PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI DALAM MENDUKUNG PROGRAM PAP SMEAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 DENPASAR BARAT Oleh : SGD 3 Fasilitator : Ns. Ni Luh Putu Eva Yanti, M.Kep., Sp.Kep.Kom Anggota : 1. Ni Ketut Ayu Indah Gita Cahyani (1702521009) 2. Rai Rosita Candra Dewi (1702521013) 3. A’isyah Agustina Amalia (1702521015) 4. Made Ayu Puspa Dewi (1702521016) 5. Ni Komang Apriani (1702521017) 6. Ni Putu Apriliani Ekayanti (1702521028) 7. Dewa Gede Wirahadi Putra (1702521037) 8. Kadek Agus Mahendra Prayoga (1702521041) 9. Ni Made Sridarmayanti (1702521051) 10. Ni Made Mega Indah Sari (1702521058) PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2020 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker serviks merupakan tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa yang terdapat pada leher rahim atau serviks. Leher rahim atau serviks merupakan suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang menjadi pintu masuk kearah rahim, letaknya di antara rahim dengan liang senggama (Notodiharjo, 2002 dalam Riksani, 2016). Penyebab kanker serviks hingga saat ini adalahinfeksi virus Human pappilomavirus (HPV), namun terdapat beberapa faktor risiko yang berpengaruh seperti pola hidup berganti-ganti pasangan, melakukan hubungan seksual terlalu dini/ usia<20 tahun, merokok, pemakaian pil KB jangka panjang, gangguan sistem kekebalan, serta infeksi herpes genital dan clamidia menahun (Rahayu, 2014 dan Kemenkes RI, 2016). Kanker serviks merupakan jenis kanker no 2 terbanyak yang diderita oleh perempuan di seluruh dunia, namun menjadi penyebab utama kematian perempuan akibat kanker (WHO, 2015). Data Globocan tahun 2018 menyatakan bahwa di seluruh dunia terdapat 570.000 kasus kanker serviks dan 311.000 kematian akibat kanker serviks pada tahun 2018. WHO mendapatkan bahwa dari 490.000 wanita yang menderita kanker serviks setiap tahunnya, 80% berada pada negara berfkembang seperti Indonesia (Bray et al., 2018). Angka kejadian kanker serviks di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu ±15.000 kasus, dan 7493 diantaranya berakhir dengan kematian, sebab 70% kasus baru ditemukan pada saat sudah dalam stadium lanjut (Jawarni & Nasution, 2017). Indonesia adalah pengidap kanker serviks no 2 di dunia setelah Cina. Berdasarkan data Globocan tahun 2018, kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 32.469 jiwa. Deteksi dini kanker serviks yang rendah merupakan salah satu penyebab semakin tingginya mortalitas dan morbiditas kanker serviks (Bray et al., 2018). Pada umumnya, penderita kanker serviks datang pada saat terdiagnosa stadium lanjut dan sel kankernya telah menyebar ke organ lain sehingga sangat sulit untuk dapat diobati (Savitri, 2015). Adapun upaya pemerintah dalam menanggulangi kasus kanker serviks di Indonesia melalui menteri kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 796 tahun 2010 tentang Pedoman teknis tentang pengendalian kanker payudara dan kanker leher rahim (serviks) yaitu melalui tiga tingkatan pencegahan : primer, sekunder, dan tersier. Adapun pencegahan primer meliputi memberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan penyakit kanker baik melalui seminar kesehatan, kampanye damai (fun campaign) di berbagai area publik/ pusat keramaian kota, edukasi melalui media radio, televisi, digital dan promosi kesehatan melalui kerjasama lintas sektoral. Adapun pencegahan sekunder meliputi: penapisan/ screening (pap smear/IVA tes), dan pencegahan tersier yaitu diagnosis dan terapi, pelayanan paliatif. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM dalam bidang Onkologi dengan cara mengadakan pelatihan (Training of Trainer) dalam bidang Onkologi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Salah satu upaya nyata yang dilakukan pemerintah adalah screening PTM berupa pemeriksaan pap smear dan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Namun, cakupan screening kanker serviks dengan metode IVA dan pap smear di Indonesia masih sangat rendah yaitu sebesar 7,34%, sedangkan jumlah cakupan yang efektif untuk menurunkan angka kejadian kanker serviks adalah 85% (Kemenkes RI, 2018). Cakupan screening kanker serviks di Bali hingga tahun 2018 sebanyak 16,63% dari 645.583 WUS yang ditargetkan pada tahun 2014, dan terdapat 4.543 dengan hasil IVA test positif (Kemenkes RI, 2018). Apabila hal ini terus terjadi, maka prevalensi kanker serviks yang terdeteksi pada stadium lanjut akan terus meningkat, sehingga akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas kanker serviks di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan cakupan screening kanker serviks agar dapat efektif menurunkan angka kejadian kanker serviks di Indonesia. Pap smear merupakan salah satu metode deteksi dini abnormalitas yang terjadi pada leher rahim. Pap smear dilakukan dengan cara mengambil cairan dari leher rahim untuk melihat adanya keadaan dan kelainan yang terjadi pada sel di sekitar leher rahim. Pemeriksaan sel yang terdapat pada cairan dinding leher rahim diperiksa menggunakan mikroskop (Wijaya, 2010 dalam Astiti, 2015). Wanita yang telah melakukan hubungan seksual pada usia di bawah 20 tahun maka dianjurkan melakukan pap smear rutin karena memiliki mulut rahim yang belum matang sehingga terjadi gesekan ketika berhubungan seksual yang dapat menimbulkan luka kecil yang menjadi port the entry virus (Depkes RI, 2007 dalam Astiti, 2015). Selain itu, wanita yang berganti-ganti pasangan juga dianjurkan melakukan pap smear rutin karena berisiko tinggi menderita infeksi pada organ reproduksi sehingga HPV dan herpes genital dengan mudah masuk melalui organ reproduksi (Astiti, 2015). Frekuensi pap smear menurut British Colombia dilakukan setiap tahun pada wanita yang aktif berhubungan seksual dan 6 bulan sekali pada wanita yang berisiko tinggi (American Cancer Society, 2009). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi pap smear pada WUS meliputi pengetahan, tingkat ekonomi, jarak fasilitas kesehatan, dan dukungan suami (Astiti, 2015). Penelitian Oon, et al., menyatakan bahwa suami sebagai sosok pemegang peranan penting dalam proses pemberian dukungan kepada WUS agar secara fisik dan psikologis siap melakukan pap smear. Dukungan suami yang dapat diberikan berupa dukungan informasi, emosional, penilaian, dan instrumental yang berupa pelayanan, finansial, dan menemani saat melakukan pap smear. Pada penelitian Kinanthi (2013) juga mendapatkan bahwa pengetahuan, sikap dan dukungan suami menjadi faktor yang mendorong keikutsertaan papsmear pasangan usia subur. Hasil penelitian Mei Sondang dan Ella (2019) juga menemukan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan perilaku WUS (30-50 tahun) dalam melakukan pemeriksaan IVA. Hasil penelitian Rahmawati & Dewanti (2018) juga mendapatkan bahwa wanita berusia 25-55 tahun di Yogyakarta sebagian besar dari 188 responden memiliki persepsi benar mengenai kanker serviks dan pentingnya melakukan pemeriksaan IVA, tetapi mereka tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari suami. Dalam penelitian Parapat (2016), kurangnya dukungan suami banyak dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan suami tentang deteksi dini kanker serviks. Pada umumnya, suami merupakan orang yang paling dekat dengan istri, serta memiliki tanggung jawab terbesar dalam menjaga kesehatan istri dan keluarganya. Suami juga harus memiliki pengetahuan yang mempuni tentang kanker serviks dan cara deteksi dininya. Hal ini untuk mengubah paradigma dari pencapaian kesetaraan pencerdasaran masyarakat terhadap kesehatan wanita bukan hanya wanita yang harus menjadi fokus utama, tetapi juga pria yang harus diikutsertakan dalam program pendidikan kesehatan atau penyuluhan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, sehingga suami dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada ibu-ibu untuk melakukan screening kanker serviks secara rutin dan tepat waktu (Wahyuningsih & Yuanita, 2016). Pendidikan kesehatan atau penyuluhan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi dan pembelajaran dari petugas kesehatan (Fitriani, 2011 dalam Tani, Wangaouw, & Masi, 2018). Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah sikap dan perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan pemahaman), sehingga kegiatan penyuluhan sesuai dengan yang diharapkan. Penyuluhan tentang kanker serviks dilakukan agar masyarakat mengetahui bahaya kanker serviks, serta mendorong minat masyarakat untuk melakukan screening kanker serviks sedini mungkin (Maulana, 2013 dalam Tani, Wangaouw, & Masi, 2018). Cakupan screening kanker serviks di Bali hingga tahun 2018 sebanyak 16,63% (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data dari Seksi P2PTM Dinkes Provinsi Bali tahun 2017, Kota Denpasar masuk dalam peringkat ke-3 dengan cakupan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA terendah yaitu hanya 2,46% (2.836 dari 115.143 WUS). Kota Denpasar berada di peringkat ke-3 setelah Kabupaten Karangasem dan Bangli dengan masing-masing presentasi cakupan screening yaitu 1,15% dan 2,08% (Dinkes Provinsi Bali, 2017). Berdasarkan data rekapitulasi deteksi dini kanker payudara dan leher rahim Kota Denpasar tahun 2018, diketahui dari 3.333 orang yang melakukan deteksi dini di seluruh Puskesmas Denpasar, Puskesmas 1 Denpasar Barat menjadi puskesmas dengan cakupan terendah melakukan pemeriksaan leher rahim yaitu hanya sebesar 199 orang (Dinkes Kota Denpasar, 2018). Hasil studi pendahuluan di Puskesmas 2 Denpasar Barat, didapatkan hasil sebanyak 5 suami dari 10 yang diwawancarai tidak mengetahui cara deteksi dini kanker serviks. Dari penjelasan tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait pengaruh Pendidikan Kesehatan pada Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami dalam Mendukung Program Screening Kanker Serviks dengan metode Pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1Denpasar Barat. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur (PUS) terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat? 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur (PUS) terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. 1.3.2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat setelah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan. 2. Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat pada kelompok kontrol. 3. Untuk menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan pendidikan kesehatan. 1.4. Manfaat 1.4.1. Manfaat Teoritis Manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah: 1. Penelitian ini dapat berperan dalam pengembangan ilmu keperawatan terkait cara meningkatkan cakupan screening kanker serviks khususnya pap smear dengan memberikan pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang serupa dan mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur dalam meingkatkan pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program screening kanker serviks. 1.4.2. Manfaat Praktis Manfaat penelitian ini secara praktis adalah: 1. Bagi Perawat di Rumah Sakit Penelitian ini dapat menjadi salah satu metode mengoptimalkan promotif dan preventif kejadian kanker serviks di rumah sakit khususnya pada poli obgyn yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur mengenai kanker serviks dan pentingnya deteksi dini. 2. Bagi Perawat Puskesmas/Komunitas Penelitian ini dapat menjadi salah satu metode promotif dan preventif kejadian kanker serviks di cakupan komunitas yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur baik yang berkunjung ke puskesmas, penyuluhan door to door, maupun mengadakan program penyuluhan masal pada pasangan usia subur di banjar/dusun. 3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan dukungan suami dalam mendukung program pap smear, sehingga dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks 4. Bagi Mahasiswa Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu metode dalam memberikan pendidikan kesehatan baik dalam proses pembelajaran ataupun saat terjun ke lapangan nantinya. BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Kanker Serviks 2.1.1. Definisi Kanker serviks adalah kanker yang menyerang area kewanitaan yaitu area serviks atau leher rahim, dimana area ini berada pada bagian bawah yang menghubungkan vagina dengan rahim (Rosi, 2013 dalam Tani, Wungouw, & Masi, 2018).Kanker serviks merupakan jenis kanker yang menempati posisi kedua dengan penderita terbanyak yang diderita oleh perempuan setelah kanker payudara namun menjadi penyebab utama kematian perempuan akibat kanker (Juwarni & Nasution, 2017). Kanker serviks merupakan kanker yang sering menyerang wanita yaitu terjadi pada daerah serviks yang merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol, serta berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Kemenkes RI, 2017 dalam Legianawani, dkk, 2019). 2.1.2. Etiologi Penyebab primer dari kanker serviks adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau lebih virus Human Papiloma Virus (HPV) tipe onkogenik yang memiliki risiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim, ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted desease). Wanita biasanya terinfeksi virus ini saat usia muda yaitu pada usia belasan tahun sampai usia tigapuluhan, meskipun kakernya sendiri baru muncul 10-20 tahun setelahnya (Andrijino, 2009 dalam Sulistiowati & Anna Maria Sirait, 2014). 2.1.3. Faktor Risiko Faktor risiko tingginya angka insiden kanker serviks di Indonesia diakibatkan karena rendahnya kesadaran wanita yang sudah menikah atau yang sudah melakukan hubungan seksual dalam melakukan pemeriksaan dan deteksi dini (Darnindro, dkk, 2007 dalam Sulistiowati & Anna Maria Sirait, 2014). Kejadian kanker serviks diperngaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor sosio demografi yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seksual, bergantiganti pasangan seksual, paritas, kurang menjaga kebersihan organ intim, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, penggunaan pembalut yang tidak aman, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama yaitu lebih dari 4 tahun (Jong, 2014 dalam Syatriani, 2011). Adapun faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, yaitu : 1) Merokok : Wanita perokok dengan konsentrasi nikotin getah servik 56 kali lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek dari bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. 2) Hubungan seksual yang dilakukan pertama kali pada usia dibawah atau kurang dari 18 tahun. 3) Berganti-ganti pasangan. 4) Pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks. 5) Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran. 6) Pemakaian Pil KB : Pemakaian kontrasepsi oral dengan jangka waktu yang panjang lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan resiko relative 1,53 kali. Menurut WHO resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lama penggunaannya. 7) Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamedia menahun 8) golongan ekonomi rendah 9) Tidak melakukan tes pap smear secara rutin dan dengan pendidikan yang rendah. (Rasjidi, 2010). 2.1.4. Patofisiologi Kanker serviks terjadi didahului oleh perubahan keadaan yang disebut dengan lesi prakanker atau disebut juga neoplasia intraepitel serviks (NIS), biasanya kondisi ini memakan waktu yang lama untuk akhirnya berubah menjadi sel kanker (Andrijino, 2009 dalam Sulistiowati & Sirait, 2015). Dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ serta kemudia berkembang menjadi karsinoma invasif. Perbedaan derajat displasia berdasarkan tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membran basalisnya masih utuh (Purba, 2019). Seorang wanita dengan aktivitas seksual aktif dapat terinfeksi HPV risiko tinggi dan 80% akan menjadi transien serta tidak akan berkembang menjadi NIS dan HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Hal ini dipengaruhi oleh respons dari antibodi terhadapat HPV risiko tinggi, 20% sisanya akan berkembang menjadi NIS (Cahyanti, 2016). Wajar bila infeksi awal HPV tidak dapat disadari, lalu bertahan dan berhubungan dengan transformasi sel promosi lain, serta dapat mengarah kepada perkembangan bertahap untuk menjadi penyakit yang lebih buruk (Purba, 2019). 2.1.5. Manifestasi Klinis Gejala yang dapat ditemui pada wanita yang menderita kanker serviks (Purba, 2019) : 1. Keputihan yang berlebihan disertai bau yang tidak sedap disebabkan oleh nekrosis dari jaringan tumor yang tidak mendapatkan nutrisi. 2. Perdarahan abnormal pervaginam, misalnya perdarahan yang dialami setelah coitus, perdarahan abnormal diluar siklus menstruasi, perdarahan yang lama dan banyak saat menstruasi, dan perdarahan spontan saat berdefekasi. 3. Gejala lanjut : Nyeri panggul dan nyeri saat berkemih (Cahyanti, 2016) 2.1.6. Klasifikasi/Stadium Adapun klasifikasi kanker serviks meliputi: FIGO DESKRIPSI Tidak ada bukti tumor primer 0 Karsinoma in situ (Pre invasive carcinoma) I Karsinoma terbatas pada serviks Ia Karsinoma hanya dapat di diagnosis secara mikroskopik I a1 Invasi stroma dalamnya < 3 mm dan lebarnya < 7 mm I a2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya < 7 mm Ib Secara klinis, tumor dapat di identifikasi pasa serviks atau massa tumor lebih besar dari 1 a2 I b1 Secara klinis lesi ukuran < 4 cm I b2 Secara klinis lesi ukuran > 4 cm II Tumor telah menginvasi uterus tapi tidak mencapai 1/3 distal vagina atau dinding panggul II a Tanpa invasi parametrium II b Dengan invasi parametrium III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atai menginfiltrasi sampai 1/3 distal vagina, dan atau menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal III a Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina III b Tumor sudah menginvasi 1/3 distal panggul IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rectum dan atau vesiko urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul ke tempat yang jauh IV a Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rectum dan atau menginvasi keluar dari true pelvis IV b Mestastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi kanker serviks 2.1.7. Pencegahan Menurut Rasjdi (2006), menjelaskan tentang pencegahan kanker serviks : a. Tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan tidak melakukan hubungan seksual usia dini. b. Menghindari faktor risiko yang mampu memicu terjadinya kanker seperti paparan asap rokok. c. Melakukan skrining atau penapisan untuk menentukan apakah mereka telah terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) atau mengalami lesi prakanker yang harus dilajutkan dengan pengobatan yang sesuai bila ditemukan lesi. d. Melakukan vaksinasi HPV yang saat ini telah dikembangkan untuk tipe 16 dan 18. Vaksin diberikan dalam tiga dosis selama 6 bulan (Rasjdi, 2006 dalam Cahyanti, and Wahyuni, 2016). 2.1.8. Penatalaksanaan Adapun tiga jenis pengobatan utama kanker, yaitu : 1. Operasi Ada banyak jenis operasi untuk pengobatan kanker serviks. Berikut daftar jenis operasi yang paling umum dilakukan untuk pengobatan kanker serviks. 2. Cyrosurgery Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair lalu dimasukkan ke dalam vagina dan leher rahim. Proses ini dapat membunuh sel-sel abnormal yang bekerja dengan cara membekukan. Metode ini digunakan untuk mengobati kanker serviks stadium 0, bukan kanker invasif yang telah menyebar ke dalam rahim. 3. Bedah Laser Cara ini menggunakan bantuan sinar laser yang digunakan untuk membakar selsel. Cara ini digunakan untuk mengobati kanker stadium 0. 4. Konisasi Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Pemotongan ini dilakukan pisau bedah, laser, atau kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Digunakan untuk mengobati kanker stadium 0-1. 5. Histerektomi Suatu pembedahan yang digunakan untuk mengangkat uterus dan serviks seluruhnya atau salah satunya. Biasa digunakan untuk kanker stadium Ia-IIa. Umur pasien sebaiknya sebelum menopause. Pasien tidak boleh memiliki penyakit yang berisiko tinggi yaitu penyakit jantung, ginjal, dan hepar, 6. Trachelektomi Prosedur ini digunakan untuk mengobati kanker stadium awal yang diderita oleh wanita muda agar dapat diobati dan masih bisa memiliki keturunan. Metode ini meliputi pengangkatan serviks dan bagian atas vagina, kemudian meletakannya pada jahitan yang berbentuk kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim. Kelenjar getah bening yang terdapat didekatnya juga diangkat. 7. Radioterapi Pada pengobatan kanker serviks, prosedur ini dilakukan dengan menggunakan radiasi eksternal yang diberikan bersama kemoterapi dosis rendah. Untuk jenis pengobatan radiasi internal dilakukan dengan memasukkan zat radioaktif ke dalam silinder di dalam vagina dan terkadang bahan radioaktif ini ditempatkan di dalam jarum tipis yang langsung menuju lokasi tumor. 8. Kemoterapi Kemoterapi merupakan prosedur yang menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Prosedur ini diberikan melalui infuse dalam pembuluh darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah maka akan langsung mengalir ke seluruh tubuh, terkadang ada beberapa yang diberikan pada satu waktu (Rahman, 2010 dalam Cahyanti, and Wahyuni, 2016). 2.1.9. Komplikasi Menurut Robe, (2007), komplikasi dibedakan menjadi dua bagian yaitu : a. Komplikasi yang disebabkan karena penyakit yaitu : Gagal ginjal karena obstruksi, perdarahan, fustulasi, dan penyakit karena metastasis jauh. b. Komplikasi yang disebabkan tindakan atau terapi atau pembedahan yaitu : Atonia kandung kencing, infeksi, dan perdarahan (Robe, 2007 dalam Cahyanti, and Wahyuni, 2016). 2.1.10. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Pap Smear 1) Definisi Pap smear merupakan metode pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi abnormalitas yang terdapat pada leher rahim. Pap smear dilakukan dengan cara mengambil cairan dari leher rahim yang digunakan untuk melihat keadaan dan kelainan yang terjadi pada sel di daerah sekitar leher rahim (Smart, 2010 dalam Stiti, 2015). Pap smear merupakan pemeriksaan dengan hasil yang akurat dan tidak menimbulkan rasa sakit serta dilakukan oleh ahli sitologi (Setiati, 2009 dalam Stiti, 2015). 2) Manfaat Manfaat dari pemeriksaan pap smear menurut Sukaca (2009) dan Stiti (2015), meliputi empat hal yaitu : a) Evaluasi sitohormonal Pap smear memiliki manfaat untuk mendeteksi adanya penyakit ganggguan hormonal, menentukan ada atau tidaknya ovulasi pada kasus infertilasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada kehamilan yang masih muda (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015). b) Mendiagnosis peradangan dan penyebab peradangan Pap smear memiliki manfaat untuk mendiagnosis proses peradangan pada berbagai infeksi akibat bakteri maupun jamur. Pap smear dapat menimbulkan perubahan sel yang khas pada beberapa macam infeksi oleh organisme tertentu sehingga penyebab peradangan tersebut dapat diketahui (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015). c) Mendiagnosis kelainan pra kanker leher rahim Pap smear memiliki manfaat untuk mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin juga keganasan ovarium. Pap smear dapat menentukan sel yang tidak normal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker serviks (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015). d) Memantau hasil terapi Pap smear memiliki manfaat untuk pemantn hasil terapi yang dilakukan pada masalah infertilitas dan gangguan endokrin. Pap smear juga dilakukan setelah prosedur operasi, kemoterapi, dan radiasi pada kasus-kasus kanker serviks yang sudah mendapatkan penanganan (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015). 3) Syarat dan Prosedur Terdapat beberapa persyaratan sebelum melakukan pap smear diantaranya : 1. Pap smear tidak dilakukan pada saat mestruasi. Paling tepat dilakukan adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir (HPHT) (Sukaca, 2009 dalam Stiti, 2015). 2. Pasien yang memiliki peradangan berat tidak disarankan untuk melakukan pap smear sehingga pemeriksaan hendaknya ditunda sampai pengobatan selesai (Lestadi, 2009 dalam Stiti, 2015). 3. Tidak melakukan pengobatan ataupun pencucian vagina 24 jam sebelum menjalani pap smear. Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan yang digunakan dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel yang tidak normal sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan (Lestadi, 2009 dalam Stiti, 2015). 4. Tidak melakukan hubungan seksual selama satu sampai dua hari sebelum melakukan pemeriksaan pap smear (Lestadi, 2009 dalam Stiti, 2015). Alat-alat yang digunakan diantaranya formulir konsultasi sitologi, spatula ayre yang dimodifikasi dan cytobrush, kaca benda yang disatu sisinya telah diberi tanda, speculum cocor bebek (grave’s) kering dan tabung berisi larutan fiksasi alkohol 96% (Depkes RI, 2007 dalam Stiti 2015). Prosedur dari pemeriksaan pap smear ada beberapa tahap diantaranya : a) Pap smear diawali dengan membuka vagina menggunakan spekulum untuk membuat serviks dapat terlihat dengan jelas (Smart, 2010 dalam Stiti, 2015). b) Pap smear secara teknis dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan sampel sel dan lender dari hasil sapuan exoserviks tersebut menggunakan spatula kecil (American Cancer Society, 2009 dalam Stiti, 2015). c) Hasil dari sapuan lender serviks tersebut diambil oleh tenaga kesehatan untuk dioleskan dan difiksasi pada permukaan kaca. Kemudian dilihat dan diuji menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi (Lestadi, 2009 dalam Stiti, 2015). d) Hasil dari pemeriksaan pap smear keluar setelah dua atau tiga minggu (Wijaya, 2010 dalam Stiti, 2015). b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) IVA merupakan pemeriksaan yang menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks yang kemudian akan dilihat apakah ada perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan pengolesan. Tujuan dilakukannya IVA adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks. Tes IVA dikatakan positif jika ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas disekitar area transformasi atau sering disebut dengan lesi pra kanker (Rasjidi, 2010). 2.2 Pasangan Usia Subur 2.2.1. Definisi Pasangan Usia Subur Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid (datang bulan) (Kurniawati, 2014). PUS yang menjadi peserta KB adalah pasangan usia subur yang suami/istrinya sedang memakai atau menggunakan salah satu alat atau cara kontrasepsi moderen pada tahun pelaksanaan pendataan keluarga. 2.2.2. Masalah Kesehatan Yang Dialami Pasangan Usia Subur Adapun masalah kesehatan yang sering dialami pada kelompok pasangan usia subur meliputi penyakit kanker servik, kanker payudara, kanker prostat, penyakit menular seksual, dan infertilitas (Kurniawati, 2014). 2.3 Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan 2.3.1 Definisi Pendidikan Kesehatan Notoatmodjo menyatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan usaha dalam membantu individu, keluarga, maupun masyarakat untuk meningkatkan pengetahuannya terkait dengan kesehatan guna mencapai kesehatan yang optimal (Susilo, 2011 dalam Dewi, 2016). Singkatnya, pendidikan kesehatan merupakan usaha pemberian informasi pada konsep pendidikan dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2010 dalam Dewi, 2016). Konsep dari pendidikan kesehatan ialah upaya untuk mempengaruhi dan mengajak individu, kelompok dan masyarakat untuk hidup sehat (Adnani, 2011 dalam Dewi, 2016). 2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Menurut Suliha et al (2008) dalam Dewi (2015) pendidikan kesehatan memiliki tujuan untuk mengubah pemahaman individu terhadap kesehatan menjadi lebih baik dan dapat menggunakan fasilitas kesehatan dengan tepat. Selain itu, pendidikan kesehatan diberikan dengan maksud untuk individu mampu menetapkan masalah dan kebutuhan yang selanjutnya mampu untuk memahami dan meutuskan pemecahan masalah terkait kesehatan dengan tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial (Subargus, 2011 dalam Dewi, 2016). 2.3.3 Metode Pendidikan Kesehatan Notoatmodjo mengungkapkan bahwa terdapat 3 kelompok besar metode dalam menyampaikan pendidikan kesehatan yaitu metode pendidikan individual, pendidikan kelompok, dan pendidikan massa (Wulansari, 2014 dalam Dewi, 2016) yang dijabarkan sebagai berikut: 1) Metode Pendidikan Kesehatan Individual (Perorangan) a. Bimbingan dan penyuluhan Bentuk bimbingan dan penyuluhan dilakukan dengan kontak mata antara petugas dengan peserta lebih intensif, kemudian melakukan penggalian masalah untuk ditemukan solusinya secara bersama sehingga klien akan secara sadar dan sukarela mau menerima perlakuan yang diberikan (Wulansari, 2014 dalam Dewi, 2016). b. Wawancara Wawancara merupakan bagian kecil dari bimbingan dan penyuluhan yang bertujuan untuk menggali informasi baik berupa data atau masalah seperti mengapa individu belum menerima perubahan dalam mengetahui apakah perilaku yang sudah diadopsi tersebut memiliki dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apanila masih belum maka perlu dilakukan penyuluhan lebih dalam (Wulansari, 2014 dalam Dewi, 2016). 2) Metode Pendidikan Kesehatan Kelompok Perlu diperhatikan apakah kelompok yang akan diberikan pendidikan kesehatan merpakan kelompok besar aau kecil. Perbedaan besaran kelompok akan memiliki metode yang berbeda. Metode pendidikan kesehatan secara kelompok dapat dijabarkan sebagai berikut (Wulansari, 2014 dalam Dewi, 2016): a. Kelompok besar Pendidikan kesehatan pada kelompok besar dapat dilakukan dengan metode ceramah dan seminar. Metode ceramah cocok dilakukan pada semua kalangan pendidikan baik kelompok berpendidikan rendah maupun tinggi. Sedangkan seminar merupakan penyampaian informasi dari satu atau beberapa ahli terkait dengan topik yang biasanya sedang hangat di masyarakat. b. Kelompok kecil Dalam kelompok kecil dapat dilakukan dengan diskusi kelompok yang diatur sedemikian rupa dengan dimpimpin oleh pemimpin diskusi yang duduk diantara peserta untuk mengurangi kesenjangan. Dalam diskusi peserta memiliki kebebasan dalam berpendapat yang diatur dan diarahkan oleh pimpinan diskusi sehingga diskusi lebih hidup tanpa ada yang mendominasi. Diskusi kelompok dapat dimodifikasi menjadi curah pendapat. Metode ini dilakukan dengan pemberian suatu masalah yang akan dikomentari oleh peserta yang dimana komentar tersebut akan ditempelkan pada flipchart dan nantinya akan ditanggapi oleh peserta sehingga diskusi akan terjadi. Selain metode diskusi dan curah pendapat, dapat juga dilakukan Role Play. Metode ini dilakukan dengan bermain peran oleh beberapa peserta berdasarkan topik yan telah ditentukan. 3) Metode Pendidikan Kesehatan Massa Metode pendidikan kesehatan massa biasanya dilakukan secra tidak langsung yaitu melalui perantara berupa media massa. Cotntoh pendidikan massa yang biasanya digunakan ialah ceramah umum, pidato, simulasi dan media massa berupa bill board, spanduk, poster dan sebagainya (Wulansari, 2014 dalam Dewi, 2016). 2.3.4 Media Pendidikan Kesehatan Media pendidikan kesehatan merupakan alat bantu yang digunakan dalam penyampaian pendidikan kesehatan yang berisikan pesan atau informasi yang ingin disampaikan kominikator kepada sasaran, sehingga harapannya dengan ada media tersebut dapat mempermuda individu sasaran dalam memahami pendidikan kesehatan yang disampaikan (Mubarak, 2012 dalam Dewi, 2016). Menurut mubarak (2012) dalam Dewi (2016), media-media yang digunakan dalam penyampaian pendidikan kesehatan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Media cetak Media cetak merupakan media tetap yang mengedepankan pesan secara visual, contohnya booklet yang disajikan dalam bentuk buku, leaflet yang merupakan penyampaian informasi dalam lembar lipat, poster yang mengedepankan estetika, flip chart yang disajikan dalam bentuk lembar balik, surat kabar, brosur, serta stiker. 2) Media elektronik Media elektronik merupakan media yang bergerak, dinamis atau berubah-ubah, dapat dilihat dan dapat dengar. Pesan yang disampaikan melalui alatbantu elektronik seperti televisi, radio, kaset, CD (Compact Disc), VCD (Video Compact Disc), DVD (Digital Versatile Disc), slide show, atau video-tape. 3) Media luar ruang Media luar ruang merupakan media penyampaian informasi yang diletakkan diluar ruang yang dapat dilihat oleh masyarakat umum. Biasanya media luar ruang dibuat dalam ukuran yang relatif besar seperti papan reklame, spanduk, banner, dan pameran. 2.4 Pengetahuan 2.4.1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tejadinya setelah melakukan penginderaan terhadapap suatu objek tertentu. Pengindreaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif meruppakan domain yang sangat penting dimana terbentuknya tindakan seseorang (Overt behaviour) dimana berdasarka pengalaman prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bersifat langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. 2.4.2. Tingkat pengetahuan Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2010). Dalam Sukhmarini (2018). Di bagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diatikan megingat sesuatu materi yang telah di pelajari sebelumnya, dari seluruh bahan yang akan di pelajari. Tahu ini merupakan tingkat pengertian yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan menginterprestasikan materi ke kondisi sebenernya ke dalam kondisi yang sebenernya. 3. Aplikasi (Aplication) Kemampuan untuk mengunakan materi yang telah di pelajari pada situasin atau kondisi yang sebenernya. 4. Analisi (Analysis) Analisis adalah suatu kemapuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, ytetapi masih dalam suatu struktur organisaisi tersebut dan masih dan kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synithesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuka justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. 2.4.3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor yang mepengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo, 2010 dalam Sukhmarini (2018) meliputi: a. Pendidikan Tingkat Pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang dating dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan reson yang lebih rasional terhadap informasi dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang makin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Pendidikan yang di berikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju cita-cita tertentu. Pendidikan juga dapat mepengaruhi prilaku dan pola hidup terutama dalam motivasi sikap berperan serta dalam perkembangan kesehatan. b. Paparan media massa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat di terima masyarakat sehingga seseorang yang lebih terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang terpercaya. c. Ekonomi Usaha memenuhu kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. d. Hubungan sosial Manusia adalah makluk sosial dimana adalah kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mepengaruhi kemampuan individu sebagai komonikasu untuk menerima pesan menurut model komunikasi yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorng tenteng sesuatu hal. 2.4.4. Pengukuran Pengetahuan Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin di ukur dengan responden (notoatmodjo) 2010. Dalam Sukhmarini (2018). Pengukura pengetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung atau melalui pertanyaanpertanyaan tertulis ata angket. Indicator yang pengetahuan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau bersarnya presentase klompok responden dimana dapat di kategorikan menjadi baik dengan nilai benar antara 80%-100% di kaegorikan dengan cukup dengan nilai benar antara 56%-79% dan kategori kurang dengan nilai benar <56%. 2.4.5. Sumber-Sumber Pengetahuan Pengetahuan seseorang biasanya di peroleh dari pengalaman yang berasal dari bermacam-macam suber misalnya media massa, media elektronik, media buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster kerabat dekat dan sebagainya. Notoatmojo (2010). Dalam Sukhmarini (2018) pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal. 2.5 Konsep Dasar Sikap 2.5.1 Definisi Sikap Sikap merupakan respon tertutup yang dimiliki seseorang terhadap rangsangan atau stimulus maupun objek tertentu yang juga melibatkan pendapat serta emosi yang bersangkutan (Notoatmojo, 2010 dalam Awet, 2016). Sikap sesorang terhadap stimulus tidak dapat langsung dilihat layaknya perilaku, namun hanya dapat ditafsirkan melalui perilaku tertutup (Awet, 2016). 2.5.2 Tingkatan Sikap Notoadmojo (2010) menjabarkan sikap menjadi beberapa tingkatan-tingkatan, yaitu: a. Menerima Tingkatan menerima (receiving) merupakan fase dimana seseorang mau menerima rangsangan yang telah diberikan. b. Merespon Merespon (responding) merupakan fase dimana seseroarang mau memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau sesuatu yang dihadapi atau diterima. c. Menghargai Menghargai (valuing) adalah fase dimana seseorang mau memberikan respon atau tanggapan positif terhadap stimulus yang diterima. d. Bertanggungjawab Bertanggung jawab (responsible) merupakan fase dimana seseorang berani bertanggung jawat atau berani menerima resiko apapun terhadap apa yang telah ia yakini. Tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi dari sikap. 2.5.3 Struktur Sikap Berdasarkan buku dari Sandi Awet (2016) diaktakan bahwa sikap terdiri atas 3 struktur yang membaginya, yaitu: a. Komponen Kognitif Komponen ini merupakan representatif dari stimulus yang sudah diyakini oleh seseorang yang menerima stimulus tersebut. Komponen ini berisika mengenai kepercayaan stereotype yang dimiliki seseorang terhadap pendapat atau opini biasanya terhadap isu-isu yang sedang memanas. b. Komponen Afektif Komponen afektif merupakan komponen yang sudh melibatkan emsional. Biasanya komponen ini disamakan dengan perasaan yang dirasakan seseorang terhadap stimulus dimana pada komponen ini berakar paling dalam terhadap komponen sikap dan dapat mengubah sikap seseorang terhadap stimulus. c. Komponen Konatif Komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang dalam berperikau terhadap stimulus yang diterima sesuai dengan sikap yang dimiliki. Komponen ini berisi kecenderungan untuk bereaksi terhadap stimulus dengan cara terntu serta berkaitan dengan stimulus yang dihadapinya. 2.6 Konsep Dasar Dukungan Suami 2.6.1 Definisi Dukungan Suami Dukungan merupakan sumber daya yang dapat memberikan perasaan nyaman baik secara fisik maupun psikologis sehingga seseorang merasa sangan dicintai, diperhatikan dan dihargai oleh orang lain. Dukungan berasal dari orang lain di luar dari diri kita sendiri seperti anak, kerabat, orang tua, teman, rekan kerja maupun anggota kelompok dalam masyarakat yang saling berinteraksi sehingga menimbulkan perasaan nyaman secara fisik maupun psikologis (Sheridan & Radmacher, 2008 dalam Stiti, 2015). Dukungan suami mengacu pada cara suami dalam memberikan kenyamanan kepada pasangan, mendukung, mendampingi dan menghargainya (Sarafino, 2006 dalam Stiti, 2015). Dukungan suami dijadikan sebagai sumber emosional, informasional dan juga pendampingan yang diberikan kepada suami kepada pasangan guna membantu menghadapi setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan (De Lamater & Ward, 2013 dalam Stiti, 2015). Dukungan suami dapat berupa informasi secara verbal maupun nonverbal, bantuan nyata yang didapatkan sehingga memberikan manfaat emosional dan efek perilaku bagi pasangan sebagai penerima dukungan (Bart, 1994 dalam Stiti, 2015). 2.6.2 Jenis-Jenis Dukungan Suami Jenis-jenis dukungan suami terbagi atas 4 bagian yang merupakan dukungan sosial suami sebagai interaksi interpersonal (Bart, 1994; Friedman, 1998; DeLamater, 2013 dalam Stiti, 2015): 1) Dukungan Informasi Dukungan informasi dilakukan dengan pemberian informasi baik berupa nasehat, saran ataupun petunjuk orang lain sehinnggan penerima dukungan mau dan mampu untuk memecahkan permasalahannya. Informasi yang diberikan dapat berupa informasi terkait dengan pelaksanaan pap smear. 2) Dukungan Emosional Dukungan emosional yaitu seberapa jauh individu merasa diperhatikan, didorong serta dibantu dalam memecahkan permasalahan yang terjadi oleh orang lain dalam konteks ini khususnya suami. Bentuk dukungan ini ialah membuat individu nyaman, dipedulikan dan yakin sehingga individu dapat memutuskan solusi untuk mecahkan permasalahan yang ada. Bentuk dukungan emosional yang diberikan dapat berupa kepedulian dan empati serta keyakinan oelh suami terhadap istri dalam melakukan pap smear. 3) Dukungan Penilaian Dukungan penilaian terdiri atas penilaian positif yang diberikan suami. Penilaian tersebut dapat berupa penghargaan positif, dukungan, dan persetujuan terhadap keputusan istri dalam melakukan pemerikasaan pap smear. Dukungan penilaian tersebut berupa diberikannya feedback serta penguat kepada individu yang digunakan sebagai sarana dalam mengevaluasi diri dan dijadikan dorongan untuk mengambil keputusan. 4) Dukungan Instrumental Dukungan instrumental merupakan tindakan nyata yang dierikan suami dalam mendorong pasangan dalam menjalankan keputusan yang telah dipilih. Dukungan tersebut dapat berupa pelayanan, finansial dan barang. Sebagai salah satu contoh suami memberikan dukungan instrumen berupa finansial dan menemani istri dalam melakukan pap smear. 2.6.3 Tujuan dan Manfaat Dukungan Suami Manfaat dan tujuan dukungan suami yang diberikan kepada istri dalam melakukan pap smear adalah keyakinan dan pengurangan rasa cemas maupun stress (DeLamater & Ward, 2013 dalam Stiti, 2015). 2.6.4 Alat Pengukuran Dukungan Suami Alat pengukuran yang digunakan dalam menilai dukungan suami ialah The Medical Outcomes Study Social Support Survey (MOS-SSS) (Ritvo, et al,, 1997 dalam Stiti, 2015). Penilaian MOS-SSS terdiri atas 18 item pertanyaan berdasarkan 4 dimensi dukungan yaitu dukngan informasi, dukungan emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental dengan rentang skor 18 sampai dengan 90 (McDowell, 2006 dalam Stiti 2015). Dukungan suami diukur dengan skala likert yang terdiri dari lima poin dari satu yang berarti tidak pernah sampai lima yang berrate selalu (McDowell, 2006 dalam Stiti 2015). 2.7. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami dalam Mendukung Program Pap Smear Masalah kesehatan perempuan saat ini adalah meningkatnya penyakit infeksi menular seksual pada organ reproduksi (99,7%), salah satunya yaitu virus penyebab kanker serviks (Wijaya & Delia, 2010). Kanker serviks adalah kanker yang disebabkan adanya human papiloma virus (HPV) menyerang area serviks atau leher rahim wanita, yang berada di bagian bawah yang menghubungkan vagina dengan rahim (Rosi, 2013 dalam Tani, Wungouw & Masi, 2018). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks seperti faktor sosio demografi meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktivitas seksual, berganti - ganti pasangan seksual, paritas, kurang menjaga kebersihan organ intim, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, penggunaan pembalut yang tidak aman, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama yakni lebih dari 4 tahun (Jong, 2014 dalam Syatriani, 2011). Dalam Juwarni & Nasution (2017), kanker serviks merupakan penyakit yang menempati posisi kedua dengan penderita terbanyak diderita perempuan setelah kanker payudara, namun menjadi penyebab utama kematian perempuan akibat kanker. Kanker serviks dapat menyerang wanita pada semua lapisan masyarakat, mulai dari golongan ekonomi bawah, golongan ekonomi tinggi, berpendidikan rendah, berpendidikan tinggi, usia muda maupun usia tua (Depkes RI, 2002 dalam Martini, dkk, 2013). Tingginya faktor risiko angka kejadian kanker serviks di Indonesia diakibatkan karena rendahnya kesadaran wanita yang sudah aktif melakukan hubungan seksual untuk melakukan deteksi dini kanker serviks (Darnindo, dkk, 2007 dalam Sulistiowati & Anna Maria Sirait, 2014). Rendahnya partisipasi wanita terhadap deteksi dini kanker serviks kemungkinan merupakan akibat kurangnya pengetahuan tentang pentingnya deteksi dini kanker serviks salah satunya dengan pap smear (Martini, dkk, 2013). Pap smear adalah salah satu upaya untuk mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan pap smear dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik, pengetahuan, sikap, paritas, usia menikah, kontrasepsi, jarak, letak geografis dan pelayanan kesehatan (Damindro, dkk, 2007 dalam Martini, dkk, 2013). Natoatmodjo menyatakan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan individu, keluarga maupun kelompok masyarakat terkait kesehatan dapat dilakukan melalui pemberian pendidikan kesehatan (Susilo, 2011 dalam Dewi, 2016). Dengan diberikannya pendidikan kesehatan, diharapkan mampu mempengaruhi individu, keluarga maupun kelompok masyarakat untuk dapat hidup sehat (Adnani, 2011 dalam Dewi, 2016). Pemberian informasi dapat menjadi salah satu usaha untuk meningkatkan motivasi wanita agar lebih berperan aktif mengikuti program pap smear. Suami merupakan orang terdekat istri. Perlakuan suami dalam berumah tangga akan mempengaruhi perilaku istri. Dukungan suami baik untuk mendorong dan mengingatkan istri untuk melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin. Dukungan suami dalam bentuk informasi sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku istri dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Diharapkan istri mempunyai dukungan baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya. Dukungan suami kepada istri mampu memberikan keyakinan dan mengurangi rasa cemas dan stres istri dalam melakukan pap smear (DeLamater & Ward, 2013 dalam Stiti, 2015). Oleh karena itu pemberian pendidikan kesehatan terhadap suami diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap suami terhadap istri, sehingga istri memiliki keyakinan dan dorongan untuk secara rutin melakukan deteksi dini kanker serviks. BAB III KERANGKA KONSEP Rendahnya Cakupan Deteksi Dini Kanker Serviks pada PUS Ruang Lingkup Pengendalian Kanker Serviks - Primer (Edukasi/Pendidikan Kesehatan) pada PUS - Sekunder (Cakupan Skrining /Deteksi Dini) pada PUS Factor-factor yang mempengaruhi Rendahnya Cakupan Deteksi Dini Kanker Serviks pada PUS - Kurang pengatahuan PUS - Tersier (Pengobatan/Terapi) - Kecemasaan/ketakutan - Jarak Fasyankes - Social ekonomi rendah - Kurangnya dukungan Factor-faktor yang mempengaruhi dukungan suami - Umur - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Social ekonomi Dukungan Suami Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Kesehatan pada PUS terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami dalam Mendukung Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Alur 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2019). a. Variabel Bebas/ Independen Variable Independen merupakan variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2019). Variabel independen/bebas dari penelitian ini adalah Pendidikan Kesehatan pada Pasangan Usia Subur. b. Variabel Terikat/Dependen Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2019). Variabel dependen/terikat dari penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear. 3.1.2. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga mempermudah pembaca mengartikan makna penelitian (Sugiyono, 2019). Definisi operasinal penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skoring Skala Ukur 1 Variabel Pemberian pendidikan Kuesioner Independen: kesehatan masal kepada dengan pertanyaan Pendidikan pasangan usia subur di skala dengan skor Kesehatan balai Benar: banjar dengan guttman Terdapat 10 Rasio 2, menggunakan media Salah: 1 slide point. Skor 10-20 power Adapun materi di dalamnya mencangkup: - Pengertian, penyebab, risiko, faktor tanda dan gejala, klasifikasi/stadium kanker serviks, penatalaksanaan kanker serviks (pencegahan dan pengobatan). - Deteksi dini dengan pap smear, mencakup pengertian smear, pap manfaat, syarat dan prosedur pap smear. 2 Variabel a. Pengetahuan Kuesioner 7 Rasio Dependen: Hasil a. Pengetah dan memahami yang skala dengan skor dilihat dari jawaban linkert Sangat uan pengetahuan dengan Terdapat pertanyaan b. Sikap responden terhadap Setuju pertanyaan dalam (SS)=4, kuesioner setelah Setuju diberikan (ST)=3, pendidikan Tidak kesehatan pada Setuju kelompok intervensi (TS)=2, dan Sangat kelompok kontrol. Responden Tidak dalam Setuju=1 penelitian adalah suami. Kategori b. Sikap skor: 7-28 Hasil menerima dan merespon yang dapat dilihat melalui jawaban responden terhadap pertanyaan dalam kuesioner mengenai sikap suami dalam mendukung program pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Responden dalam penelitian ini adalah suami. 3.1.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumsan masalah penelitian, atau dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2019). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian kuasi eksperimental. Desain penelitian yang digunakan adalah intervention and control group design dengan intervensi pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Pada penelitian ini, responden (suami) diminta untuk mengisi kuesioner pengetahuan dan sikap mendukung program pap smear setelah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur. Untuk lebih jelasnya, desain penelitian digambarkan dalam bentuk skema berikut: Pendidikan Kesehatan P1 X K1 Analisis perbandingan post test P1 dan K1 Gambar 4.1 rencana penelitian kuasi eksperimental design (intervention and control group). Keterangan : P1 : Nilai post test kelompok perlakuan K1 : Nilai post test kelompok kontrol X : Tidak diberikan perlakuan Kerangka Kerja Populasi maka uji yang digunakan adalah Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Sampling Non Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling Sampel 30 orang suami sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi Perlakuan: Pemberian Pendidikan Kesehatan Masal pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat Post Test Memberikan kuesioner pada suami setelah diberikan pendidikan kesehatan Pengumpulan dan Analisis Data Uji statistik untuk melihat perubahan tingkat pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear dari distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka uji yang digunakan adalah Independen t-test menggunakan program komputer (Tingkat kepercayaan 95%, p<=0,05). Jika data tidak terdistribusi normal maka uji yang digunakan adalah Man Whitney Penyajian Hasil Penelitian Kesimpulan Gambar 4.2 Skema Kerangka Kerja Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Pasangan Usia Subur terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami dalam Mendukung Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Barat. Pemilihan lokasi ini diperoleh dari data bahwa rendahnya jumlah cakupan skrining kanker serviks di Denpasar menduduki posisi ketiga setelah Karangasem dan Bangli. Jika hal tersebut tetap berlangsung maka diagnosis dini kanker serviks tidak bisa dilakukan, dan prevalensi kanker serviks yang baru terdiagnosis padastadium laanjut akan semakin meningkat. 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2020. 4.3. Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013 dalam Stiti, 2015). Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Barat. 4.3.2. Teknik Sampling Teknik sampling merupakan cara atau metode yang digunakan dalam pengampilan sampel (Nursalam, 2011 dalam Stiti, 2015). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dengan jenis purposive sampling yaitu teknik pengambilan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2019). 4.3.3. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2019). Penentuan sampel dilakukan peneliti berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah disusun yaitu : a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi merupakan kriteria sampel yang layak atau dapat diteliti. Pada penelitian ini kriterianya adalah : 1. Responden merupakan pasangan usia subur yang ada di wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Barat 2. Responden berusia 25-50 tahun 3. Responden merupakan pasangan yang masih diikat status perkawinan dan masih tinggal satu rumah. 4. Calon responden bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dibuktikan dengan pengisian innformed consent. b. Kriteria Eksklusi Kriteria ekslusi adalah kriteria sampel yang tidak layak untuk diteliti. Dalam penelitian ini yang termasuk kriteria ekslusi adalah: 1. Responden dengan kelainan sejak lahir seperti buta dan tuli. 2. Responden yang tidak menyetujui inform consent. 4.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.4.1. Jenis Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah jenis data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini data didapatkan dari hasil pengisian kuesioner yang diisi oleh responden. 4.4.2. Cara Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan prosedur pengumpulan data sebagai berikut. a. Prosedur Administrasi 1. Menyusun proposal penelitian 2. Mengajukan proposal penelitian 3. Mendapatkan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke tempat penelitian. Prosedur pengajuan izin yang dilakukan di tempat penelitian yaitu sebagai berikut. a. Mengajukan surat izin ke Badan Perizinan & Penanaman Modal Provinsi Bali b. Meneruskan surat izin penelitian ke KESBANGPOL Kota Denpasar c. Melakukan uji etik untuk mendapatkan ethical clearance d. Meneruskan suart izin ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar e. Meneruskan surat izin penelitian ke Puskesmas I Denpasar Barat 5. Memilih dan menentukan asisten penelitian Prosedur pemilihan dan penentuan asisten penelitian adalah sebagai berikut. a. Asisten penelitian adalah mahasiswa perawat yang memiliki pengetahuan mengenai penyakit kanker serviks b. Asisten penelitian adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan penjelasan dan mengerti mengenai pendidikan kesehatan kanker serviks serta kuesioner 6. Menjelaskan informed consent terkait tujuan, manfaat, prosedur penelitian, serta hal dan kewajiban responden dalam penelitian. Selanjutnya memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya apabila ada hal yang kurang jelas terkait dengan penelitian. Kemudian meminta calon responden yang telah dipilih dan memenuhi kriteria untuk bersedia menjadi responden. Jika calon responden bersedia menjadi responden, makan akan diminta untuk menandatangi lembar informed consent. Lalu peneliti akan menyampaikan kepada pasangan responden bahwa yang bersangkutan menjadi responden dalam penelitian ini. 7. Menetapkan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol 8. Memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan kepada kelompok perlakuan 9. Melakukan pengisian kuesioner post intervensi pada kelompok perlakuan 10. Melakukan pengisian kuesioner post intervensi pada kelompok kontrol. 4.4.3. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik, semua fenomena itu disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2019). Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden mengenai hal - hal yang ingin diketahui oleh peneliti (Nursalam, 2015). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner tertulis tertutup, yaitu kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden hanya memilih pilihan yang tersedia. Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini, sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur pengetahuan PUS tentang deteksi dini kanker serviks akan dinilai dengan menggunakan skala Guttman. Skala Guttman adalah skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas ( Hidayat, 2014). Kuesioner pengetahuan dibuat sendiri oleh peneliti. Suami sebagai responden akan diminta untuk menyatakan pernyataan yang menurutnya sesuai dengan memberikan jawaban Ya atau Tidak tentang deteksi dini kanker serviks menggunakan kuesioner terstruktur. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor benar bernilai 2, dan salah bernilai 1, sehingga rentang skor 10-20. Untuk mengukur sikap PUS tentang deteksi dini kanker serviks peneliti menggunakan kuesioner dengan skala bertingkat (rating scale) tipe Likert. Skala Likert merupakan metode untuk mengukur skala pernyataan sikap yang dasar penentuan nilai skalanya ditentukan oleh distribusi respon responden (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner sikap dibuat sendiri oleh peneliti. Suami sebagai responden akan diminta untuk menyatakan persetujuan atau tidaknya terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban yang disertai dengan rating scale sebanyak 4 kelas yang terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). 4.4.4. Etika Penelitian Peneliti harus memegang teguh prinsip-prinsip etika penelitian dalam melakukan aspek sebuah penelitian. Peneliti harus mepertimbangkan aspek sosioetika dan menjujung tinggi harkat an marrtabat kemanusiawian walau intervensi dan penelitian yang dlakukan tidak memiliki resiko yan merugikan dan membahayakan subjek penelitian. (Depkes RI, 2010), antara lain 1. Menghormti martabat penelitian Penelitian yang dilakukan harus menjujung tinggi martabat seseorang (subyek peneliti). Peneliti mepertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapa informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untukberpartisipasi dalam rangka penelitian (autonomy). 2. Asas kemanfaatan Penelitian yang dilakukan mepertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin terjadi. Peneliti melaksanakan penelitin sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapat hail yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek peeliiann dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficenen). 3. Justice Setiap orang diberlakukan sama dasar normal, martabat dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti Maupin subyek juga harus seimbang. Peneliti mengkodinasikan lingkungan pada saat penelitian agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan secara detail proses penelitian kepada responde dan akan membagikan keuntungan dan beban secaa merata kepada masing-masing rsponden (aninimity). 4.5. Pengolahan Data dan Analisis Data 4.5.1. Teknik Pengolahan Data Proses pengolahan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. Editing Tahapan pertama yaitu editing. Pada tahapan ini dilakukan kegiatan untuk memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh dari responden. Kuesioner yang telah dikumpulkan oleh responden di periksa kelengkapannya apakah item pertanyaan sudah terjawab semua dan apakah setiap jawaban relevan dan konsisten dengan item pertanyaan. Hasil yang diperoleh pada kuesioner sudah terisi lengkap dan relevan dengan pertanyaan. b. Coding Tahapan kedua yaitu coding. Pada tahapan ini dilakukan pemberian kode numerik (angka) pada data yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah data dari yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka untuk memudahkan penginterpretasian hasil penelitian. Coding pada penelitian kami yaitu pada kuesioner c. Entry Data Entry data merupakan tahapan ketiga yang dilakukan dengan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer. Entry data data pada penelitian ini yaitu berupa nama responden, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, hasil pre-test dan hasil post-test yang diperoleh mengggunakan kuesioner tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dan angket sikap tentang deteksi dini kanker serviks yang telah terkumpul serta dimasukkan dalam master tabel yang dilakukan dengan menggunakan program komputer. d. Cleaning Pada tahapan keempat yaitu cleaning, peneliti melakukan pemeriksaan kembali data yang telah dimasukkan dengan tujuan untuk memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pengkodean maupun dalam membaca kode. Kesalahan juga mungkin terjadi pada saat memasukkan data ke komputer. Setelah memperoleh data, peneliti melakukan pemeriksaan kembali apakah terdapat kesalahan atau tidak sehingga data siap untuk dianalisis. Pada tahap ini, peneliti baru melakukan pengolahan data setelah memastikan semua data telah dimasukkan dan bebas dari kesalahan. 4.5.2. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan tahapan yang dilakukan ketika seluruh data dari responden telah terkumpul. Pada tahapan ini dilakukan pengelompokan data berdasarkan variabel, kemudian mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data daeri setiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan diakhiri dengan perhitungan untuk menjawab hipotesis (Sugiyono, 2019). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis univariat dan bivariat untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel independen dan dependen. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi setiap variabel. Teknik tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang pengolahan datanya hanya menggunakan satu variabel. Dalam analisis univariat digambarkan setiap variabel yang terdiri dari variabel independen dan dependen dengan menggunakan distribusi frekuensi proporsi. Analisis univaria bertujuan untuk menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dan berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran (Sujarweni, 2019). Data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data demografi pada kuesioner yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan, data hasil pengukuran tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dan data hasil pengukuran sikap tentang deteksi dini kanker serviks setelah pemberian pendidikan kesehatan. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk menggambarkan data yang telah terkumpul dengan hasil distribusi frekuensi, presentase, dan mean pada masing-masing data (Sugiyono, 2019). b. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel (Sujarweni, 2019). Pada penelitian ini penggunaan analisis bivariat adalah untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear. Data yang telah terkumpul dilakukan analisis uji dengan bantuan program komputer. Sebelum dilakukan pengujian statistik terhadap pengaruh pendidikan kesehatan pada PUS terhadap pengetahuan dan sikap Suami Dalam Mendukung Program Pap Smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat dilakukan uji normalitas data terhadap data sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan menggunakan uji Saphiro Wilk (jumlah sampel kurag dari 50). Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data dengan skala interval. Dalam menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear dilakukan uji Independent t-test apabila data dalam penelitian ini terdistribusi normal, sedangkan apabila data tidak terdistribusi normal makan uji yang digunakan adalah Mann Whitney test. Data dikatakan terdistribusi normal apabila p.0.05 dan data dikatakan tidak terdistribusi normal apabila p≤0.05. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil uji ini adalah: a. Ho ditolak apabila nilai p≤0.05, hal ini menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan pada PUS terhadap pengetahuan dan sikap Suami Dalam Mendukung Program Pap Smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. Ho diterima apabila nilai p>0.05, hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan pada PUS terhadap pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. PENJELASAN PENELITIAN Judul Penelitian : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Pasagan Usia Subur Terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami Dalam Mendukung Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat Peneliti : SGD 3 NPM :- Pembimbing : 1. Ns. Putu Oka Yuli Nurhesti, S.Kep., MM., M.Kep. 2. Ns. Made Suindrayasa, Peneliti ini adalah mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Saudara telah diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas penelitian ini tanpa ada konsekuensi dan dampak negatif. Sebelum Saudara memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal, sebagai berikut: 1. Tujuan penelitian ini untuk menilai Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Pasagan Usia Subur Terhadap Pengetahuan dan Sikap Suami Dalam Mendukung Program Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Denpasar Barat. Penelitian ini digunakan sebagai salah satu media yang efektif digunakan dalam pemberian pendidikan kesehatan di rumah sakit. 2. Jika saudara bersedia ikut serta dalam penelitian ini, peneliti akan meminta Saudara untuk mengisi kuesioner yang terkait dengan keadaan diri Saudara. Jawablah kuesioner ini sesuai dengan kondisi Saudara. Jawaban kuesioner ini tidak benar atau salah. 3. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian akan dijamin kerahasiaannya. Hasil penelitian ini akan digunakan pada tempat peneliti belajar dan pelayanan kesehatan setempat dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas Saudara. 4. Penelitian ini sangat bermanfaat untuk Saudara karena akan dilakukan pemberian intervensi yaitu pemberian pendidikan kesehatan pada pasangan usia subur untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan sikap Saudara dalam mendukung program pap smear. 5. Penelitian ini tidak akan merugikan responden, kegiatan ini hanya untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan sikap suami dalam mendukung program pap smear dengan metode ceramah, intervensi ini diberikan dengan media powerpoint yang akan diberikan dalam bentuk materi. Materi berisikan penjelasan terkait dengan kanker serviks secara mendalam dan penjelasan terkait deteksi dini kanker serviks dengan pap smear secara mendalam. 6. Jika ada yang belum jelas, silahkan Saudara tanyakan pada peneliti. 7. Jika Saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani lembar persetujuan yang telah dilampirkan. DAFTAR PUSTAKA American Cancer Society. (2009). Cancer: Basic Facts. https://www.cancer.org/downloads/STT/500809web.pdf Arikunto.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara Astiti, N., P., E., S., D. (2015). Hubungan Dukungan Suami Dengan Motivasi Papanicolau Smear Pada Wanita Usia Subur di Banjar Pasek Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kuta. Denpasar: PSIK FK Udayana Cahyanti, N.N. and Wahyuni, T., 2016. Asuhan Keperawatan pada Ibu S yang Mengalami Kanker Serviks Stadium III A di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Dewi, C.,P.,N. 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Hamil Terhadap Pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Timur Hidayat,A.A.(2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Jawarni, S., Nasution, M. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Pencegahan Kanker Serviks dengan Pemeriksaan IVA Pada WUS Di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Kecamatan Sayur Matinggi Tahun 2017. Jurnal Maternal dan Neonatal, 12(12), 54-62 Kemenkes RI. (2016). Buku Acuan Pencegahan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim . Jakarta : Kemenkes RI Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Diakses www.kemkes.go.id pada 29 Februari 2020 Kemenkes RI. (2019). Hari Kanker Sedunia 2019. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Panduan Pelaksanaan Hari Kanker Sedunia 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Diakses Subur. diakses www.kemkes.go.id pada 29 Februari 2020 Kurniawati, (2014). Definisi Pasangan https://sinta.unud.ac.id pada 3 Maret 2020 Usia Legianawati, D., Puspitasari, I.M., Suwantika, A.A. and Kusumadjati, A., 2019. Profil Penatalaksanaan Kanker Serviks Stadium IIB–IIIB dengan Terapi Radiasi dan Kemoradiasi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2015–2017. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 8(3), pp.205-216. Linadi, Kinanthi, E. (2013). Dukungan Suami Mendorong Keikutsertaan Pap smear Pasangan Usia Subur (PUS) di Perumahan Pucang Gading Semarang. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 4(2), 61-71 Martini, N. K., Luh Putu Lila Wulandari, and I. Nyoman Mangku Karmaya. "Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Wanita Pasangan Usia Subur dengan Tindakan Pap Smear di Puskesmas Sukawati II." Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana (2013). Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarkat dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam.(2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika Parapat, F., T., Setyawan, H. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Metode IVA di Puskesmas Candiroto Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat (eJournal), 4(4). ISSN: 2356-3346) Purba, S.,D. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Kanker Serviks Dengan Minat Untuk Vaksinasi Hpv Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Hkbp Nommensen Medan. Rasjidi, I. (2010). Epidemiologi kanker serviks. Indonesian Journal of cancer, 3(3). Riksani, R. (2016). Kenali Kanker Serviks Sejak Dini. Edited by Maya. Yogyakarta: Andi Offset Sandi Awet. (2016). Narkoba Dari Tapal Batas Negara. Bandung:Mujahidin Press Bandung Savitri, A., dkk. (2015). Kupas Tuntas Kanker Payudara, Leher Rahim, dan Rahim. Yogyakarta : Pustaka Perss Sondang, M., Hadi, Ella., N. (2019). Dukungan Suami Terhadap Perilaku WUS (30-50 tahun) dalam Melakukan Pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Bondongan Tahun 2018. GASTER, 17(2). ISSN: 1858-3385, EISSN:2549-7009 Stiti, N.,P.,E.,S.,D. (2015). Hubungan Dukungan Suami Dengan Motivasi Papanicolau Smear Pada Wanita Usia Subur Di Banjar Pasek Wilayah Kerja Puskesmas Kuta I Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Sujarweni, W. (2019). Metodologi Penelitian. Yogyakarta:Pustaka Baru Press Sukhmarini (2018). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Sulistiowati, E. and Sirait, A.M., (2015). Pengetahuan tentang faktor risiko, perilaku dan deteksi dini kanker serviks dengan inspeksi visual asam asetat (iva) pada wanita di kecamatan bogor tengah, Kota Bogor. Buletin Penelitian Kesehatan, 42(3 Sep), pp.193-202. Syatriani, S., 2011. Faktor Risiko Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan. Kesmas: National Public Health Journal, 5(6), pp.283-288. Tani, P., Wangaouw, H., & Masi, G. (2018). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan tentang Kanker Serviks Terhadap Pengetahuan Wanita Usia Subur di desa Sendangan Satu Kecamatan Sonder. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 6(2). 16 WHO. (2015). Human papilloma virus (HPV) and Cervical Cancer. Diakses pada http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs.380/en/ pada tanggal 24 Februari 2020 Wijaya dan Delia. Pembunuh ganas itu bernama kanker serviks. Yogyakarta Universitas; Sinar Kejora: 2010. Wulandari, A., Wahyuningsih & Yunita, F. (2016). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan perilaku pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Puskesmas Sukamaja Tahun 2016, 2, 93101 1.1. Etika Penelitian Peneliti harus memegang teguh prinsip-prinsip etika penelitian dalam melakukan aspek sebuah penelitian. Peneliti harus mepertimbangkan aspek sosioetika dan menjujung tinggi harkat dan martabat kemanusiawian walau intervensi atau penelitian yang dlakukan tidak memiliki resiko yan merugikan dan membahayakan subjek penelitian. 1) Menghormati Martabat Penelitian (autonomy). Penelitian yang dilakukan harus menjujung tinggi martabat seseorang (subyek penelitian). Peneliti mepertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapat informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untukberpartisipasi dalam rangka penelitian (autonomy). 2) Asas Kemanfaatan (beneficience). Penelitian yang dilakukan mepertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin terjadi. Peneliti melaksanakan penelitin sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapat hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek pelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi. 3) Asas Keadilan (Justice) Setiap orang diberlakukan sama dasar normal, martabat dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun responden juga harus seimbang. Peneliti mengkondisikan lingkungan pada saat penelitian agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan secara detail proses penelitian kepada responden dan akan membagikan keuntungan dan beban secaa merata kepada masing-masing responden (aninimity).