Indeks Entomologi Vektor Demam Berdarah ... (Wening Widjajanti, et. al) DOI : 10.22435/vk.v11i1.1137.11-20 INDEKS ENTOMOLOGI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI TIGA KABUPATEN DI PROVINSI BALI Wening Widjajanti*, Rima Tunjungsari Dyah Ayuningtyas*, Ni Wayan Dewi Adnyana** * Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga Jl. Hasanudin No.123 Salatiga 50721, Jawa Tengah, Indonesia ** Loka Litbang P2B2 Waikabubak Jalan Basuki Rahmat Km.5 Puu Weri Waikabubak Sumba Barat – Nusa Tenggara Timur, Indonesia Email : [email protected] ENTOMOLOGY INDEX OF Aedes spp. IN THREE DISTRICS IN BALI PROVINCE Naskah masuk : 14 Mei 2018 Revisi I : 31 Oktober 2018 Revisi II : 15 Januari 2019 Naskah Diterima :15 Mei 2019 Abstrak Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Bali menempati urutan pertama jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia selama tahun 2011 - 2015. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes spp. Risiko penularan DBD diukur dengan kepadatan jentik (density figure). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jembrana, Karangasem dan Badung Provinsi Bali pada tahun 2017 dengan tujuan untuk menghitung indeks entomologi vektor DBD di ketiga lokasi tersebut. Jentik nyamuk Aedes spp. dikumpulkan dari 100 rumah di tiap lokasi di kawasan pemukian penduduk. Hasil koleksi jentik nyamuk dihitung dengan indikator indeks larva berupa House Index (HI), Container Index (CI) dan Breateu Index (BI). Nilai HI Kabupaten Jembrana, Karangsem dan Badung berturut-turut adalah 19%, 27% dan 45%. Nilai CI Kabupaten Jembrana, Karangsem dan Badung berturut-turut adalah 9,25%; 17,37% dan 24,41% sedangkan nilai BI di Kabupaten Jembrana, Karangsem dan Badung berturut-turut adalah 25%, 41% dan 62%. Jenis tempat perindukan nyamuk di Kabupaten Jembrana dan Karangasem terbanyak ditemukan pada ember, sedangkan di Kabupaten Badung ditemukan pada bak mandi. Potensi penularan DBD masih berlangsung di tiga kabupaten ini. Upaya larvasidasi, pemberantasan sarang nyamuk dan penyuluhan harus terus digiatkan dan ditingkatkan oleh ketiga kabupaten ini. Kata Kunci: kepadatan jentik, Aedes spp., Bali Abstract Incidence rate Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) in Bali Province ranks the first in Indonesia in 20112015. DHF is caused by dengue virus transmitted by Aedes spp. The high risk of DHF transmission could be measured by density figure of vectors. This research was conducted in Jembrana, Karangasem and Badung Districts of Bali in 2017. The aim of the current study was to calculate the entomology’s index in those districts. Aedes spp. larvae were collected from 100 houses per location in the each area. The mosquito larvae data were calculated by indicator of larvae index of House Index (HI), Container Index (CI) and Breateu Index (BI). The HI results in Jembrana, Karangasem and Badung districts were 19%, 27% and 45%, respectively. In addition, CI value was 9.25%, 17.37% and 24.41% for Jembrana, Karangasem and Badung districts respectively. The BI value in Jembrana, Karangasem and Badung districts were 25%, 41% dan 62%. The types of mosquito breeding places in Jembrana and Karangasem were mostly found in buckets, while in Badung district were found in bathtubs. The potential for DHF transmission remains a major problem in those three districts. The efforts of larvicides application, eradication of mosquito nests and the extension of DHF should be carried out and improved in those three districts. Keywords : larvae density, Aedes spp., Bali 11 Vektora Volume 11 Nomor 1, Juni 2019: 11 - 20 PENDAHULUAN Provinsi Bali merupakan salah satu tujuan wisata yang terkenal di mata dunia. Setiap tahunnya banyak wisatawan yang datang berkunjung ke Provinsi Bali, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Berdasarkan informasi dari website Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menyatakan bahwa kunjungan wisatawan asing yang berkunjung ke Bali pada tahun 2017 adalah sebanyak 5.697.739 orang (BPS Bali, 2018). Sebagai daerah tujuan wisata, Provinsi Bali berkewajiban untuk menyediakan daerah wisata yang sehat sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata (Kemenpar RI, 2016). Menurut WHO, salah satu penyakit yang patut diwaspadai saat melakukan perjalanan adalah infeksi virus dengue (WHO, 2012), yang mudah sekali menular terutama di daerah tropis. Infeksi virus dengue dilaporkan sebagai salah satu penyakit yang diakibatkan dari adanya pariwisata dan berpotensi untuk menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung (Schmidt-Chanasit et al., 2010; Mavalankar et al., 2009). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 10.759 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 29 orang (Incidence Rate/Angka Kesakitan 259,1 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate/Angka Kematian 0,3%) (Dinkes Bali, 2016). Sedangkan hasil pengumpulan data sekunder kegiatan Riset Khusus Vektora Tahun 2017 di Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Jembrana menyebutkan bahwa jumlah kasus DBD pada tahun 2015 dan 2016 adalah sebanyak 345 dan 771 kasus; DKK Badung menyebutkan bahwa jumlah kasus DBD pada tahun 2015 dan 2016 adalah sebanyak 2.178 dan 3.998 kasus serta DKK Karangasem menyebutkan bahwa jumlah kasus DBD tahun 2015 dan 2016 adalah sebanyak 790 dan 3.226 kasus. Diagnosis klinis infeksi virus dengue berupa Demam Dengue, DBD, DBD dengan syok dan Expanded Dengue Syndrome (Ditjen P2P, 2017). Infeksi virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus melalui gigitan, penularan transeksual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan, penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya bahkan penularan melalui transfusi darah (Candra, 2010; Hadi et al., 2012). Aktifitas menghisap darah nyamuk Aedes biasanya dilakukan pada siang hari, sedangkan aktifitas bertelur dan berkembang biak dilakukan di atas permukaan air jernih pada dinding yang bersifat vertikal dan terlindung dari pengaruh matahari langsung (Waryono, 2004). Untuk menurunkan kasus DBD perlu dilaksanakan pengendalin vektor DBD yang sebaiknya dilakukan 12 sebelum musim penularan terjadi melalui penyuluhan kepada masyarakat, Bulan Bakti Gerakan (BBG) PSN 3Mplus secara serentak dan larvasidasi (Ditjen P2P, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan larva Aedes spp. berdasarkan House Index (HI), Container Index (CI) dan Breuteau Index (BI) sesuai dengan standar World Health Organization (WHO). Informasi kepadatan larva Aedes digunakan untuk mengetahui potensi penularan virus dengue di masyarakat dan digunakan untuk menentukan target dalam upaya pengendalian vektor. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, dan Desa Padang, Kerta Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem pada ekosistem non hutan dekat pemukiman yang merupakan lokasi penelitian Riset Khusus Vektor dan Reservoir. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2017. Data yang dikumpulkan berupa jentik nyamuk Aedes spp. yang diambil dari 100 rumah di kawasan pemukiman penduduk misalnya di bak mandi, ember, gentong dan berbagai tempat penampungan air baik yang ada di dalam maupun di luar rumah yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk (B2P2VRP, 2016). Perhitungan kepadatan larva nyamuk dilakukan menggunakan indikator Index Larva berupa House Index (HI), Container Index (CI) dan Breateu Index (BI) serta Angka Bebas Jentik (ABJ) (Ditjen P2P, 2017; B2P2VRP, 2016). Berdasarkan nilai HI, CI dan BI terdapat tiga kategori kepadatan larva, yaitu rendah, sedang dan tinggi sesuai dengan Tabel 1. Menurut WHO, standar BI dalam kategori aman jika nilainya <50, CI <5% dan HI <10% serta ABJ di atas atau sama dengan 95% (Ditjen P2P, 2017; WHO, 2011). Tabel 1. Kriteria Kepadatan Larva Berdasarkan Indeks Jentik Density Figure 1 2 3 4 5 6 7 8 9 HI CI BI Kategori 1-3 4-7 8-17 18-28 29-37 38-49 50-59 60-76 ≥77 1-2 3-5 6-9 10-14 15-20 21-27 28-31 32-40 ≥41 1-4 5-9 10-19 20-34 35-49 50-74 75-99 100-199 ≥200 Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Indeks Entomologi Vektor Demam Berdarah ... (Wening Widjajanti, et. al) Index larva dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Ditjen P2P, 2017) : HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase density figure Aedes spp. di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana dan Desa Padang Kerta, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem masuk dalam kategori sedang, sedangkan di Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung masuk dalam kategori tinggi. Sedangkan nilai ABJ di tiga desa di kabupaten berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu di bawah 95%. Density figure dan ABJ di ketiga kabupaten dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk nilai HI di tiga desa di tiga kabupaten berada di atas standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu ≥10% sedangkan nilai CI di tiga desa di tiga kabupaten berada di atas standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu ≥5%. Untuk nilai BI di Desa Kaliakah Kabupaten Jembrana dan Desa Padang Kerta Kabupaten Karangasem masuk ke dalam kategori aman, karena nilainya <50, sedangkan nilai BI di Desa Buduk Kabupaten Badung berada di atas standar WHO, yaitu lebih dari 50. Gambar 1. Lokasi Pengambilan Jentik Aedes spp. di tiga Kabupaten di Provinsi Bali (sumber : Diseminasi Riset Khusus Vektora B2P2VRP Tahun 2017) Tabel 2. Persentase Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes spp. di Tiga Kabupaten di Provinsi Bali Tahun 2017 Kabupaten Jembrana Karangasem Badung HI 19 27 45 Persentase Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes spp. CI BI Kategori Density Figure 9,25 25 Sedang 17,37 41 Sedang 24,41 62 Tinggi ABJ 81 73 55 13 Vektora Volume 11 Nomor 1, Juni 2019: 11 - 20 Jumlah dan persentase jenis kontainer yang positif jentik Aedes spp. di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase kontainer yang positif jentik Aedes spp. terbanyak di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana ditemukan pada ember, yaitu sebesar 2,59%. Persentase kontainer yang positif jentik Aedes spp. terbanyak di Desa Padang Kerta, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem ditemukan pada ember sebesar 3,39%. Persentase kontainer yang positif jentik Aedes spp. terbanyak di Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung ditemukan pada bak mandi, yaitu sebesar 4,72%. burung, tempayan,vas/pot, plastik tempat minum babi dan yang lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, kepadatan jentik Aedes spp. di Kabupaten Jembrana dan Karangasem diperoleh hasil bahwa kedua kabupaten termasuk dalam kategori risiko penularan sedang DBD, sedangkan Kabupaten Badung termasuk dalam kategori risiko penularan tinggi DBD. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya kasus DBD di ketiga kabupaten pada waktu mendatang jika tidak dilakukan upaya pengendalian vektor untuk menurunkan kepadatan jentik. Tabel 3. Jumlah dan persentase jenis kontainer yang positif jentik Aedes spp. pada tiga kabupaten di Provinsi Bali Tahun 2017 Jenis Kontainer Bak Mandi Bak WC Ban bekas Dispenser Drum Ember Gelas/botol Kaleng Ketiak daun Kolam/aquarium Kulkas Tempat minum burung Tempayan Vas/pot Plastik tempat minum babi Lainnya Kabupaten Jembrana Jumlah Persentase Kontainer (N = 270) Positif Jentik 6 2,22 0 0,00 3 1,11 1 0,37 2 0,74 7 2,59 1 0,37 4 1,48 1 0,37 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 PEMBAHASAN DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes spp. dan ditularkan melalui gigitannya. Siklus kehidupan Aedes spp. dimulai dari telur yang berada di permukaan air yang jernih, yang kemudian menetas menjadi jentik. Jentik ini selanjutnya berkembang menjadi pupa kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa. Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes spp. adalah tempat yang menampung air di dalam, luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Pada penelitian ini jentik Aedes spp. ditemukan pada bak mandi, bak WC, ban bekas, dispenser, drum, ember, gelas/botol, kaleng, ketiak daun, kolam/aquarium, kulkas, tempat minum 14 Kabupaten Karangasem Jumlah Persentase Kontainer (N = 236) Positif Jentik 2 0,85 6 2,54 2 0,85 0 0,00 0 0,00 8 3,39 3 1,27 0 0,00 0 0,00 2 0,85 1 0,42 1 0,42 5 2,12 7 2,97 0 0,00 4 1,69 Kabupaten Badung Jumlah Persentase (N Kontainer = 254) Positif Jentik 12 4,72 0 0,00 3 1,18 3 1,18 2 0,79 11 4,33 1 0,39 1 0,39 0 0,00 1 0,39 1 0,39 1 0,39 7 2,76 10 3,94 9 3,54 0 0,00 Container Index (CI) menggambarkan persentase kontainer yang positif ditemukan jentik dibagi dengan jumlah kontainer total. Nilai CI Kabupaten Jembrana adalah sebesar 9,25%, Kabupaten Karangasem sebesar 17,37% dan Kabupaten Badung sebesar 24,41%. Ketiga kabupaten ini memiliki angka CI dalam kategori tidak aman, dimana kemungkinan kejadian DBD di waktu yang akan datang bisa terjadi. Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Jembrana adalah sebesar 81%, di Kabupaten Karangasem 73% sedangkan di Kabupaten Badung sebesar 55%. Kondisi ABJ di tiga kabupaten ini berada di bawah target yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu di atas atau sama dengan 95% (Ditjen P2P, 2017). Hal yang sama Indeks Entomologi Vektor Demam Berdarah ... (Wening Widjajanti, et. al) juga ditemukan di Kota Palembang, Kabupaten Bone, Kota Palopo, Kota Makasar, Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Sukoharjo, yang memiliki nilai ABJ di bawah standar nasional (Taviv et al., 2010; Andiarsa & Sembiring, 2017; Chadijah et al., 2011; Kurniawan, 2015; Maksud et al., 2015; Murdani et al., 2016). Jika ABJ di tiga kabupaten ini masih di bawah dari target Kementerian Kesehatan, maka besar kemungkinan kasus DBD masih tinggi di tiga kabupaten ini. Peningkatan ABJ ini dapat dilakukan dengan kegiatan memberikan ikan Cupang sebagai ikan pemakan jentik pada tempat-tempat yang berpotensi sebagai perindukan nyamuk Aedes spp. (Taviv et al., 2010). Selain itu juru pemantau jentik (jumantik) juga memiliki peran yang penting untuk kewaspadaan dini kejadian DBD (Pratamawati, 2012). Jumantik harus diberi sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik serta dilakukan supervisi baik dari puskesmas maupun dinas kesehatan terhadap kinerja mereka (Sandhi & Martini, 2014). Pemantauan jentik dapat melibatkan anak sekolah karena lebih mudah dalam menggerakkannya (Astuti & Susanti, 2017). Selain melalui peran jumantik, kewaspadaan dini terhadap DBD juga dapat dilakukan dengan kegiatan surveilans yang aktif dan rutin (Anastasia, 2009). Kontainer paling banyak ditemukan jentik Aedes spp. di Kabupaten Jembrana dan Karangsem adalah ember dengan besar persentase masing-masing 2,59% dan 3,39%. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendri et al. di Kabupaten Pangandaran yang menyatakan bahwa perolehan jentik terbanyak ditemukan pada ember (Hendri et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan kawan – kawan di Kota Tangerang Selatan juga menemukan bahwa larva Aedes spp. paling banyak ditemukan pada ember (Astuti et al., 2016). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badrah dan Hidayah di Kabupaten Penajam Paser Utara yang menyebutkan bahwa peroleh jentik terbanyak ditemukan pada kaleng bekas (Badrah & Hidayah, 2011). Kontainer paling banyak ditemukan jentik Aedes spp. di Kabupaten Badung adalah bak mandi dengan persentase sebesar 4,72%. Penelitian Ridha, et al. di Kota Banjarbaru juga menyatakan bahwa kontainer dengan jumlah jentik terbanyak adalah pada bak mandi (Ridha et al., 2013). Pada studi lainnya juga menyatakan bahwa kontainer yang paling banyak ditemukan jentik adalah bak mandi (Joharina & Widiarti, 2014). Penelitian yang dilakukan di Provinsi Bali pada tahun 2012 menyatakan bahwa jenis tempat penampungan air yang paling berisiko untuk menularkan DBD adalah bak mandi (Purnama & Satoto, 2012). Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhewantara dan Dinata, yang menemukan bahwa larva Aedes spp. paling banyak ditemukan pada bak air (Dhewantara & Dinata, 2015). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rokhmawati di Kota Tegal (Rokhmawanti et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian Ambarita et al. (2016) juga menyebutkan bahwa kontainer di dalam rumah yang paling banyak ditemukan larva Aedes spp.. adalah bak mandi (Ambarita et al., 2016). Dengan ditemukannya larva Aedes spp. pada bak mandi, bak WC, ban bekas, dispenser, drum, ember, gelas/botol, kaleng, ketiak daun, kolam/aquarium, kulkas, tempat minum burung, tempayan,vas/pot, plastik tempat minum babi dan yang lainnya serta nilai ABJ yang masih di bawah standar Kemenkes, maka potensi penularan penyakit DBD di Provinsi Bali masih bisa terjadi. Hal ini patut diwaspadai karena Provinsi Bali merupakan provinsi yang memiliki kunjungan wisatawan yang tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Walaupun sampai dengan saat ini penulis belum pernah menemukan informasi terkait jumlah wisatawan yang terinfeksi virus dengue setelah melakukan perjalanan wisata ke Provinsi Bali. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cruz dan kawan-kawan di Filipina menyatakan bahwa kepadatan jentik yang tinggi memiliki potensi yang tinggi juga dalam penularan penyakit DBD (Cruz et al., 2008). Hal ini juga harus diwaspadai oleh dinas kesehatan setempat, karena berdasarkan penelitian Sucipto dam kawankawan di Kabupaten Semarang tempat penampungan air yang berjentik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD (Sucipto et al., 2015). Lingkungan sangat berhubungan dengan keberadaan larva Aedes spp. misalnya kelembaban udara, keberadaan saluran air hujan yang kurang lancar dan keberadaan kontainer. Peningkatan curah hujan akan meningkatkan kelembaban dan temperatur yang mendukung seluruh aktivitas nyamuk termasuk memperpanjang umur dan perilaku nyamuk dalam melakukan reproduksi. Vektor Aedes aegypti akan berkembang secara optimum pada temperatur 20–28 derajat Celcius. Tindakan masyarakat juga harus berperan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD (Nugrahaningsih et al., 2010) yang sebaiknya dilakukan sebelum musim penghujan tiba. Meningkatnya kasus DBD di beberapa kabupaten terkait dengan keberadaan vektor Aedes aegypti (Sunaryo & Pramestuti, 2014). Beberapa hal yang berkaitan dengan meningkatnya kejadian DBD di Kabupaten Aceh besar adalah suhu udara di dalam rumah yang optimal untuk perkembangbiakan nyamuk, 15 Vektora Volume 11 Nomor 1, Juni 2019: 11 - 20 keberadaan breeding place di lingkungan rumah dan kebiasaan membersihkan tempat penampungan air lebih dari tujuh hari sekali (Sofia et al., 2014). Hasil penelitian Widiarti, et al. di Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa tingginya kasus DBD di Provinsi Jawa Tengah disebabkan adanya kesenjangan antara program yang telah dicanangkan dengan implementasi di lapangan, misalnya program PSN yang tidak berjalan dengan optimal, larvasidasi hanya dilakukan pada saat ada KLB saja dan pada wilayah endemis saja serta fogging dilakukan hanya dalam satu siklus kehidupan vektor saja (Widiarti et al., 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Badrah dan Hidayah di Kabupaten Penajam Paser Utara menyebutkan bahwa ada hubungan antara jenis kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti (Badrah & Hidayah, 2011), sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus dan kawan-kawan di Palu yang menyebutkan ada hubungan antara jenis kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti (Agus et al., 2008). Sedangkan penelitian Suyasa, et al. di Denpasar Selatan menyebutkan bahwa kondisi lingkungan yang berpengaruh dengan keberadaan jentik adalah kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, keberadaan tempat ibadah, keberadaan pot tanaman hias, keberadaan saluran air hujan dan keberadaan kontainer (Suyasa et al., 2007). Supartha menyebutkan bahwa faktor lingkungan yang paling mendukung berkembangbiaknya nyamuk Aedes spp. adalah ketersediaan air dan suhu udara, telur nyamuk dapat bertahan sampai dengan satu tahun dalam keadaan tidak ada air, begitu ada air telur langsung berkembang menjadi jentik (Supartha, 2008). Kondisi ini patut diwaspadai dengan meminimalisir tempat penampungan air yang ada di lingkungan sekitar. Jentik nyamuk Aedes spp. memiliki potensi terinfeksi virus dengue yang diperoleh dari induknya. Hasil penelitian Seran dan Prasetyowati di laboratorium menemukan bahwa induk Aedes spp. yang terinfeksi oleh virus dengue, mampu mentrasmisikan virus ini melalui telurnya, hal ini dikenal dengan transovarial transmission (Seran & Prasetyowati, 2012). Jentik yang terinfeksi jika berubah menjadi nyamuk dan mencari mangsa di pemukiman penduduk, maka potensi penularan virus dengue sangat mungkin terjadi. Upaya yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan di tiga kabupaten terkait dengan pegendalian DBD adalah program/aplikasi larvasida, fogging, gertak PSN setiap hari Jumat, pembentukan jumantik dan pemberantasan sarang nyamuk. Menurut Respati dan Keman kegiatan yang paling efektif untuk menurunkan 16 kepadatan jentik nyamuk adalah dengan abatisasi dan perilaku 3M sehingga kasus DBD dapat dicegah (Respati & Keman, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardani di Semarang menyebutkan bahwa penyuluhan kesehatan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pencegahan DBD pada anak (Kusumawardani, 2012). Selain itu, menurut Pujiyanti dan Trapsilowati, upaya pengendalian vektor DBD perlu difokuskan untuk dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan rumah (Pujiyanti & Trapsilowati, 2010). Penggunaan insektisida rumah tangga secara berkala dapat mencegah keberadaan larva Aedes spp. pada tempat penampungan air di lingkungan rumah (Meliyanie et al., 2017). Surveilans epidemiologi, promosi kesehatan kepada masyarakat dan pengendalian vektor diperlukan untuk mencegah penularan DBD (Karyanti & Hadinegoro, 2009; Purnama et al., 2013). Pengendalian vektor DBD harus melibatkan peran serta masyarakat melalui program pemberdayaan misalnya dengan kegiatan usaha produktif, simpan pinjam, pemberian pemberian pinjaman modal lunak untuk kader DBD yang memiliki usaha terbukti dapat meningkatkan ABJ serta menurunkan HI, CI dan BI (Trapsilowati et al., 2015). Hasil penelitian Subagia, et al. di Denpasar menyatakan bahwa kejadian DBD sangat berhubungan dengan keadaan lingkungan dalam rumah, mobilitas penduduk dan riwayat kontak dengan kasus DBD (Subagia et al., 2013; Ekaputra et al., 2013). Berdasarkan penelitian Widiarti dan Lasmiati juga menyebutkan bahwa KLB DBD di Jawa Tengah terjadi karena ABJ yang masih dibawah standar 95 %, CI berkisar 11,84 % — 75,16 %, HI berkisar 11,48% - 75,86% dan BI berkisar 14,73-100 (Widiarti & Lasmiati, 2015). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil studi yang dilakukan pada tahun 2017 menunjukkan HI Kabupaten Jembrana, Karangsem dan Badung berturut-turut adalah 19%, 27% dan 45%. Nilai CI Kabupaten Jembrana, Karangsem dan Badung berturut-turut adalah 9,25%; 17,37% dan 24,41%. Nilai BI Kabupaten Jembrana, Karangsem dan Badung berturut-turut adalah 25%, 41% dan 62%. Jenis tempat perindukan nyamuk di Kabupaten Jembrana dan Karangasem terbanyak ditemukan pada ember, sedangkan di Kabupaten Badung ditemukan pada bak mandi. Potensi penularan DBD masih berlangsung di tiga kabupaten ini. Indeks Entomologi Vektor Demam Berdarah ... (Wening Widjajanti, et. al) Saran Dengan ditemukannya jentik nyamuk ditemukan pada berbagai jenis penampungan air, sehingga program/ aplikasi larvasidasi, intensifikasi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk melalui kerja bakti serta menerapkan 3 M plus perlu untuk digiatkan dan ditingkatkan. Bagi masyarakat, perlu diberikan informasi terkait dengan upaya pengendalian vektor penyakit DBD melalui penyuluhan yang dilakukan dengan media visual, audio maupun audio visual. KONTRIBUSI PENULIS Pada penulisan artikel ini, penulis WW berperan sebagai konseptor dalam perumusan tujuan penelitian secara menyeluruh. RTDA berperan dalam melakukan analisis data hasil penelitian. NWDA bertanggung jawab dalam melakukan pengumpulan data vektor di lapangan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuliskan artikel ini. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana, Dinas Kesehatan Kabupaten Karangsem dan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang telah berpartisipasi dalam kegiatan Riset Khusus Vektora. Seluruh tim enumerator vektor Provinsi Bali yang telah mengumpulkan data penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdri. Heni Prasetyowati, Endang Puji Astuti, Dyah Widiastuti, dan Nurul Hidayati Kusumastuti yang telah mengumpulkan data sekunder di Provinsi Bali. Dan juga kepada rekanrekan peneliti dan teknisi yang telah bekerja keras dalam mengolah data hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Agus, M., Widjaja, Y., Anastasia, H., Risti. Preferensi Jentik Aedes aegypti terhadap Jenis Kontainer di Kota Palu. J Vektor Peny. 2008; 2: 9–14. Ambarita, L.P., Sitorus, H., Komaria, R.H., Habitat Aedes Pradewasa dan Indeks Entomologi di 11 Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan. Balaba. 2016; 12: 111–20. Anastasia, H. 2009. Situasi Demam Berdarah Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah Tahun 2001 - 2008. J Vektor Peny. 2009; III: 7–13.. Andiarsa, D., Sembiring, W.S.R.G. Dengue Haemorrhagic Fever Transmission Risk Level on Three Local Health Center in Three Endemic District in South Sulawesi Province Indonesia. ASPIRATOR. 2017; 9: 69–76. Astuti, E.P., Prasetyowati, H., Ginanjar, A. 2016. Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue berdasarkan Maya Indeks dan Indeks Entomologi di Kota Tangerang Selatan, Banten. Media Litbang Kes. 2016; 26: 211–18. Astuti, F.D., Susanti, A. Perbedaan Indeks Entomologi Pemantauan Jumantik Dewasa dan Jumantik Anak di Dusun Mejing Kidul, Ambar Ketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. J Vektor Peny. 2017; 11: 33–42. BPS Bali. Jumlah Wisatawan Asing ke Bali dan Indonesia, 1969-2017. bali.bps.go.id. 2018. Available at: https://bali.bps.go.id/statictable/2018/02/09/28/ jumlah-wisatawan-asing-ke-bali-dan-indonesia-1969-2017.html [Accessed May 16, 2018]. Badrah, S, Hidayah, N. 2011. Hubungan antara Tempat Perindukan Nyamuk Aedes aegypti dengan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Penajam Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. J Trop Pharm and Chem. 2011; 1: 150– 157. B2P2VRP. Pedoman Pengumpulan Data Vektor (Nyamuk) di Lapangan - Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit di Indonesia. Salatiga: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit. 2016. p. Candra, A. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. ASPIRATOR. 2010; 2: 110–19. Chadijah, S., Rosmini, Halimudin, 2011. Peningkatan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSNDBD) di dua kelurahan di Kota Palu Sulawesi Tengah. Media Litbang Kes. 2011; 21: 184–90. Cruz, E.I., Salazar, F.V., Porras, E., Mercado, R., Orais, V., Bunyi, J. Entomological survey of dengue vectors as basis for developing vector control measures in Barangay Poblacion, Muntinlupa City, Philippines. Dengue Bull. 2008; 32: 167– 70. Dhewantara, P.W., Dinata, A. Analisis Risiko Dengue Berbasis Maya Index pada Rumah Penderita DBD di Kota Banjar Tahun 2012. Balaba. 2015; 11: 1–8. Dinkes Bali, 2016. Profil Kesehatan Provinsi Bali, Denpasar. Available at: http://www.depkes. go.id/resources/download/profil/PROFIL_ KES_PROVINSI_2012/17_Profil_Kes.Prov. Bali_2012.pdf. 17 Vektora Volume 11 Nomor 1, Juni 2019: 11 - 20 Ditjen P2P. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Ekaputra, I.B., Ani, L.S., Suastika, K. Analisis Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Puskesmas III Denpasar Selatan. Publ Health and Prev Med Arch. 2013; 1: 189–97. Hadi, U.K. Soviana S & Gunandini, D.D. 2012. Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia. J Entom Ind. 2012; 9: 1–6. Hendri, J. Res, R.N., & Prasetyowati H, 2010. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes spp . Di Pasar Wisata Pangandaran. Aspirator. 2010; 2: 23–31. Joharina, A.S., Widiarti. Kepadatan Larva Nyamuk Vektor sebagai Indikator Penularan Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis di Jawa Timur. Vektora. 2014; 8: 33–40. Karyanti, M.R., Hadinegoro, S.R. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Sari Pediatri. 2009; 10: 424–32. Kemenpar R.I. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. 2016. p. 1–64. Available at: http://kemenpar. go.id/userfiles/PERMEN PAR No_14 Thn 2016 ttg PEDOMAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN_Grda.pdf. Kurniawan, T.P. Studi Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Indeks Ovitrap di Perum Pondok Baru Permai Desa Bulakrejo Kabupaten Sukoharjo. J Kes. 2015; 1: 72–6. Kusumawardani, E. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktik Ibu Dalam Pencegahan Demam Berdarah. Thesis : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012. p.1–95. Maksud, M., Udin, Y., Mustafa, H., Risti, Jastal. Survei Jentik DBD di Tempat-tempat Umum (TTU) di Kecamatan Tanantovea , Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Jurnal Vektor Penyakit. 2015; 9: 9–14. Mavalankar, D., Puwar, T., Murtola, T., Vasan, S.S. Quantifying the impact of chikungunya and degue on tourism revenues, India. 2009. Available at: http://www.iimahd.ernet.in/publications/ data/2009-02-03Mavalankar.pdf. Meliyanie, G., Wahyudi, R.I., Andiarsa, D. 2017. Dampak penggunaan insektisida dalam rumah tangga terhadap keberadaan larva / pupa aedes 18 aegypti di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. J Health Epid Comm Dis. 2017; 2: 14–18. Murdani, A.P., Martini, S., Purnomo, W., 2016. Pemetaan Kejadian DBD Berdasarkan Angka Bebas Jentik dan Jenis Infeksi Virus Dengue. J Keperawatan Kebid. 2016; 8: 30–43. Nugrahaningsih, M., Putra, N.A., Aryanta, I.W.R. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk penular demam berdarah dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara. Ecotrophic. 2010; 5: 93–97. Pratamawati, D.A., 2012. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jur Kes Masy Nas. 2012; 6: 243–248. Pujiyanti, A., Trapsilowati, W. Pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu rumah tangga dalam pencegahan demam berdarah dengue di Kelurahan Kutowinangun Salatiga. Vektora. 2010; II: 102– 115. Purnama, S.G., Satoto, T.B., Prabandari, Y. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Terhadap Infeksi Dengue di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali. Arc. Com. Health. 2013; 2: 20–27. Purnama, S.G., Satoto, T.B.T. Maya Index dan Kepadatan Larva Aedes aegypti terhadap Infeksi Dengue. Makara Kes. 2012; 16:57–64. Respati, Y.K, Keman, S. Perilaku 3M, Abatisasi dan Keberadaan Jenis Aedes aegypti Hubungannya Dengan Kejadian DBD. J Kes Ling. 2007; 3: 107–18. Ridha, M.R., Rahayu, N., Rosvita, N.A., Setya, D.E. Hubungan Kondisi Lingkungan dan Kontainer dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru. J Buski. 2013; 4: 133–37. Rokhmawanti, N., Martini, Ginandjar, P. Hubungan Maya Index dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Tegalsari Kota Tegal. J Kes Masy. 2015; 3: 162–70. Sandhi, N.P.D.A., Martini, N.K. Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Juru Pemantau Jentik Dalam Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2013. Comm Health. 2014; II: 120–132. Schmidt-Chanasit, J., Haditsch, M., Schöneberg, I., Günther, S., Stark, K., Frank, C. Dengue virus infection in a traveller returning from croatia to Germany. Eurosurveillance. 2010; 15: 2–3. Indeks Entomologi Vektor Demam Berdarah ... (Wening Widjajanti, et. al) Seran, M.D., Prasetyowati, H. Transmisi transovarial virus dengue pada telur nyamuk Aedes aegyptiI (L.). Aspirator. 2012; 4: 53–58. Sofia, Suhartono, Wahyuningsih, N.E., 2014. Hubungan kondisi lingkungan rumah dan perilaku keluarga dengan kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Aceh Besar. J Kes Lingk Ind. 2014; 13: 30–38. Subagia, K., Agung, A., Sawitri, S, Wirawan N & Wirawan DN, 2013. Lingkungan Dalam Rumah, Mobilitas dan Riwayat Kontak Sebagai Determinan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Denpasar tahun 2012. Publ Health PrevMed Arch, 1(1), pp.1–7. Sucipto PT, Raharjo M & Nurjazuli. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan Jenis Serotipe Virus Dengue Di Kabupaten Semarang. J Kes Lingk Ind. 2015; 14: 51–6. Sunaryo, Pramestuti, N. Surveilans Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2014; 8: 423–9. Supartha, I.W. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera : Culicidae). In Seminar Dies Universitas Udayana. 2008.1–18. Suyasa, I.N.G., Putra, N.A., Aryanta, I.W.R. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic. 2007; 3:1–6. Taviv, Y., Saikhu, A., Sitorus, H. Pengendalian DBD melalui pemanfaatan pemantau jentik dan ikan cupang di Kota Palembang. Bul Penelit Kes 2010; 38: 198–207. Trapsilowati, W., Mardihusodo, S.J., Prabandari, Y.S., Mardikanto, T. Pengembangan Metode Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. Bul Penelit Sistem Kes 2015; 18: 95–103. Waryono, T. Ekosistem Rayap Dan Vektor Demam Berdarah Di Lingkungan Permukiman. In Penanggulangan Rayap dan Vektor Demam Berdarah pada Bangunan dan Perumahan. Depok. 2004. p. 1–9. WHO. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever Revised and expanded edition, India. 2011. Available at: http://scholar.google.com/scholar? hl=en&btnG=Search&q=intitle:Comprehensive+ Guidelines+for+Prevention+and+Control+of+D engue+and+Dengue+Haemorrhagic+Fever#1. Widiarti & Lasmiati. Beberapa Aspek Entomologi Pendukung Meningkatnya Kasus Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis di Jawa Tengah. J Ekol Kes. 2004; 14:.309–17. Widiarti, Setiyaningsih, R., Pratamawati, D.A. 2018. Implementasi Pengendalian Vektor DBD di Provinsi Jawa Tengah. J Ekol Kes. 2018; 17: 20–30. World Health Organization. International travel and health, Switzerland: World Health Organization. 2012. Available at: http://www.who.int/ith/ITH_ EN_2012_WEB_1.2.pdf. 19 Vektora Volume 11 Nomor 1, Juni 2019: 11 - 20 20