KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 1dari 62 BAHAN AJAR PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN 18U00013 2 SKS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2020 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 2dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 VERIFIKASI BAHAN AJAR Pada hari ini, Selasa, tanggal 25 Agustus tahun 2020 Bahan Ajar Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan telah diverifikasi oleh Ketua Pusat Pengembang Kurikulum, Inovasi Pembelajaran, MKU, dan MKDU. Semarang, 25 Agustus 2020 Ketua Pusat Pengembang Kurikulum, Inovasi Pembelajaran, MKU dan MKDK Dr. Saiful Ridlo, M.Si. NIP. 196604191991021002 Tim Penulis Tim Dosen KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 3dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 PRAKATA Pengantar Ilmu Pendidikan (PIP) merupakan mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa program studi kependidikan. Pengantar ilmu pendidikan penting dikuasai oleh mahasiswa program studi kependidikan sebagai bekal awal memahami konsep, praktik, dan dunia pendidikan secara luas. Agar perkuliahan dapat berjalan lancer dan hasilnya optimal maka perlu disusun bahan ajar sebagai satu dokumen awal dalam memberikan pemahaman mengenai pokokpokok materi pengantar ilmu pendidikan. Selain itu juga sebagai acuan dalam menelusuri berbagai referensi lanjutan ilmu pendidikan. Bahan ajar pengantar ilmu pendidikan ini sebagai contoh diberikan dua bab yang membahas mengenai hakikat manusia sebagai makhluk pebelajar (homo educandum) dan hakikat pendidikan. Tiap bab disertai rangkuman dan diskusi yang dapat dijadikan contoh bagi aktivitas mahasiswa untuk menguasai pokok-pokok materi bab tersebut. Kami berharap bahan ajar ini dapat dijadikan contoh awal bagi para dosen dan juga mahasiswa dalam memahami dan menelusuri sumber-sumber utama pengantar ilmu pendidikan lainnya. Terima kasih. Semarang, 25 Agustus 2020 Tim Penulis KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 4dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 DAFTAR ISI Prakata i Daftar Isi ii Bab I Hakikat Manusia 1 A. Deskripsi Singkat 1 B. Capaian pembelajaran mata kuliah 1 C. Perspektif Pemahaman terhadap Manusia 1 D. Dimensi-Dimensi Manusia 4 E. Rangkuman F. Hakikat Manusia Indonesia Seutuhnya G. Diskusi 14 Bab II Hakikat Pendidikan 15 A. Deskripsi Singkat 15 B. Capaian pembelajaran pertemuan 15 C. Konsep Dasar Pendidikan 15 D. Pendidikan sebagai Ilmu 16 E. Pendidikan sebagai Sistem 21 F. Elemen-Elemen Pendidikan G. Rangkuman H. Diskusi 23 Daftar Pustaka 94 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 5dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 BAB I HAKIKAT MANUSIA A. Deskripsi singkat Bagian ini membahas mengenai hakikat manusia dari berbagai perspektif filosofis, dimensi-dimensi manusia, manusia sebagai homo educandum, dan konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai dasar dan awal dalam memahami hakikat pendidikan. B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Memahami dan menjelaskan berbagai perspektif pemahaman terhadap manusia 2. Memahami dan menjelaskan dimensi-dimensi manusia dan potensinya sebagai makhluk pebelajar (homo educandum) 3. Memahami dan menjelaskan hakikat manusia Indonesia seutuhnya C. Perspektif Pemahaman terhadap Hakikat Manusia Apakah hakikat manusia sebenarnya, merupakan pertanyaan yang sampai sekarang belum memperoleh jawaban memuaskan. Berikut ini, disajikan sejumlah pengertian tentang hakikat manusia yang berhasil dihimpun oleh Retno Sriningsih Satmoko sebagai berikut. 1. Kepustakaan Hindu (Ciwa) pada umumnya menyatakan bahwa “atman” manusia datang langsung dari Tuhan (Bathara Ciwa) dan sekaligus merupakan penjelmaannya. 2. Kepustakaan Agama Budha menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sengsara, merupakan wadah dari “the absolute” yang hidupnya penuh dengan kegelapan, sehingga tak sanggup melihat kenyataan. 3. Pendapat kaum pemikir kuno yang bercampur dengan mistik menyatakan bahwa manusia adalah manifestasi yang paling KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 6dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 komplit dan paling sempurna dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu manusia merupakan sari dari semua makhluk. Ia merupakan mikrokosmos, dimana segala sesuatu ada dan berada dalam dirinya serta memiliki kecerdasan. Akan tetapi karena ketidaktelitiannya akan segala sesuatu maka manusia hidup di alam ilusi, pura-pura dan palsu. 4. Socrates menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada budinya, yang memungkinkan untuk menentukan hikmah dan kebaikan. Sementara Plato menonjolkan peran pikir yang dapat melahirkan budi baik, dengan demikian hakikat manusia terIetak pada idenya. Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada pikirnya tetapi perlu dilengkapi dengan hasil pengamatan indera. 5. Sejumlah pemikir yang lebih kemudian cenderung terjadi perdebatan. Aliran humanistik menyatakan bahwa manusia merupakan kemenyeluruhan dalam segala dimensinya. Spinosa menyatakan bahwa hakikat manusia sama dengan hakikat Tuhan dan alam semesta. Voltaire menyatakan bahwa memerlukan 30 abad untuk memahami struktur manusia dan selamanya untuk memahami sedikit jiwa manusia namun hanya sebentar untuk membunuhnya. Notonagoro menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk monodualisme antara jiwa dan raga tidak dapat dipisahkan. Manusia memiliki sifat benda tak hidup, tumbuhan, dan hewani sekaligus. 6. Ahli biologi cenderung melihat hakikat manusia secara ragawi. Aktivitas jiwa merupakan fungsi aktivitas otak. Democritus menganggap manusia itu adalah atom. 7. Para ahli psikologi lebih melihat hakikat manusia sebagai aktivitas rohani, jasmani merupakan alat dari rohani. 8. Pandangan dari visi Islam sebagaimana tercermin dalam pandangan AI-Jammaly, menyatakan bahwa manusia dan jagad pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Manusia tidak KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 7dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 dibenarkan mementingkan kebendaan atau kerohanian secara tidak seimbang. Hakikat manusia merupakan paduan yang menyeluruh antara akal, emosi, dan perbuatan. Manusia bukan penjelmaan Tuhan tetapi merupakan utusan Tuhan di muka bumi. Sementara AI-Syaibani memandang manusia memiliki delapan prinsip, yaitu: a) Manusia diciptakan dari segumpal darah atau mani; b) Manusia khalifah di atas bumi dan diberi tugas untuk memakmurkannya secara bebas namun akan diminta pertanggungjawabannya. c) Manusia merupakan makhluk sosial dan berbahasa untuk berkomunikasi dalam proses pendidikan. d) Ada 3 unsur kepribadian manusia yaitu badan, ruh dan akal. Kemajuan, kebahagiaan, dan kesempumaan pribadi tergantung keselarasan ketiga pokok tersebut. e) Seluruh perwatakan manusia merupakan perpaduan antara bawaan dan lingkungan. f) Manusia memiliki motivasi, kecenderungan dan kebutuhan dasar, baik melalui proses pewarisan maupun sosialisasi. g) Hakikat manusia memiliki perbedaan individual. h) Hakikat watak manusia adalah lentur dan luwes. 9. Manusia menurut Pancasila adalah monodualistik dan monopluralistik; keselarasan, keserasian dan keseimbangan; integralistik; kebersamaan dan kekeluargaan. Dengan demikian, pendidikan dapat dikatakan sebagai segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung seumur hidup selama lingkungan masih berpengaruh untuk kepentingan pendidikan. Pendidikan dapat terjadi dan berlangsung dalam segala pengalaman belajar. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 1. Hal 8dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Manusia: Tinjauan Secara Evolusi Dalam beberapa kitab suci disebutkan, bahwa penciptaan makhluk (hidup dan tak hidup) oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam pentahapan tertentu. Makhluk tak hidup adalah makhluk yang memang tak pernah hidup, misal batu, sementara itu makhluk mati adalah makhluk yang pernah hidup, misal kayu. Dalam agama Islam disebutkan bahwa makluk diciptakan Tuhan selama tujuh hari, yang oleh para penafsir dikatakan sebagai tujuh tahap. Ilmu pengetahuan saat ini mendukung teori tersebut Teori Kabut misalnya menyatakan bahwa makhluk (tercipta) alam semesta pada awalnya berupa kabut yang sangat panas dan selalu berputar. Di antara putaran kabut tersebut, ada yang terpental dan suhunya menurun, dan membentuk beberapa benda langit termasuk bumi. Di antara benda langit tersebut hanya bumi yang diketahui saat ini, yang memungkinkan adanya kehidupan (dalam pengertian saat ini) (Soerjani, 1985). Sedangkan benda-benda langit yang lain kondisinya terlalu ekstrem (terlalu tinggi atau terlalu rendah suhunya, terlalu banyak atau terlalu sedikit zat-zat yang ada dan lain-lain), bagi kemungkinan adanya kehidupan. Pada awal terbentuknya bumi, permukaannya hanya terdiri dari beberapa zarah subatom dan beberapa zat lainnya. Zarah subatom ini, lama-kelamaan membentuk secara protein. alamiah terjadi Perkembangan reaksi lebih dan lanjut di dari antaranya protein ini memungkinkan terbentuknya protoplasma dan selanjutnya terbentuk makhluk hidup bersel satu. Selanjutnya secara evolusi makhluk ini berkembang menjadi ikan dan binatang air lainnya, burung, reptil dan binatang darat lainnya, barulah yang terakhir manusia (Odum, 1982). Manusia juga merupakan (Puspowardoyo,1989) artinya makhluk manusia yang akan belum selalu selesai mengalami perubahan. Termasuk dalam pengertian evolusi secara biologi. Kalau kita telusuri kembali penciptaan makhluk oleh Tuhan Yang Maha Esa, dikatakan bahwa makhluk pertama yang tercipta adalah KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 9dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 makhluk tak hidup (abiotik). Makhluk ini sangat tunduk pada hukum alam, sehingga dapat disebut sebagai makhluk paling teratur. Meski secara naif, dalam arti baru pada tingkat hipotetik makhluk yang dicipta Tuhan pada tahap kedua adalah tumbuhan. Tumbuhan sebagai makhluk hidup pertama ini kondisinya kurang teratur bila dibandingkan dengan makhluk tak hidup. Akan tetapi makhluk ini, masih lebih teratur kondisinya bila dibandingkan dengan makhluk hidup yang dicipta Tuhan pada latar berikutnya, yaitu binatang, sedangkan pada binatang selalu tumbuh dan berkembang juga mengalami mobilitas. Makhluk yang paling tidak teratur kondisinya adalah manusia. Kalau pada binatang meski tumbuh, berkembang, dan melakukan mobilitas. Ia mempunyai pola tertentu dalam siklus kehidupannya. Pada binatang dikenal adanya istilah musim reproduksi, masa aksese berhenti untuk tidak berkembang biak dan lain-lain yang tidak terdapat pada manusia. Ilustrasi berikut akan memperjelas bukti ketidakteraturan manusia. Misal, dalam suatu tempat ada batu, aspal, kotoran hewan, jagung, sayuran, dan. daging. Apabila ayam yang datang maka yang diambil (dimakan) hanya jagung dan barangkali sayuran, kalau ulat yang datang yang diambil hanya sayuran dan jagung, kalau yang datang kucing yang diambil hanya daging tidak yang lain, itu pun masing-masing hanya sampat atas pemenuhan kebutuhan biologis (kenyang) dalam dimensi waktu kekinian saja. Sedangkan kalau yang datang manusia, maka semuanya akan diambil dalam jumlah yang tanpa batas, karena dimensi waktunya tidak hanya kekinian saja. Karena kondisinya yang paling tidak teratur tersebut, Tuhan dengan sifat keadilan-Nya memberi perlakuan khusus pada manusia. Perlakuan khusus tersebut, setidaknya dalam dua wujud yaitu diberi peraturan khusus dan terlahir dalam kondisi tak berdaya. Peraturan khusus yang langsung diturunkan Tuhan kepada manusia dalam bentuk wahyu berupa kitab suci. Peraturan ini memang berimplikasi pada makhluk yang lain, tetapi yang paling wajib menjalankan aturan ini hanya manusia. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 10dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Perlakuan khusus bagi manusia yang kedua adalah terlahir dalam kondisi yang tak berdaya. Hal ini berbeda dengan binatang yang begitu lahir cenderung memiliki beberapa kemampuan yang diperlukan untuk hidupnya. Yang dipunyai manusia ketika lahir hanyalah potensi-potensi belaka. Potensi ini akan tetap tinggal sebagai potensi apabila tidak dibantu oleh manusia lain dalam perkembangannya. Bantuan orang lain inilah pada hakikatnya yang saat ini dikenal dengan pendidikan. Dengan kata lain pendidikan pada hakikatnya adalah bantuan yang diberikan oleh manusia lain untuk mengembangkan potensi-potensi yarig dimiliki manusia. Evolusi ternyata tidak hanya menyangkut alam semesta, evolusi juga terkait pada manusia dan itupun tidak hanya dalam pengertian biologi saja, melainkan menyangkut pula pengertian dalam bidang kemampuan intelektual, tingkah laku, dan peradaban manusia. Bukti-bukti penemuan fosil manusia menunjukkan bahwa volume otak manusia purba, terutama ketika masih pada tahap prahuman, lebih kecil bila dibandingkan dangan otak manusia modem homosapien yang memiliki otak dewasa paling kecil sekalipun (kira-kira 1500cc), tetapi lebih besar daripada volume otak kera besar (kira-kira 600cc). Australopithecus (kera dari selatan) atau sering disebut Australantrophus (manusia dari selatan) volume otaknya sekitar 700 cc. Pithecantrophus erectus (manusia kera berjalan tegak) volume otaknya, kira-kira 900 cc Chinanthropus (manusia Cina) volume otaknya kira-kira 850 cc sampai dengan 1220 cc, Homo Neandertalensis (manusia Neinder, Jerman) volume otaknya kira-kira 1000 cc (Prawiro 1983). Kecilnya volume otak ini, diyakini menunjukkan rendahnya kemampuan intelektualnya. Akan tetapi semenjak manusia menemukan bahasa sebagai alat komunikasi perkembangan kemampuan intelektualnya melampaui batas-batas perkembangan evolusi biologisnya (Koentjaraningrat, 1987). Dengan perkembangan kemampuan bahasa ini. selanjutnya manusia mampu mengembangkan tulisan sebagai lambang KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 11dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 bunyi bahasa tersebut. Mulai tahap inilah memungkinkan pengetahuan manusia terhimpun, terkomunikasikan, dan terajarkan pada lintas generasi, yang selanjutnya berkembang menjadi ilmu. Dengan demikian kita dapat mengatakan, bahwa semenjak manusia menemukan bahasa dan tulisan telah mulai ada revolusi ilmu dan revolusi dalam pelaksanaan pendidikan. Beberapa ilmuwan lain tergoda untuk melakukan penelitian yang lebih serius tentang kemampuan otak manusia. Sementara disimpulkan bahwa otak manusia terdiri atas sekitar sel 20 milyar sel otak. Di dalam sel otak tersebut, terdapat neuron yakni kelenjar otak yang terkecil. Setiap satu neuron berkapasitas sama dengan satu komputer, dengan demikian setiap otak manusia berkapasitas sama dengan 20 milyar komputer. Manusia yang hebat sekalipun konon baru memanfaatkan kemampuan otaknya sekitar 5%. Selebihnya masih mubadzir. Masyaallah! Evolusi manusia dalam bidang tingkah laku, terkait dengan perkembangan secara evolusi dalam bimdang biologisnya. Menurut (Barre, 1954) semenjak evolusi biologis sampai pada tahap yang memungkinkan kombinasi antara mata, tangan, dan kemampuan berjalan tegak, mulai terjadi revolusi dalam tingkah laku manusia. Dengan kemampuan ini manusia mulai mengembangkan teknologi. Pada awalnya teknologi ini, hanya untuk menambah kemampuan organ tubuhnya semata. Lama-kelamaan perkembangan teknologi ini ditunjang oleh perkembangan ilmu, sehingga prosesnya tidak lagi secara evolusi tetapi lebih bersifat revolusi. Tarkait dengan kedua hal di atas, perkembangan peradaban manusia secara evolusi pun terjadi. Semenjak adanya manusia di bumi (3 juta tahun yang lalu), manusia telah bertahun-tahun hidup dalam peradaban binatang, selanjutnya berkembang menjadi pemburu, pengumpul, petani, peternak, praindustri, industri, dan pasca-industri (Soerjani, 1985). Perkembangan yang pada awalnya lebih bersifat evolusi ini untuk selanjutnya lebih bersifat revolusi. Teriring dengan KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 12dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 perkembangan dalam bidang peradaban ini, telah terjadi pula revolusi dalam bidang pendidikan sebagai proses budaya. Dengan mengacu pendapat Margaret Mead, Sastrapratedja (1991).menyatakan bahwa, telah terjadi perkembangan kebudayaan dari pasca-figuratif dan kofiguratif menuju prafiguratif. Kebudayaan pascafiguratif adalah kebudayaan tradisional, di mana generasi terdahulu dengan mudah mewariskan kebudayaannya, melalui praktek pendidikan, kepada generasi berikutnya. Generasi muda dapat belajar pada generasi tua, cukup dengan meniru saja. Dalam kebudayaan kofiguratif, teriring dengan perkembangan jumlah dan kemampuan manusia, muncullah berbagai institusi sosial baru yang mempunyai tugas pewarisan nilai antar generasi. Institusi baru itu di antaranya adalah lembaga pendidikan. Selanjutnya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berbagai aspek kehidupan berubah dengan cepat. Sesuatu kebudayaan baru belum mempola telah diganti dengan kebudayaan yang lebih baru lagi. Antara stimulus yang bermunculan dengan respons jaraknya terlalu pendek. Dengan demikian tidak ada waktu untuk mengolah stimulus yang bermunculan tersebut. Kebudayaan demikian, disebut dengan prafiguratif. Hal ini membawa implikasi yang luas antara lain terjadinya kesenjangan antargenerasi yang ditandai dengan tidak adanya pola referensi bagi generasi muda untuk membentuk identitas, sulitnya menerapkan prinsip keteladanan, dan sebagainya. Terkait dengan informasi tersebut, Islam sangat menghargai akal manusia. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada manusia untuk memberdayakan anugerah akal yang luar biasa. Banyak ayat-ayat yang mengajak manusia untuk berpikir dan belajar. Bahkan perintah pertama kepada manusia adalah untuk memfungsikan akalnya dengan ungkapan “Iqra”. Disini yang dimaksud dengan aktivitas membaca tidak sekedar mengeja huruf-hufruf yang tertulis, tetapi membaca dalam pengertian KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 13dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 yang lebih luas yaitu kegiatan membudayakan akal untuk menangkap makna yang tersembunyi dibalik fenomena yang ada. 2. Manusia: Tinjauan Filosofis Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk instrospeksi guna mencari jawab atas pertanyaan tentang “apakah manusia itu? Dan terbuat atau terdiri atas apakah manusia itu? Bidang filsafat yang khusus mengkaji masalah ini disebut ontologia atau metafisika. Berkali-kali manusia telah memperoleh jawab atas pertanyaan “apakah manusia itu?’, namun berkali-kali pula terjadi krisis atas jawaban tersebut. Pandangan tentang manusia sebagai makhluk rasional telah bertahun-tahun diyakini kebenarannya, bahkan telah pula menjadi asumsi dasar (basic assumption) dari berbagai cabang ilmu, sekarang mulai disadari ada keterbatasannya. Kita seringkali menjumpai adanya ketidakrasionalan perilaku manusia (Cassirer. 1987). Upaya pengembaraan batin manusia untuk menjelajahi ruang supra natural, perilaku untung-untungan seperti judi, keyakinan yang sifatnya paranormal misalnya: klenik, adanya tuyul, setan, dan lain-lain, bahkan perilaku berdasar atas keimanan merupakan contoh-contoh perilaku super rasional atau irasional manusia. Barangkali pandangan tentang manusia sebagai makhluk rasional itu telah dengan sengaja dihembuskan oleh pakar dari Barat yang telah mempunyai akar rasionalitas budayanya semenjak zaman aufklarung (zaman pencerahan). Pandangan ini sekaligus mempunyai maksud untuk mengkaunter pandangan orangorang timur yang biasa berperilaku berdasarkan pertimbangan super rasional dalam berbagai hal. Demikian halnya dalam bidang ilmu pengetahuan, tentang temuan pandangan Sigmund Freud dalam bidang psikologi, misalnya, dalam hal kondisi subsadar atau bawah sadar (umbewus) manusia, juga telah disadari adanya keterbatasannya. Menurut Freud, keadaan bawah sadar manusia didominasi oleh dorongan seksual (sexual energy). Pandangan KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 14dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Freud tersebut, berasal dari temuan penelitian yang dilakukan pada masyarakat, dimana seks dalam kondisi relatif terkontrol sedangkan makanan dalam kondisi berlimpah-limpah. Ahli antropologi Inggris Andrey Richards telah menentang pendapat Freud dengan mengemukakan hasil penelitiannya selama beberapa tahun di Afrika dimana seks bebas dilakukan, sedangkan makanan dalam kondisi terbatas. Ia menemukan bahwa dalam masyarakat tersebut, makanan mendominasi kondisi sub sadar atau bawah sadar di samping kehidupan sadar dari kondisi psikologis masyarakat tersebut (Bates, 1984). Hal ini senada dengan hukum minimum dari Leeibig, bahwa sumber daya dalam suatu sistem yang dalam kondisi minimal sangat menentukan eksistensi dan kelangsungan sistem bersangkutan (Sauthwwick. 1976). Dalam masyarakat kita sex-behavior dan food behavior dalam kondisi terkontrol, layak dikaji dalam penelitian, yang mendalam tentang bagaimana kondisi sub sadar masyarakat Indonesia. Baik dalam bidang seks maupun makanan kita mengenal berbagai pantangan baik atas dasar hukum kemasyarakatan maupun atas dasar keyakinan. Secara hukum kemasyarakatan kita sangat mengecam adanya gerakan seks bebas. Selain itu meskipun secara hukum sudah diizinkan (terikat hukum perkawinan) masyarakat kita masih mengenal berbagai pantangan dalam kehidupan seks, misalnya tidak melakukan hubungan suami istri pada hari Selasa Kliwon, atau hari-hari lain yang berpantang, dan sebagainya. Dalam hal makanan pun demikian, secara agregat memang jumlahnya mencukupi akan tetapi distribusinya sangat tidak seimbang. Ada kelompok masyarakat yang berkelebihan tetapi ada kelompok masyarakat yang lain yang kekurangan. Dalam satu masyarakat pun ada kalanya berlebihan, tetapi kali yang lain sangat berkekurangan. Dengan demikian, makanan pun jumlahnya dalam kondisi terbatas. Selain keterbatasan dalam jumlah masyarakat juga mengenal adanya pantangan dan pentabuan untuk jenis makanan tertentu seperti, daging babi untuk orang KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 15dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 muslim, daging sapi bagi sebagian masyarakat Kudus dan orang Hindu serta yang lain-lain. Barangkali pendefinisian manusia yang belum mengalami krisis adalah pandangan manusia secara animal symbolicum dari Cassirer (1987). Dengan definisi ini, mengandung makna bahwa pemikiran dan perilaku simbolis merupakan ciri yang betul-betul khas manusiawi dan bahwa kemajuan seluruh kebudayaan manusla mendasarkan diri pada hal tersebut. Perkataan simbol harus dibedakan dengan tanda, sebab pada binatang juga dapat melakukan sesuatu dengan tanda tertentu. Percobaan Pavlov membuktikan bahwa pada binatang dapat menerjemahkan tanda dari situasi makanan. (lihat teori kondisioning respons pada mata kuliah Psikologi Belajar). Kalau kita kaji ada perbedaan hakiki antara tanda pada binatang dan simbol pada manusia. Betapa pun tanda pada binatang hanya bermakna fisik sebagai operator, sedangkan simbol pada manusia bermakna fungsional dari dunia makna manusiawi. Pada makna simbol manusiawi ada unsur hakiki yang khas yaitu unsur penyadaran. Hanya.dalam dunia manusia sajalah dikenal adanya penyadaran makna di balik fakta. Dengan pendefinisian manusla sebagai makhluk simbol ini, kita menjadi semakin mudah dalam memahami gejala penemuan bahasa manusia, tulisan, dan ilmu serta pengetahuan manusia. Bagaimana proses pendidikan pun dapat dikembangkan dengan basic assumption ini. Sedangkan pertanyaan kedua yaitu “terdiri dari apakah manusia itu?”, telah mendorong berbagai aliran untuk menjawabnya, seperti yang diuraikan oleh M. Noor Syam (1983) bahwa ada dua aliran dalam menjawab pertanyaan tersebut. Aliran dimaksud adalah aliran Monisme dan aliran Dualisme. a. Aliran Monisme Aliran yang pertama adalah aliran monisme yaitu aliran yang menganggap bahwa seluruh semesta makrokosmos termasuk manusia KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 16dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 sebagai mikrokosmos hanya terdiri satu asas atau satu zat. Aliran monoisme ini dapat dibedakan menjadi paham materialisme dan paham idealisme. Paham materialisme mendasarkan diri pada realitas yang sebenamya dari sesuatu adalah materi, serba benda. Manusia sebagai makhluk alamiah juga hanya berupa materi. Perilaku manusia hanya didasarkan atas reaksi alamiah semata. Karena itu pendidikan hanya bertugas untuk melatih pengalaman reaktif saja. Sedangkan paham idealisme mendasarkan diri pada pandangan bahwa realitas yang sebenarnya adalah berupa idea atau rokhani. Ide inilah yang menjadi entitas yang sesungguhnya, sedangkan materi hanyalah ‘bayang-bayang semata’. Karena itu jiwa merupakan asas primer dalam eksistensi manusia. Sementara itu jasmani tanpa jiwa, tiada berdaya sama sekali. Oleh karena itu, pendidikan hanya berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi rokhaniah tersebut. b. Aliran Dualisme Aliran yang kedua disebut aliran dualisme, yaitu aliran yang memandang realitas semesta merupakan perpaduan antara unsur animate dan inanimate, zat hidup dan benda mati. Dengan demikian aliran ini memandang bahwa manusia merupakan sintesis antara jasmani dan rokhani. Pemilahan antara kedua unsur tersebut tidak bisa secara dikotomis. Karenanya tugas pendidikan harus mengembangkan kedua unsur secara harmonis sebab keduanya memang merupakan totalitas. D. Dimensi-Dimensi Manusia Kajian tentang dimensi-dimensi kemanusiaan manusia merupakan pokok kajian antropologi metafisika. Kajian yang tertampung dalam antropologi metafisika tentang manusia sampai pada kesimpulan bahwa manusia merupakan makhluk individu. sosial, susila, dan religius. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 17dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 a. Manusia sebagai Makhluk Individu Pengertian manusia sebagal makhluk individu adalah bahwa manusia itu bersifat unik atau khas. Jadi tidak ada manusia di dunia ini, yang jumlahnya telah mencapai enam milyar lebih, yang sama persis. Pengertian ini untuk masa mendatang barangkali dapat dihujat, sehubungan ditemukannya bioteknologi yang memungkinkan untuk membuat manusia kembar, melalui metode kloning. Para pembela pendapat ini berkeyakinan, bahwa informasi karakter manusia terletak pada gen, dan masa mendatang dimungkinkan untuk membuat manusia yang mempunyai gen yang sama persis (teknologi demikian pada binatang telah lama ditemukan). Hal ini dapat dibenarkan kalau perilaku manusia hanya ditentukan oleh pembawaan saja. Padahal saat ini para pakar psikologi dan pendidikan umumnya sepakat akan pendapat William Stern, bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan (pendidikan). Pandangan ini sepaham dengan pendapat Kurt Lewin (1957) bahwa perilaku manusia merupakan fungsi dari kepribadian dan lingkungan, atau dengan model matematika sebagai berikut: TL= f(K + L) TL : Tingkah laku K : Kepribadian L : Lingkungan Prediksi akan adanya manusia kembar (dalam arti sama persis bentuk dan perilakunya) hanya akan benar kalau manusia hanya dilihat dari bentuk fisik dan pembawaannya saja. Akan tetapi kalau manusia dilihat secara menyeluruh, dalam arti jiwa raga, dan segala bentuk perilakunya, akan tetap menunjukkan gejala unik dan khas, atau tetap menunjukkan sebagai makhluk individu. Kesadaran manusia akan keindividualitasan dirinya bisa mengarah pada dua dimensi yaitu dimensi kedirian dan dimensi keegoisan (Puspowardoyo, 1987). Kesadaran kedirian yang dimulai dengan kesadaran adanya pribadi di antara segala realitas, merupakan pangkal adanya kesadaran terhadap KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 18dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 segala sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan dengan self-existence adalah sumber pengertian adanya segala sesuatu (Noor Syam, 1983). Self-existence ini mencakup pangertian yang cukup luas, karena mencakup pula pengertian kepribadian, perasaan, dan perbedaan pribadi, self realization, kesadaran potensi pribadi, dan sebagainya. Kesadaran kedirian ini lebih lanjut mendorong adanya kesadaran kesemestaan dengan manusia sebagai subjek. Kesadaran akan subjek ini akan melahirkan sikap tanggung jawab untuk beraktualisasi. Dalam rangka hubungan, antar subjek, akan melahirkan berbagai konsekuensi yang justru sifatnya menjadi objektif, yaitu hak asasi, persamaan hak serta martabat, dan lain-lain. Adapun dimensi keegoisan dalam skala mikro mengarah pada sikap mau menang sendiri. Sedangkan dalam skala makro rnengarah pada paham kebangsaan yang sempit (chauvinistik). Dengan demikian pengembangan individualitas manusia dalam pengertian ini haruslah dihindari. karena dapat menganggu perkembangan pribadi manusia. Dalam konteks kependidikan, dalam kaitannya dengan manusia sebagai makhluk individu, perlu kiranya memandang peserta didik sebagai subjek, bukan sebagai objek. Hal ini bukan semata-mata karena keengganan untuk mengobjekkan manusia tetapi mempunyai dasar filosofilk dan psikologik yang mapan. Pandangan peserta didik sebagai subjek ini, mengandung makna bahwa peserta didik tersebut mempunyai hak asasi untuk menjadi dirinya sendiri. Pendidik tidak berkewenangan untuk menjadikan peserta didik menjadi A, B, atau C dengan mengabaikan kediriannya. Pendidik seyogianya dalam melaksanakan tugasnya haruslah “rendah hati”, untuk tidak memaksakan kehendaknya kepada peserta didik. Perilaku pendidik yang demikian di samping sesuai dengan konsep manusia sebagai makhluk individu, juga memungkinkan untuk. pengembangan kreativitas peserta didik. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 19dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 b. Manusia sebagai Makhluk Sosial Begitu manusia menyadari dirinya sebagai subjek, sekaligus menyadari akan adanya subjek-subjek yang lain, Antara subjek dengan subjek-subjek yang lain ada hubungan yang mengikat, artinya keberadaan suatu subjek di antaranya ditentukan oleh keberadaan subjek-subjek yang lain. Sewaktu manusia baru lahir, ia merasa satu dengan lingkungan terutama dengan ibunya. Baru kemudian ia menentukan dirinya sebagai subjek yang dibedakan dengan subjek-subjek yang lain. Selanjutnya manusia tersebut, tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat. Dengan demikian, perwujudan manusia sebagai makhluk sosial dimulai dari adanya kenyataan bahwa tidak ada manusia yang mampu hidup (lahir dan dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. Orang lain tersebut, paling tidak adalah kedua orang tua dan keluarganya. Seiring dengan peradaban manusia, tingkat ketergantungan manusia yang satu dengan lain cenderung meningkat, sehingga seringkali eksistensi subjeknya menjadi menghilang. Atau dengan kala lain eksistensi manusia sebagai makhluk individu terkebiri. Tugas pendidikanlah untuk mengeliminir kecenderungan di atas. Pendidikan harus mampu menempatkan kedua kutub dikotomis tentang manusia tersebut, secara seimbang. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengembangkan manusia sebagai makhluk monodualisme secara seimbang. c. Manusia sebagai Makhluk Susila Dalam hubungan antara manusia satu dengan lainnya, akan muncul suatu nilai yang memungkinkan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Hal ini diperlukan karena dalam hubungan antar subjek tersebut, masing-masing membawa identitas dan kepribadian. Oleh karena kondisi masing-masing sangat heterogen, maka akan terjadi KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 20dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 konsekuensi terhadap tindakan masing-masing pribadi yang berlainan pula. Asas pandangan bahwa manusia adalah makhluk susila bersumber pada asumsi bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma (Noor Syam, 1983). Kesadaran moral (sense of morality) ini, tidak terlepas dari realitas sosial. Hal ini karena adanya efektivitas nilai-nilai, serta berfungsinya nilai-nilai itu hanya ada dalam kehidupan sosial. Demikian pula sebaliknya di dalam hubungan sosial juga terdapat nilai-nilai. Dalam hal ini, manusia selain makhluk yang mengetahui nilai juga merupakan makhluk yang menilai (Morris and Pai, 1976). Ada hal yang lebih disukai dan ada hal yang lebih dibenci oleh manusia. Dalam hal-hal tertentu penilaian ini sifatnya subjektif, akan tetapi manakala subjektivitas ini sudah menjadi milik bersama sifatnya dapat dikatakan menjadi objektif Kalau dilihat dari sumbemya, nilai termasuk nilai susila, dapat berasal dari Tuhan dan berasal dari manusia. Nilai yang sumbernya berasal dari Tuhan sifatnya mutlak dan hakiki. Sedangkan nilai yang berasal dari manusia sifatnya relatif. Namun demikian dalam hal-hal tertentu manusia berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dianggap fundamental dan membiarkan nilai-nilai lain yang dianggap instrumental untuk berubah. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila misalnya, dianggap merupakan nilai-nilai fundamental. Sedangkan nilainilai tentang sopan santun dalam makan bersama merupakan nilai-nilai instrumental. Hal ini karena, bagaimana cara makan yang sopan sering berubah-ubah. Dahulu makan dengan bercakap apalagi berdiri dianggap tidak sopan, tetapi sekarang berkembang pesta berdiri yang diselingi dengan acara bercakap-cakap. Pengembangan nilai-nilai mendapat perhatian yang serius. dalam dunia pendidikan. Hal ini karena pendidikan pada hakikatnya adalah penanaman nilai. Selain itu pendidikan sifatnya normatif dalam pengertian KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 21dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 positif. Bahkan ada ranah khusus dalam tujuan pendidikan yang mengenai nilai-nilai yaitu ranah afeksi. Dalam kaitan dengan nilai fundamental dan nilai instrumental ada satu mazhab dalam filsafat pendidikan yaitu mazhab perenialis, yang hanya menekankan pada nilai-nilai fundamental saja. Hal ini karena nilainilai instrumental dianggap situasional dan terlalu relatif. Walau demikian nilai tetap diperlukan dalam konteks hubungan antarmanusia agar interaksi dari para pihak dapat terjaga. d. Manusia sebagai Makhluk Religius Kata religi sering disetarakan dengan pengertian agama. Akan tetapi pengertian religi sebenarnya lebih luas bila dibandingkan dengan pengertian agama. Hal ini karena pengertian religi menyangkut pengakuan adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang sifatnya supra natural, yang secara umum disebut Tuhan. Oleh karenan itu, pengertian religi menyangkut pula pengertian kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di samping agama. Kesadaran tentang eksistensi Tuhan menurut Koentjaraningrat (1987) berawal dari kesadaran manusia akan kematian. Konsep mati sendiri dikenal manusia semenjak manusia menemukan bahasa. Dengan kamampuan pengalaman bahasanya yang manusia diinderanya pada mampu orang mengkomunikasikan lain tanpa harus mengalaminya sendiri. Pada mulanya pengalaman manusia terbatas pada hal yang dialaminya saja. Dengan bahasa tersebut, manusia mampu memahami pengalaman yang dialami oleh orang lain termasuk pengalaman kematian orang lain. Pengalaman kematian ini menyadarkan manusia akan adanya kekuatan lain di luar dirinya, yang selanjutnya disebut Tuhan. Wujud pengakuan akan adanya Tuhan ini melalui proses evolusi yang panjang dan pada tahap tertentu berwujud agama. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa manusia merupakan makhluk religius, berkesadaran akan Tuhan. Barangkali KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 22dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 pernyataan ini dapat disanggah sehubungan dengan adanya kenyataan yang menunjukkan bahwa ada beberapa orang bahkan negara yang tidak mengakui adanya Tuhan. Akan tetapi betapa pun tidak ada orang yang tidak mengakui adanya kekuatan lain di luar kemampuan dirinya. Minimal mereka akan menyebutnya dengan hukum alam atau faktor keberuntungan (lucky factors). Dengan sangat tepat para pemeluk agama (Islam) mengatakan, orang yang demikian dikatakan sebagai orang yang tidak mendapat petunjuk dari Tuhan. Sementara orang yang lain menganggapnya sebagai kekecualian. Namun demikian, di negara Rusia (negara yang tidak mengakui agama/Tuhan) pemimpin puncaknya pemah mengatakan “semoga Tuhan memberi petunjuk jalan) yaitu ketika Gorbachev berkunjung ke Amerika Serikat. Jadi keberadaan Tuhan tetap diakui tetapi tidak secara terus terang. e. Manusia sebagai Makhluk Pebelajar Manusia juga dipahami sebagai makhluk pebelajar atau homo educandum. Hal tersebut karena manusia merupakan makhluk hidup yang dikaruniai akal sehat yang dapat dikembangkan secara optimal. Berbeda dari berbagai makhluk lain, tumbuhan misalnya, sebagai makhluk hidup tumbuhan sekadar hidup namun tidak punya potensi intelektual. Hewan, binatang, juga sama, yakni tidak memiliki potensi berpikir kompleks. Hal maksimal yang dapat dilakukan oleh binatang adalah meniru dan merespons, namun tidak banyak menggunakan olah kognitif sebagaimana manusia. Oleh karena manusia punya potensi untuk mengembangkan potensinya dalam berpikir/intelektual, maka terdapat pemahaman bahwa manusia adalah makhluk pebelajar. Yakni makhluk yang memang secara alami selalu puna hasrat untuk belajar dan mengembangkan akal budinya. Dalam bentuk yang sederhana adalah rasa ingin tahu dari anakanak. Dari rasa ingin tahu tersebut lebih lanjut menjadi dasar dari aktivitas belajar dan pada akhirnya mengembangkan pemahaman tentang sesuatu KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 23dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 hal. Aktivitas belajar dalam lingkup yang lebih luas diakomodasi oleh praktik pendidikan, baik formal maupun informal. Dalam arti yang luas pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu: pendidikan, pengajaran, dan pelatihan. Ketiga istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Secara sepintas saja bagi orang awam mungkin akan dianggap sama saja artinya. Dalam praktik seharihari di lapangan, kita sering mendengar kata-kata seperti pendidikan olah raga, pengajaran olah raga, pelatihan olah raga, pendidikan kemiliteran, pengajaran kemiliteran, pelatihan kemiliteran, dan sebagainya. Kalau kita perhatikan ketiga istilah tersebut (pendidikan, pengajaran, dan pelatihan) dapat diikutsertakan predikat yang sama. Ketiga istilah tadi akan lebih jelas kalau kita lihat dalam konteks kata kerjanya, dalam bentuk mendidik, mengajar, dan melatih. Istilah mendidik menurut Darji Darmodiharjo, menunjukkan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dan lainlainnya. Istilah mengajar menurut Sikun Pribadi berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektualnya. Sedangkan istilah melatih, merupakan suatu usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, yang dilakukan secara berulangulang, sehingga akan terjadi suatu pembiasaan dalam bertindak. Dari penjelasan di atas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin atau berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaannya, pengetahuannya, dan keterampilannya. Dengan kata lain pendidikan merupakan kegiatan mengolah hati anak didik, pengajaran merupakan kegiatan mengolah otak anak didik, dan pelatihan merupakan kegiatan mengolah lidah dan tangan anak didik agar anak didik menjadi manusia yang beriman, manusia yang cerdas, dan manusia yang terampil. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 24dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Hewan tidak dapat dididik dan tidak memungkinkan untuk dididik, sehingga tidak mungkin dilibatkan dalam proses pendidikan. Hanya manusialah yang dapat dididik dan mungkin untuk menerima pendidikan, karena manusia memang dilengkapi dengan akal budinya. Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha untuk mengubah perilaku. Tetapi perilaku mana yang dapat dijangkau oleh pendidikan, karena hewan pun adalah makhluk yang berperilaku. Setelah kita bahas, bahwa manusialah yang memang dapat menerima pendidikan, dan yang memungkinkan dapat dididik, timbullah pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara tuntas, ialah: Mengapa manusia dapat dididik? Ada beberapa asumsi yang memungkinkan manusia itu perlu mendapatkan pendidikan: 1. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke dunia, perlu mendapatkan uluran tangan orang lain untuk dapat melangsungkan kehidupannya. 2. Manusia lahir tidak langsung dewasa. Untuk sampai ke tingkat dewasa yang menjadi tujuan pendidikan dalam arti khusus memerlukan waktu yang relatif panjang. 3. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi manusia seandainya tidak hidup bersama manusia lain. Kita ingat kepada cerita “manusia serigala”, yaitu seorang anak manusia dibesarkan oleh serigala. Ia berperilaku seperti serigala, makan tidak menggunakan tangan, melainkan langsung dengan menggunakan mulutnya, meraung-raung, garang kalau melihat manusia lainnya, makan daging mentah, dan sebagainya. 4. Manusia pada hakikatnya dapat dididik dan dapat mendidik dirinya sendiri secara terus menerus sepanjang hayat. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 25dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 E. Hakikat Manusia Indonesia Seutuhnya Pada hakikatnya tujuan setiap praktek pendidikan adalah sama, yaitu membentuk manusia baik. Hanya saja rumusan manusia yang baik terjadi perbedaan antarorang per orang, antarkeluarga, antarkelompok orang dan antarbangsa. Ada orang yang menganggap bahwa manusia yang baik adalah manusia yang suka memberi, sementara yang lain justru manusia yang selalu menghemat, Ada orang yang yang menganggap yang baik adalah orang yang rajin bekerja, sementara yang lain menganggap yang baik adalah orang yang rajin berdoa, dan seterusnya. Demikian halnya dalam level keluarga atau masyarakat. Ada keluarga yang menganggap bahwa yang baik adalah anak-anak penurut, sementara yang lain justru menganggap bahwa yang baik adalah yang berani menjadi dirinya sendiri. Pada aras bangsa juga demikian. Setiap negara mempunyai gambaran sosok manusia ideal (baik) yang berlainan dalam menerapkan keempat dimensi tersebut sebagai kriteria. Negara-negara sosialis terutama menekankan dimensi sosial. Di negara-negara ini hak-hak individu terkebiri, tereliminasi dalam kepemilikan negara. Negara-negara atas dasar agama terutama menekankan pada dimensi religius, misalnya Roma. Kerajaan di Jawa dahulu cenderung terutama menekankan pada dimensi susila. Perbedaan penekanan ini dipengaruhi oleh pengalaman sejarah dan kondisi sosial budaya masing-masing. Bangsa Indonesia telah sepakat mengenai sosok manusia ideal ala Indonesia yang disebut dengan Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS). Konsep Manusia Indonesia Seutuhnya tersebut, menempatkan keempat dimensi kemanusiaan secara selaras serasi, dan seimbang. Deskripsi paling rinci tentang Manusia Indonesia Seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila, sebagai berikut. Sila Kesatu: Ketuhanan Yang Maha Esa KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 26dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya. 6. Mengembangkan menjalankan sikap ibadah saling sesuai menghormati dengan kebebasan agama dan kepercayaannya masing-masing. 7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. Sila Kedua: Kernanusiaan yang Adil dan Beradab 1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, wama kulit, dan sebagainya. 3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. 4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa-selira. 5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. 6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 8. Berani membela kebenaran dan keadilan. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 27dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. 10. Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia 1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di alas kepentingan pribadi atau golongan. 2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila diperlukan. 3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. 4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. 5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka tunggal ika. 7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. 1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. 2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. 3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. 5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagal hasil musyawarah. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 28dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan basil keputusan musyawarah. 7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan. 8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-niIai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. 10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia 1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan. 2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4. Menghormati hak orang lain. 5. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. 6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. 7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan, dan gaya mewah. 8. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. 9. Suka bekerja keras. 10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 29dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial hidup. Konsep lain tentang deskripsi Manusia Indonesia Seutuhnya dapat dirunut pada tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana telah disebut pada bagian terdahulu bahwa tujuan pendidikan nasional pada hakikatnya adalah rumusan manusia baik sebagaimana dikehendaki oleh bangsa Indonsia, pada suatu masa tertentu. Sehubungan dengan itu, maka rumusan tujuan pendidikan nasional pun terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Tujuan Pendidikan nasional yang sekarang berlaku mengacu berdasarkan Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 3. Bunyi pasal ini selengkapnya adalah sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Penggalan kalimat terakhirlah yang merupakan deskripsi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. F. Rangkuman Manusia merupakan makhluk multidimensional dan memiliki potensi untuk belajar dan berkembang melalui pendidikan. Pendidikan merupakan media untuk mengembangkan potensi manusia secara lebih tertata dan sistematis. Manusia Indonesia memiliki karakteristiknya sendiri berdasarkan pada nilai-nilai ideologis Pancasila. Secara umum KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 30dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 pengembangan dan praktik pendidikan di Indonesia dengan demikian juga mesti mendasarkan pada nilai-nilai tersebut. G. Diskusi 1. Mengapa memiliki berbagai dimensi yang beragam? Jelaskan. 2. Uraikan potensi manusia sebagai makhluk pebelajar! Berikan contohnya. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 31dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 BAB II HAKIKAT PENDIDIKAN A. Deskripsi singkat Bagian ini membahas mengenai konsep dasar pendidikan, konsep pendidikan sebagai ilmu, pendidikan sebagai system, dan elemen-elemen pendidikan secara lebih detil seutuhnya sebagai dasar dan awal dalam memahami hakikat pendidikan. B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Memahami dan menjelaskan konsep dasar pendidikan 2. Memahami dan menjelaskan pendidikan sebagai ilmu 3. Memahami dan menjelaskan pendidikan sebagai sistem 4. Memahami dan menjelaskan elemen-elemen pendidikan C. Konsep Dasar Pendidikan Langeveld seorang ahli pedagogik dari Negeri Belanda mengemukakan batasan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Bimbingan dari batasan di atas ada beberapa aspek yang berhubungan dengan usaha pendidikan, yaitu bimbingan sebagai suatu proses, orang dewasa sebagai pendidik, anak sebagai manusia yang belum dewasa, dan yang terakhir adalah tujuan pendidikan. Dengan menggunakan istilah bimbingan, secara filosofis kita dapat menghayati, bahwa pendidikan itu merupakan suatu usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang serampangan begitu saja, harus kita pertimbangkan segala akibatnya dari perbuatan-perbuatan mendidik itu. Dengan menggunakan bimbingan itu pula, pendidikan tidak dilaksanakan dengan memaksakan kepada si anak sesuatu yang datangnya dari luar. Begitu KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 32dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 juga sebaliknya tidak boleh dibiarkan begitu saja si anak berkembang dengan sendirinya. Dalam GBHN 1973, dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan, yaitu: 1. Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education). Dalam hal ini berarti bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah bahwa pendidikan tidak identik dengan sekolah. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, dalam lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat. 2. Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah tidak boleh memonopoli segalanya, melainkan bersama dengan keluarga dan masyarakat, berusaha agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditentukan. 3. Bagi manusia, pendidikan itu merupakan suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Handerson mengemukakan, bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. 1. Pendidikan sebagai Suatu Proses Transformasi Nilai Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup: KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 33dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 pengetahuannya, nilai serta sikapnya, dan keterampilannya. Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan sama sekali bukan untuk merusak kepribadian anak didik, seperti misalnya memberi bekal pengetahuan maupun keterampilan kepada anak bagaimana caranya menjadi seorang penjahat, seorang copet, seorang pencuri atau seorang koruptor yang ulung. Yang pertama (menuju kepribadian yang lebih baik) disebut pedagogik, sedangkan yang kedua (yang merusak kepribadian anak) disebut demagogik. Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut, kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaannya ketiga kegiatan tadi harus berjalan secara serempak dan terpadu, berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak didik serta lingkungan hidupnya. Nilai-nilai yang akan ditransformasikan itu mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai pengetahuan, dan teknologi, serta nilai keterampilan. Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut, dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka di sini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan sepanjang hayat. 2. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan suatu gambaran dari falsafah hidup atau pandangan hidup manusia, baik secara perorangan maupun secara kelompok (bangsa dan negara). Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan sebagainya. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara, falsafah hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 34dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia-manusia yang lebih berkebudayaan, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Nilai-nilai yang hidup dan berkembang di suatu masyarakat atau negara, menggambarkan pendidikan dalam suatu konteks yang sangat luas, menyangkut kehidupan seluruh umat manusia, yang digambarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik. Dalam pengertian yang khusus, pendidikan diartikan sebagai suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Di sini jelas, bahwa yang menjadi tujuan pendidikan ialah kedewasaannya. Pengertian kedewasaannya itu sendiri selalu terdapat dalam bentuk kekhususan, mengingat tempat, waktu, dan pandangan hidup manusia. Pengertian kedewasaan masyarakat primitif akan berbeda dengan pengertian kedewasaan menurut masyarakat modern. Kedewasaan baik menyangkut isi, mutu (kualitasnya) maupun dari segi materinya. Begitu juga kedewasaan menurut orang Amerika akan berbeda dengan kedewasaan menurut bangsa Indonesia. Secara umum dapat dikemukakan beberapa indikator dari manusia dewasa, di antaranya: a. Manusia yang mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil putusan sendiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain. b. Bertanggung jawab kepada perbuatannya, dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut. Lain dengan anak yang belum dewasa, ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu. c. Telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam kehidupan dan sekaligus berkesanggupan untuk melaksanakan norma serta moral tersebut, dalam hidup dan kehidupannya yang dimanifestasikan dalam kehidupan bersama. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 35dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan dasar dan tujuan dari pendidikan, karena Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Kegiatan pendidikan ditujukan untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang lebih baik, yaitu manusia Indonesia yang sikap dan perilakunya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Jadi moral dan norma yang terkandung dalam Pancasila, bagi bangsa Indonesia dapat dijadikan ukuran untuk menilai apakah ia sudah termasuk manusia dewasa atau belum. 3. Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat Dalam kehidupan perkembangannya, yang lebih baik. manusia Selama ingin manusia mencapai suatu berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik untuk meningkatkan pengetahuannya, meningkatkan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan atau keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan sebetulnya berjalan terus. Untuk meningkatkan kehidupannya itu manusia akan selalu berusaha untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. Usaha itu dapat kita sebut dengan pendidikan, oleh karena itu pendidikan akan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan lebih luas daripada sekedar kegiatan menyekolahkan anak. Pendidikan dimulai setelah anak lahir bahkan sebelum anak lahir (pendidikan pre natal), dan akan berlangsung terus sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Oleh karena itu, proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. 4. Pengertian Pendidikan Mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah kata kerja sedangkan pendidikan KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 36dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 adalah kata benda. Kalau kita mendidik, kita melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Kegiatan mendidik menunjukkan adanya yang mendidik di satu pihak dan yang dididik di lain pihak. Dengan kata lain, mendidik adalah suatu kegiatan yang mengandung komunikasi antara dua orang manusia atau lebih. Sehubungan dengan hal itu, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian mendidik dari para ahli sebagai berikut. a. Menurut Hoogveld, mendidik adalah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri. b. Menurut Langeveld, mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak. c. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. d. Menurut Criyns dan Reksosiswoyo, mendidik adalah pertolongan yang diberikan oleh siapapun yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ke tingkat dewasa. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka mendidik adalah membantu anak dengan sengaja (melalui kegiatan membimbing, membantu, memberi pertolongan) agar ia menjadi manusia dewasa, susila, bertanggung jawab, dan mandiri. Yang dimaksud dengan dewasa ialah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara pedagogis, biologis, psikologis, dan sosiologis. Dewasa pedagogis, apabila ia telah menyadari dan mengenal diri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Dewasa biologis, apabila seseorang KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 37dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 telah dapat mengadakan keturunan dengan pertolongan jenis kelamin lain. Dengan kata lain apabila seseorang telah akil balig. Biasanya perempuan lebih cepat mencapai akil balig daripada laki-laki. Dewasa psikologis, apabila bermacam-macam fungsi kejiwaannya telah berkembang sepenuhnya dan telah berdiferensiasi. Dengan kata lain, fungsi-fungsi kejiwaan seseorang telah matang, seperti: kematangan sosial, moral, dan semacamnya. Dewasa sosiologis, apabila seseorang telah memenuhi syarat untuk hidup bersama yang telah ditentukan masyarakat, seperti: sudah dapat saling menghormati, saling menghargai, saling tenggang rasa, saling membantu, hidup harmonis, dan mau membela kepentingan bersama. Yang dinamakan dengan dewasa secara sosial adalah seseorang itu bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya. Dengan kata lain, anak-anak belum mampu bertanggung jawab secara sempurna, karena kemampuan berpikirnya belum sempurna dan pengalamannya belum banyak. Selanjutnya untuk memahami konsep pendidikan, salah satu di antaranya adalah dengan cara memahami berbagai pengertian tentang pendidikan. Berikut ini akan diutarakan beberapa pengertian sebagai berikut: a. Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. b. Crow and Crow menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. c. John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyebutkan, bahwa pendidikan adalah proses yang berupa KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 38dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 pengajaran dan bimbingan, bukan paksaan, yang terjadi karena adanya interaksi dengan masyarakat. d. Dictionary of Education menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. e. Driyarkara menyatakan, bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah disebut mendidik. Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. f. GBHN Tahun 1973 menyatakan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. g. UUSPN No. 2 Tahun 1989 menyatakan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi peranannya di masa yang datang. h. UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. i. Daoed Joesoef menegaskan, bahwa pengertian pendidikan mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil/produk. Yang dimaksud dengan proses adalah: proses KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 bantuan, Hal 39dari 62 pertolongan, Sedangkan yang bimbingan, dimaksud Tanggal Terbit 27 Februari 2017 pengajaran, dengan pelatihan. hasil/produk adalah: manusia dewasa, susila, bertanggung jawab, dan mandiri. Berdasarkan pendapat-pendapat itu, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada peserta didik dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Pendidikan adalah proses bantuan dan pertolongan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik atas pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya secara optimal. Selanjutnya dapat dibedakan istilah pedagogik dan andragogik. Pengertian pedagogik berasal dari kata bahasa Yunani: “paedos” yang berarti anak dan “gogos” yang berarti mendidik. Jadi pedagogik berarti pendidikan anak (pendidikan sekolah) atau pendidikan formal (“formal education”). Sedangkan pengertian andragogik berasal dari kata bahasa Yunani: “andros” yang berarti orang dewasa dan “gogos” yang berarti mendidik. Jadi andragogik berarti pendidikan orang dewasa (pendidikan luar sekolah) atau pendidikan non formal (“nonformal education”). D. Pendidikan sebagai Ilmu Ilmu pendidikan itu selalu berhubungan dengan soal siapakah “manusia” itu. Pembahasan tentang siapakah manusia biasanya termasuk bidang filsafat, yaitu filsafat antropologi. Pandangan filsafat tentang manusia sangat besar pengaruhnya terhadap konsep serta praktik-praktik pendidikan. Karena pandangan filsafat itu menentukan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh seorang pendidik atau suatu bangsa yang melaksanakan pendidikan. Nilai yang dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui praktik pendidikan. Nilai-nilai KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 40dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 ini tidak diperoleh hanya dari praktik dan pengalaman mendidik, tetapi secara normatif bersumber dari norma masyarakat, norma filsafat, dan pandangan hidup, bahkan juga dari keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang. Untuk menjelaskan bahwa sistem nilai menjadi norma bagi pendidikan, maka di bawah ini disajikan beberapa uraian sebagai berikut: a) Mengapa di Yunani Kuno orang sangat mementingkan tujuan pendidikan, yaitu pembentukan warganegara yang kuat. Orang Yunani mempunyai pandangan, bahwa manusia dilihat sebagai makhluk bermain (homo ludens). Jadi yang utama adalah pendidikan jasmani, karena di dalam tubuh yang sehat terdapat juga jiwa yang sehat (men sana in corpore sano). Dapat dipahami latar belakang mengapa mereka berpandangan demikian. Oleh karena Yunani terdiri atas negara yang banyak mengalami ketegangan, sehingga memerlukan kemampuan untuk mengatasi keadaan yang sulit. Sementara itu Yunani terdiri atas polis-polis (negara kota) yang saling berperang. Untuk itu warga kota perlu dipersiapkan supaya bertubuh yang sehat dan kuat. Dari uraian di atas jelas, bahwa sistem nilai yang menjunjung tinggi aspek jasmani telah memberi corak “deskriptif-normatif” (menggambarkan norma-norma yang diharapkan) tersendiri kepada sistem pendidikan di Yunani Kuno. b) Pada abad ke-17, 18, dan 19 di Eropa Barat tampak Rasionalisme yang sangat kuat. Eropa Barat mempunyai pandangan tentang manusia sebagai berikut: Manusia adalah makhluk berpikir (homo sapiens), akal sebagai pangkal tolak. Orang sangat menjunjung tinggi akal, baik akal teoretis maupun akal praktis. Dengan akal manusia menghasilkan pengetahuan. Dengan pengetahuan manusia dapat berbuat baik dalam pengertian sempurna. Sebagai contoh KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 41dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 kita kembali ingat kepada Rene Descartes dengan metode keraguannya yang bersemboyan: “cogito ergo sum”, yang artinya saya berpikir, jadi saya ada. Oleh karena saya sadar bahwa saya ada, maka ada yang meng-Ada-kan dan yang meng-Ada-kan itu sempurna, maka yang diciptakan itu sempurna. Atas dasar titik tolak itu, maka paham ini berpendapat, bahwa akal (pengetahuan) maha kuasa. Ini merupakan aksioma: implikasi dari pendirian ini ialah bahwa pendidikan sangat menjunjung tinggi pengaruh pengetahuan dan peranan akal. Inilah paham yang mendewakan akal atau intelektual manusia yang disebut intelektualisme. John Locke, Bapak Empirisme yang sangat mementingkan pengaruh pendidikan atas dasar teori tabularasa. Dari contohcontoh di atas kelihatan, bahwa ada nilai-nilai tertentu yang menjadi norma, misalnya pengetahuan yang merupakan norma bagi pelaksanaan pendidikan. c) Di Amerika Serikat kita berkenalan dengan John Dewey dengan filsafat Pragmatisme dan Etika Utilirianisme beserta dengan Psikologi Behaviorismenya. Normanya terletak pada: “bahwa kebenaran itu terletak pada kenyataan yang praktis”. Apa yang berguna untuk diri itu adalah benar. Segala yang sesuai dengan praktik itulah yang benar. Pandangan ini sangat berpengaruh dalam psikologi dan menghasilkan metode-metode mendidik dengan cara men-drill dan pelatihan yang pada akhirnya menghasilkan manusia sebagai mesin yang berdasarkan respons terhadap stimulus. Dari ketiga uraian di atas tampak dengan jelas, bahwa nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pandangan manusia, seseorang atau sesuatu bangsa itulah yang dijadikan norma atau kriteria untuk mendidik. Norma ini biasanya tergambar dalam rumusan tujuan pendidikannya. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 42dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Dengan demikian ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan mendidik yang bertujuan. Tujuan itu ditentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang. Sedangkan nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat normatif, maka dapat kita tegaskan bahwa Ilmu Pendidikan adalah ilmu yang bersifat normatif. Pada umumnya ilmu mendidik tidak hanya mencari pengetahuan deskriptif tentang objek pendidikan, melainkan ingin juga mengetahui bagaimana cara sebaiknya untuk berfaedah terhadap objek didiknya. Jadi dilihat dari maksud dan tujuannya, ilmu mendidik boleh disebut “ilmu yang praktis”, sebab ditujukan kepada praktik dan perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi anak didik. Walaupun ilmu pendidikan ditujukan kepada praktik mendidik, namun perlu dibedakan ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat teoretis, maupun ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat praktis-pragmatis. Dalam ilmu mendidik teoretis kita bedakan, ilmu mendidik teoretis menjadi ilmu mendidik sistematis dan ilmu mendidik historis. Dalam ilmu mendidik teoretis para cerdik pandai mengatur dan mensistematiskan di dalam pikirannya apa yang tersusun sebagai pola pemikiran pendidikan. Jadi dari praktik-praktik pendidikan disusun pemikiran-pemikiran secara teoretis. Pemikiran teoretis ini disusun dalam satu sistem pendidikan dan biasanya disebut ilmu mendidik teoretis. Ilmu mendidik teoretis ini disebut juga ilmu mendidik sistematis. Jadi sebenarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama, yaitu teoretis sama saja dengan sistematis. Dalam rangka membicarakan ilmu mendidik teoretis perlu diperhatikan sejarah pendidikan, apakah sumbangan sejarah pendidikan bagi teori pendidikan maupun praktik pendidikan. Dengan mempelajari sejarah pendidikan itu terlihat telah tersusun pandangan-pandangan teoretis yang dapat dipakai sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya. Dapatlah disimpulkan bahwa ilmu mendidik sistematis mendahului ilmu mendidik historis. Akan tetapi ilmu mendidik historis memberikan KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 43dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 bantuan dan memperkaya ilmu mendidik sistematis. Sekaligus teori yang dikemukakan baik ilmu mendidik sistematis maupun historis keduaduanya membantu para pendidik agar berhati-hati dalam praktik-praktik pendidikan. Setelah dijelaskan hubungan antara ilmu mendidik teoretis, ilmu mendidik sistematis, dan ilmu mendidik historis, maka masalah berikutnya ialah bagaimana hubungan antara ilmu mendidik historis dan ilmu mendidik praktis. Para pendidik yang jenius itu sebenarnya juga menggunakan teorinya sendiri, walaupun teori itu belum disadari atau belum disistematiskan. Seorang mahaguru ilmu mendidik J.M. Gunning pernah berkata: “teori tanpa praktik adalah baik pada kaum cerdik cendekiawan dan praktik tanpa teori hanya terdapat pada orang-orang gila dan para penjahat”. Akan tetapi pada kebanyakan pendidik diperlukan teori dan praktik berjalan bersama-sama. Kalau pendapat ini kita setujui, maka apakah yang dipelajari dari teori-teori ilmu mendidik mengenai suatu sistem pendidikan. Ilmu pendidikan itu adalah ilmu yang memerlukan pemikiran teoretis. Beberapa contoh konkret adalah sebagai berikut: a. Setiap pendidik mendengarkan kritik-kritik, catatan-catatan, sumbangan pikiran dari para ahli atau orang lain. Ia mulai memikirkan secara kritis tindakan-tindakan dalam perbuatan mendidiknya. Ia dapat belajar dari catatan, kritik, dan saran orang lain. Gunning pernah menulis: “mempelajari ilmu mendidik berarti mengubah diri sendiri menjadi lain”. Jadi ada pemikiran teoretis tentang tindakan mendidik itu sendiri, sehingga terlihat teori itu perlu. b. Salah satu masalah yang perlu pemikiran teoretis ialah apakah anak didik itu perlu berkembang. Sampai sejauh mana lingkungan pendidikan dan potensi kreativitas anak didik berkembang. Pemikiran ini sangat mendasar yang selalu KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 44dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 dibicarakan dari abad ke abad. Hal-hal ini memerlukan pemikiran teoretis. c. Jika kita membaca rumusan tujuan pendidikan dari masa ke masa, kita akan mempunya gambaran bagaimana orang memperagakan suatu gambaran ideal tentang manusia dan masyarakat yang diinginkan. d. Pendidikan membutuhkan jangka waktu panjang, karena pendidikan bercorak perbuatan mendidik. Dalam perbuatan biasanya orang dapat melihat dan memeriksakan hasilnya dengan segera. Hasil pendidikan itu baru dapat dilihat pada generasi berikutnya. Untuk meneliti hasil pendidikan itu orang harus melihat bagaimana cara bertindak, cara mendidik, dan cara hidup anak bila telah dewasa. Dapat disimpulkan bahwa pendidik memerlukan dimensi-dimensi sebagai berikut: 1) Pengetahuan dirinya sebagai pendidik. 2) Pengetahuan tentang tujuan pendidikan. 3) Pengetahuan tentang anak didik. 4) Setelah mempunyai pengetahuan tentang anak didik, dicarinya cara-cara mendidik yang sesuai dengan keadaan anak untuk membawa ke arah pencapaian tujuan. 5) Akhirnya kita perlu pengetahuan tentang martabat manusia pada umumnya pemikiran teoretis tentang martabat anak sebagai manusia. Dari uraian tersebut, kita dapat melihat ilmu pendidikan memerlukan pemikiran teoretis. Pengertian teoretis di sini diartikan sebagai pemikiran yang disusun secara teratur dan sistematis. Unsur pokok yang tersusun dalam pemikiran yang bersifat teoretis antara lain: 1) Masalah tujuan pendidikan. Gambaran manusia yang bagaimana yang menjadi norma dalil asasi antropologi yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 45dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 2) Apakah anak didik dididik sebagai makhluk yang dapat dididik, yang mempunyai kemungkinan untuk dididik. Manusia Indonesia yang dicita-citakan ialah manusia Indonesia seutuhnya atau manusia Pancasilais. Manusia Pancasilais dijabarkan dalam rumusan gambaran manusia seperti dalam rumusan tujuan pendidikan nasional, seperti yang termaktub dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1978 jo No. IV/MPR/1999. Untuk mewujudkan tujuan itu, maka melalui pendidikan formal di sekolah didirikan berbagai tingkat sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Tiap tingkat sekolah mempunyai tujuan tersendiri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Biasanya rumusan tujuan terdapat dalam kurikulum tiap tingkat sekolah dan disebut tujuan institusional. Setelah dirumuskan tujuan institusional, maka ada tujuan kurikuler. Penjabaran tujuan kurikuler itu menjadi tujuan instruksional umum. Kemudian disusun pokok-pokok bahasan. Setiap guru bertugas menyusun dan merumuskan tujuan instruksional khusus. Jadi secara berurutan dalam kurikulum biasanya tergambar dengan jelas suatu kerangka berpikir, bertujuan sebagai berikut. a. Cita-cita Nasional (alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945). b. Tujuan Nasional (alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945). c. Tujuan Pembangunan Nasional (Tap. MPR No. IV/MPR/1978 jo No. IV/MPR/1999). d. Tujuan Pendidikan Nasional (Tap. MPR No. IV/MPR/1978 jo No. IV/MPR/1999: bidang Pendidikan). e. Tujuan Institusional (tiap tingkat sekolah). f. Tujuan Kurikuler. g. Tujuan Instruksional Umum. h. Tujuan Instruksional Khusus. Selain itu ada pula cara melihat tujuan itu dari segi lain (secara teoretis). KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 46dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 a. Tujuan universal/tujuan umum/tujuan akhir/tujuan lengkap. b. Tujuan tak lengkap. c. Tujuan sementara. d. Tujuan insidental. e. Tujuan perantara. f. Tujuan khusus. Bahwa pendidikan adalah suatu perbuatan dengan sengaja. Jadi setiap pendidikan harus sadar dan melihat dengan jelas tujuan-tujuan yang hendak dicapai karena tujuan itu memberi corak terhadap setiap tindakan pendidikan. E. Pendidikan sebagai Sistem Dalam upaya mempermudah pemahaman tentang makna sistem, berikut ini disajikan beberapa definisi sebagai berikut. a. Johnson dan Rozenweig dalam Amirin (1986:10) menyatakan, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh. b. Campbell (1979:3) menyatakan, sistem merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. c. Shrode dan Voich dalam Amirin (1986:11) dalam menyusun definisi sistem hanya menampilkan unsur-unsurnya saja, yaitu himpunan bagian-bagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama satu sama lain saling mendukung, dalam rangka mencapai tujuan dan terjadi dalam lingkungan yang kompleks. Definisi-definisi yang lain masih cukup banyak dan tampaknya tidak perlu ditampilkan seluruhnya. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 47dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Satu hal yang perlu diingat adalah definsi sistem yang terkait dengan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa: “Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Mengacu pada definisi-definisi tersebut, maka dapat ditarik suatu simpulan-simpulan pendek bahwa di dalam suatu sistem terdapat: 1) Komponen-komponen yang dapat dikenali. 2) Komponen-komponen tersebut saling terkait secara teratur. 3) Komponen-komponen tersebut saling ketergantungan satu sama lain. 4) Mekanisme antarkomponen saling terkait dan merupakan satu kesatuan organisasi. 5) Kesatuan organisasi tersebut berfungsi dalam mencapai tujuan. Suatu sistem pada umumnya dibedakan menjadi dua macam yakni sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka artinya suatu sistem yang berhubungan dengan lingkungannya, komponen-komponennya dibiarkan berhubungan dengan komponen di luar sistem. Sedangkan sistem tertutup dianggap semua komponennya terisolasi dari pengaruh dari luar, walaupun di dalam kenyataannya hampir tidak dijumpai suatu sistem yang tertutup sama sekali. Suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang disebut juga subsistem yang lebih kecil. Sementara itu sub-sistem dapat pula terdiri atas sub-subsistem yang lebih kecil lagi. Dengan demikian sesungguhnya suatu sistem dapat merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar atau sebaliknya. Masing-masing subsistem saling terkait satu sama lain dalam rangka mencapai keberhasilan tujuan sebagaimana yang diharapkan. Secara lebih kompleks dapat diberikan contoh yakni tentang kegiatan proses pendidikan. Suatu kegiatan proses pendidikan secara garis besar mengaitkan tiga komponen atau subsistem pokok yaitu KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 48dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 subsistem masukan, proses, dan keluaran. Sebagai suatu sub-sistem, proses pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut. Subsistem masukan dalam keseluruhan proses pendidikan antara lain terdiri atas sub-subsistem peserta didik dengan segala macam potensinya; subsistem proses terdiri atas sub-sub-sistem pendidik, kurikulum, gedung sekolah, sarana pembelajaran, metode, dan sebagainya; sedangkan sub-subsistem keluaran meliputi hasil belajar yang berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan sebagainya. Proses pendidikan terjadi jika komponen-komponen yang ada di dalam sistem bergerak dan saling terkait. Bergeraknya masing-masing komponen belumlah dipandang cukup, karena masih harus ada saling hubungan yang bersifat fungsional dan merupakan satu kesatuan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila salah satu komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut tidak berfungsi ataupun kurang berfungsi, maka kemungkinan besar sistem tersebut tidak atau kurang berhasil dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu setiap komponen yang terdapat di dalam sistem pendidikan seluruhnya harus dapat berfungsi sesuai dengan porsinya. Dengan demikian tidak mungkin tujuan pendidikan dapat tercapai bila hanya ditangani secara parsial. Dengan kata lain pendidikan harus digarap secara sistemik yakni penanganannya harus memperhatikan seluruh komponen yang terkait. F. Elemen-Elemen Pendidikan Di dalam setiap kegiatan pendidikan hampir selalu melibatkan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah (1) peserta didik, (2) pendidik, (3) tujuan, (4) isi pendidikan, (5) metode, dan (6) lingkungan. Untuk memperoleh gambaran lebih jauh mengenai pemahaman unsur-unsur tersebut, secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 49dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 1. Peserta Didik Pandangan terhadap peserta didik kini telah mengalami banyak perubahan. Artinya peserta didik tidak lagi dianggap sebagai sosok yang pasif menerima informasi yang datang dari pendidik belaka. Era global yang salah satu di antaranya ditandai dengan maraknya arus informasi dan komunikasi secara sadar atau tidak telah mempengaruhi peserta didik yang senantiasa mendapat masukan dari berbagai pihak. Peserta didik yang relatif memiliki usia dan tingkat kelas sama bisa memiliki tingkat pengetahuan berbeda. Perbedaan ini terjadi karena adanya konteks lingkungan yang berbeda, yaitu: 1) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik bersifat aksidental (kebetulan) dan insidental (kadang-kadang), sehingga menyebabkan peserta didik tidak terprogram dalam belajarnya. 2) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik terprogram secara intensional, sengaja atau dikehendaki, sehingga peserta didik lebih siap dalam belajar. 3) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik terprogram sesuai dengan yang telah ditetapkan. 4) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik sangat optimal dan ideal, sehingga peserta didik dapat melakukan caracara belajar sebagaimana yang diharapkan. Konteks belajar seperti ini akan dapat menyebabkan peserta didik mampu berkembang secara kreatif dan optimal. Perbedaan konteks belajar yang dialami peserta didik tersebut, menjadikan mereka berbeda pula perkembangannya secara individual, khususnya pada perkembangan psikisnya. Di samping itu perbedaan individual juga terjadi akibat irama perkembangan dan faktor-faktor perkembangan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Irama perkembangan yang dimaksud meliputi perkembangan fisik yaitu berfungsinya kelenjar-kelenjar hormon, pertumbuhan rangka, badan, KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 50dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 gigi, dan sebagainya, serta perkembangan mental seperti kematangan sosial dan kesusilaan. Termasuk perkembangan mental adalah usia psikologis yang ditandai dengan tingkat kesiapan seseorang, usia pengalaman yang ditandai dengan hasil tes pencapaian belajar, dan usia kematangan intelektual, sosial dan kesusilaan ditandai dengan penyesuaian atau penguasaan tingkah laku dalam berpikir, berperasaan, kemasyarakatan, dan kesusilaan. 2. Pendidik Pendidik pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) pendidik menurut kodrat (pendidik kodrati) yang dalam hal ini adalah orang tua, dan (2) pendidik menurut jabatan (pendidik profesi) yaitu guru. Orang tua sesuai dengan kodratnya adalah sebagai pendidik pertama dan utama, karena secara sunatullah atau kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tua (ayah dan ibunya) dalam keadaan tidak berdaya. Hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua anak dapat hidup dan berkembang menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang tua menjadi pendidik adalah bukan karena keputusan atas kemauan anak, melainkan semata-mata secara kodrati anak menerima kenyataan bahwa yang bersangkutan menjadi orang tuanya. Hubungan edukatif antara orang tua dengan anaknya mengandung dua unsur dasar, yaitu: (a) unsur kasih sayang pendidik terhadap anaknya, dan (b) unsur kesadaran akan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak. Dengan dasar cinta kasih dan kasih sayang, maka perlakuan pendidik terhadap peserta didik sebagai pengabdian (tanpa pamrih pribadi) kepada anak dan bimbingannya diberikan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran serta keluar dari niat yang tulus dan ikhlas dan kelembutan hati. Berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab, maka setiap orang tua merasa dirinya terpanggil jiwanya untuk selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak dalam perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya. Usaha-usaha KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 51dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak tidak dirasakan sebagai beban, melainkan lebih cenderung sebagai suatu tugas dan kewajiban sebagai amanah yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Dalam kenyataan, kini makin banyak orang tua sebagai pendidik kurang mampu untuk memenuhi semua tanggung jawabnya, terutama karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan kebudayaan yang sangat cepat yang melahirkan berbagai kebutuhan anak dalam perkembangannya. Di samping itu mengingat orang tua terutama yang ada di kota semakin tidak mempunyai cukup waktu untuk bergaul dan berinteraksi edukatif dengan anaknya. Mengingat keterbatasan para orang tua tersebut, maka pendidikan yang secara kodrati menjadi tugas dan tanggung jawabnya, berangsur-angsur telah dialihkan kepada negara dan masyarakat. Dengan kata lain intervensi negara dan masyarakat kini porsinya semakin banyak dalam menangani usaha-usaha pendidikan daripada keterlibatan orang tua. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa di samping orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mendidik, maka secara bersama-sama juga melibatkan pemerintah dan masyarakat yakni berupa tenaga pendidik profesi yang dikenal sebagai guru. Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab mendidik dari tiga pihak, yaitu: (1) orang tua, (2) masyarakat, dan (3) negara (pemerintah). Tanggung jawab dari orang tua yang diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan, pengajaran dan pelatihan, sesuai dengan perkembangan peserta didik, dan diharapkan pula dari pribadi guru memancar sikap dan sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat dari orang tua pada umumnya, yaitu: (1) Kasih sayang. Atas dasar rasa kasih sayang ini, maka guru dengan sendirinya akan mudah mengembangkan sifat-sifat baik lainnya, misalnya: sabar, KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 52dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 ada perhatian dan kepedulian, suka memahami, suka membantu, bersahabat, merasa dekat, serta tidak pilih kasih, dan adil. (2) Bertanggung jawab. Dorongan rasa tanggung jawab guru diharapkan juga mampu mengembangkan sifat anak, seperti: tekun, rajin, sopan, riang, sportif, dan terpuji. Bila semua sifat di atas dapat dilakukan oleh guru, maka tugas yang dilakukan oleh guru diharapkan akan dapat berhasil. Di samping itu jabatan guru juga harus memenuhi syarat-syarat, antara lain: (a) Berijazah guru (lulusan LPTK) dengan kriteria tertentu, misal, pendidikan jenjang S1untuk guru pendidikan dasar dan menengah dan jenjang S2 untuk tenaga dosen (b) Berjiwa Pancasila, religius, dan berkebudayaan kebangsaan Indonesia. (c) Menghormati setiap aliran agama dan keyakinan hidup. (d) Susila dan cakap, demokratis serta bertanggung jawab. (e) Menguasai bahasa Indonesia. (f) Sehat jasmani dan rohani termasuk juga tidak mempunyai cacat fisik dan mental yang dapat mengganggu tugasnya sebagai seorang guru. Adapun sifat-sifat yang digolongkan ke dalam moral-etika atau budi pekerti yang luhur (akhlakul karimah) yang wajib dimiliki oleh para guru (pendidik) adalah sebagai berikut: a. Berlaku jujur b. Bersikap adil terhadap siapa pun c. Cinta kepada kebenaran d. Bertindak arif lagi bijaksana e. Suka memaafkan f. Tidak pembenci dan pendendam g. Mau mengakui kesalahan sendiri h. Ikhlas berkorban KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 53dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 i. Tidak mementingkan diri sendiri (egoistis) k. Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela, termasuk menghindarkan/ menjauhkan diri dari “mo limo” (“5-m”), yaitu: “main” (berjudi, menyabung ayam), “maling” (mencuri, korupsi), “minum” (minuman keras, wiski, brendi), “madat” (menghisap narkoba, morfin, ganja), dan “madon” (perzinahan atau pelacuran). Di samping seorang guru dituntut memiliki sifat yang baik, dituntut pula memiliki sikap-sikap yang baik ialah: a. Bersikap sopan-santun b. Bersikap tangkas dan antusias c. Bersikap optimistis d. Mempunyai pandangan ke depan dan luas e. Mempunyai perhatian penuh kepada siswa f. Mempunyai perhatian penuh terhadap kegiatan-kegiatan kelas g Bertabiat jujur dan sabar h. Berlaku ramah kepada siswa i. Selalu rapi dalampreventif berpakaian (tidak memakai sandal dan kaos oblong) j. Bersikap disiplin k. Suka membantu persoalan-persoalan siswa Tugas utama guru adalah mendidik para siswanya, dengan demikian siswa belajar dari kehidupan yang telah ditanamkan oleh gurunya. Dalam konteks ini sosok guru sebagai represenntasi dari orang tua dalam mendidik anak di sekolah, kiranya perlu memperhatikan pesan Dorothy sebagaimana: Jika anak dibesarkan dengan celaan, pada dasarnya ia belajar memaki; Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, pada dasarnya ia belajar berkelahi; KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 54dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, pada dasarnya ia belajar rendah diri Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, pada dasarnya ia belajar menyesali diri Jika anak dibesarkan dengan toleansi, padadasarnya ia belajar menahan diri Jika anak dibesarkab dengan dorongan, pada dasarnya ia belajar percaya diri Jika anak dibesarkan dengan pujian, pada dasarnya ia belajar menghargai Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, pada dasarnya ia belajar keadilan Jika anak dibesarkan dengan dukungan, pada dasarnya ia belajarmenyenangi dirinya Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persabatan, pada dasarnya belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Selain hal-hal tersebut di atas, seorang guru/pendidik juga harus mengenal alat pendidikan yang normatif yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: (1) alat pendidikan preventif, dan (2) alat pendidikan represif. (1) Alat Pendidikan Preventif. Alat pendidikan preventif adalah alat pendidikan yang bersifat pencegahan. Tujuan alat-alat pendidikan ini untuk menjaga agar hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran dari proses pendidikan dapat dihindarkan. Termasuk dalam alat-alat pendidikan preventif ialah (1) Tata tertib, (2) Anjuran dan perintah, (3) Larangan dan ancaman, (4) Paksaan, dan (5) Disiplin. (2) Alat Pendidikan Represif. Alat pendidikan represif disebut juga alat pendidikan kuratif atau alat pendidikan korektif (perbaikan). Alat pendidikan represif bertujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal yang benar, yang baik KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 55dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 dan yang tertib. Alat pendidikan represif diadakan bila terjadi sesuatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan peraturan-peraturan, atau sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar peraturan. Termasuk dalam alat-alat pendidikan represif ialah (a) pemberitahuan, (b) teguran, (c) peringatan, (d) hukuman (puhishment), dan (e) ganjaran/penghargaan (reward). Untuk mempertegas bahwa pendidik memegang peranan penting dan strategis, di bawah ini dikemukakan mengenai kompetensi guru Indonesia yang meliputi: 1. Kompetensi Personal/Kepribadian yang terdiri atas: a. Guru harus beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Guru harus berbudi pekerti yang luhur (berakhlak mulia) c. Guru harus berkepribadian d. Guru harus menjadi manusia yang mandiri e. Guru harus berupaya untuk maju f. Guru harus tangguh g. Guru harus cerdas dan terampil h. Guru harus senantiasa berpikir kritis, kreatif, dan inovatif i. Guru harus memiliki disiplin yang tinggi j. Guru harus beretos kerja yang tinggi k. Guru harus mempunyai profesionalisme yang mantap l. Guru harus bertanggung jawab m. Guru harus produktif n. Guru harus menjadi seorang yang saleh, jujur dan dapat dipercaya o. Guru harus sehat jasmani dan rohani (disarikan dari GBHN 1993) 2. Kompetensi Profesional/Keahlian yang terdiri atas: a. Guru harus mampu menguasai materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 56dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 b. Guru harus mampu merancang program pembelajaran (SP dan RP) c. Guru harus mampu mengelola kelas (manajemen kelas dan disiplin kelas) d. Guru harus mampu melaksanakan interaksi belajar dan mengajar e. Guru harus mampu menguasai landasan-landasan kependidikan f. Guru harus mampu memilih dan memanfaatkan metode, media, dan sumber belajar g. Guru harus mampu menilai (mengevaluasi) proses dan hasil belajar siswa h. Guru harus mampu melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah i. Guru harus mampu menyelenggarakan administrasi dan supervisi pendidikan j. Guru harus mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk keperluan pengajaran 3. Kompetensi Sosial/Kemasyarakatan yang terdiri atas: a. Guru harus mampu bergaul dengan atasan b. Guru harus mampu bergaul dengan teman sejawat (seprofesi) c. Guru harus mampu bergaul dengan siswa d. Guru harus mampu bergaul dengan orang tua siswa e. Guru harus mampu bergaul dengan masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat 3. Tujuan Setiap kegiatan pendidikan baik di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat tentu memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Misalnya pada saat peserta didik mengalami perkembangan, pendidik memiliki tujuan agar peserta didik: (1) pandai berbicara, membaca dan menulis, berhitung dan sebagainya; (2) bertambah cerdas, rajin, teliti, berani, dan sebagainya; dan (3) berbudi pekerti luhur, cinta bangsa dan tanah air, dan sebagainya. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 57dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Semua tujuan di atas merupakan “tujuan yang baik”, tujuan-tujuan yang baik sangat banyak jumlahnya dan tidak mungkin dicapai sekaligus oleh peserta didik. Kita dapat membedakan fungsi-fungsi tujuan pendidikan tersebut di atas. Tujuan yang tertera pada butir (1) dapat diartikan lebih berfungsi sebagai alat (“means”) untuk mencapai perkembangannya. Tujuan ini pada gilirannya menjadi alat pula bagi tujuan lain yang lebih tinggi. Tujuan-tujuan yang tergolong pada butir; (2) seperti: cerdas, rajin, dan sebagainya lebih merupakan tujuan yang intrinsik yang merupakan bagian yang integral dari peserta didik. Tujuantujuan dalam kelompok butir; dan (3) merupakan suatu nilai ideal yang biasa dikenal sebagai nilai-nilai hidup (“values of life”) (Muhajir, 1987: 2 – 3). Menurut teori pendidikan semua tujuan tersebut di atas, harus normatif baik, artinya: (1) tujuan berupa alat untuk mencapai tujuan disebut normatif baik, bila penggunaan dan pemilihan alat-alat itu (seperti cakap berhitung) cocok dengan nilai hidup, dan tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik; (2) tujuan berupa perkembangan kecerdasan dikatakan baik, jika dikaji dari hakikat perkembangan peserta didik sebagai pribadi adalah baik; dan (3) tujuan berupa budi pekerti adalah normatif apabila dapat diterima sebagai nilai hidup yang baik. Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte Theoretische Paedagogiek dibedakan adanya berbagai macam tujuan pendidikan sebagai berikut. 1) Tujuan Umum Tujuan umum disebut pula tujuan universal/tujuan lengkap/tujuan akhir/tujuan sempurna. Tujuan umum ialah tujuan di dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik. Tujuan ini berakar dari tujuan hidup dan tujuan ini berhubungan dengan pandangan tentang hakikat manusia, tentang apa tugas dan arah hidup manusia di dunia ini, yakni sebagai manusia dewasa, susila, mandiri, dan bertanggung jawab. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 58dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 2) Tujuan Tidak Sempurna Yang dimaksud dengan tujuan tidak sempurna atau tidak lengkap adalah tujuan yang menyangkut segi-segi tertentu, seperti: kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, keindahan, seksual, dan lain-lain. Sehubungan dengan itu, maka kita mengenal pendidikan kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, dan sebagainya. Kesemuanya itu tidak terlepas dari tujuan umum. 3) Tujuan Sementara Disebut sebagai tujuan sementara, karena merupakan tempat pemberhentian sementara belajar berbicara, membaca dan menulis, dan sebagainya dalam rangka mencapai tujuan sementara yang lebih tinggi dalam perkembangan anak lebih lanjut ialah belajar berkomunikasi dalam kehidupannya. 4) Tujuan Perantara Tujuan ini dinamakan juga tujuan “intermediair”. Tujuan ini ditentukan dalam rangka mencapai tujuan sementara. Sebagai contoh dalam mata pelajaran aritmatika tujuan sementaranya adalah anak dapat menguasai perkalian bilangan satu sampai seratus. Contoh yang lain adalah umat Islam memiliki kitab suci Al-Quran. Namun karena Al-Quran itu berbahasa Arab, ia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Untuk itu ia mengikuti kursus bahasa Arab. Nah, tujuan mengikuti kursus bahasa Arab itulah yang dinamakan tujuan perantara, agar ia mampu memahami isi kandungan Al- Quran. 5) Tujuan Insidental Tujuan ini hanya merupakan peristiwa-peristiwa yang terlepas saat demi saat dalam proses menuju pada tujuan umum. Misalnya pada saat ayah menerima tamu anak-anak yang terlalu ramai di dalam kamar KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 59dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 diperintahkan agar tidak gaduh, sehingga suasana menjadi tenang. Setelah itu tujuan untuk tenang tidak diusahakan lagi, karena tujuan agar ayah dapat berbicara dengan tamunya dengan suasana yang tenang sudah tercapai. 6) Tujuan Khusus Tujuan ini adalah pengkhususan dari tujuan umum, misalnya sehubungan dengan gender, maka diselenggarakan sekolah SMKK (khusus putri) dan STM (khusus putra). 4. Isi Pendidikan Yang termasuk isi pendidikan ialah segala sesuatu yang oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik dan diharapkan untuk dikuasai peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu syarat-syarat pemilihan materi pelajaran harus mendapatkan perhatian tersendiri. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah (a) materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan, dan (b) materi harus sesuai dengan peserta didik. (1) Materi Sesuai dengan Tujuan Pendidikan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pendidikan senantiasa mengandung nilai normatif. Oleh karena itu, materi yang disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik juga mengandung nilai normatif. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai material, nilai formal, nilai praktis/fungsional, nilai sosial, nilai etis, dan nilai estetis. Nilai material dari suatu materi pelajaran adalah makna materi bagi pembentukan pribadi peserta didik. Nilai formal suatu materi pelajaran adalah makna materi bagi pembentukan kecerdasan anak. Adapun nilai praktis/fungsional suatu materi pelajaran adalah makna materi bagi kehidupan praktis/fungsional untuk menguasai materi yang lain. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 60dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Sedangkan nilai sosial, nilai etis, dan nilai estetis materi pelajaran adalah makna materi yang berguna dalam rangka membentuk sikap dan sifat sosial, etika-moral atau perilaku, dan estetika atau nilai keindahan peserta didik sesuai dengan tuntutan sosial budaya atau sosio-kultural suatu masyarakat. (2) Materi Sesuai dengan Peserta Didik. Pemilihan materi pendidikan dalam hal ini materi pelajaran kecuali harus sesuai dengan tujuan pendidikan, dituntut pula agar sesuai dengan peserta didik yang mempelajarinya. Hal ini berarti materi yang akan diberikan, harus dapat disesuaikan dengan kemampuan, menarik perhatian, jenis kelamin, umur, bakat dan pembawaan, minat dan perhatian, latar belakang, dan pengalaman peserta didik. 5. Metode Peristiwa pendidikan ditandai adanya interaksi edukatif. Agar interaksi yang terjadi dapat berlangsung secara edukatif, efisien dan efektif dalam mencapai tujuan, maka diperlukan metode yang tepat, di samping itu diperlukan pula pemilihan materi yang sesuai. Metode pada dasarnya berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan baik tidaknya suatu metode, diperlukan patokan (kriterium). Salah satu kriterium utama yang menentukan dalam penggunaan metode adalah tujuan yang akan dicapai. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan proses pembelajaran selain kriterium tujuan, diperlukan pula kriterium lain yaitu peserta didik, situasi, kemampuan guru, dan sebagainya. Oleh karena itu penggunaan suatu metode banyak tergantung pada kemampuan guru yang bersangkutan. Dalam proses pembelajaran sering terjadi bahwa metode “X” kurang berhasil ketika diterapkan oleh guru A, tetapi mengalami sukses ketika diterapkan oleh guru B, dan gagal ketika diterapkan oleh guru C. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 61dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Dengan demikian setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. 6. Lingkungan Situasi lingkungan pada dasarnya juga dapat mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan yang dimaksud meliputi: lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik (teknik, bangunan, gedung, dan lain-lain), dan lingkungan alam fisis (cuaca, musim, dan lain-lain). Sebagai salah satu unsur pendidikan, situasi lingkungan secara potensial dapat menunjang atau menghambat usaha pendidikan. Di samping itu juga dapat menjadi sumber belajar yang direncanakan ataupun sebagai sumber belajar yang dimanfaatkan oleh pendidik. Yang jelas antara situasi lingkungan dan unsur-unsur lainnya, seperti: peserta didik, pendidik, tujuan, isi pendidikan, dan metode saling berhubungan dan mempengaruhi dalam pelaksanaan proses pendidikan. Pada hal-hal tertentu, yaitu situasi lingkungan tertentu dapat berpengaruh negatif terhadap pendidikan, maka situasi lingkungan tersebut menjadi pembatas pendidikan. G. Rangkuman Pendidikan merupakan proses untuk mengoptimalkan potensi manusia dalam mengetahui, memahami, dan menguasai pengetahuan dan keterampilan hidup tertentu. Pendidikan pada hakikatnya merupakan satu system yang memiliki unsure-unsur (elemen-elemen) yang saling terkait satu sama lain berproses untuk mencapai tujuan tertentu. H. Diskusi 1. Mengapa pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah siswa? Jelaskan dan berikan contoh. 2. Pendidikan merupakan ilmu pengetahuan. Jelaskan syarat pendidikan disebut sebagai ilmu pengetahuan, berikan contoh. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected] FORMULIR MUTU BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07 No. Revisi 02 Hal 62dari 62 Tanggal Terbit 27 Februari 2017 Daftar Pustaka Muhadjir, N. (1993). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan. Rake Sarasin: Yogyakarta. Munib, A. dkk. (2006). Pengantar ilmu pendidikan, Semarang : Unnes Press. Sadulloh, U. (2012). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alvabeta. Salam, H.B. (1997). Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik). Bandung: Rineka Cipta.