KEPRIBADIAN PADA LANJUT USIA : Karya Tulis Ilmiah : http

advertisement
This page was exported from Karya Tulis Ilmiah [ http://karyatulisilmiah.com ]
Export date: Wed Jul 19 5:38:48 2017 / +0000 GMT
KEPRIBADIAN PADA LANJUT USIA
LINK DOWNLOAD [236.00 KB]
BAB XXIX
KEPRIBADIAN PADA LANJUT USIA
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat :
1. Memahami kepribadian pada lanjut usia.
Mengetahui ciri-ciri kepribadian pada lanjut usia, implikasinya
Mengetahui tipe-tipe kepribadian pada lanjut usia
2. Mengetahui pendekatan-pendekatan dalam pelayanan psikogeriatri
TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka penulis mengharapkan anda sudah akan dapat:
1. Menunjukkan perhatian terhadap ciri-ciri kepribadian pada lanjut usia.
Membaca lebih lanjut tentang kepribadian pada lanjut usia.
Dapat memberikan pengetahuan tentang kepribadian pada lanjut usia kepada rekan sejawat.
2. Membaca lebih lanjut mengenai cara-cara penatalaksanaan pada lanjut usia dari tipe kepribadiannya.
I. PENDAHULUAN
Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah
“beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan
manfaat. Bila seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang terdahulu, ia sering melihat masa
lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan, dan cenderung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba
mengabaikan masa depan sedapat mungkin.
Pada usia enam puluhan biasanya dipandang sebagai garis pemisah antar usia madya dan lanjut usia. Akan tetapi
orang sering menyadari bahwa usia kronologis merupakan kriteria yang kurang baik dalam menandai permulaan
lanjut usia karena terdapat perbedaan tertentu di antara individu-individu dalam usia pada saat mana lanjut usia
mereka mulai.
Karena kondisi kehidupan dan perawatan yang lebih baik, kebanyakan pria dan wanita zaman sekarang tidak
menunjukkan tanda-tanda penuaan mental dan fisiknya sampai usia enam puluh lima, bahkan sampai awal tujuh
puluhan. Karena alasan tersebut, ada kecenderungan yang meningkat untuk menggunakan usia enam puluh lima
sebagai usia pensiun dalam berbagai urusan, sebagai tanda mulainya lanjut usia.
Tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi lanjut usia dini, yang berkisar antara usia enam
puluh sampai tujuh puluh dan lanjut usia yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan seseorang.
Orang dalam usia enam puluhan biasanya digolongkan sebagai usia tua, yang berarti antara sedikit lebih tua atau
setelah usia tujuh puluh, yang menurut standar beberapa kamus berarti makin lanjut usia seseorang dalam periode
hidupnya dan telah kehilangan masa mudanya.
II. KEPRIBADIAN
Kepribadian tidak lain merupakan suatu “kesatuan fungsional yang khas” bagi setiap manusia, yang
mencerminkan corak kebiasaan seseorang dalam mengadakan reaksi terhadap segala rangsangan (baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya), sehingga setiap individu mempunyai ciri yang saling berbeda.
Mengingat komponen yang menggambarkan corak kebiasaan seseorang dalam bereaksi tercermin dalam perilaku
sehari-hari, tentunya perilaku para lanjut usia dapat diidentikkan dengan kepribadian mereka. Demikian pula
banyak textbook yang selalu menggabungkan pembahasan kedua aspek tersebut, padahal aspek-aspek
psikologis/kemampuan mental sebenarnya mempunyai makna yang lebih luas, mencakup alam perasaan/emosi
maupun alam pikirannya.
Pendapat umum sering kali mengidentikkan para lanjut usia sebagai kelompok yang lemah, merepotkan, rapuh,
tersingkir, keluhannya selalu bermacam-macam/bertumpuk dan kalau sakit sering cerewet, mudah mengalami
depresi, sulit menyesuaikan diri dan masih banyak hal lain lagi yang negatif. Memang demikiankah sebenarnya?
Pengamatan Psikososial Terhadap Kepribadian
Apabila Sigmund Freud mendasari pengamatannya melalui perkembangan libido, di mana dorongan psikoseksual
manusia dipelajari dan dicatat berdasarkan fase-fase perkembangan yang disebut sebagai fase oral, fase anal, fase
phalik, fase laten dan fase genital, Erik Erikson (1902-1994) mengamatinya dari sudut yang agak berbeda.
Erikson mendasari teorinya melalui observasi bertahun-tahun, yang kemudian dituangkan dalam buku yang
ditulisnya berjudul The Eight Ages of Man. Ia mengatakan, perkembangan kepribadian yang sifatnya
berkesinambungan ini memerlukan pentahapan yang baik. Tiap stadium/tahapan ini perlu diakhiri dengan
diciptakannya suatu kebijakan tertinggi yang akan diraih oleh setiap manusia yang matang adalah Integritas Ego,
yang tidak lain berbentuk suatu keutuhan kebijaksanaan/wisdom.
Secara garis besar Erikson mengatakan bahwa setiap individu yang ingin mencapai Integritas Ego seyogyanya
melewati setiap fase kehidupan dengan baik, dan setiap penyulit yang dihadapi oleh manusia dalam mencapai
kebijakan dasar dalam setiap stadium tadi akan menjadi penyulit dalam mencapai kematangan emosional.
Kedelapan stadium serta kebijakan dasar yang terungkap dalam teori Erikson adalah sebagai berikut: Satu tahun
pertama kehidupan akan dilewati seorang bayi dengan baik bila ia memperoleh kasih sayang yang cukup, sehingga
ia merasa bahwa dirinya memang pantas untuk hidup secara layak. Dalam fase ini, kebijakan dasar yang dicapai
oleh bayi tadi adalah Basic Trust. Apabila seorang bayi tidak memperoleh pemeliharaan yang baik dari
lingkungannya, ia akan tumbuh menjadi orang yang penuh curiga dan tak akan pernah mempercayai sekelilingnya.
Bayi mulai aktif dan bergerak ke sana kemari, yakni ketika mereka berusia 1-3 tahun. Pada saat seperti ini
terbentuklah sikap Autonomi yang mulai memisahkan ego si anak terhadap orangtuanya. Ia mulai mencoba
kebiasaanya berjalan dan berlari tanpa rasa takut. Bila dalam proses ini terjadi hambatan, anak tadi akan
berkembang menjadi anak yang penuh ragu-ragu dan malu.
Antara 3-5 tahun, terbentuk stadium yang disebut Initiative. Pada masa ini seorang anak seyogianya merasa bebas
untuk berimajinasi, dan mengujinya dengan kenyataan. Ia akan menirukan orang dewasa dan mulai berusaha untuk
berperan aktif dalam permainan dengan teman sebaya. Gangguan dalam stadium ini akan mengakibatkan anak
menjadi mudah menyalahkan diri/kurang berinisiatif.
Sejak anak mulai menginjak sekolah (6-11 tahun) ia mulai memperoleh kesempatan yang lebih besar lagi dalam
menjalankan peran dan berprestasi. Kemampuan sosial dan akademis baik melalui permainan di sekolah, pekerjaan
rumah dan angka yang diperoleh di sekolah akan memberikan rasa berharga dan fase ini dikenal sebagai fase
Industry. Bila ia tidak dapat bersaing disaat ini akan terjadi rasa rendah diri dan inferiority complex yang dapat
berlangsung lama dalam hidup.
Identity atau pencapaian Identitas Ego biasanya terjadi pada usia 15-21 tahun, ketika remaja tadi mulai mengetahui
peran gender/kelamin dan mulai tahu bahwa antar-kelompok sudah ada yang menjadi pemimpin. Ia meletakkan
dirinya menjadi salah satu anggota kelompok dan mengetahui sampai di mana ia dibutuhkan oleh teman dan
hubungan mereka dengan kelompok lain yang berbeda. Stagnasi dalam fase ini dapat mengakibatkan hal yang
sangat serius. Istilah “Krisis identitas” yang dilontarkan oleh Erikson terhadap remaja Amerika Serikat sekitar 25
tahun yang lalu menjadikan nama Erikson sangat popular di antara pakar psikologi dan sosiologi.
Intimacy atau keakraban diperoleh pada usia 21-40 tahun. Pada fase ini manusia mulai menginjak dewasa—ia
mulai memilih teman yang sesuai dengan hasrat dan kesenangan yang ada pada dirinya. Ia mulai mendalami
kehidupan keakraban dengan teman yang lebih sama idealismenya. Saat ini pula ia mulai memilih teman hidup
yang kira-kira mempunyai pandangan yang sama untuk hari depan. Dalam fase ini, bila seseorang tidak dapat
menyesuaikan diri, ia akan mengalami keterasingan dalam hidup, apalagi kalau mengalami kegagalan.
Generativity (40-60 tahun), suatu fase yang mengantarkan manusia menjadi orang tua yang baik terhadap anakanak mereka. Hubungan suami-istri yang harmonis dan keberhasilan rumah tangga akan memberikan perasaan
yang berhasil sebagai manusia produktif. Sebutan “kepala rumah tangga” atau “ibu” mencerminkan peran khusus
bagi seseorang dalam masyarakat. Keberhasilan dalam karier atau dalam mendidik anak akan memberikan rasa
bahagia tersendiri. Kesulitan yang dihadapi dalam masa ini akan menjadikan orang tadi mengalami rasa bahagia
tersendiri. Kesulitan yang dihadapi dalam masa ini akan menjadikan orang tadi mengalami stagnasi dalam proses
berikutnya dan menyebabkan ia merasa tak mampu dalam mengarungi samudra kehidupan. Rasa miskin diri dan
mengasihani diri secara berlebihan akan menjadi suatu momok dalam menghadapi masa depan.
Ego Integrity merupakan muara yang ingin dicapai oleh setiap Lanjut Usia (diatas 60 tahun). Untuk itu, mereka
yang justru telah mengalami kemunduran fisik dan merasa bahwa hidup mereka sudah dekat dengan akhir hayat
perlu mengetahui bahwa pada masa-masa semacam ini kasih sayang dari lingkup keluarga terdekat, kerabat dan
bahkan lingkungan terdekat merupakan sumber kenikmatan tersendiri. Pada masa ini seorang yang merasa bahwa
dirinya diterima dan dihargai oleh sekelilingnya merupakan anugerah yang tidak mungkin dapat dinilai dengan
materi.
Kita mengenal bermacam bahasa dalam menggambarkan kepribadian seseorang. Demikian pula, di bidang
psikologi telah dipakai ratusan tolok ukur dalam melukiskan kecenderungan pribadi secara teoretik, tetapi secara
umum penggunaan istilah tadi perlu disederhanakan. Beberapa pusat penelitian yang independen mengupayakan
pemilihan istilah secara paling sederhana dan sistematik, dan ternyata “Model Lima Faktor” ini dapat melukiskan
hampir semua kecenderungan kepribadian seseorang.
Aspek Neurotisisme, Ekstraversi, dan Kretivitas / Keterbukaan serta Kesetiakawanan dan Ketekunan / Ketelitian
dipakai untuk menggambarkan kepribadian seseorang.
Tabel Model Lima Faktor
FAKTOR SKOR RENDAH SKOR TINGGI
Neurotissisme
Ekstraversi
Kreativitas/Keterbukaan
Kesetiakawanan/Kesepakatan
Ketelitian/Ketekunan Kalem/tenang
Temperamen seimbang
Perasaan puas diri
Rasa nyaman
Tidak emosional
Berani
Menarik diri
Menyendiri
Pendiam
Pasif
Pemurung
Emosi tumpul
Mengurung diri
Tidak kreatif
Konvensional
Cenderung rutin
Tidak mau tahu
Konservatif
Kejam/ Tega
Curiga
Kikir
Ngotot/Melawan
Kritis
Mudah tersinggung
Sering lalai
Malas
Acak-acakan
Sering terlambat
Tak berambisi
Seenaknya Khawatir
Temperamen tinggi
Menyalahkan diri
Tegang
Emosional
Mudah tersinggung
Penuh kasih
Mudah bergaul
Banyak bicara
Aktif
Ceria
Perasa
Suka berangan-angan
Kreatif
Orisinal
Bervariasi
Keingintahuan tinggi
Liberal
Berbelas kasih
Percaya
Murah hati
Penurut
Lemah lembut
Baik hati
Teliti
Kerja keras
Rapi
Tepat waktu
Ambisius
Konsisten
III. KEPRIBADIAN DAN LANJUT USIA
A.Stabil atau Berubah ?
Menurut sejarah, masa dewasa dianggap sebagai masa yang stabil antara pertumbuhan masa kecil dan masa tua.
Teori bahwa individu mengalami reassessment pribadinya pada usia sekitar 40-krisis umur pertengahan telah
banyak diterima. Meskipun teori-teori sering mengalami konflik satu sama lain, tetapi terdapat kesamaan bahwa
kedewasaan bukanlah suatu masa datar (plateau), tetapi suatu masa pertumbuhan dinamis dan perubahan
kepribadian.
B. Perbedaan-Perbedaan Ciri Kepribadian Pada Usia Pertengahan
Sewaktu mengalami tes empiris, bagaimanapun, suatu gambaran yang sangat berbeda muncul. Teori-teori
digambarkan dapat memberi masukan bahwa, rata-rata perubahan prediksi dalam ciri-ciri kepribadian seharusnya
muncul dengan berjalannya umur dan bahwa hal-hal yang lainnya sama atau seimbang, perubahan-perubahan ini
seharusnya muncul sebagai perbedaan-perbedaan level pertengahan dalam studi-studi seksi silang. Lebih awal
studi seksi silang sample-sample kecil menghasilkan suatu hasil-hasil kecil yang bermacam-macam dan tidak
konsisten. Bagaimanapun, sewaktu skala-skala pendek menekan dimensi III paham nuorotik, ekstraversi, dan
pembukaan terhadap pengalaman yang diuji demi sampel-sampel nasional dengan lebih dari 10.000 responden,
hasilnya jelas.
Ada perbedaan yang sangat kecil dalam ketiga aspek-aspek kepribadian ini, bagi orang dewasa antara 25 tahun
hingga 75 tahun. Ada kemunduran-kemunduran yang penting secara sistematik dalam semua ketiga ciri, namun
cukup kecil dalam jarak.
Lebih jauh tidak ada bukti bahwa nilai kepribadian berbeda bagi individu-individu sekitar masa krisis pertengahan
hidup atau sekitar masa pensiun, yang kemungkinan dinasehatkan oleh beberapa teori peran dasar kepribadian.
Tanpa memperhatikan contoh-contoh semua studi-studi seksi silang dibatasi oleh pembauran perbedaan generasi
dengan perbedaan umur. Perbedaan umur yang kecil dapat berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam pola
membesarkan anak selama lebih abad yang lalu. Untuk ulasan tersebut, hasil-hasil dari studi secara longitudinal
dimana individu yang sama di tes ulang didasarkan perbedaan umur yang penting secara khusus. Beberapa studi
secara longitudinal memiliki analisa pembahasan secara longitudinal yang dilaporkan menggunakan bermacammacam alat standar kepribadian. Meskipun perubahan-perubahan masa remaja dan masa dewasa sering terlihat ada
kalanya perbedaan umur dilaporkan bagi orang dewasa yang lebih tua. Contoh : kemunduran kecil dalam sebuah
tingkat aktivitas, studi mayoritas yang besar melaporkan sedikit atau tidak ada perubahan pada ciri-ciri kepribadian
menjelang umur 30 tahun. Beberapa studi mencangkup individu yang dites diatur umur 90 tahun, tidak ada bukti
yang konsisten atas perubahan dalam level rata-rata dari ciri-ciri kepribadian, bahkan dalam umur yang kian
bertambah.
C. Stabilitas Perbedaan-Perbedaan Individu
Fakta bahwa nilai rata-rata suatu variable tidak berubah dari waktu-kewaktu, tidak perlu bahwa keanekaragaman
tersebut konstan antar individu. Pada beberapa orang, nilai variable ini mungkin bertambah, sementara pada yang
lainnya mungkin mengalami penurunan.
Namun salah satu teori perkembangan kepribadian tertua membuktikan bahwa, perubahan yang seimbang tersebut
seharusnya bisa terlihat pada masing-masing individu yang berkembang dalam aspek kepribadian kehidupan
terakhir, yang mengalami ketidakaktifan dalam awal kehidupan. Studi seksi silang tidak dapat berbicara mengenai
hal ini, namun penelitian secara longitudinal dapat. Suatu tingkat dimana individu-individu mengalami hubungan
yang sama dinilai oleh hubungan pertalian dan koefisien, hubungan positif menyatakan secara tidak langsung
perbedaan stabilitas individu, dimana korelasi yang rendah dan negatif menganjurkan bahwa ada perubahan
substansi dalam individu waktu dites ulang.
Penelitian baru yang menggunaan NEO Personality Inventory, suatu pertanyaan yang mengukur model 5 faktor.
Data laporan diri dari 6 tahun tes ulang yang menggunakan 398 pria atau wanita, mulai umur 25 tahun hingga 84
tahun termasuk dalam skala kategori teori neurotisme, ekstroversi dan openness. Data tes ulang 3 tahun yang
menggunakan 360 pria dan wanita termasuk dalam skala agreeableness dan conscientiousness jarak korelasi tes
ulang dari umur 63 tahun hingga 83 tahun dan terdapat korelasi tinggi yang seimbang pada subyek yang lebih
muda dan lebih tua, bagi pria dan wanita. Hubungan ini hampir sama derajatnya dengan skala realibilitas tes ulang
pendek dan hasilnya sangat kuat menunjukkan bahwa ke-5 dimensi utama kepribadian utama sangat stabil pada
masa dewasa.
Kadang-kadang hal ini diperdebatkan bawa stabilitas tinggi ini mungkin disebabkan konsep diri yang mengkristal,
yaitu bahwa individu-individu menggembangkan gambaran diri mereka pada awal kehidupannya dan
mempertahankan gambaran ini meskipun ada perubahan-perubahan kepribadian.
Suatu cara untuk menguji hipotesis ini adalah dengan menguji stabilitas atau perubahan deskripsi yang dibuat oleh
para ahli peneliti dari luar. Nilai paham neurotisme, ekstroversi dan keterbukaan terdapat pada 89 pria dan 79
wanita. Nilai stabilitas koefisien selama 6 tahun dan 68 sampai 83 tahun mendorong pandangan bahwa perbedaan
kepribadian individu mengalami stabilitas yang tinggi.
Hasil-hasil penemuan ini konsisten dengan hasil-hasil penelitian longitudinal yang luas, yang menggunakan
sample-sample keanekaragaman tes kepribadian yang bermacam-macam dan interval-interval hingga sampai 30
tahun. Studi terhadap perubahan anak remaja menuju anak dewasa menunjukkan dimana memiliki tingkat
stabilitas yang paling rendah, tetapi ada bukti yang jelas bahwa terdapat keseimbangan dalam kepribadian pada
masa kecil yang terus berlanjut dalam kombinasi hasil-hasil penemuan studi menunjukkan menjelang usia 30
tahun, pria dan wanita telah mendapatkan kepribadian dewasa mereka, dan meskipun dengan banyak intervensi
terapi atau kejadian dan penyakit, mereka cenderung mempertahankan ciri-ciri ini seumur hidup mereka.
Penemuan-penemuan ini membuat perlunya untuk mengkaji ulang teori-teori penemuan yang popular. Beberapa
orang cenderung mengalami masa-masa krisis kepribadian, dan sewaktu mereka mencapai tahap pertengahan
dalam kehidupan, krisis ini biasanya berupa masalah pilihan karir, penurunan keadaan fisik dan ketidak puasan
dalam perkawinan. Periode masalah-masalah pribadi selama-bertahun-tahun dapat menyerupai krisis legenda
kehidupan dalam tahap pertengahan, namun hanya satu bagian kecil dari populasi yang biasanya mengalami krisis
semacam ini. Nilai yang tinggi dari paham neurotisme merupakan prediposisi yang mempengaruhi individu untuk
mengalami krisis sepanjang hidupnya. Erikson yang terkenal dalam karyanya memaparkan bahwa kehidupan
orang dewasa terdapat perubahan-perubahan berarti dalam peran soaial dan pengharapan, namun tidak
menggambarkan perubahan pada kepribadian individu yang terselubung.
D. Implikasi Stabilitas Kepribadian
Ahli gerontologi kadang-kadang menganggap bahwa ilmu gerontologi adalah studi mengenai apa yang berubah
dari umur; jika kepribadian tidak berubah, mengapa mempelajari studi kepribadian dan proses menua? hal ini pasti
merupakan pandangan yang sempit dalam bidang ini yang menjadi pertanyaan oleh para ahli gerontology adalah
“apa yang terjadi terhadap keanekaragaman dari umur atau usia individu?” dan jika jawaban terhadap hal tersebut
tetap konstan, bahwa suatu pencarian yang penting secara potensial ada didalamnya. Pertanyaan selanjutnya adalah
“mekanisme apa yang bertanggung jawab atas perubahan-perubahan tersebut? dan bagaimana intervensi tersebut
dapat mengakibatkan tingkat perubahan?” stabilitas kepribadian menunjukkan pertanyaan yang berbeda tetapi
pada umumnya dengan dasar yang sama adalah : Bagaimana kepribadian bisa stabil, meskipun terdapat perubahan
peran sosial, penurunan kognitif dan fisik, dan akumulasi pengalaman masa kehidupan? jenis intervensi macam
apa yang diperlukan untuk merubah aspek kepribadian yang tidak diinginkan?
Dalam konteks yang lebih besar, stabilitas kepribadian penting bagi ilmu gerontologi dan geriatri karena
kepribadian itu sendiri penting dalam begitu banyak masa-masa hidup. Kepribadian secara luas mempengaruhi
keberadaan dan moral, suara-suara vocasional, metode menghadapi kenyataan, relasi interpersonal dan persepsi
kesehatan dan prilaku kesehatan. Dengan mengetahui bahwa efek-efek ini cenderung bertahan selama masa
dewasa, dapat menyediakan penilaian yang lebih dalam pada masa-masa hidup yang lain.
E. Implikasi Bagi Individu
Penemuan-penemuan ini dimana kepribadian secara umum stabil pada masa dewasa sering sekali dipandang
dengan ketidaksetujuan oleh para ahli psikolog humanistic sedangkan yang lainnya lebih suka menggambarkan
kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbatas bagi pertumbuhan manusia. Sebaliknya hal ini dterima oleh
mereka yang merasa takut bahwa umum dapat mengakibatkan depresi, terisolasi, dan kekakuan. Jelasnya
bagaimana seseorang mengevaluasi fakta tersebut tergantung pada pengharapan mereka sendiri, hal ini juga
tergantung seberapa puas mereka dengan keadaan kepribadiannya sekarang. Individu yang memiliki kepribadian
yang tenang dan gembira merasa bahagia bahwa biasanya memiliki kepribadian yang tetap. Mereka yang kurang
bahagia dengan diri mereka sebaiknya belajar menerima kenyataan bahwa mereka akan cenderung tetap demikian
yaitu tidak bahagia kecuali mereka menerima tahap yang konkrit termasuk konseling professional untuk merubah
diri mereka. Waktu yang singkat tidak dapat merubah atau mengembangkan kondisi mereka.
Stabilitas sifat-sifat kepribadian, gaya, dan motifasi merupakan hal-hal yang berperan bagi individu untuk
membentuk identitasnya dan belangsung secara berkesinambungan dan berhubungan dengan masa-masa hidup
dewasanya. Perbedaan-perbedaan kestabilan seseorang menyediakan suatu dasar bagi rencana realistic yang
panjang. Para pelajar tidak akan masuk sekolah-sekolah kedokteran kecuali mereka percaya bahwa ketertarikan
mereka dalam pengobatan akan tetapa ada. Orang tidak akan menikah tanpa keyakinan bahwa pasangannya akan
memelihara karakter yang sekarang ditemukan akan tetap menimbulkan rasa sayang. Bagaimana orang dapat
merencanakan dengan sungguh-sungguh suatu hal yang damai atau suatu hal yang menggairahkan atau suatu masa
pensiun yang produktif jika mereka tidak yakin apakah mereka dapat terus memiliki ketenangan atau
berpetualangan atau penghargaan? Beberapa macam tipe umur menyediakan suatu dasar yang kurang bagi rencana
masa depan dalam semua umur, kadar perbedaan individu besar, pria dan wanita mempertahankan kepribadian
mereka hingga masa tua.
F. Implikasi terhadap Psikiatri
Bagian-bagian lain dalam bab ini diperuntukkan untuk didiskusikan pada kondisi piskiatri dan diagnosanya juga
pengobatannya pada masa tua. Hal ini seharusnya diperuntukkan dengan jelas bagaimanapun bahwa perbedaan
antara ciri-ciri kepribadian yang normal dengan kondisi piskiatri sering menjadi satu tingkat. Suatu gangguan
kepribadian khususnya dapat ditunjukkan sebagai bentuk mal-adaptif dari ciri-ciri yang umum dan salah satu fokus
dari penelitian sementara berhubungan dengan keadaan DSM III axis II dengan model lima factor dari kepribadian
yang normal. Kecemasan dan depresi juga kondisi-kondisi klinik yang dapat menggambarkan kecenderungan
jangka panjang untuk mengalami efek-efek ini.
Penemuan-penemuan terhadap stabilitas kepribadian relevan bagi kondisi diagnosa psikiatri bagi orang-orang tua.
Masalah psikiatri dapat mengakibatkan reaksi-reaksi terhadap tekanan-tekanan yang baru terjadi seperti kehilangan
refleksi patologi organik, kesinambungan pola-pola jangka panjang dari ketidakmampuan menyesuaikan diri,
namun hal ini tidak mungkin mengakibatkan masalah usia itu sendiri. Depresi khususnya bukan suatu hal yang
dapat dihindarkan atau bahkan hal yang umum dari masalah proses menua yang normal dan seharusnya dikenal
sebagai suatu masalah kesehatan mental individualistis pada berbagai umur.
Di samping dasar dari suatu ketetapan yang normatif, ditandai dengan perubahan dalam kepribadian yang mungkin
merupakan indikasi dari suatu potologi. Sebagai contoh, perilaku yang tidak berkarakter dapat menjadi tanda
pertama dari suatu sifat pikun yang ditunjukan oleh anggota keluarga. Perubahan-perubahan yang nyata dalam
kepribadian juga dapat dihubungkan dengan masalah yang berhubungan dengan panca indera atau reaksi-reaksi
pengobatan: tanda-tanda perubahan ini seharusnya menyadarkan para ahli jiwa akan suatu evaluasi yang teliti dan
sungguh-sungguh.
Suatu prognosa yang tepat berhubungan dengan hal ini. Secara historis para dokter enggan untuk melakukan suatu
terapi terhadap orang tua karena masa hidup mereka pendek dan karena para lanjut usia diyakini tidak mampu atau
miskin. Suatu peningkatan jumlah menurut ahli genopsikiatri dan psikiatri berbeda pendapat mengenai kedua hal
ini, dan suatu penelitian menyatakan bahwa lanjut usia sanggup beradaptasi bahkan dengan kejadian yang paling
menegangkan sekalipun. Meskipun banyak kematian dari pasangannya, hal ini diasosiasikan dengan resiko angka
kematian yang paling tinggi dan mencolok dalam satu tahun disertai rasa kehilangan, jumlah para janda yang
meningkat dan para duda dalam melanjutkan kehidupan mereka dalam jangka panjang, menunjukkan nilai yang
menurun, atau tidak adanya bukti penurunan psikologi lanjut usia memperlihatkan rasa gembira yang berlebihan
secara kejiwaan.
Lanjut usia yang tadinya tidak bermasalah, suatu saat mengalami kemunduran yang bermakna perlu dipikirkan
kemungkinan-kemungkinan :
1. Awal terjadinya pikun / dementia.
2. Adanya penyakit organis yang tersembunyi, misalnya : kanker atau penyakit degeneratif.
3. Pemakaian obat jenis tertentu / salah minum obat?
G. Implikasi Untuk Evaluasi Medik dan Penatalaksanaannya
Selama bertahun-tahun kepribadian utama yang relevan bagi para dokter yang yakin akan pentingnya etiologi itu
sendiri dalam penyakit-penyakit tertentu. Konflik-konflik intrapsychic yang spesifik dahulu berkembang dalam
bentuk-bentuk patologi yang tertentu, tetapi pandangan-pandangan ini telah menemukan suatu support empiris
yang sedikit. Pola perilaku tipe A, mereka yang dalam hidupnya menomorsatukan karier, selalu ingin mencapai
target hidup serta ambisi yang tinggi, umumnya dikenal oleh National Heart, Lung and Blood Institut sebagai
suatu faktor yang paling beresiko terhadap penyakit jantung coroner (CHD), diabetes mellitus, kadar kolesterol
yang tinggi sehingga kemungkinan terkena stroke akan lebih tinggi. Namun bagaimanapun ada beberapa bukti
bahwa aspek dari pola tipe A, Antagonis hostility, merupakan suatu pencetus CHD dan hal ini dapat menjelaskan
mengapa penelitian akhir-akhir ini menggunakan ukuran global tipe A ditemukan hubungan-hubungan yang
khusus namun secara luas dipercaya bahwa sifat sering marah, kecemasan dan depresi merupakan factor etiologi
dalam perkembangan penyakit coroner arteri, kanker, dan bermacam penyakit lainnya ternyata tidak dapat
dibuktikan secara statistik.
Bukti sekarang menunjukkan suatu gabungan yang jelas dan interpretasi kritis dari individu yang ragu akan aspek
kepribadian dan merupakan indikator penyakit yang objektif. Jika ciri-ciri kepribadian tidak menunjukkan kondisi
yang kronis, hal ini tidak mungkin mengakibatkan efek yang lain pada kesehatan secara fisik pada akhirnya hal ini
dapat menunjukkan bahwa model 5 faktor dari kepribadian menawarkan suatu pola kerja yang komprehensif
dimana kombinasi antara kepribadian dan penyakit dapat dinilai secara sistematis.
Individu yang mempunyai derajat neuroticisme yang tinggi, ciri-cirinya: cemas, frustasi, depresi dan stress, sering
melaporkan keluhan yang berlebihan sehingga kunjungan ke dokter dan psikiater berkurang. Semakin
bertambahnya usia, individu tadi juga menujukkan kecenderungan mengidap gangguan kardiovaskuler, keluhan
genitor-urinarik, keluhan sensorik lainnya dalam frekuensi yang lebih tinggi. Gabungan keluhan secara medis
dengan neuroticisme dan stabilitas neuroticisme melingkupi kehidupan orang dewasa yang menunjukkan gejala
yang dilaporkan seharusnya stabil, dan penelitian secara longitudinal secara umum mengkonfirmasikan hipotesa
ini. Total keluhan fisik yang ditunjukkan dalam Cornel Medical Index bahwa 6 tahun koefesien stabilitas dari 74
dengan contoh dari 386 pria dalam Baltimore Longitudinal Studi of Aging, dan analisa perubahan level yang
penting menunjukkan pertumbuhan dengan panca indera, tetapi tidak ada perubahan yang konsisten dalam sistem
lainnya. Subyek yang tinggi nilai neurotiknya menunjukkan skors yang paling tinggi baik fisik maupun psikis dan
usia.
Ada dua kesimpulan yang dapat diambil dari penemuan ini, pertama, keyakinan yang besar bahwa individu
menjadi hypochondria karena usia mereka sudah tidak bisa mendukung. Perkembangan penggunaan pengobatan
medis oleh pria dan wanita lanjut usia merupakan respon yang rasional terhadap masalah kesehatan mereka, dan
keluhan somatic seharusnya tidak dianggap sepele karea pasien sudah lanjut usia.
Kedua, dokter seharusnya sadar bahwa perbedaan-perbedaan individu dalam berbagai macam rasa, ingatan dan
timbulnya gejala-gejala medis. Individu yang angka neurotiknya meningkat dapat menunjukkan keluhannya,
mengarah ke diagnosa yang tidak tepat, dalam kasus ini tes lebih lanjut secara obyektif dapat dianjurkan. Individu
yang nilai neurotiknya rendah juga membutuhkan perhatian khusus, karena mereka cenderung meremehkan
masalah, dan mereka mungkin tidak menghadapi suatu rutinitas yang biasanya dilakukan oleh individu lainnya.
Dengan cara ini, tanda-tanda penyakit pada fase awal bisa terlewati. Meskipun telah ada penelitian yang sedikit
terhadap relevansi dimensi ke-4 lainnya dari kepribadian dalam memperbaiki perilaku, ini merupakan alasan untuk
curiga kearah tersebut juga penting. Pasien-pasien yang lebih teliti seharusnya mampu mengontrol diet, dan cara
hidup. Dan lebih cermat dalam memilih pengobatan. Pasien-pasien yang tingkat kesadarannya rendah sebaiknya
mendapat perhatian lebih dan dimonitor oleh dokter.
IV. TIPE KEPRIBADIAN PADA LANSIA
Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya
dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap
kepribadiannya (Depkes, 1992).
Gambar 1. Oma dengan hasil karyanya
Pada lanjut usia yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi dengan baik, kecuali kalau mereka mengalami gangguan
kesehatan jiwa atau tergolong patologik. Sifat kepribadian seseorang sewaktu muda akan lebih nampak jelas setelah
memasuki lanjut usia sehingga masa muda diartikan sebagai karikatur kepribadian lanjut usia. Dengan memahami
kepribadian lanjut usia, tentu akan lebih memudahkan masyarakat secara umum dan anggota keluarga lanjut usia
tersebut secara khusus, dalam memperlakukan lanjut usia dan sangat berguna bagi kita dalam mempersiapkan diri
jika suatu hari nanti kita memasuki masa lanjut usia.
Adapun beberapa tipe kepribadian lanjut usia adalah sebagai berikut:
A. Tipe Kepribadian Konstruktif
Model kepribadian tipe ini sejak muda umumnya mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan dan
pola kehidupannya. Sejak muda perilakunya positif dan konstruktif serta hampir tidak pernah bermasalah, baik di
rumah, di sekolah maupun dalam pergaulan sosial. Perilakunya baik, adaptif, aktif, dinamis, sehingga setelah
selesai mengikuti studi ia mendapatkan pekerjaan juga dengan mudah dan dalam bekerjapun tidak bermasalah.
Karier dalam pekerjaan juga lancar begitu juga dalam kehidupan berkeluarga; tenang dan damai semua berjalan
dengan normatif dan lancar. Dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian model ini adalah tipe ideal, seolah-olah orang
tidak pernah menghadapi permasalahan yang menggoncangkan dirinya sehingga hidupnya terlihat stabil dan
lancar. Jika tipe kerpibadian ini terlihat seolah-olah tidak pernah bermasalah hal itu terjadi karena tipe kepribadian
model ini mudah menyesuaikan diri, dalam arti, pandai mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya.
Sifatnya pada masa dewasa adalah mempunyai rasa toleransi yang tinggi, sabar, bertanggung jawab dan fleksibel,
sehingga dalam menghadapi tantangan dan gejolak selalu dihadapi dengan kepala dingin dan sikap yang mantap.
Pada masa lanjut usia model kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada saat memasuki usia
pensiun ia dapat menerima dengan suka rela dan tidak menjadikannya sebagai suatu masalah, karena itu post
power sindrome juga tidak dialami. Pada umumnya karena orang-orang dengan kepribadian semacam ini sangat
produktif dan selalu aktif, walaupun mereka sudah pensiun akan banyak yang menawakan pekerjaan sehingga
mereka tetap aktif bekerja di bidang lain ataupun di tempat lain. Itulah gambaran tipe kepribadian konstruktif yang
sangat ideal, sehingga mantap sampai lanjut usia dan tetap eksis di hari tua.
B. Tipe Kepribadian Mandiri
Model kepribadian tipe ini sejak masa muda dikenal sebagai orang yang aktif dan dinamis dalam pergaulan sosial,
senang menolong orang lain, memiliki penyesuaian diri yang cepat dan baik, banyak memiliki kawan dekat namun
sering menolak pertolongan atau bantuan orang lain. Tipe kepribadian ini seolah-olah pada dirinya memiliki
prinsip “jangan menyusahkan orang lain” tetapi menolong orang lain itu penting. Jika mungkin segala
keperluannya diurus sendiri, baik keperluan sekolah, pakaian sampai mencari pekerjaan dan mencari pasangan
adalah urusan sendiri. Begitu juga setelah bekerja, dalam dunia kerja ia sangat mandiri dan sering menjadi
pimpinan karena aktif dan dominan. Perilakunya yang akif dan tidak mengenal pamrih, justru memudahkan gerak
langkahnya, biasanya ia mudah memperoleh fasilitas atau kemudahan-kemudahan lainnya sehingga kariernya
cukup menanjak, apalagi jika ditunjang pendidikan yang baik, maka akan mengantarkan model kepribadian yang
mandiri menjadi pimpinan atau manajer yang tangguh.
Dalam kehidupan berkeluarga model kepribadian ini umumnya sangat dominan dalam mengurus keluarganya.
Semua dipimpin dan diatur dengan cekatan sehingga semua beres. Seolah-olah dalam benaknya anak istri tidak
boleh kerepotan dan jangan merepotkan orang lain. Model tipe ini adalah ayah atau ibu yang sangat perhatian pada
anak-anak dengan segala kebutuhannya.
Bagaimana model kepribadian tipe ini memasuki masa pensiun dan masa lanjut usia? Disinilah mulai timbul
gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan anak buah, teman, kelompok, jabatan, status dan kedudukan
sehingga cenderung ia menunda untuk pensiun atau takut pensiun atau takut menghadapi kenyataan. Termasuk
dalam kelompok kepribadian model ini adalah mereka yang sering mengalami post power sindrome setelah
menjalani masa pensiun. Sedangkan tipe kepribadian ini yang selamat dari sindrome adalah mereka yang biasanya
telah menyiapkan diri untuk memiliki pekerjaan baru sebelum pensiun, misalnya wiraswasta atau punya kantor
sendiri atau praktik pribadi sesuai dengan profesinya masing-masing dan umumnya tidak tertarik lagi bekerja
disuatu lembaga baru kecuali diserahkan penuh sebagai pimpinan.
C. Tipe Kepribadian Tergantung
Tipe kepribadian tergantung ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan
masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau
orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik,
namun sukar melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghadapi hal-
hal yang nyata. Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak
menyendiri, pergaulannya terbatas sehingga hampir-hampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga saat
menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa studinya juga lambat. Dalam mencari
pekerjaan orang tipe ini biasanya tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya
tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan diperhatikan oleh orang lain atau
atasan, namun jika tidak ada perintah cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam
pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah akrab sulit melupakan jasa baik
temannya.
Dalam kehidupan perkawinan, karena orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang
dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak banyak protes, pokoknya mengikuti
kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati
hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut seringkali
mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan
merupakan beban yang amat berat sehingga mengalami stress yang berat dan sangat menderita.
D. Tipe Kepribadian Bermusuhan
Tipe Kepribadian bermusuhan adalah model kepribadian yang tidak disenangi orang, karena perilakunya
cenderung sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semauanya sendiri dan sebagainya. Sejak masa sekolah dan
remaja biasanya mereka sudah banyak masalah, sering pindah-pindah sekolah, tidak disenangi guru, dijauhi
kawan-kawan sehingga sebagai siswa reputasinya negatif. Begitu juga setelah jadi mahasiswa, dikampus biasanya
mereka dikenal sebagai tukang bikin ribut, prestasi akademik kurang, namun biasanya pandai pacaran, ganti-ganti
pacar, berjiwa petualang (avonturir) dan mudah terjerumus dalam minum-minuman keras, menggunakan narkotik
dan sejenisnya. Dalam dunia kerja umumnya mereka tidak stabil, senang pindah-pindah kerja atau pekerjaannya
tidak menentu. Kalau menjadi pejabat cenderung foya-foya, menghalalkan segala cara dan semua keinginan harus
dituruti, demi memberikan kepuasan diri. Tipe ini juga dikenal tidak mau mengakui kesalahannya dan cenderung
mengatakan bahwa orang lain yang berbuat salah, banyak mengeluh dan bertindak agresif atau destruktif, pada hal
dalam kenyataan mereka lebih banyak berbuat kesalahan.
Model kepribadian bermusuhan ini juga takut menghadapi masa tua, sehingga mereka berusaha minum segala
jenis jamu atau obat agar terlihat tetap awet muda, mereka juga takut kehilangan power, takut pensiun dan paling
takut akan kematian. Biasanya pada masa lanjut usia orang-orang dengan tipe ini terlihat menjadi rakus, tamak,
emosional dan tidak puas dengan kehidupannya, seolah-olah ingin hidup seribu tahun lagi.
E. Tipe Kepribadian Kritik Diri
Tipe kepribadian kritik diri ditandai adanya sifat-sifat yang sering menyesali diri dan mengkritik dirinya sendiri.
Misalnya merasa bodoh, pendek, kurus, terlalu tinggi, terlalu gemuk dan sebagainya, yang menggambarkan bahwa
mereka tidak puas dengan keberadaan dirinya. Sejak menjadi siswa mereka tidak memiliki ambisi namun kritik
terhadap dirinya banyak dilontarkan. Kalau dapat nilai jelek, selalu mengkritik dirinya dengan kata dasar orang
bodoh maka malas belajar. Begitu juga setelah dewasa dalam mencari pekerjaan dan bekerja juga tidak berambisi
yang penting bekerja namun karier tidak begitu diperhatikan. Keadaan itu biasanya juga mengakibatkan kondisi
sosial ekonominya juga menjadi pas-pasan, karena sulit diajak kerja keras.
Dalam kehidupan berkeluarga juga tidak berambisi, syukur kalau dapat jodoh, namun setelah menikah hubungan
suami istripun tidak mesra karena selalu mengkritik dirinya dengan segala kekurangannya. Karena kurang akrab
berkomunikasi dengan suami atau istri, maka mudah terjadi salah faham, salah pengertian dan mudah tersinggung.
Kehidupan dalam keluarga kurang hangat dan kurang membahagiakan dirinya. Dalam menghadapi masa pensiun
mereka akan menerima dengan rasa berat, karena merasa lebih tidak berharga lagi dan tidak terpakai. Model
kepribadian inilah yang sering terlihat pada lanjut usia yang antara suami dan istri menjadi tidak akur, sehingga
masing-masing mengurusi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling menegur dan saling mengacuhkan walaupun
hidup dalam satu atap.
F. Tipe Kepribadian Defensif
Orang ini biasa dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan. Emosi tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan,
seringkali emosinya tak dapat dikontrol, memegang teguh pada kebiasaannya, bersifat kompulsif aktif. Anehnya
mereka takut menghadapi “menjadi tua” dan tak menyenangi masa pensiun.
V. CIRI-CIRI LANJUT USIA
Sama seperti setiap peroide lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, lanjut usia ditandai dengan perubahan
fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, sampai sejauh tertentu, apakah pria atau wanita lanjut
usia akan melakukan penyesuian diri secara baik atau buruk. Akan tetapi, ciri-ciri lanjut usia cenderung menuju
dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan kepada kesengsaraan daripada kebahagiaan.
Itulah sebabnya mengapa lanjut usia lebih ditakuti daripada usia madya dalam kebudayaan Amerika.
A. Lanjut Usia Merupakan Periode Kemunduran
Seperti yang telah ditekan berulang-ulang orang tidak pernah bersifat statis. Karena itu, orang sering berubah
secara konstan. Selama bagian awal dari kehidupan perubahan itu bersifat evolusional dalam arti bahwa orang
selalu menuju pada kedewasaan dan keberfungsian. Sebaliknya, pada bagian selanjutnya, mereka tidak evolusional
lagi, yang mencabut regresi kepada tahap awal. Perubahan-perubahan ini sesuai dengan hukum kodrat manusia
yang pada umumnya dikenal dengan istilah “menua”. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi struktur baik
fisik maupun mentalnya dan keberfungsiannya juga.
Periode selama lanjut usia, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada
waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dikenal sebagai “senescence”, yaitu masa proses
menjadi tua. Seseorang akan menjadi orang semakin tua pada usia lima puluhan atau tidak sampai mencapai awal
atau akhir usia enam puluhan, tergantung pada laju kemunduran fisik dan mentalnya.
Istilah “keuzuran” (senility) digunakan untuk mengacu pada periode waktu selama lanjut usia apabila sudah terjadi
disorganisasi mental. Seseorang yang menjadi eksentrik, kurang perhatian, dan terasing secara sosial, maka
penyesuaian dirinya pun buruk, biasanya disebut “uzur”. Keuzuran mungkin terjadi pada awal usia lima puluhan,
atau malah tidak terjadi sama sekali karena telah meninggal sebelum mengalami proses pemunduran tersebut.
Pemunduran itu sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Penyebab fisik
kemunduran ini merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses
menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis. Sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang
lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya dapat menuju ke keadaan uzur, karena terjadi perubahan pada
lapisan otak. Akibatnya, orang menurun secara fisik dan mental dan mungkin akan segera mati. Bagaimana
seseorang mengatasi ketegangan dan stress hidup akan mempengaruhi laju kemunduran itu.
Demikian juga halnya bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam kemunduran. Seseorang yang
mempunyai motivasi rendah untuk mempelajari hal-hal baru, atau ketinggalan dalam penampilan, sikap atau pola
perilaku, akan semakin memburuk lebih cepat daripada orang yang mempunyai motivasi yang kuat. Masa luang
yang baru akibat tumbuhnya masa pensiun sering membawa kebosanan yang semakin memperkecil dan
melemahkan motivasi seseorang.
Gambar 2. Kegiatan bermain bersama
B. Perbedaan Individual Pada Efek Menua
Dewasa ini, lebih banyak terjadi daripada dahulu kala bahwa menua itu mempengaruhi orang-orang secara
berbeda. Maka tidak mungkin mengklasifkasikan seseorang sebagai manusia lanjut yang “tipikal” dan ciri
“tipikal” dari lanjut usia. Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda,
sosial ekonomi dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda. Perbedaan kelihatan diantara
orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita
karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin.
Bila perbedaan-perbedaan tersebut bertambah sesuai dengan usia, perbedaan-perbedaan tersebut akan membuat
orang bereaksi secara berbeda terhadap situasi yang sama. Sebagai contoh, beberapa orang berfikir bahwa masa
pensiun itu merupakan berkah dan keberuntungan, sedangkan orang-orang lain menganggapnya sebagai kutukan.
Sebagai kebiasaan/hukum umum bahwa proses menua fisik lebih cepat dibandingkan dengan proses menua
mental, walaupun hal yang sebaliknya seseorang sangat memikirkan proses ketuaannya dan membiarkan saja
proses menua mentalnya terjadi apabila tanda-tanda pertama ketuaan fisik tampak.
C. Usia Tua Dinilai dengan Kriteria yang Berbeda
Karena arti tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak muda, maka orang cenderung
menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik. Bagi usia tua, anak-anak adalah lebih kecil dibandingkan
dengan orang dewasa dan harus dirawat, sedang orang dewasa adalah sudah besar dan dapat merawat diri sendiri.
Orang tua mempunyai rambut putih dan tidak lama lagi berhenti dari pekerjaan sehari-hari.
Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai lanjut usia dalam cara yang sama dengan cara penilaian
orang dewasa, yaitu dalam hal penampilan diri dan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukannya. Dengan
mengetahui bahwa hal tersebut merupakan dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka, banyak orang
berlanjut usia melakukan segala apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda
proses menua fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga
muda. Inilah cara mereka untuk menutupi diri dan membuat ilusi bahwa mereka belum lanjut usia.
D. Berbagai Stereotipe Orang Lanjut Usia
Dalam kebudayaan orang Amerika dewasa ini, terdapat banyak stereotipe orang lanjut usia dan banyak
kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul
dari pelbagai sumber, empat yang paling umum dijelaskan berikut ini:
Pertama, cerita rakyat dan dongeng, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, cenderung
melukiskan lanjut usia sebagai usia yang tidak menyenangkan. Walaupun pendapat tersebut benar tentang
beberapa gambaran orang berlanjut usia yang bersikap baik dan mempunyai pengertian, tetapi banyak juga yang
menggambarkan mereka, khususnya wanita sebagai orang yang rewel dan jahat.
Kedua, orang yang berlanjut usia sering diberi tanda dan diartikan orang secara tidak menyenangkan oleh pelbagai
media massa. Contohnya, Shakespeare membuat 132 acuan tentang perubahan fisik dan perilaku yang menyertai
lanjut usia.
Dia menggambarkan masa uzur sebagai berikut:
Babak terakhir dari segalanya,
Yang mengakhiri sejarah peristiwa aneh ini,
Adalah masa kekanak-kanakan tahap kedua, dan semata-mata kepikunan,
Kehilangan gigi, kehilangan penglihatan, kehilangan pendengaran, kehilangan pengecapan, dan kehilangan
segalanya.
Shakespeare juga menulis tentang penampilan orang usia tua sebagai berikut:
Pakaiannya seperti anak muda , cukurannya bagus, dunianya yang begitu luas
Tulang keringnya mengkerut, dan suaranya berwibawa
Kembali lagi ke sifat yang lebih kekanak-kanakan,
berpipa dan suaranya berdesis.
Salah satu dari beberapa referensi literer terhadap lanjut usia, antara lain dibuat oleh Browning:
Tumbuhlah menua bersama aku,
Yang terbaik sungguh terjadi,
Yang terakhir dari hidup, yang baginya yang pertama telah terjadi.
Gambaran orang lanjut usia dalam karya sastra puisi dewasa ini nampak cenderung bernada negatif. Sohngen dan
Smith menyimpulkan dari studinya tentang puisi modern, bahwa pekenannya terletak pada hilangnya daya fisik,
hubungan sosial, dan emosi. Mereka menulis, “Gambaran tentang usia yang ditemukan dalam sebagian besar puisi
dan sajak yang ada, adalah sama dengan gambaran tipe-tipe stereotipe negatif dari kebudayaan popular.”
Cerita fiksi tidak lagi menarik dan menyenangkan bagi mereka yang berlanjut usia ketimbang puisi. Alasannya
adalah karena dalam kedua bentuk sastra tersebut orang berlanjut usia digambarkan secara negatif. Bagaimanapun
juga ada bukti-bukti bahwa pada tahun-tahun belakangan ini, cerita fiksi bagi anak-anak menggambarkan secara
rinci orang berlanjut usia dalam nada yang kurang negatif daripada di masa yang lalu.
Televisi telah ikut ambil bagian dalam mempopulerkan pendapat klise tentang orang lanjut usia. Karena sajiannya
secara konstan hanya menekankan pada kecantikan dan keperkasaan anak muda, maka orang berlanjut usia
tampaknya tidak menarik dan tidak efektif kalau digunakan sebagai pembanding. Walaupun televisi tidak secara
langsung menekankan aspek negatif lanjut usia, tetapi sesungguhnya secara tidak langsung televisi menonjolkan
aspek negatif tersebut karena membandingkan orang berlanjut usia dengan anak muda.
Ketiga, berbagai humor dan canda yang berbeda juga menyangkut aspek negatif orang lanjut usia, dengan acara
yang tidak menyenangkan dan klise yang sebagian besar lebih menekankan sikap ketololan sebagai orang tua
daripada kebijakan. Hal demikian, yang tidak dapat dimengerti, cenderung menimbulkan sikap negatif yang
memperkuat pendapat klise yang ada tentang orang tua lanjut usia tidak menyenangkan.
Keempat, pendapat klise lama telah diperkuat oleh hasil studi ilmiah, karena masalah pokok dari studi tersebut
pada umunya menekankan masa sebelumnya, bahwa orang-orang dalam lembaga tertentu yang kemampuan fisik
dan mentalnya telah menurun merupakan orang penting yang bertanggung jawab terhadap proses
perlembagaannya, sehingga tidak mengherankan lagi kalau hasil studi semacam itu justru mendukung pendapat
klise yang sudah populer. Akan tetapi, ada juga studi yang sampelnya mewakili orang lanjut usia yang tidak
banyak menunjang pendapat klise tersebut.
Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang lanjut usia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan
mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena
hari-harinya yang penuh dengan manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orang-orang yang lebih muda.
Menurut pendapat klise ini, seperti dijelaskan oleh Berry, “Orang muda itu indah dan cantik, dan orang berlanjut
usia itu jelek. Pendapat klise yang tidak menyenangkan ini tampaknya membuat ia sulit untuk melihat lanjut usia
sebagai segalanya melainkan lebih merupakan hal yang negatif dalam kehidupannya.
Sama pentingnya bahwa konsep diri tentang lanjut usia yang dipunyai orang, yang dibentuk pada awal tahun
kehidupannya dan yang lebih banyak dilandasi oleh budaya klise daripada pengalaman pribadi seseorang pada
lanjut usia, mempengaruhi sikap mereka sendiri baik yang berlanjut usia maupun yang sedang dalam masa menuju
tua. Karena efek seperti ini bersifat negatif, sehingga menambah ketakutan mereka terhadap lanjut usia dan
menimbulkan konsep diri yang negatif.
E. Sikap Sosial Terhadap Lanjut Usia
Pendapat klise tentang lanjut usia mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap sosial baik terhadap lanjut usia
maupun terhadap orang berlanjut usia. Dan karena kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka
sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak menyenangkan, seperti yang diungkapkan oleh Bernett, “Adalah
sulit untuk mengagungkan lanjut usia atau sulit juga menyuguhkan daya tarik seksual”, dalam kondisi demikian.
Seberapa jauh tidak menyenangkan hal tersebut dinyatakan oleh survey berskala nasional tentang pendapat dari
berbagai daerah terhadap orang berlanjut usia dengan membandingkannya dengan pendapat diri dari mereka yang
berlanjut usia. Perlu dicatat bahwa pada sebagian besar pendapat orang lanjut usia lebih merasa senang terhadap
keadaan diri mereka sendiri daripada pendapat dari kelompok lain tentang diri mereka.
Arti penting tentang sikap sosial terhadap lanjut usia yang tidak menyenangkan mempengaruhi cara mereka
memperlakukan orang lanjut usia. Sebagai pengganti penghormatan dan penghargaan terhadap orang lanjut usia,
dan sebagai ciri-ciri banyak kebudayaan, sikap sosial di Amerika mengakibatkan orang lanjut usia merasa bahwa
mereka tidak lagi bermanfaat bagi kelompok sosial dan dengan demikian maka lebih banyak menyusahkan
daripada sikap yang menyenangkan .
Sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lanjut usia, dalam kebudayaan Amerika dewasa ini bersifat
universal, tetapi mereka cenderung menjadi kelompok rasial yang lebih kuat di antara kelompok rasial dan kelas
sosial tertentu dibanding kelompok lain. Orang yang berasal dari negara-negara yang menghargai orang lanjut
usia, mereka sudah terbiasa memperlakukan orang lanjut usia dengan lebih menyenangkan dan lebih hormat
dibanding mereka yang tinggal di Amerika untuk beberapa generasi terhadap orang lanjut usia pada umumnya.
Anggota masyarakat dari kelompok sosial mereka, dibanding mereka yang berasal dari kelompok masyarakat yang
sosial ekonomi menengah dan lebih rendah yang lebih sering memanfaatkan orang lanjut usia untuk bertanggung
jawab terhadap keuangan mereka, dan sikap seperti inilah yang sering menimbulkan kemarahan mereka.
F. Orang Lanjut Usia Mempunyai Status Kelompok Minoritas
Walaupun ada fakta bahwa jumlah orang lanjut usia di Amerika dewasa ini bertambah banyak, tetapi status mereka
dalam kelompok-minoritas, yaitu suatu status yang dalam beberapa hal mengecualikan mereka untuk tidak
berinteraksi dengan kelompok lainnya, dan memberinya sedikit kekuasaan apapun. Status kelompok-minoritas ini
terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat
oleh pendapat klise yang tidak menyenangkan tentang mereka.
Oleh karena itu, kelompok orang lanjut usia disebut sebagai “Warga negara kelas dua” yang hidup dengan status
bertahan dan mempunyai efek penting terhadap pribadi dan penyesuaian sosial mereka. Hal ini mengakibatkan
tahun-tahun akhir hidupnya terasa pahit. Hal ini pula menyebabkan mereka merasa menjadi korban beberapa
anggota dari kelompok mayoritas. Seperti yang ditekankan oleh Langer:
Jikalau orang-orang lanjut usia dikorbankan, dalam beberapa hal mereka sesungguhnya memang merupakan
korban. Karena keadaaan yang sakit-sakitan, kesepian dan teror yang mengancamnya membuat mereka mudah
menjadi mangsa para tukang obat, khususnya mereka yang terserang penyakit. Sikap seperti itu merupakan sikap
tamak sehingga menimbulkan reaksi yang tidak simpatik terhadap sikap tamak mereka. Itu semua merupakan
penipuan besar yang diatur secara licik, seperti tukang obat di pinggir jalan yang menawarkan rumah tidak layak
huni dikatakan rumah baik, dari belajar lari dapat memperbaiki tungku yang rusak, semua itu bohong.
Orang lanjut usia di Amerika dewasa ini tidak hanya dimanfaatkan oleh orang-orang yang berusaha dengan caracara amoral saja, tetapi mereka juga menjadi mangsa berbagai bentuk kriminalitas mulai dari penjambretan tas
sampai dengan pemerkosaan, terutama wanita berlanjut usia karena pada umumnya kurang cukup kuat dan rapuh
sekali untuk mempertahankan diri. Akibatnya kriminalitas menyerang mereka, dan mereka menjadi takut ke luar
rumah atau takut melakukan sesuatu tanpa dikawal oleh orang yang lebih muda.
G. Menua Membutuhkan Perubahan Peran
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi orang lanjut usia, yang nampak dalam cara orang
memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau banyak orang lanjut usia mengembangkan konsep diri yang
tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat kekerasan
yang berbeda pula. Mereka yang pada masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat
ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan. Orang lanjut usia
cenderung, sebagai kelompok, lebih banyak menyesuaikan diri secara buruk ketimbang orang yang lebih muda.
Sehubungan dengan itu Butler mengungkapkan demikian:
Orang lanjut usia secara tidak proposional menjadi subyek bagi masalah emosional dan mental yang berat. Insiden
psychopathologi timbul seiring dengan bertambahnya usia. Gangguan fungsional – keadaan depresi dan paranoid –
terus bertambah, sama seperti penyakit otak setelah usia 60…
Kasus bunuh diri juga meningkat seiring dengan usia, dan jumlah kasus bunuh diri paling sering dilakukan oleh
pria kulit putih.
H. Keinginan Menjadi Muda Kembali Sangat Kuat Pada Lanjut Usia
Status kelompok-minoritas yang dikenakan pada orang berlanjut usia secara alami telah membangkitkan keinginan
untuk tetap muda selama mungkin dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak. Berbagai cara-cara
kuno-kuno, obat yang termanjur untuk segala penyakit, zat kimia, tukang sihir dan ilmu gaib digunakan untuk
mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang bisa membuat orang tetap awet muda, yang
dipercayai mempunyai kekuatan magis untuk mengubah lanjut usia menjadi muda lagi. Sue memberi komentar
sebagai berikut:
Zaman sekarang banyak orang mencari-cari cara untuk memperlambat menua dengan usaha membatasi dan
mengurangi makanan atau vitamin. Sedang yang lain melakukan operasi plastik untuk menghilangkan tanda-tanda
ketuaan, kemudian menggunakan alat-alat kecantikan untuk menutupi kerut-kerut di kulitnya. Semua prosedur dan
usaha tersebut merupakan refleksi dari keasyikan orang muda yang berhubungan dengan sejarah peradaban
manusia. “Obat” tersebut mungkin tidak banyak berbeda dengan tarikan nafas gadis muda, atau bergabung dengan
sejarah Ponce de Leon dalam mencari sumber yang dapat membuat seseorang tetap awet muda.
Gambar 3. Penampilan bergaya “anak muda”
Dewasa ini obat-obatan telah mengambil alih tugas-tugas tersebut yang mencoba menahan ketuaan. Karena
berkurangnya hormon seks yang memegang peranan penting dalam usia tua, maka telah dibuat percobaan agar orang
berlanjut usia tetap muda dengan cara melakukan terapi terhadap hormone seks. Gerovital, menyebutnya “obat
awet”.
Bagaimanapun juga ilmu pengobatan mempertanyakan tentang keamanan dari teknik pengobatan tersebut,
terutama hormon estrogen bagi wanita, yang dapat menyebabkan kanker saluran kandungan.
Beberapa percobaan yang dilakukan dewasa ini menunjukkan bahwa tidak mungkin untuk membuat orang yang
sudah tua menjadi muda lagi. Bagaimanapun juga pengaturan hormon dapat meningkatkan kesehatan dan
keperkasaan seseorang dengan demikian berarti memperlambat proses ketuaan.
Kulit mulai keriput dan justru inilah yang menyebabkan para wanita merasa ketakutan, bahwa dengan datangnya
keriput pada wajah mereka maka akan mulai pudar pula kehidupan selanjutnya. Pada kulit, proses atrofi tidak saja
trjadi pada jaringan penunjang, tetapi juga kelenjar keringat mulai bekurang fungsinya, sehingga kulit menjadi
kering dan kurang elastis, rambut mulai rontok dan juga pigmentasi kulit makin bertambah. Sedangkan perubahan
psikis/mental dapat disaksikan adanya:
Kecepatan berfikir mulai berkurang, mereka mulai bersifat egosentrik; sehingga sering kali kita jumpai sifat-sifat:
bertambah pelit, curiga, ingin memiliki sesuatu yang kadang kala dapat mengganggu ketentraman sekitarnya.
Banyak psikiater mengatakan bahwa sifat seseorang pada usia tua, merupakan karikatur sifat-sifat sewaktu muda,
karena merupakan aksentuasi dari sifat-sifat mereka selagi muda. Proses-proses arteriosclerosis di otak pun
mempunyai problema tersendiri, sehingga kita pada suatu saat akan dihadapkan dengan persoalan neurologik
maupun psikiatri secara bersama. Kelainan-kelainan yang lebih serius tentu saja dapat terjadi, misalnya terjadinya
dementia dan lain-lain, yang sudah tentu merupakan topik pembicaraan tersendiri.
VI. PERAWATAN ROHANI BAGI PASIEN TERMINAL
Maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit/penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan
untuk tidak berkumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya dan lain sebagainya.
Dalam menghadapinya maut, setiap penderita akan memberikan reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari
kepribadian dan cara mereka menghadapi hidup ini. Sebab itu, kita harus meneliti dengan cermat; dimanakah letak
kelemahannya dan di mana pula letak kekuatan penderita, agar penanganan selanjutnya akan lebih terarah lagi.
Bila kelemahan terletak pada segi spiritual, sudah selayaknya semua Rumah Sakit/Team berkewajiban untuk
mencari upaya agar penderita semacam ini pun dapat diringankan penderitaannya. Apabila kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, maka Team harus dapat meyakinkan penderita bahwa walaupun
keluarga tadi ditinggalkan, masih ada orang lain yang dapat mengurus mereka. Sedangkan bila “rasa bersalah”
selalu menghantui penderita, sebaiknya agar seseorang ulama/rohaniawan dapat mendampingi penderita dan
mendengarkan keluhannya maupun pengakuan-pengakuannya.
Kiranya perlu dikemukakan dalam tulisan ini, agar kita pun mengetahui beberapa tahap yang akan dilalui oleh
setiap penderita dalam fase terminal. Tahapan-tahapan dini dikemukakan oleh Elizabeth Kubbler Roos (1969)
setelah penyelidikan dua ratus kasus:
Tahap I: Pengingkaran
Hampir setiap penderita pada fase ini masih menyangsikan diagnosa dari dokternya; mungkin sekali diagnosa
dokter tersebut keliru.Salah satu yang diungkapkan oleh Roos dalam bukunya “Our Death and Dying”, seorang
wanita yang diberitahu tentang penyakitnya yang serius, mula-mula mengatakan, foto roentgen itu bukan foto
roentgen saya. Kemudian ia berpindah pada dokter lain untuk berobat. Pengingkaran semacam ini semata-mata
merupakan buffer terhadap kekejutan berita yang tak terduga. Fase pengingkaran yang berlarut-larut, seringkali
kurang menguntungkan penderita. Untuk mempercepat diselesaikannya fase pertama ini, dibutuhkan support dan
pengertian yang sebaik-baiknya.
Tahap II: Marah dan Iri
“Mengapa harus aku yang dipanggil Tuhan”?
Mengapa bukan bapak Anu atau ibu Polan yang lebih tua dari aku? Sudah tentu kemarahan semacam ini akan
dilampiaskan pada peristiwa apa saja, yang sangat menyulitkan perawat maupun keluarganya. Penderita mulai
mengeluh tentang dokter dan perawat yang tidak becus, keluarga yang brengsek, lampu yang pada malam hari
dimatikan, dianggap sebagai suatu tanda mereka sudah tidak mau memperhatikan lagi. Bila pada saat ini, kita
memberikan perhatian yang baik, ia merasa dihormati dan fase inipun akan melampaui dengan cepat.
Tahap III: Tawar menawar:
Fase ini biasanya berlangsung tidak lama. Kelakuan penderita menjadi normal kembali dan kadang-kadang terlalu
baik. Seolah-olah penderita merasakan; Apabila tidak dapat diingkari atau dimarahi, mudah-mudahan Tuhan
meluluskan permintaan yang terakhir yakni: Biarkan saya hidup lebih lama, sampai cucu saya yang pertama lahir
atau sampai saya mengawinkan anak bungsu saya. Seolah-olah ia mengharapkan dengan kelajuannya yang baik
ini. (Seperti halnya seorang anak yang mengharapkan diberi kembang gula, ia memperlihatkan sikap yang baik dan
menarik). Ia pun berjanji bahwa ia tidak akan minta-minta lagi; asalkan permintaan yang terakhir ini diluluskan.
Seperti halnya janji anak kecil yang mengatakan: “ Saya tak akan mengganggu adik lagi”, merupakan janji yang
tidak pernah ditepati. Pada saat inilah kita harus mampu menilai apakah penderita masih mempunyai
ganjalan/guilty feelings pada anak cucunya. Hal ini harus ditanggapi secara baik dan hendaknya diselesaikan
secara sempurna.
Tahap IV: Depresi
Penderita biasanya sedih untuk meninggalkan keluarganya, walaupun kita mengatakan: “Jangan sedih”. Adalah
taktis bila membiarkan penderita bersedih dan mengekspresikannya secara alamiah kita hanya memberikan
support dengan memegang tangannya, mengusap rambutnya atau duduk disampingnya. Pada fase ini biasanya
penderita sering berdoa dan memohon kepada Tuhan YME, atau lebih tepat bila dikatakan berdialog. Ia mulai
memikirkan hal-hal yang akan datang. Fase ini sangat bermanfaat bagi penderita agar ia dapat meninggalkan dunia
yang fana ini dengan damai dan masuk fase berikutnya.
Tahap V: Penerimaan
Menyerah pada apa yang terjadi dan pada fase ini biasanya justru “pihak keluarga” yang memerlukan lebih banyak
pertolongan agar merekapun rela ditinggalkan oleh penderita. Si sakit biasanya tampak lelah sekali dan sering kali
dijumpai dalam keadaan tertidur. Fase sakit telah hilang, pergulatan telah selesai.
Ia sudah siap untuk melakukan/menempuh perjalanan yang panjang dan tak kunjung kembali pada fase ini;
penderita tidak ingin berbicara. Komunikasi verbal sering dilakukan dengan komunikasi non-verbal. Saat semacam
ini sebaiknya perawat duduk disamping penderita dan memegang tangannya.
Kiranya tidak berlebihan bila disini juga diungkapkan bunyi suatu surat yang ditulis oleh seorang perawat yang
menghadapi maut dan surat mana yang ditujukan kepada sang dokter: Satu-satunya yang ingin saya utarakan ialah
saya minta satu orang untuk memegang tangan saya sebab sangat saya butuhkan. Kematian memang rutin untuk
paramedik tetapi bagi saya adalah yang sama sekali baru.
VII. KESIMPULAN
Kepribadian lanjut usia adalah kepribadian yang kompleks, yang tidak dapat dipisahkan dari kepribadian masa
mudanya. Mengingat komponen yang menggambarkan corak kebiasaan seseorang dalam bereaksi tercermin dalam
perilaku sehari-hari, tentunya perilaku para lanjut usia dapat diidentikan dengan kepribadian mereka. Usia tua
merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak
jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat
perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena
pendekatan dari satu aspek saja tidak akan meunjanga pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan
suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa disebut pendekatan
eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup
aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya.
Penyakit yang menyerang lanjut usia bersifat degeneratif, perubahan perubahan fisiologik maupun psikologik.
Sehingga dalam penangannya juga memerlukan tindakan khusus. Dengan demikian pemberian dosis yang sangat
tinggi seyogyanya dihindarkan apa lagi bila obat yang diberikan bersifat toksik atau sulit diekskresikan. Hal ini
bukan berarti bahwa kita tidak diperkenankan menggunakan dosis tinggi, yang penting adalah penggunaan dosis
harus tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Hardywinoto, Dr; Setiabudhi, Tony Dr., Panduan Gerontologi, tinjaun dari berbagai aspek. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 1999.
Hazzard William R., et al Principal of Geriatric Medicine and Gerontology, II edition. Mc Graw Hill inc. USA,
1990.
Hurlock Elizabeth B., Psikologi Perkembangan, edisi kelima. Erlangga, Jakarta:1980.
http://neonovan.topcities.com/psikosatu.htm
http://www.e-psikologi.com/usia/130502.htm
Post date: 2016-04-23 14:47:41
Post date GMT: 2016-04-23 14:47:41
Post modified date: 2016-04-23 14:47:41
Post modified date GMT: 2016-04-23 14:47:41
Powered by [ Universal Post Manager ] plugin. MS Word saving format developed by gVectors Team www.gVectors.com
Download