Uploaded by common.user151340

Pembahasan Asuhan Kebidanan Komprehensif: Anemia & Kala II Memanjang

advertisement
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan asuhan kebidanan komprehensif pada Ny. S, pada BAB
IV ini penulis mencoba menyajikan pembahasan membandingkan antara teori, SPO
lahan dengan pelaksanaan asuhan kebidanan yang di lakukan pada kehamilan,
persalinan, nifas dan bayi baru lahir yang diterapkan pada Ny. S. Adapun selama
melakukan pengkajian/asuhan penulis menerapkan manajemen kebidanan, sesuai
kode etik, serta pendekatan yang terfokus pada ibu dan bayi sebagai klien sesuai
kondisi dan kebutuhan klien. Penulis melakukan pengkajian dari awal pasien masuk
rumah sakit yaitu saat belum inpartu sampai dengan nifas minggu ke 6.
Pada bab ini penulis menyajikan pembahasan dengan membandingkan antara
teori dengan manajemen asuhan kebidanan secara komprehensif pada masa
kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir yang di terapkan pada kepada Ny.
G1P0A0 dengan Anemia dan Kala II Memanjang dan Asfiksia pada Bayi di
Rumahsakit Bhayangkara Kota Sukabumi. Dalam
melaksanakan asuhan
ditemukan beberapa masalah dan keluhan berikut akan
dibahas dalam
pembahasan
4.1
Pengumpulan Data
4.1.2 Kehamilan
Dari anamnesa didapatkan keluhan nyeri punggung dan pinggang,
nyeri ulu hati, pusing, mudah lelah sedikit sesak, , pola nutrisi Ny. S makan
selama hamil 2 kali/hari ½ centiong menu lauk, sayur, nasi, buah dan tidak
suka daging, juga jarang menkonsumsi tablet FE, selama kehamilan hanya
mengkonsumsi 80 tablet FE, HPHT:15-07-2024 TP : 22-04-2025, satatus
imunisasi TT yaitu TT2. Data objektif : TTV dalam batas normal, Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva agak pucat, BB : 60 Kg, TB: 150,
kenaikan selama kehamilan 9 kg (sesuai), TFU 32cm, leopold 1 : bokong,
leopold 2: punggung dan bagian terkecil janin, leopold 3: kepala, leopold IV:
sudah masuk PAP DJJ : 142x/mnt, lain2 baik, HB: 9,9 g/dl hasil USG janin
tunggal hidup intra uterine presentasi kepala, air ketuban cukup, TBBA 3100
gram. Dari pengumpulan data pada masa kehamilan Ny. S, didapatkan
bahwa Ny. S mempunyai pola makan yang kurang baik pada kondisi
prakonsepsi berlanjut pada masa kehamilan. Menurut penulis, pola makan
(nutrisi) yang dijalani Ny. S tidak sesuai dengan anjuran pemenuhan kalori
ibu hamil dan faktor risiko penyebab anemia pada ibu hamil.
Pada Ny. S mempunyai pola nutrisi yang kurang baik Ny. S makan
selama hamil 2 kali sehari 1 centong nasi menu tahu tempre, sayur, buah, Ny.R
memiliki pantangan makana yaitu tidak suka daging dan lauk dengan alasan
berbau amis dan membuat mual, kadang pada saat makan Ny.S hanya makan
sayur dan nasi tampa lauk, 2 kali makan cemilan seperti seblak dan cilok.
Menurut penulis Ny.S meskipun memiliki IMT kategori overweight akan
tetapi Ny.S tidak mengkonsumsi gizi seimbang tidak sesuai dengan anjuran
pemenuhan kalori ibu hamil, diketahui penambahan energi dan protein yang
dibutuhkan oleh ibu hamil pada trimester I, II, dan III sebanyak 180 kkal,
trimester II dan III 300 kkal. Dengan penambahan protein, pada trimester I,
II, dan III sebanyak 1 gr, 10 gr dan 30 gr, dan kurangnya konsumsi protein
selama kehamilan. Serta kurannya konsumsi tablet tamba dara yan hanya 70
tablet selama keamilan, tidak sesuai denan anjuran pemerintah untuk
menkonsumsi tablet tambah darah 90 tablet
Kurangnya asupan protein dalam tubuh manusia. Protein dalam tubuh
manusia berperan sebagai pembentuk butir-butir darah (hemopoiesis) yaitu
pembentukan eritrositt dengan hemoglobin, selain itu protein berperan
penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh, oleh karena kurangnya
asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga
akan terjadi defisiensi zat besi sehingga dapat menyebabkan anemia (Yulia,
2019).
Hal ini sejalan dengan penelitian Melinda tahun 2024, ibu hamil yang
memiliki asupan protein hewani dan nabati yang kurang sebesar 37 responden,
dan ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 35 orang, dapat disimpulkan
terdapat hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada ibu
hamil, dan penelitian yang dilakukan Gozali (2018) yaitu pola maka ibu hamil
berhubungan bermakna dengan kejadian anemia. Semakin kurang pola makan
ibu hamil maka kejadian anemia semakin tinggi sehingga diharapkan ibu hamil
dapat memiliki pola makan yang baik sesuai kebutuhan masa kehamilan.
Tanda dan gejala yang ditemukan pada ibu hamil dengan defisiensi
mirip dengan anemia pada umumnya. Pada kondisi awal, pasien akan memiliki
toleransi yang rendah utnuk melakukan aktivitas fisik, sesak saat beraktivitas
ringan, serta mudah Lelah. Pada kasus NY.S didapatkan tanda gejala anemia
yaitu: konjungtiva pucat, dan pemeriksaan HB 9,9 g/dl.
Kunjungan antenatal Ny R sudah sesuai teori menurut kemenkes 2023
yaitu 6 kali dimana 1 kali semester 1,2 kali ditrimester 2 dan 3 kali di trimester
3 keluhan pada trimester ke III.. Peningkatan berat badan selama hamil
minimal pada kategori over weigh yaitu 6,8-11,3 dengan kategori IMT 12529,8 yang diklasifikan berat badan normal hal ini sudah sesuai teori Kemenkes
2021. Ilhamjaya dan Tawali (2020)
4.1.2 Persalinan
1. Kala I
Ny. S datang ke Rumah Sakit Bhayangkara pada tanggal 14 April
2025 pada pukul 08.00 WIB secara mandiri ingin bersalin dengan keluhan
keluar sedikit lendir dari jalan lahir sejak kemarin. Ibu merasakan perutnya
kencang- kencang, panas menjalar hingga ke pinggang semakin sering.
Hasil pemeriksaan dalam diketahui konsistensi portio tebal lunak,
ketuban Positif,, presentasi belakang kepala, posisi station -1, tidak ada
molase, pembukaan 6 cm, HIS 2x10’20’’
Bidan melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan
(Sp.OG) untuk pemberian rehidrasi dengan memberikan cairan kristaloid
berupa cairan RL 500ml+oksitosin 5IU 20tpm pemberian oksitosin atas
advice dari dokter untuk menjaga intensitas His yang kurang baik karena
anemia, dan dilanjutkan dengan pemantauan DJJ.
Lamanya kala I dari pembukaan 6 ke pembukaan 10 pada Ny S adalah
5 jam. Hal ini sesui teori Menurut Prawirohardjo, 2016 Kala I persalinan
adalah pembukaan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan
serviks yang progresif yang diakhiri dengan pembukaan lengkap (10 cm)
pada primipara kala I berlangsung kira- kira 13 jam, sedangkan pada
multipara kira kira 7 jam Bobak (2017)
2. Kala II
Lamanya Kala II pada kasus Ny.S berlangsung 2jam 15 menit, kala II
disebut kala pengeluaran bayi. Ny.S dipimpin mengedan pada jam 13.00
ketika pembukaan sudah lengkap dan kepala sudah turun di stasion +1 dan
bayi lahir pada jam 15.15 WIB. Menurut teori kala II dimulai ketika
pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Pada Kasus Ny.S lamanya kala II Tidak sesuai dengan teori dimana menurut
teori normalnya Kala II berlangsung sekitar 2 jam pada primigravida dan 1
jam pada multigravida (APN, 2008). Menurut (Sulistiyawati, 2010) bahwa
kala II adalah kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan lengkap hingga
bayi lahir, proses ini berlangsung selama 2 jam pada primigravida dan 1 jam
pada multigravida. Oleh karena itu pada kasus ini bayi Ny.S mengalami
asfikisa.
Hal yang menyebabkan kala 2 berlangsung lama karena kekuatan His
ibu yang kurang adekuat salah satu penyebab inertia uteri pada kasus Ny.S
salah satunya adalah Anemia dan usia ibu. Pada anemia jumlah efektif sel
darah merah berkurang menyebabkan jumlah oksigen (HbO2) yang diikat
dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman oksigen
ke organ-organ vital (Anderson, 2017). Jumlah oksigen dalam darah yang
kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat
sehingga timbul gangguan his yang mengakibatkan proses persalinan tidak
berjalan dengan normal. Berkurangnya jumlah haemoglobin dapat
menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam darah (HbO2) menurun
sehingga tekanan parsial oksigen (PAO2) yang menuju ke uterus juga
menurun. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot
miometrium tidak dapat berkontraksi dengan adekuat (Manuaba ,2016)
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada lamanya persalinan
meliputi beberapa faktor, yaktu faktor ibu, faktor janin dan faktorjalan
lahir. Faktor ibu meliputi usia, his dan paritas. Faktor janin meliputi sikap,
letak, malposisi dan malpresentasi, janin besar dan kelainan kongenital
seperti hodrosefalus. Sedangkan faktor jalan lahir meliputi panggul sempit
tumor pada pelvis, kelainan pada serviks dan vagina (Prawirohardjo, 2016).
Faktor usia ibu sangat penting bagi tiap persalinan yaitu apabila usia ibu <20
tahun maka semakin muda umur ibu, sehingga fungsi reproduksi pada ibu
belum berkembang dengan sempurna mengakibatkan kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi dalam persalinan akan menjadi lebih besar.
3. Kala III
Kala III persalinan dimulai pada pukul 15.15 WIB atau setelah bayi
lahir. Kala III berlangsung 15 menit.
Persalinan kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta. Penatalaksanaan yang dilakukan pada kala III yaitu
manajemen aktif kala III yang bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan, dan mengurangi kejadian atonia uteri serta retensio plasenta.
Pemberian oksitosin dalam satu menit setalah bayi lahir dapat merangsang
fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efesien sehingga dapat
membantu pelepasan plasenta dan mengurangi banyak darah yang keluar
(JNPK-KR, 2017). Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik
dimana kala III berlangsung 30 menit.
4. Kala IV
Hasil pemeriksaan kala IV pada Ny. S didapatkan bahwa kontraksi
uterus keras, TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan ±50 cc, kandung kemih
kosong, terdapat laserasi perineum grade II. Tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan praktik
4.1.3 Nifas
Masa nifas Ny.S
secara umum
berlangsung fisiologis.
Ibu
mengatakan frekuensi makan 3x/hari dan ditambah makanan ringan seperti
kue, roti, dan lain-lain. Minum air putih sebanyak 8 gelas perhari, dan minum
teh manis sebanyak 2 gelas/hari. BAK 7-8x/hari, BAB 1x/hari, pola tidur
menyesuaikan dengan waktu tidur bayi. Saat dilakukan pemeriksaan masa
nifas hasil pemeriksaan tanda- tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi
87x/menit, Respirasi 21x/menit, Suhu 36,5oC.
Dilakukan pemeriksaan kontraksi uterus baik dan teraba kuat, tinggi
fundus sesuai dengan proses involusi, hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan proses involusi adalah kembalinya uterus pada ukuran, tonus,
dan posisi sebelum hamil dengan prosesnya otot uterus berkontraksi dan
bereaksi, membatasi aliran darah didalam uterus. Pada palpasi abdomen
fundus uteri seharusnya berada di tengah, posisinya setinggi atau sedikit di
bawah umbilikus, dan seharusnya dalam keadaan kontraksi dan teraba keras
ketika di palpasi (Kemenkes RI, 2018).
Saat dilakukan pemeriksaan lochea dalam batas normal, terdapat
laserasi dan masih basah, kandung kemih kosong, dan jumlah perdarahan
normal. Pengkajian nifas dilakukan selama 4 kali, yaitu pada 6 jam, 6 hari, 14
hari dan 42 hari. Berdasarkan pengamatan kasus diatas dan disandingkan
dengan teori yang ada ibu telah sesuai dengan anjuran jadwal kunjungan.
4.1.4 Bayi Baru Lahir
Saat dilakukan penilaian selintas pada bayi baru lahir dimulai dari usia 0 jam,
bayi mengalami penyulit yaitu asfiksia sedang. Hasil pengkajian apgar score
diperoleh nilah 5/6 karena Bayi lahir spontan, tidak menangis, kulit kebiruan
dan tonus otot lemah
Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak
segera bernafas spontan dan teratur setelah dilahirkan (Wong, 2016).
Asfiksia neonatorum menurut penilaian apgar skor dibedakan menjadi
asfiksia berat dengan nilai apgar 1-3, asfiksia sedang dengan nilai apgar 4- 6,
dan asfiksia ringan dengan nilai apgar 7-10 (Cunningham, 2014).
Hasil pengkajian bayi usia 1 jam secara umum diketahui bayi sudah
dalam keadaan normal. Hasil pemeriksaan antropometri diketahui Bayi Ny.S
memiliki berat badan 3100 gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala 33 cm,
lingkar dada 31 cm.
Pada usia 6 hari diketahui tali pusat bayi sudah kering namun belum
terlepas, Ibu mengatakan bayinya sering BAK dan BAB frekuensi BAK
±5x/hari, dan BAB ±4x/hari, ibu mengatakan bayinya menyusu kuat, tiap 23 jam sekali bayinya menyusu dan ibu juga selalu menjemur bayinya setiap
pagi bila cuaca cerah. Pola tidur bayi pada malam hari sering terbangun untuk
menyusu, dan pada siang hari bayi sering tertidur pulas. Imunisasi HB-0
sudah diberikan 48 Jam setelah bayi lahir. Berat badan serta panjang badan
bayi mengalami penambahan, dimana pada pengkajian 42 hari bayi memiliki
berat badan 4.500 gram dan panjang badan 54 cm.
Pada pemeriksaan bayi sudah sesuai dengan prosedur pemeriksaan neonatal
sesuai dengan jadwal kunjungan neonatal menurut Kementerian Kesehatan
Tahun 2021.
4.2
Diagnosis Data
4.2.1
Kehamilan
Berdasarkan pemeriksaan Hb yang dilakukan pada Ny. S Maka
ditegakkanlah diagnosa Ny.S G1P0A0 Gravida 36 minggu dengan anemia
ringan. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi WHO anemia dalam
kehamilan, yaitu tidak anemia apabila kadar hemoglobin 11 g/dL, anemia
ringan apabila kadar hemoglobin 9 - 10 g/dL, anemia sedang ringan apabila
kadar hemoglobin 7 - 8 g/dL, dan anemia berat apabila kadar hemoglobin
<7 g/dL (Rahmi, 2019). Salah satu penyebab ibu anemia adalah ibu tidak
teratur mengonsumsi tablet Fe yang diberikan oleh bidan karena sering
merasa mual dan lupa dan pola makan yang kurang baik juga asupan nutrisi
yang tidak seimbang. Maka bidan menganjurkan pada ibu hamil untuk
mengonsumsi Tablet Fe yang di berikan bidan dan juga dengan
mengonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging merah,
sayuran hijau, kacang-kacangan dan telur.
Menurut Manuaba, (2016) yang menyebabkan timbulnya anemia
defesiensi besi antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari
makanan, adanya gangguan absorpsi di usus, perdarahan akut maupun
kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti wanita hamil, masa
pertumbuhan dan masa penyembuhan dari penyakit. Penanganan pada ibu
hamil dapat dilakukan dengan mencukupi kebutuhan zat besi dan asam folat.
Selain itu dengan makanan yang seimbang perlu menjadi menu untuk ibu
hamil. Makanan yang kaya akan zat besi.
Selain itu juga dengan vitamin C dan vitamin B12 yang baik untuk dapat
menyerap lebih zat besi.
Menurut kartu skor POEDJI ROCHJATI ibu memiliki skor 4 yaitu Skor
4-10 yaitu kehamilan risiko tinggi (KRT) diberikan untuk setiap faktor
klasifikasi. KRT adalah kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, yang
berasal dari ibu maupun janin, risiko tergolong gawat tapi tidak darurat.
Pertolongan persalinan dapat dilakukan bidan atau dokter di puskesmas,
polindes atau langsung dirujuk ke rumah sakit (Yuceline, 2022).
4.2.2
Persalinan
Diagnosis kala I fase aktif dengan anemia Pada Ny. S, his yang terjadi
selama kala I fase aktif tidak adekuat yaitu 2 kali dalam 10 menit dan durasi
30 detik. Pada proses persalinan Ny. S, kala I fase aktif berlangsung normal
dengan advice dokter terpasang infus RL + Oksitosn 5IU 20tpm karena his
kurang adekuat dan anemia. Teori yang dikemukakan Mochtar tahun 2016
menyatakan bahwa inersia uteri merupakan salah satu penyebab utama dari
partus lama dimana his yang sifatnya lemah, lebih singkat dan lebih jarang
dibandingkan dengan his yang normal, dimana his normal 3 kali dalam 10
menit. Sedangkan his lemah 1-2 kali dalam 10 menit dan lebih jarang dan
singkat dibandingkan his normal sehingga terjadi partus lama.
Timbulnya his adalah indikasi mulainya persalinan, apabila his yang
timbul sifatnya lemah, pendek dan jarang maka akan mempengaruhi
turunnya kepala dan pembukaan serviks yang dapat menyebabkan sulitnya
kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pengeluaran janin dari
dalam rahim. Pada akhirnya ibu akan mengalami partus lama karena tidak
adanya kemajuan dalam persalinan. Diagnosis inersia uteri memerlukan
pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten
diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (His)
yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih
mudah. Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsungnya lama
dengan akibat-akibatnya terhadap janin.
Pada kasus ini di Kala II Ny.S didiagnosa kala II Memanjang karena
lamanya kala II Pada Ny.S berlangsung 2jam 15 menit, kala II lama dapat
menimbulkan dampak bagi ibu dan bayi. Bahaya yang ditimbulkan bagi ibu
yaitu infeksi intrauterin (infeksi pada membran korion dan cairan amniom
yang disebabkan oleh bakteri), pendarahan postpartum, infeksi pasca
persalinan, trauma dan cedera pada jalan lahir ibu seperti robekan serviks
serta robekan dinding vagina. Untuk janin persalinan lama dapat
menimbulkan gawat janin karena kekurangan oksigen, perdarahan
intrakranial (perdarahan di dalam tulang tengkorak), peningkatan
penggunaan forsep atau eksraktor vakum, sepsis (komplikasi akibat infeksi),
dan risiko jangka panjang dari bayi yang mengalami cidera permanen
seperti cerebral palsy (lumpuh otak), hypoxicischemis encephalopathy
(HIE) yaitu sindrom klinis dengan gangguan fungsi neurologis, serta
gangguan kejang (Ehsanipoor, 2019).
Dalam proses persalinan kala III tidak ditemukan adanya komplikasi,
terdapat semburan darah dan tali pusat memanjang dan plasenta lahir
spontan 15 menit setelah bayi lahir.
Hal ini sesuai dengan teori yaitu Tanda-tanda pelepasan plasenta
diantaranya terdapat semburan darah namun tali pusat tidak memanjang
selama PTT dan plasenta tidak kunjung lahir selama 30 menit sejak bayi
lahir. (Kemenkes RI, 2023).
Berdasarkan hasil pengkajian, maka diagnosa yang ditegakkan yaitu
Ny. S P1A0 kala III.
Berdasarkan hasil pengkajian, maka diagnosa yang ditegakkan yaitu
Ny. S P1A0 kala IV dalam keadaan normal
4.2.3
Nifas
Selama pengkajian masa nifas yang dilakukan pada Ny. S mulai dari
post partum 8 jam, 7 hari, 28 hari dan 42 hari tidak ditemukan adanya
penyulit dan komplikasi. Masa nifas ibu berjalan dengan normal. Uterus
berkontraksi secara normal sesuai dengan usia masa nifas. Masa
nifas/puerperium yaitu masa sesudah persalinan, masa perubahan,
pemulihan,
penyembuhan,
dan
pengembalian
alat-alat
kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau
42 hari pasca persalinan (Cunningham, 2012).
Pada masa nifas ibu tidak terdapat kelainan, hal yang perlu diperhatikan
dalam pemeriksaan ibu nifas seperti kontraksi uterus, tinggi fundus uteri,
kandung kemih, jumlah perdarahan, dan lochea masih dibatas normal.
Diagnosa yang ditegakan secara umum yaitu Ny.S P1A0 dengan nifas
normal
4.2.4
Bayi Baru Lahir
Dalam proses persalinan terdapat komplikasi pada bayi dimana sesaat
setelah lahir, bayi tidak langsung menangis dengan apgar score 5/6.
Diagnosa yang ditegakan yaitu neonatus cukup bulan sasuai masa
kehamilan usia 0 jam dengan asfiksia Sedang. Faktor risiko asfiksia
neonatorum bisa dikelompokkan menjadi empat yaitu faktor ibu, faktor
persalinan, faktor bayi dan faktor tali pusat.
Pada kasus ini Asfiksi yang terjadi pada By Ny.S disebabkan oleh
proses kala II Yang lama. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru
lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan.
Asfiksia neonatorum menurut penilaian apgar skor dibedakan menjadi
asfiksia berat dengan nilai apgar 1-3, asfiksia sedang dengan nilai apgar 46, dan asfiksia ringan dengan nilai apgar 7-10 (Cunningham, 2014).
Pada pengkajian 2 jam, 6 jam, 6 hari, 14 hari, keadaan bayi sudah normal
dan berlangsung fisiologis. Diagnosa yang ditegakan yaitu Bayi Ny. S
neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan.
4.3
Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan
4.3.1
Kehamilan
Penatalaksanaan Pada Ny.S pada kehamilan, persalinan, nifas dan
neonatus di RS Secara keseluruhan penatalaksanaan pasien pada kehamilan
sudah sesuai dengan SPO dan teori yang ada. Kunjungan pasien selama
kehamilan sebanyak 6 kali kunjungan rutin dan ditambah 1x kunjungan ke
RS untuk. Jumlah kunjungan sudah memenuhi kriterian pelayanan antenatal
terpadu yaitu minimal 6x kunjungan. Dari awal kehamilan semua keluhan
pasien sudah dapat tertangani.
Dalam penanggulangan anemia pada ibu hamil, kemenkes telah
mempunyai kebijaksanaan agar anemia tidak berdampak terhadap kondisi
persalinan dan nifas yang beresikoterhadap kematian (Handoko dan
Proverawati, 2010).
Kebijakan kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia sendiri saat ini
menetapkan pemberian tablet tambah darah untuk semua ibu hamil
sebanyak 90 tablet minimal selama 90 hari.dan untuk ibu hamil dengan
anemia ringan sedang pemberian tablet FE selama 2x60 mg selama 14-28
hari. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan anemia
adalah dengan upaya program perbaikan gizi keluarga yang terdapat pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
4.3.2
Persalinan
Persalinan Kala I : Sudah dilakukan kolaborasi untuk augmentasi
persalinan.
Penatalaksanaan yang diberikan melakukan kolaborasi dengan dokter
bagian kebidanan dan melaporkan hasil pemeriksaan sebagai berikut,
pemeriksaan dalam skor pelvik 10 (pembukaan 6 cm, portio tipis lunak,
penurunan Station 0 dan posisi servik anterior), selaput ketuban sudah tidak
teraba konsistensi jernih, DJJ 142x/mnt, HIS 2x 10’ 30”(advis terminasi
kehamilan dengan oxytosin 5 IU dalam cairan RL 500 ml dimulai dari 8
tetes/menit), melakukan tindakan terminasi kehamilan induksi pada pukul
08.00 WIB. Memantau kemajuan persalinan ibu dan memantau detak
jantung janin. mendampingi ibu dan memberi dukungan, motivasi,
pemenuhan nutrisi dan cairan, memberikan kenyamanan.
Pada kasus Ny. S bisa dilakukan induksi kehamilan karena hasil
penilaian skor pelvik yaitu 10 dan usia kehamilan >37 minggu. Hal ini
sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa penanganan aktif ketuban
pecah dini yaitu bila skor pelvik > 5 induksi persalinan partus pervaginam.
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea
(Saefuddin, 2013). Pada saat dilakukan induksi tetesan yang diberikan
sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur RS Bhayangkara Kota
Sukabumi.
Kala III pada pukul 15.16 wib menyuntikan oksitosin dengan dosis 10
unit diberikan secara Intra Muskular (IM) pada sepertiga bagian atas paha
kanan bagian luar. Menilai tanda pelepasan plasenta. Plasenta lahir spontan
pada pukul 15.31 WIB kesan utuh.
Pada teori menjelaskan bahwa Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai
lahirnya plasenta atau uri. Partus kala III disebut juga kala uri. Kala III
merupakan periode waktu dimana penyusutan volume rongga uterus setelah
kelahiran bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlengketan plasenta. Oleh karena tempat perlengektan menjadi
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta menjadi
berlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus (Kuswanti, dkk
2014)
Pada kala IV penolong memberikan asuhan kala IV yaitu melakukan
masase uterus untuk merangsang kontraksi, evaluasi tinggi fundus uteri,
memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan, evaluasi kondisi ibu
secara umum, dokumentasi, mengobservasi (tekanan darah, nadi, his, TFU,
kandung kemih dan perdarahan) setiap 15 menit pada jam pertama dan
setiap 30 menit pada jam kedua, memeriksa temperature ibu setiap jam
selama 2 jam pertama.
Pada penanganan kasus Ny. S pendokumentasian adalah dengan 7
langkah varney, SOAP, dan patograf, sehingga tindakan dan observasi pada
kala I,II,III, dan IV dicatat dalam partograf.
4.3.3 Nifas
Penatalaksanaan Asuhan masa nifas dilakukan pada Ny.S dilakukan
sebanyak 4 kali yaitu KF 1 6 jam, KF 2 6 hari KF 3 14 hari dan KF 4 6
minggu, asuhan yang di berikan sesuai dengan kebutuhan ibu dan tidak
terjadi masalah atau kelainan apapun, ibu juga sudah diberikan Asukan KB
Suntik 3 bulan hal ini sesuai dengan teori kemenkes RI (2023) bahwa
kunjungan nifas dilakukan 4x yaitu KF 1 6-48 Jam paska persalinan, KF 2
3-7 hari paska persalinan, KF 3 8-28 hari paska persalinan dan KF 4 29-42
hari paska persalinan.
4.3.4 Bayi Baru Lahir
Pada pukul 15.15 WIB ibu berhasil melahirkan bayinya secara
pervaginam tidak menangis jenis kelamin Perempuan. Segera setelah bayi
lahir dilakukan langkah awal resusitasi yaitu jaga bayi agar tetap hangat,
atur posisi bayi sedikit ekstensi, isap lendir bayi, keringkan dan rangsang
taktil, atur posisi kembali, kemudian lakukan penilaian awal. Namun
kondisi bayi masih belum baik maka dilakukan Langkah Resusitasi
berikutnya yaitu VTP 20x dalam 30 detik. Selanjutnya dilakukan penilaian
ulang kondisi umum bayi baik, bayi menangis keras, kulit kemerahan dan
tonus otot bergerak aktif, selanjutnya bayi dilakukan asuhan esensial bayi
baru lahir. Hal ini sejalan dengan teori Prawirohardjo (2020) mengenai
manajemen asfiksia untuk bayi baru lahir yaitu : lakukan penilaian baik
sebelum lahir maupun setelah lahir. Dan jika bayi tidak bernafas atau megap
– megap dan atau lemas. Potong tali pusat, lakukan Langkah awal dengan
tetap menjaga bayi tetap hangat, atur posisi bayi, isap lendir, keringkan dan
rangsang taktil, reposisi dan lakukan penilaian . jika bayi bernafas normal
lakukan asuhan pasca penanganan asfiksia dengan melakukan pemantauan
tanda bahaya namn jika tidak ada perbaikan lakukan Ventilasi Tekanan
Postitif. Kunjungan selanjutnya tidak ada masalah yang ditemukan dan bayi
Ny S juga sudah mendapatkan imunisasi BCG dan Polio I.
Dari jumlah kunjungan yang dilakukan terhadap By Ny S terdapat
kesesuaian dengan teori standar kunjungan yang ditetapkan dalam
Permenkes RI (2023) yaitu sebanyak 3 kali diantaranya 1 (satu) kali pada
umur 6-48 jam, 1 (satu) kali pada umur 3-7 hari, dan 1 (satu) kali pada umur
8-28 hari. Dan bayi sudah diberikan imunisasi BCG dan Polio 1 di
kunjungan ke 3 (28 hari)
4.4
Peran dan Wewenang Bidan
4.4.1
Kehamilan
Sebagai pelaksana, bidan melakukan pemeriksaan kehamilan pada Ny. S
sesuai dengan standar pelayanan kebidanan pada diantaranya adalah
melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) terpadu sesuai standar 10T.
Pada kasus ini Ny.S mengalami anemia sebagai pendidik, bidan melakukan
konseling tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, nutrisi dan
pentingnya konsumsi tablet tambah darah. Bidan melakukan kolaborasi
dengan dokter kandungan (SpOG) untuk mendapatkan pelayanan USG serta
penatalaksanaan untuk dilakukan perawatan konservatif dan berkolaborasi
dengan kader untuk pemautauan di lapangan tehadap ibu hamil dengan
anemia ini tentang kepatuhan pengkonsumsian tablet Fe dan nutrisi selama
hamil.
Sesuai dengan teori Undang - Undang Kebidanan No. 4 Tahun 2019
bahwa dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, bidan dapat berperan
sebagai pemberi pelayanan kebidanan, pengelola pelayanan kebidanan,
penyuluh dan konselor, pendidik,pembimbing, dan fasilitator klinik,
penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pasal 19 Ayat 2 point b
menyatakan bahwa pelayanan Kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
4.4.2
Persalinan
Asuhan Persalinan pada Ny. S mengalami masalah kala II memanjang
bidan sudah berkolaborasi dengan dokter untuk penamganan yang sesuai,
bayi lahir dengan asfiksi apgar score 5/6 sehingga bidan harus segera
bertindak untuk penatalaksanaan asfiksia. Bidan bekerjasama dengan
perawat dan berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk mengatasi masalah
yang dialami pasien sampai akhirnya masalah tersebut dapat teratasi dengan
baik dengan melakukan penatalaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir.
Sesuai dengan teori : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
menyatakan bahwa bidan mempunyai tugas mandiri dan kolaborasi dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan
pertama dengan
4.4.3
Nifas
Ny. S masih memerlukan pengawasan, hal ini penting dilakukan karena
pada masa ini ibu rentan mengalami perdarahan postpartum primer. Ny. S
juga melakukan kunjungan ulang pada hari ke 7 (KF2), hari ke 14 (KF3)
dan pada hari ke 40 nifas (KF4). Pada saat kunjungan masa nifas, bidan
melakukan perannya sebagai pelaksana dengan memberikan asuhan
kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga.
Sesuai dengan teori : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Pasal 18 menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan,
Bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu.
Pada Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan: ibu nifas normal
dan ibu menyusui. Pada Pasal 19 ayat 3 menyatakan bahwa dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bidan berwenang melakukan pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu
nifas, fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
eksklusif. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2019 paragraf 3
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Keluarga Berencana pasal
51 menyatakan bahwa dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, Bidan berwenang melakukan
komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan pelayanan
kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.4.4
Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir Ny. S lahir dengan dengan berat badan 3100 gram,
panjang badan 49 cm dalam kondisi tonus otot lemah meringis, kulit
kemerahan namun ektremitas biru APGAR 5/6 sehingga bayi dikatakan
asfiksia sedang . Bayi Ny. S sudah mendapatkan asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir seperti menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas,
melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
dan mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
Sesuai dengan teori: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Pasal 20 ayat 1, 2, 3 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b diberikan pada bayi baru
lahir, bayi, anak balita, dan anak prasekolah. Dalam memberikan pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan berwenang
melakukan: pelayanan neonatal esensial, penanganan kegawatdaruratan,
dilanjutkan dengan perujukan, pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita, dan anak prasekolah, konseling dan penyuluhan. Pelayanan neonatal
esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi inisiasi
menyusui dini, pemotongan dan perawatan tali pusat, pemberian suntikan
Vit K1, pemberian imunisasi B0, pemeriksaan fisik bayi baru lahir,
pemantauan tanda bahaya, pemberian tanda identitas diri, dan merujuk
kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil dan tepat waktu ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih mampu.
Download