(TM 2) Ega Ayunda Ashar 131811133095

advertisement
RESUME TM 2 KEPERAWATAN TROPIK INFEKSI
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIK INFEKSI YANG DISEBABKAN
OLEH VIRUS: DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF DAN DSS)
Dosen Pengampu :
Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh :
Ega Ayunda Ashar
131811133095
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020/2021
A. DEFINISI DAN ETIOLOGI
Demam dengue/DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Penyakit DBD mempunyai
perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang
meninggal akibat penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga
dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue, dan dengue shock sindrom
(DDS). Penyakit DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang merupakan
Arbovirus (arthro podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus
dan Aedes Aegepty ).
B. EPIDEMIOLOGI
Empat virus dengue berasal dari monyet dan secara independen menular ke manusia di
Afrika atau Asia Tenggara antara 100 dan 800 tahun yang lalu. Dengue tetap merupakan penyakit
yang terbatas secara geografis dan minor sampai pertengahan abad ke-20. Gangguan perang dunia
kedua khususnya transportasi nyamuk Aedes di seluruh dunia dalam kargo diduga telah
memainkan peran penting dalam penyebaran virus. DBD pertama kali didokumentasikan hanya
pada 1950-an selama epidemi di Filipina dan Thailand. Tidak sampai tahun 1981, sejumlah besar
kasus DBD mulai muncul di Karibia dan Amerika Latin, di mana program pengendalian Aedes
yang sangat efektif telah ada sampai awal 1970-an.
Baru-baru ini sekitar 2,5 miliar orang, atau 40% dari populasi dunia, tinggal di daerah di
mana ada risiko penularan demam berdarah. Dengue endemik di setidaknya 100 negara di Asia,
Pasifik, Amerika, Afrika, dan Karibia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
bahwa 50 hingga 100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan 22.000
kematian, sebagian besar di antara anak-anak.
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini sangat cocok hidup di
iklim tropis atau pun sub tropis. Indonesia adalah tempat yang sangat sesuai dengan tempat hidup
nyamuk Aedes Aegypti. Penyebaran penyakit DBD terkait dengan perilaku masyarakat yang
sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran terhadap bahaya DBD.
Tingginya angka kesakitan penyakit ini sebenarnya karena perilaku kita sendiri. Faktor lainnya
yaitu masih kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Mengatasi penyakit DBD tidak cukup hanya bergantung pada para tenaga kesehatan akan tetapi
partisipasi masyarakat sangat mendukung dalam tindakan pencegahan.
Daya tahan tubuh atau imunitas merupakan faktor yang juga sangat penting pada penyakit
DHF karena DHF disebabkan oleh virus. Infeksi virus bersifat self limited disease yang artinya
dapat sembuh tanpa pengobatan asalkan daya tahan tubuh baik. Banyak zat gizi yang sangat
diperlukan meningkatkan imunitas. Diantaranya adalah: protein, seng, vitamin A, zat besi, vitamin
C, dll.
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut
akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan
(pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu
viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan
cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari
antibodi melawan virus.
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia
atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh
untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi
3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita menalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah
pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran hati (hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi.
Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan
di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang
eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%)
menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan pericardium yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, akan terjadi
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
D. PATOGENESIS
Sistem kekebalan tubuh terlibat dalam patogenesis DBD karena kecenderungan yang
meningkat untuk mengembangkan DBD dengan infeksi dengue sekunder. Mekanisme imun
bawaan yang terdiri dari jalur pelengkap dan sel NK serta mekanisme kekebalan humoral dan
dimediasi sel diluncurkan sebagai respons terhadap stimulasi antigenik yang terlibat dalam
manifestasi klinis. Aktivasi komplemen serta permeabilitas pembuluh darah dapat dipengaruhi
oleh produk viral seperti NS1. Mekanisme imun yang berbeda dalam bentuk antibodi yang
meningkatkan replikasi virus yang mengarah ke respon sitokin berlebihan berdampak pada
permeabilitas pembuluh darah. Antibodi yang menetralkan merupakan faktor kunci dalam
etiopatogenesis penyakit.
Namun, respon imun seluler juga penting. Telah didemonstrasikan bahwa ingatan respon
limfosit T setelah infeksi primer termasuk limfosit T serotipe-spesifik dan serotipe-lintas-reaktif
.Protein NS3 tampaknya menjadi target utama untuk sel T CD4 + dan CD8 +. Sitokin yang dapat
menginduksi kebocoran plasma seperti interferon g, interleukin (IL) 2, dan tumor necrosis factor
(TNF) α meningkat pada kasus DBD. Juga, interferon γ meningkatkan penyerapan partikel dengue
oleh sel target melalui peningkatan reseptor sel Fc. Sitokin lain seperti IL-6, IL-8, dan IL-10 juga
meningkat. Protein 22-25 kDa telah dikaitkan dengan patogenesis DBD. Faktor sitotoksik ini
mampu menginduksi peningkatan permeabilitas kapiler pada tikus yang mampu mereproduksi
pada tikus semua lesi patologis yang terlihat pada manusia, dan telah terdeteksi pada pasien DBD.
E. MANIFESTASI KLINIS
Dengue Haemorhagic Fever merupakan penyakit virus dengue yang disebabkan oleh
gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Aegypti hidup didaerah yang mempunyai iklim
tropis dengan suhu yang lembab. Nyamuk ini mempunyai ciri-ciri tubuh hitam dengan belang
putih pada kakinya. Gejala penderita penyakit ini sekarang tidak terduga dan seringkali
disepelekan oleh masyarakat awam. Manifestasi klinik dari penyakit Dengue Haemorhagic Fever
adalah sebagai berikut:
1. Mendadak demam tinggi (lebih dari 38oC) yang berlangsung secara terus menerus selama 2
sampai 7 hari
2. Terdapat bintik-bintik merah pada kulit
3. Terasa mual, muntah dan kepala pusing
4. Nyeri ulu hati
5. Trombosit yang turun terus menerus
6. Diare
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita Demam Berdarah Dengue bersifat simptomatik dan suportif yaitu adalah
dengan cara:
1. Penggantian cairan tubuh.
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau
susu).
3. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok
makan setiap 3-5 menit. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri
perut yang berlebihan maka cairan intravena perlu diberikan.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis:
1. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak, inguinal.
2. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
3. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
4. Sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit Demam
Berdarah belum tersedia.
G. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
yang tepat, yaitu:
1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Sebagai contoh:
a. Menguras bak mandi/penampungan air- sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum burung seminggu sekali.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan
cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan caracara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga
melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan
dengan kondisi setempat. Saat ini, tidak tersedia vaksin untuk demam berdarah. Karena itu,
pencegahan terbaik adalah dengan menghilangkan genangan air yang dapat menjadi sarang
nyamuk, dan menghindari gigitan nyamuk.
Langkah Umum untuk Mencegah Penyakit yang Disebarkan oleh Nyamuk:
1. Kenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, dan gunakan obat penangkal nyamuk
yang mengandung DEET pada bagian tubuh yang tidak terlindungi.
2. Gunakan kawat nyamuk atau kelambu di ruangan tidak berAC.
3. Pasang obat nyamuk bakar ataupun obat nyamuk cair/listrik di tempat yang dilalui nyamuk,
seperti jendela, untuk menghindari gigitan nyamuk.
4. Cegah munculnya genangan air
5. Buang kaleng dan botol bekas ditempat sampah yang tertutup.
6. Ganti air di vas bunga paling sedikit seminggu sekali, dan jangan biarkan ada air menggenang
di pot tanaman.
7. Tutup rapat semua wadah air, sumur dan tangki penampungan air.
8. Jaga saluran air supaya tidak tersumbat.
9. Ratakan permukaaan tanah untuk mencegah timbulnya genangan air. Asupan zat gizi yang
cukup juga diperlukan untuk mencegah penyakit demam berdarah. Zat gizi yang dapat mencegah
infeksi demam berdarah adalah:
1. Protein
Protein memiliki peran penting dalam sistem imun. Protein berfungsi sebagai imunostimulan
dan antiinfeksi, membangun dan pemperbaiki sel-sel yang rusak serta memperbaiki aliran
darah. Defisiensi beberapa jenis asam amino dapat menurunkan respons antibodi.
2. Lemak
Lemak terutama asam lemak omega 3 dan omega 6 memiliki peran sebagai imunomodulator.
Defisiensi maupun kelebihan lemak dapat menyebabkan gangguan pada respon imun.
3. Vitamin A
• Vitamin A terutama berfungsi untuk memelihara membran epitel tetap utuh.
• Defisiensi vitamin A menurunkan jumlah leukosit, berat jaringan limfoid, fungsi sel-T dan
komplemen, resistensi terhadap tumor, jumlah sel NK, sitokin, IgG dan IgE.
• Defisiensi meningkatkan sintesis interferon ( IFN).
• Suplementasi meningkatkan proliferasi limfosit, resistensi tumor, penolakan graft, dan
aktivitas sel-T sitotoksik
• Kelebihan asupan memiliki efek adjuvan, mungkin dengan menghambat apoptosis
4. Vitamin B complex
• Defisiensi Pyridoxine (B6) mengurangi jumlah limfosit, berat jaringan limfoid produksi IL2, respon antibodi, dan respon DTH (Delayed Type Hypersensitive).
• Suplementasi Pyridoxine melindungi terhadap efek negatif sinar UV-B (ultraviolet B).
• Defisiensi B12 menekan fungsi fagosit, respon DTH, proliferasi T-sel proliferasi
• Defisiensi Biotin (vitamin H) mengurangi berat thymus, respon antibodi, dan limfosit.
• Defisiensi asam pantotenat mengurangi respon Ab (antibodi).
• Defisiensi Thiamin (B1) mengurangi berat thymus, Ab respon, motilitas lekosit
polimorfonuklear (PMN).
• Riboflavin (B2) defisiensi menurunkan respon Ab, berat thymus, dan jumlah limfosit dalam
sirkulasi.
5. Vitamin C
• Fungsi vitamin C sebagai antioksidan yang melindungi fagosit.
• Defisiensi menurunkan aktivitas fagosit, resistensi terhadap tumor, reaksi DTH, dan
memperlambat perbaikan luka.
6. Vitamin D
• Merangsang perkembangan monosit dan makrofag • Secara selektif menekan aktivitas
berlebihan sel T helper (Th)
7. Vitamin E
• Defisiensi mengurangi proliferasi limfosit, fagosit fungsi, dan resistensi tumor.
• Suplementasi meningkatkan proliferasi limfosit, tingkat Ab, reaksi DTH produksi IL2,
fagositosis, aktivitas Th1, dan mengurangi sintesis prostaglandin.
8. Tembaga
• Berperan dalam fungsi komplemen , integritas membran sel, produksi enzim Cu-Zn
superoxide dismutase (SOD), dan struktur imunoglobulin.
• Defisiensi mengurangi produksi antibodi, aktivitas fagositosis, produksi IL-2, proliferasi selT, meningkatkan jumlah sel-B.
9. Besi
• Penting dalam pembentukan oksigen reaktif dan radikal selama proses pernapasan.
• Merupakan komponen metalloenzymes.
• Defisiensi mengurangi reaksi DTH, penolakan graft, dan aktivitas sitotoksik dan fagosit.
• Rendahnya kadar zat besi dalam plasma menghambat proliferasi Th1.
• Tingginya kadar zat besi plasma mengganggu fungsi interferon.
10. Magnesium
• Merupakan komponen metalloenzymes.
• Defisiensi meningkatkan eosinofil, IL-1, IL-6, Tumor Necrotic Factor (TNF) menurunkan
jumlah protein fase akut dan aktivitas komplemen.
11. Selenium
• Komponen dari enzim antioksidan glutathione peroxidase.
• Defisiensi mengurangi eosinofil, sintesis sitokin, dan proliferasi limfosit.
12. Seng
• Penting perkembangan sel-sel thymus, fungsi T-sel, dan integritas timus. Defisiensi
menyebabkan gangguan perkembangan dan penurunan jumlah sel T.
Konsep Asuhan Keperawatan DHF
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien
dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit adalah
panas tinggi dan anak lemah c. Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan
panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran composmetis.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau
hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar).
h. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun.
2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare atau
konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit
atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes
aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit
tampak biru.
j. Sistem Integumen
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam,
mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV.
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan gusi, dan nyeri
telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan
ditelinga (pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan asites
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : pCO2
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
1. (D.0130) Hipertermia b.d proses infeksi virus dengue d.d suhu tubuh diatas nilai normal
2. (D.0077) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur
(D.0019) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient d.d berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
No
1.
Diagnosa
Setelah
(D.0130)
Hipertermia
proses
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
dilakukan Manajemen hipertermia (I.15506)
b.d perawatan selama 3x 24 Observasi
infeksi jam diharapkan (L.14134)
1. Identifkasi penyebab hipertermi
virus dengue d.d Termoregulasi membaik
(mis. dehidrasi terpapar lingkungan
suhu tubuh diatas dengan kriteria hasil:
panas penggunaan incubator)
nilai normal
1. Tidak menggigil
2. Monitor suhu tubuh
2. Kulit tidak merah
3. Monitor kadar elektrolit
3. Suhu tubuh normal
4. Monitor haluaran urine
36,5-37,5°C
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Longgarkan atau lepaskan pakaian
4. Tekanan
darah
normal
120/80
mmHg
7. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
10. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
11. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
12. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
14. Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2.
(D.0077)
akut
b.d
Nyeri Setelah
agen intervensi selama 3x24 jam Observasi
pencedera
diharapkan
fisiologis
mengeluh
dilakukan Manajemen nyeri (I. 08238)
(L.08066)
d.d Tingkat Nyeri menurun
nyeri, dengan kriteria hasil:
tampak meringis,
1. Keluhan
nyeri
menurun (5)
gelisah, frekuensi
2. Tidak meringis
nadi
3. Tidak
dan sulit tidur
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
bersikap protektif,
meningkat,
1. Lokasi, karakteristik, durasi,
bersikap
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
protektif
keyakinan tentang nyeri
4. Tidak gelisah
6. Identifikasi pengaruh budaya
5. Tidak
kesulitan
untuk tidur
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
11. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
3.
(D.0019)
Defisit Setelah
Nutrisi
dilakukan Manajemen nutrisi (I. 03119)
b.d perawatan
selama
1x24 Observasi
ketidakmampuan
jam diharapkan (L. 03030)
1. Identifikasi status nutrisi
mengabsorbsi
Status nutrisi membaik
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
nutrient d.d berat dengan kriteria hasil:
badan
menurun
minimal 10% di
bawah
ideal
rentang
1. Berat
makanan
badan
membaik (5)
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
2. IMT membaik (5)
3. Frekuensi
makan
membaik (5)
4. Nafsu
membaik (5)
3. Identifikasi makanan yang disukai
jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
makan
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
12. Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
15. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
17. Ajarkan diet yang diprogramkan
18. Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
20. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Candra, Aryu. 2019. Asupan Gizi dan Penyakit Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever
(DHF). Journal of Nutrition and Health, 7(2), 23-31.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Informasi Umum Demam Berdarah Dengue. Ditjen PP
dan Pl, Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2011.
Manulu, H.S.P & Munif, A. 2016. Pengetahuan Dan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan
Demam Berdarah Dengue Di Provinsi Jawa Barat Dan Kalimantan Barat. Aspirator, 8(2),
2016, pp 69-76.
Maulida, M., Prastiwi, R.S., Hapsari, L.H. (2016). Analisa Hubungan Karakteristik Kepala
Keluarga Dengan Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Di Pakijangan Brebes.
INFONKES, Vol. 6, Juli 2016, ISSN: 2086-2628.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Widyorini P, Shafrin Ka, Wahyuningsih Ne, Murwani, R, Suhartono. Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) Cases In Semarang City Are Related To Air Temperature, Humidity, And Rainfall.
2016;P1-2.
Download