Penyakit Tropik Tugas 1 — Kelompok 03, Epid 16

advertisement
Tugas Penyakit Tropik
Disusun Oleh
Kelompok 3
Berkat Br Nababan
25010113120035
Asfi Manzilah
25010113120110
Juli Arminta Sari Kartika
25010113120174
Vrishelli Setiadi Putri
25010113130298
Kristian Yudhianto
25010113140312
Idha Setyowati
25010113140393
Dian Sutrisni
25010113130398
Bagian Epidemiologi Dan Penyakit Tropik
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
2016
A. Pengertian Patogenesis dan Patafisiologi Penyakit

Patogenesis
Patogenesis penyakit menyatakan perkembangan, kelangsungan atau
evolusi penyakit. Patogenesisnya mencakup bagaimana mekanisme
terjadinya penyakit, serta mekanisme timbulnya kelainan-kelainan akibat
penyakit tersebut.

Patofisiologi
Patofisiologi atau physiopathology berasal dari dua kata yaitu patologi
dan fisiologi. Patologi adalah disiplin medis yang menggambarkan
kondisi yang biasanya diamati selama keadaan penyakit, sedangkan
fisiologi adalah disiplin biologi yang menjelaskan proses atau mekanisme
yang beroperasi dalam suatu organisme. Patofisologi dapat diartikan
gangguan fungsional yang berhubungan dengan atau akibat penyakit atau
cedera.
o Patologi: Ilmu yang mempelajari tentang penyakit.
o Patologi Anatomi: Ilmu yang mempelajari tentang perubahan
morfologi sel dan jaringan, misalnya patologi bedah, sitopatologi,
dan patologi otopsi.
o Patologi Klinis: Ilu yang mempelajari tentang perubahan kimia klinis
(reaksi biokomia) sel atau jaringan, mikrobiologi, hematologi,
imunologi, dan imunohematologi.
o Patofisiologi: Ilmu yang mempelajari tentang perubahan fisiologik
akibat penyakit. Fokus pada mekanisme penyakit, atau proses
dinamik yang menampakkan tanda (sign) dan gejala (symptom).
B. Alasan Perlu Mengerti Tentang Patogenesis dan Patofisiologi dalam
Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular
Patogenesis penyakit menyatakan perkembangan, kelangsungan atau
evolusi penyakit. Patogenesisnya mencakup bagaimana mekanisme terjadinya
penyakit, serta mekanisme timbulnya kelainan-kelainan akibat penyakit
tersebut. Sedangkan, patofisiologi membahas aspek perubahan yang terjadi
pada berbagai fungsi tubuh akibat adanya penyakit
Secara universal, pathogenesis suatu penyakit atau kejadian penyakit
(disease occurrences) merupakan inti permasalahan kesehatan masyarakat.
Masyarakat sehat adalah masyarakat yang bebas dari kejadian penyakit.
Untuk itu, kejadian penyakit yang merupakan inti masalah kesehatan harus
dicegah. Bayangkan dunia sejahtera yang tanpa kejadian penyakit, suasana
kantor dinas kesehatan yang biasanya hiruk pikuk akan menjadi senyap atau
bahkan tidak ada dan tidak diperlukan sama sekali.
Dengan mempelajari pathogenesis penyakit, kita dapat menentukan
pada simpul mana kita bisa melakukan pencegahan.
Sumber : Achmadi,2008
Gambar 1. Teorisimpul
Dengan demikian, mempelajari proses kejadian penyakit merupakan
komponen esensial yang memungkinkan kita melakukan upaya pencegahan.
Dengan kata lain, untuk memelihara kualitas sumber daya manusia dalam
suatu wilayah, masyarakat secara individu atau bersama pemerintah harus
berupaya keras mencegah kejadian penyakit. Masyarakat akan terbebas dari
sebagian besar risiko kesehatan dan kondisi kesehatan mereka akan
terpelihara.
Jelaslah bahwa untuk melakukan upaya pencegahan kita harus
memahami pathogenesis.
Mempelajari konsep pathogenesis juga akan terurai upaya-upaya pencegahan
sesuai dengan tahapan patogenesis yang terjadi. Lima tingkatan (tahapan)
pencegahan itu adalah
1. Pertama : Promosi Kesehatan (Health Promotion),
2. Kedua : Perlindungan Khusus (specific Protektion)
Tahap Pertama dan Kedua tingkatan pencegahan ini berada pada periode
prepatogenesis.
3. Ketiga : Diagnosa Dini dan Pengobatan yang tepat (Early Diagnosis and
Prompt Treatment)
4. Kempat :Mengurangi Kelemahan (Disability Limitation).
5. Kelima : Rehabilitasi
Tahap ketiga, keempat dan kelima tingkatan pencegahan ini berada
pada periode patogenesis.
Sedangkan dengan mempelajari patofisiologi penyakit maka akan
diketahui perubahan yang terjadi pada berbagai fungsi tubuh akibat adanya
penyakit, sehingga kita dapat melakukan intervensi / pengobatan pada bagian
fungsi yang terganggu dengan tepat dan cepat dan penyakit tidak akan
semakin parah. Kematianpun dapat dicegah.
Pada pengendalian penyakit menular
Hal ini begitu penting untuk dipelajari dalam pengendalian penyakit
menular karena dalam upaya pencegahan penyakit menular harus diketahui
dahulu asal terjadinya suatu penyakit kemudian dicari pencegahannya dan di
titik mana intervensi harus dilakukan.
Sebagai contoh, kejadian penyakit malaria selain dipengaruhi oleh
bionomic nyamuk dan kondisi habitat spesies nyamuk, juga dipengaruhi oleh
kebiasaan dan perilaku penduduk. Transmisi malaria merupakan resultan
antara kependudukan dan perilaku (bionomik) nyamuk Anopheles sp. Spesies
nyamuk penular malaria mempunyai habitat yang dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, vegetasi, ketinggian atau topografi, ketersediaan makanan
bahkan beberapa subspecies ada yang dipengaruhi oleh pH air dan salinitas.
Apabila kehidupan seorang manusia bersentuhan dengan habitat nyamuk
Anopheles maka ada risiko terjadi proses penularan.
C. Patogenesis dan patofisiologi suatu penyakit malaria
Patogenesis Penyakit Malaria
Sporozoit yang infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles melalui
gigitannya masuk ke dalam tubuh vertebrata. Sporozoit ini mengikuti aliran
darah menuju organ hati kemudian masuk ke dalam sel parenkim hati untuk
memulai stadium eksoeritrositik. Dalam sel parenkim hati, sporozoit
berkembang menjadi schizon cryptozoit lalu melakukan pembelahan yang
menghasilkan merozoit cryptozoit. Sel parenkim hati tersebut kemudian
pecah karena banyaknya merozoit yang terus dihasilkan dari pembelahan, hal
ini menyebabkan merozoit keluar bebas dari sel tersebut. Sebagian merozoit
yang keluar difagosit oleh makrofag, sebagian lagi dapat memasuki sel
parenkim hati lainnya untuk mengulang siklus reproduksinya dan ada
sebagian yang mengikuti aliran darah lalu masuk ke dalam sel darah merah
untuk memulai stadium eritrositik.
Dalam sel darah merah, parasit tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi
sedikit sitoplasma berbentuk cincin dan disebut sebagai trofozoit. Pada
trofozoit yang sedang tumbuh, sitoplasmanya membesar, bentuknya menjadi
tidak teratur dan mulai membentuk pigmen. Trofozoit tumbuh menjadi
schizon muda kemudian menjadi schizon matang dan melakukan pembelahan
yang menghasilkan banyak merozoit. Sel darah merah kemudian pecah
karena terlalu banyaknya merozoit sehingga merozoit pigmen dan sisa sel
keluar bebas ke plasma darah. Sebagian merozoit difagosit dalam plasma
darah dan sebagian lainnya dapat menghindari fagositosis lalu memasuki sel
darah merah lainnya untuk mengulangi siklus schizogoni. Beberapa merozoit
yang kini memasuki sel darah merah baru tidak membentuk schizon tetapi
membentuk gametosit yaitu mikrogametosit (jantan) dan makrogametosi
(betina) untuk perkembangan pada siklus seksual. Siklus seksual terjadi di
tubuh nyamuk anopheles dimana darah dari vertebra yang mengandung
gametosit dihisap masuk ke dalam tubuh nyamuk tersebut. Mikrogametosit
dan makrogametosit dalam tubuh nyamuk kemudian berkembang menjadi
mikrogamet dan makrogamet. Dalam lambung nyamuk, mikrogamet dan
makrogamet mengadakan fertilisasi yang menghasilkan zigot. Zigot
kemudian berkembang menjadi ookinet yang dapat menembus dinding
lambung nyamuk. Ookinet kemudian tumbuh menjadi ookista yang
mengandung ribuan sporozoit dan dengan pecahnya ookista maka sporozoit
akan dilepas ke dalam rongga badan dan bergerak ke seluruh jaringan
nyamuk. Beberapa sporozoit bermigrasi sampai pada kelenjar air liur nyamuk
dan siap untuk ditularkan kepada hospes vertebrata melalui gigitannya.(Jerry,
2010)
Patofisiologi Penyakit Malaria
Infeksi malaria berkembang melalui dua tahap: satu yang melibatkan hati
(fase eksoeritrositik), dan satu yang melibatkan sel-sel darah merah, atau
eritrosit (fase eritrositik). Ketika nyamuk yang terinfeksi menembus kulit
seseorang untuk mengambil makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk
memasuki aliran darah dan bermigrasi ke hati di mana mereka menginfeksi
hepatosit, bereproduksi secara aseksual dan tanpa gejala untuk jangka waktu
8-30 hari.
Setelah masa dorman potensial dalam hati, organisme ini berdiferensiasi
untuk menghasilkan ribuan merozoit, yang, setelah pecahnya sel inang
mereka, melarikan diri ke dalam darah dan menginfeksi sel-sel darah merah
untuk memulai tahap eritrositik dari siklus hidup. Parasit lolos dari hati tidak
terdeteksi dengan membungkus dirinya dalam membran sel dari sel inang hati
yang terinfeksi.
Dalam sel darah merah, parasit berkembang biak lebih lanjut, secara
aseksual lagi, secara berkala keluar dari sel inang mereka untuk menyerang
sel-sel darah merah segar. Beberapa siklus amplifikasi tersebut terjadi.
Dengan demikian, deskripsi klasik gelombang demam timbul dari gelombang
simultan merozoit melarikan diri dan menginfeksi sel-sel darah merah.
Beberapa sporozoit P. vivax tidak segera berkembang menjadi merozoit
fase-eksoeritrositik, melainkan menghasilkan hipnozoit yang dorman untuk
periode mulai dari beberapa bulan (7-10 bulan khas) sampai beberapa tahun.
Setelah masa dormansi, mereka aktif kembali dan menghasilkan merozoit.
Hipnozoit bertanggung jawab untuk inkubasi yang panjang dan relapse akhir
infeksi P. vivax, meskipun keberadaannya di P. ovale tidak pasti.
Parasit ini relatif terlindungi dari serangan sistem kekebalan tubuh karena
pada sebagian besar siklus hidup manusia parasit itu berada di dalam sel-sel
hati dan darah dan relatif tidak terlihat bagi surveilans kekebalan tubuh.
Namun, sel darah yang beredar yang terinfeksi hancur di limpa. Untuk
menghindari nasib ini, parasit P. falciparum menampilkan protein perekat
pada permukaan sel-sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah
menempel pada dinding pembuluh darah kecil, sehingga parasit tidak melalui
sirkulasi umum dan limpa. Penyumbatan mikrovaskulatur menyebabkan
gejala seperti malaria plasenta. Sel darah merah bisa menembus penghalang
darah-otak dan menyebabkan malaria serebral.
Daftar Pustaka
Harijanto
P.N
MALARIA
epidemologi,
pathogenesis,
manifestasi
klinis
dan
penanganan:penerbit buku kedoteran EGC.jakarta.2000
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact
=8&ved=0ahUKEwiQnLd1r3LAhVKHZQKHZlvAdAQFghCMAY&url=https%3A%2F%2Fid.wikipedia.
org%2Fwiki%2FMalaria&usg=AFQjCNF12zEbW-E0jCNlFHv4dGaRkJTjg&sig2=QR1spzJYKHmgnvH1dqp9hg/diakses pada 13 Maret.
https://www.scribd.com/doc/217168874/Patogenesis-Malaria
Price, Wilson. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC, edisi 6.
Sudoyo W Aru. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Infeksi tropis, jilid III. Jakarta.
Departement ilmu penyakit dalam FKUI. 2006
Download