Uploaded by User122456

SGD 3 Baby Proposal Penkes Pap Smear

advertisement
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI DALAM MENDUKUNG
PROGRAM PAP SMEAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1
DENPASAR BARAT
Oleh : SGD 3
Fasilitator : Ns. Ni Luh Putu Eva Yanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom
Anggota :
1. Ni Ketut Ayu Indah Gita Cahyani
(1702521009)
2. Rai Rosita Candra Dewi
(1702521013)
3. A’isyah Agustina Amalia
(1702521015)
4. Made Ayu Puspa Dewi
(1702521016)
5. Ni Komang Apriani
(1702521017)
6. Ni Putu Apriliani Ekayanti
(1702521028)
7. Dewa Gede Wirahadi Putra
(1702521037)
8. Kadek Agus Mahendra Prayoga
(1702521041)
9. Ni Made Sridarmayanti
(1702521051)
10. Ni Made Mega Indah Sari
(1702521058)
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa yang terdapat pada leher rahim atau serviks. Leher rahim atau serviks
merupakan suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang menjadi pintu masuk
kearah rahim, letaknya di antara rahim dengan liang senggama (Notodiharjo, 2002
dalam Riksani, 2016). Penyebab kanker serviks hingga saat ini adalahinfeksi virus
Human pappilomavirus (HPV), namun terdapat beberapa faktor risiko yang
berpengaruh seperti pola hidup berganti-ganti pasangan, melakukan hubungan
seksual terlalu dini/ usia<20 tahun, merokok, pemakaian pil KB jangka panjang,
gangguan sistem kekebalan, serta infeksi herpes genital dan clamidia menahun
(Rahayu, 2014 dan Kemenkes RI, 2016).
Kanker serviks merupakan jenis kanker no 2 terbanyak yang diderita oleh
perempuan di seluruh dunia, namun menjadi penyebab utama kematian
perempuan akibat kanker (WHO, 2015). Data Globocan tahun 2018 menyatakan
bahwa di seluruh dunia
terdapat 570.000 kasus kanker serviks dan 311.000
kematian akibat kanker serviks pada tahun 2018. WHO mendapatkan bahwa dari
490.000 wanita yang menderita kanker serviks setiap tahunnya, 80% berada pada
negara berfkembang seperti Indonesia (Bray et al., 2018).
Angka kejadian kanker serviks di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya yaitu ±15.000 kasus, dan 7493 diantaranya berakhir dengan kematian,
sebab 70% kasus baru ditemukan pada saat sudah dalam stadium lanjut (Jawarni
& Nasution, 2017). Indonesia adalah pengidap kanker serviks no 2 di dunia
setelah Cina. Berdasarkan data Globocan tahun 2018, kasus baru kanker serviks di
Indonesia mencapai 32.469 jiwa. Deteksi dini kanker serviks yang rendah
merupakan salah satu penyebab semakin tingginya mortalitas dan morbiditas
kanker serviks (Bray et al., 2018). Pada umumnya, penderita kanker serviks
datang pada saat terdiagnosa stadium lanjut dan sel kankernya telah menyebar ke
organ lain sehingga sangat sulit untuk dapat diobati (Savitri, 2015).
Adapun upaya pemerintah dalam menanggulangi kasus kanker serviks di
Indonesia melalui menteri kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 796 tahun 2010 tentang Pedoman teknis
tentang pengendalian kanker payudara dan kanker leher rahim (serviks) yaitu
melalui tiga tingkatan pencegahan : primer, sekunder, dan tersier. Adapun
pencegahan primer meliputi memberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran
dan kepedulian masyarakat akan penyakit kanker baik melalui seminar kesehatan,
kampanye damai (fun campaign) di berbagai area publik/ pusat keramaian kota,
edukasi melalui media radio, televisi, digital dan promosi kesehatan melalui
kerjasama lintas sektoral. Adapun pencegahan sekunder meliputi: penapisan/
screening (pap smear/IVA tes), dan pencegahan tersier yaitu diagnosis dan terapi,
pelayanan paliatif. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan kualitas dan
kuantitas SDM dalam bidang Onkologi dengan cara mengadakan pelatihan
(Training of Trainer) dalam bidang Onkologi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018).
Salah satu upaya nyata yang dilakukan pemerintah adalah screening PTM berupa
pemeriksaan pap smear dan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Namun, cakupan
screening kanker serviks dengan metode IVA dan pap smear di Indonesia masih
sangat rendah yaitu sebesar 7,34%, sedangkan jumlah cakupan yang efektif untuk
menurunkan angka kejadian kanker serviks adalah 85% (Kemenkes RI, 2018).
Cakupan screening kanker serviks di Bali hingga tahun 2018 sebanyak 16,63%
dari 645.583 WUS yang ditargetkan pada tahun 2014, dan terdapat 4.543 dengan
hasil IVA test positif (Kemenkes RI, 2018). Apabila hal ini terus terjadi, maka
prevalensi kanker serviks yang terdeteksi pada stadium lanjut akan terus
meningkat, sehingga akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas kanker
serviks di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan
cakupan screening kanker serviks agar dapat efektif menurunkan angka kejadian
kanker serviks di Indonesia.
Pap smear merupakan salah satu metode deteksi dini abnormalitas yang terjadi
pada leher rahim. Pap smear dilakukan dengan cara mengambil cairan dari leher
rahim untuk melihat adanya keadaan dan kelainan yang terjadi pada sel di sekitar
leher rahim. Pemeriksaan sel yang terdapat pada cairan dinding leher rahim
diperiksa menggunakan mikroskop (Wijaya, 2010 dalam Astiti, 2015). Wanita
yang telah melakukan hubungan seksual pada usia di bawah 20 tahun maka
dianjurkan melakukan pap smear rutin karena memiliki mulut rahim yang belum
matang sehingga terjadi gesekan ketika berhubungan seksual yang dapat
menimbulkan luka kecil yang menjadi port the entry virus (Depkes RI, 2007
dalam Astiti, 2015). Selain itu, wanita yang berganti-ganti pasangan juga
dianjurkan melakukan pap smear rutin karena berisiko tinggi menderita infeksi
pada organ reproduksi sehingga HPV dan herpes genital dengan mudah masuk
melalui organ reproduksi (Astiti, 2015). Frekuensi pap smear menurut British
Colombia dilakukan setiap tahun pada wanita yang aktif berhubungan seksual dan
6 bulan sekali pada wanita yang berisiko tinggi (American Cancer Society, 2009).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi pap smear pada WUS
meliputi pengetahan, tingkat ekonomi, jarak fasilitas kesehatan, dan dukungan
suami (Astiti, 2015). Penelitian Oon, et al., menyatakan bahwa suami sebagai
sosok pemegang peranan penting dalam proses pemberian dukungan kepada WUS
agar secara fisik dan psikologis siap melakukan pap smear. Dukungan suami yang
dapat diberikan berupa dukungan informasi, emosional, penilaian, dan
instrumental yang berupa pelayanan, finansial, dan menemani saat melakukan pap
smear. Pada penelitian Kinanthi (2013) juga mendapatkan bahwa pengetahuan,
sikap dan dukungan suami menjadi faktor yang mendorong keikutsertaan
papsmear pasangan usia subur. Hasil penelitian Mei Sondang dan Ella (2019) juga
menemukan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara dukungan suami
dengan perilaku WUS (30-50 tahun) dalam melakukan pemeriksaan IVA. Hasil
penelitian Rahmawati & Dewanti (2018) juga mendapatkan bahwa wanita berusia
25-55 tahun di Yogyakarta sebagian besar dari 188 responden memiliki persepsi
benar mengenai kanker serviks dan pentingnya melakukan pemeriksaan IVA,
tetapi mereka tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari suami. Dalam
penelitian Parapat (2016), kurangnya dukungan suami banyak dipengaruhi oleh
kurangnya pengetahuan suami tentang deteksi dini kanker serviks.
Pada umumnya, suami merupakan orang yang paling dekat dengan istri, serta
memiliki tanggung jawab terbesar dalam menjaga kesehatan istri dan keluarganya.
Suami juga harus memiliki pengetahuan yang mempuni tentang kanker serviks
dan cara deteksi dininya. Hal ini untuk mengubah paradigma dari pencapaian
kesetaraan pencerdasaran masyarakat terhadap kesehatan wanita bukan hanya
wanita yang harus menjadi fokus utama, tetapi juga pria yang harus diikutsertakan
dalam
program
pendidikan
kesehatan
atau
penyuluhan
dengan
tujuan
meningkatkan pengetahuan, sehingga suami dapat memberikan dukungan dan
motivasi kepada ibu-ibu untuk melakukan screening kanker serviks secara rutin
dan tepat waktu (Wahyuningsih & Yuanita, 2016).
Pendidikan
kesehatan
atau
penyuluhan
merupakan
suatu
upaya
untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi dan
pembelajaran dari petugas kesehatan (Fitriani, 2011 dalam Tani, Wangaouw, &
Masi, 2018). Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya
mengubah sikap dan perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek
kognitif (pengetahuan dan pemahaman), sehingga kegiatan penyuluhan sesuai
dengan yang diharapkan. Penyuluhan tentang kanker serviks dilakukan agar
masyarakat mengetahui bahaya kanker serviks, serta mendorong minat
masyarakat untuk melakukan screening kanker serviks sedini mungkin (Maulana,
2013 dalam Tani, Wangaouw, & Masi, 2018).
Cakupan screening kanker serviks di Bali hingga tahun 2018 sebanyak 16,63%
(Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data dari Seksi P2PTM Dinkes Provinsi Bali
tahun 2017, Kota Denpasar masuk dalam peringkat ke-3 dengan cakupan deteksi
dini kanker serviks dengan metode IVA terendah yaitu hanya 2,46% (2.836 dari
115.143 WUS). Kota Denpasar berada di peringkat ke-3 setelah Kabupaten
Karangasem dan Bangli dengan masing-masing presentasi cakupan screening
yaitu 1,15% dan 2,08% (Dinkes Provinsi Bali, 2017).
Berdasarkan data rekapitulasi deteksi dini kanker payudara dan leher rahim Kota
Denpasar tahun 2018, diketahui dari 3.333 orang yang melakukan deteksi dini di
seluruh Puskesmas Denpasar, Puskesmas 1 Denpasar Barat menjadi puskesmas
dengan cakupan terendah melakukan pemeriksaan leher rahim yaitu hanya sebesar
199 orang (Dinkes Kota Denpasar, 2018). Hasil studi pendahuluan di Puskesmas
2 Denpasar Barat, didapatkan hasil sebanyak 5 suami dari 10 yang diwawancarai
tidak mengetahui cara deteksi dini kanker serviks.
Dari penjelasan tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait pengaruh Pendidikan
Kesehatan pada Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap Pengetahuan dan Sikap
Suami dalam Mendukung Program Screening Kanker Serviks dengan metode Pap
smear di wilayah kerja Puskesmas 1Denpasar Barat.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pendidikan
kesehatan pada pasangan usia subur (PUS) terhadap pengetahuan dan sikap suami
dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar
Barat?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan pada pasangan usia subur (PUS) terhadap pengetahuan dan sikap suami
dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar
Barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1.
Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung
program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat setelah
diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan.
2.
Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung
program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat pada
kelompok kontrol.
3.
Untuk menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap suami dalam
mendukung program pap smear antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol setelah diberikan pendidikan kesehatan.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah:
1.
Penelitian ini dapat berperan dalam pengembangan ilmu keperawatan terkait
cara meningkatkan cakupan screening kanker serviks khususnya pap smear
dengan memberikan pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur.
2.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian yang serupa dan mengetahui lebih dalam mengenai
pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur dalam meingkatkan
pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program screening kanker
serviks.
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis adalah:
1.
Bagi Perawat di Rumah Sakit
Penelitian ini dapat menjadi salah satu metode mengoptimalkan promotif dan
preventif kejadian kanker serviks di rumah sakit khususnya pada poli obgyn
yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada pasangan usia
subur mengenai kanker serviks dan pentingnya deteksi dini.
2.
Bagi Perawat Puskesmas/Komunitas
Penelitian ini dapat menjadi salah satu metode promotif dan preventif
kejadian kanker serviks di cakupan komunitas yaitu dengan cara memberikan
pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur baik yang berkunjung ke
puskesmas, penyuluhan door to door, maupun mengadakan program
penyuluhan masal pada pasangan usia subur di banjar/dusun.
3.
Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
dukungan suami dalam mendukung program pap smear, sehingga dapat
menurunkan angka kejadian kanker serviks
4.
Bagi Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu metode dalam memberikan
pendidikan kesehatan baik dalam proses pembelajaran ataupun saat terjun ke
lapangan nantinya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Kanker Serviks
2.1.1. Definisi
Kanker serviks adalah kanker yang menyerang area kewanitaan yaitu area serviks
atau leher rahim, dimana area ini berada pada bagian bawah yang
menghubungkan vagina dengan rahim (Rosi, 2013 dalam Tani, Wungouw, &
Masi, 2018).Kanker serviks merupakan jenis kanker yang menempati posisi kedua
dengan penderita terbanyak yang diderita oleh perempuan setelah kanker
payudara namun menjadi penyebab utama kematian perempuan akibat kanker
(Juwarni & Nasution, 2017). Kanker serviks merupakan kanker yang sering
menyerang wanita yaitu terjadi pada daerah serviks yang merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol, serta berhubungan dengan
vagina melalui ostium uteri eksternum (Kemenkes RI, 2017 dalam Legianawani,
dkk, 2019).
2.1.2. Etiologi
Penyebab primer dari kanker serviks adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu
atau lebih virus Human Papiloma Virus (HPV) tipe onkogenik yang memiliki
risiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim, ditularkan melalui hubungan
seksual (sexually transmitted desease). Wanita biasanya terinfeksi virus ini saat
usia muda yaitu pada usia belasan tahun sampai usia tigapuluhan, meskipun
kakernya sendiri baru muncul 10-20 tahun setelahnya (Andrijino, 2009 dalam
Sulistiowati & Anna Maria Sirait, 2014).
2.1.3. Faktor Risiko
Faktor risiko tingginya angka insiden kanker serviks di Indonesia diakibatkan
karena rendahnya kesadaran wanita yang sudah menikah atau yang sudah
melakukan hubungan seksual dalam melakukan pemeriksaan dan deteksi dini
(Darnindro, dkk, 2007 dalam Sulistiowati & Anna Maria Sirait, 2014).
Kejadian kanker serviks diperngaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor
sosio demografi yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas
seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, bergantiganti pasangan seksual, paritas, kurang menjaga kebersihan organ intim, merokok,
riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, penggunaan pembalut yang
tidak aman, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama yaitu
lebih dari 4 tahun (Jong, 2014 dalam Syatriani, 2011). Adapun faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, yaitu :
1)
Merokok : Wanita perokok dengan konsentrasi nikotin getah servik 56 kali
lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek dari bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.
2)
Hubungan seksual yang dilakukan pertama kali pada usia dibawah atau
kurang dari 18 tahun.
3)
Berganti-ganti pasangan.
4)
Pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
5)
Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.
6)
Pemakaian Pil KB : Pemakaian kontrasepsi oral dengan jangka waktu yang
panjang lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan resiko relative 1,53 kali.
Menurut WHO resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19
kali dan meningkat sesuai dengan lama penggunaannya.
7)
Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamedia menahun
8)
golongan ekonomi rendah
9)
Tidak melakukan tes pap smear secara rutin dan dengan pendidikan yang
rendah. (Rasjidi, 2010).
2.1.4. Patofisiologi
Kanker serviks terjadi didahului oleh perubahan keadaan yang disebut dengan lesi
prakanker atau disebut juga neoplasia intraepitel serviks (NIS), biasanya kondisi
ini memakan waktu yang lama
untuk akhirnya berubah menjadi sel kanker
(Andrijino, 2009 dalam Sulistiowati & Sirait, 2015). Dimulai dari displasia
ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ serta kemudia berkembang menjadi
karsinoma invasif. Perbedaan derajat displasia berdasarkan tebal epitel yang
mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma
in situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma
invasif tetapi membran basalisnya masih utuh (Purba, 2019).
Seorang wanita dengan aktivitas seksual aktif dapat terinfeksi HPV risiko tinggi
dan 80% akan menjadi transien serta tidak akan berkembang menjadi NIS dan
HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Hal ini dipengaruhi oleh respons dari
antibodi terhadapat HPV risiko tinggi, 20% sisanya akan berkembang menjadi
NIS (Cahyanti, 2016). Wajar bila infeksi awal HPV tidak dapat disadari, lalu
bertahan dan berhubungan dengan transformasi sel promosi lain, serta dapat
mengarah kepada perkembangan bertahap untuk menjadi penyakit yang lebih
buruk (Purba, 2019).
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gejala yang dapat ditemui pada wanita yang menderita kanker serviks (Purba,
2019) :
1.
Keputihan yang berlebihan disertai bau yang tidak sedap disebabkan oleh
nekrosis dari jaringan tumor yang tidak mendapatkan nutrisi.
2.
Perdarahan abnormal pervaginam, misalnya perdarahan yang dialami
setelah coitus, perdarahan abnormal diluar siklus menstruasi, perdarahan
yang lama dan banyak saat menstruasi,
dan perdarahan spontan saat
berdefekasi.
3.
Gejala lanjut : Nyeri panggul dan nyeri saat berkemih (Cahyanti, 2016)
2.1.6. Klasifikasi/Stadium
Adapun klasifikasi kanker serviks meliputi:
FIGO
DESKRIPSI
Tidak ada bukti tumor primer
0
Karsinoma in situ (Pre invasive carcinoma)
I
Karsinoma terbatas pada serviks
Ia
Karsinoma hanya dapat di diagnosis secara mikroskopik
I a1
Invasi stroma dalamnya < 3 mm dan lebarnya < 7 mm
I a2
Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya < 7 mm
Ib
Secara klinis, tumor dapat di identifikasi pasa serviks atau
massa tumor lebih besar dari 1 a2
I b1
Secara klinis lesi ukuran < 4 cm
I b2
Secara klinis lesi ukuran > 4 cm
II
Tumor telah menginvasi uterus tapi tidak mencapai 1/3 distal
vagina atau dinding panggul
II a
Tanpa invasi parametrium
II b
Dengan invasi parametrium
III
Tumor
menginvasi
sampai
dinding
pelvis
dan
atai
menginfiltrasi sampai 1/3 distal vagina, dan atau menyebabkan
hidronefrosis atau gagal ginjal
III a
Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina
III b
Tumor sudah menginvasi 1/3 distal panggul
IV
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rectum dan atau vesiko urinaria atau telah
bermetastasi keluar panggul ke tempat yang jauh
IV a
Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rectum dan
atau menginvasi keluar dari true pelvis
IV b
Mestastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan
kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel
tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat
dengan lesi kanker serviks
2.1.7. Pencegahan
Menurut Rasjdi (2006), menjelaskan tentang pencegahan kanker serviks :
a.
Tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan
tidak melakukan hubungan seksual usia dini.
b.
Menghindari faktor risiko yang mampu memicu terjadinya kanker seperti
paparan asap rokok.
c.
Melakukan skrining atau penapisan untuk menentukan apakah mereka telah
terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) atau mengalami lesi prakanker
yang harus dilajutkan dengan pengobatan yang sesuai bila ditemukan lesi.
d.
Melakukan vaksinasi HPV yang saat ini telah dikembangkan untuk tipe 16
dan 18. Vaksin diberikan dalam tiga dosis selama 6 bulan (Rasjdi, 2006
dalam Cahyanti, and Wahyuni, 2016).
2.1.8. Penatalaksanaan
Adapun tiga jenis pengobatan utama kanker, yaitu :
1.
Operasi
Ada banyak jenis operasi untuk pengobatan kanker serviks. Berikut daftar jenis
operasi yang paling umum dilakukan untuk pengobatan kanker serviks.
2.
Cyrosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair lalu dimasukkan ke
dalam vagina dan leher rahim. Proses ini dapat membunuh sel-sel abnormal yang
bekerja dengan cara membekukan. Metode ini digunakan untuk mengobati kanker
serviks stadium 0, bukan kanker invasif yang telah menyebar ke dalam rahim.
3.
Bedah Laser
Cara ini menggunakan bantuan sinar laser yang digunakan untuk membakar selsel. Cara ini digunakan untuk mengobati kanker stadium 0.
4.
Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Pemotongan
ini dilakukan pisau bedah, laser, atau kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik.
Digunakan untuk mengobati kanker stadium 0-1.
5.
Histerektomi
Suatu pembedahan yang digunakan untuk mengangkat uterus dan serviks
seluruhnya atau salah satunya. Biasa digunakan untuk kanker stadium Ia-IIa.
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause. Pasien tidak boleh memiliki
penyakit yang berisiko tinggi yaitu penyakit jantung, ginjal, dan hepar,
6.
Trachelektomi
Prosedur ini digunakan untuk mengobati kanker stadium awal yang diderita oleh
wanita muda agar dapat diobati dan masih bisa memiliki keturunan. Metode ini
meliputi pengangkatan serviks dan bagian atas vagina, kemudian meletakannya
pada jahitan yang berbentuk kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher
rahim di dalam rahim. Kelenjar getah bening yang terdapat didekatnya juga
diangkat.
7.
Radioterapi
Pada pengobatan kanker serviks, prosedur ini dilakukan dengan menggunakan
radiasi eksternal yang diberikan bersama kemoterapi dosis rendah. Untuk jenis
pengobatan radiasi internal dilakukan dengan memasukkan zat radioaktif ke
dalam silinder di dalam vagina dan terkadang bahan radioaktif ini ditempatkan di
dalam jarum tipis yang langsung menuju lokasi tumor.
8.
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan prosedur yang menggunakan obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Prosedur ini diberikan melalui infuse dalam pembuluh
darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah maka akan langsung
mengalir ke seluruh tubuh, terkadang ada beberapa yang diberikan pada satu
waktu (Rahman, 2010 dalam Cahyanti, and Wahyuni, 2016).
2.1.9. Komplikasi
Menurut Robe, (2007), komplikasi dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a.
Komplikasi yang disebabkan karena penyakit yaitu : Gagal ginjal karena
obstruksi, perdarahan, fustulasi, dan penyakit karena metastasis jauh.
b.
Komplikasi yang disebabkan tindakan atau terapi atau pembedahan yaitu :
Atonia kandung kencing, infeksi, dan perdarahan (Robe, 2007 dalam
Cahyanti, and Wahyuni, 2016).
2.1.10. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan Pap Smear
1)
Definisi
Pap smear merupakan metode pemeriksaan yang digunakan untuk
mendeteksi abnormalitas yang terdapat pada leher rahim. Pap smear
dilakukan dengan cara mengambil cairan dari leher rahim yang digunakan
untuk melihat keadaan dan kelainan yang terjadi pada sel di daerah sekitar
leher rahim (Smart, 2010 dalam Stiti, 2015).
Pap smear merupakan pemeriksaan dengan hasil yang akurat dan tidak
menimbulkan rasa sakit serta dilakukan oleh ahli sitologi (Setiati, 2009
dalam Stiti, 2015).
2)
Manfaat
Manfaat dari pemeriksaan pap smear menurut Sukaca (2009) dan Stiti
(2015), meliputi empat hal yaitu :
a)
Evaluasi sitohormonal
Pap smear memiliki manfaat untuk mendeteksi adanya penyakit ganggguan
hormonal, menentukan ada atau tidaknya ovulasi pada kasus infertilasi,
menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran
pada kehamilan yang masih muda (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015).
b)
Mendiagnosis peradangan dan penyebab peradangan
Pap smear memiliki manfaat untuk mendiagnosis proses peradangan pada
berbagai infeksi akibat bakteri maupun jamur. Pap smear dapat
menimbulkan perubahan sel yang khas pada beberapa macam infeksi oleh
organisme tertentu sehingga penyebab peradangan tersebut dapat diketahui
(Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015).
c)
Mendiagnosis kelainan pra kanker leher rahim
Pap smear memiliki manfaat untuk mendeteksi dini kanker serviks, kanker
korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin juga keganasan
ovarium. Pap smear dapat menentukan sel yang tidak normal atau sel yang
dapat berkembang menjadi kanker serviks (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015).
d)
Memantau hasil terapi
Pap smear memiliki manfaat untuk pemantn hasil terapi yang dilakukan
pada masalah infertilitas dan gangguan endokrin. Pap smear juga dilakukan
setelah prosedur operasi, kemoterapi, dan radiasi pada kasus-kasus kanker
serviks yang sudah mendapatkan penanganan (Sukaca, 2009 dalam Stiti,
2015).
3)
Syarat dan Prosedur
Terdapat beberapa persyaratan sebelum melakukan pap smear diantaranya :
1.
Pap smear tidak dilakukan pada saat mestruasi. Paling tepat dilakukan
adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir (HPHT) (Sukaca,
2009 dalam Stiti, 2015).
2.
Pasien yang memiliki peradangan berat tidak disarankan untuk
melakukan pap smear sehingga pemeriksaan hendaknya ditunda
sampai pengobatan selesai (Lestadi, 2009 dalam Stiti, 2015).
3.
Tidak melakukan pengobatan ataupun pencucian vagina 24 jam
sebelum menjalani pap smear. Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan
yang digunakan dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel
yang tidak normal sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan
(Lestadi, 2009 dalam Stiti, 2015).
4.
Tidak melakukan hubungan seksual selama satu sampai dua hari
sebelum melakukan pemeriksaan pap smear (Lestadi, 2009 dalam
Stiti, 2015).
Alat-alat yang digunakan diantaranya formulir konsultasi sitologi, spatula ayre
yang dimodifikasi dan cytobrush, kaca benda yang disatu sisinya telah diberi
tanda, speculum cocor bebek (grave’s) kering dan tabung berisi larutan fiksasi
alkohol 96% (Depkes RI, 2007 dalam Stiti 2015). Prosedur dari pemeriksaan pap
smear ada beberapa tahap diantaranya :
a)
Pap smear diawali dengan membuka vagina menggunakan spekulum untuk
membuat serviks dapat terlihat dengan jelas (Smart, 2010 dalam Stiti, 2015).
b)
Pap smear secara teknis dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan
sampel sel dan lender dari hasil sapuan exoserviks tersebut menggunakan
spatula kecil (American Cancer Society, 2009 dalam Stiti, 2015).
c)
Hasil dari sapuan lender serviks tersebut diambil oleh tenaga kesehatan
untuk dioleskan dan difiksasi pada permukaan kaca. Kemudian dilihat dan
diuji menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi (Lestadi, 2009 dalam Stiti,
2015).
d)
Hasil dari pemeriksaan pap smear keluar setelah dua atau tiga minggu
(Wijaya, 2010 dalam Stiti, 2015).
b.
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan pemeriksaan yang menggunakan larutan asam cuka (asam asetat
2%) dan larutan iosium lugol pada serviks yang kemudian akan dilihat apakah ada
perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan pengolesan. Tujuan dilakukannya
IVA adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu
metode skrining kanker serviks. Tes IVA dikatakan positif jika ditemukan adanya
area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas
disekitar area transformasi atau sering disebut dengan lesi pra kanker (Rasjidi,
2010).
2.2 Pasangan Usia Subur
2.2.1. Definisi Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur
antara 15 sampai dengan 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur
kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi
masih haid (datang bulan) (Kurniawati, 2014). PUS yang menjadi peserta KB
adalah pasangan usia subur yang suami/istrinya sedang memakai atau
menggunakan salah satu alat atau cara kontrasepsi moderen pada tahun
pelaksanaan pendataan keluarga.
2.2.2. Masalah Kesehatan Yang Dialami Pasangan Usia Subur
Adapun masalah kesehatan yang sering dialami pada kelompok pasangan usia
subur meliputi penyakit kanker servik, kanker payudara, kanker prostat, penyakit
menular seksual, dan infertilitas (Kurniawati, 2014).
2.3 Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan
2.3.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Notoatmodjo menyatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan usaha dalam
membantu individu, keluarga, maupun masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuannya terkait dengan kesehatan guna mencapai kesehatan yang optimal
(Susilo, 2011 dalam Dewi, 2016). Singkatnya, pendidikan kesehatan merupakan
usaha pemberian informasi pada konsep pendidikan dalam bidang kesehatan
(Notoatmodjo, 2010 dalam Dewi, 2016). Konsep dari pendidikan kesehatan ialah
upaya untuk mempengaruhi dan mengajak individu, kelompok dan masyarakat
untuk hidup sehat (Adnani, 2011 dalam Dewi, 2016).
2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Suliha et al (2008) dalam Dewi (2015) pendidikan kesehatan memiliki
tujuan untuk mengubah pemahaman individu terhadap kesehatan menjadi lebih
baik dan dapat menggunakan fasilitas kesehatan dengan tepat. Selain itu,
pendidikan kesehatan diberikan dengan maksud untuk individu mampu
menetapkan masalah dan kebutuhan yang selanjutnya mampu untuk memahami
dan meutuskan pemecahan masalah terkait kesehatan dengan tepat sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan sosial (Subargus, 2011 dalam Dewi, 2016).
2.3.3 Metode Pendidikan Kesehatan
Notoatmodjo mengungkapkan bahwa terdapat 3 kelompok besar metode dalam
menyampaikan pendidikan kesehatan yaitu metode pendidikan individual,
pendidikan kelompok, dan pendidikan massa (Wulansari, 2014 dalam Dewi,
2016) yang dijabarkan sebagai berikut:
1)
Metode Pendidikan Kesehatan Individual (Perorangan)
a.
Bimbingan dan penyuluhan
Bentuk bimbingan dan penyuluhan dilakukan dengan kontak mata antara petugas
dengan peserta lebih intensif, kemudian melakukan penggalian masalah untuk
ditemukan solusinya secara bersama sehingga klien akan secara sadar dan
sukarela mau menerima perlakuan yang diberikan (Wulansari, 2014 dalam Dewi,
2016).
b.
Wawancara
Wawancara merupakan bagian kecil dari bimbingan dan penyuluhan yang
bertujuan untuk menggali informasi baik berupa data atau masalah seperti
mengapa individu belum menerima perubahan dalam mengetahui apakah perilaku
yang sudah diadopsi tersebut memiliki dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,
apanila masih belum maka perlu dilakukan penyuluhan lebih dalam (Wulansari,
2014 dalam Dewi, 2016).
2)
Metode Pendidikan Kesehatan Kelompok
Perlu diperhatikan apakah kelompok yang akan diberikan pendidikan kesehatan
merpakan kelompok besar aau kecil. Perbedaan besaran kelompok akan memiliki
metode yang berbeda. Metode pendidikan kesehatan secara kelompok dapat
dijabarkan sebagai berikut (Wulansari, 2014 dalam Dewi, 2016):
a.
Kelompok besar
Pendidikan kesehatan pada kelompok besar dapat dilakukan dengan metode
ceramah dan seminar. Metode ceramah cocok dilakukan pada semua kalangan
pendidikan baik kelompok berpendidikan rendah maupun tinggi. Sedangkan
seminar merupakan penyampaian informasi dari satu atau beberapa ahli terkait
dengan topik yang biasanya sedang hangat di masyarakat.
b.
Kelompok kecil
Dalam kelompok kecil dapat dilakukan dengan diskusi kelompok yang diatur
sedemikian rupa dengan dimpimpin oleh pemimpin diskusi yang duduk diantara
peserta untuk mengurangi kesenjangan. Dalam diskusi peserta memiliki
kebebasan dalam berpendapat yang diatur dan diarahkan oleh pimpinan diskusi
sehingga diskusi lebih hidup tanpa ada yang mendominasi.
Diskusi kelompok dapat dimodifikasi menjadi curah pendapat. Metode ini
dilakukan dengan pemberian suatu masalah yang akan dikomentari oleh peserta
yang dimana komentar tersebut akan ditempelkan pada flipchart dan nantinya
akan ditanggapi oleh peserta sehingga diskusi akan terjadi. Selain metode diskusi
dan curah pendapat, dapat juga dilakukan Role Play. Metode ini dilakukan dengan
bermain peran oleh beberapa peserta berdasarkan topik yan telah ditentukan.
3)
Metode Pendidikan Kesehatan Massa
Metode pendidikan kesehatan massa biasanya dilakukan secra tidak langsung
yaitu melalui perantara berupa media massa. Cotntoh pendidikan massa yang
biasanya digunakan ialah ceramah umum, pidato, simulasi dan media massa
berupa bill board, spanduk, poster dan sebagainya (Wulansari, 2014 dalam Dewi,
2016).
2.3.4 Media Pendidikan Kesehatan
Media pendidikan kesehatan merupakan alat bantu yang digunakan dalam
penyampaian pendidikan kesehatan yang berisikan pesan atau informasi yang
ingin disampaikan kominikator kepada sasaran, sehingga harapannya dengan ada
media tersebut dapat mempermuda individu sasaran dalam memahami pendidikan
kesehatan yang disampaikan (Mubarak, 2012 dalam Dewi, 2016). Menurut
mubarak (2012) dalam Dewi (2016), media-media yang digunakan dalam
penyampaian pendidikan kesehatan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)
Media cetak
Media cetak merupakan media tetap yang mengedepankan pesan secara visual,
contohnya booklet yang disajikan dalam bentuk buku, leaflet yang merupakan
penyampaian informasi dalam lembar lipat, poster yang mengedepankan estetika,
flip chart yang disajikan dalam bentuk lembar balik, surat kabar, brosur, serta
stiker.
2)
Media elektronik
Media elektronik merupakan media yang bergerak, dinamis atau berubah-ubah,
dapat dilihat dan dapat dengar. Pesan yang disampaikan melalui alatbantu
elektronik seperti televisi, radio, kaset, CD (Compact Disc), VCD (Video
Compact Disc), DVD (Digital Versatile Disc), slide show, atau video-tape.
3)
Media luar ruang
Media luar ruang merupakan media penyampaian informasi yang diletakkan
diluar ruang yang dapat dilihat oleh masyarakat umum. Biasanya media luar ruang
dibuat dalam ukuran yang relatif besar seperti papan reklame, spanduk, banner,
dan pameran.
2.4
Pengetahuan
2.4.1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tejadinya setelah melakukan penginderaan
terhadapap suatu objek tertentu. Pengindreaan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau
kognitif meruppakan domain yang sangat penting dimana terbentuknya tindakan
seseorang (Overt behaviour) dimana berdasarka pengalaman prilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih bersifat langgeng dari pada prilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
2.4.2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2010). Dalam
Sukhmarini (2018). Di bagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :
1.
Tahu (know)
Tahu diatikan megingat sesuatu materi yang telah di pelajari sebelumnya, dari
seluruh bahan yang akan di pelajari. Tahu ini merupakan tingkat pengertian yang
paling rendah.
2.
Memahami (Comprehension)
Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan menginterprestasikan materi ke kondisi
sebenernya ke dalam kondisi yang sebenernya.
3.
Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk mengunakan materi yang telah di pelajari pada situasin atau
kondisi yang sebenernya.
4.
Analisi (Analysis)
Analisis adalah suatu kemapuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, ytetapi masih dalam suatu struktur organisaisi
tersebut dan masih dan kaitannya satu sama lain.
5.
Sintesis (synithesis)
Sintesis
menunjukan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan.
6.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuka justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
2.4.3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor yang mepengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo, 2010 dalam
Sukhmarini (2018) meliputi:
a.
Pendidikan
Tingkat Pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap
sesuatu yang dating dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan
reson yang lebih rasional terhadap informasi dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang makin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Pendidikan
yang di berikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju cita-cita
tertentu. Pendidikan juga dapat mepengaruhi prilaku dan pola hidup terutama
dalam motivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kesehatan.
b.
Paparan media massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat di
terima masyarakat sehingga seseorang yang lebih terpapar media massa (TV,
radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang
terpercaya.
c.
Ekonomi
Usaha memenuhu kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan
keluarga dengan status ekonomi rendah.
d.
Hubungan sosial
Manusia adalah makluk sosial dimana adalah kehidupan saling berinteraksi antara
satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan
lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga
mepengaruhi kemampuan individu sebagai komonikasu untuk menerima pesan
menurut model komunikasi yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorng tenteng sesuatu hal.
2.4.4. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan
tentang isi materi yang ingin di ukur dengan responden (notoatmodjo) 2010.
Dalam Sukhmarini (2018). Pengukura pengetahuan dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung atau melalui pertanyaanpertanyaan tertulis ata angket. Indicator yang pengetahuan adalah tingginya
pengetahuan responden tentang kesehatan, atau bersarnya presentase klompok
responden dimana dapat di kategorikan menjadi baik dengan nilai benar antara
80%-100% di kaegorikan dengan cukup dengan nilai benar antara 56%-79% dan
kategori kurang dengan nilai benar <56%.
2.4.5. Sumber-Sumber Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya di peroleh dari pengalaman yang berasal dari
bermacam-macam suber misalnya media massa, media elektronik, media buku
petunjuk, petugas kesehatan, media poster kerabat dekat dan sebagainya.
Notoatmojo (2010). Dalam Sukhmarini (2018) pengetahuan dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal.
2.5 Konsep Dasar Sikap
2.5.1 Definisi Sikap
Sikap merupakan respon tertutup yang dimiliki seseorang terhadap rangsangan
atau stimulus maupun objek tertentu yang juga melibatkan pendapat serta emosi
yang bersangkutan (Notoatmojo, 2010 dalam Awet, 2016). Sikap sesorang
terhadap stimulus tidak dapat langsung dilihat layaknya perilaku, namun hanya
dapat ditafsirkan melalui perilaku tertutup (Awet, 2016).
2.5.2 Tingkatan Sikap
Notoadmojo (2010) menjabarkan sikap menjadi beberapa tingkatan-tingkatan,
yaitu:
a.
Menerima
Tingkatan menerima (receiving) merupakan fase dimana seseorang mau
menerima rangsangan yang telah diberikan.
b.
Merespon
Merespon (responding) merupakan fase dimana seseroarang mau memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan atau sesuatu yang dihadapi atau diterima.
c.
Menghargai
Menghargai (valuing) adalah fase dimana seseorang mau memberikan respon atau
tanggapan positif terhadap stimulus yang diterima.
d.
Bertanggungjawab
Bertanggung jawab (responsible) merupakan fase dimana seseorang berani
bertanggung jawat atau berani menerima resiko apapun terhadap apa yang telah ia
yakini. Tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi dari sikap.
2.5.3 Struktur Sikap
Berdasarkan buku dari Sandi Awet (2016) diaktakan bahwa sikap terdiri atas 3
struktur yang membaginya, yaitu:
a.
Komponen Kognitif
Komponen ini merupakan representatif dari stimulus yang sudah diyakini oleh
seseorang yang menerima stimulus tersebut. Komponen ini berisika mengenai
kepercayaan stereotype yang dimiliki seseorang terhadap pendapat atau opini
biasanya terhadap isu-isu yang sedang memanas.
b.
Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan komponen yang sudh melibatkan emsional.
Biasanya komponen ini disamakan dengan perasaan yang dirasakan seseorang
terhadap stimulus dimana pada komponen ini berakar paling dalam terhadap
komponen sikap dan dapat mengubah sikap seseorang terhadap stimulus.
c.
Komponen Konatif
Komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang dalam berperikau
terhadap stimulus yang diterima sesuai dengan sikap yang dimiliki. Komponen ini
berisi kecenderungan untuk bereaksi terhadap stimulus dengan cara terntu serta
berkaitan dengan stimulus yang dihadapinya.
2.6 Konsep Dasar Dukungan Suami
2.6.1 Definisi Dukungan Suami
Dukungan merupakan sumber daya yang dapat memberikan perasaan nyaman
baik secara fisik maupun psikologis sehingga seseorang merasa sangan dicintai,
diperhatikan dan dihargai oleh orang lain. Dukungan berasal dari orang lain di
luar dari diri kita sendiri seperti anak, kerabat, orang tua, teman, rekan kerja
maupun anggota kelompok dalam masyarakat yang saling berinteraksi sehingga
menimbulkan perasaan nyaman secara fisik maupun psikologis (Sheridan &
Radmacher, 2008 dalam Stiti, 2015).
Dukungan suami mengacu pada cara suami dalam memberikan kenyamanan
kepada pasangan, mendukung, mendampingi dan menghargainya (Sarafino, 2006
dalam Stiti, 2015). Dukungan suami dijadikan sebagai sumber emosional,
informasional dan juga pendampingan yang diberikan kepada suami kepada
pasangan guna membantu menghadapi setiap permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan (De Lamater & Ward, 2013 dalam Stiti, 2015). Dukungan suami dapat
berupa informasi secara verbal maupun nonverbal, bantuan nyata yang didapatkan
sehingga memberikan manfaat emosional dan efek perilaku bagi pasangan sebagai
penerima dukungan (Bart, 1994 dalam Stiti, 2015).
2.6.2 Jenis-Jenis Dukungan Suami
Jenis-jenis dukungan suami terbagi atas 4 bagian yang merupakan dukungan
sosial suami sebagai interaksi interpersonal (Bart, 1994; Friedman, 1998;
DeLamater, 2013 dalam Stiti, 2015):
1)
Dukungan Informasi
Dukungan informasi dilakukan dengan pemberian informasi baik berupa nasehat,
saran ataupun petunjuk orang lain sehinnggan penerima dukungan mau dan
mampu untuk memecahkan permasalahannya. Informasi yang diberikan dapat
berupa informasi terkait dengan pelaksanaan pap smear.
2)
Dukungan Emosional
Dukungan emosional yaitu seberapa jauh individu merasa diperhatikan, didorong
serta dibantu dalam memecahkan permasalahan yang terjadi oleh orang lain dalam
konteks ini khususnya suami. Bentuk dukungan ini ialah membuat individu
nyaman, dipedulikan dan yakin
sehingga individu dapat memutuskan solusi
untuk mecahkan permasalahan yang ada. Bentuk dukungan emosional yang
diberikan dapat berupa kepedulian dan empati serta keyakinan oelh suami
terhadap istri dalam melakukan pap smear.
3)
Dukungan Penilaian
Dukungan penilaian terdiri atas penilaian positif yang diberikan suami. Penilaian
tersebut dapat berupa penghargaan positif, dukungan, dan persetujuan terhadap
keputusan istri dalam melakukan pemerikasaan pap smear. Dukungan penilaian
tersebut berupa diberikannya feedback serta penguat kepada individu yang
digunakan sebagai sarana dalam mengevaluasi diri dan dijadikan dorongan untuk
mengambil keputusan.
4)
Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental merupakan tindakan nyata yang dierikan suami dalam
mendorong pasangan dalam menjalankan keputusan yang telah dipilih. Dukungan
tersebut dapat berupa pelayanan, finansial dan barang. Sebagai salah satu contoh
suami memberikan dukungan instrumen berupa finansial dan menemani istri
dalam melakukan pap smear.
2.6.3 Tujuan dan Manfaat Dukungan Suami
Manfaat dan tujuan dukungan suami yang diberikan kepada istri dalam melakukan
pap smear adalah keyakinan dan pengurangan rasa cemas maupun stress
(DeLamater & Ward, 2013 dalam Stiti, 2015).
2.6.4 Alat Pengukuran Dukungan Suami
Alat pengukuran yang digunakan dalam
menilai dukungan suami ialah The
Medical Outcomes Study Social Support Survey (MOS-SSS) (Ritvo, et al,, 1997
dalam Stiti, 2015). Penilaian MOS-SSS terdiri atas 18 item pertanyaan
berdasarkan 4 dimensi dukungan yaitu dukngan informasi, dukungan emosional,
dukungan penilaian dan dukungan instrumental dengan rentang skor 18 sampai
dengan 90 (McDowell, 2006 dalam Stiti 2015). Dukungan suami diukur dengan
skala likert yang terdiri dari lima poin dari satu yang berarti tidak pernah sampai
lima yang berrate selalu (McDowell, 2006 dalam Stiti 2015).
2.7. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap
Suami dalam Mendukung Program Pap Smear
Masalah kesehatan perempuan saat ini adalah meningkatnya penyakit infeksi
menular seksual pada organ reproduksi (99,7%), salah satunya yaitu virus
penyebab kanker serviks (Wijaya & Delia, 2010). Kanker serviks adalah kanker
yang disebabkan adanya human papiloma virus (HPV) menyerang area serviks
atau leher rahim wanita, yang berada di bagian bawah yang menghubungkan
vagina dengan rahim (Rosi, 2013 dalam Tani, Wungouw & Masi, 2018).
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks seperti faktor sosio
demografi meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas seksual,
berganti - ganti pasangan seksual, paritas, kurang menjaga kebersihan organ
intim, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks,
penggunaan pembalut yang tidak aman, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam
jangka waktu lama yakni lebih dari 4 tahun (Jong, 2014 dalam Syatriani, 2011).
Dalam Juwarni & Nasution (2017), kanker serviks merupakan penyakit yang
menempati posisi kedua dengan penderita terbanyak diderita perempuan setelah
kanker payudara, namun menjadi penyebab utama kematian perempuan akibat
kanker. Kanker serviks dapat menyerang wanita pada semua lapisan masyarakat,
mulai dari golongan ekonomi bawah, golongan ekonomi tinggi, berpendidikan
rendah, berpendidikan tinggi, usia muda maupun usia tua (Depkes RI, 2002 dalam
Martini, dkk, 2013). Tingginya faktor risiko angka kejadian kanker serviks di
Indonesia diakibatkan karena rendahnya kesadaran wanita yang sudah aktif
melakukan hubungan seksual untuk melakukan deteksi dini kanker serviks
(Darnindo, dkk, 2007 dalam Sulistiowati & Anna Maria Sirait, 2014). Rendahnya
partisipasi wanita terhadap deteksi dini kanker serviks kemungkinan merupakan
akibat kurangnya pengetahuan tentang pentingnya deteksi dini kanker serviks
salah satunya dengan pap smear (Martini, dkk, 2013).
Pap smear adalah salah satu upaya untuk mendeteksi dini kanker serviks.
Pemeriksaan pap smear dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik,
pengetahuan, sikap, paritas, usia menikah, kontrasepsi, jarak, letak geografis dan
pelayanan kesehatan (Damindro, dkk, 2007 dalam Martini, dkk, 2013).
Natoatmodjo menyatakan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan individu,
keluarga maupun kelompok masyarakat terkait kesehatan dapat dilakukan melalui
pemberian pendidikan kesehatan (Susilo, 2011 dalam Dewi, 2016). Dengan
diberikannya pendidikan kesehatan, diharapkan mampu mempengaruhi individu,
keluarga maupun kelompok masyarakat untuk dapat hidup sehat (Adnani, 2011
dalam Dewi, 2016).
Pemberian informasi dapat menjadi salah satu usaha untuk meningkatkan
motivasi wanita agar lebih berperan aktif mengikuti program pap smear. Suami
merupakan orang terdekat istri. Perlakuan suami dalam berumah tangga akan
mempengaruhi perilaku istri. Dukungan suami baik untuk mendorong dan
mengingatkan istri untuk melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin.
Dukungan suami dalam bentuk informasi sangat dibutuhkan sebagai faktor
pendukung yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku istri dalam melakukan
pemeriksaan pap smear. Diharapkan istri mempunyai dukungan baik dari dalam
dirinya sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya. Dukungan suami kepada istri
mampu memberikan keyakinan dan mengurangi rasa cemas dan stres istri dalam
melakukan pap smear (DeLamater & Ward, 2013 dalam Stiti, 2015). Oleh karena
itu pemberian pendidikan kesehatan terhadap suami diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan dan sikap suami terhadap istri, sehingga istri memiliki
keyakinan dan dorongan untuk secara rutin melakukan deteksi dini kanker
serviks.
BAB III
KERANGKA KONSEP
Rendahnya Cakupan Deteksi Dini
Kanker Serviks pada PUS
Ruang Lingkup Pengendalian
Kanker Serviks
- Primer (Edukasi/Pendidikan
Kesehatan) pada PUS
- Sekunder (Cakupan Skrining
/Deteksi Dini) pada PUS
Factor-factor
yang
mempengaruhi Rendahnya
Cakupan
Deteksi
Dini
Kanker Serviks pada PUS
- Kurang pengatahuan PUS
- Tersier (Pengobatan/Terapi)
- Kecemasaan/ketakutan
- Jarak Fasyankes
- Social ekonomi rendah
- Kurangnya dukungan
Factor-faktor yang
mempengaruhi dukungan
suami
-
Umur
-
Tingkat pendidikan
-
Pekerjaan
-
Social ekonomi
Dukungan Suami
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Kesehatan pada PUS
terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami dalam Mendukung Program Pap Smear
di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Alur
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau
kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2019).
a.
Variabel Bebas/ Independen
Variable Independen merupakan variabel yang memengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,
2019). Variabel independen/bebas dari penelitian ini adalah Pendidikan
Kesehatan pada Pasangan Usia Subur.
b.
Variabel Terikat/Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi karena adanya
variabel independen (Sugiyono, 2019). Variabel dependen/terikat dari
penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung
program pap smear.
3.1.2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga mempermudah
pembaca mengartikan makna penelitian (Sugiyono, 2019). Definisi operasinal
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur Skoring
Skala
Ukur
1
Variabel
Pemberian
pendidikan Kuesioner
Independen:
kesehatan masal kepada dengan
pertanyaan
Pendidikan
pasangan usia subur di skala
dengan skor
Kesehatan
balai
Benar:
banjar
dengan guttman
Terdapat 10 Rasio
2,
menggunakan
media
Salah: 1
slide
point.
Skor 10-20
power
Adapun
materi
di
dalamnya mencangkup:
- Pengertian,
penyebab,
risiko,
faktor
tanda
dan
gejala,
klasifikasi/stadium
kanker
serviks,
penatalaksanaan
kanker
serviks
(pencegahan
dan
pengobatan).
- Deteksi dini dengan
pap
smear,
mencakup
pengertian
smear,
pap
manfaat,
syarat dan prosedur
pap smear.
2
Variabel
a. Pengetahuan
Kuesioner
7 Rasio
Dependen:
Hasil
a. Pengetah
dan memahami yang skala
dengan skor
dilihat dari jawaban linkert
Sangat
uan
pengetahuan dengan
Terdapat
pertanyaan
b. Sikap
responden terhadap
Setuju
pertanyaan
dalam
(SS)=4,
kuesioner
setelah
Setuju
diberikan
(ST)=3,
pendidikan
Tidak
kesehatan
pada
Setuju
kelompok intervensi
(TS)=2,
dan
Sangat
kelompok
kontrol. Responden
Tidak
dalam
Setuju=1
penelitian
adalah suami.
Kategori
b. Sikap
skor: 7-28
Hasil menerima dan
merespon
yang
dapat dilihat melalui
jawaban responden
terhadap pertanyaan
dalam
kuesioner
mengenai
sikap
suami
dalam
mendukung program
pap smear setelah
diberikan
pendidikan
kesehatan
pada
kelompok intervensi
dan
kelompok
kontrol. Responden
dalam penelitian ini
adalah suami.
3.1.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumsan masalah penelitian,
atau dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah
penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2019). Hipotesis
dalam penelitian ini adalah: Pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur
berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program
pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian kuasi
eksperimental. Desain penelitian yang digunakan adalah intervention and control
group design dengan intervensi pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan pada
pasangan usia subur terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung
program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. Penelitian ini
dilakukan untuk membandingkan pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung
program pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol. Pada penelitian ini, responden (suami)
diminta untuk mengisi kuesioner pengetahuan dan sikap mendukung program pap
smear setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada pasangan usia
subur.
Untuk lebih jelasnya, desain penelitian digambarkan dalam bentuk skema
berikut:
Pendidikan Kesehatan
P1
X
K1
Analisis perbandingan
post test P1 dan K1
Gambar 4.1 rencana penelitian kuasi eksperimental design (intervention and
control group).
Keterangan :
P1 : Nilai post test kelompok perlakuan
K1 : Nilai post test kelompok kontrol
X : Tidak diberikan perlakuan
Kerangka Kerja
Populasi maka uji yang digunakan adalah
Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar
Sampling
Non Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling
Sampel
30 orang suami sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi
Perlakuan: Pemberian Pendidikan Kesehatan Masal pada Pasangan
Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat
Post Test
Memberikan kuesioner pada suami setelah diberikan pendidikan
kesehatan
Pengumpulan dan Analisis Data
Uji statistik untuk melihat perubahan tingkat pengetahuan dan sikap suami dalam
mendukung program pap smear dari distribusi data. Jika data terdistribusi normal
maka uji yang digunakan adalah Independen t-test menggunakan program
komputer (Tingkat kepercayaan 95%, p<=0,05). Jika data tidak terdistribusi
normal maka uji yang digunakan adalah Man Whitney
Penyajian Hasil Penelitian
Kesimpulan
Gambar 4.2 Skema Kerangka Kerja Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada
Pasangan Usia Subur terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami dalam Mendukung
Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Barat.
Pemilihan lokasi ini diperoleh dari data bahwa rendahnya jumlah cakupan
skrining kanker serviks di Denpasar menduduki posisi ketiga setelah Karangasem
dan Bangli.
Jika hal tersebut tetap berlangsung maka diagnosis dini kanker
serviks tidak bisa dilakukan, dan prevalensi kanker serviks yang baru terdiagnosis
padastadium laanjut akan semakin meningkat.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2020.
4.3. Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013 dalam Stiti, 2015).
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Populasi dari penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang terdapat di
Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Barat.
4.3.2. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan cara atau metode yang digunakan dalam
pengampilan sampel (Nursalam, 2011 dalam Stiti, 2015). Teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dengan
jenis purposive sampling yaitu teknik pengambilan dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2019).
4.3.3. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2019). Penentuan sampel dilakukan peneliti berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah disusun yaitu :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria sampel yang layak atau dapat diteliti.
Pada penelitian ini kriterianya adalah :
1. Responden merupakan pasangan usia subur yang ada di wilayah
Kerja Puskesmas I Denpasar Barat
2. Responden berusia 25-50 tahun
3. Responden
merupakan
pasangan
yang
masih
diikat
status
perkawinan dan masih tinggal satu rumah.
4. Calon responden bersedia menjadi responden dalam penelitian yang
dibuktikan dengan pengisian innformed consent.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria sampel yang tidak layak untuk diteliti.
Dalam penelitian ini yang termasuk kriteria ekslusi adalah:
1. Responden dengan kelainan sejak lahir seperti buta dan tuli.
2. Responden yang tidak menyetujui inform consent.
4.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4.4.1. Jenis Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah jenis data primer. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya (Arikunto, 2010).
Dalam penelitian ini data didapatkan dari hasil pengisian kuesioner yang diisi oleh
responden.
4.4.2. Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan prosedur pengumpulan data sebagai
berikut.
a. Prosedur Administrasi
1. Menyusun proposal penelitian
2. Mengajukan proposal penelitian
3. Mendapatkan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian dari
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
4. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke
tempat penelitian.
Prosedur pengajuan izin yang dilakukan di tempat penelitian yaitu
sebagai berikut.
a. Mengajukan surat izin ke Badan Perizinan & Penanaman Modal
Provinsi Bali
b. Meneruskan surat izin penelitian ke KESBANGPOL Kota
Denpasar
c. Melakukan uji etik untuk mendapatkan ethical clearance
d. Meneruskan suart izin ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar
e. Meneruskan surat izin penelitian ke Puskesmas I Denpasar Barat
5. Memilih dan menentukan asisten penelitian
Prosedur pemilihan dan penentuan asisten penelitian adalah sebagai
berikut.
a. Asisten penelitian adalah mahasiswa perawat yang memiliki
pengetahuan mengenai penyakit kanker serviks
b. Asisten penelitian adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan
penjelasan dan mengerti mengenai pendidikan kesehatan kanker
serviks serta kuesioner
6. Menjelaskan informed consent terkait tujuan, manfaat, prosedur
penelitian, serta hal dan kewajiban responden dalam penelitian.
Selanjutnya memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya
apabila ada hal yang kurang jelas terkait dengan penelitian. Kemudian
meminta calon responden yang telah dipilih dan memenuhi kriteria untuk
bersedia menjadi responden. Jika calon responden bersedia menjadi
responden, makan akan diminta untuk menandatangi lembar informed
consent. Lalu peneliti akan menyampaikan kepada pasangan responden
bahwa yang bersangkutan menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Menetapkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
8. Memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan kepada kelompok
perlakuan
9. Melakukan pengisian kuesioner post intervensi pada kelompok
perlakuan
10. Melakukan pengisian kuesioner post intervensi pada kelompok
kontrol.
4.4.3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik, semua fenomena itu
disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2019). Instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
mengenai hal - hal yang ingin diketahui oleh peneliti (Nursalam, 2015). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner tertulis tertutup, yaitu kuesioner
yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden hanya memilih pilihan
yang tersedia. Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini, sebelumnya
telah diuji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu.
Kuesioner yang digunakan untuk mengukur pengetahuan PUS tentang deteksi
dini kanker serviks akan dinilai dengan menggunakan skala Guttman. Skala
Guttman adalah skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan
jawaban yang tegas ( Hidayat, 2014). Kuesioner pengetahuan dibuat sendiri oleh
peneliti. Suami sebagai responden akan diminta untuk menyatakan pernyataan
yang menurutnya sesuai dengan memberikan jawaban Ya atau Tidak tentang
deteksi dini kanker serviks menggunakan kuesioner terstruktur. Kuesioner dalam
penelitian ini terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor benar bernilai 2, dan salah
bernilai 1, sehingga rentang skor 10-20.
Untuk mengukur sikap PUS tentang deteksi dini kanker serviks peneliti
menggunakan kuesioner dengan skala bertingkat (rating scale) tipe Likert. Skala
Likert merupakan metode untuk mengukur skala pernyataan sikap yang dasar
penentuan
nilai
skalanya
ditentukan
oleh
distribusi
respon
responden
(Notoatmodjo, 2010).
Kuesioner sikap dibuat sendiri oleh peneliti. Suami sebagai responden akan
diminta untuk menyatakan persetujuan atau tidaknya terhadap isi pernyataan
dalam empat macam kategori jawaban yang disertai dengan rating scale sebanyak
4 kelas yang terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan
sangat tidak setuju (STS).
4.4.4. Etika Penelitian
Peneliti harus memegang teguh prinsip-prinsip etika penelitian dalam melakukan
aspek sebuah penelitian. Peneliti harus mepertimbangkan aspek sosioetika dan
menjujung tinggi harkat an marrtabat kemanusiawian walau intervensi dan
penelitian
yang
dlakukan
tidak
memiliki
resiko
yan
merugikan
dan
membahayakan subjek penelitian. (Depkes RI, 2010), antara lain
1. Menghormti martabat penelitian
Penelitian yang dilakukan harus menjujung tinggi martabat seseorang
(subyek peneliti). Peneliti mepertimbangkan hak-hak subyek untuk
mendapa informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian
serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan
untukberpartisipasi dalam rangka penelitian (autonomy).
2. Asas kemanfaatan
Penelitian yang dilakukan mepertimbangkan manfaat dan resiko yang
mungkin terjadi. Peneliti melaksanakan penelitin sesuai dengan prosedur
penelitian guna mendapat hail yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi
subyek peeliiann dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi
(beneficenen).
3. Justice
Setiap orang diberlakukan sama dasar normal, martabat dan hak asasi
manusia. Hak dan kewajiban peneliti Maupin subyek juga harus seimbang.
Peneliti mengkodinasikan lingkungan pada saat penelitian agar memenuhi
prinsip keterbukaan yaitu kejelasan secara detail proses penelitian kepada
responde dan akan membagikan keuntungan dan beban secaa merata
kepada masing-masing rsponden (aninimity).
4.5. Pengolahan Data dan Analisis Data
4.5.1. Teknik Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Editing
Tahapan pertama yaitu editing. Pada tahapan ini dilakukan kegiatan untuk
memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh dari responden.
Kuesioner yang telah dikumpulkan oleh responden di periksa kelengkapannya
apakah item pertanyaan sudah terjawab semua dan apakah setiap jawaban
relevan dan konsisten dengan item pertanyaan. Hasil yang diperoleh pada
kuesioner sudah terisi lengkap dan relevan dengan pertanyaan.
b. Coding
Tahapan kedua yaitu coding. Pada tahapan ini dilakukan pemberian kode
numerik (angka) pada data yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah
data dari yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka untuk
memudahkan penginterpretasian hasil penelitian. Coding pada penelitian
kami yaitu pada kuesioner
c. Entry Data
Entry data merupakan tahapan ketiga yang dilakukan dengan memasukkan
data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer.
Entry data data pada penelitian ini yaitu berupa nama responden, usia,
pendidikan terakhir, pekerjaan, hasil pre-test dan hasil post-test yang
diperoleh mengggunakan kuesioner tingkat pengetahuan tentang deteksi dini
kanker serviks dan angket sikap tentang deteksi dini kanker serviks yang
telah terkumpul serta dimasukkan dalam master tabel yang dilakukan dengan
menggunakan program komputer.
d. Cleaning
Pada tahapan keempat yaitu cleaning, peneliti melakukan pemeriksaan
kembali data yang telah dimasukkan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
data telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean maupun
dalam membaca kode. Kesalahan juga mungkin terjadi pada saat
memasukkan data ke komputer. Setelah memperoleh data, peneliti melakukan
pemeriksaan kembali apakah terdapat kesalahan atau tidak sehingga data siap
untuk dianalisis. Pada tahap ini, peneliti baru melakukan pengolahan data
setelah memastikan semua data telah dimasukkan dan bebas dari kesalahan.
4.5.2. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahapan yang dilakukan ketika seluruh data dari
responden telah terkumpul. Pada tahapan ini dilakukan pengelompokan data
berdasarkan variabel, kemudian mentabulasi data berdasarkan variabel dari
seluruh responden, menyajikan data daeri setiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan diakhiri dengan perhitungan
untuk menjawab hipotesis (Sugiyono, 2019). Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis univariat dan bivariat untuk mengetahui
pengaruh antara dua variabel independen dan dependen. Analisis yang dilakukan
bertujuan untuk mengidentifikasi setiap variabel. Teknik tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang pengolahan datanya hanya
menggunakan satu variabel. Dalam analisis univariat digambarkan setiap
variabel yang terdiri dari variabel independen dan dependen dengan
menggunakan distribusi frekuensi proporsi. Analisis univaria bertujuan untuk
menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dan berfungsi untuk
meringkas kumpulan data hasil pengukuran (Sujarweni, 2019). Data yang
dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data demografi pada kuesioner yang
meliputi umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan, data hasil pengukuran
tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dan data hasil
pengukuran sikap tentang deteksi dini kanker serviks setelah pemberian
pendidikan kesehatan. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk
menggambarkan data yang telah terkumpul dengan hasil distribusi frekuensi,
presentase, dan mean pada masing-masing data (Sugiyono, 2019).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel
(Sujarweni, 2019). Pada penelitian ini penggunaan analisis bivariat adalah
untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur
terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap
smear. Data yang telah terkumpul dilakukan analisis uji dengan bantuan
program komputer. Sebelum dilakukan pengujian statistik terhadap pengaruh
pendidikan kesehatan pada PUS terhadap pengetahuan dan sikap Suami
Dalam Mendukung Program Pap Smear di wilayah kerja Puskesmas 1
Denpasar Barat dilakukan uji normalitas data terhadap data sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan uji Saphiro
Wilk (jumlah sampel kurag dari 50). Data yang digunakan dalam penelitian
ini ialah data dengan skala interval. Dalam menganalisis pengaruh pendidikan
kesehatan pada pasangan usia subur terhadap pengetahuan dan sikap suami
dalam mendukung program pap smear dilakukan uji Independent t-test
apabila data dalam penelitian ini terdistribusi normal, sedangkan apabila data
tidak terdistribusi normal makan uji yang digunakan adalah Mann Whitney
test. Data dikatakan terdistribusi normal apabila p.0.05 dan data dikatakan
tidak terdistribusi normal apabila p≤0.05. Kesimpulan yang diperoleh dari
hasil uji ini adalah:
a. Ho ditolak apabila nilai p≤0.05, hal ini menunjukkan ada pengaruh
pendidikan kesehatan pada PUS terhadap pengetahuan dan sikap Suami
Dalam Mendukung Program Pap Smear di wilayah kerja Puskesmas 1
Denpasar Barat.
Ho diterima apabila nilai p>0.05, hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh
pendidikan kesehatan pada PUS terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam
mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar
Barat.
PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian
: Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Pasagan Usia Subur
Terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami Dalam Mendukung
Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar
Barat
Peneliti
: SGD 3
NPM
:-
Pembimbing
: 1. Ns. Putu Oka Yuli Nurhesti, S.Kep., MM., M.Kep.
2. Ns. Made Suindrayasa,
Peneliti ini adalah mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi
Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Saudara telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini
sepenuhnya bersifat sukarela. Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi
atau mengajukan keberatan atas penelitian ini tanpa ada konsekuensi dan dampak
negatif. Sebelum Saudara memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal,
sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian ini untuk menilai Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada
Pasagan Usia Subur Terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami Dalam
Mendukung Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar
Barat. Penelitian ini digunakan sebagai salah satu media yang efektif
digunakan dalam pemberian pendidikan kesehatan di rumah sakit.
2. Jika saudara bersedia ikut serta dalam penelitian ini, peneliti akan meminta
Saudara untuk mengisi kuesioner yang terkait dengan keadaan diri Saudara.
Jawablah kuesioner ini sesuai dengan kondisi Saudara. Jawaban kuesioner ini
tidak benar atau salah.
3. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin
kerahasiaannya. Hasil penelitian ini akan digunakan pada tempat peneliti
belajar dan pelayanan kesehatan setempat dengan tetap menjaga kerahasiaan
identitas Saudara.
4. Penelitian ini sangat bermanfaat untuk Saudara karena akan dilakukan
pemberian intervensi yaitu pemberian pendidikan kesehatan pada pasangan
usia subur untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan sikap Saudara
dalam mendukung program pap smear.
5. Penelitian ini tidak akan merugikan responden, kegiatan ini hanya untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung
program pap smear dengan metode ceramah, intervensi ini diberikan dengan
media powerpoint yang akan diberikan dalam bentuk materi. Materi berisikan
penjelasan terkait dengan kanker serviks secara mendalam dan penjelasan
terkait deteksi dini kanker serviks dengan pap smear secara mendalam.
6. Jika ada yang belum jelas, silahkan Saudara tanyakan pada peneliti.
7. Jika Saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani lembar persetujuan yang
telah dilampirkan.
DAFTAR PUSTAKA
American
Cancer
Society.
(2009).
Cancer:
Basic
Facts.
https://www.cancer.org/downloads/STT/500809web.pdf
Arikunto.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Astiti, N., P., E., S., D. (2015). Hubungan Dukungan Suami Dengan Motivasi
Papanicolau Smear Pada Wanita Usia Subur di Banjar Pasek Wilayah
Kerja Puskesmas 1 Kuta. Denpasar: PSIK FK Udayana
Cahyanti, N.N. and Wahyuni, T., 2016. Asuhan Keperawatan pada Ibu S yang
Mengalami Kanker Serviks Stadium III A di Ruang Mawar Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Dewi, C.,P.,N. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Hamil Terhadap
Pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Timur
Hidayat,A.A.(2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika
Jawarni, S., Nasution, M. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Pencegahan Kanker Serviks dengan
Pemeriksaan IVA Pada WUS Di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
Kecamatan Sayur Matinggi Tahun 2017. Jurnal Maternal dan Neonatal,
12(12), 54-62
Kemenkes RI. (2016). Buku Acuan Pencegahan Kanker Payudara dan Kanker
Leher Rahim . Jakarta : Kemenkes RI
Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan. Diakses www.kemkes.go.id pada 29 Februari 2020
Kemenkes RI. (2019). Hari Kanker Sedunia 2019.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Panduan Pelaksanaan Hari
Kanker
Sedunia
2018.
Jakarta:
Kementerian
Kesehatan.
Diakses
Subur.
diakses
www.kemkes.go.id pada 29 Februari 2020
Kurniawati,
(2014).
Definisi
Pasangan
https://sinta.unud.ac.id pada 3 Maret 2020
Usia
Legianawati, D., Puspitasari, I.M., Suwantika, A.A. and Kusumadjati, A., 2019.
Profil Penatalaksanaan Kanker Serviks Stadium IIB–IIIB dengan Terapi
Radiasi dan Kemoradiasi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin
Bandung Periode Tahun 2015–2017. Indonesian Journal of Clinical
Pharmacy, 8(3), pp.205-216.
Linadi, Kinanthi, E. (2013). Dukungan Suami Mendorong Keikutsertaan Pap
smear Pasangan Usia Subur (PUS) di Perumahan Pucang Gading Semarang.
Jurnal Kesehatan Reproduksi, 4(2), 61-71
Martini, N. K., Luh Putu Lila Wulandari, and I. Nyoman Mangku Karmaya.
"Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Wanita Pasangan Usia
Subur dengan Tindakan Pap Smear di Puskesmas Sukawati II." Denpasar:
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana (2013).
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarkat dan Seni. Jakarta : Rineka
Cipta
Nursalam.(2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika
Parapat, F., T., Setyawan, H. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Perilaku Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Metode IVA di Puskesmas
Candiroto Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat (eJournal), 4(4). ISSN: 2356-3346)
Purba, S.,D. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Kanker Serviks Dengan
Minat Untuk Vaksinasi Hpv Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Hkbp Nommensen Medan.
Rasjidi, I. (2010). Epidemiologi kanker serviks. Indonesian Journal of
cancer, 3(3).
Riksani, R. (2016). Kenali Kanker Serviks Sejak Dini. Edited by Maya.
Yogyakarta: Andi Offset
Sandi Awet. (2016). Narkoba Dari Tapal Batas Negara. Bandung:Mujahidin Press
Bandung
Savitri, A., dkk. (2015). Kupas Tuntas Kanker Payudara, Leher Rahim, dan
Rahim. Yogyakarta : Pustaka Perss
Sondang, M., Hadi, Ella., N. (2019). Dukungan Suami Terhadap Perilaku WUS
(30-50 tahun) dalam Melakukan Pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Bondongan Tahun 2018. GASTER, 17(2). ISSN: 1858-3385,
EISSN:2549-7009
Stiti, N.,P.,E.,S.,D. (2015). Hubungan Dukungan Suami Dengan Motivasi
Papanicolau Smear Pada Wanita Usia Subur Di Banjar Pasek Wilayah
Kerja Puskesmas Kuta I
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Sujarweni, W. (2019). Metodologi Penelitian. Yogyakarta:Pustaka Baru Press
Sukhmarini (2018). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulistiowati, E. and Sirait, A.M., (2015). Pengetahuan tentang faktor risiko,
perilaku dan deteksi dini kanker serviks dengan inspeksi visual asam asetat
(iva) pada wanita di kecamatan bogor tengah, Kota Bogor. Buletin
Penelitian Kesehatan, 42(3 Sep), pp.193-202.
Syatriani, S., 2011. Faktor Risiko Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum
Pemerintah
Dr.
Wahidin
Sudirohusodo
Makassar,
Sulawesi
Selatan. Kesmas: National Public Health Journal, 5(6), pp.283-288.
Tani, P., Wangaouw, H., & Masi, G. (2018). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
tentang Kanker Serviks Terhadap Pengetahuan Wanita Usia Subur di desa
Sendangan Satu Kecamatan Sonder. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 6(2). 16
WHO. (2015). Human papilloma virus (HPV) and Cervical Cancer. Diakses pada
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs.380/en/
pada tanggal 24
Februari 2020
Wijaya dan Delia. Pembunuh ganas itu bernama kanker serviks. Yogyakarta
Universitas; Sinar Kejora: 2010.
Wulandari, A., Wahyuningsih & Yunita, F. (2016). Faktor-Faktor yang
berhubungan dengan perilaku pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA)
pada Wanita Usia Subur (WUS) di Puskesmas Sukamaja Tahun 2016, 2, 93101
1.1. Etika Penelitian
Peneliti harus memegang teguh prinsip-prinsip etika penelitian dalam
melakukan aspek sebuah penelitian. Peneliti harus mepertimbangkan aspek
sosioetika dan menjujung tinggi harkat dan martabat kemanusiawian walau
intervensi atau penelitian yang dlakukan tidak memiliki resiko yan
merugikan dan membahayakan subjek penelitian.
1)
Menghormati Martabat Penelitian (autonomy).
Penelitian yang dilakukan harus menjujung tinggi martabat seseorang
(subyek penelitian). Peneliti mepertimbangkan hak-hak subyek untuk
mendapat informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian
serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan
untukberpartisipasi dalam rangka penelitian (autonomy).
2) Asas Kemanfaatan (beneficience).
Penelitian yang dilakukan mepertimbangkan manfaat dan resiko yang
mungkin terjadi. Peneliti melaksanakan penelitin sesuai dengan prosedur
penelitian guna mendapat hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin
bagi subyek pelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi.
3) Asas Keadilan (Justice)
Setiap orang diberlakukan sama dasar normal, martabat dan hak asasi
manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun responden juga harus
seimbang. Peneliti mengkondisikan lingkungan pada saat penelitian agar
memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan secara detail proses
penelitian kepada responden dan akan membagikan keuntungan dan beban
secaa merata kepada masing-masing responden (aninimity).
Download