Intro - Suara dan Hikmat

advertisement
Intro - Suara dan Hikmat
Sebelum kita masuk menggali lebih dalam Hikmat yang
Allah sediakan bagi setiap anak-anak-Nya, pertama-tama
kami mau mengklarifikasi mengenai satu hal terlebih dahulu:
Suara Tuhan. Ini serius dan bukan bahasan main-main. Ada
begitu banyak orang di luar sana yang mengaku ‘Orang
Percaya’, namun bahkan tidak tahu bahwa Tuhan dapat
berbicara dan berkomunikasi dengan manusia.
Orang-orang sering menanyakan kepada kami, “Seperti
apa Suara-Nya?” atau “Bagaimana cara mendengarnya?” dan
itulah yang ingin kami coba jawab. Pertama-tama, ketahuilah
bahwa Roh Kudus telah menjadi bagian dalam roh setiap
orang yang telah lahir baru di dalam Kristus. Memang,
sebelum Kristus Yesus dinyatakan kemuliaannya, Roh Kudus
ini tidak dapat diam di dalam manusia karena ‘kenajisan’ kita
sebagai makhluk daging. Bukti-buktinya dapat Anda baca
dalam Kitab-kitab Injil, di mana Yesus mengatakan bahwa
adalah lebih baik bila Ia ‘pergi’ dari murid-murid-Nya agar
Roh Kudus turun. Saya akan mencantumkan ayat-ayat yang
membicarakan hal ini pada bagian akhir introduksi.
Ya, Anda mengerti atau tidak, Allah berbicara. Ini
faktanya, dan Anda tidak dapat mengatakan bahwa Ia adalah
Allah yang dapat mendengar namun tak dapat bicara. Dan
satu hal juga perlu diingat, Roh Kudus—yang adalah Roh
Allah sendiri—juga berbicara selama kita memberikan-Nya
tempat di hati kita. Hal ini akan kita kupas lebih jauh selama
kita mendalami Persona Tri Tunggal Mahakudus jauh lebih
dalam di buku ini.
Nah, untuk pertanyaan ‘seperti apa suara Tuhan’, kami
akan menjawabnya setahu kami saja—apa yang kami alami
sendiri dan apa yang kami dapat dari Hikmat dan Alkitab.
Dalam kasus kebanyakan orang, Roh Kudus berbicara dengan
lembut di dalam roh. Ya, memang ini sangat sulit dibedakan
dengan suara hati kita sendiri, tapi Ia berbicara dari dalam diri
kita karena memang di situlah tempat-Nya! Kami, para
authors, juga sering berbincang-bincang dengan Tuhan
melalui pengelihatan dan mata iman. Kami melihat-Nya
melalui mata rohani / iman, lalu mengetahui di dalam roh
kami seperti apa reaksi-Nya: apakah Ia tersenyum, sedih,
tertawa atau sedang cengar-cengir penuh arti. (Oh, percayalah,
Tuhan kita adalah Seseorang yang penuh selera humor!)
Ada memang, orang-orang yang mendapatkan
‘kunjungan’ fisik dari Allah seperti dalam kasus nabi-nabi dan
rasul-rasul dalam Alkitab. Perjumpaan Paulus dengan Allah
adalah contoh yang baik. Begitu juga dengan perjumpaan
Musa dengan Allah Bapa di atas gunung. Pada perjumpaan
seperti ini, umumnya tubuh manusiawi kita tidak akan
sanggup menahan hadirat Allah yang memenuhi roh dan
ruangan tempat kita berada. Pasti ada dampak ‘fisik’ yang
dapat langsung dirasakan saat Ia memilih untuk menggunakan
cara ini untuk mengunjungi anak-Nya.
Suara Tuhan terkadang—dan dalam kasus beberapa
orang—terdengar secara audibel. Dalam arti tertangkap oleh
telinga secara fisik, maksud kami. Itu terkadang terjadi juga
pada kami, tapi umumnya, Suara Allah seperti bergema ke
kedalaman roh dan jiwa kami.
Yah... Satu tips mengenai hal ini: jangan pernah batasi
cara Tuhan berbicara! Ia dapat berbicara melewati apa saja
dan siapa saja. Ia dapat berbicara langsung seperti penjabaran
di atas, Ia dapat berbicara melewati orang yang kita temui,
bahkan Ia dapat berbicara melalui Hikmat.
Pernahkah Anda merasa tiba-tiba ‘mendapat ilham’ dari
sebuah kejadian? Atau mungkin ‘tergampar’ secara tak
langsung melalui suatu pemahaman yang tiba-tiba ‘hinggap’
di benak Anda? Itu baru salah satu dari pekerjaan Hikmat.
Sesungguhnya Hikmat adalah Suara Allah sendiri. Kitab
Amsal dan Mazmur dipenuhi dengan penjelasan yang
gamblang mengenai Hikmat Allah. Hikmat Sorgawi, yang
tentunya dibisikkan oleh Roh Kudus, bukanlah wangsit atau
wejangan semata. Hikmat menjabarkan banyak hal, membuat
roh Anda mengerti apa yang Allah inginkan atau maksudkan
dalam hidup Anda dan memimpin hidup orang yang hatinya
melekat kepada Bapa.
Kami tidak dapat memberikan gambaran penuh
mengenai Hikmat karena tidak ada manusia yang bisa
mengerti apa yang dipikirkan Allah. Hikmat adalah Tuhan
sendiri. Tidak dapat kami temukan kata-kata dalam bahasa
manusia yang cocok untuk menjabarkan Hikmat dan
pekerjaan-pekerjaan besar yang Ia lakukan. Dan percayakah
Anda bahwa Hikmat itu diam di dalam diri setiap orang bila
saja kita mau meminta dan mengejar-Nya? Well, Rasul Paulus
mengiyakannya. Dan kita melihat buahnya dalam tulisantulisannya (yang ditulis atas bimbingan Roh Kudus) yang
mendominasi Kitab Perjanjian Baru.
Suara Tuhan
Author : Aloisius Kevin
Ada yang ingin sedikit saya bagikan mengenai ‘suara
Tuhan’. Ada dua poin besar yang ingin saya bagikan
mengenai hal ini, yaitu:
1. Suara Tuhan Yesus bukanlah selalu seperti petir yang
menggelegar. Ia adalah Allah yang rendah hati dan
lemah lembut, tidak selalu Suara-Nya menggelegar
sejelas petir di malam hari. Ia dapat saja berbicara
dalam bentuk analogi, suara hati nurani yang
dipimpin Roh Kudus, dialog sederhana, ataupun
pengertian Hikmat. Satu hal yang pasti, Ia selalu
berbicara dengan kondisi yang sesuai dan cocok
dengan kita—bukan dengan cara yang kita inginkan.
Bukan tidak mungkin juga Ia berbicara atau
menghibur kita melalui orang lain atau suatu
kejadian.
2. Jangan terfokus pada pencarian Suara Tuhan semata.
Cobalah pikirkan, buat apa kita mencari Suara Tuhan
secara intens tetapi hati kita beku seperti es balok dan
tidak mengerti apa yang sebenarnya Ia inginkan dari
hidup kita... Bukankah yang terpenting dari hidup ini
adalah Tuhan Yesus sendiri? Alih-alih mencari air
dari sungai yang mengalir, mengapa kita tidak
mencari sumber mata airnya?
Kemarin ini Tuhan Yesus berkata kepada saya:
“Seringkali banyak orang yang ingin mendengar Suara-Ku,
tapi tidak ingin mengenal Aku. Banyak juga yang ingin
mengenal-Ku, tapi tidak mau membayar harga.”
Ingatlah, Yohanes 20 : 29 mengatakan dengan jelas
mengenai posisi Tuhan dalam hal ini. Dan bukankah iman
memang bekerja dengan cara yang demikian?
Pertahanan dan Persiapan
Author : Felicia Yosiana Gunawan
Awal November, saya sempat terjatuh beberapa kali
setelah mengendurkan pertahanan saya terhadap dunia. Ya,
saya mengendurkan pertahanan saya dalam arti yang
sesungguhnya—mendengarkan satu-dua lagu sekuler (dalam
artian mendengarkan secara sungguh-sungguh, bukan asal
lewat), memperhatikan bacaan duniawi dan fiksi, bahkan
membiarkan hati saya pahit dan down.
Sebelum saya masuk lebih dalam, biarkan saya
mengatakan beberapa hal mengenai pertahanan mental dan
rohani kita di detik-detik terakhir ini.
Sekali lagi, saya tidak melarang Anda untuk menonton
TV, bermain games, pacaran, menghabiskan waktu dengan
hobi Anda, atau melakukan hal-hal yang Anda senangi. Dan
karena banyak orang yang mulai salah kaprah terhadap hal-hal
ini—apa yang disampaikan oleh para tukang pos Allah di
seluruh dunia—saya bermaksud memperjelas apa arti frasa
‘bertahan dalam kekudusan’ dan ‘menjadi kudus’.
Tuhan telah mengatakan kepada banyak anak-anak yang
dengar-dengaran akan Dia tentang hari kedatangan-Nya dan
betapa kita harus bersiap diri sebelum itu terjadi. Ia tidak
mengatakan bahwa apa yang kebanyakan orang lakukan itu
haram. Tidak juga Ia mengatakan bahwa kita harus menyepi
di gunung dan memurnikan diri selayaknya para pertapa
zaman bahala. Tapi Ia meminta saya—dan anak-anak
lainnya—untuk menjaga pikiran dan hati kami dari dunia.
Ada banyak sekali ayat Alkitab yang memvalidasi
kemurnian pikiran di bawah Kristus. Anda dapat membaca
seluruh Perjanjian Baru dan mendapati semua itu begitu jelas
saat Anda meminta bantuan Roh Kudus untuk menuntun
Anda dengan Hikmat Sorgawi.
Bukankah telah ditulis Rasul Paulus bahwa ‘tidak semua
hal itu berguna’? Ya, itulah yang Allah maksud!
Untuk apa kita menistakan pikiran dan hati—hidup
kita—di waktu-waktu yang semakin sempit ini? Apakah
seorang anak yang akan datang ke Pesta Perjamuan akan terus
bermain di luar alih-alih segera mandi dan berpakaian rapi?
Pikirkanlah, bukan hanya apa yang’ baik’ atau ‘buruk’, tapi
yang ‘mendesak’ dan yang ‘kurang penting’.
Apakah kurang jelas? Sekali lagi kalau begitu, saya
katakan bahwa saya ataupun Tuhan tidak melarang Anda
melakukan
segala aktivitas
sekuler. Hanya saja
pertimbangkanlah, mana yang lebih penting: bersiap-siap
untuk pergi ke Pesta Perjamuan karena sebentar lagi Kereta
Pengangkatan datang, atau [masukan hobi Anda di sini].
Sesimpel itu. Nah, sekarang biarkan saya menceritakan
‘kejatuhan’ dan Hikmat yang Allah nyatakan pada saya.
Awal November saya lalui dengan sangat berat karena
berbagai pergumulan yang membuat saya sering berpikir
mengenai standar di atas. Setelah sebelumnya saya dirundung
dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal di atas—
yang, tentunya, sudah benar-benar malas saya jawab—hati
saya menjadi pahit. Ditambah dengan hujan kritik serta
pandangan-pandangan
suam-suam
kuku
mengenai
pembicaraan di atas yang sangat kekanakan dan membela diri
sendiri, saya uring-uringan selama dua hari penuh kepada
Tuhan.
Hal ini juga membuat saya menjadi lebih mudah
dipengaruhi media dunia alih-alih mengesampingkan mereka.
Saya bisa begitu tenggelam membaca buku literatur untuk
makalah tugas filsafat, mendengarkan lagu sekuler dan
mencari maknanya dengan niat menyelami artinya, dan
membuka celah-celah besar baru.
Dan apa dampaknya?
Suara Tuhan menjauh. Dan tentunya, ratap tangis
selama tiga hari penuh pun menyusul.
Lewat surat-surat Tuhan dari berbagai negara, saya
akhirnya benar-benar sadar bahwa apa yang saya lakukan
tidaklah memuaskan Tuhan. Tidak. Tidak sama sekali.
“Loooord,” jerit seraya mencengkram karpet saya suatu
malam. “Aku mau kembali! Aku mau dengar suara-Mu! Aku
nggak mau kita sejauh ini!! Kasihani aku, Bapa!!!”
Sensasi Roh Kudus mulai memenuhi diri saya dan saya
mulai menjerit tanpa suara, memanggil Allah agar mau
menjamah dan mengampuni saya. Ia tidak berbicara banyak
selama masa-masa repentasi itu—Suara-Nya terlalu jauh
untuk saya tangkap.
Pada suatu malam, saya ingat Ia sempat berkata seperti
ini: “Mana menurutmu yang lebih baik? Dirimu yang
sekarang atau dirimu sebulan yang lalu?”
Saya menangkap maksud Allah dengan segera. Ia
menanyakan apakah kerohanian saya maju dengan hidup saya
yang—tanpa saya sadari—telah menjadi suam-suam kuku
selama beberapa hari terakhir, dengan kehidupan saya yang
dipenuhi dengan Roh Allah, mimpi profetik, pengelihatan,
Suara Hikmat dan serangkaian jamahan Tuhan saat saya
mengekang diri saya dari hal-hal duniawi. Dibandingkan
dengan sebulan lalu, saya seperti orang yang tidak pernah
mengenal Allah sekarang.
“Aku mau kembali,” isak saya. “Orang lain boleh
mengejar dunia. Orang lain boleh suam-suam kuku dan
menduakan Anda. Tapi aku mau menambah porsi-Ku di
dalam Anda dan membuang semua yang lain.”
Saya menyatakan pada hari itu bahwa saya tidak mau
ambil pusing apa yang teman-teman dan orang-orang di
sekeliling saya lakukan dan katakan. Mereka boleh bilang
saya fanatik, sok suci, aneh, sesat atau apapun, tapi saya mau
mencoba untuk menjaga kekudusan saya di hadapan Allah.
—Bersambung.
Pertahanan dan Persiapan 2
Auhtor : Felicia Yosiana Gunawan
9 November 2011. 19.40 PM
Saya memutuskan untuk mencari Tuhan di dalam pujian
penyembahan malam itu. Bisa dibilang, saya berjuang
melawan daging saya yang bermotif macam-macam dalam
mencari Dia.
Saya menyanyi dengan penuh syukur dan harap,
mengundang Roh Kudus untuk menuntun saya dalam
menaikkan puji-pujian bagi Sang Raja dan Bapa segala yang
bernafas. Saya, tentunya, masih kesulitan mendengar dan
melihat Tuhan sebagai impact dari dosa membuka celah, ketidak taat-an dan penurunan penjagaan. Tapi memegang fakta
bahwa Ia adalah Allah yang selalu bersama saya, saya
mengimani bahwa Ia memang ada di samping saya,
melingkupi saya dengan Kasih-Nya yang berada di luar
jangkauan logika.
Dengan iman, saya memohon pada Tuhan Yesus untuk
menjamah saya seperti dulu lagi. Ya, Ia sering meletakkan
tangannya di pipi saya selama pujian penyembahan. Dan
itulah yang saya minta dengan iman dan harapan.
Saya mengangkat tangan kanan saya ke pipi, berusaha
untuk mengimani dan merasakan tangan-Nya pada wajah
saya. Dan saat itulah Roh Kudus menjamah.
Saya tersungkur dan menangis hebat! Rasanya roh dan
jiwa saya sama-sama berteriak kepada Allah saat Roh Kudus
‘membuka’ jalan bagi kami untuk saling menyerap
keberadaan satu sama lain.
“I want to be with You, Lord!” jerit saya di dalam hati.
Doa-doa dan ratap tangis seakan-akan keluar begitu saja
dalam serangkaian jeritan saat saya tersungkur di Kaki-Nya.
“I want to join in the worship at Your Throne! I want to be
free from this evil world! I want only to be with You!! I want
to follow You!! I don’t want to use You... I want to love You
more. I want to know my Master more...”
Seumur hidup, saya akui, jarang sekali saya menangis
sampai seperti itu—pada saat dijamah Tuhan sekalipun.
Setelah saya lebih tenang, Roh Kudus menunjukan
sesuatu yang menarik kepada saya. Mulanya, saya diingatkan
mengenai pengelihatan Anna Rountree mengenai ‘The Wheel
of Everlasting Gospel’ dalam tulisannya, the Priestly Bride.
Saya ingat bahwa itu adalah penggenapan dari ayat yang
mengatakan bahwa ‘apa yang diikat di bumi, terikat pula di
Sorga dan sebaliknya’.
Pada saat saya sedang mencoba membayangkan hal
itulah tiba-tiba saya melihat diri saya sendiri di kamar dalam
posisi duduk saat menyembah—dengan sebuah kertas super
panjang yang bergerak menembus diri saya dan bergerak
dalam lingkaran penuh ke langit! Roda Gospel itu berputar
perlahan tanpa henti, mengkoneksikan saya 24 jam dengan
Firman Allah dan Sorga di dalam Kebenaran Injil. Saya
memuji Tuhan dan mengimani pengelihatan tersebut.
Download