BAB 2 Landasan Teori 2.1 Semantik Semantik adalah cabang studi linguistik yang mempelajari tentang makna dari suatu frasa, klausa, kalimat, atau wacana. Menurut J.D. Parera (2004:42), semantik sebagai pelafalan lain dari istilah la semantique yang di ukir oleh M. Breal dari Perancis merupakan cabang studi linguistik general. Oleh karena itu, semantik adalah studi dan analisis tentang makna-makna linguistik. Dalam bahasa Jepang, semantik diartikan dengan Imiron, yang secara harfiah berarti teori makna. Menurut Heijima Ichirou (1991:2) dalam bukunya yang berjudul Kotoba no Imi, tertulis, “意味論とは 語句や文との意味の研究と定義される。” yang artinya “Semantik adalah suatu penelitian atau pendevinisian kata dan kalimat.” Dalam kamus linguistik, Kridalaksana (1993:193-194) mengungkapkan bahwa, semantik adalah : 1. Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wacana. 2. Sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya. Selain itu semantik juga mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya (Kushartanti, 2005:114). Teori semantik merupakan bagian dari teori linguistik yang cukup luas. Semantik tersebut tidak hanya mencakup studi mengenai makna, di dalamnya terdapat studi mengenai tentang sintaks dan fonetik. Teori semantik sangat berhubungan erat dengan makna kata. Hal tersebut juga mempertegas bahwa semantik memiliki hubungan dengan makna dalam suatu bahasa. Dalam sudi semantik, terdapat empat objek kajian semantik Jepang, antara lain ialah, makna kata (Go no Imi), relasi makna kata (Go to Go no Imi Kankei), makna frase (Ku no Imi), dan makna kalimat (Bun no Imi) (Sutedi, 2003:103). 7 8 1. Makna Kata (Go no Imi) Setiap kata pasti memiliki makna. Kata tersebut digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain agar maksud yang ingin tersampaikan tersebut dapat dimengerti oleh orang lain. Namun terkadang satu kata mengandung berbagai macam makna. 2. Relasi Makna (Go to Go no Imi Kankei) Satu kata dalam bahasa Jepang, jika dibandingkan dalam bahasa Indonesia dapat menjadi beberapa kata yang berbeda. Oleh karena itu, relasi makna diperlukan untuk menyusun kelompok kata berdasarkan kategori tertentu. 3. Makna Frasa (Ku no Imi) Setiap makna dapat dimengerti jika di lihat dari setiap kata dan strukturnya. Namun dalam klausa, hal tersebut belum dapat dilakukan karena terkadang dalam klausa makna tersebut merupakan makna idomatikal bukan makna leksikal. 4. Makna Kalimat (Bun no Imi) Suatu kalimat disusun oleh serangkaian kata dengan strukturnya. Oleh karena itu makna kalimat pun ditentukan pula oleh makna kata yang menyusunnya. Dari keempat objek yang dikatakan Sutedi di atas, salah satu diantaranya memiliki hubungan terhadap Penulisan skripsi ini, yaitu relasi makna kata. Yang dimaksud dari relasi makna kata (Go to Go no Imi Kankei) adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. 2.2 Gaya Bahasa dan Majas Majas adalah satuan bahasa yang sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun sebenarnya majas merupakan termasuk dalam gaya bahasa. Di dalam relasi makna terdapat satuan bahasa yang disebut gaya bahasa. Menurut Leech & Short (2007:13) gaya bahasa atau yang sering disebut juga stilistika, merupakan kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra, analisis gaya bahasa biasanya dimaksudkan untuk menerangkan sesuatu, yang pada umumnya dalam dunia kesusastraan untuk menjelaskan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Menurut Panuti Sudjiman (1993:3), stilistika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mengkaji cara sastrawan memanipulasi, dengan arti memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh pengarang itu sendiri. 9 Majas merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok Penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam dunia linguistik, majas terdiri dari banyak jenis. Moeliono (1989:173) telah menggolongkan jenis-jenis majas kedalam empat golongan dalam bukunya yang berjudul Kembara Bahasa, yakni (1) Majas perbandingan; (2) Majas pertentangan; (3) Majas penegasan; dan (4) Majas ironi. 2.2.1 Efek Stilistika atau Gaya Bahasa Analisis stilistika dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh penyimpangan bahasa yang digunakan pengarang serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek estetis atau puitis (Chapman, Nurgiyantoro, 1995:280). Sama seperti apa yang diungkapkan Pradopo (2000:265) style atau gaya bahasa adalah cara bertutur secara tertentu untuk mendapatkan efek estetik atau efek kepuitisan. Gaya bahasa atau stilistika merupakan cara mengungkapkan gagasan dan perasaan dengan bahasa khas sesuai dengan kreativitas, kepribadian, dan karakter pengarang untuk mencapai efek tertentu, yakni efek estetik atau efek kepuitisan dan efek penciptaan makna. Gaya bahasa dalam karya sastra berhubungan erat dengan ideologi dan latar sosiokultural pengarangnya. Kajian stilistika ini berkaitan dengan bagaimana kata-kata tersebut menimbulkan efek dan makna tertentu. Analisis stilistika ini merupakan pendekatan struktural, sehingga analisis ini boleh dimulai dari unsur kebahasaan manapun. Stilistika dalam kaitannya dengan studi retorika haruslah merupakan suatu pencarian filosofis tentang bagaimana kata-kata bekerja atau berpengaruh dalam wacana (Atmazaki, 2007:152). 2.2.2 Repetisi Di dalam majas penegasan, terdapat jenis majas repetisi, yaitu pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2003:35). Secara umum, berdasarkan tempat satuan lingual yang di ulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi 10 epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis (Keraf, 1994: 127-128). 1. Repetisi epizeuksis yaitu pengulangan satuan lingual (kata) yang di pentingkan beberapa kali secara berturut-turut. 2. Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. 3. Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. 4. Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. 5. Repetisi simploke adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. 6. Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. 7. Repetisi anadiplosis yaitu pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. 8. Repetisi epanalepsis yaitu repetisi atau pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. 2.3 Hanpukuhou (反復法) Secara harfiah Hanpukuhou berarti teknik repetisi atau teknik pengulangan, seperti apa yang telah di jelaskan dalam sub bab sebelumnya, repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2003:35). Di dalam penelitiannya, Harumi setsuko (2012:77) mengatakan, “反復は、印象を強くする外形上の技巧してとらえ。” Terjemahan : “Mempresepsikan bahwa hanpuku merupakan teknik pengulangan yang menegaskan garis besar dalam kalimat tersebut.” 11 Selain berfungsi sebagai penjelas bagian-bagian yang dianggap penting, repetisi atau Hanpukuhou juga berfungsi sebagai penegasan dalam suatu kalimat. 2.4 Teori Hanpukuhou menurut Kouhei Ito Dalam penelitiannya, Ito (2013:46) menuliskan, “反復表現の効果について,これまでは“強くする”くらいのことしか 言われてこなかった…” Terjemahan : “Mengenai ungkapan pengulangan yang efektif, sampai di sini dapat dikatakan pengulangan hanya merupakan suatu penguatan dalam kalimat.” Yang dimaksud Ito mengenai penguatan dalam kalimat di atas adalah Hanpukuhou. Penulis menuliskan pendapatnya tersebut di dalam kesimpulan di makalah penelitiannya. Dalam penelitiannya Ito mengatakan terdapat 50 lebih jenis Hanpukuhou, namun Ito telah membedakannya menjadi hanya beberapa bagian (2013:44), “50種近くが区別されているが,筆者なりに分類してみると次のよ うになる。 a. 語句の反復:畳語法,畳点法,ライトモチーフ,連鎖法など b. 文 の反復:反照法,鸚鵡返しなど c. 変形して反復:変形反復,倒置反復など d. 類義語の反復:同意反復,類義累積など e. 音の反復:押韻,畳音法など f. 句形・文形の反復:造句法,並行体,対句法など。” Terjemahan : “Hanpukuhou dibedakan menjadi sekitar 50 jenis, Penulis akan mengklasifikasikan jenis-jenis tersebut, menjadi : a. Repetisi pada frasa : epizeuksis, epanalepsis, leitmotive, anadiplosis, dll. b. Repetisi pada kalimat : reflektif, repetisi penuh, dll. 12 c. Repetisi perubahan bentuk: repetisi transformasi, antimetabole, dll. d. Repetisi sinonim: tautologi, sinonimi, dll. e. Repetisi bunyi : parechesis, sajak, dll. f. Repetisi klausa/ kalimat : parallelism, repetisi bait, dll.” Dalam makalah analisisnya, Ito tidak menjelaskan secara jelas mengenai jenis-jenis repetisi di atas, tapi, Ito mencantumkan contoh-contoh yang pernah beliau gunakan dalam praktek mengajarnya mengenai repetisi. Penulis akan menuliskan kembali dan menguraikan mengenai contoh yang ditulis Ito yang berkaitan dengan penelitian. Berikut adalah contoh-contoh yang ditulis Ito, dalam penelitiannya. 2.4.1 Contoh Chougohou (2013:44-45) Secara umum Chougohou diartikan sebagai epizeuksis, yaitu pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Perhatikan contoh berikut, ⑾ が,良平は手足をもがきながら,啜り上げ啜り上げ泣き続けた。 [芥川龍之介「トロッコ」] Terjemahan : (11) Tapi, sambil menangis terisak-isak, Ryouhei menggeleparkan tangan dan kakinya. (Akutagawa Ryounosuke, Torokko) Dari contoh di atas, Ito menjelaskan bahwa pada contoh (11) merupakan contoh kalimat Chougohou, pengulangan difokuskan kepada susuriage (啜り上 げ)yang secara harfiah berarti terisak (menangis). Susuriage diulang sebanyak dua kali untuk membuat pembaca terfokus pada kata tersebut, dan menegaskan bahwa dalam kalimat itu, tokoh sedang menangis terisak. 2.4.2 Contoh Choutenpou (2013:45) Choutenpou atau secara universal disebut sebagai epanalepsis. Dalam bahasa Indonesia, epanalepsis berarti repetisi atau pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. Tidak seperti Chougohou yang memiliki definisi sama dengan epizeuksis, Ito menjelaskan Choutenpou 13 berbeda dengan definisi epanalepsis dalam bahasa Indonesia. Perhatikan contoh berikut, ⑿ 訓練はきびしかった。教員である下士官たちが若いだけに,容赦 がなかった。/演習場は五キロほど先に在るゴルフ場の跡。膝のあた りまでのびた芝は足にからみ,滑りやすかった。/そこまで駈け足, そこでも駈け足,そこからも駈け足。先任下士官である室上等兵曹が 先頭に立って走る。[城山三郎「軍艦旗はためく丘に」,『硫黄島に 死す』 所収] Terjemahan : (12) pelatihan itu sangat ketat. Bintara yang menjadi pengajar itu masih muda, tapi tidak ada belas kasihan./ Tempat pelatihan berada 5 kilometer dari lapangan golf. Rumput yang tumbuh hingga setinggi lutut, membelit kakiku, sehingga membuatku mudah terpeleset./ Aku berlari sampai situ, di situ juga aku berlari, dan dari situ juga aku berlari. Senior bintara yang juga menjadi kepala bagian di barak, berlari di posisi depan. (Shiroyama Chiburou, “Gunkan hata ha tameku okuni”, “Ioutoujima ni shisu”) Contoh (12) adalah jenis repetisi Choutenpou, dimana kakeashi (駆け足) yang secara harfiah berarti berlari, memiliki nuansa tokoh dalam kutipan cerita tersebut selalu berlari dan menggambarkan betapa berat dan ketatnya pelatihan yang tokoh jalani. Dari keterangan dua contoh di atas, yakni contoh (11) dan (12), Ito menarik kesimpulan sebagai berikut, “⑾と⑿の違いはと言えば,前者が「同じことばを 直後にくりかえ す」畳語法であり(中村 2007: 210),後者は「文章中の一定箇所に 同じことばをち りばめる」畳点法である(同 p.215)。” Terjemahan: “Menurut peneliti terdahulu, dapat dikatakan bahwa, perbedaan dari kalimat (11) dan (12) adalah, Chougohou adalah pengulangan kata secara berurutan (Nakamura, 2007:210) dan Choutenpou adalah suatu keadaan dimana di 14 dalam kalimat terdapat kata yang sama di titik-titik tertentu (Nakamura, 2007:215).” Chougohou menurut Ito memiliki kesamaan definisi terhadap penegertian epizeuksis secara umum, tetapi tidak dalam pengertian Choutenpou, yang berbeda dengan epanalepsis. 2.4.3 Contoh Ruigigo no Hanpuku (2013:45) Ruigigo no Hanpuku adalah repetisi sinonim. Dalam pembahasan ini, Ito memfokuskan pada jenis repetisi Ruigiruiseki yang tergolong dalam Ruigigo no Hanpuku. Ruigituiseki, dalam ilmu linguistik bahasa Indonesia, berarti sinonimi. Sinonimi adalah satuan bahasa yang memiliki hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Perhatikan contoh kalimat berikut, ⒄ヤクザのために拘置所へ差し入れを持って行くとき(ママ)の憂鬱。 ヤクザに虐げられた人々を思う時の陰鬱。ヤクザから少なくはない報 酬を受け取る時の沈鬱。[金城一紀「花」,『対話篇』所収] Terjemahan: “Dengan wajah sedih-nya (mama) pergi ke penjara untuk membayar hutang kepada Yakuza. Memikirkan suram-nya orang orang yang ditindas oleh Yakuza. Kelam-nya upah yang didapat dari Yakuza” Dari contoh yang tertera di atas, Ito menjelaskan bahwa Chin’utsu (沈鬱) adalah kata yang menggambarkan yuu’utsu ( 憂 鬱 ) dan in’utsu ( 陰 鬱 ) yang ditafsirkan memiliki kemiripan arti kelam. 2.4.4 Contoh Ku/ Bun Katachi no Hanpuku (2013:46) Ku/ Bun Katachi no Hanpuku secara harfiah diartikan pengulangan klausa atau kalimat. Dalam kategori ini Ito menuliskan tiga jenis repetisi pada klausa dan kalimat, yakni Zoukuhou, Heikoutai, dan Tsuikuhou. Dalam penelitiannya, di bagian ini Ito hanya memberi contoh untuk jenis Heikoutai yang secara umum dikenal sebagai parallelism. Dalam bahasa Indonesia, parallelism dikenal sebagai paralelisme, suatu gejala dimana terdapat dua atau lebih bagian dari seluruh kalimat 15 dengan bentuk yang sama sehingga memberikan pola tertentu. Sebelum memberikan contoh, Ito menjelaskan sedikit mengenai Heikoutau, “それぞれの言葉を強調していると言うより,“すべてに同じことがあ てはまる”ということ,つまり普遍性を強調している。” Terjemahan : “Selain sebagai penegasan suatu kata, bisa juga dikatakan “hal yang sama mewakili semua”, dengan kata lain, menekankan kalimat yang sifatnya universal dalam kalimat tersebut” Perhatikan contoh berikut, “⒆(北朝鮮コマンドの将校が言う。)…それはメッカを攻撃したム ハンマドが主張したことと同じだ。またそれは十字軍の主張でもあり, アジアを侵略した日本帝国の主張でもあり,ヒトラーの主張でもあり, ナチスを打ち負かした連合軍の主張でもあり,アフガニスタンやイラ クを侵略したアメリカの主張もあった。…[ 村上 龍『半島を出 よ』]” Terjemahan: “…Itu sama seperti pernyataan Muhammad yang telah menyerang Mekah. Itu juga pernyataan orang-orang yang mengikuti perang salib, juga pernyataan kaisar Jepang yang telah menyerang Asia, pernyataan hitler, hal itu juga merupakan pernyataan dari sekutu yang telah mengalahkan nazi, itu juga pernyataan dari amerika yang telah menyerang Irak dan Afganistan…(Murakami Ryo “Hantou wo Deyo”)” Seperti yang dikatakan Ito dalam contoh di atas, terdapat lima klausa yang memiliki kata akhir sama, yakni 「 の 主 張 で あ り 」 . Sehingga terlihat bahwa shuchou adalah kata yang universal dalam kalimat tersebut yang dapat mewakili dari lima klausa tersebut. 16