BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Bayi Baru Lahir a. Definisi Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram (Dewi, 2010). b. Ciri-ciri Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram, umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta 6 7 adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010) c. Klasifikasi Neonatus Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi menurut Marmi (2015) , yaitu : 1) Neonatus menurut masa gestasinya : a) Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu) b) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu) c) Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau lebih) 2) Neonatus menurut berat badan lahir : a) Berat lahir rendah : < 2500 gram b) Berat lahir cukup : 2500-4000 gram c) Berat lahir lebih : > 4000 gram 3) Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) : a) Nenonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB) b) Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK) d. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah transisi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan medis 8 komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan. Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau anomali kongenital yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal, mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan, terutama pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS) (Lissauer, 2013). Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi (Saifuddin, 2008). Asuhan bayi baru lahir meliputi : 1) Pencegahan Infeksi (PI) 2) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan : a) Apakah kehamilan cukup bulan? b) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap? c) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif? 9 Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013) 3) Pemotongan dan perawatan tali pusat Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi, dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan pemotongan tali pusat dengan satu tangan melindungi perut bayi. Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013). 4) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu 10 untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 5) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 6) Pemberian salep mata/tetes mata Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau 11 antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 7) Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1dosis tunggal di paha kiri Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease of the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang pasti pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir (Lowry, 2014). 8) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang 12 dapat menimbulkan kerusakan hati (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 9) Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL) Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 10) Pemberian ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang diatur dalam SK Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi. 13 2. Makrosomia a. Definisi Bayi baru lahir makrosomia adalah bayi baru lahir dengan berat 4000 atau lebih (Trisnasiwi, 2012). Semua bayi dengan berat badan 4000 gram atau lebih tanpa memandang umur kehamilan dianggap sebagai makrosomia (Cunningham, 2006). Bayi berat lahir besar atau BBLB adalah berat badan lahir lebih sama dengan 4000 gram atau sama dengan makrosomia (Stoll, 2007). Makrosomia digambarkan sebagai bayi baru lahir dengan berat lahir lebih. Makrosomia didefinisikan dalam beberapa cara yang berbeda, termasuk berat lahir 4000-4500 gram (Martin, 2007). b. Etiologi Penyebab terjadinya makrosomia dikaitkan dengan beberapa faktor, yaitu : 1) Bayi dari ibu yang mempunyai diabetes atau IDM (infant of a diabetic mother) berisiko tinggi mengalami sejumlah komplikasi, khususnya hipoglikemia. Kadar glukosa maternal yang tinggi mengakibatkan peningkatan respon insulin janin. Peningkatan kadar insulin ini mendorong pertumbuhan intrauteri yang mengakibatkan makrosomia. Makrosomia terjadi pada 20% hingga 30% IDM (Green, 2012). 2) Bayi yang lahir setelah masa gestasi 42 minggu (postmatur, lewat waktu, lewat tanggal) sebagian besar lahir dengan berat 14 badan lebih dari 4000 gram (Green, 2012). Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun makrosomia (Prawirohardjo, 2009). 3) Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Mochtar, 2012). Faktor yang memperbesar kemungkinan bayi makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2006) 4) Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan oleh kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebihan pada ibu dan bukan disebabkan oleh sebab lain misalnya edema (Mochtar, 2012) 5) Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu (Mochtar, 2012). 6) Multiparitas disebut sebagai salah satu faktor penyebab makrosomia. Ada kecenderungan berat badan lahir anak ke dua dan seterusnya lebih besar daripada anak pertama (Cunningham, 2006). 15 7) Bayi berat lahir besar (makrosomia) berisiko lahir dari ibu yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) ≥30 kg/m 2 (Rahmah, 2014). 8) Kondisi lain seperti kondisi lingkungan, nutrisi, dan hormonal kehamilan yang secara potensial diatur oleh gen, usia ibu, serta ras dan etnik juga merupakan beberapa faktor penyebab terjadinya makrosomia pada bayi baru lahir. c. Patofisiologi Selama masa kehamilan terdapat sejumlah perubahan hormonal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan glukosa pada janin. Pada trimester I kehamilan, mulai terjadi peningkatan human placental lactogen dan prolaktin yang mencapai puncaknya pada akhir trimester III (minggu ke-35). Human placental lactogen (hPL) memiliki struktur kimia yang mirip dengan prolaktin dan growth hormone. Efek utama hPL adalah terhadap insulin dan metabolisme glukosa (Prawirohardjo, 2009). Kombinasi hPL dan prolaktin memicu semacam resistensi insulin yang dapat dideteksi dengan adanya hiperinsulinemia 2 jam pos prandial. Sebagai akibat mekanisme resistensi insulin tersebut, pada sebagian ibu hamil akan terjadi hiperglikemia relatif (diabetes mellitus gestasional). Keadaan hiperglikemia pada ibu tentu sangat berpengaruh pada janin, karena transfer glukosa dari darah ibu ke sirkulasi janin terjadi secara difusi melalui placenta, sehingga janin 16 juga mengalami hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia janin tersebut selanjutnya akan memicu hiperinsulinemia pada janin dengan akibat semakin banyak glikogen janin yang disintesis, sehingga terbentuklah makrosomia (Current, 2007). d. Faktor Predisposisi Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013) adalah : 1) Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya 2) Orangtua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu 3) Multiparitas 4) Kehamilan lewat waktu 5) Usia ibu yang sudah tua 6) Janin laki-laki 7) Ras dan suku Menurut Current (2007) faktor predisposisi makrosomia adalah : 1) Faktor ibu a) Diabetes Melitus Ibu dengan diabetes melitus gestasional pada janin akan meningkatkan resiko makrosomia (Prawirohardjo, 2009). Ibu yang mempunyai diabetes sebelum hamil, baik diabetes tipe 1 atau tipe 2 juga merupakan salah satu faktor predisposisi makrosomia (Current, 2007). 17 b) Obesitas Makrosomia dapat diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Saifuddin, 2012). Faktor yang memperbesar kemungkinan bayi makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2006) c) Pertambahan berat badan berlebih selama kehamilan. Makrosomia dapat diperkirakan disebabkan oleh kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebihan pada ibu (Mochtar, 2012). Perempuan hamil dengan obesitas atau dengan kenaikan berat badan waktu hamil berlebihan, merupakan faktor resiko utama terjadinya preeklamsi, seksio sesarea, kelahiran prematur, makrosomia janin, dan kematian janin (Saifuddin, 2009). d) Faktor genetik Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Mochtar, 2012). Faktor yang memperbesar kemungkinan bayi makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2013). 18 e) Multiparitas Ada kecenderungan berat badan lahir anak ke dua dan seterusnya lebih besar daripada anak pertama (Cunningham, 2013). f) Riwayat melahirkan bayi makrosomia. Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu (Mochtar, 2012). g) Usia kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan term sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2 – 4 kali lebih besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2009). h) Usia ibu Hasil dari penelitian di Korea menunjukkan bahwa semakin tua usia ibu, semakin tinggi peluang untuk melahirkan bayi makrosomia (Kang, 2012). 19 2) Faktor janin a) Kelainan genetik Terjadinya kelainan pertumbuhan dari janin itu sendiri yang disebabkan oleh gen yang dibawa oleh kromosom. b) Jenis kelamin Bayi berjenis kelamin laki-laki memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian makrosomia. Bayi lakilaki lebih mungkin dilahirkan dalam keadaan makrosomia daripada bayi perempuan. e. Faktor Risiko Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya bayi besar/makrosomia diantaranya, yaitu : 1) Diabetes pada ibu Diabetes pada ibu merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam terbentuknya makrosomia (Cunningham, 2006). 2) Riwayat melahirkan makrosomia Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu (Mochtar, 2012). 20 3) Faktor genetik Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Mochtar, 2012). Faktor yang memperbesar kemungkinan makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2006). 4) Usia kehamilan. Rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan term sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2 – 4 kali lebih besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2009). f. Tanda Klinis Bayi baru lahir makrosomia adalah bayi baru lahir dengan berat 4000 atau lebih (Perry, 2010). Semua bayi dengan berat badan 4000 gram atau lebih tanpa memandang umur kehamilan dianggap sebagai makrosomia (Cunningham, 2006). Bayi berat lahir besar atau BBLB adalah berat badan lahir lebih sama dengan 4000 gram atau sama dengan makrosomia (Stoll, 2007). Makrosomia digambarkan sebagai bayi baru lahir dengan berat lahir lebih. Makrosomia didefinisikan dalam beberapa cara yang berbeda, termasuk berat lahir 4000-4500 gram (Martin, 2007). 21 Perkiraan akurat berat janin berlebih tidak mungkin dilakukan sehingga diagnosis makrosomia seringkali baru dapat ditegakkan sewaktu bayi sudah lahir dan dilakukan penimbangan berat badan. Untuk memastikan adanya makrosomia pada bayi baru lahir terdapat tanda seperti wajah bulat, sembab, dan menggembung, badan gemuk montok, kulit tampak flushed atau kemerahan, peningkatan lemak tubuh, dan plasenta serta tali pusat lebih besar dari normal (Green, 2012). g. Prognosis Makrosomia yang tidak ditangani secara adekuat berisiko menimbulkan beberapa komplikasi seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia (Cunningham, 2013). Bayi makrosomia juga memiliki kecenderungan komplikasi seperti trombositopenia, policitemia, dan sindrom gangguan pernapasan (Perry, 2010). Kematian bayi akibat makrosomia disebabkan oleh komplikasi-komplikasi pada saat keluaran perinatal seperti distosia bahu, Apgar skor rendah, dan asfiksia (Ezegwui, 2011). Janin dengan berat 4000-4500 gram pada panggul normal umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Distosia akan diperoleh pada janin besar dengan berat 4500-5000 gram atau pada kepala yang sudah keras (postmaturitas) dan pada bahu yang lebar (bayi kingkong) (Mochtar, 2012). 22 Bayi yang memiliki berat badan lebih dari sama dengan 4000 gram juga meningkatkan risiko beberapa penyakit ketika dewasa misalnya kanker payudara pada wanita dan diabetes mellitus tipe 2 (Rode, 2007). h. Penatalaksanaan 1) Jika bayi terlalu besar untuk lahir pervaginam akibat disproporsi sefalopelvik, kelahiran sesar dapat dipertimbangkan untuk melindungi janin dari trauma lahir dan kemungkinan cedera serius (Green, 2012). 2) Pada kelahiran bahu yang mengalami kesulitan dilakukan episiotomi yang cukup lebar untuk mengusahakan janin lahir atau bahu dilakukan kleidotomi unilateral atau bilateral. Cedera akibat kleidotomi dikonsulkan pada bagian bedah (Mochtar, 2012). 3) Apabila janin meninggal dilakukan embriotomi (Mochtar, 2012) 4) Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut Wiknjosastro (2009) antara lain : a) Menjaga kehangatan b) Membersihkan jalan nafas. c) Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat. d) Melakukan inisiasi menyusu dini . e) Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak. f) Memberikan salep mata/tetes mata. 23 g) Memberikan injeksi vitamin K. h) Membungkus bayi dengan kain hangat. i) Mengkaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia dengan mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar glukosa darah pada usia 1 jam, 2 jam, dan 4 jam, kemudian setiap 4 jam selama 24 jam hingga stabil (Davies, 2011). j) Memantau tanda gejala komplikasi yang mungkin terjadi. k) Memberikan terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi. i. Komplikasi Komplikasi yang mungkin akan dialami oleh bayi dengan makrosomia adalah : 1) Hipoglikemia Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar gula darah (blood sugar level/BSL) <2,6 mmol/L ketika diukur dengan glukometer bedside atau mesin gas darah (1 mmol/L = 18 mg/dl). Untuk bayi makrosomik penilaian dilakukan pada usia 1 jam, 2 jam, dan 4 jam, kemudian setiap 4 jam selama 24 jam hingga stabil (Davies, 2011). 2) Hipokalsemia Hipokalsemia disebabkan ketidaknormalan pada kadar kalsium ibu yang disalurkan pada janin. Kadar kalsium dalam darah ibu yang tinggi selama kehamilan (diabetes) direspon oleh janin 24 berupa hipoparatiroid yang kemudian menyebabkan hipokalsemia. 3) Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia adalah naiknya kadar bilirubin serum melebihi normal. Pada neonatus terdiri dari hiperbilirubin tidak terkonjugasi (indirek) dan terkonjugasi (direk). Gejala yang paling mudah diidentifikasi adalah kulit selaput lendir menjadi kuning. Dikatakan ikterus bila bilirubin serum >5mg/dl. 4) Polisitemia Polisitemia adalah keadaan ketika jumlah sel darah merah (eritrosit) yang terkandung dalam darah melampaui batas normal sehingga darah menjadi lebih kental. Biasanya didefinisikan sebagai hematokrit (Ht) vena di atas 0,65. Polisitemia dapat terjadi pada bayi yang terlahir dari ibu dengan diabetes melitus (Green, 2012). Bayi yang berisiko (pertumbuhan janin terhambat, makrosomia, kembar) harus diperiksa hematokritnya (Lissauer, 2009). 5) Trombositopenia Trombositopenia adalah penurunan kadar trombosit dalam darah akibat hemodilusi. Kadar trombosit dalam darah adalah <100.000 sel/uL jika dinyatakan mengalami trombositopenia. 25 6) Asfiksia Makrosomia dapat menyebabkan distosia bahu yang berakibat pada komplikasi salah satunya gangguan pada medula oblongata dengan pusat vitalnya sehingga menimbulkan asfiksia ringan, berat, sampai berujung pada kematian (Manuaba, 2007). 7) Distosia bahu Makrosomia dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan pervaginam yang dapat berakibat pada fraktur klavikula (Prawirohardjo, 2009). B. Teori Manajemen Kebidanan Tujuh Langkah proses manajemen kebidanan menurut Hellen Varney yaitu : 1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengevaluasi bayi baru lahir dengan makrosomia meliputi data subjektif dan objektif sehingga diperoleh data yang lengkap. a. Data Subjektif Adapun data subjektif yang dikumpulkan untuk kasus bayi baru lahir dengan makrosomia adalah : 26 1) Identitas pasien Identitas yang perlu dikaji meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat lengkap (Varney, 2008). Makrosomia diduga disebabkan oleh adanya glukosa janin yang berlebihan akibat hiperglikemi pada ibu, selain faktor lainnya seperti ibu yang gemuk, ras, dan etnis (Saifuddin, 2009). 2) Riwayat kehamilan ibu Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu (Mochtar, 2012). 3) Riwayat kesehatan ibu Riwayat kesehatan perlu diketahui karena keadaan ibu selama hamil sangat berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkan. Dalam kasus bayi baru lahir dengan makrosomia, perlu diketahui beberapa riwayat kesehatan ibu, yaitu: a) Diabetes Mellitus Bayi dari ibu yang mempunyai diabetes berisiko tinggi mengalami sejumlah komplikasi, khususnya hipoglikemia. Kadar glukosa maternal yang tinggi mengakibatkan peningkatan respon insulin janin. Peningkatan kadar insulin ini mendorong pertumbuhan intrauteri yang mengakibatkan 27 makrosomia. Makrosomia terjadi pada 20% hingga 30% IDM (Green, 2012). b) Kenaikan berat badan selama hamil Makrosomia dapat diperkirakan disebabkan oleh kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebihan pada ibu (Saifuddin, 2009). Perempuan hamil dengan obesitas atau dengan kenaikan berat badan waktu hamil berlebihan, merupakan faktor resiko utama terjadinya preeklamsi, seksio sesarea, kelahiran prematur, makrosomia janin, dan kematian janin (Saifuddin, 2009). 4) Riwayat persalinan Riwayat persalinan sebelumnya merupakan hal yang ditanyakan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin akan terjadi. Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) pada persalinan sebelumnya merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya bayi makrosomia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pada bayi ibu penderita diabetes (infants of diabetic mothers, IDM) beresiko mengalami cedera lahir dan hipoglikemia. Bayi ini mungkin juga mengalami makrosomia atau mengalami hambatan pertumbuhan, bergantung pada beratnya diabetes (Varney, 2008). 28 b. Data Objektif 1) Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum dan kesadaran, pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi dan pernafasan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mengetahui karakteristik bayi dengan makrosomia. Untuk memastikan adanya makrosomia pada bayi baru lahir, terdapat tanda seperti wajah bulat, sembab, dan menggembung, badan gemuk montok, kulit tampak flushed atau kemerahan, peningkatan lemak tubuh, dan plasenta serta tali pusat lebih besar dari normal (Green, 2012). 3) Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang, perlu dilakukan pemeriksaan kadar gula darah, kadar kalsium dan magnesium, hematokrit dan kadar serum bilirubin harus diperiksa apabila bayi tampak kuning. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat bayi makrosomia rentan terhadap kondisi hipoglikemia maupun hipokalsemia. Bayi yang berisiko (pertumbuhan janin terhambat, makrosomia, kembar) harus diperiksa hematokritnya (Lissauer, 2009). 29 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar a. Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan untuk Bayi baru lahir dengan makrosomia adalah Bayi Baru Lahir Ny. D Umur 2 jam dengan makrosomia. b. Masalah Masalah yang paling mungkin timbul dari bayi makrosomia pada jam- jam pertama kehidupannya adalah hipoglikemi (Green, 2012) c. Kebutuhan Kebutuhan untuk masalah hipoglikemi tersebut adalah dengan memberi asupan gula agar gula darah terjaga. Untuk kebutuhan masalah ini bayi bisa segera dianjurkan untuk disusui ibunya. 3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial/Diagnosa Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya. a. Diagnosa potensial pada kasus makrosomia antara lain: 1) Hipoglikemia, langkah antisipasinya dengan melakukan dengan melakukan pengukuran glukosa darah sewaktu. 2) Hipokalsemia, langkah antisipasinya pemeriksaan kadar kalsium dalam serum darah 30 3) Hiperbilirubinemia, polisitemia, dan trombositopenia antisipasinya dengan pantau Hb darah tiap 6-12 jam tanpa gejala (Cunningham, 2013). b. Penanganan antisipasi bidan : Supaya tidak terjadi hipoglikemi, hiperbilirubinemia dan hipokalsemi yaitu dengan cara memberikan nutrisi pada bayi terutama ASI serta berkolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan darah (Green, 2012). 4. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Mengevaluasi kebutuhan akan intervensi dan/atau konsultasi bidan atau dokter yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen kolaborasi dengan anggota tim tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kondisi yang diperlihatkan ibu dan bayi yang baru lahir (Varney, 2008). Penatalaksanaan medis untuk bayi besar masa kehamilan jika mengalami komplikasi salah satunya adalah terapi cairan yang perlu dilakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak (Green, 2012). 5. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut Wiknjosastro dkk (2009) antara lain: a. Jaga kehangatan b. Bersihkan jalan nafas. c. Potong tali pusat dan perawatan tali pusat. d. Lakukan inisiasi menyusui dini . e. Bersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak. 31 f. Berikan obat mata. g. Berikan injeksi vitamin K. h. Bungkus bayi dengan kain hangat. i. Kaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia dengan mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar glukosa darah sewaktu darah pada usia 1 jam, 2 jam, dan 4 jam, kemudian setiap 4 jam selama 24 jam hingga stabil (Davies, 2011). j. Pantau tanda gejala komplikasi yang mungkin terjadi. k. Berikan terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi. 6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan makrosomia dan hipoglikemia dikerjakan sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat kecuali jika ada masalah baru (Varney, 2008). 7. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ini melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah. Evaluasi yang diharapkan pada kasus bayi baru lahir dengan makrosomia adalah 32 kondisi bayi sudah baik, kadar glukosa dan kalsium dalam darah normal (Varney, 2008). C. Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Klien Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, logis dalam suatu metode pendokumentasian. Menurut Varney, alur berpikir logis bidan saat merawat klien meliputi tujuh langkah. Agar orang lain mudah mengerti maka dibuat SOAP yang merupakan sari dari tujuh langkah Varney (Varney, 2008). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien. Sistem pendokumentasian ini mempunyai dasar hukum Kepmenkes RI No : 936/MenKes/SK/VII/2007. Follow up dilakukan selama 3 hari. 1. S = Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney. Data subjektif pada kasus bayi baru lahir dengan makrosomia didapatkan dari hasil pemantauan bidan karena bayi belum dapat berbicara. 2. O = Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai Langkah 1 Varney. 33 Data obyektif meliputi pemeriksaan umum yang terdiri dari data pemeriksaan keadaan umum bayi, kesadaran, vital sign (nadi, suhu, dan respirasi), pemeriksaan khusus yang terdiri dari data hasil inspeksi, palpasi, perkusi serta auskultasi melalui pemeriksaan head to toe, refleks iritabilitas, keaktifan gerak, pola nutrisi dan eliminasi, serta data penunjang yang dapat berupa pemeriksaan laboratorium. 3. A = Assessment Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa yaitu bayi Ny D Umur 2 jam dengan Makrosomia. Assesment merupakan pendokumentasian hasil analisa dan intepretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi yang merupakan langkah 2, 3, dan 4 Varney. 4. P = Plan Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan. Tahap ini merupakan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan Asessment sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney, yaitu: a. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan Hasil : Diharapkan kesehatan anak bertambah baik dan tidak terjadi komplikasi makrosomia. b. Memonitor keadaan umum bayi dari tanda – tanda vital, serta memantau kadar glukosa, kalsium, bilirubin, dan hematokrit dalam darah normal untuk menghidari komplikasi bayi makrosomia 34 antara lain hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia dan hiperbilirubin (Varney, 2008). Hasil : Diharapkan keadaan umum baik sadar, tanda-tanda vital dalam keadaan normal, dan kadar glukosa, kalsium, bilirubin, dan hematokrit dalam darah normal. c. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara membungkus bayi menggunakan selimut bayi hangat (Wiknjosastro, 2008). Hasil : Diharapkan bayi berada dalam suhu yang normal dan tidak mengalami hipotermi.