ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH KOGNITIF DAN PSIKOSOSIAL: POST POWER SYNDROME Mata Kuliah Keperawatan Gerontik Dosen Pengampu: Dyah Putri Aryati, M.Kep Disusun Oleh : Kelompok 11 Kelas 7B Lahfa Kamila 202102030039 Fadya Awaliyah Rahmah 202102030073 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN TAHUN AKADEMIK 2024/2025 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Tujuan ....................................................................................................... 1 BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH POST POWER SYNDROME .............................................................. 2 A. Definisi ..................................................................................................... 2 B. Penyebab .................................................................................................. 2 C. Tanda Gejala ............................................................................................. 2 D. Faktor yang Mempengaruhi ..................................................................... 3 E. Penanganan Post Power Syndrome .......................................................... 5 F. Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Post Power Syndrome .... 6 BAB III PENUTUP ............................................................................................... 14 A. Kesimpulan ............................................................................................. 14 B. Saran ....................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15 ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia merupakan tahapan perkembangan akhir pada fase kehidupan seseorang individu. Lansia dalam fase kehidupannya, banyak permasalahan yang perlu diatasi agar kualitas hidup lansia menjadi lebih baik dan produktif. Salah satu permasalahan yang sering dialami oleh lansia terhadap perubahan pada lansia yaitu post power syndrome. Post power syndrome terjadi bukanlah karena situasi pension atau menganggur, melainkan bagaimana cara individu menhayati dan merasakan keadaan baru tersebut. Apabila individu tidak bisa menerima kondisi baru itu, maka akan merasa kecewa, pesimis yang akan menimbulkan konflik batin, ketakutan, dan rasa rendah diri. Individu yang optimis memandang masa pension bukanlah akhir dari segalanya, individu akan tetap berpikirah positif sehingga perasaan negated tidak akan muncul akibatnya individu akan dapat menjalani masa pension dengan tenang dan bahagia. Post power syndrome terjadi bukanlah karena situasi pensiun atau menganggur, melainkan bagaimana cara individu menghayati dan merasakan keadaan baru tersebut. Individu yang optimis memandang masa pensiun bukalah akhir dari segalanya, individu akan tetap berpikiran positif sehingga aperasaan negatif tidak akan muncul akibatnya individu akan dapat menjalani masa pensiun dengan tenang dan bahagia. Namun hal yang terjadi pada saat masa pensiun itu tiba, banyak individu tidak mau berhenti dari pekerjaannya B. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi post power syndrome 2. Untuk mengetahui penyebab post power syndrome 3. Untuk mengetahui gejala post power syndrome 4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi post power syndrome 5. Untuk mengatahui penanganan post power syndrome 6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gerontik dengan masalah post power syndrome 1 BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH POST POWER SYNDROME A. Definisi Post power syndrome merupakan suatu kondisi perubahan pada lansia baik secara fisik maupun psikologis setelah masa kekuasaan. Kondisi perubahan pada lansia tersebut menyebabkan lansia tidak memiliki daya, penghasilan, merasa kehilangan, dan menurunnya kemampuan dirinya yang dapat menghambat aktivitas dan produktivitas lansia (Pangaribuan et al., 2023). B. Penyebab Post power syndrome dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu: 1. Faktor Internal a. Hilangnya fungsi atau posisi eksekutif (pemegang wewenang), yang menyebabkan hilangnya validasi sosial. b. Kehilangan kewibawaan c. Kehilangan fokus pada pekerjaan d. Kehilangan keuntungan dari jabatan yang pernah dimilikinya dan sumber penghasilannya. 2. Faktor Eksternal a. Pensiun, di PHK, atau bahkan kehilangan ketenaran. Meskipun menurutnya dirinya/lansia masih sanggup dan mampu, seseorang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi. b. Kejadian traumatik. Seseorang/lansia bisa jadi mengalami post power syndrome karena kecelakaan parah yang menyebabkan dia kehilangan segalanya dalam sekejap. C. Tanda Gejala Gejala post power syndrome yang dialami oleh lansia akibat perubahanperubahan setelah masa kekuasaan atau setelah mencapai usia lansia di antaranya: 2 1. Gejala Fisik Gejala fisik yang dialami oleh lansia dengan post power syndrome tidak jauh berbeda dengan gejala perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu tampak cepat tua, keriput, rambut tambak lebih banyak yang beruban. Pada lansia dengan post power syndrome lansia akan merasa tampak lebih tua dan banyak mengalami penurunan terhadap kondisi fisik yang dialaminya, dikarenakan lansia merasa bahwa dirinya sudah tidak memiliki fisik yang seperti dulu yang menunjang kemampuan dirinya. Pada perubahan yang sedikit akan tampak lebih banyak pada lansia dengan post power syndrome. 2. Gejala Emosi Gejala pada emosi yaitu mudah tersinggung, merasa tidak berharga, serta merasa tidak berdaya. Kondisi psikologis lansia yang berubah diikuti kondisi post power syndrome menyebabkan kondisi psikologis pada lansia semakin tidak terkontrol, pada kondisi ini lansia merasa tidak memiliki daya serta perasaan berharga sehingga pada kondisi yang lebih buruk lansia akan mengalami keputusasaan. 3. Gejala Perilaku Gejala perilaku kekerasan dan tidak ataupun kurang berinteraksi dengan orang lain dapat terjadi pada lansia dengan post power syndrome (Djoar dan Anggarani, 2022; Pangaribuan et al., 2023) D. Faktor yang Mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi lansia dengan post power syndrom diantaranya: 1. Usia Anggapan tentang usia semakin tua maka kemampuan baik fisik maupun kognitif akan semakin melemah merupakan faktor yang menyebabkan post power syndrome dikarenakan anggapan itu akan membuat lansia berfikir bahwa dirinya sudah tidak mampu lagi melakukan kegiatan sehingga terjadi penurunan kondisi baik secara fisik maupun motivasi pada lansia. 2. Kesehatan 3 Kesehatan baik secara fisik maupun mental merupakan salah satu faktor bagaimana lansia dapat lebih menerima kondisinya ketika selesai masa jabatannya. Kondisi lansia mengalami penurunan baik secara fisik maupun psikologis, sehingga kondisi yang menurun akan memengaruhi kemampuan lansia dalam kesiapan dirinya beradaptasi. Semakin kondisi kesehatannya menurun maka lansia kan merasa bahwa dirinya tidak lagi memiliki kemampuan dan merasa dirinya tidak lagi berharga, oleh karena itu kondisi kesehatan dapat memengaruhi terjadinya post power syndrome pada lansia. 3. Kepuasan Kerja dan Pekerjaan Memiliki pekerjaan merupakan kepuasan bagi seorang individu karena berkaitan dengan harga diri, selain itu juga masalah finansial. Sehingga lansia yang sudah tidak bekerja merasa kepuasan dirinya menghilang. Selain pekerjaan kemampuan ekonomi lansia setelah tidak bekerja akan memengaruhi kondisi lansia. Lansia yang tidak memiliki tempat bergantung akan lebih sulit menerima kondisinya yang sudah tidak menghasilkan lagi. Beberapa lansia akan merasa sangat menurun kinerja serta kemampuan memenuhi kebutuhan pada dirinya. Penelitian pada lansia di Afrika menyebutkan bahwa pemberian uang pensiun dari pemerintahan afrika pada laki – laki lansia dengan usia 60 tahun yang sebelumnya 65 tahun membawa dampak positif sehingga dapat mencegah depresi, stress, dan kematian pada pria dengan usia 60 tahun dan memberikan kesehatan mental yang lebih baik. 4. Status Sosial Status sosial memengaruhi kondisi lansia seteah masa kekuasaanya, jika lansia memiliki prestasi kerja keras maka lansia akan lebih memiliki kemampuan adaptasi yang baik dibandingkan yang tidak memiliki integritas yang baik. Berdasarkan penelitian faktor risiko psikologis termasuk aktivitas sosial dan hubungan keluarga sebagai perilaku gaya hidup lansia. Kedua faktor tersebut memiliki hubungan berkontribusi pada kesehatan kognitif yang buruk pada lanjut usia. 4 E. Penanganan Post Power Syndrome Cara penanganan pada lansia yang mengalami post power syndrome dilakukan dengan 1. Cara penanganan eksternal a. Dukungan dan pengertian dari orang-orang tercinta sangat membanta penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-orang yang mencintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya, atau ketidak mampuan dalam mencari nafkah ia akan lebih bisa menerima keadaan dan lebih berpikir secara dingin. Hal itu akan mengembalikan kreativitas dan produktivitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Akan sangat berbeda hasilnya jika keluarga mengejek dan selalu menyindirnya, menggerutu, bahkan mengolok-ngoloknya. b. Dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga, dan kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh pada terlewatinya fase post power syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini disbanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi. c. Bila seorang penderita post power syndrome dapat menemukan aktualisasi diri yang baru, hal ini sangat menolong baginya. Misalnya seseorang manajer terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi din di bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis misalnyai, ia akan terhindar dari resiko post power syndrome 2. Cara penanganan internal a. Sejak menerima jabatan, seseorang tetap menjaga jarak emosional yang wajar antara diri dengan jabatan tersebut, artinya memang karis setinggi mungkin tetap harus kita jangkau dan menjadi citacita demi kepuasan batin, namun bila karier telah dicapai melalui kesempatan menduduki jabatan tertinggi, tempatkanlah posisi tersebut dalam posisi wajar. 5 b. Cadangkanlah sisa energy psikis bagi alternative fokus lain. Dengan demikian bila status formal dalam bentuk jabatan hilang, masih ada focus lain bagi penyaluran energi psikis yang sehat. c. Tanamkanlah dalam diri bahwa jabatan hanya bersifat sementara Memang dalam pelaksanaan jabatan diperlukan sikap serius dan sungguh-sungguh, namun tetap sadarilah bahwa sifat sementara dalam menjabat tetap berlaku. Tidak ada jabatan yang dapat diemban seluruh hidup. Pasti akan tiba saatnya beristirahat dan menikmati masa istirahat tersebut dengan cara yang sehat, baik mental maupun fisik F. Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Post Power Syndrome 1. Pengkajian Keperawatan a. Pengkajian Fungsional Mengukur kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, menimbulkan pemilihan intervensi yang tepat. Situasi klien menentukan beberapa kali dalam sehari tes harus diberikan, serta jumlah kali klien perlu untuk di tes untuk menjamin hasil yang akurat.Indeks Kemandirian pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berpindah, kontinen, dan makan. Definisi khusus dari kemandirian fungsional dan tergantung tampak pada indeks. A. Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi. B. Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut. C. Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi tambahan D. Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian 6 dan satu fungsi tambahan E. Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan. F. Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan. G. Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut Lainnya Tergantung pada sedikimya dua fungsi, tetapi tidak dapat dikiasifikasikan sebagai C, D, E, atau F Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan pribadi aktif, kecuali seperti secara spesifik diperlihatkan di bawah ini. Ini didasarkan pada status aktual dan bukan pada kemampuan. Seorang klien yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu. 1) Mandi (Spon, Pancuran, atau Bak) a) Mandiri Bantuan hanya pada satu bagian mandi seperti punggung atau ekstremitas yang tidak mampul atau mandi sendiri sepenuhnya. b) Tergantung Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, tidak mandi sendiri. 2) Berpakaian a) Mandiri Mengambil baju dari kloset dan laci; berpakaian, melepaskan pakaian, mengikat; mengatur pengikat; melepas ikatan sepatu. b) Tergantung Tidak memakai baju sendiri atau sebagian masih tidak menggunakan pakaian. 3) Ke Kamar Kecil a) Mandiri Ke kamar kecil; masuk dan keluar dari kamar kecil; merapikan baju; membersihkan organ-organ ekskresi; (dapat mengatur 7 bedpan sendiri yang digunakan hanya malam hari dan dapat atau takdapat menggunakan dukungan mekanis). b) Tergantung Menggunakan bedpan atau pispot atau menerima bantuan dalam masuk dan menggunakan toilet. 4) Berpindah a) Mandiri Berpindah ke dan dari tempat tidur secara mandiri, berpindah duduk dan bangkit dari kursi secara mandiri (dapat atau tidak dapat menggunakan dukungan mekanis). b) Tergantung Bantuan dalam berpindah naik atau turun dari tempat tidur dan/atau kursi; tidak melakukan satu atau lebih perpindahan. 5) Kontinen a) Mandiri Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri. b) Tergantung Inkontinensia parsial atau total pada perkemihan atau defekasi; konirol total atau parsial dengan enema, kateter, atau penggunaan urinal dan/atau bedpan teratur. 6) Makan a) Mandiri Mengambil makanan dari piring atau keseksamaan memasukannnya ke mulut, (memotong-motong daging dan menyiapkan makanan, seperti mengolesi roti dengan mentega, tidak dimasukan dalam evaluasi). b) Tergantung Bantuan dalam hal makan (lihat di atas); tidak makan sama sekali, atau makan per parentral. b. Pengkajian Status Kognitif Bagaimana dengan kondisi kognitif lansia: apa daya ingat lansia mengalami penurunan, mudah lupa, apa masih ingat hal-hal yang 8 terjadi pada lansia dimasa lalu, dll. Data yanng diperoleh: Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian dengan menggunakan kuesioner SPMSQ. c. Pengkajian status social/emosi APGAR Score Keluarga No. Fungsi 1. Adaptasi Uraian Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (temanteman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya 2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga 9 Skor (teman-teman) membicarakan saya sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya 3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (temanteman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas atau arah baru 4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) mengekspresikan saya afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai 5. Pemecahan Saya puas dengan cara temanteman saya dan saya menyediakan waktu bersama-sama Analisa Hasil: Skor 8-10 : fungsi social normal Skor 5-7 : sungsi social cukup Skor 0-4 : fungsi social kurang/suka menyendiri d. Pengkajian Status Psikologis/Depresi Untuk mengetahui apakah lansia mengalami depresi atau tidak maka menggunakan instrument GDS. 10 e. Pengkajian Spiritual 1) Berkaitan dengan keyakinan agama yang dimiliki dan sejumlah makna keyakinan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari lansia. 2) Hal-hal yang perlu dikaji: a) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya. b) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan. Misalnya: pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin. c) Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa. d) Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal f. Pengkajian Fisik 11 Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti: 1) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan. 2) Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala) 3) Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali terjadi. 4) Berat badan berubah drastis 5) Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur. 6) Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi". 7) Keluarnya keringat yang berlebihan 8) Sesak napas 9) Kejang usus atau kolik 10) Muntah 11) Diare 12) Berdebar-debar 13) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk 12 mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah. 14) Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah" atau "saya capai". 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis) 3. Intervensi Keperawatan a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible Intervensi : 1) Kaji derajat gangguan derajat kognitif, orientasi orang, tempat, dan waktu 2) Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang 3) Tatap wajah ketika berbicara dengan klien 4) Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada klien b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif Intervensi : 1) Pertahankan tindakan kewaspadaan 2) Hadir dekat pasien selama prosedur atau pengobatan dilakukan c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis) Intervensi : 1) Kaji derajat sensori/gangguan persepsi 2) Mempertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan 13 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Post Power Syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negative atau emosi yang kurang stabil. Faktor-faktor penyebab Post Power Syndrome: Pensiun, PHK atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari faktor tersebut, kejadian traumatic juga misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pembalap, yang menyebabkan kakinya harus diamputasi, Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. B. Saran Berdasarkan dari penulisan makalah ini saran bagi lansia pensiunan agar selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan selalu berpikir positif terhadap masa pensiunannya yang akan dihadapi agar terhindar dari gejala Post Power Syndrome. 14 DAFTAR PUSTAKA Hidayat, F., Hamid, A., & Lestari, R. F. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Post Power Syndrome pada Lansia di Puskesmas Payung Sekaki Kelurahan Labu Baru Timur Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Keperawatan, 9(1), 1–9. Kholifah, S. N. (2016). KEPERAWATAN GERONTIK (Vol. 148). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (11th ed.). (2017). Buku Kedokteran EGC. Rahmat, A. (2016). Post-Power Syndrome dan Perubahan Perilaku Sosial Pensiunan Guru. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(1), 77–94. https://doi.org/10.15575/psy.v3i1.668 15 16