studi manajemen pengelolaan obat di puskesmas puuwatu kota

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud kesehatan yang optimal
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional
(Anonim, 1992). Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-upaya
yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu
membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan
unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat
pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk
masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai salah
satu organisasi fungsional pusat pengembangan masyarakat yang memberikan
pelayanan promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan),
rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Salah satu upaya pemulihan kesehatan yang
dilakukan melalui kegiatan pokok Puskesmas adalah pengobatan. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan terutama pengobatan di Puskesmas maka obatobatan merupakan unsur yang sangat penting. Untuk itu pembangunan di bidang
perobatan sangat penting pula. Berdasarkan analisis pembiayaan kesehatan
1
2
(Pemerintah dan Masyarakat termasuk Swasta) yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan, masyarakat dan Bank Dunia selama tahun 1982/1983 dan tahun
1986/1987 menunjukkan bahwa pengeluaran khusus obat-obatan di sektor
pemerintah sebesar 18% dari keseluruhan pembiayaan pelayanan kesehatan dan
masyarakat mengeluarkan sebesar 40% biaya pelayanan kesehatan mereka untuk
membeli obat-obatan (Anonim, 2002).
Kebijakan
Obat
Nasional
(KONAS)
bertujuan
untuk
menjamin
ketersediaan obat baik dari segi jumlah dan jenis yang mencukupi, juga
pemeratan,
pendistribusian dan penyerahan obat-obatan harus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing Puskesmas. Dengan adanya pengelolaan obat yang
baik diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih maksimal.
Pengelola obat serta penjaminan tersedianya obat yang dibutuhkan Puskesmas di
Kabupaten Konawe adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe.
Implementasi desentralisasi kebijakan obat membawa implikasi berupa
perubahan mekanisme pembiayaan. Sebelum desentralisasi, anggaran dihitung
berdasarkan jumlah penduduk dan persentase penduduk miskin, sedangkan pasca
desentralisasi anggaran ditetapkan masing-masing daerah menurut kebutuhan dan
permasalahan kesehatan yang dihadapi. Perubahan ini menimbulkan masalah
dalam alokasi dan distribusi terutama di daerah dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) relatif kecil. Alokasi menjadi sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya Dana
Alokasi Umum (DAU) serta kemampuan manajer obat di daerah mengelola dana
obat ini, oleh karena itu perlu memperhatikan aspek-aspek yang tercakup
3
didalamnya antara lain perencanaan obat harus berdasarkan data pengelolaan obat
yang akurat.
Manajemen obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari
Puskesmas karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap
biaya operasional Puskesmas, karena bahan logistik obat merupakan salah satu
tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi
tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat menentukan
keberhasilan manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan. Tujuan manajemen
obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis,jumlah
maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai
sebagai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang
dimiliki/potensial
yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan
ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien
(Anonim, 2005).
Ketidakcukupan obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu
faktor yang sangat menentukan yaitu faktor perencanaan/perhitungan perkiraan
kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif dan kurang efisien (Anonim,
2000).
Permintaan/pengadaan obat juga merupakan suatu aspek dimana
permintaan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan obat yang ada agar tidak
terjadi suatu kelebihan atau kekurangan obat. Kelebihan obat atau kekosongan
obat tertentu ini dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan obat yang tidak
4
akurat dan tidak rasional, agar hal-hal tersebut tidak terjadi maka pengelolaan
obat puskesmas perlu dilakukan sesuai yang ditetapkan dan diharapkan dimana
dalam pengelolaan harus memperhatikan penerimaan, penyimpanan serta
pencatatan dan pelaporan yang baik.
Terjaminnya ketersediaan obat di pelayanan kesehatan akan menjaga citra
pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga sangatlah penting menjamin
ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih
penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien
(Anonim, 2005).
Puskesmas Ahuhu merupakan salah satu puskesmas yang berada di
kabupaten konawe, tepatnya berada di Desa Ahuhu Kecamatan Meluhu dimana
terdiri dari tujuh desa dan satu kelurahan yaitu: Desa Ahuhu, Larowiu,
Tudameaso, Woerahi, Lamelay, Ahuloa, Sambasule dan Kelurahan Meluhu.
Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Ahuhu pada
tahun 2008 khususnya pada Triwulan ke empat pada Bulan Desember terjadi
kekurangan persediaan obat untuk beberapa item obat seperti CTM, Tetracycline
500 mg, Amoxicillin 500 mg, Cotrimokxazole syrup dan permintaan obat yang
tidak terealisasi sesuai yang diminta oleh puskesmas. Dalam mengatasi masalah
kekurangan persediaan obat maka Puskesmas Ahuhu menggunakan sistem Bon
yang diajukan kepala puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
5
Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai ” Studi Tentang Manajemen Pengelolaan Obat Di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe Tahun 2008 ”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “ Bagaimanakah Tentang Manajemen Pengelolaan Obat di Puskesmas
Ahuhu Kabupaten Konawe Tahun 2008 “
C. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimanakah Manajemen Pengelolaan Obat di
Puskesmas Ahuhu Kabupaten Konawe Tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk megetahui bagaimanakah perencanaan obat di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe Tahun 2008.
b. Untuk mengetahui bagaimanakah pengadaan obat di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe Tahun 2008.
c. Untuk mengetahui bagaimanakah distribusi obat di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe Tahun 2008.
d. Untuk mengetahui bagaimanakah penggunaan obat di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe Tahun 2008.
6
e. Untuk mengetahui bagaimanakah pnghapusan obat di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe Tahun 2008.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teori
Pada penelitian ini aspek-aspek yang diteliti adalah proses
perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan dan penghapusan obat
di Puskesmas Ahuhu tahun 2008.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah Kabupaten Konawe
dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan dalam hal pengelolaan
obat di Puskesmas Ahuhu.
b. Bahan masukan bagi puskesmas di Kabupaten Konawe dalam pengelolaan
obat dalam rangka peningkatan efisiensi.
c. Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan penelitian tentang pengelolaan obat di
Puskesmas Ahuhu.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Obat
Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan
pemberian obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat
kesembuhannya. Selain itu obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat,
maka persepsi masyarakat tentang hasil yang diperoleh dari pelayanan
kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan baik
puskesmas, rumah sakit maupun poliklinik. Obat merupakan komponen utama
dalam intervensi mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan obat dalam
pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya
efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan (Idham, 2005).
Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan
mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Menurut Tjay dan Rahardja
(2003), obat merupakan semua zat kimiawi, hewani maupun nabati dalam
dosis yang layak menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit
berikut gejalanya.
Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang
digunakan untuk pencegahan dan pengobatan baik pada manusia maupun
7
8
pada hewan. Obat merupakan faktor penunjang dalam komponen yang sangat
strategis dalam pelayanan kesehatan (Widhayani, 2002).
Upaya pengobatan di puskesmas merupakan segala bentuk kegiatan
pelayanan pengobatan yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk
menghilangkan penyakit dan gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan cara yang khusus untuk keperluan tersebut (Anonim, 1992).
Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan yaitu:
a. Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuhtumbuhan, mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang usaha pengobatannya berdasarkan pengalaman.
b. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk
serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang
mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I (Farmakope Indonesia) atau
buku lain.
c. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama
si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya.
d. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau
komponen lain yang belum dikenal sehingga khasiat dan keamanannya.
9
e. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi
terapi dan rehabilitasi.
f. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar
Obat Esensial Nasional) dan mutunya terjamin karena produksi sesuai
dengan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji
ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.
g. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh apoteker di apotek.
Obat dan bahan farmasi ini dapat digolongkan menjadi bahan Vital,
Esensial, Normal (penggolongan menurut VEN System) atau menjadi bahan
yang fast atau slow moving (tergantung kecepatan peredaran, penyerapan dan
atau penggunaannya). Umumnya obat dan bahan farmasi mempunyai ”masa
berlaku”, sehingga kalau melebihi batas waktu tersebut tidak layak untuk
dimanfaatkan (Anonim, 2005).
Perkembangan
dan
kemajuam
industri
farmasi
telah banyak
menghasilkan berbagai ragam obat-obatan baik untuk keperluan manuasia
maupun untuk hewan. Disisi lain akan menimbulkan dampak negatif terhadap
masyarakat yaitu terjadi penyalahgunaan obat atau pemakaian obat secara
sembarangan. Dalam mencegah dan menanggulangi masalah tersebut, perlu
adanya penertiban lalu lintas obat-obatan dan standardisasi mutu dan
keamanan obat-obatan serta peningkatan pengendaliaan dan pengawasan
10
untuk melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi
syarat. Tersedianya obat-obatan yang baik aman dan bermutu dengan
kurangnya masyarakat memperoleh kecelakaan karena penyalahgunaan obat
akan terwujud bila pendistribusian obat-obatan sesuai dengan perundangundangan dan pengawasan dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (Anonim, 2001).
2. Tinjauan Umum Tentang Manajemen
Terry dalam Seto (2004), mengemukakan bahwa manajemen adalah
suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni
untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep ini dikenal dengan POAC yaitu
Planning
(perencanaan),
Organizing
(pengorganisasian),
Actuating
(pengarahan) dan Controling (pengendalian).
Agar tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dapat tercapai, maka
manajemen memerlukan unsur atau sarana atau “ the tool of management”
meliputi unsur 5 M yaitu:
a. Man (manusia)
b. Money (uang)
c. Methods (metode)
d. Materials (bahan)
e. Machine (mesin)
11
Untuk dapat terselenggaranya manajemen yang baik, unsur-unsur
tersebut diproses melalui fungsi-fungsi manajemen. Prinsip manajemen
tersebut merupakan pegangan umum untuk terselenggaranya fungsi-fungsi
logistik dengan baik (Seto, 2004)
3. Tinjauan
Umum
Tentang
Manajemen
Logistik
Obat-obatan
di
Puskesmas
Logistik adalah suatu ilmu mengenai pengadaan, pemeliharaan dan
penyediaan transportasi termasuk pelayanan persediaan dalam jumlah yang
sangat besar kepada banyak orang di tempat-tempat yang jaraknya berjauhan.
Dalam suplai mencakup semua aspek produsen, penyalur ke apotek, toko obat
dan sampai pada penggunaan obat dalam hal ini adalah pasien bersangkutan.
Menurut Anonim (2003), kegiatan logistik secara umum ada 3 (tiga)
tujuan yakni:
a. Tujuan operasional adalah agar supaya tersedia barang serta bahan dalam
jumlah yang tepat dan mutu yang memadai;
b. Tujuan keuangan meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional
dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya; dan
c. Tujuan pengamanan dimaksudkan agar persediaan tidak terganggu oleh
kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan
yang tidak wajar lainnya, serta nilai yang sesungguhnya dapat tercermin
didalam sistem akuntansi;
12
4. Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Obat
Pengembangan kesehatan masyarakat
yang dilakukan melalui
Puskesmas didasarkan pada misi didirikannya Puskesmas sebagai pusat
pengembangan kesehatan (Centre For Health Development ) di wilayah kerja
tertentu. Puskesmas merupakan organisasi pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah
tertentu (Muninjaya, 1999).
Salah satu upaya yang dilaksanakan Puskesmas adalah pengadaan
peralatan dan obat-obatan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Mengingat pengobatan merupakan salah satu kegiatan Puskesmas maka
penyediaan perlu dengan pengelolaan yang baik dan benar dari Puskesmas.
Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut
aspek perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat yang
dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan
jenis perbekalan farmasi dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumbersumber yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak
(metoda dan tata laksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan
diberbagai tingkat unit kerja (Anonim, 2001).
Upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan ketersediaan obat dan
kualitas pelayanan obat di Puskesmas dan sub unit pelayanan kesehatan
dilingkungan Puskesmas adalah melaksanakan berbagai aspek pengelolaan
obat antara lain dalam sistem manajemen informasi obat, dimana salah satu
13
unsur penting yang ikut menentukan kebersihan seluruh rangkaian pencatatan
dan pelaporan pemakaian obat (Anonim, 2000).
Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses
pengelolaan dapat terjadi dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan
kemampuan menggunakan sumber daya yang tersedia dalam system
(Anonim, 2001).
Pengelolaan
obat
bertujuan
memelihara
dan
meningkatkan
penggunaan obat secara rasonal dan ekonomis di unit-unit pelayanan
kesehatan melalui penyediaan obat-obatan yang tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan tempat. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) merupakan salah satu contoh pengelolaan obat yang bermanfaat
untuk mengendalikan tingkatan stok, perencanaan distribusi, perencanaan
kebutuhan obat dan memantau penggunaan obat (Anonim, 2004).
Terlaksananya pengelolaan obat dengan efektif dan efisien perlu
ditunjang dengan sistem informasi manajemen obat untuk menggalang
keterpaduan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan obat. Dengan adanya
sistem ini pelaksanaan salah satu kegiatan pengelolaan obat dapat dengan
mudah diselaraskan dengan yang lain. Selain itu, berbagaim kendala yang
menimbulkan kegagalan atau keterlambatan salah satu kegiatan dengan cepat
dapat diketahui, sehingga segera dapat ditempuh berbagai tindakan
operasional yang diperlikan untuk mengatasinya (Anonim, 2001).
14
Pengelolaan obat di Puskesmas bertujuan untuk :
a. Terlaksananya peresepan yang rasional.
b. Pengembangan dan peningkatan pelayanan obat yang dapat menjamin:
1). Penyerahan obat yang benar kepada pasien.
2). Dosis dan jumlah yang tepat.
3). Wadah obat yang baik yangb dapat menjamin mutu obat.
4). Informasi yang jelas dan benar kepada pasien.
Proses pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut lima fungsi pokok yaitu perencanaan obat, pengadaan,
pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan lain
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat ( Anonim, 1995 )
5. Tinjauan tentang perencanaan obat
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat
antara lain:
a. Tahap pemilihan obat
Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukkan
apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan
pola penyakit di daerah. Untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik,
sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu
meliputi:
15
1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek
samping yang akan ditimbulkan.
2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis.
3. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang
lebih baik.
4. Hindari penggunaan kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai
efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
5. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan
(drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
b. Tahap perhitungan kebutuhan obat
Kompilasi
pemakaian
obat
berfungsi
untuk
mengetahui
pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan
kesehatan/puskesmas selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok
optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah:
1. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan
kesehatan/puskesmas.
2. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun
seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
16
3.
Pemakaian
rata-rata
untuk
setiap
jenis
obat
untuk
tingkat
kabupaten/kota.
c. Tahap perhitungan kebutuhan obat menentukkan kebutuhan obat
merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi
yang bekerja di UPOPPK kabupaten/kota maupun
Unit Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat
dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi
teoritis terhadap kebutuhan pengobatan.
Koordinasi dan proses
perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan
seperti diatas, diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat
jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan
obat di tiap unit pelayanan kesehatan adalah:
a. Metode konsumsi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis data komsumsi obat
tahun sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Pengumpulan data dan pengolahan data
2. Analisis data untuk informasi dan evaluasi
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
17
b. Metode epidemiologi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead
time).
Langkah-langkah dalam metode ini antara lain:
1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit
3. Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan
4. Menghitung perkiraan kebutuhan obat
5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
6. Tinjauan Tentang Pengadaan Obat
Permintaan/pengadaan obat adalah suatu proses pengusulan dalam
rangka menyediakan obat dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
pelayan di puskesmas (Anonim, 2000).
Permintaan/pengadaan dimaksudkan agar obat tersedia dengan jenis
dan jumlah yang tepat. Pegadaan meliputi kegiatan pengusulan kepada
kota/kabupaten melalui mekanisme Lembar Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Permintaan/pengadaan obat di puskesmas
merupakan bagian dari tugas distribusi obat oleh Gudang Farmasi
Kabupaten/Kota (GFK), sehingga ketersediaan obat di puskesmas sangat
tergantung dari kemampuan GFK dalam melakukan distribusi berdasarkan
laporan pemakaian dan permintaan obat di semua puskesmas (Anonim, 1995).
18
Dalam rangka mengajukan usulan kebutuhan obat ke kota/kabupaten,
puskesmas perlu memperhatikan tenggang waktu antara pengajuan usulan
dengan waktu penyerahan obat ke puskesmas. Umumnya waktu pengajuan
dan pengiriman obat oleh GFK ke masing-masing puskesmas sudah
ditetapkan sebelumnya berdasarkan kesepakatan antara GFK dengan
puskesmas.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan di
puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Dinas Kesehatan
kabupaten/kota melalui GFK dengan menggunakan format LPLPO,
sedangkan permintaan dari sub unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan
ketepatan waktu penyerahan obat kepada puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat menyusun petunjuk mengenai alur permintaan dan
penyerahan obat dari GFK ke puskesmas.
Kegiatan permintaan dari puskesmas ke GFK dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Permintaan rutin yaitu permintaan yang dilakukan sesuai dengan jadwal
yang disepakati oleh Dinas Kesehatan dan masing-masing Puskesmas.
b. Permintaan khusus yaitu permintaan yang dilakukan diluar jadwal yang
telah
disepakati
apabila
terjadi
peningkatan
yang
menyebabkan
kekosongan obat dan penanganan kejadian luar bias (KLB) serta obat
rusak.
Sumber penyediaan obat di Puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diadakan di Puskesmas adalah obat esensial yang
19
jenis dan itemnya merujuk pada DOEN. Selain itu sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan No.085/1989 tentang kewajiban menuliskan resep generik
dan atau menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah, maka hanya obat generik yang diperkenankan
tersedia di
Puskesmas. Dengan dasar pertimbangan:
a. Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar pengobatan
b. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik
c. Menjaga kelangsungan pelayanan publik
d. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat pelayanan
kesehatan publik.
Kegiatan utama dalam permintaan dalam pengadaan obat baik di
Rumah sakit maupun Puskesmas antara lain berupa:
a. Menyusun daftar permintaan obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Mengajukan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten dan GFK dengan menggunakan LPLPO.
c. Penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah obat.
Langkah-langkah pengadaan obat meliputi:
a. Memilih metode pengadaan melalui pelelangan umum, terbatas,
penunjukkan langsung, perundingan kompetisi dan pengadaan langsung.
b.
c.
Memilih pemasok dan dokumen kontrak
Pemantauan status pesanan, dengan maksud untuk pengiriman, pesanan
terlambat segera ditangani
20
d.
Penerimaan dan pemeriksaan obat melalui penyusunan rencana
pemasukan obat, pemeriksaan penerimaan obat, berita acara dan
pemeriksaan obat, obat-obat yang tidak memenuhi syarat dikembalikan
serta pencatatan harian penerimaan obat (Anonim, 1995).
Ada berbagai cara yang dapat ditempuh
dalam fungsi pengadaan
logistik yaitu:
a.
Pembelian yaitu dengan cara membeli baik dengan cara pengadaan
langsung, pemilihan (banding) langsung atau dengan pelelangan
b.
Produksi sendiri. Beberapa jenis bahan farmasi dan obat sederhana dapat
dibuat oleh unit produksi dari Instalasi Farmasi
c.
Sumbangan atau hibah. Biasanya sumbangan ini berasal dari Badan
Sosisal dan atau lembaga dari luar negeri yang tidak mengikat.
d.
Meminjam yaitu meminjam dari Puskesmas lain atau lembaga lain,
biasanya untuk mengatasi kedaruratan atau keadaan diluar perhitungan.
e.
Menukar, Biasanya dilakukan terhadap barang-barang yang jarang
terpakai sehingga menumpuk dalam persediaan (Suhadi, 2008).
Masalah yang sering dihadapi dalam pengadaan obat yakni anggaran
yang terbatas sehingga kebutuhan
tidak mencukupi, pemasok yang yang
kurang baik, kualitas obat rendah dan jadwal penerimaan barang yang tidak
sesuai.
21
7. Tinjauan Umum Tentang Distribusi Obat
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran
dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat
jenis dan jumlahnya dari gudang obat di unit-unit pelayanan kesehatan
termasuk penyerahan obat kepada pasien (Anonim, 2000).
Distribusi obat bertujuan untuk mendekatkan obat dan alat kesehatan
kepada pemakai di unit pelayanan kesehatan sehingga setiap saat tersedia
dalam jumlah, jenis, mutu yang di butuhkan secara ekonomis dan efektif
(Anonim, 1995).
Kegiatan distribusi meliputi:
a. Menentukan frekuensi/jadwal distribusi
dalam menentukkan frekuensi distribusi perlu pertimbangan jarak sub unit
pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia.
b. Menentukan jumlah obat
dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan pemakaian ratarata setiap jenis obat, sisa stok obat, pola penyakit, jumlah kunjungan di
masing-masing sub unit pelayanan kesehatan dengan menghitung stok
optimum setiap jenis obat.
c. Memeriksa mutu dan kadaluarsa obat
obat dan alat bantu kesehatan yang didistribusi ke sub unit pelayanan
kesehatan perlu dicek mutu dan kadaluarsanya.
22
d. Melaksanakan penyerahan dapat dilakukan dengan cara:
1. Gudang obat menyerahkan/mengirim obat dan diterima di sub unit
pelayanan
2. Diambil sendiri oleh petugas sub unit pelayanan. Obat diserahkan
dengan formulir LPLPO yang sudah ditanda tangani dan satu rangkap
disimpan sebagai tanda bukti penyerahan/penerimaan obat.
3. Menandatangani dokumen penyerahan obat ke sub unit berupa LPLPO
sub unit.
Tata cara pendistribusian obat antara lain:
a. Unit pengelola obat tingkat Kabupaten/Kota melaksanakan distribusi obat
ke puskesmas dan rumah sakit yang ada di wilayah kerjanya sesuai
dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan.
b. Obat-obatan yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dokumen
penyerahan dan pengiriman obat.
c. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obat yang akan dikirim, maka
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap:
1. Jenis dan jumlah obat
2. Kualitas/kondisi obat
3. Isi kemasan
4. Kelengkapan dan kebenaran dokumen
23
5. Puskesmas induk mendistribusikan kebutuhan obat untuk Puskesmas
pembantu, Puskesmas keliling dan unit-unit pelayanan kesehatan harus
dicatat dalam kartu stok obat (Anonim, 1995)
GFK
Sie
Sie
Puskesmas
Gudang Obat
UPO
Kamar Obat
UPO
Kamar Suntik
UPO
Puskesmas
Pembantu
UPO
Puskesmas
Keliling
Gambar 1. Jalur Distribusi dan Pelaporan Obat di Puskesmas
(Anonim, 1995).
Keterangan:
GFK
Sie
UPO
=
=
=
=
=
Gudang Farmasi Kabupaten/Kota
Seksi
Unit Pelayanan Obat
Distribusi
Pelaporan
UPO
Posyandu
dll
24
8. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Obat
Penggunaan obat-obatan yang tidak rasional menyebabkan dampak
negatif yang diterima oleh pasien lebih besar daripada manfaatnya. Bisa
dampaknya berupa klinik misalnya efek samping, resistensi-resistensi kuman,
dampak ekonomis (biaya mahal tidak terjangkau) dan dampak social
(ketergantungan pasien terhadap intervensi obat). Mengabaikan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi penggunaan obat dapat memberi dampak terhadap
mutu pelayanan kesehatan (pengobatan) dan terhadap pemakaian sumber dana
kesehatan serta meningkatkan resiko efek samping obat (Darlina, 2004).
Menurut Badan Kesehatan Sedunia (WHO), Penggunaan
obat
dilakukan rasional apabila memenuhi kriteria (Anonim, 1996):
a. Sesuai dengan indikasi penyakit
b. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau
c. Diberikan dengan interval waktu pemberian yang tepat
d. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin dan aman.
Pemakaian obat
dikatakan rasional
jika memenuhi
beberapa
persyaratan tertentu yang secara garis besarnya harus mencakup hal-hal
ketepatan diagnosis, ketepatan indikasi penggunaan obat, ketepatan pemulihan
obat, ketepatan dosis secara rasional, ketepatan penilaian terhadap pasien,
ketepatan pemberian informasi dan ketepatan dalam tindak lanjut peresepan
yang rasional.
25
Penggunaan obat berkaitan dengan peresepan yang rasional dan
pelayanan obat, peresepan yang rasional apabila diagnosis yang ditegakkan
sesuai dengan kondisi pasien memilih obat yang paling tepat dari berbagai
alternatif obat yang ada dan merespon obat dengan dosis yang cukup dan
berpedoman pada standar yang berlaku atau ditetapkan.
Penggunaan obat yang salah dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas
dapat mengakibatkan berkurangnya persediaan yang menyebabkan beberapa
pasien tidak dapat diobati sebagai mana mestinya (Anonim, 2000).
9. Tinjauan Umum Tentang Penghapusan Obat
Penghapusan adalah proses menghapus tanggung jawab bendahara
barang satau pengelola barang atas bahan tertentu sekaligus mengeluarkan
dari catatan/pembukuan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penghapusan
barang diperlukan karena:
a. Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
b. Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk didaur
ulang
c. Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa ( expire date )
d. Bahan/barang hilang karena pencurian atau sebab lain
Penghapusan barangdapat dilakukan dengan:
a. Pemusnahan yaitu dibakar atau dipendam/ditanam
b. Dijual/dilelang. Untuk rumah sakit pemerintah dan puskesmas, hasil
penjualan dan pelelangan harus disetor ke kas Negara
26
Setelah penghapusan dilaksanakan, maka dibuat Berita Acara
Penghapusan yang tembusannya dikirim keinstansi terkait.
10. Tinjauan Umum Tentang Pengelola Obat
a. Pengelola obat di kabupaten/kota
Sesuai
dengan
keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
610/Menkes/SK/XI/1981 tentang Organisasi Perbekalan Kesehatan yaitu
bahwa organisasi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan obat di
tingkat Kabupaten/Kota adalah Gudang Farmasi Kabupaten/Kota. Tujuan
pembentukan Gudang Farmasi adalah terpeliharanya mutu obat dan alat
kesehatan
yang
menunjang
pelaksanaan
upaya
kesehatan
yang
menyeluruh, terarah dan terpadu (Anonim, 1990).
Gudang farmasi memiliki tugas antara lain:
1). Perencanaan kebutuhan obat
2). Penerimaan
3). Peyimpanan
4). Pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan.
Gudang farmasi memiliki fungsi sebagai berikut:
1). Menerima, menyimpan, memelihara dan mendistribusikan obat, alat
kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya.
2). Menyiapkan penyusunan rencana pencatatan dan pelaporan mengenai
persediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan dan perbekalan
farmasi lainnya.
27
3). Mengamati mutu dan khasiat obat secara umum baik yang ada dalam
persediaan maupun yang akan didistribusikan.
b. Pengelola Obat di Puskesmas
Pengelola obat dalam manajemen persedian obat di Puskesmas
adalah Kepala Puskesmas, Petugas Gudang Obat dan Petugas Obat di sub
unit pelayanan adalah:
1). Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan
obat dan pencatatan pelaporan, mengajukan obat untuk pengadaan
persediaan kepada Kepala Dinas/Kepala GFK, menyampaikan laporan
bulanan pemakaian obat, melaporkan semua obat yang hilang, rusak
maupun kadaluarsa kepada Kepala Dinas Kesehatan/Kepala GFK.
2). Petugas Gudang Obat
Petugas gudang obat bertanggung jawab dalam menerima obat dari
GFK,
menyimpan
dan
mengatur
ruang
gudang
obat
serta
mengendalikan persediaan obat, mendistribusikan obat untuk unit
pelayanan obat, mengawasi mutu obat, melakukan pencatatan dan
pelaporan.
Petugas gudang obat membantu Kepala Puskesmas dalam hal menjaga
keamanan obat, penyusunan persediaan, distribusi dan pengawasan
persediaan obat.
28
3). Petugas Obat di Sub Unit Pelayanan
Petugas obat pada sub unit pelayan bertanggung jawab dalam menerima,
menyimpan dan memelihara obat dari gudang obat Puskesmas,
menerima resep dokter, meracik/menyiapkan obat, mengemas obat,
menyerahkan obat dan memberikan informasi penggunaan obat,
membuat catatan dan laporan pemakaian obat untuk petugas gudang
obat serta mengamati mutu obat secara umum.
B. Kerangka Konseptual
Kebijakan Obat Nasinal (KONAS) sebagai penjabaran aspek obat
dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pembangunan di bidang obat antara
lain bertujuan tepat sesuai dengan kebutuhan dan mutu yang terjamin dan
tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada waktu
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan berbagai kebijakan bagi
semua upaya dan kegiatan dibidang obat antara lain penerapan konsep daftar
obat esensial (DOEN) dan obat generik. Konsep DOEN dan obat generik
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan ketepatanan serta kerasionalan
pengguna obat sehingga mutu pelayanan kepada masyarakat dapat diperluas
dan ditingkatkan.
Pengadaan obat disektor kesehatan dibiayai dari beberapa sumber dan
biaya untuk obat tersebut sekitar 40-50% dari seluruh biaya operasional
29
kesehatan. Ketidakefisienan dalam pengelolaan obat akan berdampak negative
baik secara medis maupun ekonomis.
Terjadinya ketidakcukupan obat atau penyediaan stok obat yang
berlebihan merupakan suatu masalah yang sering dijumpai di Puskesmas,
dimana masalah tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh faktor dana tetapi juga
dipengaruhi oleh proses pengelolaan obat yang meliputi perencanaan,
permintaan/pengadaan,
pendistribusian
dan
penggunaan
obat.
Proses
pengelolaan akan berjalan efektif dan efisien bila ditunjang dengan sistem
informasi manajemen obat
untuk menggalang keterpaduan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan obat. Manajemen pengelolaan obat di
puskesmas jalurnya merupakan kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
30
Perencanaan Obat
Pengadaan Obat
Pendistribusian Obat
Manajemen Pengelolaan Obat
Penggunaan Obat
Penghapusan Obat
Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan
:
: Variabel yang diteliti
31
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini
mementingkan penguraian fenomena yang teramati dan konteks makna yang
melingkupi suatu realitas. Pendekatan kualitatif berlangsung dalam latar alami,
peneliti merupakan instrumen utama,data-data yang dikumpulkan berupa data
deskriptif. Oleh karena pendekatan yang digunakan adalah kualitatif (Sugiyono,
2007).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Ahuhu Kabupaten Konawe
yang terdiri dari 1 (satu) puskesmas pembantu, 1 (satu) polindes dengan wilayah
kerja 8 (delapan) desa berlangsung selama 1 (satu) bulan yaitu pada bulan April –
Mei 2009.
C. Sumber Data dan Sasaran
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan tehnik Purposive
Sampling. Informan yang dipilih adalah yang mengetahui permasalahan dengan
jelas, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta mampu
mengemukakan pendapat secara baik dan benar ( Notoatmodjo, 2005).
Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala puskesmas,
penanggung jawab gudang obat, petugas apotik. Informan biasa petugas
pukesmas pembantu dan petugas polindes.
31
32
D. Triangulasi Sumber
Penggunaan triangulasi adalah untuk menjamin validitas dan reliabilitas
informasi yang diperoleh. Alasan menggunakan metode triangulasi adalah untuk
mendapatkan informasi yang tepat, lengkap dan dapat dipercaya. Triangulasi
sumber yaitu:
1. Wawancara mendalam (indepth interview) adalah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara melakukan dialog langsung dengan informan.
2.
Penelusuran dokumen merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu yakni berupa catatan harian
penggunaan obat (kartu stok obat) serta LPLPO.
3. Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data berupa gambar/foto.
E. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah Manajemen Pengelolaan Obat
yang meliputi perencanaan, pengadaan, pendiatribusian, penggunaan dan
penghapusan obat.
2. Definisi Operasional
33
a. Manajemen pengelolaan obat adalah serangkaian kegiatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan obat di Puskesmas yang terdiri atas perencanaan,
permintaan/pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat.
b. Perencanaan obat adalah serangkaian kegiatan kegiatan yang dilakukan
dalam menentukan jenis dan jumlah dan jumlah obat yang dibutuhkan
Puskesmas pada kurun waktu tertetu.
c. Pengadaan obat adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan jenis dan
jumlah obat yang dibutuhkan oleh Puskesmas.
d. Pendistribusian adalah serangkaian kegiatan yang untuk menyalurkan obat
dari gudang farmasi kepuskesmas ataupun dari Puskesmas ke unit-unit
pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan penerimaan,pengecekan dan
penyimpanan.
e. Penggunaan obat adalah serangkaian kegiatan dari pemahaman resep,
mencari, mengumpulkan, mengemas serta menyerahkan obat kepada
pasien dengan pemberian informasi yang jelas mengenai cara penggunaan
obat.
f.
Penghapusan adalah proses menghapus tanggung jawab bendahara barang
atau pengelola barang atas bahan tertentu sekaligus mengeluarkan dari
catatan/pembukuan sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni pihak
Puskesmas mengirim Berita Acara Obat Rusak/Kadaluarsa ke Dinas
Kesehatan melalui GFK.
F. Teknik Pengumpulan Data
34
Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan, maka peneliti
mengumpulkan data sebagai berikut:
1. Data Primer
Data
mengenai
perencanaan,
pengadaan,
pendistribusian
dan
penggunaan obat diperoleh dari informan kunci yakni kepala puskesmas,
penanggung jawab gudang obat, penanggung jawab apotik, petugas pustu dan
petugas polindes serta penagnggung jawab puskel melalui wawancara
mendalam (indepth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara
yang telah disiapkan dan alat bantu berupa tape recorder (terlampir).
2. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder mengenai perencanaan
obat dan mengenai hasil laporan penggunaan obat di Puskesmas Ahuhu
Kabupaten Konawe yang berupa LPLPO/LB-2 dan LB-1
G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis data disajikan dalam bentuk naskah (content analysis).
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna membahas
permasalahan yang dirumuskan digunakan tehnik analisis kualitatif. Dalam teknik
analisis kualitatif, untuk menganalisis peramasalahannya dilakukan secara
deskriptif (Cunselo, 1997).
35
Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan pengolahan data primer
yang dikumpulkan sebagai berikut:
1. Pengolahan data/informasi
a. Membuat matriks data
Matriks data dilakukan pengelompokan data/informasi berdasarkan
fenomena.
b. Pengumpulan informasi
2. Analisis data/informasi
Analisis data dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan memperoleh
data/informasi dari informan kunci.
36
1V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Puskesmas Ahuhu
a. Keadaan Geografis
Puskesmas Ahuhu merupakan salah satu Puskesmas induk
yang berada di Kabupaten Konawe, tepatnya berada di Desa Ahuhu
Kecamatan Meluhu dengan luas wilayah kerja 22.882 Ha, terdiri dari 7
desa dan 1 kelurahan yaitu: Desa Ahuloa, Larowiu, Tudameaso, Woerahi,
Lamelay, Ahuloa, Sambasule dan Kelurahan Meluhu. Letak Puskesmas
Ahuhu berjarak 25 km dari sebelah timur ibu kota Kabupaten Konawe di
Unaaha dan 70 km dari ibu kota propinsi di Kendari, dengan batas-batas
wilayah kerja sebagai berikut :
1). Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lasolo
2). Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas
Amonggedo Baru
3). Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas
Wawotobi
4). Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Unaaha
b). Demografi
Jumlah
penduduk
dalam
wilayah
kerja
Puskesmas
Ahuhu
berdasarkan data yang dikumpulkan dari tiap-tiap desa adalah 4923 jiwa.
36
37
Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.202 KK dan jumlah KK miskin 960
jiwa dan jumlah gakin sebanyak 4101 jiwa.
c). Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas
Ahuhu terdiri dari sarana kesehatan yang bersumber daya masyarakat.
Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Ahuhu
antara lain:
1). Polindes
: 1 buah
2). Puskesmas Pembantu
: 1 buah
3). Posyandu
: 8 buah
4). Posyandu Lansia
: 1 buah
2. Gambaran Umum Tentang Informan
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ahuhu Kabupaten Konawe
terhitung sejak tanggal 25 April – 25 Mei 2009. Adapun yang menjadi
informan kunci adalah mereka yang mengetahui langsung dan turut terlibat
dalam manajemen pengelolaan obat, yang terdiri dari 3 orang dan informan
biasa adalah mereka yang mengetahui tetapi tidak terlibat secara langsung,
yang terdiri dari 2 orang petugas kesehatan (distribusi informan kunci dan
informan biasa terlampir)
38
3. Variabel yang diteliti
a). Perencanaan
Perencanaan obat di Puskesmas dilakukan untuk menentukan
jenis obat dan jumlah kebutuhan obat. Kebutuhan obat Puskesmas
direncanakan oleh petugas pengelola obat secara berkala setiap periode
kebutuhan yaitu dalam setahun 4 kali dilaksanakan pengamprahan obat,
yakni setiap 3 (tiga) bulan. Perencanaan obat di Puskesmas didasarkan
pada kebutuhan obat tahun sebelumnya (metode komsumsi) dan
berdasarkan pola penyakit, jumlah kunjungan dan waktu tunggu obat
(metode epidemiologi). Hal ini di dukung oleh hasil wawancara dengan
Kepala Puskesmas Ahuhu, 27 April 2009 seperti yang diungkapkan
berikut ini,
“ bahwa perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas Ahuhu
dilakukan berdasarkan pola komsumsi dan pola penyakit yang
kami susun berdasarkan pemakaian obat dalam setahun dan
setiap 3 (tiga) bulan kami mengamprah ke GFK ” Informan SY
Hasil wawancara dengan Penanggungjawab gudang Obat
Puskesmas Ahuhu, 1 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
“ bahwa dalam setahun perencanaan obat diPuskesmas Ahuhu
kita menggunakan 2 (dua) pola yaitu pola penyakit dan pola
komsumsi yang saya kumpulkan dari data berbagai unit dan sub
unit pelayanan setiap bulannya dan setiap 3 (tiga) bulan kita
mengamprah obat ke Dinas Kesehatan dan GFK ” Informan RM
Hasil wawancara dengan
Petugas
Apotik
Ahuhu, 6 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
Puskesmas
39
“ bahwa setiap 3 (tiga) bulan dilakukan perencanaan obat
berdasarkan pola penyakit dan pemakaian obat (komsumsi obat)
” Informan YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 11 Mei 2009
pula
mengatakan bahwa,
“ perencanaan obat setiap 3 (tiga) bulan. Untuk unit pelayanan
kita mengamprah setiap bulan kegudang obat puskesmas ”
Informan IN
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan petugas polindes Puskesmas Ahuhu, 15 Mei 2009 mengatakan
bahwa,
” kita disini mengamprah obat setiap bulan ke Gudang Obat
Puskesmas berdasarkan data pemakaian obat ” Informan NN
Selanjutnya hasil wawancara penanggungjawab gudang obat
puskesmas ahuhu, 1 Mei 2009 berapa orang yang terlibat dalam
perencanaan obat.
” bahwa seluruh pengelola obat dilibatkan untuk menganalisa
data-data tentang pemakaian rata-rata perbulan, sisa stok dan
jumlah kunjungan pasien, tapi perlu diingat, pada umumnya
perencanaan obat ditentukan oleh setiap unit-unit pelayanan.
Dimana kebutuhan unit-unit pelayanan itu berbeda-beda ”
Informan RM
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan Kepala Puskesmas Ahuhu, 27 April 2009 mengatakan bahwa,
” bahwa dalam perencanaan obat yang dilibatkan seluruh
pengelola obat dimana setiap unit mempunyai kebutuhan akan
jenis dan jumlah obat yang bervariasi ” Informan SY
40
Selanjutnya peneliti mendapat jawaban dari petugas Apotik
Puskesmas Ahuhu, 6 Mei 2009 mengatakan,
” kalau saya lihat setiap unit disini terlibat dalam perencanaan
obat ” Informa YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 11 Mei 2009 mengatakan
bahwa,
” kalau dipustu saya sendiri yang terlibat dalam perencanaan
obat disini saya merencanakan sesuai dengan banyaknya obat
yang terpakai ” Informan IN
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 15 Mei 2009 mengatakan,
” bahwa di Polindes saya sendiri yang terlibat langsung dalam
merencanakan obat sesuai dengan kebutuhan ” Informan NN
b). Pengadaan/Permintaan
Pengadaan/permintaan obat di Puskesmas dilakukan untuk
memperoleh jenis dan jumlah obat, obat dengan mutu yang tinggi,
menjamin tersedianya obat dengan cepat dan tepat waktu. Oleh karena
itu,
pengadaan/
permintaan
obat
harus
memperhatikan
dan
mempertimbangkan bahwa obat yang diminta/diadakan sesuai dengan
jenis dan jumlah obat yang telah direncanakan.
Pengadaan/permintaan obat di Puskesmas dilakukan melalui
Dinas Kesehatan Kota dan GFK dengan mengajukan LPLPO. Hal ini di
41
dukung oleh hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Ahuhu, 28
April 2009 seperti yang diungkapkan berikut ini,
“ bahwa pengadaan/ permintaan kebutuhan obat di Puskesmas
Ahuhu diajukan oleh penanggungjawab obat kami dengan
memasukkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) yang sudah saya setujui sebagai Kepala Puskesmas ke
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan Gudang Farmasi Kota
(GFK) ” Informan SY
Hasil wawancara dengan Penanggungjawab Gudang Obat
Puskesmas Ahuhu, 2 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
“ bahwa untuk pengadaan/ permintaan obat di Puskesmas
Ahuhu dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan membuat
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
yang telah disetujui Kepala Puskesmas ” Informan RM
Hasil wawancara dengan
Petugas
Apotik
Puskesmas
Ahuhu, 7 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
“ bahwa pengadaan/permintaan obat di Puskesmas Ahuhu itu
penanggungjawab obat membuat Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) ke Dinas Kesehatan
Kabupaten dan Gudang Farmasi Kesehatan (GFK) ” Informan
YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 12 Mei 2009
pula mengatakan
bahwa,
“ pengadaan/ permintaan obat pihak Gudang Farmasi
Kabupaten yang mengadakan sesuai LPLPO Puskesmas ”
Informan IN
42
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 16 Mei 2009 mengatakan
bahwa,
” Penanggungjawab obat melakukan permintaan ke GFK ”
Informan NN
Selanjutnya hasil wawancara berapa lama permintaan obat yang
dilakukan oleh Kepala Puskesmas Ahuhu, 28 April 2009 mengatakan
bahwa,
” kurang lebih tujuh hari ini dimulai dari saya merencanakan
sampai pada pencatatan dan pelaporan ” Informan SY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan penanggungjawab gudang obat Puskesmas Ahuhu, 2 Mei 2009
mengatakan bahwa,
” paling lama satn minggu dari kami rencanakan sampai pada
pencatatan dan pelaporan ” Informan RM
Senada dengan
keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 7 Mei 2009 mengatakan
bahwa,
” kalau saya meminta / mengamprah obat ke penanggungjawab
gudang obat puskesmas biasanya langsung diberikan sesuai
dengan akan kebutuhan ” Informan YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara
dengan Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 12 Mei 2009 mengatakan
bahwa,
43
” kalau di Pustu permintaan obat langsung kepenanggungjawab
gudang obat puskesmas tidak menunggu beberapa hari lagi
misalnya ini hari saya mengamprah langsung diberkan sesuai
dengan kebutuhan ” Informan IN
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 16 Mei 2009 mengatakan bahwa,
” kalau saya meminta obat langsung diberikan oleh
penanggungjawab gudang obat sesuai dengan permintaan ”
Informan NN
Selanjutnya peneliti juga melakukan wawancara tentang kondisi
obat yang diterima. Hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Ahuhu,
28 April 2009 mengatakan bahwa,
” kondisi obat yang saya terima baik dan cukup memuaskan ”
Informan SY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Penanggungjawab gudang obat Puskesmas Ahuhu, 2 Mei 2009
mengatakan bahwa,
” kondisi obat yang saya terima selama ini baik karena
sebelumnya kami sudah melakukan pengecekan di GFK akan
kondisi, jenis dan jumlah obat yang diberikan ” Informan RM
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 7 Mei 2009 mengatakan bahwa,
” kondisi obat yang saya terima di Apotik baik karena sebelum
penerimaan oleh penanggungjawab gudang obat sudah dilakukan
pengecekan terlabih dahulu di GFK ” Informan YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 12 Mei 2009 mengatakan bahwa,
44
” kondisi obat yang saya terima baik ” Informan IN
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu,16 Mei 2009 mengatakan bahwa,
” yang saya terima obat dari penanggungjawab gudang obat
kondisinya baik ” Informan NN
c). Pendistribusian
Pendistribusian obat merupakan kegiatan untuk menyalurkan obat
dari GFK dan ataupun dari Puskesmas ke unit-unit pelayanan kesehatan
sehingga setiap saat tersedia dalam jumlah, jenis, mutu yang dibutuhkan
secara ekonomis dan efektif. Hal ini di dukung oleh hasil wawancara
dengan Kepala Puskesmas Ahuhu, 29 April 2009 seperti yang
diungkapkan berikut ini,
“ bahwa obat kami distribusikan setelah obat-obat yang telah
kami ajukan ke Gudang Farmasi Kota (GFK) kami terima maka
kami menyalurkan obat-obatan tersebut ke sub-sub unit pelayanan
sesuai dengan jumlah dan jenis obat yang dibutuhkan ” Informan
SY
Hasil wawancara dengan Penanggungjawab gudang
Obat
Puskesmas Ahuhu, 4 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
GFK, u“ bahwa pendistribusian obat-obatan setelah kami
mengambil dari Gudang Farmasi Kota saya mengecek jumlah dan
jenis obat-obatan kemudian disalurkan ke tiap unit dan sub-sub
unit pelayanan sesuai dengan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan (LPLPO) unit dan Sub unit pelayanan seperti
Puskesmas Pembantu dan Polindes sedangkan untuk sub-sub unit
pelayanan setiap bulan mereka mengampra (mengambil) ke
gudang obat Puskesmas. Setiap penerimaan obat dari ntuk setiap
jenis obat dibuatkan kartu stok obat agar memudahkan dalam
pelaporannya. Kadang-kadang ada beberapa obat yang kami
45
minta itu tidak ada, hal ini disebabkan stok dari GFK itu sendiri
tidak ada atau habis tetapi jika stoknya ada kami diperbolehkan
untuk mengambilnya ” Informan RM
Hasil wawancara dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 8
Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
“ bahwa pendistribusian obat dilakukan dengan sistem ampra.
Kami menyetor kepada penanggungjawab gudang obat Puskesmas
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan (LPLPO) unit dan
Sub-sub unit pelayanan setiap bulannya ” Informan YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 13 Mei 2009 pula mengatakan bahwa,
“ saya mengampra obat kegudang obat Puskesmas sesuai catatan
harian pemakaian setiap bulannya ” Informan IN
Hasil wawancara dengan Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 18
Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
” saya mengampra obat kegudang obat Puskesmas setiap bulan
sesuai pemakaian ” Informan NN
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara bagaimana pencatatan
obat yang didistribusikan ke unit pelayanan lain, Hasil wawancara dengan
Kepala Puskesmas Ahuhu, 29 April 2009 mengatakan bahwa,
” Puskesmas induk mendistribusikan obat untuk Pustu, Polindes
dan unit-unit pelayanan kesehatan harus dicatat dalam kartu stok
obat untuk mengetahui berapa jumlah obat yang masuk, obat yang
keluar dan sisa stok obat yang ada ” Informan SY
Hasil wawancara dengan penanggungjawab gudang obat,4 Mei
2009 mengatakan bahwa,
46
” biasanya kita catat dengan mengisi buku register permintaan
maupun pengeluaran obat untuk mengetahui berapa jumlah obat
yang masuk, obat yang keluar dan sisa stok obat yang ada ”
Informan RM
Hasil wawancara dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 8 Mei
2009 mengatakan bahwa,
” kita catat berapa permintaan maupun pengeluaran obat setiap
bulannya untuk memperkirakan seberapa besar yang dibutuhkan ”
Informan YY
Hasil wawancara dengan Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 13 Mei
2009 mengatakan bahwa,
” dicatat dalam buku register untuk setiap permintaan maupun
pengeluaran obat ” Informan IN
Hasil wawancara dengan Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 18
Mei 2009 mengatakan sebagai berikut,
” biasanya dengan mengisi buku register permintaan maupun
pengeluaran obat ” Informan NN
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara pembagian obat untuk
kegiatan unut-unit di puskesmas perlu diketahui oleh pimpinan
Puskesmas, Hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Ahuhu, 29 April
2009 mengatakan bahwa,
” jelas saya sebagai kepala puskesmas harus mengetahui kegiatan
apa saja yang berada dilingkup puskesmas termasuk dalam hal
pengelolaan obat ” Informan SY
Hasil
wawancara
dengan
Penanggungjawab
Puskesmas Ahuhu, 4 Mei 2009 mengatakan bahwa,
Gudang Obat
47
” mengenai pembagian obat untuk kagiatan diunit-unit pelayanan
puskasmas jalas harus diketahui oleh kepala puskesmas ”
Informan RM
Hasil wawancara dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 8 Mei
2009 mengatakan bahwa,
” jelas harus diketahui oleh kepala puskesmas ” Informan YY
Hasil wawancara dengan Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 13 Mei
2009 mengatakan bahwa,
” jelas perlu diketahui tapi saya dipustu tidak berhubungan
langsung dengan kepala puskesmas biasanya kepela gudang obat
yang memberikan obat dan dia yang akan melaporkan nanti ”
Informan IN
Hasil wawancara dengan Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 18
Mei 2009 mengatakan bahwa,
” harus diketahui oleh kepala puskesmas ” Informan NN
d). Penggunaan
Penggunaan obat adalah pemanfaatan obat mulai dari pelayanan
yang baik, kemasan dan etiket yang baik serta informasi yang jelas tentang
penggunaan obat. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan Kepala
Puskesmas Ahuhu, 30 April 2009 seperti yang diungkapkan berikut ini,
“ bahwa penggunaan obat di Puskesmas Ahuhu ini sudah
ekonomis dan rasional. Artinya, Kami menggunakan obat generik
sesuai dengan aturan dimana setiap pasien yang berkunjung itu
diberikan obat sesuai resep serta aturan pakainya ” Informan SY
Hasil
wawancara
dengan
Penanggungjawab
Gudang Obat
Puskesmas Ahuhu, 5 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
48
” bahwa Penggunaan obat di Puskesmas kami adalah obat
generik yang relatif lebih murah dan sama khasiatnya dengan obat
paten. Obat digunakan berdasarkan resep dokter yang diberikan
kepada pasien yang kemudian petugas Apotik memberikan obat
tersebut sesuai resep dan di berikan informasi aturan pemakaian
obat ” Informan RM
Hasil wawancara dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 9
Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
” bahwa pasien yang datang berobat setelah diberikan resep kami
memberikan obat sesuai dengan jenis dan jumlahnya serta
informasi penggunaan kemudian kami kemas dalam sak obat yang
didalamnya berisi aturan pakai obat tersebut ” Informan YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 14 Mei 2009 pula mengatakan bahwa,
“ pasien diberikan resep obat sesuai dengan penyakit yang
dideritanya dimana obat-obatan tersebut disimpan dalam sak obat
yang didalam sak obat tersebut terdapat aturan pakai obat ”
Informan IN
Senada dengan keterangan tersebut di atas hasil wawancara
Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 19 Mei 2009 mengatakan bahwa,
” pasien diberikan resep sesuai penyakit yang dideritanya dan
diberikan obat sesuai aturan pakainya ” Informan NN
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara bagaimana langkahlangkah puskesmas ahuhu dalam melakukan pelayanan secara baik. Hasil
wawancara dengan Kepala Puskesmas Ahuhu, 30 April 2009 mengatakan
bahwa,
” langkah-langkah yang dilakukan puskesmas khususnya dalam
pelayanan penggunaan obat yaitu harus tepat diagnosis, tepat
49
pemberian dosis, tepat indikasi penggunaan obat dan tepat dalam
pemberian informasi ” Informan SY
Hasil wawancara dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 9 Mei
2009 mengatakan bahwa,
” resep yang duluan masuk itu yang duluan kami layani
selanjutnya untuk setiap jenis obat dimasukkan dalam etiket sesuai
yang tertera dalam resep misalnya paracetamol 3x1 artinya
diminum tiga kali dalam sehari sebanyak satu biji yaitu pagi,
siang dan malam kemudian kita panggil pasien tersebut
selanjutnya kita jelaskan bagaimana cara mengkonsumsinya ”
Informan YY
Hasil
wawancara
dengan
penanggungjawab
Gudang
Obat
Puskesmas Ahuhu, 5 Mei 2009 mengatakan bahwa,
” puskesmas ahuhu melakukan langkah-langkah dengan cara ke
ruang kartu dan menuju keruang pemeriksaan sesuai dengan yang
diinginkan pasiaen dan terakhir ke ruang obat untuk mendapatkan
obat sesuai resep yang telah diterima sebelumnya ” Informan RM
Hasil wawancara dengan Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 14 Mei
2009 mengatakan bahwa,
” kalau ada yang sakit terus berobat kepustu saya sendiri yang
memeriksa setelah itu saya memberikan obat kemudian saya
menjelaskan bagaimana cara mengkonsumsinya ” Informan IN
Hasil wawancara dengan Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 19
Mei 2009 mengatakan bahwa,
” biasanya pasien yang berobat ke polindes saya sendiri yang
memeriksa dan memberikan obat kemudian menjelaskan
bagaimana cara mengkonsumsinya ” Informan NN
50
e). Penghapusan
Penghapusan obat-obatan yang rusak atau kadaluarsa dilakukan
oleh pihak Puskesmas dengan cara membuat berita acara Penghapusan
yang tembusannya dikirim ke Instansi terkait. Hal ini didukung oleh hasil
wawancara dengan Kepala Puskesmas Ahuhu, 30 April 2009 seperti yang
diungkapkan berikut ini,
“ bahwa Penghapusan obat yang rusak atau kadaluarsa itu kami
melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten dengan mengirim
berita acara obat rusak/kadalursa ” Informan SY
Hasil
wawancara
dengan
Penanggungjawab
Gudang Obat
Puskesmas Ahuhu, 5 Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
“ bahwa obat yang rusak atau kadaluarsa kami laporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten dengan mengirim berita acara obat yang
rusak. Terkadang pihak Dinas Kesehatan Kabupaten memberikan
wewenang kepada pihak Puskesmas untuk memusnahkan obat
yang rusak/kadaluarsa dengan cara membakar atau menanam
obat tersebut. Jadi, kami hanya mengirim berita acaranya saja ”
Informan RM
Hasil wawancara dengan Petugas Apotik Puskesmas Ahuhu, 9
Mei 2009 mengatakan sebagai berikut ini,
“ segera kita laporkan kepenanggungjawab gudang obat untuk
dimusnahkan dan penanggungjawab gudang obat mengirim berita
acara obat rusak/ kadaluarsa ” Informan YY
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Pustu Puskesmas Ahuhu, 14 Mei 2009 pula mengatakan bahwa,
“ obat yang mengalami kerusakan/kadalualuarsa kami laporkan
ke penanggungjawab gudang obat agar tidak digunakan ”
Informan IN
51
Senada dengan keterangan tersebut diatas hasil wawancara dengan
Petugas Polindes Puskesmas Ahuhu, 19 Mei 2008 mengatakan bahwa,
”
obat
rusak/kadaluarsa
segera
kami
laporkan
kepenanggungjawab gudang obat untuk ditindak lanjuti agar obat
tersebut tidak digunakan ” Informan NN
Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Ahuhu
tidak ditemukan kekurangan/kekosongan persediaan obat tetapi ada
beberapa jenis item obat yang berlebih karena jarang digunakan seperti
Gliben Klamida, Diazepam, Cairan Infus, Abbocath, Gameksan,
Antihemoroid serta ditemukan beberapa item obat yang mengalami
kerusakan/kadaluarsa (expire).
B. Pembahasan
1. Perencanaan
Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
menetukan jumlah obat dan menetukan jumlah obat dalam rangka pengadaan
obat untuk puskesmas dan sub unit pelayanan puskesmas (Anonim,1995).
Proses
perencanaan
kebutuhan
obat
sangat
mempengaruhi
ketersediaan obat di Puskesmnas, sebab proses perencanaan obat bertujuan
untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan
untuk menghindari terjadinya kekosongan obat. Apabila kebutuhan obat di
Puskesmas tidak direncanakan dengan baik maka akan terjadi kekosongan
atau kelebihan obat yang dibutuhkan.
52
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Puskesmas
Ahuhu dalam melaksanakan perencanaan kebutuhan obat dilakukan setiap
tahun dengan 4 (empat) kali melakukan pengamprahan obat setiap 3 (tiga)
bulannya atau triwulan dengan berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya
(metode konsumsi) atau berdasarkan pola penyakit (metode epidemiologi).
Hal ini sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas yang
menyatakan bahwa untuk merencanakan keutuhan obat yang akan datang
dapat digunakan metode komsumsi yaitu berdasarkan data pemakaian obat
tahun sebelumnya atau metode epidemiologi yaitu berdasarkan pola penyakit.
Dengan menggunakan data tersebut obat-obatan yang direncanakan dapat
tepat jenis maupun tepat jumlah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam kurun waktu tertentu.
2. Pengadaan/Permintaan
Permintaan/pengadaan obat adalah suatu proses pengusulan dalam
rangka menyediakan obat dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan
pelayan di Puskesmas (Anonim, 2000).
Permintaan/pengadaan dimaksudkan agar obat tersedia dengan jenis
dan jumlah yang tepat. Pegadaan meliputi kegiatan pengusulan kepada
Kota/Kabupaten melalui mekanisme Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Permintaan/pengadaan obat di Puskesmas
merupakan bagian dari tugas distribusi obat oleh Gudang Farmasi Kabupaten
(GFK), sehingga ketersediaan obat di Puskesmas sangat tergantung dari
53
kemampuan GFK dalam melakukan distribusi berdasarkan laporan pemakaian
dan permintaan obat di semua Puskesmas (Anonim, 1995).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Puskesmas
Ahuhu melaksanakan pengadaan/pendistribusian obat dilakukan setiap 3
(tiga) bulan dengan mengajukan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) ke Dinas Kesehatan dan Gudan Farmasi Kota (GFK).
Sedangkan untuk pendistribusian ke unit pelayanan (Puskesmas Pembantu
dan Polindes) dan sub unit pelayanan (Poli Umum, Poli Gigi, Poli KIA)
masing-masing mengamprah setiap bulannya ke Gudang Obat Puskesmas.
Hal ini sesuai dengan Pedoman pengelolaan Obat di Puskesmas dimana
proses pengadaan Puskesmas minimal dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Penentuan permintaan dengan Laporan Pemakaian dan Permintaan (LPLPO)
sangat baik karena mudah dipahami dan dimengerti oleh petugas seperti stok
awal, penerimaan persedian, pemakaian dan sias stok. Adapun fungsiu daftar
permintaan tersebut adalah:
a. Menghindari gejala penyimpangan pengelolaan obat dari yang seharusnya
b. Optimasi
pengelolaan
persediaan
obat
melalui
prosedur
pengadaan/permintaan yang baik
c. Indikator untuk memilih ketepatan pengelolaan obat di Puskesmas
LPLPO juga memiliki kelemahan diantaranya permintaan obat yang
cenderung monoton atau tidak terdapat alternative pemilihan obat lain.
54
Pengadaan/permintaan obat yang diajukan ke GFK tidak selamanya
dipenuhi sesuai jumlah yang diminta dalam LPLPO, hal ini bergantung
kepada persediaan obat di Gudang Farmasi sehingga mempengaruhi
ketersediaan obat di Puskesmas.
3. Pendistribusian
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran
dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat
jenis dan jumlahnya dari gudang obat di unit-unit pelayanan kesehatan
termasuk penyerahan obat kepada pasien (Anonim, 2000).
Distribusi obat bertujuan untuk mendekatkan obat dan alat kesehatan
kepada pemakai di unit pelayanan kesehatan sehingga setiap saat tersedia
dalam jumlah, jenis, mutu yang di butuhkan secara ekonomis dan efektif
(Anonim, 1995).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pendistribusian
obat-obatan sudah sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas.
setelah menerima obat dari Gudang Farmasi Kota (GFK) diterima
penanggungjawab obat Puskesmas maka dilakukan pengecekan kembali
apakah obat sesuai dengan jenis dan jumlah yang diminta dalam LPLPO.
Pendistribusian obat dilakukan dari gudang obat Puskesmas ke unit
(Puskesmas Pembantu, Polindes) dan sub Unit (Apotik, Poli Umum, Poli Gigi
dan Poli KIA) dilakukan dengan sistem amprah. Pengamprahan obat
dilakukan ke gudang obat Puskesmas setiap minggu atau setiap bulannya. Hal
55
tersebut diatas dilakukan agar pendistribusian obat berjalan lancar dan setiap
unit dan sub unit memperoleh obat sesuai jenis dan jumlah kebutuhannya
setiap saat.
4. Penggunaan
Penggunaan obat adalah pemanfaatan obat dimulai dari pelayanan
yang baik, kemasan dan etiket yang baik serta informasi yang jelas tentang
penggunaanya.
Penggunaan obat berkaitan dengan peresepan yang rasional dan
pelayanan obat, peresepan yang rasional apabila diagnosis yang ditegakkan
sesuai dengan kondisi pasien memilih obat yang paling tepat dari berbagai
alternatif obat yang ada dan merespon obat dengan dosis yang cukup dan
berpedoman pada standar yang berlaku atau ditetapkan.
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
menunjukkan
bahwa
telah
memperhatikan aspek ekonomis sebab obat yang digunakan di seluruh
Puskesmas adalah obat generik yang harganya lebih murah dari obat paten
tetapi memiliki khasiat yang sama. Penggunaan obat di Puskesmas Ahuhu
dilakukan dengan serangkaian kegiatan berupa pemahaman isi resep,
mengemas obat dalam sak obat yang telah dituliskan informasi tentang aturan
pakai obat. Pemberian informasi mengenai penggunaan obat juga dilakukan
oleh petugas pada saat menyerahkan obat kepada pasien sehingga
kemungkinan penggunaan obat yang secara irasional dapat dihindari.
56
5. Penghapusan
Penghapusan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pihak
Puskesmas dalam menindak lanjuti kerusakan obat dengan cara mengirim
berita acara obat yang rusak/kadaluarsa ke Dinas Kesehatan dan Gudang
Farmasi Kota (GFK) untuk ditangani selanjutnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penghapusan
obat di Puskesmas Ahuhu sudah sesuai dengan prosedur yang ada yaitu
penghapusan obat rusak/kadaluarsa dilakukan dengan mengirim berita acara
obat rusak/kadaluarsa ke Dinas Kesehatan melalui Gudang Farmasi
Kabupaten (GFK) untuk ditindaklanjuti tetapi terkadang pula pihak
Puskesmas yang melakukan pemusnahan obat dengan cara dibakar/ditanam
sesuai dari kebijakan GFK dengan
memberikan kewenangan terhadap
puskesmas untuk memusnahkannya. Tujuan penanganan obat yang rusak
adalah melindungi pasien dari efek samping obat yang tidak layak pakai.
57
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara umum
manajemen pengelolaan obat di Puskesmas Ahuhu sudah sesuai prosedur, dengan
rincian sebagai berikut :
1. Perencanaan obat di Puskesmas Ahuhu sudah dilaksanakan sesuai prosedur.
Hal ini dapat dilihat dengan dilaksanakannya perencanaan kebutuhan setiap
tahunnya berdasarkan metode-metode yang ada dalam Pedoman Pengelolaan
Obat di Puskesmas.
2.
Pengadaan/Permintaan obat di Puskesmas Ahuhu sudah dilaksanakan sesuai
prosedur.
Hal
ini
dapat
dilihat
dengan
dilaksanakannya
pengadaan/permintaan obat ke Dinas Kesehatan melalui Gudang Farmasi
Kabupaten (GFK) sesuai dalam Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas.
3. Pendistribusian obat di Puskesmas Ahuhu sudah sesuai prosedur. Hal ini
dapat dilihat dengan dilaksanakannya pendistribusian obat-obatan dari
gudang obat Puskesmas dilakukan dengan sistem amprah setiap bulannya
sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas.
4. Penggunaan obat di Puskesmas Perawatan dan Non Perawatan sudah sesuai
prosedur. Hal ini dapat dilihat dengan dilaksanakannya peresepan obat yang
rasional sesuai sesuai Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas.
57
58
5. Penghapusan obat di Puskesmas Ahuhu sudah sesuai prosedur. Hal ini dapat
dilihat dengan dilakukannya penghapusan obat rusak/kadaluarsa oleh
Puskesmas dengan mengirim berita acara obat rusak/kadaluarsa ke Dinas
Kesehatan melalui Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) sesuai dengan
Pedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Diharapkan
Puskesmas Ahuhu agar dapat mempertahankan dan
meningkatkan manajemen pengelolaan obat di Puskesmasnya meskipun
sudah sesuai prosedur.
2. Diharapkan pada Dinas Kesehatan Kabupaten dan Gudang Farmasi
Kabupaten (GFK) hendaknya mengadakan Pelatihan untuk tenaga pengelola
Obat agar sistem manajemen pengelolaan obat di Puskesmas lebih baik lagi
serta dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga
pengelola obat.
3. Diharapkan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dan GFK hendaknya
dalam melakukan pendistribusian obat ke Puskesmas agar memperhatikan
pengadaan/permintaan obat sesuai LPLPO sehingga tidak terjadi pengiriman
obat yang tidak sesuai dengan LPLPO masing-masing Puskesmas.
59
4. Peneliti selanjutnya, perlu diteliti kemungkinan adanya perbedaan dan
berapa besar perbedaan manajemen pengelolaan obat di Puskesmas.
Download