoralis superficialis, m. serratus ventralis, dan m. brachiocephalicus. Selanjutnya kaki depan diputar ke kraniolateral sehingga bahu medial terletak di superfisial, otot-otot yang ada didaerah ini diamati, diperhatikan origo dan insersio serta bentuknya. Daerah lengan atas dibersihkan jaringan ikatnya, diamati batas-batas antar ototnya. Otot yang ada di daerah lengan atas pada hewan piara umumnya adalah mm. triceps brachii caput longum et laterale, m. brachialis, dan m. biceps brachii. Musculus triceps brachii caput laterale dipotong di tengahnya, lalu dikuakkan ke ventral, di profundalnya akan ditemukan m. anconeus. Pada daerah bahu medial pada hewan piara akan ditemukan mm. triceps brachii caput mediale et longum, m. tensor fasciae antebrachii, dan m. biceps brachii. Penamaan otot berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria (ICVGAN 2005). Setelah dilakukan pencatatan, kelompok-kelompok otot tersebut didokumentasi dengan menggunakan kamera Canon EOS D450. Otot-otot pada daerah bahu dan lengan atas badak Sumatera kemudian dibandingkan dengan literatur mengenai otot-otot pada daerah bahu dan lengan atas hewan lain yang memiliki kedekatan secara filogeni dan anatomi. Selain itu, dilakukan pengamatan dan dokumentasi pergerakan kaki depan badak Sumatera secara langsung di Taman Nasional Way Kambas. 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kulit di daerah kaki depan dikuakkan, teramati jaringan ikat yang sangat tebal di profundal lapisan kulit badak tersebut. Jaringan ikat ini sebagian menembus masuk ke dalam fascia yang menutupi otot di profundalnya. Otot-otot gelang bahu dan dinding dada Otot-otot yang termasuk kelompok daerah gelang bahu dan dinding dada adalah m. brachiocephalicus, m. trapezius, m. latissimus dorsi, m. rhomboideus, mm. pectorales superficiales, mm. pectorales profundus, dan m. serratus ventralis (Tabel 1). Otot-otot gelang bahu lapis superfisial yang ditemukan setelah jaringan ikat dibersihkan adalah m. trapezius, m. brachiocephalicus (Gambar 4), dan m. rhomboideus bagian lateral setelah m. trapezius dikuakkan (Gambar 4). Adapun lapis profundal yang ditemukan adalah m. rhomboideus bagian medial. Otot-otot dinding dada lapis superfisial yang dapat ditemukan adalah mm. pectorales superficiales dan m. latissimus dorsi (Gambar 4 dan 5). Setelah itu, m. latissimus dorsi, dan mm. pectorales superficiales dikuakkan sehingga dapat ditemukan otot-otot dinding dada lapis profundal yaitu mm. pectorales profundus dan m. serratus ventralis (Gambar 6). Musculus brachiocephalicus merupakan otot yang menghubungkan daerah kaki depan dengan kepala. Otot ini relatif besar dan insersionya di kaki depan terbagi menjadi dua bagian. Satu bagian ototnya menuju ke medial bahu dan berinsersio di fascia antebrachii, sedangkan bagian yang lain menuju ke lateral bahu di daerah antebrachii dan berinsersio di crista humeri dari os humerus dan tuberositas deltoidea (Gambar 4 dan 5). 19 Tabel 1 Origo dan insersio otot-otot gelang bahu dan dinding dada Nama Otot Origo Insersio 1 M. brachiocephalicus - fascia antebrachii, crista humeri dari os humerus, dan tuberositas deltoidea 2 M. trapezius a. pars cervicalis ligamentum nuchae dan os fascia deltoidea vertebrae cervicalis II/III - os vertebrae thoracica III b. pars thoracica ligamentum nuchae dan ossa vertebrae thoracicae III-XI ligamentum nuchae dan os vertebrae cervicalis II - os vertebrae thoracica II 3 M. rhomboideus a. m. rhomboideus cervicis b. m. rhomboideus thoracis 4 M. latissimus dorsi 5 Mm. pectorales superficiales a. m. pectoralis descendens b. m. pectoralis transversus 7 Mm. pectorales profundus a. m. subclavius b. m. pectoralis ascendens 8 M. serratus ventralis a. m. serratus ventralis cervicis b. m. serratus ventralis thoracis tuber spinae scapulae cartilago scapula bagian lateral dan medial ligamentum nuchae dan ossa vertebrae thoracicae II-VI ossa costales VII-XII cartilago costales I-IV fascia brachii dan tuberculum teres major dari os humerus fascia antebrachii di distal persendian siku atau sepertiga proksimal os radius, tuberositas deltoidea. sisi lateral os sternum fascia antebrachii di distal persendian siku atau sepertiga proksimal os radius. os costale I dan sisi lateral dari os sternum bagian kranial margo cranialis os scapula dan selubung bahu lapis superfisial tunica flava abdominis, ossa costales II-VI, dan cartilago costales I-III tuberculum majus et minus dari os humerus ossa costales I-IV dan processus transversus ossa vertebrae cervicales IV-VII facies serrata os scapula bagian kranial ossa costales IV-VI facies serrata os scapula bagian kaudal 20 Musculus trapezius berbentuk seperti kipas dan terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. trapezius pars cervicalis dan m. trapezius pars thoracica (Gambar 4). Kedua bagian otot ini tidak terpisah secara jelas, hanya dapat dibedakan dari perbedaan bentuk pertautannya. Musculus trapezius pars cervicalis pertautannya berupa aponeurose yang lebar dan bertaut ke fascia deltoidea. Adapun m. trapezius pars thoracica pertautannya berupa tendo yang sangat tebal dan memiliki dua arah serabut yang berbeda. Arah serabut tendo yang pertama adalah kraniodistad, tendonya lebih pendek dan tebal, serta bertaut ke tuber spinae scapulae. Tendo yang kedua memiliki arah serabut dorsodistad dan lebih panjang dibandingkan tendo pertama. Seperti halnya tendo yang pertama, tendo ini juga bertaut ke tuber spinae scapulae. Musculus trapezius pars cervicalis memiliki origo di ligamentum nuchae dan os vertebrae cervicalis II atau III sampai os vertebrae thoracica III, sedangkan m. trapezius pars thoracica memiliki origo di ligamentum nuchae dan ossa vertebrae thoracicae III-XI. Musculus rhomboideus terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. rhomboideus pars cervicis dan m. rhomboideus pars thoracis. Otot ini menutupi cartilago scapulae baik dari sisi lateral maupun medial (Gambar 4 dan 6). Musculus rhomboideus pars cervicis memiliki arah serabut kraniodistad, sedangkan m. rhomboideus pars thoracis memiliki arah serabut kaudodistad. Musculus rhomboideus pars cervicis menutupi cartilago scapulae dari sisi lateral, di daerah leher akan menyatu dengan fascia tebal yang menutupi otot-otot daerah leher dan kemudian bertaut di ligamentum nuchae (Gambar 4). Ligamentum nuchae tersebut sangat subur dan berkembang. Musculus rhomboideus pars cervicis berorigo di ligamentum nuchae dan os vertebrae cervicalis II sampai os vertebrae thoracica II, sedangkan m. rhomboideus pars thoracis berorigo di ligamentum nuchae dan ossa vertebrae thoracicae II-VI. Kedua bagian otot tersebut sama- sama berinsersio di cartilago scapulae sisi lateral dan medial. Musculus latissimus dorsi merupakan otot lebar yang menutupi bagian laterodorsal dinding torak dan memiliki arah serabut kaudodistad (Gambar 4). Bagian otot ini di daerah dinding dada ditutupi oleh m. tensor fasciae antebrachii dan m. trapezius pars thoracica. Otot ini memiliki origo berupa tendo-tendo kecil dan tipis yang bertaut ke ossa costales VII-XII. Adapun insersio otot ini berada di dua tempat yaitu di fascia brachii dan di tuberculum teres major dari os humerus bersama-sama dengan m. teres major. 21 Musculi pectorales superficiales terdiri dari dua bagian, yaitu m. pectoralis descendens dan m. pectoralis transversus (Gambar 5). Musculus pectoralis transversus berukuran lebih lebar dibandingkan m. pectoralis descendens. Musculus pectoralis descendens memiliki origo di sisi lateral dari os sternum, sedangkan insersio di fascia antebrachii di daerah persendian siku atau sepertiga proksimal os radius dan tuberositas deltoidea bersama-sama dengan m. brachiocephalicus. Musculus pectoralis transversus memiliki origo di cartilago costales I-IV dan berinsersio di fascia antebrachii di daerah persendian siku atau sepertiga proksimal os radius. Musculi pectorales profundus terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. pectoralis ascendens dan m. subclavius. Kedua otot ini sangat berkembang dan terpisah dengan batas-batas yang jelas. Musculus pectoralis ascendens merupakan otot besar yang menghubungkan dinding perut bagian ventral dengan kaki depan. Otot ini memiliki origo di tunica flava abdominis, ossa costales II-VI, dan cartilago costales I-III. Insersio otot ini di tuberculum majus et minus dari os humerus. Adapun m. subclavius berukuran lebih kecil dan panjang, terletak di kranial os scapula, dan di profundal m. brachiocephalicus (Gambar 5 dan 6). Otot ini membentang dari os sternum bagian kranial hingga os scapula bagian kranial. Otot ini memiliki arah serabut kraniodistad. Origonya di os costale I dan sisi lateral dari os sternum bagian kranial. Insersionya di margo cranialis dari os scapula dan selubung bahu lapis superfisial. Musculus serratus ventralis terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. serratus ventralis cervicis dan m. serratus ventralis thoracis. Otot ini berukuran besar dan sangat berkembang. Musculus serratus ventralis cervicis memiliki lapisan otot yang lebih tebal dibandingkan m. serratus ventralis thoracis (Gambar 6). Otot ini sangat istimewa karena serabut-serabut ototnya dilapisi oleh jaringan ikat yang tebal dan membersit dari margo cranialis maupun margo caudalis dari ossa costales IV-VI dan selanjutnya bertaut ke facies serrata bagian kaudal. Adapun m. serratus ventralis cervicis berorigo di ossa costales I-IV dan processus transversus dari ossa vertebrae cervicales IV-VII, sedangkan insersionya di facies serrata bagian kranial. 22 Gambar 4 Otot-otot daerah dinding dada, bahu, dan lengan atas lateral. A. Gambaran umum otot-otot daerah dinding dada, bahu, dan lengan atas lateral lapis superfisial. B. Inset gambar A: otot-otot daerah bahu proksimal. C. Inset gambar B: otot-otot daerah bahu proksimal lapis profundal. 1. m. latissimus dorsi, 2. m. trapezius (a. pars cervicalis, b. pars thoracica), 3. m. tensor fasciae antebrachii, 4. mm. triceps brachii, 5. m. deltoideus, 6. m. brachiocephalicus, 7. fascia antebrachii, 8. m. rhomboideus, 9. fascia leher. Bar: 10 cm. 23 Gambar 5 Kranial Otot-otot pektoral lapis superfisial. A. Otot-otot pektoral di daerah lengan atas medial. B. Otot-otot pektoral di daerah lengan atas medial setelah kaki depan dipisahkan dari badan. 1. m. pectoralis descendens, 2. m. pectoralis transversus, 3. m. brachiocephalicus, 4. m. subclavius, 5. fascia antebrachii, 6. m. biceps brachii, 7. m. coracobrachialis, 8. fascia brachii, 9. m. tensor fasciae antebrachii. Bar: 5 cm. 24 Gambar 6 Otot-otot daerah dinding dada lapis profundal. A. Gambaran umum otot-otot daerah dinding dada lapis profundal setelah mm. pectorales superficiales, m. serratus ventralis, dan m. latissimus dorsi dikuakkan. B. Inset gambar A: otot-otot dinding dada lapis profundal setelah m. pectoralis ascendens dikuakkan. C. Inset gambar A: lapisan-lapisan jaringan ikat di dalam m. serratus ventralis cervicis 1. m. rhomboideus, 2. m. serratus ventralis cervicis, 3. m. serratus ventralis thoracis, 4. m. subclavius, 5. m. pectoralis ascendens, 6. m. pectoralis descendens, 7. m. scalenus, 8. m. latissimus dorsi, 9. jaringan ikat. Bar: 10 cm. 25 Otot-otot bahu dan lengan atas lateral Otot-otot bahu dan lengan atas mempunyai origo di os scapula dan sebagian di os humerus. Otot-otot bahu dan lengan atas lateral pada badak Sumatera terdiri atas m. deltoideus, m. infraspinatus, m. supraspinatus, m. teres minor, m. anconeus, m. tensor fasciae antebrachii, dan mm. triceps brachii (Tabel 2). Otot bahu lateral lapis superfisial yang dapat ditemukan adalah m. deltoideus (Gambar 4), otot ini dikuakkan sehingga dapat ditemukan otot-otot lapis profundal, yaitu m. infraspinatus dan m. teres minor (Gambar 7). Selain itu, m. brachiocephalicus dan selubung bahu dikuakkan sehingga ditemukan m. supraspinatus (Gambar 7). Otot lengan atas lapis superfisial yang dapat ditemukan adalah mm. triceps brachii dan m. tensor fasciae antebrachii. Selanjutnya m. triceps brachii caput lateral dikuakkan sehingga dapat ditemukan otot lapis profundal, yaitu m. anconeus (Gambar 7). Tabel 2 Origo dan insersio otot-otot daerah bahu lateral Nama Otot 1 M. deltoideus 2 M. infraspinatus 3 M. supraspinatus 4 M. teres minor 5 M. anconeus 6 M. tensor fasciae antebrachii 7 Mm. triceps brachii a. caput longum b. caput laterale c. caput mediale Origo spinae scapulae dan margo caudalis dari os scapula fossa infraspinata dan spinae scapulae bidang kaudal fossa supraspinata dan spinae scapulae bidang kranial margo caudalis os scapula bagian distal facies caudalis bagian distal os humerus dan dan fossa olecrani margo caudalis dari os scapula dan tendo dari m. latissimus dorsi Insersio tuberositas deltoidea dari os humerus tuberculum majus cranialis dan tuberculum majus caudalis tuberculum majus cranialis, tuberculum majus caudalis, dan tuberculum minus tuberositas deltoidea dari os humerus dan crista humeri facies lateralis olecranon margo caudalis dari os scapula margo caudalis dari os scapula bagian distal dan tuberositas deltoidea fascies medial dari corpus humeri di distocaudal dari tuberositas teres major os humerus bagian laterovolar olecranon bagian lateral olecranon bagian medial olecranon olecranon bagian laterovolar 26 Musculus deltoideus merupakan otot yang relatif besar dan lebar. Otot ini menutupi sebagian besar otot-otot yang ada di permukaan os scapula (Gambar 4). Otot ini sangat tebal sehingga terbentuk lekuk yang dalam pada m. triceps brachii caput longum yang berada di profundalnya. Otot ini juga menutupi m. infraspinatus dan m. teres minor (Gambar 7). Pada permukaan m. deltoideus terdapat fascia deltoidea yang merupakan tempat pertautan dari aponeurose m. trapezius dan selubung bahu. Pada bagian profundal juga terdapat fascia yang tebal dan berbatasan langsung dengan m. infraspinatus, m. teres minor, dan mm. triceps brachii. Origo otot ini terdapat di tuber spinae scapulae dan margo caudalis dari os scapula, sedangkan insersionya di tuberositas deltoidea. Musculus infraspinatus terletak di profundal m. deltoideus dan tertutup seluruhnya oleh otot ini (Gambar 7). Ukuran m. infraspinatus relatif lebih kecil dibandingkan m. supraspinatus. Otot ini dibungkus oleh fascia yang tebal yang memisahkannya dengan m. deltoideus. Musculus infraspinatus berorigo di fossa infraspinata dan juga di spinae scapulae bidang kaudal. Insersionya terbagi menjadi dua yaitu tendo insersio pendek dan tendo insersio panjang. Tendo insersio pendek ini bertaut ke tuberculum majus caudalis, sedangkan tendo insersio pendeknya bertaut ke tuberculum majus cranialis. Pada bagian profundal otot ini terdapat bursa subtendinea m. infraspinati yang merupakan bantalan antara tendo dengan tuberculum majus Musculus supraspinatus merupakan otot yang mengisi fossa supraspinata. Otot ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan m. infraspinatus maupun otot-otot bahu lateral lainnya. Otot ini terletak di kranial os scapula serta ditutupi oleh m. trapezius, m. brachiocephalicus, dan selubung bahu lapis superfisial (Gambar 7). Origo otot ini berada di fossa supraspinata dan spinae scapulae bidang kranial, sedangkan insersionya di tuberculum majus cranialis, tuberculum majus caudalis, dan tuberculum minus. Musculus teres minor merupakan otot kecil yang terletak di profundal m. deltoideus dan di kaudal dari m. infraspinatus (Gambar 7). Otot ini berorigo di margo caudalis os scapula bagian distal, sedangkan insersionya di tuberositas deltoidea bersama-sama dengan m. deltoideus dan crista humeri. 27 Musculus anconeus juga merupakan otot kecil yang terdapat di kaudolateral os scapula (Gambar 7). Pada permukaan otot ini terdapat fascia tipis yang menutupinya dan memisahkannya dengan m. triceps brachii caput lateral. Musculus anconeus mengisi fossa olecrani sehingga berukuran relatif tebal. Origo otot ini di facies caudalis bagian distal os humerus dan fossa olecrani. Adapun insersionya berupa tendo tebal yang menuju ke facies lateralis olecranon. Musculus tensor fasciae antebrachii merupakan otot yang panjang dan tipis (Gambar 4, 8 dan 9). Otot ini membentang dari margo caudalis os scapula dan tendo dari m. latissimus dorsi hingga olecranon os ulna bagian laterodistad. Musculi triceps brachii merupakan otot besar di bagian kaudal yang mengisi daerah segitiga antara os scapula, os humerus, dan olecranon dari os ulna. Otot ini terdiri dari tiga caput, yaitu caput longum, caput lateral, dan caput medial. Caput longum berukuran paling lebar dibandingkan dengan kedua caput lainnya (Gambar 4, 7, dan 9). Caput longum memiliki origo di sepanjang margo caudalis dari os scapula dan insersionya berupa tendo tebal dan kuat yang bertaut ke olecranon bagian dorsolateral. Caput lateral hanya dipisahkan oleh fascia yang sangat tipis dengan caput longum, sehingga seolah-olah kedua otot terlihat seperti menyatu (Gambar 4 dan 7). Caput lateral memiliki origo di margo caudalis dari os scapula bagian distal dan tuberositas deltoidea, sedangkan insersionya di olecranon bagian lateral. Caput medial berukuran lebih kecil dan pendek jika dibandingkan caput yang lainnya (Gambar 9). Otot ini berorigo di facies medialis os humerus. 28 Gambar 7 Otot-otot daerah bahu dan lengan atas lateral lapis profundal. A. Otot-otot daerah dinding dada, bahu, dan lengan atas lateral B. Inset gambar A: otot-otot daerah bahu lateral setelah m. deltoideus dikuakkan. C. Inset gambar A: otot-otot daerah lengan atas lateral setelah mm. triceps brachii caput lateral dan m.brachiocephalicus dikuakkan. D. Inset gambar C: otot-otot daerah lengan atas lateral setelah selubung bahu lapis superfisial dikuakkan. 1. m. latissimus dorsi, 2. m. tensor fasciae antebrachii, 3. mm. triceps brachii (a. caput longum, b. caput lateral), 4. m. deltoideus, 5. m. trapezius, 6. m. brachiocephalicus, 7. selubung bahu lapis superfisial, 8. m. infraspinatus, 9. m. teres minor, 10. m. anconeus 11. m. supraspinatus. Bar B dan C: 10 cm. 29 Otot-otot bahu dan lengan atas medial Otot-otot daerah ini terdiri atas m. subscapularis, m. teres major, m. brachialis, m. biceps brachii, dan m. coracobrachialis (Tabel 3). Otot bahu medial yang dapat ditemukan adalah m. subscapularis dan m. teres major (Gambar 8). Otot lengan atas medial yang dapat ditemukan adalah m. brachialis, m. biceps brachii, dan m. triceps brachii caput medial (Gambar 9). Tabel 3 Origo dan insersio otot-otot daerah bahu dan lengan atas medial Nama Otot 1 M. subscapularis 2 M. teres major fossa subscapularis Origo Insersio tuberculum minus os humerus bagian proksimal angulus caudalis dan margo caudalis dari os scapula tuberositas major os humerus bersama-sama dengan m. latissimus dorsi 3 M. brachialis collum humeri 4 M. biceps brachii tuberculum supraglenoidalis os scapula processus coracoideus os scapula tuberositas radii dan tepi medial os radius tuberositas radii dari os radius kira-kira di sepertiga daerah tengah facies cranialis os humerus. 5 M. coracobrachialis Musculus subscapularis merupakan otot yang mengisi fossa subscapularis. Otot ini hanya terdiri dari satu bagian dan terdapat fascia tipis berwarna putih melapisi permukaaan ototnya. Otot ini berorigo di fossa subscapularis dan akan bertaut ke tuberculum minus bagian kaudal (Gambar 8). Musculus teres major merupakan otot yang berbentuk panjang dan terletak di kaudal m. subscapularis (Gambar 8). Sebagian fascia dari m. subscapularis menutupi permukaan otot ini. Otot ini berorigo di angulus caudalis dari os scapula dan margo caudalis bagian proksimal dari os scapula. Adapun insersionya di tuberositas teres major dari os humerus bersama-sama dengan m. latissimus dorsi. Musculus brachialis berukuran tebal dan berbentuk agak bulat (Gambar 9). Otot ini melingkari os humerus melalui sulcus musculi brachialis dan selanjutnya menuju ke sisi medial os radius. Otot ini memiliki origo di collum humeri, sedangkan insersio di tuberositas radii dan tepi medial os radius. 30 Musculus biceps brachii merupakan otot yang tebal, berbentuk bulat, dan kuat. Otot ini diselubungi oleh lapian fascia tipis dipemukaannya (Gambar 8) dan terdapat banyak daun urat di antara serabut-serabut ototnya (Gambar 9). Daun urat ini selanjutnya bergabung dengan fascia yang melapisi otot dan membentuk tendo yang bertaut ke fascia antebrachii. Selain itu, otot ini juga bertaut ke tuberositas radii dari os radius. Otot ini berorigo di tuberculum supraglenoidalis dari os scapula. Musculus coracobrachialis merupakan otot kecil dan langsing yang terletak di superfisial m. brachialis, di dorsal m. biceps brachii, dan bagian distal dari m. teres major (Gambar 9). Otot ini memiliki origo di processus coracoideus dari os scapula dan insersio di facies cranialis bagian tengah os humerus. 31 Gambar 8 Otot-otot daerah bahu dan lengan atas medial. A. Otot-otot daerah dinding dada lapis profundal B. Inset gambar A: otot-otot daerah bahu dan lengan atas medial lapis superfisial. 1. m. rhomboideus, 2. m. trapezius, 3. m. supraspinatus, 4. m. subscapularis, 5. m. teres major, 6. m. latissimus dorsi, 7. m. tensor fasciae antebrachii, 8. fascia brachii, 9. m. brachialis, 10. m. coracobrachialis, 11. m. biceps brachii, 12. m. pectoralis descendens, 13. m. pectoralis ascendens, 14. fascia antebrachii, 15. m. subclavius. Bar: 10 cm. 32 Gambar 9 Otot-otot daerah lengan atas medial lapis profundal. A. Otot-otot daerah bahu dan lengan atas medial lapis superfisial. B. Inset gambar A: otot-otot daerah lengan atas medial setelah fascia brachii dikuakkan. C. Inset gambar B: penampang melintang m. biceps brachii (garis merah) dengan daun urat-daun urat yang tebal. 1. m. supraspinatus, 2. m. subscapularis, 3. m. teres major, 4. mm. triceps brachii (a. caput longum, b. caput medial), 5.m. tensor fasciae antebrachii, 6. m. brachialis, 7. m. coracobrachialis, 8. m. biceps brachii, 9. m. pectoralis ascendens, 10. mm. pectorales superficiales, 11. fascia brachii,12. daun urat. Bar A: 10 cm, Bar C: 1 cm. 33 Pembahasan Kaki depan badak Sumatera memiliki ukuran yang relatif pendek dan kokoh. Struktur kaki yang pendek ini ditunjang oleh otot-otot yang tebal dan kompak. Struktur ini diduga terkait dengan perilaku hidup badak Sumatera yang mempengaruhi adaptasi bentuk skelet dan ototnya. Badak Sumatera dikenal sebagai hewan yang memiliki wilayah jelajah yang luas. Daerah jelajah badak betina dapat mencapai 1.000-1.500 ha, sedangkan badak jantan daerah jelajahnya lebih luas yaitu mencapai 5.000 ha (IUCN 2008). Selain itu, badak Sumatera dapat berjalan dengan melangkah, berlari atau melompat. Biasanya, gerakan melompat dilakukan dengan kaki depan diangkat dan ditekuk melewati semak belukar. Badak Sumatera mampu melewati bukit-bukit curam serta dapat menembus tumbuhan yang lebat dan berduri. Kemampuan badak melewati bukit- bukit curam dan mendaki pegunungan ini sangat mengagumkan walaupun badannya tergolong besar dan berat (WWF Indonesia 2008). Badak Sumatera juga mempunyai kebiasaan berkubang. Hewan ini menggunakan badan dan kaki depannya untuk memperluas kubangan. Saat beristirahat, badak Sumatera akan berbaring pada sisi tubuhnya dengan merentangkan dan melipat satu atau kedua kaki depannya (Groves dan Kurt 1972). Kemampuan badak Sumatera dalam berjalan jauh dan melewati bukit-bukit curam dan pegunungan ini diduga didukung oleh otot-otot penggantung tubuh, otot-otot fiksator os scapula, dan otot-otot fiksator persendian bahu. Selain itu, kemampuan badak Sumatera dalam melakukan banyak gerakan berjalan, berbaring, dan memperluas lubang kubangan diduga dipengaruhi oleh fleksibilitas otot fleksor dan ekstensor persendiannya. Otot-otot penggantung tubuh utama badak Sumatera adalah m. serratus ventralis dan mm. pectorales. Otot-otot penggantung tubuh ini sangat berkembang dibandingkan pada hewan lain. Musculus serratus ventralis terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. serratus ventralis cervicis dan m. serratus ventralis thoracis. Musculus serratus ventralis cervicis memiliki lapisan otot yang lebih tebal dibandingkan m. serratus ventralis thoracis. Otot ini berinsersio pada facies serrata dari os scapula yang memiliki permukaan kasar dan lebar (Lestari 2009), sehingga pertautan m. serratus ventralis menjadi sangat kuat. Musculus serratus 34 ventralis thoracis memiliki keistimewaan, yaitu di antara serabut-serabut ototnya terdapat lapisan-lapisan jaringan ikat yang tebal sehingga struktur otot ini semakin kuat. Struktur ini tidak ditemukan pada babi, kuda (Getty 1975), dan babirusa (Kneepkens et al. 1989). Musculi pectorales terbagi menjadi dua, yaitu mm. pectorales superficiales dan mm. pectorales profundus. Musculi pectorales superficiales terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. pectoralis descendens dan m. pectoralis transversus. Pada badak Sumatera, m. pectoralis descendens berukuran lebih kecil dibandingkan m. pectoralis transversus, sedangkan pada kuda m. pectoralis descendens berukuran lebih tebal dan besar dibandingkan m. pectoralis transversus (Dyce et al. 1996). Musculi pectorales profundus terbagi menjadi dua bagian, yaitu m. pectoralis ascendens dan m. subclavius. Pada badak Sumatera kedua otot ini terpisah dengan batas-batas yang jelas dan sangat berkembang dan mirip pada kuda dan babi (Popesko 1993). Struktur otot-otot penggantung tubuh badak Sumatera yang sangat kuat dan berkembang ini diduga terkait dengan ukuran tubuhnya yang sangat besar dan kemampuannya untuk berjalan di medan yang sulit seperti bukit-bukit terjal (WWF Indonesia 2008). Hewan ini membutuhkan otot-otot penggantung tubuh yang kuat dan mampu menunjang badannya yang besar. Menurut Soesetiadi (1977), otot-otot penggantung tubuh ini memiliki peran penting dalam mengurangi guncangan keras pada waktu berjalan sehingga struktur otot yang tebal dan kuat dari badak Sumatera ini sangat membantu fungsi tersebut. Otot-otot fiksator os scapula adalah m. rhomboideus, m. trapezius, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis. Otot-otot tersebut yang istimewa pada badak Sumatera adalah m. rhomboideus, m. trapezius, dan m. serratus ventralis. Adapun m. latissimus dorsi pada badak Sumatera mirip pada babi, kuda (Dyce et al. 1996), dan babirusa (Kneepkens et al. 1989). Musculus rhomboideus terbagi menjadi dua bagian yaitu m. rhomboideus pars cervicis dan m. rhomboideus pars thoracis. Otot ini pada badak Sumatera menutupi cartilago scapulae dari sisi lateral dan medial sama seperti yang ditemukan pada babirusa (Kneepkens et al. 1989). Adapun pada babi dan kuda m. rhomboideus hanya menutupi cartilago scapulae sisi medial (Popesko 1993). Perbedaan ini diduga berperan dalam memfiksir os scapula menjadi lebih kuat. 35 Selain itu, m. rhomboideus pars cervicis yang menutupi cartilago scapulae sisi lateral di daerah leher menyatu dengan fascia leher dan bertaut ke ligamentum nuchae. Musculus trapezius memiliki aponeurose dan tendo tebal yang membuat struktur otot ini sangat kuat. Otot ini pada badak Sumatera terbagi atas m. trapezius pars cervicalis dan m. trapezius pars thoracica, tetapi batas antara kedua bagian ini tidak jelas mirip pada babi (Nurhidayat et al. 2011). Kuda memiliki ligamentum dorsoscapulare di antara pars cervicalis dan pars thoracica (Soesetiadi 1977), sedangkan pada badak Sumatera ligamentum ini tidak ditemukan. Aponeurose dan tendo insersio yang tebal pada m. trapezius bersama- sama dengan m. rhomboideus dan m. latissimus dorsi akan memfiksir os scapula dengan kuat. Musculus serratus ventralis akan menambah kekuatan fiksator otot- otot tersebut dengan memfiksir os scapula dari arah medial kaki. Kekuatan otot fiksator tersebut membantu kaki depan badak Sumatera dalam menunjang berat badan dan kepalanya dan juga mencegah penguakan os scapula ke lateral. Ligamentum nuchae pada badak Sumatera sangat berkembang. Struktur ligamentum nuchae yang sangat subur ini diduga sebagai adaptasi terhadap ukuran tubuh dan kepalanya yang sangat besar serta perilaku badak Sumatera sendiri yang suka menandukkan kepalanya ke pohon atau semak-semak yang ada di depannya. Selain itu, struktur tersebut diduga membuat pergerakan leher dan kepala relatif kaku. Hal ini dapat dilihat saat badak Sumatera akan berbelok maka pergerakan dari bahu (kaki depan) akan diikuti oleh kepala dan leher secara keseluruhan. Otot-otot fiksator persendian bahu adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. biceps brachii, dan m. subscapularis. Musculus supraspinatus berukuran lebih besar dibandingkan dengan m. infraspinatus karena fossa supraspinata badak Sumatera lebih luas dibandingkan dengan fossa infraspinata (Lestari 2009). Kondisi ini mirip dengan yang ditemukan pada babi, sedangkan pada kuda m. infraspinatus lebih besar (Nurhidayat et al. 2011). Musculus infraspinatus pada badak Sumatera tertutup seluruhnya oleh m. deltoideus, sedangkan pada kuda hanya tertutup sebagian oleh m. deltoideus dan pada babi otot ini bersebelahan dengan m. deltoideus (Popesko 1993). Otot ini 36 dibungkus oleh fascia yang tebal yang memisahkannya dengan m. deltoideus, m. teres minor, dan mm. triceps brachii. Fascia yang tebal dan kuat ini diduga menambah kekuatan fiksasi oleh m. infraspinatus terhadap persendian bahu sehingga persendian bahu terfiksir kuat dan menjadi kaku. Musculus biceps brachii badak Sumatera memiliki banyak lapisan daun urat di antara serabut- serabut ototnya yang diduga berfungsi seperti lacertus fibrosus pada kuda. Perbedaannya, lacertus fibrosus pada kuda hanya terdiri atas satu tendo saja. Pada babi, otot ini tidak terlalu berkembang (Getty 1975). Adapun m. subscapularis mirip dengan yang terdapat pada babi dan kuda (Nurhidayat et al. 2011). Permukaan m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. subscapularis ini dilapisi oleh fascia yang tebal sehingga pergerakan persendian bahu akan terbatas dan kaku. Gerakan bahu yang terbatas diduga menyebabkan pergerakan hewan ini relatif kaku. Pergerakan melangkah badak Sumatera lurus ke depan dan menerobos apa saja yang ada di depannya seperti semak belukar dan jarang terjadi secara zig zag atau berbelok-belok. Selain itu, daun urat yang kuat dan tebal di dalam m. biceps brachii diduga membuat hewan ini mampu menunjang berat tubuhnya saat berdiri, serta membantu pada saat berjalan jauh agar tidak cepat lelah. Menurut Borner (1979), badak Sumatera mampu berjalan dengan jarak jauh antara 2-10 km dalam sehari. Otot-otot fleksor dan ekstensor adalah m. deltoideus, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. biceps brachii, mm. triceps brachii, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, m. coracobrachialis, m. brachialis, m. anconeus, dan m. tensor fasciae antebrachii. Musculus brachiocephalicus merupakan otot yang berfungsi sebagai fleksor kepala dan leher. Menurut Soesetiadi (1977), jika hewan bertambah besar maka berat leher dan kepala akan bertambah, sehingga kekuatan otot yang dibutuhkan juga bertambah. Otot-otot fleksor dan ekstensor ini berperan penting saat hewan berjalan. Pada waktu badak Sumatera menuruni bukit-bukit curam, kaki depan diluruskan maksimal ke depan. Aktivitas ini diduga melibatkan kontraksi m. biceps brachii, m. supraspinatus, m. infraspinatus dalam mengekstensorkan persendian bahu dan mm. triceps brachii dalam mengekstensorkan persendian siku. Musculus triceps brachii pada badak Sumatera berukuran relatif besar dibandingkan otot lainnya. Otot ini bertaut ke olecranon yang berukuran besar dan subur pada badak Sumatera (Lestari 2009), sehingga pertautan tersebut menambah kekuatan dari mm. triceps brachii 37 dalam melakukan fleksio persendian bahu dan ekstensio persendian siku. Selain itu, daun urat yang terdapat di dalam m. biceps brachii ditunjang oleh m. infraspinatus dan m. supraspinatus dapat menambah kekuatan ekstensio persendian bahu. Pada waktu menaiki perbukitan dan melompat, kaki depan badak Sumatera ditekuk. Hal ini diduga melibatkan kontraksi dari otot-otot fleksor kaki depan seperti m. deltoideus, m. teres minor, m. teres major, m. coracobrachialis, m. brachialis, m. anconeus, dan m. tensor fasciae antebrachii. Musculus deltoideus pada badak Sumatera hanya terdiri atas satu bagian saja yaitu pars scapularis, hal ini karena badak Sumatera tidak memiliki acromion sebagai tempat pembersitan pars acromialis (Lestari 2009). Kondisi ini mirip pada babi, kuda (Getty 1975), dan babirusa (Kneepkens et al. 1989). Otot ini juga sangat tebal dan subur sehingga terbentuk lekuk yang dalam pada m. triceps brachii caput longum yang berada di profundalnya. Selain itu, otot ini bertaut ke tuberositas deltoidea, bungkul ini pada badak Sumatera sangat subur sehingga pertautan otot tersebut menjadi kuat. Kegiatan badak Sumatera saat menggali kubangan diduga juga melibatkan otot-otot fleksor kaki depan ini. Saat menggali, badak Sumatera menggunakan salah satu kaki depannya secara bergantian untuk mengais tanah yang ada di depannya. Secara umum, badak Sumatera memiliki otot-otot daerah bahu dan lengan atas yang mirip pada babi, kuda (Getty 1975), dan babirusa (Kneepkens et al. 1989). Namun, badak Sumatera memiliki struktur otot-otot istimewa yang berbeda dibandingkan dengan hewan-hewan tersebut. Hal ini diduga sebagai adaptasi terhadap ukuran tubuhnya yang besar dan perilaku badak Sumatera sendiri saat berjalan melewati bukit-bukit curam, berlari, dan menggali kubangan. 38 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Otot-otot bahu dan lengan atas badak Sumatera berukuran relatif besar, kokoh, dilapisi oleh fascia tebal, dan terdapat daun urat di dalam otot-ototnya. Otot- otot istimewa pada hewan ini adalah m. serratus ventralis, mm. pectorales, m. rhomboideus, m. deltoideus, m. infraspinatus, dan m. biceps brachii. Musculus serratus ventralis pada badak Sumatera sangat subur dan terdapat lapisan jaringan ikat di dalam ototnya. Begitu pula mm. pectorales dan m. deltoideus yang sangat subur dan berkembang dibandingkan babi, kuda, dan babirusa. Musculus rhomboideus melapisi cartilago scapulae dari sisi lateral dan medial, pada hewan lain otot ini hanya menutupi sisi lateral cartilago scapulae. Musculus infraspinatus berukuran lebih kecil dibandingkan m. supraspinatus dan dibungkus oleh fascia yang sangat tebal. Musculus biceps brachii sangat istimewa karena memiliki banyak lapisan daun urat di dalam ototnya. Secara umum, badak Sumatera memiliki otot-otot daerah bahu dan lengan atas yang mirip pada babi, kuda, dan babirusa. Namun, badak Sumatera memiliki struktur otot-otot istimewa yang berbeda dibandingkan dengan hewan-hewan tersebut. Perbedaan ini diduga terkait dengan adaptasi terhadap ukuran tubuhnya yang besar dan perilakunya. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai anatomi otot daerah lain untuk mendapatkan data dasar dan informasi yang lebih lengkap pada badak Sumatera. 39 DAFTAR PUSTAKA Amann H. 1985. Contribution to the Ecology and Sociology of the Javan Rhinoceros. Zurich: Druck AG Basel. Anonim. 2008. Ungulata. http://id.wikipedia.org./wiki/ungulata. [29 November 2012] Borner M. 1979. A field Study of the Sumatran Rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis), Ecology and Behaviour Conservation Situation in Sumatera. Zurich: Basel University. [CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2012. Appendices I, II, and III. http://www.cites.org [29 September 2012] De Blasẻ AF, Martin RE. 1981. A Manual of Mammalogy with Keys of Families of the World. 2nd Ed. United State of America: WMC Brown. Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 1996. Textbook of Veterinary Anatomy. Philadelphia: WB Saunders. Foose TJ, Khan MKM, Van Strien NJ. 1997. Asian Rhinos, Status Survey and Conservation Action Plan. Newbury: The Nature Conservation Bureau ltd. Getty R. 1975. The Anatomy of Domestic Animals. 5th Ed. Philadelphia: WB Saunders. Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Volume 11 Mammals II. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Groves CP, Kurt F. 1972. Dicerorhinus sumatrensis. Mammal Species 21: 1-6. [ICVGAN] International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature. 2005. Nomina Anatomica Veterinaria. Hannover: ICVGAN. [IRF] International Rhino Foundation. 2002. Taxonomy. http://www.rhinosirf.org/education/rhinofscilities/rhinofact/sumateran/taxo nomy.htm. [12 Juli 2012] . 2012. Sumatran Rhino Indonesia Programs. http://www.asianrhinos.org.au/index.php/about_us/current_projects/sumatr an_rhino_indonesia_programs/. [5 Juli 2012] [IUCN]. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2008. IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org. [27 Desember 2011] Kneepkens FLMA, Badoux DM, Macdonald AA. 1989. Descriptive and comparative myology of the forelimb of the babirusa. Anat Histol Embryol 18: 349-365. Lestari EP. 2009. Anatomi Skelet Tungkai Kaki Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Massicot P. 1996. Sumatran Rhinoceros. http://www.animalinfo.org/species/ artiperi/ dicesuma.htm [26 Desember 2011]. 40 Nowak RM. 1999. Walker’s Mammals of the World. 6th. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. Nurhidayat, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S, Nisa’ C, Novelina S, Supratikno. 2011. Penuntun Praktikum Miologi Veteriner. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Parker TJ, Haswell WA. 1949. A Textbook of Zoology. 6th Ed. London: MacMillan and Co. Pasquini C, Tom S, Susan P. 1989. Anatomy of Domestic Animals: Systemic & Regional. 5th Ed. Tioga: Sudz Publishing. Popesko P. 1993. Atlas der Topographischen Anatomie der Haustiere. Stuttgart: Ferdinand Enke Verlag. [RPU & PKBI] Rhino Protection Unit & Program Konservasi Badak Indonesia. 2004. Populasi. http://www.badak.or.id/ShowFaqs.aspLang=ENG. &FaqsCode=POPULASI&cpage=2&jumo=. [12 Juli 2011] Sigit K. 2000. Peranan Alat Lokomosi Sebagai Sarana Kelangsungan Hidup hewan. Kajian Anatomi Fungsional. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Siswandi R. 2005. Pola Aktivitas Badak Sumatera di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Soesetiadi D. 1977. Alat Gerak. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Van Strien NJ. 1974. Dicerorhinus Sumatrensis (Fischer), the Sumatran or Two- Horned Asiatic Rhinoceros. Belanda: Medelingen Landbouwhugeschool Wagenigen. . 1986. The Sumatran Rhino (Dicerorhinus sumatrensis) (Fischer 1814) in The Gunung Leuser National Park Sumatera Indonesia in Distribution, Ecology, and Conservation. Belanda: Medelingen Landbouwhugeschool Wagenigen. Vaughan TA. 1986. Mammalogy. 3rd Ed. Philadelphia: Saunders College Publishing. [WWF Indonesia] World Wildlife Fund Indonesia. 2008. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). www.savesumatra.org [20 Juli 2011]. 41