LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM I. KONSEP TEORI KEJANG DEMAM A. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Suhu mencapai > 38oC). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun ekstrakranial. kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. paling sering pada anak usia 17 bulan sampai 23 bulan (Nurarif & Kusuma, 2016). Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, dan atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2012) Istilah kejang perlu secara cermat dibedakan dari epilepsy. Epilepsy menerangkan suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non metabolic yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya. (Sylvia, A. Price, 2002) B. Etiologi Kejang adalah masalah neurologik yang relatif sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Dua puncak usia untuk insidensi kejang adalah dekade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak (Price & Wilson, 2005). Kejang demam disebabkan oleh hipertermi yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus dan bakteri. Umumnya berlangsung singkat dan mungkin terdapat predisposisi familial. Dan beberapa kejadian kejang dapat berlanjut melewati masa anak-anak dan mungkin dapat mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya. (Nurarif & Kusuma, 2016) 1 Beberapa faktor resiko berulang kejang yaitu : 1. Riwayat kejang dalam keluarga 2. Usia kurang dari 18 bulan 3. Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang 4. Lamanya demam sebelum kejang. Semakin pendek jarak antara mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang demam berulang C. Klasifikasi 1. Menurut Nurarif dan Kusuma, 2012. Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 , yaitu : a) Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) (1) Kejang berlangsung singkat (2) Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit (3) Tidak berulang dalam waktu 24 jam b) Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) (1) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit (2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial (3) Kejang berulang 2x atau lebih dalam 24 jam 2. Kejang demam menurut proses terjadinya dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial. a) Intrakranial meliputi : (1) Trauma (Perdarahan) : Perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler (2) Infeksi : Bakteri, Virus, Parasit misalnya meningitis. (3) Kongenital : Disgenesis, Kelainan serebi. b) Ekstrakranial meliputi : (1) Gangguan Metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya. (2) Toksik : Intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat 2 (3) Kongenital : Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin. D. Manifestasi Klinis Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Di sub bagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun. 2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum. 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali. E. Patofisiologi Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K 3 ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular 2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya 3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit / keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014) 4 F. Pathway (Nanda NIC-NOC, 2016) G. Pemeriksaan Penunjang (Nanda NIC-NOC, 2016) 1. Anamnesis: riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai selama kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi persalinan). 2. perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung. 3. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan berarti 5 4. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau mneyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi : a) Bayi < 12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas b) Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis 5. Pemeriksaan radiologi: USG dan CT Scan kepala 6. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas 7. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan dan/atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak. H. Penatalaksanaan Medis 6 I. Discharge Planning Tujuan penanganan kejang adalah unruk menghentikan kejang sehingga defek pernafasan dan hemodinamik dapat diminimalkan. 1. Pengobatan saat terjadi kejang a) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Dosis pemberian : - 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun - 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10kg - 0,5-0,7 mg/kgBB/kali b) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2x dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorpsi dengan baik. c) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50mg IM dan pasang ventilator bila perlu. 2. Setelah kejang berhenti Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilakukan dengan pengobatan intermiten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa : a) Antipiretik - Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4x atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangan efek samping berupa hyperhidrosis - Ibuprofen 10mg/kgBB/kali diberikan 3x b) Antikonvulsan - Berikan diazepam oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnyakejam - Diazepam rektal, dosis 0,5/kgBB/hari sebanyak 3x sehari 7 3. Bila kejang berulang Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproate dengan dosis asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah : - Kejang lama >15 menit - Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparase, cerebral palsy, hidrocefalus - Kejang fokal - Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsy Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk : - Kejang berulang 2x atau lebih dalam 24 jam - Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan 8 II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KEJANG DEMAM A. Pengkajian 1. Pemeriksaan Fisik a) Kepala Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali. Adakah dispersi bentuk kepala. Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubunubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum. b) Rambut Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien. c) Muka/wajah Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah, sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus. Apakah ada gangguan nervus cranial. d) Mata Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva. e) Telinga Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran. f) Hidung Apakah ada pernapasan cuping hidung/ Polip yang menyumbat jalan napas. Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya. 9 g) Mulut Adakah tanda-tanda sardonicus. Adakah cynosis. Bagaimana keadaan lidah. Adakah stomatitis. h) Tenggorokan Adakah tanda-tanda peradangan tonsil. Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat. i) Leher Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid. Adakah pembesaran vena jugulans j) Thorax Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale. Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan. k) Jantung Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya. Adakah bunyi tambahan. Adakah bradicardi atau tachycardia. l) Abdomen Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen. Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus. Adakah tanda meteorismus. Adakah pembesaran lien dan hepar. m) Kulit Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya. Apakah terdapat oedema, hemangioma. Bagaimana keadaan turgor kulit. n) Ekstremitas Apakah terdapat oedema atau paralise terutama setelah terjadi kejang. 10 Bagaimana suhunya pada daerah akral. o) Genetalia Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi. B. Diagnosa Diagnosa yang mungkin muncul pada kejang demam menurut Nanda (2016), yaitu: 1. PK: Kejang berulang b.d hipertermi 2. Risiko trauma fisik b.d kurangnya koordinasi otot 3. Hipertermia b.d proses infeksi, proses penyakit 4. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi 11 C. PERENCANAAN (Wilkinson, 2007) No. 1. Diagnosa NOC NIC PK: Kejang berulang b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan hipertermi 3x24 jam diharapkan klien 1. tidak Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. mengalami kejang selama berhubungan Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh dengan hiperthermi. pakaian yang ketat dan tidak menyerap Kriteria hasil 1. Tidak : terjadi keringat. serangan kejang 2. ulang. Berikan kompres hangat Rasional : perpindahan panas secara konduksi 2. Suhu 36,5 – 37,5 ºC 3. Nadi 110 – 120 x/menit Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan 4. Respirasi 30 – 40 x/menit tubuh meningkat. 5. Kesadaran composmentis 3. 4. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan. 5. Batasi aktivitas selama anak panas Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas. 6. Berikan antipiretik dan pengobatan sesuai 12 advis. Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis 2. Risiko trauma fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan kurangnya koordinasi otot 1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi trauma penggunaan tempat tidur yang rendah. fisik selama perawatan. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang Kriteria Hasil 1. : 2. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. 2. Mempertahankan Rasional : meningkatkan keamanan klien. 3. tindakan yang Mengidentifikasi harus diberikan tindakan ketika Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah. mengontrol aktivitas kejang. 3. Tinggalah bersama klien selama fase kejang.. Rasional : menurunkan resiko trauma pada yang terjadi mulut. 4. kejang. Letakkan klien di tempat yang lembut. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang. 5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang. Rasional : membantu menurunkan lokasi area 13 cerebral yang terganggu. 6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal 3. Hipertermia infeksi b.d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi Fever treatment 1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi. peningkatan suhu tubuh. Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya Kriteria Hasil : hiperthermi 1. Suhu tubuh dalam rentang normal. pakaian/selimut dapat menghambat penurunan 2. Nadi dan RR dalam rentang normal. suhu tubuh. 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan 2. tidak ada pusing. karena penambahan Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali. Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya. 3. Pertahankan suhu tubuh normal Rasional: Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh. 14 4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada kepala / ketiak. Rasional: Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara. 5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun. Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat. 6. Atur sirkulasi udara ruangan. Rasional: Penyediaan udara bersih. 7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. 8. Batasi aktivitas fisik Rasional: Aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas. 15 4. Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga b.d keterbatasan 3x24 informasi jam diharapkan 1. pengetahuan Kaji tingkat pengetahuan keluarga Rasional : Mengetahui keluarga bertambah tentang penyakit pengetahuan bayi nya. kebenaran informasi yang didapat. Kriteria hasil : 1. 2. Keluarga 2. tidak sering bertanya mana keluarga dan Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam tentang penyakit anaknya. Rasional : penjelasan tentang kondisi yang Keluarga dialami dapat membantu menambah wawasan mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan. 3. yang dimiliki sejauh Keluarga mentaati setiap proses keluarga 3. keperawatan. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan 4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain : a. Jangan panik saat kejang b. Baringkan anak ditempat rata dan lembut. c. Kepala dimiringkan. 16 d. Pasang gagang dibungkus kain sendok yang telah yang basah, lalu dimasukkan ke mulut. e. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang. f. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama. Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan. 5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas. Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang. 6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang 17 atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang 7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam. D. Implementasi Keperawatan Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang disusun E. Evaluasi Keperawatan Hasil evaluasi berdasarkan implementasi yang telah dilakukan 18 DAFTAR PUSTAKA Doenges, E. M., dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Nurarif, H Amin & Kusuma, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta : MediAction. Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Aherm. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, NIC dan NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC. 19