MEKANISME FIKSASI KARBON, FIKSASI NITROGEN DAN METABOLISME FOSFAT DI LAUT Oleh : Bruri Melky Laimeheriwa NIM. 13691114001 1. PENDAHULUAN Proses-proses hidup di laut sudah tertata rapi. Setiap tahap dari suatu proses seluruhnya berjalan dengan peranan tertentu yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup mahluk di laut. Demikian juga proses yang terjadi pada komponen-komponen kimia (unsur kimia) yang melibatkan peran serta dari seluruh makhluk hidup di laut. Komponen atau unsur-unsur ini mengalami suatu pertukaran atau terjadi perubahan yang berlangsung terus-menerus antara komponen abiotik dengan komponen biotik di lingkungan laut. Fungsi utama dari proses-proses ini adalah untuk menjaga kelangsungan hidup di laut karena materi hasil dari proses (daur) komponen atau unsur-unsur ini dapat digunakan oleh semua organisme dalam laut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2010), mekanisme diartikan sebagai cara kerja atau proses, fiksasi diartikan sebagai reaksi atau proses pengikatan, sedangkan metabolisme diartikan sebagai pertukaran zat atau unsur pada organisme yang meliputi proses fisika dan kimia (proses pembentukan dan penguraian zat di dalam organisme yang memungkinan berlangsungnya hidup. Berdasarkan batasan-batasan definisi ini, jika meninjau judul materi ini, maka penjelasan atau uraian lebih difokuskan pada kajian mengenai proses atau cara bagaimana unsur atau zat karbon, nitrogen dan fosfat mengelami proses pembentukan dan pertukaran dalam suatu perairan khususnya di laut. Oleh karena proses atau mekanisime ini terjadi secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu tetap, maka disebut sebut sebagai suatu siklus. Tujuan dari tulisan ini untuk menjelaskan apa dan bagaimana mekanisme fiksasi karbon, fiksasi nitrogen dan metabolisme fosfat yang terjadi di ekosistem laut sesuai dengan batasan definisi di atas. Tinjauan mekanisme fiksasi unsurunsur karbon, nitrogen dan metabolisme fosfat meliputi keberadaan dan sumbernya di laut, proses pengikatan dan pemanfaatan oleh organisme di laut 1 serta kejadian atau peristiwa hilang atau keluarnya unsur-unsur tersebut dari dalam laut serta mekanisme kembali lagi ke dalam laut. 2. MEKANISME FIKSASI KARBON DI LAUT. Mekanisme fiksasi karbon adalah proses atau reaksi biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi (objek astronomis lainnya bisa jadi memiliki siklus karbon yang hampir sama meskipun hingga kini belum diketahui). Dalam proses ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoirreservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula freshwater system dan material non-hayati organik seperti karbon tanah (soil carbon)), lautan (termasuk karbon anorganik terlarut dan biota laut hayati dan non-hayati), dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan tahuan karbon, pertukaran karbon antar reservoir, terjadi karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermaca-macam. Lautan mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat permukaan Bumi, namun demikian laut dalam bagian dari kolam ini mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer. Siklus Karbon Siklus karbon melibatkan seluruh lingkungan yang ada di alam semesta, meliputi atmosfer, biosfer, hidrosfer dan geosfer. Karena itu, siklus karbon disebut sebagai siklus biogeochemical. Pada setiap lingkungan dan antara lingkungan terjadi pertukaran karbon. Secara ringkas, daur karbon merupakan salah satu siklus biogeokimia dimana terjadi pertukaran/perpindahan karbon antara bidangbidang dari biosfer, geosfer,hidrosfer, dan atmosfer. Kenapa sering dibarengi dengan oksigen. Hal ini karena siklus karbon sangat terkait dengan oksigen, terutama dalam halfotosintesis dan respirasi. Sesuai dengan pengertian tadi, ada empat tempat keberadaan untuk karbon, yaitu : Biosfer (di dalam makhluk hidup), Geosfer (di dalam bumi), hidrosfer ( di air), dan atmosfer ( di udara). Siklus karbon terjadi di daratan dan perairan. tidak ada perbedaan yang significant karena tempat yang berbeda tersebut. Yang berbeda hanyalah organismenya. 2 Karbon berpindah dari lingkungan atmosfer ke biosfer sebagai gas karbondioksida. Gas karbondioksida digunakan tumbuhan untuk berfotosintesis. Karbon ‗memasuki‘ lingkungan atmosfer dari lingkungan bisofer juga sebagai gas karbondioksida. Gas karbondioksida dilepaskan ke atmosfer dari hasil pernafasan mahluk hidup, hasil pembusukan/fermentasi oleh bakteri/jamur dan hasil pembakaran senyawa-senyawa organik. Selain petukaran karbon dari lingkungan atmosfer ke biosfer atau sebaliknya, karbon dipertukarkan dalam lingkungan bisofer melalui rantai makanan. Pertukaran karbon pun terjadi dari lingkungan biosfer ke geosfer. Cangkang hewan-hewan lunak pada umumnya mengandung karbonat. Karbonat kemudian diubah menjadi batu kapur melalui suatu proses yang disebut sedimentasi. Sedangkan perpindahan karbon dari lingkungan geosfer ke lingkungan atmosfer terjadi melalui hasil reaksi batu kapur dan erupsi gunung merapi. Perpindahan karbon sebagai gas karbondioksida dari lingkungan atmosfer ke hidrosfer, atau sebaliknya terjadi untuk menyeimbangkan pH air laut, melalui reaksi kesetimbangan: CO2 + H2O ? H2CO3H2CO3 ? H+ + HCO3 Sekitar 2 x 1016 karbon sebagai karbonat, batu bara dan minyak, sedangkan 2,5 x 1012 ton karbon sebagai karbondiokasida. Setiap tahunnya kemampuan tumbuhan untuk menyerap gas karbondioksida dari atomosfer hanya 15%. Dilain pihak, gas karbondioksida di atmosfer terus meningkat sejalan dengan perkembangan sarana transportasi dan industri. Perkembangan industri bukannya diiringi dengan penambahan kawasan yang dapat menyerap karbondioksida (misalnya tumbuhan), tetapi malah diiringi oleh penebangan hutan dimana-mana. Parahnya lagi, bukan hanya penebangan hutan tetapi pembakaran hutan yang menghasilkan gas karbondioksida. Hal inilah yang terjadi selama ini, akibatnya terjadi kenaikkan konsentrasi gas karbondioksida sebanyak 20% semenjak abad ke-19. 3 Gambar 1. Diagram dari siklus karbon. Angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam miliar ton ("GtC" berarti Giga Ton Karbon). Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar reservoir setiap tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak termasuk ~70 juta GtC batuan karbonat dan kerogen Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida (CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global. 4 Mekanisme fiksasi Karbon di atmosfer Mekanisme Karbon diambil dari atmosfer antara lain: Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump). Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump). Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction). Meknisme karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu: Melalui pernapasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri 5 perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun. Mekanisme Karbon di biosfer Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting dalam kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia, dan nutrisi pada semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon: Autotroph adalah organisme yang menghasilkan senyawa organiknya sendiri dengan menggunakan karbon dioksida yang berasal dari udara dan air di sekitar tempat mereka hidup. Untuk menghasilkan senyawa organik tersebut mereka membutuhkan sumber energi dari luar. Hampir sebagian besar autotroph menggunakan radiasi matahari untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan proses produksi ini disebut sebagai fotosintesis. Sebagian kecil autotroph memanfaatkan sumber energi kimia, dan disebut kemosintesis. Autotroph yang terpenting dalam siklus karbon adalah pohon-pohonan di hutan dan daratan dan fitoplankton di laut. Fotosintesis memiliki reaksi: 6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2 Karbon dipindahkan di dalam biosfer sebagai makanan heterotrop pada organisme lain atau bagiannya (seperti buah-buahan). Termasuk di 6 dalamnya pemanfaatan material organik yang mati (detritus) oleh jamur dan bakteri untuk fermentasi atau penguraian. Sebagian besar karbon meninggalkan biosfer melalui pernapasan atau respirasi. Ketika tersedia oksigen, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O. Pada keadaan tanpa oksigen, respirasi anaerobik lah yang terjadi, yang melepaskan metan ke lingkungan sekitarnya yang akhirnya berpindah ke atmosfer atau hidrosfer. Pembakaran biomassa (seperti kebakaran hutan, kayu yang digunakan untuk tungku penghangat atau kayu bakar, dll.) dapat juga memindahkan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang banyak. Karbon juga dapat berpindah dari bisofer ketika bahan organik yang mati menyatu dengan geosfer (seperti gambut). Cangkang binatang dari kalsium karbonat yang menjadi batu gamping melalui proses sedimentasi. Sisanya, yaitu siklus karbon di laut dalam, masih dipelajari. Sebagai contoh, penemuan terbaru bahwa rumah larvacean mucus (biasa dikenal sebagai "sinkers") dibuat dalam jumlah besar yang mana mampu membawa banyak karbon ke laut dalam seperti yang terdeteksi oleh perangkap sedimen. Karena ukuran dan kompisisinya, rumah ini jarang terbawa dalam perangkap sedimen, sehingga sebagian besar analisis biokimia melakukan kesalahan dengan mengabaikannya. Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu yang berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti siklus harian dan musiman, karbon dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga ribuan tahun dalam tanah. Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya melalui de- atau afforestation) atau melalui perubahan temperatur yang berhubungan dengan respirasi tanah) akan secara langsung memengaruhi pemanasan global. Mekanisme Karbon di laut Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH di laut 7 dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk: CO2 + H2O ⇌ H2CO3 Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH: H2CO3 ⇌ H+ + HCO3− Model siklus karbon dapat digabungkan ke dalam model iklim global, sehingga reaksi interaktif dari lautan dan biosfer terhadap nilai CO2 di masa depan dapat dimodelkan. Ada ketidakpastian yang besar dalam model ini, baik dalam sub model fisika maupun biokimia (khususnya pada sub model terakhir). Model-model seperti itu biasanya menunjukkan bahwa ada timbal balik yang positif antara temperatur dan CO2. Sebagai contoh, Zeng dkk. (GRL, 2004 [2]) menemukan dalam model mereka bahwa terdapat pemanasan ekstra sebesar 0,6 °C (yang sebaliknya dapat menambah jumlah CO2 atmosferik yang lebih besar). 8 3. MEKANISME FIKSASI NITROGEN DI LAUT. Mekanisme Fiksasi nitrogen adalah proses atau peristiwa reaksi yang mengubah nitrogen di udara menjadi amonia. Fiksasi nitrogen, reaksi yang mengikat nitrogen di atmosfer menjadi amonia. Semua hewan, tanaman, termasuk manusia, bergantung pada fiksasi mendapatkan nitrogen bagi penyusunan protein nitrogen biologis untuk dan senyawa lain yang mengandung nitrogen sebelum ada proses Harber-Bosch. Fiksasi nitrogen adalah proses biologis, abiotik, atau sintetis dimana nitrogen (N2) di atmosfer diubah menjadi amonia (NH3). Atmosfer atau nitrogen unsur (N2)adalah relatif inert: itu tidak mudah bereaksi dengan bahan kimia lain untuk membentuk senyawa baru. Proses fiksasi membebaskan atom nitrogen dari bentuk diatomik mereka (N2) yang akan digunakan dengan cara lain. Mekanisme terjadinya fiksasi nitrogen di laut antara lain, yaitu: Tahap pertama yaitu daur nitrogen ialah proses transfer nitrogen dari atmosif kedalam tanah. Selain masuknya nitrogen kedalam tanah akibat dari air hujan, nitrogen juga dapat masuk melalui proses fiksasi nitrogen, proses ini dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang akan bersimbiosis dengan bakteri Azotobacter, Clostridium, dan polong-polongan. Ganggang hijau juga memiliki kemampuan yang sama seperti memfiksasi nitrogen. Tahap kedua dimana nitrat diperoleh dari hasil fiksasi biologis yang digunakan oleh produsen atau tnaman yang akan mengubahnya menjadi protein. Jika ada hewan atau tanaman yang mati makan pengurai akan mengubahnya menjadi NH3 (gas amoniak) dan akan mengubah menjadi NH4+ (garam ammonim yang terlarut oleg air), proses yang terjadi ini dinamakan dengan amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas bisa mengubah senyawa ammonium dan amoneak menjadi Nitrat yang diproses oleh Nitrosomonas. Denitrifikasi merupakan proses dimana oksigen yang terdapat dalam tanah terbasa, makan nitrat akan cepat ditransformaasikan menjadi oksida nitrogen atau gas nitrogen. 9 Mekanisme Nitrogen di Atmosfer Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas dapat itambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir. Unsure hara yang tidak kalah pentingnya dengan karbohidrat ialah protein, yakni suatu senyawa yang mengandung nitrogen disamping C,H, dan O. Dan kita ketahui, udara mengandung 79 % nitrogen. Nitrogen bebas ini (dalam bentuk N2) dapat ditambat / difiksaasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas ini mempunyai sifat lembam (tidak mudah bereaksi). Sehingga untuk memecahnya diperlukan energi tinggi , seperti contoh bantuan kilat / petir. Gambar 2. Ilustrasi Siklus Nitrogen secara Umum Selain itu , nitrogen bebas ini diasimilasi oleh tumbuhan lewat perakaran dalam bentuk nitrat. Protoplasma sel tiap-tiap makhluk hidup mengandung protein. Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana nitrogen dikembalikan ke udara untuk dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan lagi? Terlebih dahulu , kita bicarakan bagaimana nitrogen bebas di udara menjadi nitrat yang berguna bagi 10 tumbuhan. Secaara fisik (bunga api listrik, halilintar, dan hujan) menyebabkab nitrogen bereaksi dengan unsure lain, salah satu produknya adalah nitrat yang akhirnya dapat masuk ke tanah dan digunakan oleh tumbuhan. Secara orgaanik, nitrogen di udara dapat diikat oleh beberapa mikroba (Azotobacter, Rhizobium, Anabaena, Chostridium sp, Nostoc dsb) menjadi bentuk nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem. Mekanisme Nitrogen di Laut Nitrogen organik berasal dari jaringan organisme yang sudah mati, kotoran zat sisa, dan sisa pakan yang ditransformasi menjadi ammonia melalui proses dekomposisi/ mineralisasi oleh bakteri pengurai proteolitik. Nitrogen memiliki beberapa bentuk yaitu ammonia (NH3), nitrit (NO2-), nitrat(NO3-), amina(NH2), amonium(NH4+), dan nitrogen diatomik (N2) (Jamieson, 1995). Sumber utama nitrogen (N2) adalah udara, sedangkan organisme hidup memperoleh nitrogen dalam bentuk garam nitrat kemudian diasimilasikan pada sitoplasma dalam bentuk protein sebagai cadangan pangan (Odum, 1993). Menurut Turk (1985) dan Killham (1996) bahwa di alam ini terdapat tiga gudang nitrogen yaitu udara, senyawa anorganik (misalnya nitrat, nitrit, dan amoniak), dan senyawa anorganik adalah gas N2 di udara. Jenis-jenis N-anorganik yang utama dalam air adalah ion nitrat (N03-) dan ion amonimum (NH4+). Hujan sangat sedikit sebagai sumber N03- dan NH4+. Namun dalam kondisi tertentu masih terdapat ion nitrit dan sebagian besar dari nitrogen terikat dalam nitrogen organic (47,9%), yaitu bahan-bahan yang berprotein, juga terdapat dalam bahan pencemar seperti asam sianida (HCN), asam etilen diamin tetra asetat (EDTA) atau dalam bentuk asam nitrilotriasetat (NTA). 11 Di perairan laut, Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk N-molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup Gambar 3. Ilustrasi Mekanisme Fiksasi Nitrogen di laut Transfer dan Fiksasi Nitrogen Daur Nitrogen melibatkan semua bagian biosfer. Daur Nitrogen merupakan suatu siklus yang sempurna, namun kompleks. Dalam memproduksi nutrient bagi organisme perairan, maka diperlukan transfer senyawa nitrogen. Nitrogen memasuki ekosistem dengan dua jalur alamiah, yang keutamaan relatifnya sangat bervariasi dari satu ekosistem ke ekosistem lain. Yang pertama, deposit pada atmosfer, merupakan sekitar 5% sampai 10% dari nitrogen yang dapat digunakan, yang , memasuki sebagian besar ekosistem. Dalam proses ini, NH4+ dan NO3-, ditambahkan melalui kelarutannya dalam air hujan atau pengendapan debu-debu halus atau butiran-butiran lainnya. Jalur lain masuknya nitrogen ke ekosistem adalah melalui fiksasi nitrogen (nitrogen fixation). Molekul nitrogen, N2, sangat lembam. Untuk memecahkan molekul itu agar atom-atomnya dapat bergabung dengan atomatom lain diperlukan pemasukan sejumlah besar energy. Proses berperan 12 penting dalam fiksasi (pengikatan) nitrogen dalam biosfer, Salah satu di antaranya ialah halilintar. Energi yang sangat besar dari halilintar memecahkan molekul-molekul nitrogen dan memungkinkan bergabung dengan oksigen dan hidrogen dalam udara. Nitrogen oksida terbentuk yang larut dalam hujan membentuk kilat. Dalam bentuk ini senyawa ini terbawa ke bumi. Fiksasi nitrogen ini diperkirakan sekitar 5-8% dari keseluruhannya. Keperluan pertanian yang semakin meningkat telah menyebabkan produk nitrogen terfiksasi secara industry makin meningkat pula. Sehingga supply industry yang merupakan ketergantungan dari sector pertanian ini menjadi pemicu ketergangguan daur alam. Kegiatan manusia telah meningkatkan aliran nitrogen global. Hal ini dapat terlihat pada danau dan sungai karena pupuk nitrogen merembes dari tanah pertanian sekitarnya dan menyuburkan algae. Hanya prokariota tertentu yang dapat memfiksasi nitrogen, yakni mengubah N2 menjadi mineral yang dapat digunakan untuk mensitesis senyawa organik bernitrogen seperti asam amino. Prokariota merupakan mata rantai yang penting pada beberapa titik dalam siklus nitrogen. Beberapa sinobakteri memfiksasi nitrogen dalam ekosistem akuatik. Organisme yang memfiksasi nitrogen tentunya sedang memenuhi kebutuhan metaboliknya sendiri. Tetapi kelebihan ammonia yang dibebaskan oleh organisme tersebut menjadi tersedia bagi organisme lain. Pengikatan nitrogen secara biologi dapat dilakukan oleh bakteri nonsimbiotik, bakteri simbiotik, dan ganggang hijau biru. Nitrat (NO3) yang terdapat di tanah dan air pada umumnya terjadi karena pengikatan nitrogen secara bilogi. Bakteri non simbiotik (bakteri bebas) yang berperan dalam pengikatan nitrogen diantaranya, Azotobacter chroococcum, A. Beijerinckii, A. Vinelandii, Derxia spp.,dan Aerobacter aerogenes. Sedangkan ganggang biruhijau yang berperan dalam pengikatan nitrogen secara biologi adalah Nostoc dan Anabaena. Bakteri simbiotik yang berperan dalam pengikatan secara biologi adalah genus Rhizobium diantaranya Rhizobium trifolii, Rhizobium meliloti, Rhizobium leguminosarum, Rhizobium lupine dan Rhizobium speciosa. Bakteri pengikat nitrogen tersebut hidup bersimbiosis dengan akar tumbuhan polong- polongan membentuk bintil akar. Mikroorganisme tertentu lainnya dapat mengikat nitrogen atmosfer. Sebenarnya kemampuan mengikat nitrogen ternyata merupakan kemampuan 13 prokariota semata-mata. Beberapa aktinomisites hidup bergabung dengan tumbuhan selain legum. Beberapa organisme foto-ototrof dapat mengikat nitrogen, tetapi organisme ini terbatas pada lingkungan bentik anaerobik, sehingga hanya ditemui di estuari. Meskipun sudah banyak penelitian dilakukan, masih belum jelas bagaimana pengikat nitrogen mampu mengatasi penghalang energy tinggi yang terlibat dalam proses itu. Pengikat-pengikat itu memerlukan suatu enzim, yang dinamakan nitrogenase, dan pemakaian ATP yang sangat besar. Walaupun produk pertama yang stabil tersebut adalah ammonia, zat ini dengan cepat bergabung dengan protein dan senyawa organic lain yang mengandung nitrogen. Fiksasi nitrogen menuju kepada penggabungan nitrogen dengan protein tumbuhan dan protein mikroba. Tumbuhan yang tidak mempunyai keuntungan dari gabungan pengikatan nitrogen membuat proteinnya dari tanah. Pembusukan Protein yang dibuat oleh tumbuhan masuk melalui jarring-jaring makanan. Pada setiap tingkatan trofik terdapat kehilangan yang kembali ke sekitarnya, terutama dalam ekskresi. Yang terakhir mengambil keuntungan dari senyawa nitrogen organic ialah mikroorganisme pembusuk. Melalui kegiatan molekul-molekul yang mengandung nitrogen organik dalam ekskresi dan bangkai itu dirombak menjadi ammonia. Nitrifikasi Nitrat (N03-) yang telah diadsorbsi oleh akar tanaman, selanjutnya nitrogen akan disintesis menjadi protein tanaman, kemudian herbivora yang makan tumbuhan akan mengubah tumbuhan tersebut menjadi protein hewani. Tumbuhan dan hewan yang telah mati akan terdekomposisi, sehingga protein nabati dan protein hewani diuraikan menjadi ammonia dan asam amino. Demikian pula kotoran-kotoran organism tersebut akan diuraikan menjadi ammonia dan asam amino. Penguraian protein pada bahan organic yang terdekomposisi menjadi asam amino dan ammonia ini disebut amonifikasi. Reaksi ini menyebabkan paling tidak sebagian besar tanah menjadi sedikit bersifat asam, dan NH3 yang dibebaskan ke dalam tanah akan menangkap sebuah ion hydrogen (H+) untuk 14 membentuk ammonium (NH4+), yang dapat digunakan langsung oleh tumbuhan. NH3 adalah gas sehingga dapat menguap kembali ke atmosfer dari tanah yang mempunyai pH mendekati 7 . NH3 yang hilang dari tanah ini kemudian dapat membentuk NH4+ di atmosfer. Sebagai akibatnya, konsentrasi NH4+ dalam curah hujan berkorelasi dengan pH tanah dalam kisaran wilayah yang luas. Amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur. Amonia dan garamgaramnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber amonia adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Amonia membentuk senyawa kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Ikan tidak bisa bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi. Pada budidaya intensif, yang padat penebaran tinggi dan pemberian pakan sangat intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat. Amonia (NH3) dapat secara langsung diambil oleh tumbuhan melalui akar dan melalui daun-daunnya. Namun demikian sebagian besar ammonium dalam tanah digunakan oleh bakteri anaerob tertentu sebagai sumber energi, bakteri detrifor; aktivitas mengoksidasi ammonium menjadi nitrit (N02-), dan kemudian menjadi nitrat (NO3-), suatu proses yang disebut nitrifikasi, yakni suatu proses oksidasi ensimatik yang dilakukan oleh sekelompok jasad renik/bakteri. Bakteri autotrofi (bakteri nitrifikasi) dapat menggunakan N-anorganik untuk melakukan nitrifikasi, seperti genera bakteri Nitosomonos, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus. Jenis bakteri nitrifikasi yang terdapat pada air tawar, misalnya Nitrosomonas, Nitrobacter serta Nitrosococcus, Nitrococcu,s Nitrospira ,Nitrosolobus merupakan bakteri nitrifikasi laut. 15 Pada proses tahap pertama reaksi berlangsung dari ammonium ke nitrit yang melibatkan bakteri Nitrosomonos dan Nitrosococcus yang merupakan dengan persamaan reaksisebagai berikut: NH4 + 3/2 O2 NO2 + H2O + 2H E = - 65 kcal Di perairan, nitrit ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Bakteri Nitrobacter dan Nitrococcus spp yang melakukan oksidasi dari nitrat ke nitric dengan persamaan reaksi sebagai berikut : NO2 + ½ O2 NO3 + E = - 18 kcal. Reaksi nitrifikasi seperti di atas dapat berlangsung jika adanya oksigen. Proses oksidasi dari NO2 ke nitrit umumnya lebih cepat dari pada proses oksidasi dari NH4 ke nitrit, dan nitrit ini terakumulasi di lingkungan. Nitrat yang telah diproduksi dapat diserap oleh tumbuhan untuk keperluan sintetis protein melalui proses metabolisme. Kemudian tumbuhan menjadi makanan berbagai jenis hewan. Tumbuhan dan hewan mengalami proses dekomposisi melalui kegiatan jasad renik yang melepaskan hasil dekomposisi itu ke dalam lingkungannya, antara lain ammonium. Langkah dari protein ke nitrat menghasilkan energy bagi organism pengurai. Langkah sebaliknya dari nitrat ke protein memerlukan energy dari sumber lain, seperti dari bahan organic atau cahaya matahari. Sebagian nitrat yang berasal dari fiksasi dan dekomposisi itu dilarutkan air tanah dan dipindahkan atau diekspor ke ekosistem lain, atau dapat pula ―hilang‖ menjadi endapan.. Denitrifikasi Denitrifikasi merupakan pengubahan nitrat menjadi gas nitrogen , dengan demikian mengisi kembali atmosfer. Proses ini melibatkan peran beberapa bakteri antara denitrificants, lain Bacillus Thiobacillus cereus, Bacillus denitrificants, licheniformis, Micrococcus, dan Pseudomonas Achromabacter. Bakteri ini hidup jauh di dalam tanah dan dalam sedimen air yang jumlah 16 oksigennya sangt terbatas. Bakteri tersebut menggunakan nitrat sebagai suatu alternative terhadap oksigen untuk akseptor terakhir dalam respirasinya. Dengan demikian bakteri tersebut menutup daur nitrogen. Aktivitas bakteri tersebut sama cepatnya dengan efisiensi yang terus meningkat dalam memajukan fiksasi nitrogen masih harus diselidiki. Dari kajian-kajian tersebut di atas dapat dikaji bahwa nitrogen dalam air terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk Nmolekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup. Nitrogen memegang peranan kritis dalam siklus organic dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuhtumbuhan menyerap N-anorganik dalam salah satu gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini membuat protein yang kemudian dimakan hewan dan diubah menjadi protein hewan. Jaringan organic yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk didalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, NH4) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke udara dan diserap dari udara selama siklus berlangsung. Jumlah nitrogen yang tergabung dalam mineral dan mengendap di dasar laut tidak seberapa besar. Pola sebaran nitrogen di Samudera Atlantik, Pasifik dan Samudera India tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sebaran menegak dari bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut. Nitrat terbanyak terdapat di lapisan permukaan, ammonium tersebar secara seragam, dan nitrit terpusat dekat termoklin. Interaksi-interkasi antara berbagai tingkat nitrogen organic dan bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen diubah menjadi berbagai senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di bawah termoklin. Hal ini menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena termoklin merupakan penghalang bagi migrasi menegak unsur-unsur ini dan kenyataannya persediaan nitrogen akan menjadi faktor pembatas bagi produktivitas di laut. 17 4. METABOLISME FOSFAT DI LAUT. Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al, 1997). Gambar 4. Ilustrasi metabolisme fosfat di laut Di laut, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalamm bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfor berbentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, besifat tidak larut, dan mengendap pada sediment sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik (Jeffries dan Mills, 1996). Sumber fosfat di perairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber 18 fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997). Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat akan sangat berkurang.Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan . Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk kedalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, 19 fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(PO4)3] bersifat tidak larut dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat diperairan (Effendi 2003). Mekanisme fosfor di laut Studi tentang sirkulasi fosfor di lingkungan perairan laut merupakan perhatian di berbagai bidang ilmu bidang ilmu. Dengan menggunakan 32P para peneliti menghasilkan kesimpulan umum bahwa bahwa konsentrasi fosfor akan berubah karena fosfor merupakan salah satu zat yang digunakan oleh fitoplankton dalam proses metabolisme. Damanhuri (1997) menyatakan bahwa kadar fosfat akan semakin tinggi dengan menurnya kedalaman. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan dalam biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi f dan bahan organik. Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan, tetapi ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses kenaikan masa air. Daur/siklus fosfor adalah proses yang tidak pernah berhenti mengenai perjalanan fosfor dari lingkungan abiotik hingga dimanfaatkan dalam proses biologis. Berbeda dengan daur hidrologi, daur karbon, dan daur nitrogen, daur fosfor tidak melalui komponen atmosfer. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (fosfor yang berikatan dengan oksigen : H2PO4- dan HPO42-). Ion fosfat banyak terdapat dalam bebatuan. Pengikisan dan pelapukan batuan membuat fosfat larut dan terbawa menuju sungai sampai laut sehingga membentuk sedimen. Sedimen ini muncul kembali ke permukaan karena adanya pergerakan dasar bumi. Ion fosfat dapat memasuki air tanah sehingga tumbuhan dapat mengambil fosfat yang terlarut melalui absorbsi yang dilakukan oleh akar. Dalam proses rantai makanan, Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya. Selanjutnya karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya. Fosfat dikeluarkan dari organisme melalui urin dan feses. Di sini para detrivor (bakteri dan jamur) mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah 20 lalu melepaskan fosfor kemudian diambil oleh tumbuhan atau mengendap. Daur fosfor mulai lagi dari sini. Siklus fosfor lebih sederhana dibandingkan dengan siklus karbon atau siklus nitrogen. Siklus fosfor tidak meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak ada gas yang mengandung fosfor secara signifikan. Selain itu, fosfor hanya ditemukan dalam satu bentuk fosfat (P043-) anorganik (pada air dan tanah) dan yang diserap oleh tumbuhan dan digunakan untuk sintesis organik. Pelapukan bebatuan secara perlahan-lahan menambah fosfat ke dalam tanah. Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor dipindahkan ke konsumen dalam bentuk organic. Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Dengan demikian, sebagian besar fosfat bersiklus ulang secara lokal di antara tanah, tumbuhan, dan konsumen atas dasar skala waktu ekologis. Fosfor sangat penting dan dibutuhkan oleh mahluk hidup tanpa adanya fosfor tidak mungkin ada organic fosfor di dalam Adenosin trifosfat (ATP) Asam Dioksiribo nukleat membutuhkan (DNA) fosfor dan untuk Asam Ribonukleat(ARN) membentuk fosfor mikroorganisme anorganik dan akan mengubahnya menjadi organic fosfor yang dibutuhkan untuk menjadi organic fosfor yang dibutuhkan, untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Hewan tingkat rendah mendapatkan fosfor sebagai fosfor anorganik atau fosfor organic. Daur fosfor terlihat akibat aliran air pada batu-batuan akan melarutkan bagian permukaan mineral termasuk fosfor akan terbawa sebagai sedimentasi ke dasar laut dan akan dikembalikan ke daratan. Burung laut mempunyai peran penting dalam proses ini, ia akan mengembalikan fosfor dalam bentuk fosfat. Perubahan dari anorganik fosfat tidak larut (insoluble) ke fosfat terlarut (soluble) merupakan aktivitas mikroorganisme yang mampu mengubah fosfor tidak larut ke fosfat terlarut dapat di ketahui dengan metoda agar dengan menambahkan glukosa dan Ca3(PO4). 21 Gambar 5. Ilustrasi Mekanisme Fosfat di Laut Fosfor muncul pada bagian yang beragam di dalam lingkungan bahari, beberapa muncul dalam bentuk susunan organik seperti protein dan gula, beberapa juga muncul dalam bentuk kalsium organik dan sebagian dalam bentuk inorganik dan partikel besi fosfat, lalu juga dalam bentuk fosfat terlarut, walaupun fosfor muncul dalam konsentrasi dibawah nitrogen, tapi pada kenyataanya fosfor dapat dengan mudah di buat atau tersedia di dalam atau tersedia di dalam zona penetrasi cahaya yang mencegah fosfor menjadi faktor pembatas di dalam produktifitas bahari. Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik, dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat 22 pada air limbah yang mengandung banyak bakteri lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih. Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relative kecil, dengan kaar yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen. Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya mathari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal istilah konsumsi berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat hidup untuk beberapa waktuselama periode kekeurangan pasokan fosfor (Effendi 2003) Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat 0.021 – 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0.051 – 0.1 mg/liter (Effendi, 2003) Pehitungan persen pada beragam bentuk fosfat di H2O, NaCl, air laut, seperti sebuah fungsi pada pH. Di laut dalam ion fosfat bentuknya lebih penting (50% pada P= 1000 bar atau 10.000 m ). H2PO4- bebas adalah lebih besar dengan persentase 49%, MgPO4-, 46%, dan 5% CaHPO4. Sementara PO43- 27% seperti MgPO4- dan 73% seperti CaPO4. 5. PENUTUP Demikianlah suatu penjelasan atau tinjauan meknisme fiksasi karbon, fiksasi nitrogen dan metabolisme fosfat di laut, sebagai suatu proses atau siklus yang perlu dipahami dalam mempelajari proses-proses dan dinamika suatu ekosistem di laut. Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 23 a. Mekanisme fiksasi karbon, fiksasi nitrogen dan metabolisme fosfat di laut merupakan salah satu siklus biogeokimia di laut sangat memegah peran penting dan menentukan kelangsungan dan dinamika hidup ekosistem di laut b. Secara ilustrasi yang digambarkan dalam siklus karbon. Nitrogen dan fosfor di laut terlihat ada yang cukup rumit (karbon dan nitrogen), tetapi juga ada yang sederhana seperti siklus fosfor. DAFTAR RUJUKAN Dwidjoseputro, 1987. Ekologi Manusia dan Lingkunghannya, Erlangga Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius Houghton, R. A. 2005. The contemporary carbon cycle. Pages 473-513 in W. H. Schlesinger, editor. Biogeochemistry. Elsevier Science. http://b0cah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=53&Itemid=40 http://biologigonz.blogspot.com/2009/12/daur-phospor.html http://free.vlsm.org/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0032%2 0Bio%201-7c.htm http://kamuspengetahuan.blogspot.com/2011/08/daur-siklus-karbon-danoksigen.html http://kamuspengetahuan.blogspot.com/2011/08/daur-siklus-nitrogen.html http://tumoutou.net/6_sem2_023/darjamuni.pdf http://www.lenntech.com/periodic/elements/n.html Hutagalung, Horas P, Deddy Setiapermana, dan Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Janzen, H. H. 2004. Carbon cycling in earth systems—a soil science perspective. In Agriculture, ecosystems and environment, 104, 399 – 417. Kimball, W. J, Biologi, (1983 : Erlangga) Odum, Eugene P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Rukaesih Ahmad, Kimia Lingkungan, (2004 : Andi) Sanusi, Harpasis. 2006. KIMIA LAUT Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan SCOPE 13 The Global Carbon Cycle 24