Uploaded by common.user150381

Manajemen Bahan Kimia Berbahaya: Kesehatan Kerja

advertisement
newsletter
PT EKAKARSA ADVISINSO SUKSES
Edisi September – Oktober 2021
Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dari Aspek Kesehatan Kerja
Bagian 1: Klasifikasi dan Identifikasi Bahaya Kesehatan
PENDAHULUAN
Jumlah bahan kimia berbahaya yang dipergunakan di industri tidak sebanding dengan jumlah bahan
kimia berbahaya yang sudah diteliti dan diketahui dampak kesehatannya pada pekerja. Terbatasnya
informasi dan pemahaman dampak kesehatan akibat pajanan bahan kimia berbahaya ditempat kerja
menjadi alasan yang tepat bagi perusahaan untuk mengembangkan program Manajemen Bahan Kimia
Berbahaya guna memberikan perlindungan bagi kesehatan pekerja. Pada artikel kali ini, akan dibahas
mengenai:
•
10 Klasifikasi Bahaya Kimia terhadap Kesehatan Berdasarkan GHS,
•
Berbagai Contoh Penyakit Akibat Kerja terkait Pajanan Bahaya Kimia, dan
•
Pengenalan NAB berdasarkan Permenaker 5/2018 dan Permenkes 70/2016.
Klasifikasi Bahan Kimia Berbahaya terhadap Kesehatan
Indonesia sudah mengadopsi Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemical
(GHS) melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 23 Tahun 2013. Berdasarkan GHS, terdapat 10 klasifikasi
bahaya kimia terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut:
1. Toksisitas Akut
2. Korosi/Iritasi Kulit
3. Kerusakan Mata Serius/Iritasi pada Mata
4. Sensitisasi Saluran Pernafasan/Kulit
5. Mutagenisitas pada Sel Nutfah (Induk)
6. Karsinogenisitas
7. Toksisitas terhadap Reproduksi
8. Toksisitas pada Organ Sasaran Spesifik setelah Paparan Tunggal
9. Toksisitas pada Organ Sasaran Spesifik setelah Paparan Berulang
10.Bahaya Aspirasi.
Halaman 1 dari 5
newsletter
PT EKAKARSA ADVISINSO SUKSES
Edisi September – Oktober 2021
Kompleksitas Kesehatan Kerja
Dibandingkan dengan aspek Keselamatan Kerja, aspek Kesehatan Kerja umumnya belum mendapatkan
perhatian setara dari Perusahaan. Beberapa alasan karena dampak kesehatan lebih banyak bersifat kronik
atau membutuhkan waktu tertentu sampai timbulnya dampak kesehatan yang merugikan, tidak seperti
aspek Keselamatan yang dampaknya langsung dapat dilihat dan dirasakan.
Selain itu berbagai alasan lainnya
seperti kurangnya pemahaman tentang
kesehatan kerja, kompetensi/keahlian
di bidang ini yang masih terbatas,
keterbatasan penelitian, teknologi serta
kemampuan analisis laboratorium, dan
lain sebagainya.
Gambar 1. Kompleksitas Kesehatan Kerja
Padahal berdasarkan data ILO 2014, jumlah kematian pekerja yang disebabkan oleh Penyakit Akibat
Kerja (PAK) hampir tujuh (7) kali lebih banyak dibandingkan jumlah kematian yang diakibatkan kecelakaan
kerja, seperti terlihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Jumlah Kematian Pekerja karena PAK dan Kecelakaan Kerja, Tahun 2014
Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
Dalam melakukan identifikasi bahaya kesehatan dari penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat
kerja (contoh industri hulu migas), maka beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
•
Process streams and contaminants; minyak mentah, gas alam, dan kondensat
Halaman 2 dari 5
newsletter
PT EKAKARSA ADVISINSO SUKSES
•
•
Edisi September – Oktober 2021
Bahan kimia berbahaya yang dibeli untuk kegiatan operasional dan pendukung seperti drilling
muds, cements, treatment chemicals
Bahan kimia berbahaya yang dihasilkan karena kegiatan operasional dan pendukung seperti
pengelasan, blasting, dan lain-lain.
•
Limbah B3.
Berbagai Contoh Penyakit Akibat Kerja terkait Pajanan Bahaya Kimia
Berikut beberapa fakta Penyakit Akibat Kerja berdasarkan data ILO dan Inggris yang dapat memberikan
waawasan kepada kita begitu signifikan dampak kesehatan yang diakibatkan pajanan bahan kimia
berbahaya di tempat kerja.
• Data ILO menunjukkan jumlah sebenarnya dari kanker yang menyebabkan kematian akibat pajanan
bahan kimia di tempat kerja adalah 610.000 dan 635.000 kasus per tahun.
• Sekitar 200 kasus 'keracunan bahan kimia akut' di Inggris pada tahun 2005 dengan konsekuensi
jangka panjang, seperti:
✓ Orang yang terkena dampak insiden pestisida (terutama organofosfat di pertanian),
✓ Keracunan gas (Karbon Monoksida) dan pajanan asap di ruang terbatas,
✓ Cedera Asam/Alkali,
✓ Termasuk pekerja yang terpajan timbal.
• 760 kasus baru ‘dusty lung’ dilaporkan di Inggris pada tahun 2005, terutama pneumokoniosis dan
silikosis pekerja batubara dari industri penggalian, pengecoran dan tembikar.
• 492 kasus baru asma akibat kerja dilaporkan pada tahun 2005. Pajanan isosianat menyumbang 16%
dari semua kasus baru diikuti oleh tepung/gandum (14%).
• Survei tahun 2005 tentang kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilaporkan sendiri
(self reporting) memperkirakan 156.000 orang dengan masalah pernapasan atau paru-paru yang
mereka pikir terkait dengan pekerjaan.
• Diperkirakan bahwa 3.200 kasus baru Dermatitis dihasilkan dari (atau diperburuk oleh) pekerjaan
pada tahun 2005. Survei tenaga kerja memperkirakan 27.000 kasus saat ini di Inggris.
✓ Dermatitis kontak (bahan kimia) 75%,
✓ Neoplasia kulit (sinar matahari) 15%,
✓ Lainnya (terkait infeksi) 10%.
Halaman 3 dari 5
newsletter
PT EKAKARSA ADVISINSO SUKSES
Edisi September – Oktober 2021
Standar Higiene Industri
Ada beberapa standar higiene industri yang menjadi pertimbangan dalam melakukan analisis risiko
kesehatan kerja, antara lain dijelaskan sebagai berikut.
1) Nilai Ambang Batas
•
TWA (Time Weighted Average) atau Nilai Ambang Batas (NAB) adalah nilai pajanan atau intensitas
rata-rata tertimbang waktu di tempat kerja yang dapat diterima oleh hampir semua pekerja tanpa
mengakibatkan gangguan kesehatan atau penyakit, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam perhari dan 40 jam perminggu.
•
STEL (Short Term Exposure Limit) atau Pajanan Singkat Diperkenankan (PSD) adalah nilai pajanan
rata-rata tertinggi dalam waktu 15 menit yang diperkenankan dan tidak boleh terjadi lebih dari 4
kali, dengan periode antar pajanan minimal 60 menit selama pekerja melakukan pekerjaannya
dalam 8 jam kerja perhari.
•
Ceiling atau Kadar Tertinggi Diperkenankan (KTD) adalah nilai pajanan atau intensitas faktor bahaya
di tempat kerja yang tidak boleh dilampaui selama jam kerja.
2) Notasi
a) Notasi ‘sen’ mengacu pada bahan kimia yang berpotensi menyebabkan sensitisasi. Bila terdapat
bukti yang spesifik rute pajanan yang menyebabkan sensitisasi maka dituliskan DSEN (dermal
sensitization) atau RSEN (respiratory sensitization). Sensitisasi dapat disebabkan oleh pajanan
melalui jalur pernapasan, kulit atau konjungtiva. Jika seseorang sudah mengalami sensitisasi
walaupun hanya satu kali, maka pajanan berikutnya terhadap bahan kimia yang sama walaupun
pada kadar yang sangat rendah, biasanya dapat mengakibatkan reaksi alergi yang berat/serius.
Contoh: Toluene diisocyanate (TDI), formaldehid.
b) Notasi ‘Skin’ mengacu pada bahan kimia yang berpotensi berkontribusi secara signifikan terhadap
total pajanan melalui rute kulit, termasuk membran mukosa dan mata, baik melalui kontak dengan
uap, cairan maupun padatan. Notasi ini harus diperhatikan, terutama bila bahan kimia tersebut
kontak dengan kulit karena dapat menyebabkan over-exposure meskipun konsentrasi pajanan di
udara lingkungan kerja di bawah NAB. Contoh: Benzene.
3) Kategori Karsinogen
A1. Terbukti karsinogen pada manusia.
A2. Diduga karsinogen pada manusia.
A3. Terbukti karsinogen pada hewan namun relevansi pada manusia tidak diketahui.
Halaman 4 dari 5
newsletter
PT EKAKARSA ADVISINSO SUKSES
Edisi September – Oktober 2021
A4. Tidak diklasifikasikan karsinogen pada manusia.
A5. Diduga tidak karsinogen pada manusia.
Referensi:
• Peraturan Menteri Perindustrian No. 23 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 87/M-IND/PER/9/2009 tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi dan Label
pada Bahan Kimia.
• Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Nilai Ambang Batas
Kesehatan Lingkungan Kerja.
• Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja.
• International Labour Organisation - Global Estimates of Fatalities Caused by Work Related Diseases
and Occupational Accidents - 2014
Halaman 5 dari 5
Download