“Membaca Suara dan Mendengar Tulisan” BAGI PEMAIN/ PENGAJAR MUSIK Oleh: S. Kari Hartaya ABSTRAK Musik adalah salah satu karya seni yang menggunakan suara sebagai medianya. Kepiawaian dalam menguasai serta memainkan suara (musik) merupakan kepekaan yang mutlak di perlukan bagi orang yang berkecimpung di dalam bidang ini, termasuk guru musik. Dalam berbagai perkembangan dan kegiatannya musik membutuhkan sebuah pengabadian serta pendokumenan karya-karyanya melalui simbol-simbol tertentu, yakni notasi. Sehingga melahirkan sebuah tuntutan bagi pelaku musik untuk mengenal, menguasai, serta menggunakan notasi tersebut dalam kiprahnya. Dengan demikian terdapat dua hal yang saling sinergis dan harus diampu untuk bisa di kuasai dalam rangka pelaksanaan proses pengkaryaan sebuah musik, yakni dengan menguasai musik sebagai sebuah suara (unsur musik) serta notasi sebagai dokumen karya yang tertulis. Kata kunci: Musik, Notasi, Unsur Musik PERMASALAHAN Hampir setiap manusia menyenangi cabang seni yang satu ini, yaitu musik. Baik itu pada tingkat sebagai pendengar setia sampai pada hasrat untuk bisa menguasai atau memainkan salah satu ataupun lebih instrumen musik, termasuk menyanyi, yang hasilnya minimal dapat untuk menghibur dirinya sendiri, atau bahkan untuk mengajar ataupun menghibur banyak orang dalam suatu pentas. Akan tetapi ada suatu “rintangan” yang pada umumnya dianggap cukup “berat”, manakala seseorang yang tengah mempelajari musik tersebut harus berhubungan dengan notasi, baik notasi balok maupun notasi angka. Orang tersebut merasa terbebani dalam mempelajari notasi. Bahkan tidak jarang menjadikan putus asa dalam perjalanan belajarnya. Yang pada akhirnya orang itu menguasai atau memainkan instrument musik dengan cara meniru musik yang telah ada saja. Hal lain yang berkebalikan juga terjadi manakala ada seseorang yang dengan sangat cepat menguasai notasi sehingga banyak membantu pula dalam menguasai instrument yang dipelajarinya. Namun disisi lain orang ini tidak bisa lepas dari notasi ketika ia memainkan instrument musik. Demikian pula ketika orang tersebut mencari notasi lagu dari lagu yang telah dikuasai/ dinyanyikannya dengan benar. Fenomena ini terjadi pada seorang musisi ataupun guru/ pengajar music. Terlepas dari jenis profesi seseorang yang berkecimpung dalam dunia musik serta apapun instrument yang dikuasainya, termasuk vocal, semestinyanya orang itu harus mampu untuk membaca suara yang berupa musik, dan mampu mendengar tulisan, berupa notasi. PEMECAHAN MASALAH Sekilas dari kalimatnya judul di atas serasa terbalik. Kata membaca mengindikasikan bahwa obyek berupa visual sedangkan kata mendengar mengindikasikan bahwa obyek berupa audio. Namun tidak demikian halnya dalam proses belajar music. Setidaknya dalam artikel ini. Jika dilihat perkembangan sejarah musik, kita akan melihat bahwa mula-mula ada suara alam, misalnya suara burung, angin, dan sebagainya. Kemudian timbul alat musik yang dimaksudkan untuk meniru suara-suara alam tadi, disamping untuk membuat suarasuara sendiri. Kemudian timbulnya kebutuhan untuk mencatat suara-suara tersebut. Maka munculah tanda-tanda abstrak yang merupakan notasi (tulisan) musik. Tanda-tanda abstrak ini akhirnya dapat dengan mudah direalisasikan kembali menjadi suara. Kegiatan ini biasa disebut dengan membaca not, yakni sebutan untuk penterjemahan aksara musik kembali menjadi suara (Latifah Kodijat dan Marzoeki, 1984 : 4). Notasi adalah lambang atau tulisan musik. Sedangkan notasi balok adalah tulisan musik dengan menggunakan lima garis datar guna menunjukkan tinggi rendahnya suatu nada (Pono Banoe, 2003 : 299). Peran notasi ini sangat penting dalam musik, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan. Aksara musik tersebut terutama penting untuk menetapkan hal-hal sebagai berikut : 1. Tinggi nada 2. Nilai nada, dan 3. Cara nada itu dibunyikan. (Kodijat dan Marzoeki, 1984 : 4) Sedangkan khusus untuk notasi balok terdapat satu fungsi lagi yang terkait dengan permainan sebuah alat musik, yakni notasi tersebut sekaligus menerangkan posisi nada pada instrument terkait. Pada abad ke IX, muncul istilah solmisasi, yaitu cara baca solmisasi seperti yang diperkenalkan (dipelopori) oleh seorang pastor Katolik di Italia, Guido D’ Arezzo, dikenal sebagai do-re-mi-fa-sol-la-si-do sebagai pernyataan c-d-e-f-g-a-b-c (absolute) (Banoe, 2003 : 385). Dalam perkembangannya, tepatnya pada tahun 1840, orang Inggris yang bernama J.S. Curwen memperkenalkan metode baca notasi yang baru, yakni cara baca solmisasi dengan transposisi (Banoe, 2003 : 384). Dalam metode ini sebutan do tidak selalu untuk nada c, tetapi bisa digunakan sebagai sebutan untuk nada-nada yang lain. Metode ini digunakan manakala kita menggunakan notasi angka. Akhirnya sampai saat ini dikenal dua macam metode dalam kaitannya dengan penggunaan solmisasi atau rentetan istilah diatas, yakni metode Fixed do atau ‘do tetap’, seperti yang terjadi di Itali oleh Guido D’ Arezzo, dan metode Movable do atau ‘do bergerak’, yakni metode transposisi seperti yang diperkenalkan pertama kali oleh J.S. Curwen di Inggris. Kemampuan seseorang untuk membaca notasi ini adalah sangat dibutuhkan. Dan bahkan kelancaran seseorang dalam memainkan alat musik banyak ditentukan oleh kemampuan ini. Dalam pendidikan musik latihan membaca dilatihkan dalam bentuk sight reading. Sight Reading adalah kesanggupan untuk sekaligus membaca dan memainkan lagu yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Dan juga biasa disebut Primavista (Kodijat, Latifah -Marzoeki, 1984, hal. 10). Diharapkan ketika orang tersebut melihat notasi yang ada di depan mata, seketika itu pula dia bisa menyanyikannya, walau dalam hati, sekaligus memainkannya pada instrument terkait. Khusus untuk spesialis vocal hanya menyanyikannya saja. Hal ini sesuai dengan bagan yang dibuat oleh Latifah Kodijat tentang proses seseorang membaca notasi seperti di berikut ini: Visual Auditif Motorik Auditif Oleh karenanya bagi seseorang pemain instrument yang ketika berhadapan dengan notasi tidak sedang dekat dengan alat musik yang dikuasainya, diharapkan mampu untuk menyanyikan dalam hati. Dengan kata lain orang tersebut mampu untuk mendengar tulisan, yang dalam hal ini menerjemahkan tulisan yang berujud notasi tersebut kepada tinggi rendah nada, harga nada, dan bagaimana nada itu dibunyikan. Sejarah mengatakan bahwa ketika Beethoven, seorang komponis besar yang berasal dari membuat sebuah komposisi yang pada akhirnya tidak terselesaikan dikarenakan sakit dan keburu meninggal dunia. Pada saat-saat terakhir sebelum meninggal ia telah tulisama sekali tidak bisa mendengar karena sakitnya. Namun beliau tetap meneruskan pembuatan karyanya walau akhirnya tidak terselesaikan. Karya ini diberi judul “unfinish”. Ini membuktikan bahwa Beethoven telah mendengarkan karyanya melalui tulisan-tulisan yang dibuatnya. Sedangkan pada “Membaca Suara” lebih cenderung pada penterjemahan dari bentuk suara menuju pada tulisan. Dalam pendidikan musik lebih dikenal dengan latihan pendengaran atau ear training. Ear Training biasanya berupa dikte. Dikte tersebut dapat berupa dikte melodi, dikte akor, ataupun dikte ritme. Pada bagian ini seseorang diharapkan ketika mendengar sebuah lagu/ melodi, atau ritme, ataupun akor, seketika itu pula orang tersebut dapat menuliskan pada notasinya. Proses dikte secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut; Mendengar Mengingat Meniru Menulis Dari bagan di atas terlihat bahwa kompetensi menterjemahkan suara musik ke dalam bentuk notasi adalah mutlak sangat diperlukan mengingat musik adalah cabang seni yang menggunakan suara sebagai medianya. Terkait dengan hal di atas dalam dunia pendidikan musik dikenal istilah solfegio. Solfegio adalah istilah yang mengacu pada menyanyikan tangga nada, interval, dan latihan-latihan melodi bagi sillaby solmisation. Yakni menyanyikan nada-nada musik dengan menggunakan suku kata (Stanley. S. 1980). Dan dalam perkembangannya pengajaran solfegio tidak hanya mengacu pada menyanyikan saja tetapi juga membaca dan mendengar. KESIMPULAN Betapa pentingnya kemampuan membaca suara dan mendengar tulisan (notasi) ini mengingat music adalah seni yang menggunakan suara sebagai media utamanya. Pemain ataupun pengajar music hendaknya tidaknya textual (terpaku pada notasi) dalam bermain music namun diharapkan lebih cenderung kontekstual, yakni bisa lebih memahami esensi unsure music yang dimainkan. DAFTAR PUSTAKA Banoe, Pono, Kamus Musik, Kanisius, Yogyakarta, 2003. Kodijat, Latifah -Marzoeki, Penuntun Mengajar Piano, Djambatan, Jakarta, 1984 Remy Sylado, Menuju Apresiasi Musik, Angkasa, Bandung, 1983 BIODATA Nama : Drs. S. Kari Hartaya, M.Sn NIP : 19650929 199203 1 004 Pangkat/Golongan Ruang/TMT : Pembina Tingkat I, IV/b, 8 April 2009 Jabatan : Widyaiswara Madya Unit Kerja : PPPPTK Seni dan Budaya Bidang Keahlian : Seni Musik