Uploaded by User111503

BAB 1

advertisement
Bagaimana AHA Center (ASEAN Coordinating Centre For Humanitarian Assistance)
melaksanakan fungsinya dalam mengurangi resiko bencana kawasan Asia Tenggara?
Asia Tenggara adalah area yang sangat rawan dengan bencana alam, oleh karena itu
peran badan tanggap darurat bencana menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, pada 2011 ASEAN mendirikan badan mitigasi bencana yang disebut dengan
AHA Centre (ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster
management) untuk membantu negara-negara anggota yang mengalami bencana alam.
Hal ini disampaikan Adelina Kamal, Direktur Eksekuti AHA Centre yang menjelaskan bahwa
badan ini dapat menawarkan bantuan kemanusiaan yang disimpan di gudang di Malaysia
atau mengirimkan tim penilai ke negara terdampak bencana.
"Kita ada Prosedur Operasi Standar. Kalau misalnya ada bencana, bisa negara langsung
membantu secara bilateral atau bisa meminta AHA Centre yang memfasilitasi atau meminta
AHA Centre memobilisasi sumber daya regional," jelas Adelina.
"Tim penilai juga begitu, kita tinggal mobilisasi. Kita ada 222 (orang) jadi kita tinggal pilih.
Tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari masyarakat madani, tinggal dipilih, sudah
dilatih."
Badan mitigasi bencana ASEAN ini didanai oleh iuran wajib ke-10 negara anggota sehingga
siapa pun yang memerlukan bantuan dapat meminta AHA Centre untuk turun tangan.
"Kami bisa menawarkan bantuan, mereka (negara terdampak) boleh meminta, atau kami
dapat berdiskusi," kata Adelina.
"Yang bagus adalah negara yang kurang mampu memberikan tetap bisa bilang bahwa "kami
juga bantu kok lewat AHA Centre karena persediaan yang di Malaysia itu juga milik kami."
Dibandingkan misalkan tidak ada AHA Centre, Indonesia kasih US$1 juta, negara yang tidak
mampu kasihnya cuma US$10 ribu. Tetapi karena ada AHA Centre, solidaritasnya lebih
terasa."
Selama enam tahun, badan ini sudah melaksanakan 19 misi darurat dan 21 kali memobilisasi
tim penilai ke tujuh negara.
"ASEAN dikenal hanya tanda tangan deklarasi. Kalau di manajemen bencana, kita sudah di
luar sebatas kertas. Kita tidak hanya tanda tangan saja, sudah ada tindakan", kata Adelina.
Meski begitu, di Indonesia yang rawan bencana, badan ini baru tiga kali turun membantu:
gempa dan tsunami Mentawai pada 2010, gempa Aceh pada tahun yang sama, dan banjir
Jakarta pada 2013.
Bencana baru-baru ini seperti meletusnya Gunung Agung, Gunung Sinabung, dan siklon di
pantai selatan Jawa, tidak dibantu oleh AHA Centre.
Dody Ruswandi, Sekretaris Eksekutif BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
mengatakan alasannya adalah karena Indonesia memang belum meminta bantuan kepada
ASEAN.
"Untuk gunung meletus kami punya pengalaman banyak. Jadi mestinya kita cukup mampu
untuk itu", kata Dody.
Meski begitu, pakar kebencanaan Hening Parlan mengatakan bahwa jarang sekali
pemerintah suatu negara akan meminta bantuan ke ASEAN oleh karena itu seharusnya
"AHA Centre bisa mengefektifkan diri untuk membantu" negara-negara terkena bencana.
"Tidak semua negara mau membuka diri untuk orang lain masuk. Itu sebenarnya kenapa kita
tidak pernah melihat perannya AHA Centre dalam berbagai respons bencana."
Oleh karena itu, Hening yang sempat bekerja sama dengan AHA Centre ini mengatakan
bahwa sebaiknya badan ASEAN ini dapat memperluas jaringan mereka, baik dengan
pemerintah begitupun dengan masyarakat madani.
"Karena kalau lewat G2G (Pemerintah ke Pemerintah), hampir semua negara itu tidak mau
diintervensi. Tapi kalau P2P (Masyarakat ke Masyarakat) itu kan kita mampu menembus
birokrasi," kilah Hening.
Selain itu, Hening juga berpendapat bahwa badan ASEAN ini juga dapat berperan sebagai
pusat pengetahuan dan informasi.
"Misalnya, Indonesia punya sekolah siaga bencana, di Malaysia juga ada. Ini semua
seharusnya disimpan di AHA Centre dan mampu menjadi pusat pengetahuan lintas negara."
Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan untuk Penanggulangan Bencana di ASEAN yakni
ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian assistance on disaster management (AHA
Centre) meluncurkan Sistem Logistik Darurat Bencana. Sistem tersebut diluncurkan terkait
dengan semakin banyaknya bencana yang melanda kawasan Asia Tenggara yang
membutuhkan kebersamaan untuk menghadapinya.
Peluncuran Sistem Logistik darurat Bencana ini dilakukan bersamaan dengan acara
peringatan setahun aberdirinya AHA Centre di Pangkalan Angkatan Udara Malaysia di
Subang, Malaysia, Jumat (7/12/2012). Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN, Alicia Dela Rosa
Bala, mengatakan, keberadaan AHA Centre sangat penting untuk membantu pemerintah di
negara-negara Asia Tenggara di bidang penanggulangan bencana, dan bila diperlukan
memimpin tanggap darurat bencana di tingkat regional. Apalagi sebagian besar kawasan
ASEAN rawan terhadap bencana seperti topan, gempa, banjir dan longsor. "Ini adalah bukti
komitmen para pemimpin ASEAN untuk mewujudkan visi komunitas ASEAN yang tangguh
menghadapi bencana", kata Dela Rosa. AHA Centre yang didirikan pada 17 November 2011
dan berkantor di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, secara
rutin melakukan pemantauan risiko bencana, menerima dan berbagi informasi kebencanaan
dengan badan-badan penanggulangan bencana di negara anggota ASEAN lainnya. Ketika
bencana terjadi, AHA akan segera mengirimkan tim untuk melakukan rapid assessment, dan
segera mengirimkan bantuan kepada negara anggota ASEAN yang terdampak. Sistem
Logistik Darurat Bencana untuk ASEAN yang didirikan dengan bantuan dari pemerintah
Jepang, melalui skema Japan-ASEAN Integration Fund, ini menyempurnakan peran AHA
Centre. "Gagasan untuk memiliki organisasi yang melakukan pemantauan bencana regional,
analisa risiko dan situasi bencana, dan mengirimkan bantuan saat diperlukan kini tidak
berhenti di tataran konsep saja. Kami telah berfungsi dan beroperasi," jelas Said Faisal,
Direktur Eksekutif AHA Centre.
Bantuan kemanusiaan Said menjelaskan, Sistem Logistik
Darurat Bencana ini dikembangkan untuk memastikan tersedianya barang-barang yang
diperlukan untuk bantuan kemanusiaan secara cepat, sebagai bagian dari upaya tanggap
darurat setelah terjadinya bencana skala menengah dan besar. Meski demikian, yang
penting dari bantuan yang diberikan bukan hanya jumlahnya, namun kuatnya pesan
solidaritas sesama negara anggota ASEAN. Bantuan yang diberikan akan disesuaikan dengan
kebutuhan negara tersebut. Bantuan juga disesuaikan dengan budaya di ASEAN. Misalnya,
Perlengkapan Keluarga ASEAN (ASEAN Family Kit) yang disiapkan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga yang terdampak bencana selama masa darurat berisi kain sarung, tikar,
dan kelambu. Dalam peluncuran Sistem Logistik Darurat Bencana untuk ASEAN ini Special
Malaysia Disaster Assistance and Rescue Team (SMART) dan ASEAN Early Rapid Assessment
Team (ASEAN-ERAT), juga menampilkan persiapan keberangkatan bantuan logistik untuk
membantu Filipina pasca topan Bopha/Pablo. Bantuan logistik yang diberangkatkan dari
Pangkalan Angkatan Udara Malaysia Jumat siang itu terdiri atas selimut, tikar, dan bahanbahan makanan termasuk susu untuk anak-anak senilai sekitar 350,000 Ringgit Malaysia.
Sebelum topan terjadi, AHA Centre juga telah menyiapkan tiga generator yang dipakai untuk
membuat rumah sakit di kawasan terdampak Bopha tetap beroperasi. Sebelum bantuan ini
diberikan, terlebih dahulu pada tanggal 5 Desember ASEAN-ERAT bekerjasama dengan
Badan Pengurangan Risiko dan Penanggulangan Bencana Filipina (National Risk Reduction
and Management Council/ NDRRMC) melakukan assessment kebutuhan cepat. Misi ke
Filipina merupakan misi kedua Sistem Logistik Darurat Bencana untuk ASEAN. Bulan lalu
AHA Centre telah mengirimkan bantuan kepada pemerintah Myanmar yang terdampak
gempa 6.8 Skala Richter yang terjadi pada 12 November 2012.
Download