LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN ACARA III IMITASI DARI PERBANDINGAN FENOTIPE YANG MENGALAMI MODIFIKASI Disusun Oleh: Nama : Naufal Wahyu Dhiyauddin NPM : 2010401063 Kelas : Agroteknologi 02 Asisten Praktikum : Yulia Yoona PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TIDAR 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman bentuk fisik dari anggota tubuh makhluk hidup merupakan contoh variasi adanya pewarisan sifat yang tampak pada individu atau sering disebutdengan pola hereditas. Penjelasan tentang pola hereditas yang sering digunakan sebagai acuan oleh banyak orang selama tahun 1800an adalah hipotesis “pencampuran”, gagasanini menjelaskan bahwa materi genetic yang akan mengalir pada keturunan suatu individu berasal dari penyumbangan atau perpaduan gen dari keduaorang tua yang mekanismenya dapat digambarkan seperti pencampuran cat biru dan kuning yang bercampur menjadi hijau. Seiring berjalannya waktu, Hipotesis tersebut berhasil memprediksi bahwa selama beberapa generasi, populasi yang mengalami proses kawin akan memunculkan populasi individu yang seragam. Akan tetapi, pengamatan tersebut dipatahkan oleh serangkaian hasil percobaan pembiakan dengan hewan dan tumbuhan dimana hasilnya menentang prediksi tersebut. Hipotesis pencampuran ini pada akhirnya dianggap gagal, karena hipotesis tersebut juga tidak bisa menjelaskan berbagai fenomena lain dari pewarisan sifat, misalnya sifat yang muncul kembali setelah melompati satu generasi. Setelah hipotesis tersebut terpatahkan, selanjutnya muncul seorang ilmuan berkebangsan Australia bernama Geogor Mendel, beliau merupakan seorang yang untuk pertama kalinya melakukan percobaan persilangan dengan menggunakan tumbuhan sebagai bahan utama pada tahun 1866. Mendel mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri. Pada percobaan tersebut mendel melakukan percobaan dengan masing-masing sifat yang dipelajari adalah: tinggi tanaman, warna bunga, bentuk biji, dan lain-lain yang bersifat dominan dan resesif. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya praktikum acara 3 yaitu untuk mengenal berbagai macam interaksi gen, kemudian menetapkan genotip dan fenotipe tanaman F, akhirnya menetapkan genotype dan fenotipe tanaman parental. 1.3 Manfaat - Praktikan mampu mengenal berbagai macam interaksi gen - Praktikan mampu menetapkan genotip dan fenotip tanaman F - Praktikan mampu menetapkan genotip dan fenotip tanaman parental BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hukum Mendel Ada 2 macam hukum mendel, dimana keduanya diberlakukan pada kasus yang berbeda. Hukum I Mendel disebut juga hukum segregasi menyatakan bahwa “pada pembentukan gamet kedua gen yang merupakan pasangan akan dipisahkan dalam dua sel anak”. Hukum ini berlaku untuk persilangan monohybrid dengan dominansi. Hukum segregasi menyatakan bahwa alel-alel akan berpisah bebas dari diploid menjadi haploid pada saat pembentukan gamet. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang antara ercis berbunga ungu dengan ercis berbunga putih dengan satu faktor pembawa. Pada Hukum II Mendel dikenal dengan hukum Independent Assortment menyatakan bila dua individu berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih,maka diturunkannya sifat sepasang itu tidak tergantung pada sifat pasangan yang lainnya. Hukum ini berlaku untuk persilangan dihybrid. Keturunan pertama menunjukkan sifat fenotipe dominan dan keturunan kedua menunjukkan fenotipe dominan dan resesif dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkwinan silang antara ercis biji kuning dengan bentuk bulat RRYY dengan ercis biji hijau dengan bentuk keriput (Agus, Rosana dan Sjafaraenan,2013). 2.2 Penyimpangan Hukum Mendel Penyimpangan semu hukum mendel adalah penyimpangan yang tidak keluar dari hukum Mendel walaupun terjadi perubahan pada rasio F2-nya karena gen memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga rasio fenotipe tidak sama dengan yang diuraikan oleh hukum Mendel (Abdurrahman, 2008). Penyimpangan semu hukum Mendel terjadinya suatu Kerjasama berbagai sifat yang memberikan fenotipe berlainan namun masih mengikuti hukum-hukum perbandingan genotype dari Mendel (Susanto, 2011). Penyimpangan semu meliputi interaksi alel, dominansi tidak sempurna, kodominan, alel ganda, alel letal, interaksi gen, polimeri, kriptometri, serta epistasis dan hypostasis. Penyimpangan ini disebabkan oleh genetic dan interaksi alel dimana alel-alel yang berasal dari gen yang berbeda terkadang berinteraksi dengan memunculkan perbandingan fenotipe yang tidak umum. Hal tersebut menyebabkan dominasi suatu alel terhadap alel lain tidak sellalu terjadi. Penyimpangan semu meliputi: a. Interaksi alel adalah berbagai bentuk interaksi alel yang merupakan interaksi dominan tidak sempurna, kodominan, variasi dua atau lebih gen sealel (alel ganda), dan alel letal (Susanto, 2011). b. Dominansi tidak sempurna (incomplete dominance) adalah alel dominan tidakdapat menutupi alel resesif sepenuhnya sehingga keturunan yang heterozigotmemiliki sifat setengah dominan dan setengah resesif (Susanto, 2011). c. Kodominan adalah dua alel suatu gen yang menghasilkan produk berbedadengan alel yang satu tidak dipengaruhi oleh alel yang lain. Contohnya sapi berwarna merah kodominan terhadap sapi putih menghasilkan anak sapi roan (Susanto, 2011). d. Alel ganda adalah fenomena adanya tiga atau lebih alel dari suatu gen.Umumnya gen tersusun dari dua alel alternatifnya. Alel ganda dapat terjadiakibat mutasi dan mutasi menyebabkan banyak variasi alel. Gejala adanya dua atau lebih fenotipe yang muncul dalam suatu populasi dinamakan polimorfisme (Susanto, 2011). e. Alel letal adalah alel yang dapat menyebabkan kematian bagi individu yangmemilikinya. Alel letal resesif adalah alel yang dalam keadaan homozigotresesif dapat menyebabkan kematian. Contoh alel letal resesif adalah albino pada tumbuhan dan sapi bulldog. Alel letal dominan adalah alel yang dalam keadaan dominan dapat menyebabkan kematian. Contohnya ayam jambul. f. Interaksi gen menyebabkan terjadinya atavisme, polimeri, kriptomeri, epistasisdan hipostasis, serta komplementer. Interaksi ini menyebabkan rasio tidaksesuai dengan Hukum Mendel, tetapi menunjukkan adanya variasi. g. Atavisme adalah munculnya suatu sifat sebagai akibat interaksi dari beberapagen. Contoh atavisme adalah sifat genetis pada jengger ayam. Ada empat bentuk jengger ayam, yaitu walnut (R_P_), rose (RRP_), pea (rrP_), dan single(rrpp). Perbandingan fenotipenya adalah walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 :1. h. Komplementer, yaitu bentuk gen yang saling melengkapi. Jika salah satu gen tidak muncul, maka sifat yang dimaksud oleh gen tersebut juga tidak muncul atau muncul tidak sempurna. Perbandingan penyimpangan semu ini adalah 9 : 7. i. Polimeri, yaitu dua gen atu lebih yang menempati lokus yang berbeda tetapi memiliki sifat yang sama. Penyimpangan ini menghasilkan perbandingan 15 : 1. j. Kriptometri, yaitu suatu sifat tersembunyi pada induk dan akan muncul pada keturunannya karena adanya dua gen dominan yang bertemu membentuk sifat lain dan adanya satu gen yang bersifat epistatis. Perbandingan persilangan ini yaitu 9 : 3 : 4. k. Epistasis dan Hypostasis, epistatis merupakan sifat yang menutupi, sedangkan hipostatis adalah sifat yang tertutupi. - Epistatis dominan, adalah adanya gen dominan yang menutupi (bersifat espistatis). Perbandingannya yaitu 12 : 3 : 1. - Epistatis resesif, yaitu terdapat satu gen resesif yang bersifat epistatis. Perbandingannya yaitu 9 : 3 : 4. 2.3 Interaksi Gen Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe,tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakanhasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik (Ramadhani, 2013). interaksi juga dapat terjadi secara genetic. Peristiwa interaksi gen terjadi pada pola pewarisan bentuk jengger ayam (Suryo, 2011). Persilangan ayam jengger mawar dengan ayam jengger ercis menghasilkan keturunan dengan bentuk yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger keduanya. ayam hybrid memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan fenotipe walnut : mawar : ercis : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1. Dari fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal (Ramadhani, 2013). 2.4 Imitasi Perbandingan Genetik dan Uji Chi-Square Imitasi merupakan bagian dari teori Social Learning atau Teori Pembelajaran Sosial yang memiliki prinsip dasar bahwa sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation), penyajian contoh perilaku (modeling) (Kusuma, 2012). Cara membedakan dua atau tiga hal berbeda dalam pewarisan sifat dari orang tua kepada keturunannya yang akan menghasilkan pebandingan yang signifikan disebut perbandingan genetis. Sehingga imitasi perbandingan genetis dapat diartikan sebagai perbandingan yang dimiliki makhluk hidup yang tidak dimiliki oleh individu lain karena memperhitungkan sifat genetik yang dimiliki seseorang masing-masing berbeda. Uji Chi-Square Kuadrat merupakan uji hipotesis yang membandingkan frekuensi observasi yang benar-benar terjadi atau actual dengan frekuensi harapan atau ekspektasi (Putri, 2013). Untuk mendapatkan bagian depan dan belakang, kita dapat menggunakan distribusi normal untuk menentukan apakah frekuensi kedua hasil cukup besar dengan frekuensi yang diharapkan. Namun, jika ada lebih dari dua hasil (seperti hasil k), distribusi normal tidak dapat digunakan untuk menguji perbedaan yang signifikan antara frekuensi pengamatan dan frekuensi yang diharapkan. Gunakan uji chi-square untuk menguji hipotesis (uji chi-square diwakili oleh (X²). Jika kita memiliki frekuensi observasi hingga k, yaitu o1, o2, o3, .... ok dan frekuensi yang diharapkan yaitu e1, e2, e3, ..., ek, maka tuliskan rumus chisquare (Oktarisna, 2013) : x2 = ∑𝑘𝑖=1 (𝑜𝑖−𝑒𝑖) 𝑒𝑖 Jika X2 = 0, maka ada kesesuaian sempurna antara hasil observasi dan nilai harapan. jika X2 > 0, maka antara hasil observasi dan nilai harapan tidak terjadi kesesuaian sempurna. semakin besar nilai X2, ketidaksesuaian antara hasil observasi dan nilai harapan juga semakin besar (Oktarisna, 2013). BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum acara 3 dilaksanakan di Desa Pasanggrahan 02/03, Tirto, Grabag, Magelang pada Hari Sabtu 29 Mei 2021 pukul 12.00 WIB. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum acara 3 yaitu 160 butir kancing, dimana terdiri dari 4 warna (Hijau, Kuning, Ungu, Pink), dan masing masing warna berjumlah 40 butir. Selanjutnya adalah 4 buah kantong, dan alat tulis. Dikarenakan bahan praktikum sifatnya opsional dan mempertimbangkan keefektifan, maka saya menggunakan sedotan 4 warna yang sudah saya potong potong sesuai jumlah yang diperlukan. 3.3 Langkah Kerja 1) Menyiapkan alat dan bahan 2) Menetapkan rasio perbandingan gen kemudian mengambil kancing sesuai rasio tersebut 3) Campur kancing yang sudah disiapkan 4) Masukkan kancing ke dalam kantong sesuai rasio perbandingan 5) Mengambil kancing dari dalam kantong tanpa melihat isi kantong sesuai dengan rasio perbandingan 6) Mencatat hasil yang didapat pada tabel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fenotip Hasil yang Didapat 5:5:4:2 12:2:2 8:4:4 13:3 10:6 Hasil yang Diharapkan 9:3:3:1 12:3:1 9:3:4 13:3 9:7 12:4 15:1 10:3:3 9:6:1 Devisi Segregasi normal Epistasis dominan Epistasis resesif Dominan epistasis Epistasis resesif duplikat Epistasis dominan duplikat Interaksi gen polimer 4.1.1 Perbandingan 9:3:3:1 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Ungu Pink Total O (hasil percobaan) 5 5 4 2 16 E (hasil yang diharapkan) 9 3 3 1 16 d = [O-E] d2/E 4 2 1 1 2 1,33 1 1 2 X h = 5,33 d = [O-E] d2/E 0 1 1 0 0,33 0,33 2 X h = 0,66 4.1.2 Perbandingan 12:3:1 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Ungu Total O (hasil percobaan) 12 2 2 16 E (hasil yang diharapkan) 12 3 1 16 4.1.3 Perbandingan 9:3:4 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Ungu Total O (hasil percobaan) 8 4 4 16 E (hasil yang diharapkan) 9 3 4 16 d = [O-E] d2/E 1 1 0 0,33 0,33 0 2 X h = 0,66 d = [O-E] d2/E 0 0 0 0 2 X h= 0 d = [O-E] d2/E 1 1 0,11 0,14 2 X h = 0,25 d = [O-E] d2/E 3 3 0,6 9 2 X h = 9,6 4.1.4 Perbandingan 13:3 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Total O (hasil percobaan) 13 3 16 E (hasil yang diharapkan) 13 3 16 4.1.5 Perbandingan 9:7 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Total O (hasil percobaan) 10 6 16 E (hasil yang diharapkan) 9 7 16 4.1.6 Perbandingan 15:1 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Total O (hasil percobaan) 12 4 16 E (hasil yang diharapkan) 15 1 16 4.1.7 Perbandingan 9:6:1 Kelas Fenotipe Hijau Kuning Ungu Total O (hasil percobaan) 10 3 3 16 E (hasil yang diharapkan) 9 6 1 16 d = [O-E] d2/E 1 3 2 0,11 1,5 4 2 X h = 4,78 B. Pembahasan Penyimpangan semu hukum mendel merupakan penyimpangan yang tidak keluar dari hukum Mendel walaupun terjadi perubahan pada rasio F2-nya karena gen memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga rasio fenotipe tidak sama dengan yang diuraikan oleh hukum Mendel. Untuk mengetahui apakah penyimpangan sesuai dengan hukum nisbah Mendel atau tidak, maka digunakan uji Chi-Square Test. Pada tabel 4.1.1 yaitu rasio 9:3:3:1 didapatkan hasil percobaan 6:5:3:2 dengan nilai X2h = 5,33 dan X2t = 7,81 sehingga persilangan tersebut masih memenuhi hukum nisbah mendel namun hasil masih kurang baik. Tabel 4.1.2 yaitu rasio 12:3:1 didapatkan hasil percobaan 13:2:1 dengan nilai X2h = 0,66dan X2t = 5,99 sehingga persilangan tersebut memenuhi hukum nisbah mendel dan hasil sangat baik. Tabel 4.1.3 yaitu rasio 9:3:4 didapatkan hasil percobaan 9:4:3 dengan nilai X2h = 0,66 dan X2t = 5,99 sehingga persilangan tersebut memenuhi hukum nisbah mendel dan hasil sangat baik. Tabel 4.1.4 yaitu rasio 13:3 didapatkan hasil percobaan 13:3 dengan nilai X2h = 0 dan X2t = 3,84 sehingga persilangan tersebut memenuhi hukum nisbah mendel dan hasil sangat baik karena nilai X2h sama dengan 0. Tabel 4.1.5 yaitu rasio 9:7 didapatkan hasil percobaan 6:10 dengan nilai X2h = 0,25 dan X2t = 3,84 sehingga persilangan tersebut memenuhi hukum nisbah mendel dan hasil baik. Tabel 4.1.6 yaitu rasio 15:1 didapatkan hasil percobaan 12:4 dengan nilai X2h = 9,6 dan X2t = 3,84 sehingga persilangan tersebut tidak memenuhi hukum nisbah mendel dan hasil sangat buruk. Tabel 4.1.7 yaitu rasio 9:6:1 didapatkan hasil percobaan 10:3:3 dengan nilai X2h = 4,78 dan X2t = 5,99 sehingga persilangan tersebut memenuhi hukum nisbah mendel meskipun hasil kurang baik. BAB V KESIMPULAN 1. Penyimpangan semu hukum mendel adalah penyimpangan yang tidak keluar dari hukum Mendel walaupun terjadi perubahan pada rasio F2-nya karena gen memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga rasio fenotipe tidak sama dengan yang diuraikan oleh hukum Mendel. 2. Penyimpangan Hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotip yang berbeda dengan dasar monohibrid atau dihibrid tetapi hasil penyimpangan ini tidak keluar dari aturan hukum Mendel. 3. Penyimpangan hukum Mendel dapat dipengaruhi oleh faktor alami, faktor dari dalam maupun faktor dari luar organisme. Penyimpangan Hukum Mendel meliputi kriptomeri, polimeri, komplementer, atavisme, epistasis dan hipostasis. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Deden. 2008. Biologi Kelompok Pertanian. Grafindo Media Pratama. Bandung. Agus, Rosana dan Sjafaraenan. 2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas Hasanuddin. Makassar. Jurnal Pembelajaran Biologi. Vol 9, No2. Oktarisna, F., Andy, S., Arifin, N. 2013. Pola Pewarisan Sifat Warna Polong pada Hasill Persilangan Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Varietas Introduksi dengan Varietas Lokal. Jurnal Produksi Tanaman. 1 (2): 82-84. Putri E.D. 2013. Aplikasi Kombinator dalam Analisis Genetika Mendelian. Jurnal Pendidikan Sains. 1 (1) : 23-26. Suryo. 2011. GenetikaManusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Susanto, A. H. 2011.Genetika. Yogyakarta : Graha Ilmu