Uploaded by User123607

Yoga Eka Prayuda-fkik

advertisement
EFIKASI EKSTRAK BIJI BINTARO (Cerbera manghas)
SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA Aedes aegypti
L. INSTAR III/IV
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
YOGA EKA PRAYUDA
11111103000094
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 September 2014
Materai
Rp 6000
Yoga Eka Prayuda
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
EFIKASI EKSTRAK BIJI BINTARO (Cerbera manghas) SEBAGAI
LARVASIDA PADA LARVA Aedes aegypti L. INSTAR III/IV
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Yoga Eka Prayuda
NIM: 1111103000094
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. H.Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed
Nurlaely Mida R., M.Biomed, DMS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan penelitian berjudul EFIKASI EKSTRAK BIJI BINTARO
(Cerbera manghas) SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA Aedes aegypti
L. INSTAR III/IV yang diajukan oleh Yoga Eka Prayuda (NIM:
11111103000094), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada 12 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program
Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 12 September 2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. H.Meizi Fachrizal
Achmad, M.Biomed
dr. H.Meizi Fachrizal
Achmad, M.Biomed
Nurlaely Mida R., M.Biomed,
DMS
Penguji 2
Penguji 1
Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
R.Chris Adhiyanto, M.Biomed, PhD
PIMPINAN FAKULTAS
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat
dan inayah-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul
“Efektifitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Larvasida Pada
Larva Aedes aegypti Instar III/IV”
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam
kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr. Djauhari Wijayakusuma,
dan Dr. Delina Hasan, M.kes, Apt selaku Dekan dan pembantu Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter.
3. dr. H.Meizi Fachrizal Ahmad, M.Biomed dan Nurlaely Mida
Rachmawati, M.Biomed, DMS selaku dosen pembimbing yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
kami dalam penyusunan penelitian ini.
4. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2011.
5. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis
diberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua kami, H.Slamet Riyadi, SE, MM dan Hj. Drs.
Susantin Fajariyah, SS yang selalu mencurahkan kasih sayangnya,
mendukung dalam suka dan duka, dan selalu mendoakan yang terbaik
untuk putra putrinya.
v
7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011, dan
semua pihak yang telah membantu
sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan.
Kami
sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan demi kesempurnaan penelitian ini.
Akhir kata Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
“...Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...(Q.S. Al Mujadilah:11)”
Penyusun
vi
ABSTRAK
Yoga Eka Prayuda. Program Studi Pendidikan Dokter. Efikasi Ekstrak Biji
Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar
III/IV.
Latar Belakang: Penyebaran virus dengue sangat signifikan di banyak daerah
sehingga menjadi penyakit virus terkait borne-mosquito yang paling penting.
Menurut laporan WHO pada tahun 2004-2010 Indonesia termasuk negara dengan
endemisitas tertinggi kedua setelah Brazil dengan jumlah 129.435 kasus. Salah
satu strategi untuk menurunkan jumlah kasus yaitu pengendalian dan
pengontrolan vektor dengan menggunakan larvasida yang berasal dari tumbuhan.
Tanaman yang dianggap memiliki efek terhadap mortalitas larva Aedes aegypti
adalah biji bintaro (Cerbera manghas). Biji bintaro mengandung cerberin yang
dianggap bersifat kardiotoksik bagi larva Aedes aegypti. Tujuan: Untuk
mengetahui efek ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) sebagai larvasida pada
larva Aedes aegypti instar III/IV. Desain Penelitian: Penelitian ini bersifat
eksperimental dengan metode the post test only controlled group design dan
sampel diambil dengan teknik purposive sampling dan jumlah sampel dalam satu
wadah sebanyak 25 ekor Hasil: Diperoleh hasil bahwa nilai LC50 ekstrak biji
bintaro adalah 1,339% (13.390 ppm) dan LC99 2,424% (24.240 ppm).
Kesimpulan: Ekstrak biji bintaro memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes
aegypti larva instar III atau IV.
Kata kunci : Cerbera manghas, Aedes aegypti, larvasida, dengue
ABSTRACT
Yoga Eka Prayuda. Medical Education Program. Efficacy of Bintaro Seeds
Extract (Cerbera manghas) as Larvicide of Aedes aegypti instar III/IV.
Background: The spread of dengue virus is very significant in many areas so that
it becomes main disease of virus is related mosquito-borne. According to a WHO
report on the 2004-2010 Indonesia is among countries with the second highest
endemicity after Brazil by the number of 129.435 cases. One of the strategy to
reduce the number of cases is vector management and control using larvicides
are derived from plants is needed. Plants were considered to have an effect on
mortality of larvae of Aedes aegypti was bintaro seeds (Cerbera manghas). Aim:
To investigate larvacidal effect of Bintaro seed (Cerbera manghas) extract toward
third or fourth stage Aedes aegypti larvae. Bintaro seed contain cerberin
considered to be cardiotoxic for Aedes aegypti larvae. Method: This is an
experimental study with the method of controlled group post-test only design and
samples were taken by purposive sampling technique and amount of sampling in
one place 25 Aedes aegypti larvae. Result: The results obtained indicate that the
LC50 value bintaro seed extract is 1.339% (13 390 ppm) and LC99 2.424% (24 240
ppm). Conclusion: Bintaro seed extract has the effect of larvicides against Aedes
aegypti larval instar III or IV.
Keywords: Cerbera manghas, Aedes aegypti, larvacide, dengue
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ......................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
2.1. Bintaro (Cerbera manghas) ............................................................................ 5
2.1.1 Morfologi Tumbuhan ............................................................................. 6
2.1.2 Kandungan Bintaro ................................................................................ 8
2.2. Nyamuk Aedes aegypti ................................................................................. 10
2.2.1 Taksonomi............................................................................................ 10
2.2.2 Penyebaran Secara Geografis di Asia Tenggara .................................. 10
2.2.3 Ketinggian ........................................................................................... 11
2.2.4 Morfologi ............................................................................................. 11
2.2.5 Telur ..................................................................................................... 12
2.2.6 Larva .................................................................................................... 13
2.2.7 Pupa...................................................................................................... 16
2.2.8 Dewasa ................................................................................................. 16
2.3. Kerangka Teori ............................................................................................. 18
2.4. Kerang Konsep .............................................................................................. 19
2.5 Definisi Operasional ..................................................................................... 19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 21
3.1. Desain Penelitian .......................................................................................... 21
3.2.Tempat dan waktu penelitian ......................................................................... 21
3.3. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 21
3.4. Jumlah Sampel .............................................................................................. 21
3.5. Kriteria Sampel ............................................................................................. 22
3.6. Rancangan Penelitian .................................................................................... 23
3.7. Alat dan Bahan .............................................................................................. 24
3.8. Cara Kerja ..................................................................................................... 24
3.8.1 Determinasi Tanaman .......................................................................... 24
3.8.2 Pembuatan Ekstrak............................................................................... 24
3.8.3 Pengenceran Ekstrak ............................................................................ 25
3.8.4 Rearing Larva ...................................................................................... 25
3.8.5 Penelitian Eksplorasi ............................................................................ 26
viii
3.8.6 Penelitian Utama .................................................................................. 26
3.8.7 Pengumpulan Data ............................................................................... 27
3.8. Analisis Data ................................................................................................. 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 29
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................. 29
4.1.1 Uji Eksplorasi....................................................................................... 29
4.1.2 Uji Utama ............................................................................................. 29
4.2 Analisis Data .................................................................................................. 31
4.3 Pembahasan .................................................................................................... 34
BAB 5 PENUTUP ..................................................................................................... 38
5.1 Simpulan ........................................................................................................ 38
5.2 Saran .............................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 39
Lampiran ..................................................................................................................... 44
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji
Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan Pada uji Eksplorasi ............. 30
Tabel 4. 2 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji
Cerbera odollam setalah 48 jam perlakuan pada Uji Utama .................... 31
Tabel 4. 3 Hasil Test Distribusi Data .......................................................................... 32
Tabel 4. 4 Hasil Test Varian Data ............................................................................... 33
Tabel 4. 5 Hasil uji One Way ANOVA ...................................................................... 33
Tabel 4. 6 Nilai Lethal Concentration dan Confidence Limits Ekstrak Biji Bintaro
terhadap kematian Larva Aedes aegypti setelah 48 jam .......................... 34
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Cerbera manghas ...................................................................................... 5
Gambar 2. 2 Pohon dan buah Cerbera manghas ........................................................... 6
Gambar 2. 3 Struktur Kimia Senyawa Cerberin ........................................................... 9
Gambar 2. 4 Siklus Hidup Aedes aegypti.................................................................... 12
Gambar 2. 5 Telur Aedes sp. ....................................................................................... 12
Gambar 2. 6 Larva Aedes aegypti ............................................................................... 14
Gambar 2. 7 Lama Usia Hidup Aedes aegypti ............................................................ 15
Gambar 2. 8 Grafik representatif pertumbuhan, kepala, leher, dada, abdomen dari
larva Aedes aegypti.................................................................. ............15
Gambar 2. 9 Perbandingan panjang abdomen larva Aedes aegypti instar I-IV
nyamuk Aedes aegypti ........................................................................... 16
Gambar 2. 10Pupa Aedes aegypti................................................................................ 16
Gambar 2. 11Nyamuk Aedes aegypti .......................................................................... 17
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Secara global, WHO (World Health Organization) melaporkan
bahwa kawasan Asia-Pasifik memiliki angka kejadian kasus penyakit
demam berdarah dengue
(DBD) dengan presentase sebesar 75%
dibandingkan kawasan lainnya. Selama 5 dekade terakhir ini, kasus DBD
meningkat sampai 30 kali lipat.1 Dalam skala yang lebih kecil, Asia
Tenggara memiliki angka kasus 18 kali lebih sering dibandingkan di
Amerika.2 Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2004-2010, Indonesia
termasuk dalam negara hiperendemisitas peringkat kedua setelah Brazil
dari 30 teritorial daerah hiperendemisitas.1
Banyaknya kasus DBD membutuhkan penanggulangan yang tepat
untuk menurunkan kasus ini. Bahkan hingga saat ini terkait pengobatan
dan
vaksinasi
masih
terkendala
oleh
adanya
keterbatasan
dan
pengembangannya masih dalam tahap penelitian. Strategi lain yang dapat
dilakukan adalah dengan pengendalian dan pengontrolan vektor. Strategi
ini bertujuan untuk secara langsung memutus rantai siklus hidup dari
vektor penyebab penyakit DBD yaitu Aedes aegypti. Karena salah satu
yang menyebabkan tingginya kasus ini adalah vektor yang terus-menerus
menyebar secara luas. Salah satu upaya dalam pengendalian dan
pengontrolan vektor adalah melalui beberapa kegiatan seperti pelaksanaan
program 3M, penyemprotan insektisida, dan larvasidasi. Upaya larvasidasi
terus dikembangkan dari berbagai tanaman yang berpotensi sebagai
larvasida.3
Banyak tumbuhan yang berpotensi sebagai larvasida karena
mengandung beberapa senyawa bioaktif, seperti saponin, flavonoid,
alkaloid, tanin, dan alkenil fenol.4 Larvasida merupakan insektisida yang
digunakan untuk membasmi larva pada habitat asli larva maupun yang
berpotensi menjadi habitat larva.5 Indonesia sebagai negara yang memiliki
1
2
berbagai
keanekaragaman
hayati
yang
mencapai
38.000
spesies
didalamnya, sangat besar potensinya untuk mengambangkan upaya
larvasidasi.
Diantara tanaman yang memiliki efek mortalitas pada serangga
adalah bintaro (Cerbera manghas). Tanaman ini sudah cukup dikenal di
masyarakat. Buah bintaro dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan, seperti
kerajinan bunga kering. Selain itu, digunakan sebagai obat pencahar, obat
antikanker, obat sengatan ikan dan tanaman penghijau di perkotaan.4
Dalam penelitian ini akan digunakan ekstrak dari biji bintaro
karena memiliki tingkat toksisitas yang paling besar dibandingkan bagian
tanaman bintaro yang lainnya. Biji bintaro mengandung beberapa senyawa
metabolit sekunder yang memiliki efek terhadap mortalitas pada serangga
seperti cerberin, saponin, tanin, dan terpenoid (steroid) dan diduga
memiliki potensi sebagai larvasida.6 Ekstrak ini akan diujikan sebagai
insektisida nabati atau larvasida terhadap pertumbuhan larva Aedes
aegypti.
Belum ada penelitian yang terkait efikasi ekstrak biji bintaro
sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti dengan melihat LC50. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek larvasida dari
ekstrak biji bintaro terhadap larva Aedes aegypti serta mencari bahan
alamiah sebagai larvasida dalam upaya pengontrolan dan pengendalian
vektor.
3
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) memiliki efek
larvasida terhadap larva Aedes aegypti?
2. Berapakah
Lethal
Concentration
50%
(LC50)
dan
Lethal
Concentration 99% (LC99) dari ekstrak biji bintaro yang mematiakan
larva Aedes aegypti dalam waktu 48 jam?
1.3
Hipotesis
Ekstrak biji bintaro memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes
aegypti instar III atau IV.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui efikasi ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) sebagai
larvasida pada larva Aedes aegypti L. Instar III/IV
1.4.2 Tujuan Khusus
1.
Mengetahui Lethal Concentration 50 (LC50) dan
Lethal
Concentration 99 (LC99) dari ekstrak biji bintaro yang mematikan
larva Aedes aegypti dalam waktu 48 jam
2.
Membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari perlakuan
yang diberikan berupa konsentrasi ekstrak biji bintaro terhadap
mortalitas larva Aedes aegypti.
4
1.4

Manfaat Penelitian
Aspek Teoritis
Memberikan bukti ilmiah tentang efek larvasida dari ekstrak biji bintaro
(Cerbera manghas) terhadap larva Aedes aegypti.

Aspek Aplikatif
a. Meningkatkan pemanfaatan buah bintaro, terutama biji bintaro
unutk membunuh larva Aedes aegypti dengan harapan dapat
membantu untuk menurunkan angka kejadian Demam Berdarah
Dengue di Indonesia.
b. Memberikan informasi yang ilmiah kepada masyarakat terkait
manfaat ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) yang dapat
digunakan sebagai larvasida.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bintaro (Cerbera manghas)
Bintaro memiliki nama lain, seperti Cerbera lactaria dan C. odollam.Selain
itu, nama lain yang biasa digunakan adalah pong-pong tree, indian suicide tree,
othalanga, odollam tree, pink-eyed cerbera, sea mango, dan dong bone. Di
Indonesia, yang memiliki banyak keragaman bahasa daerah, bintaro ini dikenal
dengan nama bintan, buta-buta badak, goro-goro (Mando), kayu gurita, kayu susu,
mangga brabu (Maluku), madang kapo (Minangkabau), kenyeri putuh (Bali), darli
utama (Sangir), kadong (Sulawesi utara), lambuto (Makassar), yabai, oho
pae,waba, wabo (ambon), dan goro-goro guwae (Ternate). Bintaro juga dikenal
sebagai tanaman yang memiliki beberapa kegunaan, seperti tanaman hias dan
penghijaun di perkotaan, bahan baku kerajinan bunga kering, pestisida nabati,
serta tanaman obat. Habitat dan tanaman ini berasal dari daerah dengan iklim
tropis seperti Asia, Australia, Madagaskar, dan Kepulauan sebelah barat
Samudera Pasifik.9
Gambar 2.1 Cerbera manghas
Sumber: Badan Penlitian dan Pengembangan Pertanian,2011
5
6
2.1.1
Morfologi Tumbuhan
Berdasarkan taksonomi tanaman, bintaro ini termasuk dalam
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Gentianales
Famili
: Apocynaceae
Genus
: Cerbera L.
Spesies
: Cerbera manghas L.
(Smith, A. C. 1988. Flora Vitiensis Nova vol. 4)
Gambar 2.2 Pohon dan buah Cerbera manghas
Sumber : National Tropical Botanical Garden
Tanaman ini dapat memiliki ketinggian mencapai 10-20 meter.
Pohon bintaro memiliki batang yang tegak yang berbentuk bulat, berkayu
serta berbintik-bintik hitam. Daun yang dimiliki pohon bintaro memiliki
ciri-ciri, antara lain daun tunggal dan berbentuk lonjong, tepi daun rata,
ujung pangkalnya meruncing, pertulangan daun menyirip, permukaan
licin, dengan ukuran panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, dan bewarna hijau.
Selain itu, alat reproduksi tanaman ini adalah dengan bunga yang memiliki
karakteristik bewarna putih, berbau harum, dan terletak di ujung batang.
Bunganya termasuk dalam bunga majemuk yang memiliki tangkai putik 22,5 cm dengan kepala sari bewarna cokelat dan kepala putiknya bewarna
hijau keputihan. Didalam buah bintaro ini terdapat biji yang berbentuk
7
oval, panjang, pipih, dan warnanya putih. Pohon bintaro diperkuat dengan
akar yang kokoh bersifat akar tunggang bewarna cokelat.9
Buahnya mirip mangga kecil saat warnanya masih hijau dengan
serat batok hijau yang menutup biji bulat berukuran 2 cm x 1,5 cm dan
terdiri dari dua bagian daging buah. Jika terpajan oleh udara, biji putih ini
akan berubah menjadi warna ungu, kemudian abu-abu tua dan akhirnya
berubah menjadi coklat atau hitam. Bagian tumbuhan ini menghasilkan
getah bewarna putih susu. Pohon ini banyak tumbuh di sekitar rawa dan
tepi sungai di beberapa negara seperti India, Vietnam, Bangladesh,
Kamboja, dan Myanmar. Di Madagaskar, biji buahnya menjadi racun yang
berat karena mengandung glikosida yang bersifat toksik tinggi bagi
jantung. Di Myanmar, biji ini digunakan untuk kosmetik untuk
mencerahkan tubuh atau digunakan sebagai campuran insektisida atau
repellent karena mengandung minyak non-siccative. Secara tradisional,
bagian-bagian dari pohon ini dapat digunakan sebagai obat pencahar,
emetik, anti-rematik, sedatif, anti-nosiseptif, dan aktifitas toksik pada
sistem saraf pusat dan jantung. 10,11
Seluruh bagian dari pohon bintaro memiliki kegunaan dan masih
terus dikembangakan hingga saat ini berbagai manfaatnya. Berikut adalah
beberapa dari manfaat pohon bintaro,
a. Akar
Salah satu manfaat dari bagian akar adalah untuk melancarkan
buang air besar atau sebagai obat pencahar.
b. Batang
Selain akar, kulit batang pohon bintaro bermanfaat juga sebagai
obat pencahar. Kulit batang ini juga mengandung zat kimia yaitu
flavonooid dan steroid.
c. Daun
Ekstrak daun bintaro memiliki kandungan kimia yang dapat
berguna sebagai antikanker payudara dan ovarium berupa 17βHneriifolin. Selain itu, bermanfaat juga sebagai obat pencahar.
8
Kandungan lain yang terdapat dalam daun ini yaitu saponin, steroid,
dan flavonoid.9
d. Biji
Biji bintaro termasuk bagian yang paling beracun di bandingkan
bagian yang lainya. Zat kimia yang terkandung, yaitu steroid,
triterpenoid, saponin, dan alkaloid yang terdiri dari cerberin (0,6%),
serberosida, nerifolin, dan thevetin. Senyawa alkaloid ini memiliki
karakter toksin, repellent, dan antifeedant pada serangga.9
2.1.2. Kandungan Bintaro
Berdasarkan penelitian, tanaman ini memiliki berbagai efek seperti
antifungi, insektisida, antioksidan, dan antitumor. Cerbera manghas
mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, seperti saponin,
polifenol, terpenoid dan alkaloid. Senyawa ini bersifat polar karena
mengandung nitrogen dan senyawa golongan fenol sehingga larut dalam
pelarut polar atau semipolar. 12 Pada biji bintaro telah diisolasi 6 senyawa
jenis baru dari cardenolid glikosida yaitu
3β-O-(2’-O-acetyl-α-L-
thevetosyl)-14β-hydroxy-7-en-5β-card-20(22)-
enolide,
(7,8-
dehydrocerberin), 17β-neriifolin, deasetiltahnginin, tangh-inin, cerberin,
dan
2’-O-acetyl-cerleaside. Dari keenam senyawa ini cerberin yang
memiliki potensi kardioksitas.13,14
Senyawa cerberin pada biji bintaro diduga menyebabkan toksisitas
larva sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan larva.
Cerberin termasuk dalam golongan alkaloid atau glikosida yang dianggap
dapat berperan terhadap kematian larva.15 Cerberin merupakan senyawa
monoasetil neriifolin16,17.Cerberin dapat mempengaruhi detak jantung
larva dengan menggangu saluran ion kalsium di miokard.18 Cerberin
memiliki sifat toksik sehingga dapat menyebabkan anoreksia pada
larva.6,19-21
9
Gambar 2.3 Struktur kimia
senyawa cerberin
Sumber : Gaillard, 2004
Pada analisis fitokimia ditemukan beberapa zat yang berada pada
biji bintaro yaitu alkaloid, tanin, dan saponin. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa ekstrak ini memiliki sifat antibakteri, sitotoksik, dan
sebagai depresan sistem saraf pusat karena adanya zat alkaloid dan
saponin.10,11 Selain itu, saponin dan polifenol yang juga bersifat toksik
pada serangga, dapat juga menghambat aktivitas makan serangga.15
Saponin memiliki sifat seperti sabun dan larut dalam air. Aktivitas makan
dapat
dihambat
karena
saponin
menyebabkan
penurunan
enzim
pencernaan serta menghambat absorbsi makanan.22 Saponin dapat
menyebabkan kutikula pada kulit larva hilang sehingga cairan tubuh larva
banyak yang keluar dan juga masuk melalui saluran pernafasan sehingga
merusak tubuh larva.24
Senyawa lainnya yang terkandung dalam biji bintaro adalah steroid
yang dapat menghambat proses molting pada larva. Steroid memiliki
struktur yang mirip dengan hormon yang berperan dalam molting
serangga. Hal ini dapat menghambat terjadinya proses molting pada
serangga.6,25 Tanin juga dapat menggangu proses pencernaan pada larva
karena mengganggu penyerapan dengan mengikat protein di saluran cerna.
Hal ini akan menggangu pertumbuhan dan perkembangan karena
kurangnya nutrisi yang dibutuhkan terutama protein. 6,25,26 Hal ini terjadi
karena tanin dapat menurunkan aktifitas enzim digestif seperti protease
dan amilase.27
10
Oleh karena itu, senyawa yang terkandung dalam buah bintaro,
terutama biji bintaro yang merupakan bagian yang paling toksik, sangat
diduga dan berpotensi memberikan efek yang signifikan terhadap
mortalitas larva Aedes aegypti.
2.2.
Nyamuk Aedes aegypti
2.2.1. Taksonomi
Berdasarkan susunan taksonominya, Aedes aegypti memiliki susunan
sebagai berikut:
a. Filum
: Arthropoda
b. Sub filum : Mandibulata
c. Kelas
: Insekta
d. Sub Kelas : Pterygota
e. Sub ordo : Nematocera
f. Famili
: Culcidae
g. Sub famili : Culcinae
h. Genus
: Aedes
i. Spesies
: Aedes aegypti Line
2.2.2. Penyebaran Secara Geografis di Asia Tenggara
Sebagian besar distribusi nyamuk Aedes aegypti berada didaerah
urban atau pedesaan. Terutama di negara yang beriklim tropis dan
subtropis di area Asia Tenggara. Di negara India yang merupakan negara
dengan iklim yang cukup kering, populasi dari Aedes aegypti bersifat
fluktuatif terkait dengan curah hujan dan adanya genangan air yang cukup
banyak. Namun, di negara lain yang dengan wilayah urban atau semiurban serta perkotaan, populasinya lebih stabil yang dipengaruhi oleh
annual rainfall yang lebih dari 200 cm. Adanya genangan air yang banyak,
khususnya di negara Indonesia, Myanmar dan Thailand, menyebabkan
densitas vektor Aedes aegypti lebih banyak di area semi-urban
dibandingkan di urban.28
11
2.2.3. Ketinggian
Salah satu faktor yang membatasi dari penyebaran Aedes aegypti
adalah ketinggian dari suatu area. Pada negara-negara di Asia Tenggara,
distribusi nyamuk Aedes aegypti terbatas pada area dengan ketinggian
1000-1500 meter diatas permukaan laut. Di India, di daerah dengan
ketinggian 0-1000 m diatas permukaan laut (dpl) menunjukkan adanya
perbedaan densitas dari Aedes aegypti. Pada ketinggian <500 m dpl
menunjukkan populasi yang cukup banyak, sedangkan pada ketinggian
>500 m dpl memiliki populasi yang cukup rendah. Bahkan, ditemukan
juga di Kolumbia populasi nyamuk ini di daerah dengan ketinggian yang
cukup tinggi yaitu 2200 m dpl.28
2.2.4. Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam filum artrhropoda yang
mengalami metamorfosis sempurna. Metamorfosis ini dimulai dari
stadium telur – larva – pupa – dewasa. Nyamuk betina yang telah dewasa
akan meletakkan telurnya di tempat yang sesuai. Telur tersebut akan
menetas dalam kondisi yang optimal dan menjadi larva yang disebut larva
instar I. Selanjutnya, larva ini akan mengalami tiga kali moulting secara
berturut-turut menjadi larva dengan ukuran lebih besar yang disebut larva
instar II, III, dan IV. Stadium selanjutnya adalah pupa yang berasal dari
larva instar IV yang telah melakukan pergantian kulit. Pupa ini akan
tumbuh dan berkembang yang akan terus menjadi stadium dewasa. Dalam
satu siklus hidup nyamuk Aedes aegypti membutuhkan waktu yang
beragam, tergantung pada kondisi lingkungan tempat nyamuk tumbuh dan
berkembang saat itu. Pada kondisi lingkungan yang optimal, stadium telur
hingga menjadi stadium dewasa membutuhkan waktu sekitar 10 hari.28
12
Gambar 2.4 Siklus hidup Aedes aegypti
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2012
2.2.5. Telur
Saat telur dikeluarkan dari tubuh nyamuk betina bewarna putih dan
berubah menjdi hitam setelah 30 menit. Telur ini diletakkan di permukaan
air atau sekitar 2,5 cm dibawah air. Berdasrarkan jenis kelaminnya, telur
betina menetas lebih lambat dibanding telur jantan.29 Telur Aedes aegypti
terdeposisi satu persatu ditempat berair tepat sejajar dengan garis air.
Nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya pada beberapa tempat
(oviposition) selama sekali siklusnya. Embrio berkembang secara
sempurna setelah 48 jam atau 2 hari pada lingkungan yang lembab dan
hangat. Embrionisasi yang telah sempurna, dapat bertahan selama
beberapa tahun dan akan memetas di tempat dengan air yang menggenang.
Kemampuan telur untuk bertahan maupun menetas tergantung pada
kondisi lingkungan.28
Gambar 2.5 Telur Aedes sp
Sumber: Manorenjitha malar, 2006
13
Setiap jenis nyamuk memiliki bentuk morfologi telur yang
berbeda-beda.
Nyamuk
dewasa
betina,
dalam
sekali
bertelur
mengeluarkan sekitar ratusan telur. Telur Aedes aegypti berukuran 0,7
mm yang terpisah-pisah atau tersebar. Telur ini memiliki warna hitam
dengan bentuk oval seperti biji padi. Waktu yang dibutuhkan untuk
penetasan telur menjadi larva instar I sekitar 2-4 hari, yang lamanya
dipengaruhi oleh kondisi air di lingkunga perindukan.30
2.2.6. Larva
Larva
yang
berkembang
memiliki
4
fase.
Durasi
dari
perkembangan larva ini bergantung dari temperatur, ketersediaan
makanan, dan kepadatan dari larva itu sendiri di tempat penampungan.
Pada kondisi yang optimal, waktu dari penetasan dari telur hingga
dewasa hanya membutuhkan waktu yang singkat, sekitar 7 hari,
sedangkan pada suhu yang rendah akan dapat bertahan hingga beberapa
minggu untuk menjadi dewasa.31
Setelah telur menetas, terbentuk larva yang memiliki ukuran
kepala yang cukup besar serta segmentasi bagian abdomen dan toraks
yang jelas. Larva ini memiliki siphon atau alat untuk bernafas dibagian
belakang tubuhnya yang digunakan untuk mengambil oksigen dengan
cara menggantungkan tubuhnya di permukaan atas air.31 Berdasarkan
morfologi dan penampakannya, setiap instar memiliki ciri masingmasing, yaitu32
a. Larva instar I : Ukuran paling kecil yang memiliki panjang 12 mm, sifon belum bewarna hitam, dan badan masih terlihat
tembus terhadap cahaya
b. Larva instar II
: Ukuran bertambah besar, yang memiliki
panjang 2,5-3,9 mm, sifon masih belum terlihat dengan jelas
14
c. Larva instar III : Ukuran lebih besar lagi dengan panjang 5 mm
dan sifon sudah terlihat lebih bewarna gelap dibandingkan
dengan warna badan, serta gigi sisir sudah terlihat di segmen
abdomen ke-8
d. Larva instar IV : Memiliki panjang 7-8 mm
Kepala
Leher
Toraks
Abdomen
Anal segment
Gambar 2.6 Larva Aedes aegypti
Sumber: Manorenjitha malar, 2006
Telur nyamuk Aedes aegypti akan menetas setalah 1-2 hari di
dalam air bersuhu 20 oC - 40oC.Pada kondisi optimum, perubahan larva
menjadi pupa membutuhkan waktu selama 4-9 hari.33
Berdasarkan lama harinya, perkembangan larva dari instar I
menjadi instar II terjadi selama 1-2 hari, kemudian instar II menjadi larva
III berlangsung 2-3 hari, dan larva instar III menjadi larva instar IV
membutuhkan waktu 2-3 hari. Untuk menjadi pupa dan nyamuk dewasa
dari instar IV masing-masing membutuhkan waktu 2-3 hari (Gambar
2.7).32
Gerakan larva Aedes aegypti biasanya lincah dan aktif. Saat
mengambil makan, larva ini berada di dasar air atau disebut bottom feeder,
sedangkan berada di dekat permukaan dengan menempatkan sifon saat
akan mengambil oksigen dari udara.34
15
Gambar 2.7 Lama Usia Hidup Aedes aegypti
Sumber : Gandahusada, et al.,2000
Larva yang baru menetas memiliki warna yang transparan. Larva ini akan
terus tumbuh dan warnanya akan lebih gelap sampai akhirnya mengalami eksidis
atau pergantian kulit. Ekdisis yang pertama menghasilkan larva instar II yang
transparan, begitu juga pada eksidis berikutnya yang menghasilkan larva instar II,
III, dan IV. Warna tubuh larva akan menjadi gelap sebelum eksidis dan kembali
transparan setelah eksidis. Pertumbuhan larva dari instar I-IV terlihat dari
pertumbuhan panjang tubuhnya terutama abdomen yang mengalami pertumbuhan
panjang yang signifikan35, seperti pada gambar grafik dibawah
Gambar 2.8 grafik representatif pertumbuhan, kepala,
leher, dada, abdomen dari larva Aedes aegypti
Sumber : Bar, 2013
16
Abdomen larva terdiri dari 8 segmen, panjang, silindris, dan bagian
dorsoventralnya datar35. Perkembangan abdomen dari larva instar I-IV
terlihat pada gambar dibawah
Gambar 2.9 Perbandingan panjang abdomen larva Aedes aegypti instar I-IV
Sumber : Bar, 2013
2.2.7. Pupa
Setelah melewati proses moulting saat larva sebanyak 4 kali secara
berurutan, larva ini berubah menjadi pupa yang berbentuk pendek dan
tidak memiliki aktivitas makan. Pupa dapat bergerak dari atas kebawah
permukaan air serta saat mengalami gangguan dari lingkungan luar. Pupa
terus berkembang hingga kulit pupa ini pecah dan berubah bentuk menjadi
nyamuk dewasa betina maupun jantan.36
Gambar 2.10 Pupa Aedes sp
Sumber: Manorenjitha malar, 2006
2.2.8. Dewasa
Setelah menjadi dewasa, nyamuk akan kawin dan selanjutnya
nyamuk betina yang telah dibuahi akan membutuhkan darah sebagai
nutrisi asam amino essensial dalam waktu 24-36 jam untuk maturasi telur
nyamuk tersebut28. Nyamuk betina ini bersifat antrofilik karena lebih
17
menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan. Protein darah ini
akan membantu perkembangan telur dalam tubuh nyamuk yang
berlangsung
sekitar
3-4
hari
setelah
menghisap
darah
sampai
mengeluarkan telurnya. Nyamuk dewasa betina dapat hidup hingga usia 2
minggu, sedangkan nyamuk dewasa jantan rata-rata hanya 6-7 hari,
sehingga untuk satu generasi siklus Aedes aegypti memiliki waktu 16-29
hari.32
2.2.8.1 Perilaku Makan, Resting, dan Terbang Aedes aegypti
Aedes aegypti termasuk dalam nyamuk antrofofilik yaitu jenis
nyamuk yang lebih memilih untuk mengambil makanan dari darah
manusia, meskipun dapat juga menghisap darah dari hewan berdarah
hangat (homoioterm). Nyamuk Aedes aegypti termasuk spesies diurnal
yang memiliki aktivitas menggigit dalam 2 periode, yaitu saat pagi setelah
beberapa jam waktu fajar dan sore hari sebelum gelap atau matahari terbit.
Aktivitas puncak menggigit atau menghisap darah ini bergantung pada
tempat dan musim pada area tersebut, sehingga hal ini memiliki waktu
yang beragam. Perilaku nyamuk dapat terkait dengan efesiensi transmisi
yang menyebabkan epidemik di suatu daerah.28
Peningkatan transmisi dapat melalui nyamuk yang mengigit satu
orang atau lebih. Jadi, bisa saja dalam satu lokasi atau rumah yang
terjangkit demam berdarah berasal dari satu gigitan nyamuk yang sama.
Nyamuk ini tidak memiliki aktivitas menggigit pada malam hari, tetapi
dapat menggigit di malam hari di ruangan atau tempat yang terang atau
disinari oleh cahaya. Selain itu, meningkatnya kasus demam berdarah
dapat disebabkan umur nyamuk yang lebih lama pada saat musim hujan,
sehingga transmisi virus bisa tersebar lebih luas. 28
Gambar 2.11 Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Manorenjitha malar, 2006
18
Aedes aegypti lebih suka
beristirahat ditempat yang gelap,
lembab dan tempat yang terisolir didalam rumah atau gedung dan jarang
ditemukan di luar rumah. Distribusi dari nyamuk betina ini terkait dengan
ketersediaan oviposition dan darah serta kemampuan pindah atau terbang
yang terbatas hanya pada jarak 100 meter dari tempat awal ataupun
secara pasif oleh telur atau larva yang terbawa dalam suatu wadah ke
tempat lain28. Nyamuk dapat hidup dalam suhu optimum sebesar 24 oC 39oC dan rata-rata hidup nyamuk betina dewasa selama 10 hari.37
2.3.
Kerangka Teori
Biji bintaro
Ekstraksi dengan metode Masersi
Ekstraksi mengandung
tanin polifenol dan saponin
Ekstraksi
mengandung cerberin
Menghambat aktivitas
makan larva
Mengganggu oto
jantung larva
Variabel luar terkendali
Ekstraksi
mengandung steroid
Menghambat proses
moulting larva
Efek Larvasida
Variabel luar tak terkendali
Usia larva
Volume air
Kepadatan larva
Larva Aedes aegypti
instar III
Tempat perindukan
Kualitas air
Mati
Suhu
Kelembaban
Kesehatan larva
19
2.4
Kerangka Konsep
Ekstrak Biji bintaro dalam berbagai kelompok konsentrasi
Gangguan beberapa sistem tubuh larva Aedes aegypti
larva Aedes aegypti mati
2.5
Definisi Operasional
No.
Variabel
1
larva Aedes aegypti masih
hidup
Defenisi
Cara
Operasional
Ukur
Konsentrasi
Biji bintaro yang
V1M1=
Neraca
ekstrak biji
telah
V2M2
digital,
bintaro
dideterminasi,
(Cerbera
dan diekstrak
manghas)
dengan metode
maserasi.
Konsentrasi
ekstrak biji
bintaro pada
penelitian ini
adalah 0%,
0,69%, 0,99%,
1.29%, 1,59%,
dan 1,89%.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Ukur
gelas ukur
Persentase
0% (0 ppm)
0,69%
(6900 ppm)
0,99% (9900
ppm)
1,29%
(12.900 ppm)
1,59%
(15.900 ppm)
1,89%
(18.900 ppm)
Numerik
20
2.
Jumlah
Banyaknya larva
Pengam
Senter, lidi,
Ekor dan
kematian
Aedes aegypti
atan
lembar
presentase
larva Aedes
instar III /IV yang
selama
pengamatan
aegypti
mati dalam waktu
48 jam
numerik
48 jam dimulai
dari awal
perlakuan. Larva
dianggap mati
jika tidak lagi
bergerak,
walaupun
disentuh dengan
lidi ataupun
dirangsang
dengan
gelombang air,
serta berada
didasar atau
mengambang
diatas air
3.
Larva Aedes
Larva yang
Observa
Lup,
Karakteristik
aegypti instar
berumur 5-7 hari,
si
penggaris
tubuh larva
III atau IV
sudah memiliki
Aedes
bagian tubuh
aegypti ,
yang lengkap, dan
umur, dan
panjang tubuh
panjang
lebih dari 4 mm
tubuh sesuai
kriteria.
Kategorik
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan besifat eksperimental dengan
rancangan penelitian the post test only controlled group design.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai bulan Juli
2014 di rumah peneliti di daerah Ciputat dan Laboratorium Biokimia
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua larva yang berhasil
dikembangkan dari telur yang didapatkan dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP). Sampel
diambil dengan teknik purposive sampling , yaitu metode pemilihan
sampel berdasarkan sifat atau ciri-ciri tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi. Pada sampel ini diambil larva instar III atau IV
dengan pertimbangan alat organ larva sudah lengkap.
3.4
Jumlah Sampel
Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer.38
(n-1) (t-1) > 15
Keterangan :
n = besar sampel
t = jumlah kelompok perlakuan
Oleh karena penelitian ini terdiri dari 7 kelompok perlakuan, maka
(n-1) (t-1)
> 15
(n-1) (7-1)
> 15
21
22
6n-6
> 15
6n
> 21
n
> 21/6
n
> 3,5
Jadi, besar sampel minimal yang digunakan sebanyak 4 ekor.
Didalam
percobaan ini digunakan 25 ekor sampel tiap kelompok uji
sesuai ketentuan WHO.39
Besar sampel yang diambil sebanyak 25 ekor dan dikalikan dengan
jumlah pengulangan setiap konsentrasi.
Banyaknya eksperimen replikasi setiap masing-masing larva
dihitung dengan rumus
(t-1) (r-1) > 15
Keterangan :
t : jumlah perlakuan
r : jumlah replikasi
(7-1) (r-1) > 15
6r-6
> 15
6r
> 21
r
> 21:6
r
> 3,5
Oleh karena itu, jumlah replikasi eksperimen minimal sebanyak 4 kali
3.5
Kriteria Sampel
Kriteria Inklusi
:
1. Larva Aedes aegypti dengan panjang 4-7 mm,
2. Larva Aedes aegypti hari ke-5 sampai ke-7
3. Larva Aedes aegypti yang bergerak aktif
Kriteria Eksklusi
:
1. Larva Aedes aegypti instar III/IV yang mati sebelum perlakuan
2. Larva Aedes aegypti yang responnya lemah oleh rangsangan
3. Larva Aedes aegypti instar IV yang akan menjadi pupa
23
3.6
Rancangan Penelitian
Jenis rancanangan penelitian : post test only controlled group design
Rearing larva
Uji Eksplorasi dengan jenis larva Aedes aegypti
Aedes
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
aegypti 1
25 larva
+
air
aquades
(kontrol)
2
3
25 larva
+
Ekstrak
0,01%
4
25 larva
+
Ekstrak
0,05%
5
25 larva
+
Ekstrak
0,1%
6
25 larva
+
Ekstrak
0,5%
7
25 larva
+
Ekstrak
1%
Perlakuan selama 48 jam
Dihitung jumlah larva yang mati
Menghitung lethal concentration LC50
Membuat konsentrasi baru sesuai perhitungan untuk uji utama
Perlakuan selama 48 jam pada uji utama
Dihitung jumlah larva yang mati
Analisis Data
Uji ANOVA dan LSD
Uji alternatif (Kruskal-Wallis
dan Mann-Whitney)
Analisis Probit
25 larva
+
Ekstrak
1,25%
24
3.7
Alat dan Bahan
3.7.1
Alat Penelitian
Neraca timbang, gelas kimia, alumunium Foil, oven, corong
Buchner, kertas saring, rotatory evaporator, wadah tempat rearing,
gelas plastik, batang pengaduk, gelas kimia 10 ml dan 100 ml, gelas
ukur 100 ml, mikropipet, neraca digital, pipet plastik, penyaring, senter
3.7.2
Bahan Penelitian
Biji bintaro, etanol 96% , Aquadest, makanan larva (fish food),
ekstrak biji bintaro, larva Aedes aegypti instar III/IV
3.8
Cara Kerja
3.8.1. Determinasi Tanaman
Bahan penelitian yang akan diekstraksi dideterminasi pada tanggal
18 Maret 2014 di Pusat Konservasi Tumbuhan - Kebun Raya Bogor.
Tujuannya untuk memastikan bahwa bahan yang didapat merupakan buah
bintaro (Cerbera manghas).
3.8.2. Pembuatan Ekstrak
Bahan yang sudah dideterminasi kemudian diekstraksi di Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) daerah Bogor.
Ekstraksi dilakukan oleh rekan peneliti dibantu oleh peneliti.
a. Bagian tanaman yang diambil dan telah dideterminasi dipotong dan
dikeringkan selama 3 hari menggunakan oven 40oC.
b. Bagian tanaman yang sudah kering kemudian digiling dengan
greender dengan kehalusan 3mm untuk dihaluskan
c. Bagian yang sudah halus direndam dalam pelarut etanol 96%
dengan perbandingan 1:3 (b/v)
d. Diaduk dengan mixer selama 2-3 jam.
e. Dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring dengan corong
Buchner yang dialasi dengan kertas saring kasar.
25
f. Hasil dari penyaringan kemudian dimasukkan ke rotary evaporator
agar etanol menguap hingga dihasilkan ekstrak kental yang siap
digunakan.
3.8.3
Pengenceran Ekstrak
Bahan yang sudah diekstraksi di encerkan di Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pengenceran
dilakukan pada bulan Juli 2014
a. Lakukan perhitungan konsentrasi induk dari ekstrak biji bintaro yang
dibutuhkan.
b. Ekstrak biji bintaro yang dibutuhkan ditimbang di gelas kimia
menggunakan timbangan digital.
c. Cairan aquades diukur sesuai perhitungan yang diperlukan untuk
semua konsentrasi di gelas kimia.
d. Ekstrak biji bintaro yang telah ditimbang, dilarutkan dengan aquades
hingga 100 ml sesuai konsentrasi atau dosis yang dibutuhkan.
e. Konsentrasi yang telah diencerkan dituangkan kedalam masing masing gelas plastik.
3.8.4
Rearing Larva
Telur Aedes aegypti didapatkan dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP).
a. Dipersiapkan wadah yang berisi aquades
b. Direndam telur Aedes aegypti diwadah plastik
c. Wadah yang berisi telur diletakkan di dalam ruangan khusus
perkembangbiakan larva milik peneliti yang sudah disesuaikan
suhunya dengan air conditioner portable dan pencahayaannya.
d. Dipindahkan ke wadah lain yang sudah dipersiapkan setiap 2 jam
agar perkembangan larva pada satu wadah homogen.
e. Diberi makan pada larva yang telah menetas dengan fish food.
f. Pilih larva instar III/IV dengan menentukan larva yang telah masuk
hari ke-5 hingga hari ke-7 atau panjangnya sekitar 4-7 mm.
26
3.8.5
Penelitian Eksplorasi
a. Ekstrak biji bintaro diambil dan ditimbang sesuai dengan
konsentrasi yang digunakan dan dimasukkan ke dalam labu takar
untuk membuat konsentrasi induk ekstrak biji bintaro sebesar
1,5%. Konsentrasi ekstrak biji bintaro yang digunakan adalah
0,01%, 0,05%, 0,1%, 0,5%, 1%, dan 1,25%.
b. Gelas kimia diisikan ekstrak sebanyak 0,67 ml, 3,33 ml, 6,7 ml,
33,3 ml, 66,7 ml, dan 83,3 ml dari konsentrasi induk yang telah
dibuat. Kemudian dituangkan air aquades hingga volume 100 ml
dan setelah itu dimasukkan ke dalam masing-masing gelas plastik.
c. Pada masing-masing gelas plastik yang sudah diisikan masingmasing berbagai ekstrak, dimasukkan larva sebanyak 25 ekor larva
Aedes aegypti instar III/IV dengan menggunakan jaring, termasuk
kontrol tanpa diberi makanan.
d. Jumlah larva yang mati dihitung pada jam ke-48 sejak diberikan
perlakuan.
e. Larva yang masih hidup setelah digunakan sebagai penelitian,
dimatikan menggunakan deterjen sebelum dibuang.
3.8.6
Penelitian Utama
a. Menghitung konsentrasi yang akan digunakan dengan mencari
LC50 dari hasil uji eksplorasi.
b. Menentukan konsentrasi untuk uji utama dengan mengambil
beberapa nilai konsentrasi pada kisaran dibawah dan diatas dari
LC50 Ekstrak biji bintaro diambil dan ditimbang sesuai dengan
konsentrasi induk yang akan digunakan dan dimasukkan ke dalam
gelas kimia.
c. Gelas kimia yang sudah diisikan ekstrak kemudian dituangkan air
hingga volume 100 ml dan setelah itu dimasukkan ke dalam
masing-masing gelas plastik.
27
d. Pada masing-masing gelas plastik yang sudah diisikan berbagai
ekstrak dimasukkan larva sebanyak 25 ekor larva Aedes aegypti
dengan menggunakan saringan teh termasuk kontrol tanpa diberi
makanan, termasuk kontrol tanpa diberi makanan.
e. Jumlah larva yang mati dihitung pada jam ke-48 sejak diberikan
perlakuan.
f. Larva yang masih hidup setelah digunakan sebagai penelitian,
dimatikan menggunakan deterjen sebelum dibuang.
3.8.7
Pengumpulan Data
Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer yang
merupakan jumlah larva yang mati pada jam ke-48 setelah perlakuan pada
masing-masing konsentrasi ekstrak biji bintaro. Larva yang mati dinilai
dari larva tenggelam di dasar wadah, tidak pergerak, dan tidak berespon
terhadap rangsangan.
28
3.9
Analisis Data
Setelah semua data yang didapatkan dari jumlah larva Aedes aegypti
instar III/IV yang mati, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data
menggunakan software SPSS 17.0. Terdapat beberapa uji statistik yang
dilakukan, yaitu
1. Uji Analisis Varian (One Way ANOVA)
Digunakan untuk menginformasikan adanya perbedaan yang
signifikan secara statistik pada keseluruhan antar rata-rata perlakuan
kelompok uji.
2. Uji Least Significance Difference (LSD)
Digunakan untuk menginformasikan adanya perbedaan yang
signifikan secara statistik antara rata-rata dua perlakuan kelompok uji.
3. Kruskal Wallis
Merupakan uji alternatif jika data tidak berdistribusi normal atau
varian
data
tidak
homogen.
Digunakan
untuk
menemukan
perbandingan perbedaan mean lebih dari dua kelompok.
4. Mann-Whitney
Merupakan uji alternatif jika data tidak berdistribusi normal dan
homogen. Digunakan untuk menemukan perbandingan perbedaan
mean antar kelompok.
5. Analisis Probit
Digunakan untuk menemukan efek mortalitas ekstrak biji bintaro
(Cerbera manghas) terhadap larva Aedes aegypti yang dinyatakan
dengan Lethal Concentration (LC).
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
4.1.1
Hasil Penelitian
Uji Eksplorasi
Berdasarkan hasil uji eksplorasi menunjukkan bahwa pada dosis
0,01%, 0,05%, dan 0,1% tidak ditemukan kematian larva pada semua
ulangan. Jumlah larva yang mati paling tinggi pada konsentrasi 1,25%
dengan mortalitas rerata 15 ekor (60%).
Hasil uji eksplorasi dapat dilihat pada tabel 4.1
Table 4.1 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis
ekstrak Biji Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan Pada uji
Eksplorasi.
Konsentrasi
(%)
Ulangan
1,25
1
0,5
0,1
0,05
0,01
Kontrol
negatif
Jumlah larva yang mati
1
ekor
14
12
1
0
0
0
0
2
%
56
48
4
0
0
0
0
Ekor
13
11
2
0
0
0
0
Rata-rata
3
%
52
44
8
0
0
0
0
ekor
19
22
3
0
0
0
0
4
%
76
88
12
0
0
0
0
ekor
14
14
4
0
0
0
0
%
56
56
16
0
0
0
0
ekor
15
14,75
2,5
0
0
0
0
Hasil uji eksplorasi pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa LC50
terdapat pada kisaran konsentrasi ekstrak biji bintaro 1%. Hasil ini
digunakan sebagai dasar untuk uji utama.
4.1.2
Uji Utama
Berdasarkan hasil analisis probit pada uji eksplorasi didapatkan
LC50 (kematian larva 50%) pada konsentrasi 0,99% atau dosis 9909,20
ppm . Oleh karena itu, berdasarkan LC50 ini ditetapkan interval dosis yang
akan digunakan untuk uji utama dengan menggunakan deret ukur
sebanyak 6 konsentrasi, yaitu 0% (kontrol), 0,69% (6.900 ppm), 0,99%
(9900 ppm), 1,29% (12.900 ppm), 1,59% (15.900 ppm), 1,89% (18.900
ppm).
29
%
60
59
10
0
0
0
0
30
Pada uji utama ini dilakukan replikasi sebanyak 5 kali dengan
jumlah larva pada masing-masing perlakuan sebanyak 25 ekor larva.
Setelah dilakukan uji utama, didapatkan hasil seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4 .2 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji
Buah Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan pada Uji Utama
Konsentr
asi (%)
Ulangan
1,89
1,59
1,29
0,99
0,69
Kontrol
negatif
Jumlah larva yang mati
1
ekor
25
23
17
19
20
0
2
%
100
92
68
76
80
0
ekor
25
18
14
11
12
0
3
%
100
72
56
44
48
0
ekor
25
22
22
17
12
0
Rata-rata
4
%
100
88
88
68
48
0
Ekor
24
25
20
20
16
0
5
%
96
100
80
80
64
0
ekor
25
25
21
19
13
0
%
100
100
84
76
52
0
ekor
24,8
22,6
18,8
17,2
14,6
0
Pada tabel 4.2 dapat menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol disemua
replikasi tidak ditemukan larva yang mati. Pada nilai rata-rata menunjukkan
bahwa nilai tertinggi terhadap mortalitas larva terdapat pada konsentrasi
1,89% yaitu sebanyak 24,80 ekor (99,2%), sedangkan nilai terendah terdapat
pada konsentrasi 0,69% yaitu sebanyak 14,60 ekor (58,4%).
Berdasarkan hasil uji utama pada tabel 4.2, dapat dibuat grafik untuk
menggambarkan respon mortalitas rerata larva terhadap konsentrasi ekstrak
biji bintaro yang diberikan.
%
99,2
90,4
75,2
68,8
58,4
0
31
Rerata Larva yang mati
29
24,8
y = 8,6x + 8,506
24
22,6
19
17,2
18,8
14,6
14
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
Konsentrasi ekstrak biji bintaro (%)
Gambar 4.1 Grafik mortalitas rerata larva Aedes aegypti terhadap Berbagai
Dosis ekstrak Biji Buah Cerbera manghas setalah 48 jam
perlakuan
Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi maka semakin tinggi juga nilai mortalitas rerata larva Aedes
aegypti.
4.2
Analisis Data
4.2.1
Uji Distribusi Data
Sebelum melakukan uji ANOVA, data yang didapatkan harus
memenuhi syarat yaitu data berdistribusi atau sebaran data normal.
Berdasarkan data dari hasil uji utama pada tabel 4.2 dapat ditemukan hasil
distribusi data dengan menggunakan program SPSS 17.0 seperti pada tabel
4.3. Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi data yang didapatkan adalah
berdistribusi normal (p > 0,05).
Tabel 4.3 Hasil Test Distribusi Data
Mortalitas
Statistic
df
.922
20
Sig.
.057
32
4.2.2
Uji One Way ANOVA
Selanjutnya, selain data harus berdistribusi normal, data harus
memiliki varian data yang sama atau homogen. Varian data dapat kita lihat
pada saat uji One Way ANOVA. Pada uji ini ditemukan hasil bahwa
varian data homogen (p > 0,05) seperti pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4 Hasil Test Variasi Data
Levene Statistic
df1
df2
1.535
4
20
Sig.
.230
Berdasarkan kedua hasil diatas bahwa data yang didapatkan adalah
berdistribusi normal dan varian datanya sama, maka kita dapat
menganalisis hasil uji utama menggunakan Uji One Way ANOVA. Hasil
perhitungan dapat kita lihat pada tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.5 Hasil Uji One Way ANOVA
Sum
of df
squares
Mean
F
Sig
square
Between groups
301.360
4
75.340
Within groups
174.800
20
8.740
Total
476.160
24
8.620
.000
Dari hasil tabel 4.4 terlihat bahwa nilai signifikannya adalah 0,000
( p<0,05). Konsekuensi dari hasil ini adalah terdapat perbedaan mortalitas
larva Aedes aegypti yang signifikan akibat perbedaan konsentrasi.
4.2.3
Uji Least Significance Difference (LSD)
Berdasarkan hasil uji ANOVA pada tabel 4.4 ditemukan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, pada hasil uji LSD
dapat ditemukan dua kelompok yang memiliki perbedaan yang signifikan.
Pada uji ini peneliti menemukan perbedaan yang signifikan antara semua
33
kelompok perlakuan, kecuali antara kelompok 3 dengan kelompok 2 dan
4, antara kelompok 4 dengan kelompok 3 dan 5, dan antara kelompok 5
dan 6 yang perbedaannya tidak signifikan karena p > 0,05. Hasil Uji LSD
dapat dilihat dilampiran.
4.2.4
Analisis Probit
Selanjutnya perhitungan untuk mengetahui konsentrasi yang dapat
menyebabkan mortalitas larva hingga 50% dan 99% dari total larva uji
dengan menggunakan analisis probit pada program SPSS 17.0. Dari hasil
perhitungan didapatkan LC50 dan LC99 seperti pada tabel 4.6 dibawah ini.
Table 4.6 Nilai Lethal Concentration dan Confidence Limits Ekstrak Biji
Bintaro terhadap kematian Larva Aedes aegypti setelah 48 jam perlakuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Point
LC1
LC2
LC3
LC4
LC5
LC10
LC20
LC30
LC40
LC50
LC60
LC70
LC80
LC90
LC95
LC96
LC97
LC98
LC99
Exposure
Concentration
Concentrion(%)
0,740
0,793
0,829
0,857
0,880
0,965
1,080
1,171
1,255
1,339
1,428
1,530
1,659
1,857
2,037
2,093
2,163
2,261
2,424
95% confidence limits
Lower
0,292
0,339
0,372
0,399
0,422
0,514
0,651
0,771
0,890
1,015
1,155
1,315
1,500
1,706
1,844
1,883
1,930
1,993
2,093
Upper
0,999
1,035
1,066
1,090
1,110
1,181
1,275
1,348
1,416
1,486
1,564
1,664
1,828
2,198
2,631
2,779
2,973
3,256
3,763
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat disimpulkan bahwa nilai LC50 yang
didapat adalah 1,339% (13.390 ppm) dan LC99 2,424% (24.240 ppm).
34
4.3
Pembahasan
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui adanya
perbedaan yang signifikan pada larva Aedes aegypti instar III/IV yang diberi
perlakuan dengan ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) dalam berbagai
konsentrasi terhadap larva Aedes aegypti instar III/IV yang tidak diberi
perlakuan. Pada penelitian ini menggunakan ekstrak biji bintaro dengan
metode maserasi dan menggunakan pelarut etanol. Pemilihan bagian biji dari
tanaman bintaro karena ekstrak biji bintaro memiliki toksisitas yang lebih
tinggi dibandingkan daging buah dan daun serta mengandung senyawa
cerberin sehingga efek mortalitasnya lebih tinggi.15 Etanol ini dipilih sebagai
pelarut karena sifat toksik yang dimilikinya lebih rendah dibandingkan
pelarut yang lain seperti eter dan metanol40,41. Presentase etanol yang
digunakan adalah etanol 96%. Etanol 96% merupakan pelarut yang dapat
melarutkan kedua senyawa yaitu senyawa polar dan non polar42,43. Hal ini
menyebabkan komponen senyawa polar maupun nonpolar yang terdapat pada
biji bintaro dapat terlarut dalam hasil ekstraksi. Ekstraksi ini dilakukan agar
mendapatkan senyawa cerberin dan senyawa lain yang bersifat larvasida yang
terkandung dalam biji bintaro dan dianggap memiliki efek larvasida sehingga
dapat menyebabkan kematian pada larva Aedes aegypti.
Pada penelitian ini, proses pemilihan larva sesuai instar III atau IV
sangat penting karena larva berperan sebagai sampel atau subjek dalam
penelitian ini. Selain itu, larva juga dikembangkan dalam rumah dengan suhu
optimum larva dapat hidup yaitu 25 oC -35oC.43 Hal ini dimaksudkan agar
dalam pengaplikasian larvasida ini dapat dilakukan di alam secara langsung.
Berdasarkan pada tabel 4.1 pada uji eksplorasi menunjukkan bahwa
konsentrasi 1,25% mempengaruhi jumlah kematian larva mencapai 60%.
Pada konsentrasi 1% mempengaruhi jumlah kematian larva hanya 59% dan
pada dua pengulangan atau replikasi jumlah kematian larva presentasenya
dibawah 50%. Dari data ini dapat dihitung nilai LC50 dengan program
Minitab 17.0 sehingga didapatkan konsentrasinya sebesar 0,99%.
35
Pada uji utama menggunakan konsentrasi ekstrak biji bintaro 0,69%,
0,99%, 1,29%, 15,9%, dan 18,9% dengan harapan dapat mencapai kisaran
dosis LC50 yang tepat. Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa presentase
jumlah rata-rata kematian larva setelah 48 jam dari pemberian perlakuan
adalah 0% pada kontrol negatif, 58,4% pada konsentrasi 0,69%, 68,4% pada
konsentrasi ekstrak 0,99%, 75,2% pada konsentrasi ekstrak 1,29%, 90,4%
pada konsentrasi ekstrak 1,59%, dan 99,2% pada konsentrasi ekstral 1,89%.
Dapat dilihat juga bahwa pada kelompok kontrol tidak ditemukan kematian
larva, sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi kematian larva yang
membuktikan efek larvasida oleh ekstrak biji bintaro. Pada gambar 4.1
terlihat pengaruh jumlah mortalitas larva pada berbagai konsentrasi. Disini
terlihat bahwa penambahan konsentrasi ekstrak biji bintaro menyebabkan
peningkatan mortalitas larva. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka
jumlah mortalitas larva juga semakin meningkat. Kejadian ini disebabkan
karena masuknya senyawa toksik ke dalam tubuh larva dan merusak sistem
tubuh fisiologis larva serta menghambat pertumbuhan larva.6,45,46
Berdasarkan hasil statistik pada program SPSS Statistic 17.0 dengan
menggunakan uji One Way ANOVA pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap 6 kelompok perlakuan.
Selanjutnya pada uji LSD didapatkan adanya perbedaan yang signifikan
antara dua kelompok perlakuan (p < 0,000) kecuali antara kelompok 3 dengan
kelompok 2 dan 4, antara kelompok 4 dengan kelompok 3 dan 5, dan antara
kelompok 5 dan 6 yang perbedaannya tidak signifikan karena p > 0,05.
Kematian larva uji digunakan untuk menentukan keefektifitasan dari
larvasida jika dapat memenuhi mortalitas larva uji hingga mencapai 90100%.47,48 Berdasarkan WHO konsentrasi dari larvasida dapat dikatakan
efektif jika mencapai presentase mortalitas larva uji sebesar 10-95% yang
selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai lethal concentration (LC).47,49
Pada pencarian nilai LC50 dan LC99 dengan menggunakan analisis probit,
ekstrak biji bintaro memiliki LC50 sebesar 1,339% dengan interval 1,015%
sampai 1,486%, sedangkan hasil LC99 didapatkan 2,424% dengan interval
36
2,093% sampai 3,763%. Jika dikonversi dalam satuan ppm (part per million)
LC50 senilai 1.339 ppm dan LC99 senilai 2.424 ppm. Berdasarkan hasil ini
maka ekstrak biji bintaro dapat mematikan 50% larva Aedes aegypti pada
konsentrasi 1,339% (1.339 ppm) dan 99% larva dengan konsentrasi 2,424%
(2.224 ppm).
Aktivitas larvasida pada biji bintaro kemungkinan besar disebabkan
adanya berbagai senyawa aktif atau kandungan kimia yang terkandung
didalamnya. Beberapa senyawa aktif tersebut diantaranya adalah alkaloid,
tanin, saponin, cerberin, steroid, dan flavonoid. Kandungan cerberin bersifat
kardioksitas karena dapat menggangu aktivitas jantung pada sitem sirkulasi
larva dengan cara menghambat saluran ion kalsium di otot jantung sehingga
dapat menyebabkan kematian larva.18 Efek lain dari cerberin ini dapat
menyebabkan anoreksia pada larva.6 Berdasarkan dua mekanisme tersebut
ekstrak biji bintaro dapat menyebabkan kematian pada larva Aedes aegypti.
Kandungan lainnya adalah saponin yang dapat meningkatkan
permeabilitas tubuh larva akibat rusaknya membran sel sehingga banyak
toksin dapat masuk ke tubuh larva. Selain itu juga, saponin memiliki sifat
sebagai inhibitorik dari enzim asetilkolinesterase sehingga menyebabkan
kejang otot dan paralisis. 6,50 Aktivitas enzim pencernaan dan proses absorbsi
juga mengalami penurunan akibat efek saponin sehingga larva mengalami
anoreksia.22 Kutikula pada tubuh larva dapat rusak akibat efek dari saponin
yang menyebabkan hilangnya cairan tubuh larva.24 Perubahan-perubahan ini
dapat menyebabkan kematian pada larva.
Senyawa lain yang dapat mengakibatkan kematian adalah steroid dan
tanin. Steroid ini dapat menghambat proses pergantian kulit atau moulting
pada larva karena strukturnya mirip dengan hormon yang berperan dalam
proses moulting. Tanin juga mempengaruhi penurunan aktivitas pengikatan
protain dan penyerapan makanan di saluran cerna.6 Berdasarkan mekanisme
ini perkembangan dari instar III menjadi IV atau menjadi pupa dapat
terhambat.
37
4.3.1 Keterbatasan Penelitian
1. Adanya keterbatasan pengontrolan rearing larva maka penelitian
ini tidak dilakukan di laboratorium, sehingga protokol yang
dilakukan masih belum sempurna.
2. Fase penelitian ini masuk dalam fase II dan sebaiknya terlebih
dahulu di uji di laboratorium (fase I) sebelum dilakuakan penelitian
di lingkungan bebas.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsentrasi ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) berpengaruh
terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III/IV selama 48 jam
dengan diperoleh nilai LC50 1,339% (1.339 ppm) dan LC99 2,424%
(2.224 ppm).
2. Ekstrak biji bintaro memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
mortalitas larva Aedes aegypti instar III/IV.
5.2
Saran
1. Penelitian ini bisa dikembangkan dengan uji coba pada spesies larva
nyamuk lain.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menguji toksisitas pada ikan
secara in vitro.
3. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan uji coba ekstrak dalam
bentuk sediaan zat ekstrak yang lain.
4. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan mengenai senyawa-senyawa
lain yang terkandung dalam biji bintaro, selain yang sudah dijelaskan
diatas yang berfungsi sebagai larvasida.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global strategy for dengue prevention
and control 2012–2020. WHO Press.Geneva; 2012.
2. Murray, Anne NE, Quam MB, Smith AW. Epidemiology of
dengue: past, present, and future prospects. Clinical Epidemiology.
2013; 5:299–309.
3. Shinta, Sukowati S. Pengunaan metode survei pupa untuk
memprediksi risiko penularan demam berdarah dengue di lima
wilayah endemis di Jakarta. Media Litbangkes. Maret 2013;
23(1):31- 40.
4. Rohimatun, Suriati,S. Warta penelitian dan pengembangan
tanaman
industri.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian.April 2011; 17(1):1-6.
5. World Health Organization. Operation manual on the application
of insecticides for control of the mosquoto vectors of malaria and
other disease.WHO Press.Geneva;1996
6. Yudha WH. Efektivitas ekstrak buah bintaro (Cerbera odollam)
sebagai larvasida lalat rumah (Musca domestica).Skripsi Program
Sarjana.Institut Pertanian Bogor;2013.
7. Swastiningrum, Ambar. Uji efektivitas pestisida nabati bintaro
(Cerbera manghas) terhadap hama ulat grayak (Spodoptera litura)
pada tanaman kedelai. UMY. Yogyakarta; 2012.
8. Sa’diyah, NA. Purwani KI, Wijayawati L. Pengaruh ekstrak daun
bintaro (Cerbera odollam) terhadap perkembangan ulat grayak
(Spodoptera litura). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2013;
2(2):2337-3520.
9. Utami, Sri. Aktivitas insektisida bintaro terhadap hama Eurema sp.
pada skala laboratorium.Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Oktober
2010; 7(4):211-220.
39
40
10. Ahmed
F,
et
al.
Antibacterial,
cytotoxic,
and
neuropharmacological activities of Cerbera odollam seeds.
Oriental Pharmacy and Experimental Medicine. 2008; 4:323-328.
11. Chopra RN, Nayar SL, Chopra IC. Glossary of Indian medicinal
plants. CSIR, New Delhi; 1956.
12. Sa’diyah, NA. Purwani KI, Wijayawati L. Pengaruh ekstrak daun
bintaro (Cerbera odollam) terhadap perkembangan ulat grayak
(Spodoptera litura). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2013;
2(2):2337-3520.
13. Cheenpracha S, Karalai C, Rat-A-Pa Y, Ponglimanont C,
Chantrapromma K. New cytotoxic cardenolide glycoside from the
seeds of Cerbera manghas. Chem Pharm Bull. 2004; 52:1023-5.
14. Liu, PC, Liu MH, Chen SY, Cherng WJ, Wang CH . Sea mango
cardiac intoxication. Acta Cardiol Sin. 2008;24:9-56.
15. Utami, Sri. Aktivitas insektisida bintaro terhadap hama Eurema sp.
pada skala laboratorium. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman.Oktober
2010; 7(4):211-220.
16. Gaillard, Y, Khrisnamoorthy, A, Bevalot, F.Cerbera odollam: a
suicede tree and cause of death in the state of Kerala, India. Journal
of Ethnopharmacology. 2004; 95:123-126.
17. Chang LC, Gills JJ, Bhat KP, Luyengi L, Farnsworth NR, Pezzuto
JM, Kinghorn AD. Activity-guided isolation of constituents of
Cerbera manghas with antiproliferative and antiestrogenic
activities. Bioorganical Medical Chemical Letter. 2000;10: 2431–
2434.
18. Tomlinson, CB. The Botany of Mangroves. Cambridge University
Press. Cambridge;1986.
19. Dono D, Hidayat S, Nasahi C, Anggraini E. Pengaruh ekstrak biji
Barringtonia
asiatica
L.
(Kurz)
(Lecythidaceae)
terhadap
mortalitas larva dan fekunditas Cricodolomia pavonana F.
(Lepidoptera: Pyralidae). J Agri.2008; 19(1):5-14.
41
20. Rohimatun, Suriati S.
Bintaro (Cerbera manghas) sebagai
pestisida nabati. Warta penelitian dan pengembangan tanaman
industri. 2011;17(1):1-4.
21. Soesanty F, Indriati G. Hama ulat pemakan daun tanaman bintaro
(Cerbera
manghas).
Warta
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman Industri. 2011; 17(1):6-9.
22. Haditomo,
I.2010.Efek
Larvasida
Ekstrak
Daun
Cengkeh
(Syzygium aromaticum L.) Terhadap Aedes aegypti L.Skripsi
Program Sarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
23. Novizan.
Membuat
dan
Memanfaatkan
Pestisida
Ramah
Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta; 2002, pp: 37-40.
24. Kuddus MR, Rumi F, Masud MM. Phytochemical screening
and antioxidant activity Studies of Cerbera odollamGaetrn. Int J
Pharm Bio Sci. 2011; 2(1):413-418.
25. Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. Pengaruh ekstrak daun
teklan
(Eupatorium
riparium)
terhadap
mortalitas
dan
perkembangan larva Aedes aegypti. Bioma. 2009; 11(1):11-17.
26. Hagerman AE. The Tannin Handbook. Miami (US): Miami
University; 2002.
27. Haditomo, I. Efek Larvasida Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium
aromaticum L.) Terhadap Aedes aegypti L.Skripsi Program
Sarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010.
28. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue/DHF. WHO Regional
Publication, SEARO.no 29.
29. Sudarto. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta; 1972.
30. Ningtiyas DR. Uji toksisitas akut ekstrak daun dan batang sereh
wangi sebagai pestisida botani pembasmi larva nyamuk Aedes
aegypti. Skripsi Program Sarjana.IKIP PGRI Semarang;2008.
31. James MT, Harwood RF. Herm’s Medical Entomology. 6th
Ed.The Macmillan Company USA; 1969.
42
32. Gandahusada S, dkk. Parasitologi Kedokteran, Cetakan keVI.FKUI: Jakarta;2006.
33. Soegijanto, Soegeng. Demam Berdarah Dengue. Surabaya :
Airlangga University Press; 2004.
34. Kusnindar. Pemberantasan penyakit demam berdarah ditinjau dari
berbagai penelitian.Cermin Dunia Kedokteran.1990;10-60.
35. Bar A, Andrew J. Morphology and morphometry of Aedes aegypti
Larvae.Annual Review and Research in Biology.2013;3(1):1-21.
36. Sembel DT. Entomologi Kedokteran. Penerbit ANDI Yogyakarta;
2009.
37. Poorwosudarmo S. Demam Berdarah Dengue pada Anak.
Jakarta:UI Press;1993, p24.
38. Sudigdo S, Ismael. Dasar-Dasar Metode Dalam Penelitian Klinis.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta:Sagung Seto;2002.
39. World Health Organization . Guidelines For Laboratory And Field
Testing Of Mosquito Larvacides. World Health Organization
Communicable Disease Control, Prevention, And Eradication
WHO Pesticide Evaluation Scheme.WHO Press.Geneva;2005,p10.
40. Hadar AK. Efek larvasida ekstrak etanol biji jeruk keprok (Citrus
nobilis) terhadap larva Aedes sp. Skripsi Program Sarjana. Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya; 2004.
41. Agnetha, A.Y. Efek ekstrak bawang putih (Allium sativum L.)
sebagai
larvasida
nyamuk
Aedes
sp.
Skripsi
Program
Sarjana.FKUB; 2005.
42. Kusmiyati, Sri Agustini NW. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari
mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversitas. 2007; 8(1): 4853.
43. Fitri, A.R. Efek Antibakteri ekstrak etanol pegagan (Cantella
asiatica (L.) Urban) sebagai alternatif medikamen saluran akar
terhadap Enterococcus faecalis (Secara In Vitro).Skripsi FKG
USU; 2012.
43
44. Susanna D, Rahman A, Pawenang ET. Potensi daun pandan wangi
untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi
Kesehatan.2003; 2(2):228-231.
45. Kardinan, A, 2002. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
46. Aisah S, Sulistyowati E, Sari, YDA. Potensi ekstrak biji
bengkuang (Pachyrrhizus erosus Urb.) sebagai larvasida Aedes
aegypti L. instar III.Kaunia.2013; 9(1):1-11.
47. Cania B, Setyanimgrum E. Uji efektivitas ekstrak daun legundi
(Vitex trifolia) terhadap larva Aedes aegypti. Medical Journal of
Lampung University.2013; 2(4):52-60.
48. Komisi Pestisida. 1995. Metode Standar Pengujian Efikasi
Pestisida. Bandung: Komisi Pestisida Bandung.
49. World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and
Field Testing of Mosquito Larvicides. Geneva.
50. Turk FM. Saponins versus plant fungal pathogens. J Cell Mol
Biol.2006; 5:13-17.
44
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Pembelian Telur Aedes aegypti
45
Lampiran 2
Surat Keterangan Determinasi
46
Lampiran 3
Surat Keterangan Maserasi
47
Lampiran 4
Foto- foto kegiatan penelitian
Biji bintaro
Proses Maserasi
Ekstrak biji bintaro yang
sudah diencerkan
Proses Maserasi
Rotavapor
Ekstrak biji bintaro yang sudah
diencerkan dalam berbagai
konsentrasi
48
(Lanjutan...)
Hasil ekstraksi biji
bintaro
Proses pengenceran
Fish food
Penimbangan ekstrak saat
pengenceran
Penetasan telur
Ttelur Aedes aegypti dari
B2P2VRP
49
(Lanjutan...)
Pemeliharaan larva
Aedes aegypti
Pengukuran ph air
Air conditioner portable untk
penyesuaian suhu ruangan
Identifikasi larva Aedes
aegypti
Pengukuran larva
Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti
50
Larva Aedes aegypti yang masih
hidup saat perlakuan sebagai
kontrol
Perlakuan uji utama pada larva
Aedes aegypti instar III/IV dengan
berbagai konsenttrasi
Larva Aedes aegypti yang mati
setelah perlakuan
Perlakuan uji eksplorasi pada larva
Aedes aegypti instar III/IV dengan
berbagai konsenttrasi
51
Lampiran 5
Riwayat Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama
:
Yoga Eka Prayuda
Jenis Kelamin
:
Laki-Laki
Tempat Tanggal Lahir:
Jakarta, 11 Desember 1992
Status
:
Belum Menikah
Agama
:
Islam
Alamat
:
Perumahan Pondok Timur Indah Blok G No.38
Bekasi Timur, Jawa Barat.
Nomor Telepon/HP
:
Email
:
087877036490
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997 – 1999
:
Taman Kanak-Kanak Aulia
1999 – 2005
:
SD Abdi Negara
2005 – 2008
:
SMP-IT Al-Binaa Islamic Boarding School
2008 – 2011
:
SMA-IT Al-Binaa Islamic Boarding School
2011 – Sekarang
:
Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
52
Download