Uploaded by common.user151796

MODUL LUKA BAKAR KELOMPOK 4 KGD-4 BISMILLAH FINAL

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)
Dosen Pengampu:
Ns. Achmad Fauzi, M.Kep, Sp.Kep.MB
Fasilitator:
Ns. Sahrudi, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB
Oleh :
Alsella aulia rahman
Anita adiningrum
Dimas heri santoso
Erni Naomi Sitompul
Faishal akram pasha
Gizka safitri
Kristianus diky
Mila fauziah
Nadia putri aulia
Nadila oktarina
Putri yasmin sya'bania
Rahmat anton permadi
Yunita Anggraini
Yunita
Sri wahyuni
230119009
230119010
230119018
230119023
230119025
230119004
230119032
230119035
230119041
230119042
230119048
230119050
230119067
230119006
220117146
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2025
Jl. Swadaya No.7, RT.001/RW.014, Jatibening, Kec. Pondok Gede, Kota Bekasi,
Jawa Barat 17412
DAFTAR ISI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO) ......................................................................................................................... 0
BAB 1 ........................................................................................................................................ 2
1.1
Latar Belakang ............................................................................................................. 2
1.2
Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 3
BAB 2 ........................................................................................................................................ 4
2.1 Definisi Luka Bakar........................................................................................................... 4
2.2 Klasifikasi Luka Bakar...................................................................................................... 5
2.3 Etiologi ................................................................................................................................ 7
2.4 Patofisiologi Luka Bakar ................................................................................................. 11
2.5 Pathway ............................................................................................................................. 13
2.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................. 17
2.7
Pengkajian .................................................................................................................. 18
2.8
Diagnosa Keperawatan .............................................................................................. 19
2.9
Penatalaksanaan ........................................................................................................ 22
BAB 3 ...................................................................................................................................... 24
3.1 Modul Luka Bakar .......................................................................................................... 24
3.2
Terminologi ................................................................................................................ 26
3.3 Kata Kunci ........................................................................................................................ 29
3.4
Identifikasi Problem Dasar ....................................................................................... 30
3.5
Pertanyaan Berdasarkan Skenario .......................................................................... 31
3.6
Tujuan Pembelajaran ................................................................................................ 32
3.7
Jawaban dan Hasil Diskusi ....................................................................................... 32
3.8
Pathway Berdasarkan Kasus .................................................................................... 37
BAB 4 ...................................................................................................................................... 39
4.1 Pengkajian ........................................................................................................................ 39
4.2 ANALISA DATA ............................................................................................................ 41
4.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................... 44
4.4 Intervensi Keperawatan ................................................................................................. 44
BAB 5 ...................................................................................................................................... 51
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 51
5.2 Saran ................................................................................................................................. 51
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar adalah cedera serius yang memerlukan perhatian medis yang tepat dan cepat. Luka
bakar merupakan salah satu bentuk trauma yang dapat membahayakan kehidupan, anggota
tubuh, serta jaringan dan organ dalam tubuh. Luka bakar memiliki karakteristik khusus yang
memungkinkan kita untuk mengukurnya dengan persentase tubuh yang terkena dampaknya,
sehingga menjadi paradigma cedera yang memberikan banyak pelajaran tentang penyakit kritis
yang melibatkan berbagai sistem organ. (Saputra, 2023)
Menurut World Health Organization (2018) dalam (Apriani & Alhamd, 2023)sekitar 265.000
orang meninggal setiap tahun akibat kebakaran, baik dari api, bahan kimia, listrik, atau sumber
panas lainnya. Pada tahun 2016, Indonesia mencatat prevalensi luka bakar tertinggi di kawasan
Asia Tenggara, diikuti oleh Kamboja dan Laos. Angka kejadian luka bakar di Indonesia sangat
mengkhawatirkan, dengan lebih dari 250 kematian per tahun disebabkan oleh luka bakar
(Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (2018), terdapat
peningkatan prevalensi kasus luka bakar di Jawa Timur sebesar 11,12%, dan peningkatan kasus
luka bakar di seluruh Indonesia sebesar 35%.
Setiap tahun, luka bakar mempengaruhi sekitar satu juta orang di seluruh dunia, melebihi
jumlah kasus sindrom defisiensi imun bawaan (AIDS) dan tuberkulosis. Luka bakar tidak
terbatas pada populasi tertentu, baik dari segi usia, jenis kelamin, pekerjaan, maupun kelompok
etnis; semua individu berisiko mengalami berbagai jenis luka bakar di berbagai tempat.
Meskipun diperkirakan hanya sebagian kecil luka bakar yang berakibat fatal, cedera ini tetap
menjadi salah satu trauma serius yang, selain menyebabkan kematian, dapat mengakibatkan
kecacatan berat, cacat fisik, dan gangguan psikologis, terutama di masyarakat berpenghasilan
rendah dan menengah. Luka bakar yang parah juga membawa dampak finansial dan sosial bagi
korban serta keluarganya. (Obaid & Baiee, 2022)
Penanganan luka bakar tentunya merupakan tantangan besar bagi perawat karena cedera ini
tidak hanya menimbulkan dampak fisik, seperti kerusakan kulit dan jaringan, tetapi juga dapat
berpengaruh secara psikologis dan emosional pada pasien. Perawat harus memberikan
perawatan holistik yang mencakup manajemen nyeri, perawatan luka, pencegahan infeksi,
hingga pemulihan fungsi optimal pasien. Selain itu, perawat juga harus memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang baik dalam penatalaksanaan luka bakar sesuai dengan standar
keperawatan, serta mampu memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan
diri dan pencegahan komplikasi.
Makalah ini akan membahas mengenai tinjauan teoritis luka bakar, tinjauan kasus fiktif
menggunakan metode 7 Jumps, serta rencana asuhan keperawatan untuk kasus tersebut.
2
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan dan menguraikan tinjauan teoritis luka bakar, sehingga pembaca
mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai luka bakar.
2. Untuk menganalisa modul menggunakan metode 7 Jumps untuk melatih kemampuan
berpikir kritis dalam pemecahan masalah keperawatan.
3. Untuk membuat rencana asuhan keperawatan berdasarkan modul tersebut.
3
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Luka Bakar
Menurut (World Health Organization, 2023), luka bakar adalah cedera pada kulit atau jaringan
organik lainnya yang utamanya disebabkan oleh paparan panas. Namun, luka bakar juga dapat
terjadi akibat paparan radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan, atau kontak dengan bahan kimia.
Cedera ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada lapisan luar kulit (epidermis), dan dalam
kasus yang lebih parah, bisa melibatkan lapisan kulit yang lebih dalam (dermis) atau bahkan
jaringan di bawahnya seperti otot, tulang, dan organ dalam. Tingkat keparahan luka bakar
bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti durasi paparan, suhu, dan area tubuh yang
terkena, serta jenis agen penyebabnya.
(Kagan dkk., 2013) mendefinisikan luka bakar sebagai cedera pada kulit atau jaringan organik
lainnya yang terutama disebabkan oleh trauma panas atau trauma akut lainnya. Luka bakar
terjadi ketika sebagian atau seluruh sel di kulit atau jaringan lainnya hancur akibat cairan panas
(scald), benda padat panas (contact burn), atau api (flame burn). Cedera pada kulit atau
jaringan organik yang disebabkan oleh radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan, atau kontak
dengan bahan kimia juga dikategorikan sebagai luka bakar.
Luka bakar sebagian besar terjadi di rumah dan tempat kerja. Survei komunitas di Bangladesh
dan Ethiopia menunjukkan bahwa 80–90% luka bakar terjadi di lingkungan rumah. Anak-anak
dan perempuan biasanya mengalami luka bakar di dapur rumah tangga, akibat tumpahan wadah
berisi cairan panas atau api, atau ledakan kompor. Sementara itu, pria lebih rentan mengalami
luka bakar di tempat kerja yang disebabkan oleh kebakaran, luka bakar akibat air panas, serta
luka bakar kimia dan listrik. (World Health Organization, 2023)
(Brunner & Suddarth, 2010) mengatakan bahwa luka bakar merusak kulit, yang menyebabkan
peningkatan kehilangan cairan; risiko infeksi; hipotermia; pembentukan jaringan parut;
gangguan pada sistem kekebalan tubuh; serta perubahan dalam fungsi, penampilan, dan citra
tubuh.
Dari penjelasan di atas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah cedera pada
kulit atau jaringan organik yang umumnya disebabkan oleh paparan panas, namun juga dapat
terjadi akibat radiasi, listrik, gesekan, atau bahan kimia. Tingkat keparahan luka bakar
bergantung pada durasi paparan, suhu, serta area tubuh yang terkena. Luka bakar dapat
merusak lapisan kulit luar (epidermis) hingga lapisan lebih dalam seperti dermis, otot, atau
bahkan organ dalam. Luka bakar sering terjadi di rumah atau tempat kerja, dengan anak-anak
dan perempuan lebih berisiko mengalami luka bakar di dapur, sedangkan pria lebih rentan di
tempat kerja. Dampak dari luka bakar mencakup kehilangan cairan, risiko infeksi, hipotermia,
jaringan parut, gangguan kekebalan, serta perubahan penampilan dan citra tubuh.
4
2.2 Klasifikasi Luka Bakar
Gambar 1: Lapisan kulit & kedalaman luka bakar.
Surgical management of the burn wound and use of skin substitutes: an expert panel white paper.
Kedalaman luka bakar merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkat kematian serta
menjadi penentu utama penampilan jangka panjang dan hasil fungsional pasien. Berdasarkan
kedalamannya, (Kagan dkk., 2013) mengklasifikasikan luka bakar menjadi tiga tahapan:
Gambar 2: Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya
https://i.pinimg.com/736x/27/10/7c/27107c933329fb0deb9c87a4d503dff0.jpg
a) First-Degree (Superficial atau Epidermal) Burns
Luka bakar ini hanya mempengaruhi lapisan epidermis. Tidak ada lepuhan yang terbentuk,
tetapi kulit tampak merah dan sangat nyeri. Dalam 2 hingga 3 hari, kemerahan dan rasa
nyeri berangsur-angsur berkurang. Sekitar hari ke-4, lapisan epitel yang cedera mulai
mengelupas, memperlihatkan epidermis yang baru sembuh di bawahnya, proses yang
sering terlihat setelah terbakar sinar matahari.
5
b) Second-Degree (Partial-Thickness) Burns
Luka bakar ketebalan sebagian melibatkan epidermis dan dermis, serta dapat
diklasifikasikan menjadi superfisial dan dalam. Luka bakar ketebalan sebagian superfisial
biasanya membentuk lepuhan dan sembuh dalam waktu kurang dari 3 minggu tanpa
menimbulkan jaringan parut atau gangguan fungsi. Luka bakar ketebalan sebagian dalam,
yang mencapai lapisan dermis lebih bawah, membutuhkan waktu 3 hingga 9 minggu untuk
sembuh, seringkali meninggalkan jaringan parut dan gangguan fungsi sendi meskipun telah
dilakukan terapi fisik. Jika tidak sembuh dalam 3 minggu, luka ini dianggap setara dengan
luka bakar ketebalan penuh dan umumnya memerlukan eksisi serta cangkok kulit.
c) Third-Degree (Full-Thickness) Burns
Luka bakar ketebalan penuh melibatkan seluruh lapisan dermis dan seringkali merusak
jaringan subkutan di bawahnya. Eschar yang terbentuk adalah lapisan dermis mati yang
tetap utuh namun akhirnya terlepas, meninggalkan jaringan granulasi yang terbuka. Tanpa
operasi, penyembuhan hanya terjadi melalui kontraksi luka dan epitelisasi dari tepi luka.
Beberapa luka bakar ketebalan penuh yang lebih dalam (derajat keempat) juga merusak
struktur yang lebih dalam seperti otot, tendon, ligamen, dan tulang. Luka bakar ini dapat
memerlukan amputasi atau teknik penutupan alternatif seperti transfer jaringan atau
prosedur mikrovaskular.
Cedera luka bakar menyebabkan nekrosis koagulatif pada berbagai lapisan kulit dan jaringan
di bawahnya. Kulit berfungsi sebagai penghalang fisiologis yang melindungi jaringan di
bawahnya, sehingga biasanya membatasi penyebaran kerusakan ke lapisan yang lebih dalam.
Namun, luas kerusakan ditentukan oleh suhu, energi yang ditransmisikan oleh penyebab
cedera, dan durasi paparan. Menurut (Żwierełło dkk., 2023), Area cedera luka bakar dapat
dibagi menjadi tiga zona:
1. Zona Koagulasi: Area nekrosis dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat dipulihkan
yang terjadi saat cedera.
2. Zona Stasis: Mengelilingi zona koagulasi dan mengalami kerusakan moderat dengan
transudat vaskular, peningkatan faktor vasokonstriktor, dan reaksi inflamasi lokal, yang
mengakibatkan perfusi jaringan yang terganggu. Zona ini dapat pulih atau berkembang
menjadi nekrosis tergantung pada lingkungan luka.
3. Zona Hiperemia: Terjadi dilatasi pembuluh darah akibat peradangan, ditandai dengan
peningkatan aliran darah ke jaringan sehat tanpa risiko nekrosis yang signifikan, kecuali
ada sepsis berat atau hipoperfusi yang berkepanjangan.
(Brunner & Suddarth, 2010) menjelaskan beberapa metode untuk memperkirakan persentase
luas permukaan tubuh total (TBSA) yang terkena luka bakar, dengan setiap metode
memberikan tingkat akurasi yang berbeda, tergantung pada usia pasien dan luas luka bakar.
6
Salah satu metode yang umum adalah Aturan Sembilan (Rule of Nines), yang
menyederhanakan estimasi dengan menetapkan persentase tertentu untuk berbagai area tubuh.
Pada orang dewasa, kepala adalah 9%, setiap lengan 9%, dada dan perut bagian depan adalah
18%, punggung dan dada bagian belakang sebesar 18%, setiap kaki 18%, dan genitalia sebesar
1%. Pada anak-anak, penyesuaian dilakukan karena proporsi tubuh yang berbeda, di mana
kepala mewakili 18%, dan setiap kaki sebesar 13,5%.
Bagan Lund dan Browder adalah metode yang lebih rinci dan akurat, terutama pada anak-anak.
Metode ini memperhitungkan perubahan proporsi tubuh seiring pertumbuhan anak. Misalnya,
dalam bagan ini, setiap lengan mewakili 10%, sementara bagian depan dan belakang batang
tubuh masing-masing adalah 13%. Persentase untuk kepala dan kaki bervariasi sesu aai dengan
usia pasien, menjadikannya sangat berguna dalam penilaian luka bakar pada anak-anak.
Untuk luka bakar yang lebih kecil dan tersebar, metode Permukaan Telapak Tangan (Palmar
Surface) dapat digunakan. Dalam teknik ini, telapak tangan pasien, tidak termasuk jari-jari,
dianggap sekitar 0,5% dari luas permukaan tubuh, sementara seluruh tangan, termasuk telapak
tangan dan jari-jari, mewakili sekitar 1%. Metode ini biasanya digunakan ketika area luka bakar
tersebar dan tidak mudah dinilai dengan metode lainnya.
2.3 Etiologi
Menurut (Żwierełło dkk., 2023), luka bakar terjadi akibat kontak kulit dengan sumber panas.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan luka bakar meliputi suhu tinggi, listrik, gesekan,
radiasi, dan bahan kimia. Tingkat keparahan luka bakar bervariasi, dan semakin luas area tubuh
yang terkena luka bakar, semakin besar dampak pada tingkat morbiditas luka dan risiko
kematian pasien. Faktor lain yang berpengaruh langsung pada tingkat keparahan cedera
meliputi lokasi luka bakar, suhu, serta durasi paparan terhadap sumber panas, dengan efek
sinergis di antara faktor-faktor tersebut.
(Żwierełło dkk., 2023) menyatakan bahwa terdapat empat jenis luka bakar berdasarkan
etiologinya:
a) Thermal burns
Gambar 3: Luka bakar termal
https://steemitimages.com/p/o1AJ9qDyyJNSpZWhUgGYc3MngFqoAN2VHxTuc37v2cNMf
9Bzv?format=match&mode=fit
7
Cedera termal mencakup sekitar 90% dari semua kasus luka bakar, dan kedalamannya
bergantung pada suhu serta durasi kontak. Cedera termal dapat dibagi menjadi:
1) Cedera akibat cairan panas (scalds): Jenis luka bakar paling umum, mencakup
sekitar 70% luka bakar pada anak-anak, tetapi juga sering terjadi pada lansia.
Scalds biasanya menyebabkan luka bakar ketebalan sebagian yang dapat sembuh
dengan pengobatan standar.
2) Cedera akibat panas kering: Biasanya disebabkan oleh kontak langsung dengan
api atau panas radiasi. Umum terjadi pada orang dewasa dan sering dikaitkan
dengan komplikasi akibat inhalasi asap. Cedera ini umumnya lebih dalam
(ketebalan sebagian atau penuh) dan sering memerlukan intervensi bedah.
3) Cedera kontak: Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Kontak yang
lama dengan benda yang tidak terlalu panas (misalnya radiator) juga dapat
menyebabkan cedera termal, yang sering dikaitkan dengan hilangnya kesadaran
(misalnya pada lansia, penderita epilepsi, pecandu narkoba, dan alkoholik). Luka
bakar kontak biasanya dalam dan membutuhkan operasi.
b) Electrical burns
Gambar 4: Luka elektrik https://kayakriti.in/electric-burn/
Cedera listrik mencakup kurang dari 5% dari semua luka bakar, paling sering terjadi
pada anak-anak dan pekerja manual laki-laki. Tingkat keparahan cedera ditentukan oleh
tegangan dan arus listrik, jenis arus, durasi kontak, serta jalur aliran listrik melalui
tubuh. Sebagian besar jaringan adalah penghantar yang baik, terutama saraf dan
pembuluh darah, sementara kulit dan tulang merupakan penghantar yang buruk,
meskipun konduktivitas kulit dapat bervariasi tergantung pada kelembapan dan suhu.
Panas yang dihasilkan oleh listrik di sekitar jaringan yang tidak menghantarkan listrik
dengan baik menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Secara klinis, sering
ditemukan titik masuk dan keluar, di mana arus listrik melewati tubuh.
Tegangan listrik kurang dari 1000 V, yang biasanya ditemukan di dalam ruangan,
menyebabkan luka bakar kecil namun dalam pada titik masuk dan keluar. Arus bolakbalik (AC) juga dapat mengganggu fungsi jantung dan menyebabkan aritmia. Cedera
tegangan tinggi (>1000 V) menyebabkan kerusakan jaringan yang luas, sering kali
8
disertai hilangnya anggota tubuh, asistol, aritmia jantung, rhabdomiolisis (kerusakan
otot), dan gagal ginjal. Resusitasi cairan menjadi rumit karena sifat cedera yang tidak
terlihat, dan cedera ini memiliki tingkat kematian yang tinggi. Sekitar 15% korban
mengalami cedera tambahan akibat jatuh.
Luka bakar juga dapat disebabkan oleh kilatan busur listrik dari pelepasan antara
sumber tegangan tinggi. Meski arus tidak melewati tubuh, panas dari busur dapat
membakar bagian tubuh yang terbuka, seperti tangan dan wajah. Luka bakar yang
dihasilkan biasanya bersifat ketebalan sebagian, kecuali jika busur menyebabkan
pakaian terbakar, yang dapat mengakibatkan cedera yang lebih dalam.
c) Chemical burns
Gambar 5: Tangan yang terkena bahan kimia
http://www.yogavanahill.com/uploads/images/orginal/670d36c2825689e49528dfe27ba7bffd.jpg
Cedera kimia menyumbang sekitar 3% dari semua luka bakar, dengan insiden yang
paling sering terjadi di lingkungan domestik dan industri. Cedera ini melibatkan
denaturasi protein, dan tingkat kerusakan tergantung pada konsentrasi, jumlah, durasi
kontak, dan mekanisme aksi bahan kimia tersebut, seperti reduksi dan oksidasi, korosi,
racun protoplasmik, vesikasi, dan dehidrasi. Meskipun gambaran klinisnya mirip untuk
semua kelompok bahan kimia, mekanisme kerusakan jaringan dapat bervariasi,
sehingga bahan kimia biasanya diklasifikasikan menjadi asam atau basa.
Luka bakar akibat asam menyebabkan kerusakan yang mengakibatkan denaturasi
protein dan nekrosis, yang biasanya bersifat lokal dan sementara. Sebaliknya, luka
bakar akibat basa menyebabkan nekrosis pencairan progresif, dengan penetrasi jaringan
yang lebih dalam dan efek yang lebih lama. Semen dapat menyebabkan luka bakar basa,
dan saat dicampur dengan keringat, dapat menghasilkan reaksi eksotermik tambahan.
Selain itu, bubuk semen sangat higroskopis dan menyebabkan dehidrasi yang parah
pada permukaan yang terkena. Mencuci dengan banyak air dapat mengencerkan bahan
kimia dan membantu mengurangi kerusakan jaringan.
9
Luka bakar kimia paling sering disebabkan oleh asam (asam sulfat, nitrat, hidrofluorat,
klorida, asetat, formiat, fosfat, fenolik, dan asam kloroasetat), basa (natrium hidroksida,
kalium hidroksida, kalsium hidroksida, litium hidroksida, natrium dan kalsium
hipoklorit, amonia, fosfat, silikat, natrium karbonat), oksidator (pemutih seperti klorit
yang digunakan di rumah tangga, peroksida, kromat), atau bahan kimia lainnya (fosfor
putih, agen pewarna rambut, gas mustard).
d) Radiation burns
Gambar 6: Luka bakar fatal akibat radiasi
https://education.cosmosmagazine.com/wp-content/uploads/2021/11/190903_radiation-burns_Skinburns_radiation-therapy.webp
Secara umum, radiasi berbahaya disebabkan oleh sinar alfa (α), beta (β), dan gamma
(γ). Partikel alfa adalah ion helium bermuatan positif yang berat, hanya dapat
menjelajah beberapa sentimeter di udara, dan tidak dapat menembus lapisan keratin
pada kulit. Namun, partikel ini memiliki energi tinggi dan nilai Sv (sievert) yang tinggi,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas jika terpapar melalui
konsumsi atau inhalasi.
Partikel beta adalah sinar elektron bermuatan negatif yang dapat menjelajah beberapa
meter di udara dan menyebabkan luka bakar mirip terbakar sinar matahari karena
kemampuannya yang terbatas untuk menembus jaringan secara dalam (sekitar 1 cm).
Sinar gamma, yang berasal dari sinar-X dan peluruhan alami radioisotop seperti 60Co
(kobalt) dan 192Ir (iridium), dapat menjelajah beberapa meter di udara dan menembus
jaringan lebih dalam. Akibatnya, sinar gamma dapat menyebabkan kerusakan yang
sangat dalam yang melibatkan struktur vital seperti sumsum tulang dan paru-paru.
Selain luka bakar gamma yang dalam pada kulit, pasien juga mengalami gejala sistemik
yang dikenal sebagai Sindrom Radiasi Akut (ARS).
10
2.4 Patofisiologi Luka Bakar
Purwanto (2016) dalam (Apriani & Alhamd, 2023) menjelaskan bahwa luka bakar atau bisa
juga disebut combustio terjadi akibat perpindahan energi panas dari sumber panas ke tubuh,
baik melalui hantaran langsung maupun radiasi elektromagnetik. Proses ini menyebabkan
kerusakan jaringan, yang meliputi koagulasi, denaturasi protein, atau ionisasi sel. Kulit dan
mukosa saluran napas bagian atas sering menjadi lokasi utama terjadinya destruksi jaringan
akibat luka bakar. Pada kasus luka bakar listrik, kerusakan juga dapat mengenai jaringan yang
lebih dalam, termasuk organ visceral, yang berpotensi menyebabkan nekrosis dan kerusakan
serius pada organ-organ vital. Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab dan
durasi kontak, di mana paparan selama 15 menit pada air bersuhu 56,1°C dapat menyebabkan
cedera full thickness.
Pada luka bakar berat, perubahan patofisiologi yang signifikan terjadi selama fase awal syok
luka bakar. Hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ sekunder akibat penurunan curah jantung
adalah gejala awal yang sering terlihat, diikuti oleh fase hiperdinamik dan hipermetabolik.
Salah satu kejadian sistemik yang menonjol setelah luka bakar berat adalah ketidakstabilan
hemodinamik. Ini terjadi karena hilangnya integritas kapiler, yang mengakibatkan perpindahan
cairan, natrium, dan protein dari ruang intravaskular ke ruang interstisial. Pada fase ini, curah
jantung menurun sebelum perubahan volume darah tampak jelas. Kehilangan cairan yang terus
berlanjut menyebabkan penurunan volume vaskular, yang pada gilirannya menurunkan curah
jantung dan tekanan darah. Sebagai respons, sistem saraf simpatik akan meningkatkan
pelepasan katekolamin, yang memicu vasokonstriksi dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
Vasokonstriksi perifer lebih lanjut akan mengurangi curah jantung.
Kebocoran cairan yang signifikan umumnya terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama setelah
luka bakar, dengan puncaknya terjadi pada 6–8 jam pertama. Ketika integritas kapiler mulai
pulih, syok luka bakar akan mereda dan cairan akan kembali ke kompartemen vaskular,
meningkatkan volume darah. Namun, pada luka bakar yang melingkar (circumferential burn),
edema yang semakin parah dapat menekan pembuluh darah kecil dan saraf di ekstremitas
distal, menyebabkan obstruksi aliran darah dan berisiko memicu iskemia. Kondisi ini dikenal
sebagai sindrom kompartemen. Pada saat yang sama, volume darah yang bersirkulasi akan
menurun drastis selama fase syok luka bakar.
Kehilangan cairan pada luka bakar dapat mencapai 3–5 liter dalam 24 jam sebelum luka
ditutup. Respon tubuh terhadap luka bakar seringkali bervariasi, tergantung pada resusitasi
cairan. Hiponatremia cenderung muncul segera setelah luka bakar, sementara hiperkalemia
sering terjadi akibat destruksi sel yang masif. Hipokalemia dapat berkembang setelahnya,
terutama ketika cairan tidak memadai atau terjadi perpindahan cairan. Selain itu, anemia dapat
terjadi akibat destruksi sel darah merah, yang mengakibatkan peningkatan nilai hematokrit
sebagai akibat dari kehilangan plasma.
Koagulasi darah juga dapat terganggu, yang ditandai dengan trombositopenia, waktu
pembekuan yang memanjang, dan perpanjangan waktu protrombin. Hipoksia adalah
komplikasi lain yang sering ditemukan, terutama pada luka bakar berat. Konsumsi oksigen
jaringan meningkat dua kali lipat akibat respons hipermetabolik dan inflamasi lokal. Fungsi
11
ginjal juga dapat terganggu akibat penurunan volume darah. Destruksi sel darah merah di area
cedera menghasilkan hemoglobin bebas yang bisa ditemukan dalam urin. Jika aliran darah ke
tubulus ginjal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin dapat menyumbat tubulus,
menyebabkan nekrosis tubular akut dan berpotensi memicu gagal ginjal.
Selain itu, integritas kulit yang hilang diperburuk oleh pelepasan abnormal faktor inflamasi,
perubahan pada kadar immunoglobulin dan komplemen serum, serta gangguan fungsi neutrofil
dan limfosit. Kondisi ini menyebabkan imunosupresi, yang meningkatkan risiko sepsis pada
pasien luka bakar. Kehilangan kulit juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur
suhu. Pada jam-jam awal setelah luka bakar, suhu tubuh pasien biasanya turun, tetapi akan
meningkat kemudian karena hipermetabolisme, yang menyebabkan hipertermia.
12
2.5 Pathway
13
14
15
Gambar 7-10: Pathway Luka Bakar. Apriani & Alhamd, 2023. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR DI
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR
16
2.6 Pemeriksaan Penunjang
(Apriani & Alhamd, 2023) mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang untuk luka bakar
sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap: Penurunan kadar hemoglobin (Hb) menunjukkan adanya
perdarahan yang signifikan, sementara peningkatan lebih dari 15% dapat
mengindikasikan adanya cedera. Hematokrit (Ht) yang meningkat menunjukkan
kehilangan cairan, sedangkan penurunan Ht bisa terjadi akibat kerusakan pembuluh
darah akibat panas.
2. Leukosit: Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) bisa terjadi sebagai respons
terhadap infeksi atau peradangan.
3. Gas Darah Arteri (GDA): Pemeriksaan GDA berguna untuk mendeteksi kemungkinan
cedera inhalasi. Penurunan PaO2 (tekanan oksigen) atau peningkatan PaCO2 (tekanan
karbon dioksida) dapat terjadi pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium bisa meningkat pada fase awal akibat cedera jaringan dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium mungkin menurun pada awalnya karena kehilangan
cairan, dan hipokalemia dapat muncul saat terjadi diuresis, sementara hipertermia dapat
terjadi sebagai akibat dari konservasi ginjal.
5. Natrium Urin: Kadar natrium urin lebih dari 20 mEq/L menunjukkan kelebihan cairan,
sedangkan kadar di bawah 10 mEq/L mengindikasikan kekurangan cairan.
6. Alkali Fosfat: Peningkatan alkali fosfat dikaitkan dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pada pompa natrium.
7. Glukosa Serum: Peningkatan glukosa serum menandakan adanya respons stres.
8. Albumin Serum: Kadar albumin serum yang rendah menunjukkan kehilangan protein
akibat cairan edema, karena protein plasma, terutama albumin, hilang ke jaringan yang
rusak akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
9. BUN atau Kreatinin: Peningkatan kadar BUN atau kreatinin menunjukkan penurunan
perfusi atau gangguan fungsi ginjal. Kreatinin juga bisa meningkat akibat cedera
jaringan.
10. Loop aliran volume: Pemeriksaan ini memberikan penilaian non-invasif terhadap efek
atau tingkat keparahan cedera.
11. EKG: Pemeriksaan EKG digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda iskemia miokard
atau aritmia.
12. Fotografi luka bakar: Fotografi luka bakar digunakan untuk mencatat perkembangan
penyembuhan luka.
17
2.7 Pengkajian
Pengkajian menurut Majid & Prayogi (2013) dalam (Apriani & Alhamd, 2023) meliputi dua
tahap utama, yaitu primary survey dan secondary survey.
a) Primary Survey:
Pemeriksaan ini membantu memahami kondisi pasien secara menyeluruh, sehingga
penanganan yang diberikan bisa lebih tepat dan terfokus.
1. Airway: Luka bakar dapat menyebabkan penyumbatan jalan napas akibat
edema mukosa dan hipersekresi yang mengental. Jika ada dugaan trauma
inhalasi (misalnya, terbakar wajah atau bulu hidung, sputum hitam), segera
pasang Endotracheal Tube (ET).
2. Breathing: Luka bakar yang mengelilingi dada (eschar) bisa menghambat
pergerakan dada. Tindakan escharotomi perlu dilakukan jika diperlukan.
Selain itu, kaji adanya trauma lain seperti pneumothorax atau fraktur tulang
rusuk, serta kondisi pernapasan pasien (misalnya, dispnea, takipnea) dan suara
napas tambahan seperti wheezing atau rhonki.
3. Circulation: Periksa tekanan darah, detak jantung, warna kulit (sianosis),
kapiler, dan kondisi nadi. Luka bakar dapat menyebabkan edema yang luas
dan berisiko menyebabkan syok hipovolumik karena kebocoran plasma.
4. Disability: Kaji tingkat kesadaran, hilangnya sensasi, refleks, pupil anisokor,
serta nilai GCS (Glasgow Coma Scale).
5. Exposure: Hipertermi sering terjadi pada pasien luka bakar akibat inflamasi.
6. Foley Catheter: Periksa apakah pasien memerlukan kateter urine berdasarkan
kondisinya.
7. Gastric Tube: Tinjau apakah pasien perlu dipasangkan nasogastric tube.
8. Heart Monitoring: Pasien yang memiliki masalah jantung harus diawasi
menggunakan EKG.
18
b) Secondary Survey:
Pemeriksaan ini dilakukan secara menyeluruh dari kepala hingga kaki, mencakup:
1. Monitoring tanda-tanda vital.
2. Pemeriksaan fisik lengkap.
3. Pemeriksaan tambahan: Riwayat pasien penting untuk mengetahui keluhan
utama, riwayat penyakit saat ini, riwayat kesehatan sebelumnya, serta riwayat
keluarga dan sosial.
Keluhan Utama: Luka bakar disebabkan oleh intensitas panas dan durasi
paparan. Jika ada trauma inhalasi, dapat muncul gejala stridor, takipnea, dan
dispnea.
Riwayat Penyakit Sekarang: Penting untuk mengetahui mekanisme trauma,
seperti apakah pasien terperangkap di ruang tertutup yang bisa menyebabkan
trauma inhalasi.
Riwayat Penyakit Sebelumnya: Faktor penyakit sebelumnya seperti diabetes
atau gagal jantung harus dikaji, karena dapat memperburuk kemampuan tubuh
dalam melawan infeksi atau memulihkan keseimbangan cairan.
Riwayat Penyakit Keluarga: Kaji adanya penyakit yang mungkin diturunkan
secara genetik, seperti diabetes, hipertensi, atau asma.
Review of System: Pemeriksaan terhadap berbagai sistem tubuh seperti
aktivitas, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, nutrisi, neurosensori, nyeri, dan
pernapasan juga perlu dilakukan untuk memahami kondisi keseluruhan pasien.
2.8 Diagnosa Keperawatan
Menurut (Apriani & Alhamd, 2023), diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia yang dapat ditetapkan pada kasus luka bakar adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan edema laring dibuktikan
dengan dyspnea, gelisah, frekuensi nafas berubah, pola nafas berubah.
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan
nadi teraba lemah, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, merasa
lemah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera (mis, biologis, zat kimia, fisik
psikologi) dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah,
bersikap protektif, pola nafas berubah.
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit
19
5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan dibuktikan dengan kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit,
nyeri, kemerahan.
6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler.
2.8 Intervensi Keperawatan
Sesuai dengan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dalam (Apriani & Alhamd, 2023),
intervensi yang dapat diterapkan adalah:
1. Hipovolemia berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif:
a. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemik : ini termasuk tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat, kulit pucat, dan merasa pusing. Gejala ini menunjukkan
bahwa tubuh kekurangan cairan.
b. Menghitung kebutuhan cairan : Berdasarkan berat badan, tingkat dehidrasi, dan
kondisi klinis pasien, jumlah cairan yang perlu diganti dihitung.
c. Memberikan posisi supinasi (terlentang): Posisi ini dapat membantu
memperbaiki aliran darah ke organ vital.
d. Menganjurkan menghindari perubahan posisi mendadak: Karena bisa
menyebabkan pusing atau jatuh akibat tekanan darah rendah.
e. Mengkolaborasi pemberian cairan IV Isotonis (mis. NaCl, RL) : Cairan ini
diberikan melalui infus untuk mengganti cairan yang hilang dan menjaga
kestabilan sirkulasi darah.
f. Memonitor status cairan : memantau output urine dan tanda vital, serta mencatat
berapa banyak cairan yang masuk ke tubuh.
g. Mengambil sampel darah : untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
2. Nyeri akut berhubungan berhubungan dengan agen pencedera fisik (luka bakar).
a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri : Ini membantu
menentukan seberapa parah nyerinya dan bagaimana pengaruhnya terhadap
pasien.
b. Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri : Teknik
seperti relaksasi, kompres dingin, atau distraksi dapat membantu mengurangi
rasa sakit tanpa obat.
c. Mengontrol lingkungan yang memperburuk rasa nyeri : Lingkungan yang
tenang dan nyaman membantu mengurangi stres yang dapat memperburuk
nyeri.
d. Memfasilitasi istirahat dan tidur: Istirahat yang cukup membantu proses
penyembuhan dan meredakan nyeri.
e. Mengajarkan teknik non-farmakologis: Seperti teknik pernapasan dalam atau
meditasi untuk membantu pasien mengendalikan rasa sakit.
20
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik: Analgetik (obat pereda nyeri) diberikan
sesuai instruksi dokter untuk meredakan nyeri dengan lebih cepat.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan edema laring.
a. Memonitor pola nafas : Penting untuk memantau apakah pasien mengalami
kesulitan bernafas, seperti nafas pendek atau cepat.
b. Mempertahankan kepatenan jalan nafas : Membantu memastikan jalan napas
terbuka dengan cara membersihkan lendir atau menggunakan alat bantu napas
jika diperlukan.
c. Memberikan posisi semi fowler atau posisi nyaman : Posisi ini membantu
pasien bernapas lebih mudah, terutama jika ada edema atau pembengkakan.
d. Memberikan oksigen : Oksigen tambahan membantu meningkatkan kadar
oksigen dalam darah ketika jalan napas terhalang.
e. Pemasangan Endotracheal Tube atau intubasi adalah memasukkan pipa jalan
nafas buatan ke dalam trakea melalui mulut dengan tujuan untuk membebaskan
jalan nafas, akan tetapi efek dari melakukan tindakan penghisapan lendir dapat
mengakibatkan penurunan saturasi 02 hingga 5 %, tidak hanya itu namun dapat
mengakibatkan hipoksemia dan hipoksia
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit
a. Menjaga kebersihan area luka: Area kulit yang rusak harus dijaga
kebersihannya untuk mencegah masuknya bakteri.
b. Menggunakan teknik steril dalam perawatan luka: Ini dilakukan agar infeksi
tidak masuk melalui luka.
c. Mengganti balutan luka secara teratur: Balutan steril menjaga luka tetap bersih
dan kering, mengurangi risiko infeksi.
d. Mengamati tanda-tanda infeksi: Seperti demam, kemerahan di sekitar luka,
keluarnya nanah, atau bau tidak sedap.
e. Edukasi kepada pasien dan keluarga: Tentang pentingnya menjaga kebersihan
dan melaporkan gejala infeksi lebih awal.
5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan dibuktikan dengan kerusakan lapisan kulit / jaringan , nyeri, kemerahan.
a. Memantau tanda-tanda kerusakan kulit: Ini termasuk kemerahan,
pembengkakan, nyeri, atau lecet yang menunjukkan gangguan integritas kulit.
b. Memberikan perawatan luka yang tepat: Luka harus dirawat dengan benar agar
tidak bertambah parah dan cepat sembuh.
c. Menjaga keseimbangan cairan tubuh: Dengan memantau asupan cairan dan
output (urin, keringat), serta tanda-tanda vital untuk mencegah dehidrasi atau
edema yang berlebihan.
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan dan nutrisi: Cairan dan nutrisi membantu
memperbaiki kondisi kulit dan jaringan yang rusak.
21
6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler.
a. Memantau saturasi oksigen: Menggunakan alat oximeter untuk mengukur kadar
oksigen dalam darah.
b. Memberikan oksigen tambahan: Untuk meningkatkan kadar oksigen dalam
darah ketika tubuh kesulitan menyerap oksigen secara normal.
c. Mengajarkan teknik pernapasan yang benar: Teknik seperti pernapasan dalam
atau penggunaan alat bantu pernapasan membantu meningkatkan pertukaran
gas di paru-paru.
d. Kolaborasi dalam penggunaan ventilator: Jika gangguan pertukaran gas sangat
parah, ventilator mungkin diperlukan untuk membantu pasien bernapas.
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Musytaufia & Sumarliyah (2018) dalam (Apriani & Alhamd, 2023), penatalaksanaan
medis luka bakar mencakup beberapa langkah berikut:
1. Penatalaksanaan ABC (airway, breathing, circulation):
a. Airway:
Jalan napas dibebaskan dari sumbatan akibat edema mukosa dan sekret
berlebihan yang mengental. Pada luka bakar berat dengan trauma inhalasi,
intubasi endotrakeal atau krikotiroidektomi darurat dilakukan segera sebelum
terjadi obstruksi yang bisa menyebabkan distres pernapasan. Pemasangan pipa
nasofaringeal atau endotrakeal menjadi prioritas pada resusitasi tanpa
menunggu adanya distres napas. Prosedur ini memfasilitasi terapi inhalasi yang
efektif dan memungkinkan lavase bronkial jika diperlukan. Jika obstruksi sudah
terjadi, krikotiroidektomi menjadi pilihan utama.
b. Breathing:
i. Pemberian oksigen: Oksigen diberikan pada 2-4 lpm, namun dapat
ditingkatkan menjadi 4-6 lpm jika ada banyak sekret. Hindari pemberian
oksigen dengan aliran tinggi (>10 lpm) untuk menghindari hiperoksia
atau barotrauma.
ii. Humidifikasi: Oksigen diberikan bersama uap air untuk mengencerkan
sekret dan mengurangi inflamasi mukosa.
iii. Terapi inhalasi: Inhalasi dengan nebulizer dilakukan melalui pipa
endotrakeal atau krikotiroidektomi untuk mengatasi bronkokonstriksi
yang disebabkan oleh zat kimia toksik.
iv. Lavase bronkoalveolar: Lavase bronkoalveolar dilakukan dengan
metode endoskopik (bronkoskopi) untuk membersihkan sumbatan
mukus. Ini merupakan metode standar untuk mengatasi dan
mengevaluasi masalah pada mukosa jalan napas.
v. Rehabilitasi pernapasan: Rehabilitasi pernapasan dilakukan sedini
mungkin, termasuk latihan posisi, refleks batuk, dan latihan otot-otot
pernapasan.
22
c. Circulation: Penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line
menggunakan kateter besar, serta pemasangan Central Venous Pressure (CVP)
untuk memantau volume sirkulasi. Penurunan CVP mengindikasikan
hipovolemia, sedangkan peningkatan CVP bisa menunjukkan hipervolemia
akibat peningkatan permeabilitas kapiler yang membaik setelah resusitasi.
2. Resusitasi cairan:
Resusitasi cairan penting untuk menjaga dan memulihkan perfusi jaringan tanpa
menimbulkan edema. Pada luka bakar mayor, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
yang menyebabkan ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke jaringan interstisial, yang
dapat menyebabkan syok hipovolemik.
3. Penggantian darah:
Pada luka bakar, kehilangan sel darah merah sesuai dengan luas dan kedalaman luka
bakar terjadi. Namun, pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak
dianjurkan kecuali ada perdarahan besar.
4. Perawatan luka bakar:
Perawatan luka tergantung pada derajat luka. Luka bakar derajat I cukup dirawat
dengan salep antibiotik. Luka bakar derajat II perlu dibalut dengan perban antibiotik,
sedangkan luka bakar derajat III memerlukan eksisi dan cangkok kulit.
5. Nutrisi:
Penderita luka bakar memerlukan asupan nutrisi yang lebih tinggi karena kondisi
hipermetabolik yang mereka alami.
6. Eksisi dini dan cangkok (E&G):
Eschar diangkat dan luka ditutup dengan cangkok kulit. Prosedur ini dilakukan antara
3-7 hari setelah luka terjadi untuk mencegah infeksi.
7. Escharotomy:
Escharotomy dilakukan pada luka bakar derajat III yang menyebabkan iskemia distal,
terutama pada ekstremitas, thorax, atau abdomen.
8. Antibiotik:
Antibiotik diberikan secara topikal atau sistemik untuk mencegah infeksi, seperti salep
silver sulfadiazine dan mafenide acetate.
9. Perban biologis: Perban biologis membantu mencegah kontaminasi bakteri,
melembabkan luka, dan mengurangi peradangan lokal.
23
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Modul Luka Bakar
Nn. S, usia 24 tahun, beragama Islam, belum menikah, pendidikan terakhir SMA, bekerja
sebagai karyawan swalayan. Pasien beralamat di Bekasi. Berat badan 50 kg, tinggi badan 157
cm. Pasien masuk IGD Rumah Sakit UI pada tanggal 20 September 2024 pukul 09.00 WIB
dengan diagnosa medis Luka Bakar Derajat II akibat ledakan kompor gas. Penanggung jawab
pasien adalah Ibu Siti, usia 45 tahun, yang merupakan ibu kandung pasien dan berdomisili di
Bekasi, Jawa Barat.
Pasien mengeluh nyeri hebat pada luka serta rasa haus yang berlebihan. Luka bakar meliputi
daerah abdomen, dada, serta kedua lengan dengan kondisi kulit tampak eritema (kemerahan),
edema, dan terdapat bula/blister pada bagian dada, sedangkan kulit di area lain berwarna coklat
sawo matang, agak kering, dengan turgor cukup baik. Pasien merasa cemas bahwa lukanya
akan sulit sembuh dan meninggalkan bekas.
Pasien mengatakan bahwa nafsu makannya masih baik dan biasanya makan tiga kali sehari,
dengan konsumsi air putih sekitar 8–12 gelas setiap harinya. Sebelum sakit, pasien dapat
melakukan semua kegiatan sehari-hari secara mandiri, namun setelah mengalami luka bakar
kemampuan kemandiriannya berkurang dan pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk
beberapa aktivitas. Pasien biasanya tidur sekitar 7–8 jam setiap harinya, dapat berkomunikasi
dengan baik, tidak ada gangguan dalam cara berpikir, dan menjawab pertanyaan secara
koheren. Pasien melaporkan tidak memiliki masalah dengan buang air besar maupun buang air
kecil, biasanya BAB dua kali sehari dan BAK tiga hingga empat kali sehari. Saat mengalami
luka bakar, pasien hanya mengeluh kesakitan dan sering menutup matanya, namun tetap tenang
dan berusaha menahan rasa sakit.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran composmentis,
dengan kepala pasien tampak normal, rambut hitam, bergelombang, bersih tanpa ketombe, dan
tidak terdapat luka. Mata simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera agak merah dan berair,
refleks pupil normal. Hidung simetris, tidak ada lesi, fungsi penciuman normal. Mulut dan bibir
kering tanpa peradangan, fungsi pengecapan baik. Leher tampak normal, tidak ada pembesaran
vena jugularis atau nyeri saat menelan.
24
Pemeriksaan paru-paru menunjukkan tidak ada kelainan pada tulang dada maupun punggung,
tidak ada otot bantu pernapasan, suara perkusi sonor, auskultasi vesikuler, ekspansi dada
simetris tanpa nyeri tekan. Abdomen terdapat luka bakar meliputi bagian perut, nyeri tekan
ada, perkusi timpani, bising usus 8x/menit. Genitalia tampak normal tanpa kelainan.
Ekstremitas atas tidak ada kelainan bentuk tulang, namun terdapat luka bakar derajat II pada
kedua lengan dan dada, sementara ekstremitas bawah tampak normal.
Tanda-tanda vital saat masuk IGD:

Tekanan darah: 90/60 mmHg

Nadi: 100 x/menit

Suhu tubuh: 36,7°C

Respirasi: 16 x/menit

Mukosa mulut: tampak kering (menunjukkan dehidrasi)
Riwayat kesehatan: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnya (seperti
hipertensi, DM, atau asma). Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan. Riwayat keluarga
tidak ada yang memiliki penyakit serius yang berkaitan dengan kondisi pasien saat ini.
Riwayat kejadian: Kejadian terjadi di rumah saat pasien sedang memasak dengan kompor gas.
Tiba-tiba terjadi ledakan kecil yang menyebabkan api mengenai tubuh pasien. Luka bakar
dialami sejak ±1 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat kejadian, pasien langsung disiram air
oleh keluarganya sebelum dibawa ke IGD.
Penatalaksanaan medis yang direncanakan:

Terapi cairan intravena menggunakan Ringer Lactate dengan rumus Parkland Formula
(4 ml x BB x %TBSA) dibagi dalam 24 jam pertama:
o
50% diberikan dalam 8 jam pertama pasca luka bakar
o
50% sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya

Analgesik intravena sesuai indikasi untuk mengatasi nyeri

Perawatan luka bakar dengan teknik steril

Pemberian antibiotik profilaksis sesuai instruksi dokter
25
Asuhan keperawatan (KGD) yang dilakukan residen:
1. Airway, Breathing, Circulation (ABC): memastikan jalan napas paten, memantau
respirasi, memberikan oksigen tambahan bila diperlukan, memonitor tanda vital secara
ketat.
2. Sirkulasi cairan: mempersiapkan dan memasang infus RL sesuai rumus Parkland untuk
mencegah syok hipovolemik.
3. Manajemen nyeri: kolaborasi pemberian analgesik, observasi intensitas nyeri, serta
memberikan distraksi untuk menurunkan kecemasan.
4. Perawatan luka: menjaga luka tetap bersih dan steril, melakukan balutan terbuka pada
area luka bakar sesuai instruksi medis.
5. Kebutuhan psikososial: memberikan edukasi mengenai kondisi luka bakar,
menjelaskan rencana perawatan, serta memberi dukungan agar pasien tidak terlalu
cemas mengenai proses penyembuhan dan kemungkinan bekas luka.
6. Monitoring ketat output urine: untuk menilai kecukupan resusitasi cairan.
Residen mulai melakukan asuhan keperawatan sejak hari pertama masuk rumah sakit hingga 7
hari perawatan (20–26 September 2024) di ruang rawat luka bakar. Follow up dilakukan setiap
hari dengan evaluasi kondisi luka, tanda vital, serta respon pasien terhadap terapi cairan dan
analgesik.
3.2 Terminologi
a. Abdomen
Gambar 11: Anatomi Abdomen.
Henry Vandyke Carter, Public Domain, via Wikimedia Commons.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553104/figure/article-22099.image.f1/?report=objectonly
Menurut (Wade & Streitz, 2023), Abdomen adalah bagian anterior dari batang tubuh
yang terletak di antara diafragma toraks di bagian atas dan tepi panggul di bagian
26
bawah. Abdomen berfungsi sebagai rongga yang menampung organ-organ vital dari
berbagai sistem tubuh, termasuk sistem pencernaan, urinaria, endokrin, eksokrin,
sirkulasi, serta sebagian dari sistem reproduksi.
b. Edema
Menurut (Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG), 2006), edema
adalah pembengkakan yang terjadi akibat peningkatan volume cairan interstitial di
jaringan atau organ. Edema dapat terjadi ketika cairan yang normalnya berada di dalam
pembuluh darah bocor keluar ke ruang antar sel, menyebabkan akumulasi cairan di
jaringan sekitar. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan
fungsi jantung, ginjal, atau hati, serta trauma atau peradangan lokal. Edema sering
terlihat pada area seperti kaki, pergelangan kaki, atau tangan, namun juga dapat terjadi
di organ internal, seperti paru-paru (edema paru) atau otak (edema serebral).
Keberadaan edema dapat menunjukkan adanya kondisi medis yang mendasar yang
memerlukan penanganan lebih lanjut untuk mencegah komplikasi serius.
c. Blister
Gambar 12: Burn Blister.
Gupta S, et al. Role of burn blister fluid in wound healing. J Cutan Aesthet Surg 2021;14:370-3.
https://jcasonline.com/role-of-burn-blister-fluid-in-wound-healing/
Menurut (Gupta dkk., 2021), blister atau lepuh merupakan temuan khas luka bakar
superfisial derajat dua. Lepuh luka bakar terbentuk di lapisan startum spinosum
epidermis. Lepuh memisahkan epidermis dari dermis. Pada luka bakar akut vasodilatasi
dan peningkatan kebocoran kapiler di zona hiperemia menyebabkan ultrafiltrasi plasma
ke dalam luka karena perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik plasma. Cairan ini
terkumpul di bawah lapisan epidermis superfisial yang utuh membentuk lepuh.
d. Mukosa Mulut
Menurut (Brizuela & Winters, 2024) mukosa mulut adalah selaput lendir yang melapisi
struktur dalam batas-batas rongga mulut. Ini merupakan jaringan lunak basah yang
memanjang dari batas vermilion bibir dan mukosa labial di depan hingga lipatan
palatofaring posterior. Mukosa mulut memiliki berbagai fungsi penting, seperti
melindungi jaringan di bawahnya dari rangsangan mekanis, kimia, dan biologis. Selain
itu, mukosa ini berperan dalam sekresi zat-zat esensial dan memiliki fungsi sensorik,
yang memungkinkan persepsi suhu, sentuhan, rasa sakit, serta rasa makanan dan
minuman.Selaput ini juga berfungsi untuk mendukung sistem kekebalan tubuh melalui
27
sekresi cairan yang mengandung enzim dan zat pelindung. Kepekaan terhadap suhu,
tekanan, dan rasa sangat penting dalam mendeteksi potensi bahaya dan memastikan
kenyamanan saat mengunyah atau berbicara.
e. Tanda-tanda Vital
Menurut Brekke et. al (2019), tanda-tanda vital (mencakup frekuensi pernapasan,
saturasi oksigen, denyut nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh) adalah sebagai bagian
penting dari pemantauan pasien yang dirawat di rumah sakit. Perubahan pada tandatanda vital sebelum terjadi penurunan kondisi klinis pasien telah terdokumentasi
dengan baik, dan deteksi dini terhadap perubahan ini sangat penting untuk mencegah
komplikasi yang dapat dihindari. Dengan mengenali tanda-tanda ini lebih awal,
intervensi tepat waktu dapat dilakukan untuk mencegah dampak serius atau
memperburuk kondisi kesehatan pasien. Tanda-tanda vital ini membantu petugas medis
dalam memantau kondisi pasien secara berkesinambungan, terutama di unit-unit
perawatan intensif atau ruang gawat darurat. Setiap perubahan kecil dalam tanda vital
bisa menandakan kondisi serius yang memerlukan perhatian segera, seperti syok,
infeksi, atau penurunan fungsi organ.
Nilai normal untuk tanda-tanda vital pada orang dewasa adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Suhu tubuh: 36,1 - 37,2 °C
Frekuensi pernapasan: 12 - 20 kali per menit
Denyut nadi: 60 - 100 denyut per menit
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Saturasi oksigen: 95% - 100%
f. Terapi Intravena
Menurut (Ernstmeyer & Christman, 2021), terapi intravena (IV) diresepkan oleh
penyedia layanan kesehatan untuk mengembalikan atau mempertahankan hidrasi dan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh. Cairan dan obat-obatan IV langsung masuk ke
aliran darah pasien melalui vena, bekerja dengan cepat untuk memulihkan volume
cairan serta mengirimkan obat. Terapi intravena bertujuan untuk menggantikan cairan
dan elektrolit yang hilang, memberikan obat, serta menambah volume darah. Ini sangat
penting dalam situasi di mana tubuh mengalami kekurangan cairan yang parah atau
membutuhkan pengobatan darurat yang cepat.
g. Ringer Lactate
Menurut (Singh dkk., 2023), larutan Ringer laktat, atau lactated Ringer’s solution,
adalah jenis cairan kristaloid isotonik yang juga digolongkan sebagai larutan seimbang
atau terbuffer. Larutan ini digunakan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Dibandingkan dengan larutan salin normal (NS), Ringer laktat sering digunakan dalam
resusitasi cairan, terutama pada kasus kehilangan darah, luka bakar, sepsis, dan
28
pankreatitis akut. Cairan ini dianggap sangat efektif dalam pemulihan cepat volume
cairan tubuh yang hilang, terutama pada pasien dengan kondisi yang membutuhkan
intervensi segera, seperti syok hipovolemik, yang diakibatkan oleh trauma atau luka
bakar. Buffered solution seperti Ringer laktat juga membantu dalam menjaga
keseimbangan elektrolit tubuh, sehingga dapat mendukung fungsi organ yang lebih
baik dalam situasi klinis yang kritis.
h. Formula Parkland
Menurut (Blumetti dkk., 2008), formula Parkland adalah rumus yang digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada pasien dengan luka bakar. Cairan yang diberikan
dalam 24 jam pertama dihitung berdasarkan berat badan dan persentase luas tubuh yang
terbakar. Jumlahnya berkisar antara 3,7 hingga 4,3 ml cairan per kilogram berat badan
untuk setiap 1% luka bakar. Pemantauan produksi urin juga penting: produksi urin yang
memadai adalah 0,5 hingga 1 ml per kilogram per jam, sementara produksi urin di atas
1 ml/kg/jam menandakan kelebihan cairan.
3.3 Kata Kunci
a) Luka Bakar: Kerusakan jaringan kulit akibat panas dari ledakan kompor.
b) Blister: Lepuhan yang terbentuk pada kulit akibat luka bakar derajat kedua.
c) Edema: Pembengkakan akibat penumpukan cairan di jaringan yang rusak.
d) Nyeri akut: Rasa sakit yang intens akibat kerusakan kulit dan jaringan di bawahnya.
e) Rasa haus, mukosa mulut kering: Tanda-tanda dehidrasi yaitu kondisi kekurangan
cairan yang ditandai dengan mulut kering dan tekanan darah rendah.
f) Lokasi luka bakar: Meliputi daerah abdomen, dada, serta kedua lengan. Dengan
perhitungan menggunakan metode “Rule of Nines”, maka dapat ditetapkan bahwa Nn.
S mengalami luka bakar pada 36% dari total permukaan tubuh.
g) Rasa khawatir: Kecemasan pasien terkait potensi bekas luka dan proses penyembuhan
yang lama.
h) Tanda-tanda Vital: Parameter yang digunakan untuk menilai kondisi kesehatan dasar
pasien. Dalam kasus ini, tekanan darah pasien 90/60mmHg yang dapat dibilang rendah
(hipotensi ringan), menandakan adanya kemungkinan dehidrasi atau kehilangan cairan.
i) Ringer Laktat: Cairan infus yang sering digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien
yang mengalami kehilangan cairan banyak.
j) Formula Parkland: Metode perhitungan resusitasi cairan pada pasien dengan luka
bakar.
29
3.4 Identifikasi Problem Dasar
1. Luka Bakar Derajat Dua
Pasien mengalami luka bakar yang meliputi area abdomen, dada, dan kedua lengan,
dengan tanda blister dan edema, yang menunjukkan luka bakar derajat kedua. Kondisi
ini meningkatkan risiko infeksi dan menyebabkan rasa nyeri yang hebat.
Ditandai oleh: Luka merah, blister di dada, dan edema.
2. Dehidrasi dan Syok Hipovolemik
Pasien menunjukkan tanda-tanda kehilangan cairan akibat luasnya area luka bakar.
Kehilangan cairan ini dapat menyebabkan dehidrasi dan berlanjut menjadi syok
hipovolemik apabila tidak segera ditangani. Kondisi tersebut berhubungan dengan
pergeseran cairan dari intravaskuler ke jaringan luka.
Ditandai oleh: tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100 kali per menit, mukosa mulut
kering, serta pasien mengeluh haus berlebihan.
3. Nyeri Akut
Pasien mengeluhkan nyeri hebat pada daerah luka bakar. Nyeri ini muncul akibat
kerusakan jaringan dan adanya proses inflamasi pada luka bakar derajat dua yang
biasanya disertai dengan blister. Rasa nyeri dapat memengaruhi kenyamanan pasien,
menurunkan kualitas istirahat, serta membatasi pergerakan.
Ditandai oleh: pasien mengeluh nyeri hebat pada area luka dan adanya blister di
bagian dada.
4. Risiko Infeksi
Kerusakan integritas kulit akibat luka bakar menyebabkan hilangnya lapisan pelindung
alami tubuh, sehingga mikroorganisme mudah masuk dan berkembang. Hal ini
menempatkan pasien pada risiko tinggi mengalami infeksi pada area luka maupun
sistemik.
Ditandai oleh: adanya luka terbuka pada abdomen, dada, dan kedua lengan dengan
kondisi kulit eritema, edema, dan blister.
5. Kekhawatiran/Ansietas
Pasien tampak cemas terhadap kondisi luka yang dialaminya. Ia khawatir bahwa luka
bakar akan sulit sembuh dan meninggalkan bekas permanen di tubuhnya. Ansietas ini
dapat memengaruhi penerimaan pasien terhadap perawatan, menurunkan motivasi,
serta memperburuk persepsi terhadap nyeri.
Ditandai oleh: pasien mengatakan cemas dan khawatir luka tidak akan sembuh dan
akan meninggalkan bekas.
6. Gangguan Mobilitas Fisik
Luka bakar pada kedua lengan dan dada serta adanya balutan perawatan luka dapat
membatasi pergerakan pasien. Nyeri hebat yang dirasakan juga memperburuk
keterbatasan mobilitas. Kondisi ini dapat menghambat aktivitas sehari-hari dan
memperlambat proses pemulihan.
Ditandai oleh: pasien mengeluh nyeri sehingga sulit bergerak, serta adanya luka bakar
di kedua lengan dan dada.
30
3.5 Pertanyaan Berdasarkan Skenario
1. Mengapa pasien bisa kehilangan cairan? (Mila)
2. Berdasarkan metode “Rule of Nines” bagaimana perhitungan persentase luka bakar pada
pasien ini? (Mila)
3. Apa yang dimaksud dengan luka bakar derajat II, dan bagaimana ciri klinisnya pada pasien
ini? (Yunita)
4. ketika pasien terkena api di bagian tubuh lalu menyiramnya menggunakan air apakah itu
cara yang efektif dan tepat? (Alsella)
5. Apa tujuan pemantauan output urine ketat pada pasien luka bakar? (Nadila)
6. Mengapa luka bakar derajat II sering disertai dengan pembentukan bula (blister)? (Diki)
7. Mengapa pasien luka bakar mengalami nyeri hebat meskipun hanya derajat II? (Faishal)
8. Apa tujuan pemberian Ringer Lactate (RL) pada pasien luka bakar? (Anita)
9. Bagaimana prognosis pasien luka bakar derajat II dengan perawatan adekuat? (Anita)
10. Apa prinsip utama penanganan awal pada pasien dengan luka bakar? (Yunita Anggraini)
11. Apa saja tingkatan luka bakar dan bagaimana cara membedakannya secara klinis? (Yunita
Anggraini)
12. Apa risiko jangka panjang yang mungkin dikhawatirkan pasien (Nn. S) terkait kondisi
psikososialnya? (Faishal)
13. Mengapa analgesik intravena lebih dipilih dibandingkan analgesik oral pada pasien ini?
(Gizka)
14. Berapakah persentase Total Body Surface Area (TBSA) luka bakar Nn. S, berdasarkan
distribusi luka (Abdomen, Dada, Kedua Lengan)? Dan Jelaskan mengapa Tanda-tanda Vital
Nn. S (TD 90/60 \text{ mmHg}, Nadi 100 \text{ x/menit}) dan keluhan haus menunjukkan
Syok Hipovolemik (Syok Bakar), meskipun suhu tubuhnya normal. (Putri)
15.Bagaiman klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman? ( yuni )
16.Apa komplikasi utama yang dapat terjadi pada pasien luka bakar dan bagaimana
pencegahannya? (Naomi)
31
3.6 Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran adalah untuk membuat asuhan keperawatan pada pasien
dengan luka bakar, dengan kriteria:
1. Menetapkan masalah keperawatan yang terjadi pada kasus luka bakar.
2. Menentukan tujuan dan kriteria hasil dari setiap masalah keperawatan yang muncul.
3. Menentukan rencana tindakan yang sesuai untuk menyelesaikan masalah
keperawatan.
3.7 Jawaban dan Hasil Diskusi
1. Bagaimana pasien bisa kehilangan cairan? (Mila)
2. Bagaimana perhitungan pemberian cairan yang tepat untuk pasien ini? (Mila)
Pertama, identifikasikan luas luka bakar. Berdasarkan Rule of Nines untuk orang dewasa:
-
Kepala dan leher: 9%
Masing-masing lengan: 9% (total 18% untuk kedua lengan)
Masing-masing kaki: 18% (total 36% untuk kedua kaki)
Dada (depan badan): 9%
Abdomen (depan badan): 9%
Belakang badan: 18%
Genital: 1%
32
Gambar.13 persentasi luka bakar dengan metode rule of nine
(akarsari.com)
https://www.akarsari.com/pendidikan/amp/2059554264/cara-menghitung-luas-luka-bakar-dengan-metode-ruleof-nine
Luka Nn. S meliputi daerah abdomen (9%), dada (9%), dan kedua lengan (9% + 9%). Maka
dapat ditetapkan bahwa persentase luka bakar Nn.S adalah 36%.
Kemudian, menggunakan formula Parkland dapat dihitung kebutuhan cairan berdasarkan kasus
Nn. S:
Formula Parkland: 4ml x berat badan (kg) x luas luka bakar (%)
Berat badan Nn. S: 50 kg
Persentase luka bakar: 36%
Maka perhitungan kebutuhan cairan Nn. S adalah:
4ml x 50kg x 36% = 7.200ml selama 24 jam.
Dalam 24 jam ini, pemberian cairan dibagi menjadi 2: 50% dalam 8 jam pertama dan 50%
dalam 16 jam berikutnya.
Maka perhitungannya,
7.200ml ÷ 2 = 3.600 ml
Cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama: 3.600 ml
Cairan yang diberikan dalam 16 jam berikutnya: 3.600 ml
3. Apa yang dimaksud dengan luka bakar derajat II, dan bagaimana ciri klinisnya pada pasien
ini?
Luka bakar derajat II adalah kerusakan jaringan yang mengenai epidermis dan sebagian dermis
(partial thickness burn). Ciri klinisnya yaitu kulit tampak eritema (kemerahan), edema, terasa
sangat nyeri karena ujung saraf masih utuh, dan terbentuk bula/blister berisi cairan.
4. ketika pasien terkena api di bagian tubuh lalu menyiramnya menggunakan air apakah itu
cara yang efektif dan tepat?
Tujuan pertolongan pertama dengan menyiram air mengalir itu adalah menghentikan proses
pembakaran, mendinginkan luka bakar, meredakan nyeri, dan menutupi luka bakar.
33
5. Apa tujuan pemantauan output urine ketat pada pasien luka bakar?
Menurut StatPearls – Burn Fluid Resuscitation (2023), parameter klinis paling sederhana dan
akurat untuk menilai kecukupan resusitasi cairan pada pasien luka bakar adalah pemantauan
output urine dengan target 0,5–1 mL/kg/jam pada orang dewasa. Hal ini diperkuat oleh
rekomendasi American Burn Association (ABA, 2020) yang menyatakan bahwa pemantauan
output urine secara ketat sangat penting karena mencerminkan perfusi ginjal serta status
sirkulasi pasien. Jika output urine sesuai target, maka resusitasi cairan dianggap adekuat;
sedangkan penurunan output urine mengindikasikan risiko hipovolemia, syok hipovolemik,
dan gagal ginjal akut
6. Mengapa luka bakar derajat II sering disertai dengan pembentukan bula (blister)?
Bula atau lepuh pada luka bakar derajat II terbentuk akibat meningkatnya permeabilitas kapiler
dan kerusakan membran basal antara epidermis dan dermis. Cairan yang keluar dari pembuluh
darah memenuhi rongga antara lapisan kulit tersebut, membentuk lepuh berisi cairan jernih.
Adanya bula merupakan tanda khas luka bakar derajat II dan menunjukkan proses inflamasi
aktif serta pelindung alami kulit terhadap infeksi. Pembentukan bula ini juga membantu
melindungi jaringan di bawahnya selama proses penyembuhan.
Referensi:
• Sjamsuhidajat, R. et al. (2012). Karakteristik luka bakar derajat II terkait pembentukan
bula.perpus-utama.poltekkes-malang
Klinik Cleveland. (2024). Luka bakar tingkat dua dan formasi
7. Mengapa pasien luka bakar mengalami nyeri hebat meskipun hanya derajat II?
Luka bakar derajat II melibatkan epidermis dan sebagian dermis, di mana ujung saraf sensorik
masih utuh → stimulasi akibat kerusakan jaringan menimbulkan nyeri yang hebat.
Sumber: Tintinalli. Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 9th Ed.
8. Apa tujuan pemberian Ringer Lactate (RL) pada pasien luka bakar?
RL adalah cairan kristaloid yang komposisinya mirip cairan ekstraseluler, sehingga efektif
untuk menggantikan kehilangan cairan pada fase awal luka bakar dan mencegah asidosis
metabolik.
Sumber: Perry & Potter, Clinical Nursing Skills & Techniques, 2018.
9. Bagaimana prognosis pasien luka bakar derajat II dengan perawatan adekuat?
Luka bakar derajat II biasanya sembuh dalam 2–3 minggu tanpa graft kulit. Namun bisa
meninggalkan hiperpigmentasi atau bekas luka ringan. Prognosis baik jika infeksi dicegah dan
cairan adekuat.
Sumber: WHO Burn Guidelines, 2018.
10. Mengapa pasien luka bakar perlu observasi ketat tanda vital secara berkala?
34
Karena pasien berisiko syok hipovolemik akibat kehilangan cairan masif, serta risiko infeksi
sistemik yang bisa menyebabkan sepsis. Tanda vital adalah indikator dini kondisi
hemodinamik pasien.
Sumber: Williams, Critical Care Nursing, 2019.
11. Apa saja tingkatan luka bakar dan bagaimana cara membedakannya secara klinis?
Luka bakar diklasifikasikan menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu:



Luka bakar derajat I (superfisial):
Hanya mengenai lapisan epidermis kulit. Tanda-tandanya meliputi kemerahan, nyeri,
dan kulit kering tanpa lepuh. Contoh: sunburn ringan.
Luka bakar derajat II (parsial):
Mengenai epidermis dan sebagian dermis. Ditandai dengan lepuh, nyeri hebat, kulit
tampak merah muda hingga merah terang, dan permukaan basah.
Luka bakar derajat III (penuh):
Mengenai seluruh ketebalan kulit (epidermis dan dermis), dan bisa mencapai jaringan
subkutan. Kulit tampak putih, hangus, tidak nyeri (karena ujung saraf rusak).
Referensi: World Health Organization (WHO). Burns Fact Sheet American Burn Association
(ABA). Burn Injury Guide
12. mengapa pasien mengalami rasa haus berlebihan dan mukosa kering?
Hal ini disebabkan oleh kehilangan cairan intravaskular akibat peningkatan permeabilitas
kapiler setelah luka bakar, sehingga cairan berpindah ke ruang interstisial. Kondisi ini memicu
dehidrasi dan syok hipovolemik jika tidak ditangani.
Sumber: Greenhalgh, D. G. (2019). Management of burns. New England Journal of Medicine,
380(24), 2349–2359. https://doi.org/10.1056/NEJMra1807442
13. Mengapa analgesik intravena lebih dipilih dibandingkan analgesik oral pada pasien ini?
Analgesik intravena bekerja lebih cepat dan efektif, terutama pada pasien dengan risiko syok
hipovolemik dan gangguan perfusi jaringan. Selain itu, penggunaan oral tidak efektif karena
pasien mungkin mengalami gangguan absorbsi akibat hipoperfusi gastrointestinal.
Sumber: Smeltzer & Bare, Brunner & Suddarth (2018).
14. Berapakah persentase Total Body Surface Area (TBSA) luka bakar Nn. S, berdasarkan
distribusi luka (Abdomen, Dada, Kedua Lengan)?
Dan Jelaskan mengapa Tanda-tanda Vital Nn. S (TD 90/60 \text{ mmHg}, Nadi 100
\text{ x/menit}) dan keluhan haus menunjukkan Syok Hipovolemik (Syok Bakar), meskipun
suhu tubuhnya normal?
- 36\% TBSA. Perhitungan: Abdomen (9\%) + Dada (9\%) + Lengan Kanan (9\%) + Lengan
Kiri (9\%) = 36\%.
35
- Hipotensi (TD 90/60 \text{ mmHg}) dan Takikardia (100 \text{ x/menit}) adalah respons
kompensasi awal terhadap penurunan volume intravaskular (preload). Luka bakar luas
menyebabkan pergeseran cairan plasma masif ke ruang interstisial (edema), yang menginduksi
syok. Haus dan mukosa kering memperkuat indikasi dehidrasi/hipovolemia yang parah.
Sumber:
Aturan Sembilan (Rule of Nines) pada pasien dewasa.
Patofisiologi Luka Bakar Tahap Akut (Pergeseran Cairan/Syok Bakar).
15. Bagaiman klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman?
-Derajat I (superfisial): Mengenai epidermis, kulit tampak merah,nyeri, tanpa bula,sembuh
dalam 3-6 hari.
-Derajat II (Parsial Thickness) * superfisial: Epidermis + sebagian dermis ada bula, nyeri,
sembuh 7-21 hari. * Dalam: Lebih banyak dermis rusak, lebih pucat, sensasi nyeri berkurang,
sumbuh >21hari.
-Derajat III (full Thickness): Epidermis + seluruh dermis rusak, kulit pucat/kecoklatan, tidak
nyeri butuh grafting.
-Derajat IV: Sampai otot/tulang
Sumber: Herdon DN. Total burn care, 5thn Edition,elsevier,2018
16. Apa komplikasi utama yang dapat terjadi pada pasien luka bakar dan bagaimana
pencegahannya?
Komplikasi meliputi:
- Infeksi: Luka bakar rentan infeksi; pencegahan dengan perawatan luka steril.
- Syok Hipovolemik: Akibat kehilangan cairan; dicegah dengan resusitasi cairan adekuat.
- Gangguan Elektrolit: Monitoring elektrolit penting.
Pencegahan melibatkan perawatan luka yang tepat dan monitoring ketat (4).
Sumber: World Health Organization (WHO). (2018). Burns Fact Sheet.
36
3.8 Pathway Berdasarkan Kasus
37
38
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama
Usia
Agama
Pekerjaan
Alamat
: Nn. S
: 24 Tahun
: Islam
: Karyawan swalayan
: Bekasi
No. Register
Diagnosa Medis
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pengkajian
:: Luka bakar derajat II
: 20 September 2024
: 20 September 2024
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Ny. S
Umur
: 45 Tahun
Alamat
: Bekasi, Jawa Barat
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri hebat pada luka bakar di abdomen, dada, dan kedua lengan
serta merasa haus berlebihan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami luka bakar derajat II akibat ledakan kompor gas sekitar satu jam
sebelum masuk rumah sakit. Luka meliputi abdomen, dada, dan kedua lengan
dengan tanda eritema, edema, dan blister di bagian dada. Pasien merasa cemas
bahwa lukanya akan sulit sembuh dan meninggalkan bekas. Saat masuk IGD, tanda
vital menunjukkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, respirasi
16x/menit, suhu 36,7°C, dan mukosa mulut tampak kering, menandakan dehidrasi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnya seperti hipertensi,
diabetes mellitus, atau asma. Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan.
Riwayat keluarga tidak menunjukkan adanya penyakit serius yang relevan dengan
kondisi pasien saat ini.
4. Pola Kesehatan fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
39
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Pasien, Nn. S, menyadari bahwa lukanya perlu dirawat dengan baik dan mau
mengikuti semua instruksi dokter serta perawat. Ketika mengalami luka bakar
akibat ledakan kompor gas, pasien langsung dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan. Meskipun mau dirawat, pasien merasa cemas dan
khawatir lukanya tidak sembuh dengan baik atau meninggalkan bekas, sehingga
pasien membutuhkan dukungan dan penjelasan dari perawat agar lebih tenang.
Pola nutrisi :
pasien mengatakan nafsu makan masih baik, pasien biasanya makan 3 kali
sehari. Konsumsi air putih 8 – 12 gelas setiap harinya
TB: 157 CM
BB: 50 Kg
Aktivitas dan Latihan :
Sebelum sakit pasien bisa melakukan semua kegiatan sehari-hari secara
mandiri. Setelah sakit kemampuan kemandirian pasien berkurang dan butuh
bantuan orang
Pola tidur dan Istirahat :
Pasien mengatakan biasanya tidur sekitar 7-8 jam setiap harinya
Sensori, persepsi, dan kognitif :
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, tidak ada gangguan dalam car proses
berpikir, pasien menjawab pertanyaan dengan koheren
Pola eliminasi :
pasien mengatakan tidak memiliki masalah BAB maupun BAK. Pasien
biasanya BAB 2х sehari. BAK 3-4х sehari
Pola toleransi terhadap stress-koping :
Saat mengalami luka bakar. Pasien hanya mengeluh kesakitan dan sering
menutup matanya, pasien tetap tenang dan berusaha untuk menahan rasa
sakitnya
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
: Lemah
b. Kesadaran
: Composmentis
c. Tanda-tanda vital
: Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100 kali/menit,
respirasi 16 kali/menit, suhu tubuh 36,7°C. Mukosa mulut tampak kering,
menunjukkan dehidrasi.
d. Kepala
: Rambut hitam, bergelombang, bersih, tidak ada
ketombe,tidak ada luka.
e. Mata
: Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera agak merah
dan berair, reflek pupil normal
f. Hidung
: Simetris, tidak ada lesi, fungsi penciuman berfungsi
baik
g. Mulut mukosa bibir : Kering, tidak ada peradangan, fungsi pengecapan
berfungsi baik
h. Leher
: Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri
telan
i. Kulit
: Pada daerah kulit yang terluka berwarna kemerahan,
40
edema dan terbentuk blister pada bagian dada. Pada
kulit yang lain kulit berwarna coklat sawo
matang, agak kering, turgor kulit cukup baik.
j. Paru-paru
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
k. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
l. Genitalia
m. Ekstremitas
Atas
Bawah
: Tidak ada kelainan tulang dada maupun punggung ,
Tidak ada otot bantu pernafasan
: Suara sonor
: Vesikuler
: Ekspansi dada simetris, tidak ada nyeri tekan.
: Terdapat luka bakar meliputi abdomen
: Nyeri tekan ada
: Timpani
: Bising usus 8хmenit
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan bentuk pada tulang anggota gerak
atas, terdapat luka bakar derajat 2 pada area kedua
lengan dan dada
: Tidak ada kelainan pada tulang anggota gerak bawah
4.2 ANALISA DATA
No.
DATA
1.
DS :
1. Pasien mengeluh nyeri
pada bagian luka.
2. Pasien merasa khawatir
bahwa luka akan lama
sembuh
dan
meninggalkan bekas.
DO :
1. Luka bakar melibatkan
daerah abdomen, dada,
dan kedua lengan.
2. Luka tampak memerah,
terdapat edema dan
terbentuk
blister
(lepuhan) di bagian
dada.
3. Mukosa mulut tampak
kering.
ETIOLOGI
1. Kerusakan integritas
kulit akibat luka
bakar,
yang
mengganggu fungsi
pelindung
kulit
sebagai penghalang
terhadap
patogen
eksternal (bakteri,
virus, jamur).
2. Respon
inflamasi
dan cedera jaringan
meningkatkan risiko
infeksi.
3. Blister
yang
terbentuk berisiko
pecah, yang dapat
memperbesar risiko
terjadinya
MASALAH
Risiko Infeksi
41
4. Tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah (TD):
90/60 mmHg.
b. Denyut
nadi:
100
x/menit.
c. Suhu tubuh: 36,7°C.
d. Pernapasan:
16
x/menit.
kontaminasi
infeksi.
dan
Luka baru terjadi sekitar 1 jam
yang lalu, dan pasien dirawat di
rumah sakit untuk terapi cairan
(Ringer Lactate menggunakan
formula Parkland)
2.
DS : Pasien merasa haus
Kehilangan cairan dari
jaringan yang rusak akibat
DO :
luka bakar, serta respons
1. Mukosa mulut tampak inflamasi
tubuh
yang
kering.
meningkatkan
kebutuhan
cairan
2. TD 90/60 mmHg.
3. Nadi 100 x/menit.
4. Luka
bakar
yang
melibatkan area tubuh
yang cukup luas.
Rencana pemberian cairan
Ringer Lactate dengan formula
Parkland.
Hipovolemia
3.
DS : Pasien mengeluh nyeri Nyeri diakibatkan oleh
pada trauma jaringan akibat luka
bakar
bagian luka
Nyeri Akut
P:
Pasien
mengatakan
nyeri pada luka bakar
dan memperberat saat
bergerak
Q:
Nyeri terasa
terbakar
panas
R:
42
Pasien mengeluh nyeri
pada luka bakar
S:
Pasien
mengatakan
skala nyeri 7
T:
Nyeri muncul terusmenerus
DO :
1. Luka bakar melibatkan
area abdomen, dada,
dan lengan.
2. Luka tampak memerah,
dengan edema dan
blister.
4.
DS : Pasien mengeluh nyeri Kerusakan jaringan kulit Gangguan Integritas
pada bagian luka.
akibat luka bakar derajat 2.
Kulit
DO :
1. Luka bakar melibatkan
area abdomen, dada,
dan kedua lengan.
2. Luka tampak memerah
dengan edema dan
blister.
5.
DS : Pasien merasa khawatir
bahwa luka akan lama sembuh
dan meninggalkan bekas.
DO :
1. Luka bakar melibatkan
daerah abdomen, dada,
dan kedua lengan.
2. Luka tampak memerah
dengan edema dan
terbentuk blister.
3. Tanda-tanda vital:
1. Ketidakpastian
mengenai
proses
penyembuhan luka
bakar.
2. Kekhawatiran
mengenai dampak
luka bakar terhadap
penampilan
fisik
(kemungkinan
adanya bekas luka
atau jaringan parut
yang permanen).
3. Nyeri fisik yang
dirasakan akibat luka
Anxietas
43
a. Tekanan darah (TD):
90/60
mmHg
(hipotensi).
b. Denyut nadi: 100
x/menit (takikardi).
c. Suhu tubuh: 36,7°C.
d. Pernapasan:
x/menit.
bakar
dapat
memperburuk
kondisi
ansietas
karena
adanya
ketidaknyamanan
dan kesulitan dalam
beraktivitas.
16
4. Pasien juga mengeluh
nyeri dan haus, yang
dapat
memperburuk
kecemasan
karena
adanya sensasi fisik
yang tidak nyaman.
4.3 Diagnosa Keperawatan
1.
Diagnosa prioritas Risiko Infeksi b.d. kerusakan
integritas kulit dan prosedur invasif
D.0142
2.
Hipovolemia b.d. Peningkatan permeabilitas kapiler
D.0023
3.
Nyeri akut b.d. Agen pencedera fisik
D.0077
4.
Gangguan integritas kulit b.d. Suhu lingkungan
yang ekstrem
D.0129
5.
Ansietas
b.d.
kekhawatiran
penyembuhan luka & bekas luka
D.0080
atas
proses
4.4 Intervensi Keperawatan
No. DX
TUJUAN & KRITERIA
HASIL
D.0142
Setelah dilakukan
Pencegahan Infeksi
intervensi 3x24 jam,
(I.14539)
diharapkan Tingkat Infeksi
meningkat dengan kriteria Observasi:
hasil:
1. Monitor tanda
1. Demam menurun
dan gejala infeksi
lokal dan sistemik
RENCANA
TINDAKAN
RASIONAL
1. Hilangnya
integritas kulit
berfungsi sebagai
pintu masuk utama
bagi mikroorganisme,
sehingga teknik steril
dan menjaga
kebersihan adalah
44
2. Kemerahan menurun
Terapeutik:
3. Nyeri menurun
1. Batasi jumlah
pengunjung
2. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan lingkungan
pasien
3. Pertahankan
teknik aseptik
pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi:
4. Bengkak menurun
5. Drainase purulen
menurun
6. Cairan berbau busuk
menurun
7. Kadar sel darah putih
membaik
8. Kultur area luka
membaik
9. Kultur darah membaik
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
pertahanan pertama
untuk mencegah
infeksi lokal dan
sepsis sistemik.
2. Deteksi dini tandatanda infeksi (demam,
kemerahan, eksudat
purulen)
memungkinkan
intervensi cepat,
seperti penyesuaian
antibiotik, untuk
mencegah infeksi
berkembang menjadi
sepsis.
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan.
D.0023
Hipovolemia
(L.03028)
Setelah dilakukan
intervensi 1x24 jam,
diharapkan volume cairan
meningkat dengan kriteria
hasil:
1. Membran mukosa
lembab meningkat
2. Edema perifer
menurun
3. Rasa haus menurun
Manajemen
Hipovolemia
(I.03116)
Observasi:
1. Periksa tanda dan
gejala Hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
1. Deteksi dini
terhadap tanda-tanda
seperti hipotensi (TD
90/60 mmHg) dan
takikardi (Nadi 100
x/menit) sangat
krusial untuk
mencegah
progresivitas kondisi
ke arah syok
hipovolemik, yang
merupakan
komplikasi serius
pada luka bakar luas.
45
Tekanan darah membaik
menurun, membran
mukosa kering, volume
urine menurun,
hematokrit meningkat,
haus, lemah).
2. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik:
4. Hitung kebutuhan
cairan
5. Berikan asupan
cairan oral
Edukasi:
2. Formula Parkland
digunakan untuk
memastikan resusitasi
cairan intravena yang
adekuat (4ml x BB
x %Luka Bakar)
dalam 24 jam pertama
setelah cedera, yang
krusial untuk
mencegah komplikasi
dan mortalitas.
3. Cairan Ringer
Laktat (RL) dipilih
karena merupakan
larutan kristaloid
5. Anjurkan
isotonik yang efektif
memperbanyak
untuk pemulihan
asupan cairan oral cepat volume cairan
tubuh yang hilang dan
Kolaborasi:
membantu menjaga
1. Kolaborasi
keseimbangan
pemberian cairan
elektrolit.
IV isotonis (mis.
NaCl, RL).
4. Pemantauan output
2. Kolaborasi
urine (target 0,5–1
pemberian cairan mL/kg/jam pada
IV hipotonis (mis. dewasa) adalah
Glukosa 2,5%,
parameter klinis yang
NaCl 0,4%)
paling sederhana dan
akurat untuk menilai
kecukupan resusitasi
cairan dan
mencerminkan
perfusi ginjal serta
status sirkulasi
pasien.
D.0077
Tingkat nyeri (L.08066)
Setelah dilakukan
intervensi 1x24 jam
diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria
hasil :
Manajemen Nyeri
(I.08238)
Observasi :
1. Luka bakar derajat
II (ketebalan
sebagian) sangat
nyeri karena ujung
saraf sensorik di
dermis masih utuh
dan terstimulasi oleh
46
1. Keluhan nyeri
menurun
2. Gelisah menurun
3. Tekanan darah
membaik
1. Identifikasi lokasi
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi
respon nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor
yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
5. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
kerusakan jaringan,
sehingga penilaian
nyeri yang akurat
sangat penting untuk
memandu intervensi
yang tepat.
2. Analgesik
intravena (IV) lebih
diutamakan karena
bekerja lebih cepat
dan lebih efektif
untuk mengatasi nyeri
hebat dibandingkan
rute oral, yang sangat
penting pada fase
akut luka bakar.
Terapeutik :
1. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
2. Fasilitasi istirahat
dan tidur
3. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
47
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
penggunaan
analgetik, jika
perlu
D.0129
Integritas Kulit dan
Jaringan
Perawatan Integritas
Kulit
(L.03028)
(I.11353)
Setelah dilakukan
intervensi 1x24 jam,
diharapkan Integritas kulit
dan Jaringan meningkat
dengan kriteria hasil:
Observasi:
1. Hidrasi meningkat
2. Kerusakan jaringan
menurun
3. Kerusakan lapisan kulit
menurun
4. Nyeri menurun
5. Kemerahan menurun
1. Identifikasi
penyebab gangguan
integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi,
perubahan status
nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu
lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)
Terapeutik:
1. Ubah posisi tiap 2
jam jika tirah baring
1. Perawatan luka
yang benar bertujuan
untuk memfasilitasi
penyembuhan,
mencegah perluasan
kerusakan,
dan
meminimalisir
pembentukan jaringan
parut permanen.
2.Keseimbangan
cairan penting karena
dehidrasi
memperlambat proses
penyembuhan luka,
sementara
edema
yang berlebihan dapat
mengganggu sirkulasi
di
area
luka,
memperburuk
kerusakan jaringan.
Edukasi:
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion, serum)
2. Anjurkan minum
air yang cukup
48
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
D.0080
Tingkat Ansietas
Reduksi Ansietas
(L.09093)
(I.09314)
Setelah dilakukan
intervensi 1x24 jam,
diharapkan Ansietas
menurun dengan kriteria
hasil:
1. Verbalisasi khawatir
akibat kondisi yang
dihadapi menurun
2. Tekanan darah membaik
Observasi:
1. Identifikasi saat
tingkat ansietas
berubah (mis.
Kondisi, waktu,
stresor)
2. Monitor tanda-tanda
ansietas (verbal dan
non verbal)
Terapeutik:
1. Pahami situasi yang
membuat ansietas
2. Dengarkan dengan
penuh perhatian
3. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi:
1. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
1. Luka bakar
merusak barier kulit,
yang merupakan
pintu masuk utama
bakteri. Teknik steril
dan kebersihan luka
mencegah masuknya
mikroorganisme ke
dalam tubuh,
menghindarkan
infeksi lokal, sepsis,
dan meningkatkan
penyembuhan
jaringan.
2. Deteksi dini
perubahan pada luka
(bau, nanah,
kemerahan
berlebihan) atau tanda
sistemik (demam)
memungkinkan
intervensi
medis/antibiotik
segera untuk
menghentikan
penyebaran infeksi
sebelum berkembang
menjadi komplikasi
serius seperti sepsis.
3. Jika dicurigai atau
terbukti infeksi,
antibiotik diberikan
untuk membunuh
atau menghambat
pertumbuhan bakteri
di dalam tubuh,
sehingga
49
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
mengendalikan
infeksi dan mencegah
kerusakan jaringan
lebih lanjut.
50
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Luka bakar merupakan jenis trauma yang tidak hanya berdampak pada kondisi fisik pasien,
tetapi juga dapat memicu kecacatan dan masalah psikologis jangka panjang. Perawat harus
memberikan penanganan yang cepat, tepat, dan berbasis bukti sangat diperlukan untuk
meminimalisir komplikasi seperti syok hipovolemik, infeksi, dan masalah psikologis. Dalam
kasus luka bakar, perhitungan cairan menggunakan Formula Parkland memainkan peran
penting dalam memastikan pasien menerima resusitasi cairan yang tepat dalam 24 jam pertama
setelah cedera, yang pada akhirnya dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
Selain itu, pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, emosional, dan sosial pasien harus
diintegrasikan ke dalam asuhan keperawatan. Edukasi mengenai proses penyembuhan luka
bakar dan pencegahan infeksi sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi. Pasien juga
harus didukung secara psikologis, terutama mereka yang mengalami kecemasan terkait bekas
luka atau proses pemulihan yang lama.
Masyarakat juga harus diberikan edukasi mengenai cara mencegah luka bakar, terutama di
rumah, dimana sebagian besar cedera ini terjadi. Melalui kampanye pencegahan dan edukasi
kesehatan yang tepat, insiden luka bakar dapat ditekan, sehingga menurunkan angka kejadian
serta dampak fatal yang ditimbulkan. Pada akhirnya, upaya bersama dalam meningkatkan
kompetensi tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat tentang pencegahan luka bakar
diharapkan dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat cedera ini, serta
meningkatkan kualitas hidup pasien yang terkena luka bakar.
5.2 Saran
Perawat yang menangani pasien dengan luka bakar perlu terus meningkatkan kompetensi
mereka, khususnya dalam hal penanganan cairan, manajemen nyeri, dan pencegahan infeksi.
Dengan mengikuti pelatihan secara berkala dan mengakses informasi terkini berbasis bukti,
perawat dapat memperbarui keterampilan mereka dan memastikan bahwa asuhan yang
diberikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Rumah sakit juga diharapkan
menerapkan protokol yang terstandar seperti Formula Parkland dalam menghitung kebutuhan
cairan pasien, karena formula ini telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko komplikasi
seperti syok hipovolemik, yang sering terjadi pada kasus luka bakar. Selain itu, pendekatan
holistik harus diterapkan dalam perawatan pasien luka bakar, di mana perawat tidak hanya
fokus pada kondisi fisik tetapi juga memberikan dukungan emosional kepada pasien yang
mungkin mengalami trauma psikologis, kecemasan, atau ketakutan akan bekas luka yang
tertinggal. Edukasi yang tepat kepada pasien dan keluarganya mengenai perawatan luka bakar
di rumah, termasuk cara merawat luka dan pencegahan infeksi, juga menjadi bagian penting
dari proses penyembuhan. Masyarakat secara umum harus diberdayakan dengan pengetahuan
mengenai tindakan pencegahan, khususnya dalam penggunaan peralatan dapur, listrik, serta
bahan kimia, guna mengurangi angka kejadian luka bakar di lingkungan rumah. Tindakan
51
pencegahan yang efektif akan membantu mengurangi dampak dari cedera ini, terutama di
daerah dengan akses terbatas terhadap fasilitas kesehatan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, B., & Alhamd, B. (2023). Laporan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar di
Instalasi Gawat Darurat RS Bhayangkara Makassar [Karya tulis akhir, STIK
Stella Maris Makassar, Program Studi S1 Keperawatan dan Ners]. STIK Stella
Maris
Makassar
Repository.
http://repository.stikstellamarismks.ac.id/297/1/ASUHAN%20KEPERAWAT
AN%20PADA%20PASIEN%20DENGAN%20LUKA%20BAKAR%20DI%2
0RUANG%20INSTALASI%20GAWAT%20DARURAT%20RUMAH%20S
AKIT%20BHAYANGKARA%20MAKASSAR%20-%203C_Bernadet%20A
priani.pdf
Blumetti, J., Hunt, J. L., Arnoldo, B. D., Parks, J. K., & Purdue, G. F. (2008). Reevaluation of
the Parkland formula: Is the criticism justified? Journal of Burn Care &
Research, 29(1), 180–186. https://doi.org/10.1097/BCR.0b013e31815f5a62
Brennan, D. (2021, April 15). Perbandingan cairan infus: Lactated Ringer’s vs Normal Saline.
WebMD. https://www.webmd.com/a-to-z-guides/lactated-ringers-vs-normalsaline-as-iv-fluids
Brizuela, M., & Winters, R. (2024). Histologi mukosa oral. StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK572115/
Carswell, L., & Borger, J. (2023, Agustus 8). Keloid dan jaringan parut hipertrofik. StatPearls
Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537058/
Cleveland Clinic. (2023, Februari 2). Kaitan antara dehidrasi dan tekanan darah. Cleveland
Clinic. https://health.clevelandclinic.org/dehydration-and-blood-pressure
Ernstmeyer, K., & Christman, E. (2021). Manajemen terapi intravena. Dalam Nursing Skills.
Chippewa Valley Technical College.
Greenhalgh, D. G. (2019). Management of burns. New England Journal of Medicine, 380(24),
2349–2359. https://doi.org/10.1056/NEJMra1807442
Gupta, S., Chittoria, R. K., Chavan, V., Aggarwal, A., Reddy, L. C., Mohan, P. B., Koliyath,
S., & Pathan, I. (2021). Peran cairan lepuh luka bakar dalam proses
53
penyembuhan luka. Journal of Cutaneous and Aesthetic Surgery, 14(3), 370–
373. https://doi.org/10.4103/JCAS.JCAS_90_19
Herdon, D. N. (2018). Total burn care (5th ed.). Elsevier.
Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). (2006). Ringkasan: Penyebab dan
tanda-tanda
edema.
IQWiG.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279409/
Kagan, R. J., Peck, M. D., Ahrenholz, D. H., Hickerson, W. L., Holmes, J., Korentager, R.,
Kraatz, J., Pollock, K., & Kotoski, G. (2013). Penatalaksanaan bedah luka bakar
dan penggunaan substitusi kulit: Laporan panel ahli. Journal of Burn Care &
Research, 34(2). https://doi.org/10.1097/BCR.0b013e31827039a6
Markiewicz-Gospodarek, A., Kozioł, M., Tobiasz, M., Baj, J., Radzikowska-Büchner, E., &
Przekora, A. (2022). Proses penyembuhan luka bakar: Komplikasi klinis,
penanganan medis, dan jenis balutan. International Journal of Environmental
Research
and
Public
Health,
19(3).
MDPI.
https://doi.org/10.3390/ijerph19031338
Obaid, E. M., & Baiee, H. A. (2022). Karakteristik epidemiologis dan klinis pasien luka bakar
yang dirawat di Provinsi Babylon. Medical Journal of Babylon, 19(1), 9–14.
https://doi.org/10.4103/MJBL.MJBL_70_20
Perry, A. G., & Potter, P. A. (2018). Clinical nursing skills & techniques (9th ed.). St.
Louis: Mosby Elsevier.
Regan, A., & Hotwagner, D. T. (2024, Juni 20). Manajemen cairan pada pasien luka bakar.
StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534227/
Saputra, D. (2023). Tinjauan komprehensif mengenai luka bakar: Klasifikasi, komplikasi, dan
tata
laksana.
SCIENA,
2(5).
http://journal.scientic.id/index.php/sciena/issue/view/12
Singh, S., Kerndt, C., & Davis, D. (2023, Agustus 14). Ringer’s Lactate. StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK500033/
Sjamsuhidajat, R., et al. (2012). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.
54
Strauss, S., & Gillespie, G. L. (2018, Juni 13). Penilaian awal dan manajemen pasien luka
bakar.
American
Nurse
Association.
https://www.myamericannurse.com/initial-assessment-mgmt-burn-patients/
Suddarth, & Brunner. (n.d.). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi ke-1).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi ke-1).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi ke-1).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tintinalli, J. E. (2019). Emergency medicine: A comprehensive study guide (9th ed.). New
York: McGraw-Hill Education.
Wade, C. I., & Streitz, M. J. (2023, Juli 24). Anatomi abdomen dan pelvis: Abdomen.
StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553104/
Williams, L. (2019). Critical care nursing. Philadelphia: Elsevier.
World Health Organization. (2018). Burns fact sheet. World Health Organization.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/burns
World Health Organization. (2023, Oktober 13). Luka bakar (burns). World Health
Organization. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/burns
Żwierełło, W., Piorun, K., Skórka-Majewicz, M., Maruszewska, A., Antoniewski, J., &
Gutowska, I. (2023). Klasifikasi, patofisiologi, dan terapi luka bakar: Tinjauan
pustaka. International Journal of Molecular Sciences, 24(4). MDPI.
https://doi.org/10.3390/ijms24043749
55
Download