IAQ ASHRAE - Green Building Council Indonesia

advertisement
December , 2010
ASHRAE – GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
Airborne Infection Control – Ventilation, IAQ & Energy
for providing a healthier working environment
Acara ini adalah konferensi ASHRAE ke-16 mengenai Indoor Air Quality (IAQ), dan pertama
kalinya dilaksanakan di luar Amerika Serikat. Konferensi ini merupakan diseminasi hasil penelitian
sebanyak ± 79 makalah yang diseleksi dari sekitar 500an penelitian yang berasal dari seluruh dunia.
Topik penelitian adalah “Airborne Infection Control–Ventilation, IAQ & Energy”. Sesi berbarengan
adalah ketika diseminasi disampaikan pada waktu yang sama di ruang terpisah berdasarkan pembagian
topik dan peminatan.
Sekilas tentang Indoor Air Quality (IAQ) di Rumah Sakit
Rumah sakit (RS) adalah sarana pelayanan kesehatan baik
preventif dan kuratif untuk pasien, selain itu RS juga harus
mampu melindungi kesehatan para pengunjung dan petugas
kesehatan. Perlindungan terhadap kesehatan penghuni RS
disebabkan transmisi influenza dan penyakit lain dapat terjadi
melalui 3 cara, yaitu: kontak, large droplet spray, dan aerosol
transmission. Keberadaan pasien di rumah sakit adalah salah
satu sumber kontaminasi udara yang berasal dari respirasi
pasien dalam bentuk partikel dan droplet antara lain, pada saat batuk atau pada luka terbuka. Droplet
yang berasal dari respirasi manusia dapat menjadi pembawa virus (virus-carriers). Pada umumnya, bila
bakteri patogen menempel di kulit tidak akan mematikan, tetapi kalau terhirup maka dapat berbahaya
tergantung dari sensivitas manusia. Dengan demikian, maka fasilitas rumah sakit memiliki risiko tinggi
akan terjadinya airborne cross-infection (infeksi silang yang penularannya melalui udara). Kualitas udara
dalam rumah sakit perlu diperhatikan, karena alasan sbb:
1. Perlindungan terhadap petugas (kenyamanan dan kesehatan saat bekerja).
2. Perlindungan terhadap pasien (infeksi nosokomial dapat menjadi fatal).
3. Mitigasi terjadinya epidemi dan pandemi (karena vaksin terlambat untuk pandemi dan dapat
tidak sesuai dengan epidemi).
Infeksi yang timbul akibat transmisi melalui udara dipengaruhi beberapa hal berikut ini:
1. Banyaknya jumlah penderita dengan penyakit infeksi yang dapat mengkontaminasi udara.
2. Banyaknya jumlah orang yang rentan terhadap penyakit.
3. Lama waktu terpajan.
4. Rerata ventilasi.
5. Tingkat menetapnya aerosol yang terkontaminasi.
6. Kekuatan pertahanan bakteri patogen di udara.
7. Suhu dan kelembaban.
Berdasarkan hasil penelitian Melikov, et al (2010), konsentrasi CO2 meningkat setelah adanya batuk di
zona yang terhuni, sehingga ada kemungkinan risiko terjadinya infeksi silang terhadap petugas dan
1
December , 2010
ASHRAE – GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
pengunjung lainnya di dalam ruangan. Salah satu aplikasi untuk mengencerkan kontaminan patogen
udara di dalam ruang dan untuk mengurangi risiko airborne cross-infection adalah dengan ventilasi.
Metode sistem ventilasi yang umum digunakan, yaitu: mixing ventilation system (MVS), under-floor air
distribution system (UFAD), dan displacement ventilation system (DV).
Kualitas udara di ruang operasi
Salah satu zona yang memiliki risiko infeksi tinggi di
rumah sakit adalah ruang operasi. Kualitas udara di dalam
ruang operasi menjadi perhatian utama bagi pasien dan
para personil medis. Konsentrasi partikel di dalam ruang
operasi dapat bervariasi tergantung dari jenis aktivitas yang
dilakukan dan kapasitas sistem air conditioning (AC) untuk
me-remove partikel tersebut. Partikel tersebut berasal dari
3 sumber:
1) partikel yang dihasilkan di dalam ruang,
2) partikel yang berasal dari ruang antara (adjasent area),
3) dan partikel yang masuk ke dalam ruang operasi melalui sistem ventilasi. Partikel udara di dalam
ruang operasi dapat mengontaminasi luka pasien baik secara langsung melalui pengendapan atau secara
tidak langsung dari instrumen yang terkontaminasi, material operasi (sarung tangan, kain kasa, dll) dan
pakaian petugas ruang operasi.
Ruang operasi dengan AC split
Penelitian Pereira, et al. mengenai
kualitas udara di ruang operasi yang
menggunakan AC split menunjukkan bahwa
sistem AC split mempengaruhi distribusi dan
konsentrasi partikel udara di ruang operasi.
Secara numerik, partikel-partikel mudah
tersebar oleh arus udara dan tetap dalam
bentuk
suspensi
selama
berjam-jam
meningkatkan konsentrasi. Partikel besar
cenderung mengalir disekitar perifer langitlangit, dinding dan lantai ruangan. Dalam
keadaan ini akan meningkatkan pengendapan
dan resuspensi partikel pada permukaan. Partikel-partikel dapat terkontaminasi bakteri, jamur atau
agen virus dan menyebar ke seluruh ruang operasi dan dapat mengontaminasi lingkungan dan seluruh
petugas yang berada di ruang operasi tersebut. Secara umum, hasil numerik menunjukkan bahwa ruang
operasi berpotensi akan terjadinya risiko infeksi karena distribusi partikel secara acak di dalam ruang
dan pengendapan partikel yang intensif di permukaan pada umumnya. Hasil eksperimental
menunjukkan bahwa secara numerik, partikel kecil mudah tersebar oleh arus udara yang mengikuti
aliran dan tersisa dalam bentuk suspensi, dan partikel besar cenderung lebih cepat disimpan
2
December , 2010
ASHRAE – GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
(mengendap) pada permukaaan. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
Computational Fluid Dynamics (CFD). Model CFD telah dikembangkan untuk membantu mengetahui
transportasi dan dispersi dari partikel-partikel di lingkungan udara dalam ruang dan data eksperimental
digunakan untuk mengetahui variasi temporal konsentrasi partikel. Dengan metodologi yang diusulkan
dapat disimpulkan bahwa sistem split tidak tepat untuk digunakan di ruang operasi dan merupakan
risiko untuk pasien dan petugas kesehatan di ruangan tersebut.
Ventilasi Alami
Seiring dengan isu menipisnya cadangan
energi fosil global maka penggunaan ventilasi alami
pada gedung-gedung tinggi (high-rise buildings) adalah
salah satu upaya dalam mengatasi krisis tersebut.
Selain penghematan energi, ventilasi alami juga dapat
mengurangi biaya operasional dan biaya lingkungan
lainnya.
Kontaminasi silang melalui udara tidak hanya
berisiko terjadi di RS, namun juga berisiko untuk
gedung perumahan yang berdensitas tinggi seperti
apartemen. Contoh sumber polutan di dalam gedung high-rise residential (HRR) yang berbahaya, antara
lain asap dapur (dihasilkan secara rutin) dan kebocoran tabung gas (accidential). Penelitian Liu dan Niu
(2010) yang dilakukan di salah satu gedung apartemen HRR Hongkong menyimpulkan bahwa Dalam
penelitian eksperimental (metode CFD) ini, konsentrasi polutan di lokasi yang berbeda diukur untuk
menggambarkan rute dispersi dan mendapatkan informasi mengenai transportasi polutan di dalam
gedung HRR. Padatnya lingkungan apartemen mengakibatkan polutan udara dari aktivitas dapur suatu
flat masuk ke flat tetangganya. Studi ini memberikan wawasan bahwa proses dispersi polutan di sekitar
gedung HRR berada di bawah pengaruh angin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola aliran udara
di sekitar gedung HRR memiliki potensi untuk transportasi polutan gas masuk kembali ke dalam ruangan
di sebelahnya di bawah pengaruh angin. Polutan dapat menyebar secara vertikal baik ke arah atas
maupun ke arah bawah. Selain itu, dispersi horisontal dapat menimbulkan kontaminasi silang antara flat
yang berdekatan. Flat yang berada di tengah gedung memiliki risiko kontaminasi silang lebih tinggi
dibandingkan lokasi lainnya. Untuk jangka waktu kedepan, prediksi bidang konsentrasi polutan di dalam
gedung sangat penting bagi arsitek untuk merancang lokasi air intake dan exhaust yang tepat agar
menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan. Studi tentang jalur transmisi polutan dalam lingkungan
gedung HRR akan bermanfaat dalam meningkatkan desain bangunan bertingkat tinggi blok perumahan,
dan juga dapat membantu untuk intervensi lebih efektif dalam kasus wabah penyakit melalui udara,
termasuk SARS, flu.
Pada technical session mengenai natural ventilation (ventilasi alami) terjadi diskusi menarik jika
natural ventilasi di aplikasikan pada Rumah sakit di negara topis yang memiliki suhu udara yang relatif
panas dan kelembaban tinggi seperti Indonesia. Apalagi ditambah dengan polusi emisi kendaraan dan
pabrik di luar gedung yang dapat menambah buruk sirkulasi udara di dalam gedung seperti rumah sakit.
3
December , 2010
ASHRAE – GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
Ventilasi alami sebagai upaya pengendalian infeksi RS memerlukan pertukaran udara luar yang besar.
Adapun beberapa hambatan aplikasi ventilasi alami untuk mengendalikan infeksi RS, termasuk yang
dialami negara tropis karena beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
 Kualitas udara luar. Di kota besar, kualitas udara luar merupakan kendala karena polusi yang
dihasilkan emisi kendaraan dan pabrik. Hal ini dapat menjadi masalah karena udara luar yang
terpolusi dapat memperburuk kualitas udara di dalam gedung RS.
 Pengaruh cuaca, yaitu angin, suhu dan kelembaban. Angin yang terlalu besar, hujan, dan hawa
panas di luar gedung dapat masuk melalui jendela dan menciptakan ketidaknyamanan terhadap
penghuni RS.
 Rentannya daya tahan tubuh penghuni RS.
 Konfigurasi dan lokasi bangunan. Hal ini terkait dengan arah datangnya sinar matahari, letak dan
posisi air intake dan exhaust, lokasi gedung terkait dengan polusi udara kota dan polusi
industri/asap pabrik.
 Manajemen dalam membuka dan menutup ventilasi. (konsistensi penjadwalan secara
tersistem).
 Sulitnya pengukuran jumlah pertukaran udara dan arah aliran. Banyaknya bukaan sebagai
tempat keluar masuknya udara, menyulitkan pengukuran secara akurat jumlah udara segar yang
masuk dan aliran arus udara.
Mengingat perlunya melindungi penghuni dan besarnya populasi pasien yang memiliki kerentanan imun,
maka penggunaan ventilasi alami masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja gedung yang optimal.
Segi Bisnis (IAQ) Indoor Air Quality di Rumah Sakit
Perhitungan
keuntungan
dari bangunan gedung RS yang menjalankan konsep
sustainability/green healthcare, belum banyak data pendukung di Australia. Hal ini terkait dengan
belum banyaknya data dari aplikasi GreenStar Healtcare sehingga keuntungan dari peningkatan IAQ RS
masih bersifat estimasi berdasarkan data dari literature review non-healthcare seperti lAQ office.
Estimasi keuntungan finansial dari peningkatan IAQ RS pada Tabel 1, belum termasuk variabel lain
seperti lamanya rawat inap dan penghematan biaya akibat pengendalian infeksi RS yang lebih baik.
Kesimpulan dan Keterkaitan dengan GREENSHIP
Kualitas udara dalam ruang (IAQ) dapat terkontaminasi dari dua sumber, yaitu: emisi yang
dihasilkan material (finishing, furnishing, antara lain: karpet, cat, kayu komposit), dan yang dihasilkan
dari tubuh manusia (keringat; CO2 hasil pernapasan dan batuk). Dalam GREENSHIP, salah satu kategori
yaitu Indoor Health and Comfort (IHC) adalah terminologi yang digunakan untuk mengakomodasi IAQ di
dalam konsep green building. Sumber polutan udara antara gedung komersial akan berbeda dengan
gedung RS. Hal ini karena sumber polutan udara di RS, tidak hanya emisi material (finishing dan
furnishing) tetapi juga dari obat2an yang mudah menguap dan kontaminan dari tubuh pasien yang
menjadi perhatian utama.
4
December , 2010
ASHRAE – GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
Peningkatan kualitas udara dalam ruang (IAQ) merupakan
hal penting dalam mewujudkan green healthcare
dikarenakan di RS terdapat salah satu sumber kontaminan
yaitu pasien yang membawa penyakit dan dapat
menularkannya melalui udara sehingga kualitas udara
dalam ruang menjadi tidak sehat. Improve IAQ di RS
bertujuan untuk melindungi petugas, pengunjung, dan
pasien yang memiliki sensivitas tinggi terhadap penyakit
dan rentannya daya tahan tubuh pasien. Hal tersebut juga
dimaksudkan untuk mencegah infeksi silang dan
terjadinya outbreak seperti severe acute respiratory syndrome (SARS), tuberculosis (TBC), dan H1N1.
Selain itu, aspek keuntungan finansial dari aplikasi peningkatan IAQ RS dapat pula dijadikan referensi
untuk perkembangan dari segi bisnis sehingga lebih banyak dikenal dan menjadi preferensi pasar dan
masyarakat, serta nantinya menjadi praktik umum.
Dalam rangka mendukung pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
maka GBCIndonesia dapat memberikan kontribusi berupa penilaian bangunan RS yang telah
mempraktikkan ‘konsep kenyamanan dan kesehatan udara ruang’. Saat ini,
GREENSHIP
mengakomodasi penilaian gedung RS di dalam rating tool
‘New Building’, dengan mengeluarkan penilaian untuk
ruangan-ruangan yang membutuhkan spesifikasi khusus
IAQ dan ruangan yang menggunakan energi listrik besar
seperti antara lain: ruang operasi, ruang isolasi, ruang
ICU.
Untuk lebih meyakinkan publik, maka perlu
adanya studi (kajian) mengenai benefit-cost analysis
(BCA) diawali dari implementasi pilot project NB sebagai
praktik awal sertifikasi GREENSHIP. Selanjutnya secara bertahap dilakukan terhadap proyek-proyek
bangunan yang akan disertifikasi (NB, EB, IS), sehingga data tersebut dapat diolah dan menjadi dasar
bukti dalam menunjukkan penghematan dari aplikasi
green building. Meskipun dalam perhitungan
BCA RS membutuhkan banyak variabel, namun hal ini membuka peluang bagi lembaga perguruan tinggi
untuk melakukan riset terkait BCA agar terwujud kesuksesan implementasi green building dan green
healthcare di Indonesia. Selain kerjasama dengan instansi pendidikan, dukungan dan kerjasama pihak
pemerintah (Departemen Kesehatan), industri, swasta dan asosiasi serta para pakar diperlukan guna
mewujudkan program sustainable
building ini.
(Source : Rana Y. Nasir (Dir. Ratiung & Technology) - GBC Indonesia)
(Yanu Aryani (Senior Rating Analyst) - GBC Indonesia)
5
Download