Uploaded by User109941

LP HIV

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KEPERAWATAN KOMPREHENSIF
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN APENDISITIS
Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Praktek Keperawatan Komprehensif
Dosen Pengampu
DISUSUN OLEH
MUHAMAD GUSTIANA SUMARDI
NIM. 344070180020
TINGKAT 3A / SEMESTER 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020/ 2021
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KOMPREHENSIF
DARING
PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LAPORAN PENDAHULUAN
1.
Definisi
Infeksi human immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquireed Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan didunia yang menjadi wabah
internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza , Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini disebabkasn
oleh virus Human Immunodefiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (
Kemenkes, 2015).
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan
tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes,
2015). Meskipun ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih
merupakan masalah kesehatan yang penting (Smeltzer dan Bare 2015). Penyebaran HIV tidak
mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan , pekerjaan, status perkawinan dan daerah
tempat tinggalnya (tanggadi, 1996 dan budiarto 1997 ).
2
Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) diesbabkan oleh Human immunodeficiency
Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termnasuk dalam keluarga lentivirus
(termasuk pula virus imunodefisiensi pada kucing, virus pada imunodefisiensi pada kera, virus
visna virus pada domba, virus anemia infeksiosa pada kuda).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara penularan,
yaitu :
1. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS
2. Ibu pada bayinya
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
5. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup
serumah dengan pederita HIV/AIDS, gigtan nyamuk, dan hubunga sosial yang lainnya.
3.
Patofisiologi
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen dan sekret
vagina. Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong retrovirus yang mempunyai materi
genetik RNA yang mampu menginfeksi limfosit CD4 (Cluster Differential Four), dengan
melakukan perubahan sesuai dengan DNA inangnya (Price & Wilson, 2006; Pasek, dkk., 2008;
Wijaya, 2010). Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat menginfeksi sel
monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe,
makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang
masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan
akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Price & Wilson, 2006; Departemen Kesehatan
RI, 2003). Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau
Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah CD4 dan peningkatan
kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun
dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam
keadaan AIDS. Viral load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal
infeksi dan pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti
timbulnya infeksi 13 oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi
neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV, rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4
turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun (Pinsky & Douglas, 2009; Corwin, 2008).
4.
Manifestasi Klinis
Menurut Zmeltser (2013) manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasranya
dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkjaitan dengan infeksai HIV dan AIDS
terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh, pembahasan
berikut ini dibatasinpada manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV berat yang paling sering
ditemukan.
a. Respiratori
Pneumonia pneumocytis carini. Gejalah napas yang pendek, sesak napas (dsipneu),
batuk-batuk, nyeri dad dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunistik seperti
yang disebabkan oleh mycobacterium avium intracelulare (MAI), sitomegalovirus
(CMV) dan legionella. Walaupun begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada
penderita AIDS adalah pneumonia pneumocyti carini (PPC) yang merupakan penyakit
oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS.
b. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan,
mual,munta,vomitus, kandidiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis. Bagi pasien
AIDS, diare dapat membawah akibat yang serius sehubungan dengan terjadinya
penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat badan), gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasis kulit perinatal, kelemahan dan ketidak
mampuan untuk nmelaksanakan kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Neurologik
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. Stadium lanjut
mencakup gangguan kognitif global kelambatan dalam respon verbal, gangguan
paraperesis spastik, psikologis, halusinasi, termor, intenkontenensia, serangan
kejang,mutisme dan kematian. ahan status mental, dan kejang-kejang. Kelemahan
neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang berhubungan dengan HIV
diperkirakan merupakan kelainan demilinisasi dengan disertai rasa nyeri serta mati ras
pada ekstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi
ortotastik dan impotensi.
d. Struktur integument
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta malignasi yang
mendampinginya, infeksi oportunistik seperti herpes zoster dan herpes simplex akan
disertai denga pembentukan vasikel nyeri yang merusak integritas kulit. Moloskum
kontagiosium merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang
disertai deformitas. Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.
5.
Klasifikasi
Klasifikasi infeksi HIV yang didasarkan pada patofisiologi penyakit seiring memburuknya
secara progresif fungsi imun
Kelas
Grup I
Kriteria
1. Infeksi akut HIV
2. Gejala
mirip
influensa,
sempurna
3. Antibodi HIV negatif
HIV asimiotik
1. Antibodi HIV positif
mereda
GrupII
2. Tidak ada indikator klinis atau
laboratorium adanya imunodefisiensi
HIV simtomatik
1. Antibodi HIV positif
Grup III
2. Limfadenopati generalisata persisten
Grup IV-A
1. Antibodi HIV positif
2. Penyakit konstitusional (demam atau
diare menetap, menurunnya BB >
10% dibandingkan berat normal
Grup IV-B
1. Sama seperti grup IV-A
2. Penyakit
neurologik
(demensia,
neuropati, mielopati)
Grup IV-C
1. Sama seperti grup IV-B
2. Hitung
limfosit
CD4+
kurang
daripada 200/µl
Grup IV-D
1. Sama seperti grup IV-C
2. Tuberkolosis paru, kanker serviks,
atau keganasan lain
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2011
6.
Farmakoterapi
Terapi ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS bertujuan untuk menghentikan replikasi dari
virus HIV, memulihkan system imun untuk mengurangi timbulnya infeksi oportunistik,
memperbaiki kualitas hidup dan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi
HIV (Nursalam & Ninuk, 2013).
a. Beberapa golongan obat ARV
Menurut Desmawati (2013) dijelaskan ada beberapa golongan dari obat ARV antara
lain yaitu :
1) Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan
RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus HIV agar bisa
replikasi). Jenis-jenis obat ARV berdasarkan nama generic :
a) Zidovudine
b) Didanosine
c) Zalzitabine
d) Stavudine
e) Lamivudine
f) Abacavir
g) Tenofovir
7.
Pemeriksaan Penunjang
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi dalam dua
kelompok yaitu :
1. Uji Imunologi
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan digunakan
sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau enzyme – linked
immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat (rapid test). Uji Western blot
atau indirect immunofluorescence assay (IFA) digunakan untuk memperkuat hasil
reaktif dari test krining.
Deteksi antibodi HIV
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV. ELISA
dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang sama, dan
hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect Immunofluorescence
Assays). Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes konfirmasi lanjutan,
walaupun pada pasien yang terinfeksi pada masa jendela (window period), tetapi harus
ditindak lanjuti dengan dilakukan uji virologi pada tanggal berikutnya. Hasil negatif
palsu dapat terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi belum mengeluarkan
antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi, termasuk
semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu
dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita
hamil, dan transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu
yang terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia
kurang dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak
dianggap mengidap HIV-1.
Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi terhadap HIV-1.
Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel, imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau
imunokromatografi. ELISA tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid
tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.
Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes sebagai
hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan antibodi yang
melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik). Western blot dilakukan
hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil
negative Western blot menunjukkanbahwa hasil positif ELISA atau rapid tes
dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV-1.
Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1 pada individu
dengan usia lebih dari 18 bulan
Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan sedikit
lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel dengan penambahan fluorokrom
dan akan berikatan pada antibodi HIV jika berada pada sampel. Jika slide menunjukkan
fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan
antibodi HIV-1.
Penurunan sistem imun
Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+ T limfosit, sebagian besar sel
target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah terbukti dapat dipakai
sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap
selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100
sel/tahun.
2. Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes amplifikasi asam
nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk menemukan asam nukleat
HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk komponen virus (seperti uji untuk
protein kapsid virus (antigen p24))
Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam plasma dan
sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan menguji cairan
supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse transcriptase virus atau
untuk antigen spesifik virus.
NAAT HIV-1 (Nucleic Acid Amplification Test)
Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk diagnosis
pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus mungkin berada dalam
jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian RNA dan DNA virus dengan
amplifikasi PCR, menggunakan metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV1. Level RNA HIV merupakan petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan
menjadi alat bantu yang bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.
Uji antigen p24
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam keadaan
bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada umumnya uji antigen
p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang
sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan
untuk memisahkan antigen p24 dari antibodi anti-p24 (Read, 2007).
8.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara
pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewar preparat antivirus, dan penguatan serta
pemulihan sistem imun melalui pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat
menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencangkup malnutrisi, kerusakan kulit,
kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai
berikut :
1. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV infeksi Infeksi umum
trimetroprime-sulfametokazol,
yang disebut pula TMPSMZ (Bactrim,septra),
merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada pasien-pasien dengan fungsi
gastrointerstinal yang normal tidak memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS
yang diobati dengan TMP-SMZ dapat mengalami efekyang merugikan dengan insiden
tinggi yang tidak lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia
dengan ganggua fungsi renal. Pentamidin, suatu obat anti protozoa, digunakan sebagai
preparat alternatif untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika
pasien tidak memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ,
petugas kesehatan dapat merekomendasikan pentamidin.
2. Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit karena sangat beragamnya gejala dan
sistem organ yang terkena.Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan
memperkecil ukuranlesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang berkaitan
dengan edema serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi
mukosa serta organ viseral. Hinngga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya
berupa ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan Vinkristin).
3. Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui oleh FDA untuk
pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; Zidovudin, Dideoksinosin ,
dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve
transcriptase virus dan mencegah virus reproduksi virus HIV dengan cara meniru salah
satu substansi molekuler yang digunakan Poltekkes Kemenkes Padang virus tersebut
untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah
komponen struktural rantai DNA, produksi virus yang baru akan dihambat.
9.
Komplikasi
Menurut Budhy (2017) komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah system
kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan terserang banyak infeksi dan jenis kanker tertentu.
Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain :.
1. Tuberkulosis (TB).
Komplikasi HIV dan AIDS bisa memicu terjadinya PCP. Infeksi jamur ini bisa
menyebabkan penyakit parah. Di Amerika Serikat, PCP masih menjadi penyebab
pneumonia paling umum pada orang yang terinfeksi HIV.
2. Sitomegalovirus
Herpes yang ditularkan melalui cairan tubuh. Jika kekebalan tubuh melemah virus
muncul kembali, menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru
atau organ tubuh lainnya
3. Kandidiasis
Infeksi yang berhubungan dengan HIV menyebabkan radang dan lapisan putih tebal
diselaput lendir mulut, lidah , kerongkongan dan vagina..
4. Meningitis kriptokokal
Pembengkakan selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang
(meninges). Meningitis kriptokokal adalah infeksi system saraf pusat yang umum yang
terkait dengan HIV disebabkan oleh jamur..
5. Toksoplasmosis
6. Kriptosporidiosis
Infeksi yang disebabkan oleh parasit usus yang biasa ditemukan pada hewan.
Kriptosporidiosis bisa masuk kedalam tubuh seseorang ketika menelan makanan yang
terkontaminasi. Parasite tumbuh di usus dan saluran empedu yang dapat menyebabkan
diare kronis yang parah pada pasien dengan AIDS
7. Kanker
8. Sindroma wasting
Kehilangan setidaknya 10% berat badan sering disertai diare, kelemahan kronis dan
demam.
9. Komplikasi neurologis
AIDS tampak tidak menginfeksi sel-sel saraf, hal itu dapat menyebabkan gejala
neurologis seperti kebingungan, kelupaan, depresi, kegelisahan dan kesulitan berjalan.
Komplikasi neurologis yang umum adalah kompleks dimensia AIDS yang
menyebabkan perubahan perilaku dan berkurangnya fungsi mental.
10. Penyakit ginjal
HIV terkait nefropati (HIVAN) adalah radang filter kecil di ginjal yang menghilangkan
kelebihan cairan dan limbah dari aliran darah, serta meneruskannya ke urin. Akibat
predisposisi genetik, resiko pengembangan HIV/AIDS jauh lebih tinggi pada orang
kulit hitam.
10.
Diet / Nutrisi
Ada 13 syarat diet menurut Ninuk & Nursalam (2013) pada pasien HIV/AIDS yang bertujuan
untuk mengatur pemenuhan nutrisi yaitu :
1. Kebutuhan gizi ditambah 10-25% lebih banyak dari kebutuhan minimum yang disarankan.
2. Makanan diberikan dalam porsi kecil tetapi teratur.
3. Makanan disesuaikan dengan penyakit infeksi yang menyertai.
4. Mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran dalam bentuk jus.
5. Mengkonsumsi susu sapi atau susu kedelai setiap hari, disarankan susu rendah lemak dan
sudah dipasteurisasi.
6. Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi.
7. Makanan harus bersih dari zat kimia dan pestisida. 8. Untuk pasien dengan terapi ARV
pemberian makanan disesuaikan dengan jadwal minum obat, yang dimana ada obat yang harus
diminum saat lambung sedang kosong, lambung sedang penuh atau harus diberikan bersama
dengan makanan.
9. Hindari makanan yang dapat merangsang penciuman untuk mencegah timbulnya mual.
10. Jika terdapat gangguan pencernaan hindari mengkonsumsi makanan yang tinggi serat dan
makanan lunak atau cair.
11. Jika mengalami diare konsumsi makanan rendah laktosa dan lemak.
12. Berikan diet sesuai dengan infeksi yang menyertai (TB, diare, sarcoma, kandidiasis oral).
13. Hindari merokok konsumsi alcohol dan kafein.
11.
Pengkajian Keperawatan
a) Identitas klien dan keluarga
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,agama,pekerjaan, alamat,suku
bangsa, tanggal MRS,tanggal pengkajian,no registrasi
2. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama,jenis kelamin,alamat,pekerjaan,hubungan dengan klien
b) Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien, terlihat lemah dan
pucat, batuk lebih dari 2 minggu, nafsu makan berkurang dan terdapat stomatitis
dimulut. Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan merasakan demam dan diare
terus menerus (Katiandagho, 2015).
2. Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat perjalanan penyakit yang dialami pasien
mulai awal timbul gejala dirumah hingga upaya pengobatan dirumah sampai
pasien dibawa kerumah sakit dan dijelaskan keluhan pasien saat dirumah sakit.
Biasanya pasien mengeluh hipoksia, sesak nafas, jari tabuh, limfadenopati
(Jauhar & Bararah, 2013).
3.
Riwayat kesehatan dahulu : Pada pasien HIV/AIDS dikaji riwayat pernah
dirawat dirumah sakit dengan penyakit berbeda atau sama sebelumnya.
Sebelumnyapasien
mengeluh
mengalami
penurunan
BB
lebih
dari
10%,demam,dan batuk dengan waktu yang cukup lama. (Jauhar & Bararah,
2013). Kaji riwayat pengobatan pemberian obat ARV terdiri atas beberapa
golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nucleotide reverse
transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan
inhibitor protease (Yulrina & Lusiana, 2015).
4. Riwayat kesehatan keluarga : Pada pasien HIV/AIDS perlu dikaji apakah
keluarga mempunyai penyakit HIV sama dengan pasien. Perlu dikaji juga
penyakit TBC yang dapat menular ke pasien dan menyebabkan pasien terkena
TB. Kaji juga riwayat penyakit hepatitis dan DM. Biasanya penyakit HIV di
tularkan dari ibu ke anaknya (Jauhar & Bararah, 2013)
5. Riwayat psikososial
Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapat. Isolasi dan kesepian terjadi perubahan pada
interaksi keluarga atau orang tedekat. Aktivitas yang tidak terorganisasi,
perubahan penyusunan tujuan (Desmawati, 2013). Persepsi pasien tentang
kondisi yang dialami berbeda-beda beberapa pasien HIV/AIDS memiliki
pengetahuan tentang kondisinya dan melakukan kegiatan yang menunjang
peningkatan daya tahan tubuh dengan tidur teratur makan seimbang dan
konsumsi ARV rutin yang 49 dipengaruhi oleh strategi koping terhadap respon
psikologis masingmasing pasien (Nursalam & Ninuk, 2013).
c) Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
Pemeriksaan fisik pada pasien HIV/AIDS menurut Desmawati (2013) sebagai berikut :
1) Keadaan umum
Meliputi keadaan umum klien ditemukan pasien tampak lemah, kesadaran
composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan kesadaran apatis, somnolen,
stupor sampai koma. Pemeriksaan TTV, Tekanan darah normal, nadi takikardia,
frekuensi pernafasan meningkat, dan suhu meningkat.
2) Mata
Terjadi perubahan ketajaman pada penglihatan. Konjungtiva anemis.
3) Hidung
Terjadi pernafasan cuping hidung.
4) Telinga
Auditorius kurang bersih akibat penyebaran penyakit.
5) Mulut
Terdapat lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna,
bibir terlihat pucat/ sianosis. Kesehatan gigi atau gusi yang buruk.
6) Leher
Tekanan vena jugularis tidak meninggi, pada kelenjar tiroid biasanya ada
pembesaran dan timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe.
7) Thorak
Paru-paru Pergerakan dada simetris, nafas pendek dan progresif, takipneu, dan
perubahan bunyi nafas adventisius.
8) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, peristaltic usus meningkat >25x/menit akibat virus
yang menyerang usus. Nyeri tekan pada abdomen.
9) Ekstremitas
Terjadi kelemahan pada otot, menurunnya massa otot dan tremor, kebas,
kesemutan pada ekstermitas dan terdapat pembengkakan pada sendi.
10) Integritas kulit
Warna kulit terlihat pucat dan terdapat bintik-bintik yang gatal. Turgor kulit
menurun, akral teraba hangat jika teraba dingin waspada terjadi syok. CRT
(Capilary Refil Time) > 2 detik. Perubahan integritas kulit (ruam, perubahan
warna, mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya).
11) Genetalia
Adanya lesi atau abses rektal, perianal. Terdapat juga herpes, kutil kelamin dan
pada anus terjadi peradangan gatal dan terdapat bercak atau bintik.
12.
Masalah Keperawatan, Hasil yang Dicapai, Intervensi Keperawatan, Rasional
Masalah keperawatan:
a) Nyeri Akut
b) Defisit Nutrisi
Intervensi Keperawatan :
No
1
Masalah
Tujuan dan
Intervensi
Keperawatan
Kriteria hasil
Keperawatan
Nyeri Akut
Tingkat Nyeri menurun setelah
Manajemenjalan Nyeri
dilakukan tindakan asuhan
Observasi
keperawatan selama 2 x 24 jam,

dengan kriteria hasil:
-
Keluhan nyeri menurun
-
Meringis menurun
-
Gelisah menurun
Identifikasi
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri

Identifikasi skala nyeri

Identifikasi
respons
yang non verbal

Identifikasi faktor yang
memperberat
dan
memperingan nyeri

Identifikasi
dan
keyakinan
pengetahuan
tentang nyeri

Identifikasi
pengaruh
nyeri terhadap kualitas
hidup

Monitor
terapi
keberhasilan
komplementer
yang sudah diberikan

Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Teraupetik




Berikan teknik
norfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kontrol
lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
Fasilitasi istirahat dan
tidur
Pertimbangkan
jenis
dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
analgetik
2
Ansietas
Rasa nyaman menurun setelah
dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam,
dengan kriteria hasil:
-
Terapi rileksasi
-
rileksasi yang pernah
efektif dilakukan
Keluhan susah tidur
menurun
Identifikasi teknik
-
Monitor repons
terhadap terapi rileksasi
Teraupetik
-
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
-
Gunakan pakaian
longgar
-
Gunakan nada suara
lambat dan berirama
-
Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain
Edukasi
-
Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi.
-
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
-
Anjurkan mengambil
posisi nyaman
-
Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
-
Demonstrasikan dan
latih teknik relaksai
yang dipilih(misalnya :
napas dalam,
peregangan otot, atau
imajinasi terbimbing).
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Download