BAB I PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN PERANAN ACARA AGAMA HINDU KAHARINGAN A. Pengertian Acara Agama Hindu Kaharingan Orang akan dapat memahami ajaran agama Hindu Kaharingan dengan baik dan benar jika ia mempelajari secara utuh Hindu Kaharingan dengan kacamata atau sudut pandang pada ajaran Hindu Kaharingan itu sendiri atau dengan kata lain dengan tidak membandingkan atau mencari kesamaan dengan ajaran lainnya. Agama Hindu Kaharingan juga sebagaimana agama-agama lain yang memiliki identitas yang merupakan ciri khas yang membedakannya dari agama lain. Salah satu yang paling menonjol adalah adanya bermacam-macam atau keberagaman dalam penampilan atau pelaksanaan hidup keberagamaannya, misalnya dari segi pelaksanaan upacara dan sarana upacaranya. Yang merupakan penampilan atau kulit luar pelaksanaan agama Hindu Kaharingan yaitu Upacara atau yang sering disebut dengan Acara Agama Hindu Kaharingan. Acara Agama Hindu Kaharingan adalah tradisi-tradisi atau kebiasaan yang bersumber pada kaidah-kaidah hukum yang ajeg baik yang berasal dari sumber tertulis (Kitab Panaturan, talatah upacara dan lunas upacara) maupun yang tidak tertulis maupun berdasarkan tradisi setempat yang turun temurun sejak nenek moyang umat Hindu Kaharingan. Kata acara dalam kaitannya dengan kata acara agama Hindu Kaharingan adalah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta. Menurut kamus Sansekerta An 1 English Dictionary Karangan Sir Moonier Williwems, kata acara diartikan antara lain sebagai berikut : 1) Perbuatan atau tingkah laku yang baik 2) Adat istiadat 3) Tradisi atau kebiasaan yang merupakan tingkah laku manusia baik perorangan maupun kelompok masyarakat yang didasarkan atas kaidah-kaidah hukum yang ajeg Jadi acara pada prinsipnya adalah tradisi keberagamaan Hindu Kaharingan, namun sekalipun acara itu adalah suatu kebiasaan atau tradisi, tidaklah berarti kalau setiap tradisi itu acara. Dengan demikian yang dimaksud dalam Acara Agama Hindu Kaharingan adalah menjadi identitas agama Hindu Kaharingan itu sendiri, dimana agama menyatu dengan adat istiadat dan budaya setempat. Acara juga berarti kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama atau dharma. Dalam acara terkandung ciri-ciri sebagai berikut : 1. Aturan (tertulis ataupun tidak tertulis) 2. Tingkah laku yang diatur (perbuatan perorangan) maupun masyarakat atau negara yang selaras dengan ajaran agama 3. Mempunyai nilai moral dan kepercayaan 4. Diikuti dan dipatuhi oleh sebagian besar dari masyarakat 5. Ada unsur turun temurun sebagai kebiasan. Acara agama memiliki makna konotatif tradisi sebagai berikut : 2 1. Sastra Acara artinya suatu tradisi acara agama Hindu Kaharingan yang bersumber pada kitab suci Panaturan yang memberikan jiwa atau nafas pada pustaka-pustaka suci agama Hindu Kaharingan. 2. Desa Acara artinya tradisi acara agama Hindu Kaharingan yang telah menjadi tradisi desa yang berlaku dalam suatu wilayah desa tertentu. Tradisi ini bersifat lokal, sehingga antara satu desa dengan desa yang lain tradisinya tidak sama karena masing-masing desa mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda. 3. Loka Acara artinya tradisi agama Hindu Kaharingan yang berlaku secara umum dalam suatu wilayah tertentu. 4. Kuna Acara artinya tradisi agama Hindu Kaharingan yang bersifat turun temurun yang diikuti secara terus menerus sejak lama. Orang merasa takut untuk melanggarnya karena tidak tau dan tidak ingat lagi sejak kapan tradisi itu mulai ada, sepanjang itu diikuti, maka akan tetap dilestarikan 5. Kula Acara artinya tradisi agama Hindu Kaharingan yang berlaku bagi kelompok keluarga tertentu dan lainnya, yang berkaitan dengan sejarah kehidupan keluarga. 6. Sista Acara artinya kebiasaan orang yang telah mencapai tingkat kesucian seperti kebiasaan yang berlaku diantara kelompok yang telah menerima diksa. B. Ruang Lingkup Acara Agama Hindu Kaharingan 3 Acara Agama Hindu Kaharingan terbagi atas beberapa jenis yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu Acara Agama Hindu Kaharingan yang berkaitan dengan kelahiran, kehidupan dan kematian. Adapun jenis-jenis acara yang dilaksanakan dalam prosesi kelahiran, yaitu semenjak dalam kandungan sampai lahir adalah sebagai berikut : 1. Upacara Tiga Bulanan (Paleteng Kalangkang Sawang) 2. Upacara Tujuh Bulanan (Nyaki Ehet) 3. Upacara Sembilan Bulanan (Mangkang Kahang Badak) 4. Upacara Palas Bidan 5. Upacaran Pemberian Nama (Nahunan) Adapun jenis-jenis acara yang dilaksnakan dalam pada masa kehidupan sangat banyak sekali, yang mana upacara-upacara itu media umat Hindu Kaharingan untuk memohon kepada Ranying Hatalla Langit dan para manifestasinya. Adapun acara-acara yang sering dilaksanakan yaitu : 1. Upacara perkawinan 2. Basarah 3. Pakanan Sahur 4. Upacara manajah antang 5. Manenung 6. Mamapas lewu 7. Nyadiri 8. Balian balaku untung 9. Manyanggar 10. Balian Mambuhul Nangkaje Andau dan Balian lainnya tergantung tujuan pelaksanaan upacara. Sedangkan untuk upacara-upacara yang berkaitan dengan kematian terdiri dari : 4 1. Upacara pemakaman/penguburan 2. Balian Tantulak Ambun Rutas Matei/Nyorat 3. Upacara Tiwah/Wara/Ijambe C. Peranan Acara Agama Hindu Kaharingan Pelaksanaan suatu agama yang merupakan titik tolak dari kepercayaan manusia kepada Tuhan tidak lepas dari pada kepercayaan agama tersebut kepada ajaran ketuhanannya. Cara pandang dan mempelajari tentang ke-Tuhanan pada semua agama tidak sama, meskipun semuanya mengakui hanya ada satu tuhan. Demikian juga halnya dalam pelaksanaan keberagamaan masing-masing agama memiliki perbeda termasuk juga dalam agama Hindu Kaharingan. Dalam agama Hindu mengenal Tri Kerangka Dasar agama yang terdiri dari Tattwa, Etika dan Upacara. Pelakasanaan upacara inilah yang membedakan antara agama Hindu Kaharingan dengan agama lain karena agama Hindu Kaharingan selain menghubungkan diri dengan Tuhan dengan jalan menerapkan ajaran Tattwa dan Etika juga lebih dominan dalam pelaksanaan acara-acara ritual. Sehingga dengan kata lain peranan dari acara agama Hindu Kaharingan adalah sebagai salah satu jalan bagi umat Hindu Kaharingan untuk memohon keselamatan, kebahagiaan, kesuksesan dan ungkapan syukur serta terima kasih kepada Ranying Hatalla Langit beserta manifestasinya. 5 BAB II ORANG SUCI/ROHANIAWAN HINDU KAHARINGAN (BASIR/PISOR/KANDONG,DLL) A. Pengertian Orang Suci Orang suci adalah orang-orang yang diberikan kemampuan lebih atau bakat alami sebagai penerima ajaran-ajaran suci Tuhan (ajaran agama) sekaligus kemudian menjadi mediator antara manusia dengan Tuhan beserta para malaikatnya. Basir/Pisor adalah sebutan rohaniawan umat Hindu Kaharingan yang memiliki kedudukan terhormat karena tugas dalam melaksanakan upacara ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Istilah Basir digunakan oleh umat Hindu Kaharingan di daerah Kapuas dan Kahayan sedangkan untuk istilah Pisor adalah untuk daerah Katingan. Sementara untuk daerah Kobar, Sukamara dan Lamandau disebut dengan Dukun. Sedangkan untuk daerah Barito disebut dengan Basi, Kandong dan lainnya. Selama upacara Tiwah berlangsung, ulama atau dalam bahasa agama Hindu Kaharingan disebut Basir/Pisor/Basi, memainkan peran sentral. Pada saat puncak upacara misalnya, adalah pembacaan mantra-mantra oleh Basir. Bukan sembarang Basir yang memimpin, melainkan Basir utama atau yang disebut dengan Basir Duhung Handepang Telun yang memiliki kemampuan lebih dan dipercayalah yang memimpin jalannya upacara. Selain mengantarkan para arwah yang diTiwahkan dengan mantra-mantranya menuju Lewu Tatau (alam keabadian) para Basir juga akan menceritakan proses awal kehidupan manusia. 6 Tidak semua orang bisa menjadi Basir ataupun Pisor, karena memiliki syarat-syarat tertentu dan mempunyai garis keturunan yang turun temurun. Basir/Pisor melaksanakan tugas maupun fungsinya sesuai dengan ajaran yang telah mereka pelajari atau pada saat mereka berguru, sehingga pelaksanaan upacara ritual kelihatannya berbeda-beda, namun tujuannya adalah sama. Seorang Basir wajib bisa bahasa Sangiang karena semua mantra-mantra yang diucapkankan oleh seorang Basir pada saat upacara menggunakan bahasa Sangiang. Basir mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan ritual agama Hindu Kaharingan sesuai dengan kelompok tugasnya masing-masing, misalnya pada saat Balian yang bertugas adalah Basir Upu, Basir Pendamping dan Basir Pengapit. Sedangkan pada saat Pahanteran Liau yang memimpin upacara tersebut adalah Basir Duhung Handepang Telun atau Pisor sebagai Tukang Hanteran. Basir adalah mediator dan komunikator manusia dengan Yang Maha Kuasa dan mahluk lain yang keberadaannya tidak terlihat oleh mata jasmani. Pada zaman dahulu Basir adalah perempuan namun karena perkembangan, maka pada masa sekarang Basir kebanyakan laki-laki. Pada awalnya Basir laki-laki ini seorang yang bersifat dan bertingkah laku seperti perempuan, namun pada masa sekarang sudah tidak berlaku lagi. Dalam dunia spiritual Basir memiliki kemampuan lebih, dalam hal pengobatan, khususnya penyembuhan penyakit yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mistik. Basir berkaitan erat dengan agama Hindu Kaharingan, karena Basir merupakan rohaniawan yang paling berperan dalam kehidupan umat Hindu Kaharingan daam pelaksanaan berbagai upacara keagamaan. 7 Basir memiliki beberapa tingkat kemampuan, yang pertama adalah Basir Pengapit atau masih Basir pemula yang bertugas mengiringi Basir Upu dalam melaksanakan Balian, kemudian Basir Pendamping satu tingkat di atas Basir Pengapit juga bertugas dalam mendampingi dan mengiringi Basir Upu dalam melaksanakan upacara Balian. Tingkat selanjutnya adalah Basir Upu yang bertugas memimpin upacara Balian, termasuk dalam upacara Tiwah terkecuali dalam hal upacara Kanjan Pahi (tarian pelepasan bagi para janda dan duda) dan Pahanteran Liau (mengantarkan roh yang diTiwahkan ke sorga) B. Peranan Orang Suci Basir/pisor memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan keberagamaan masyarakat Hindu Kaharingan, khususnya dalam pelaksanaan berbagai ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu Kaharingan. Basir berfungsi sesuai dengan tingkat kemampuannya, misalnya untuk pelaksanaan upacara Balian maka yang berperan adalah para Basir Upu, Pendamping Dan Pengapit, sedangkan untuk upacara Pahanteran Liau pada saat upacara Tiwah yang berwenang melaksanakannya adalah Basir Duhung Handepang Telun atau Pisor sebagai Tukang Hanteran. Jadi peranan Basir Duhung Handepang Telun atau Pisor adalah suatu keterlibatan dalam melaksanakan suatu tugas dalam memimpin upacara Tiwah sebagai Tukang Hanteran Liau Balawang Panjang dan Liau Karahang Tulang. Basir Duhung Handepang Telun ini memiliki pengetahuan yang sudah mahir 8 dalam pelaksanaan semua ritual agama Hindu Kaharingan dan melebihi dari Basir Upu, Basir Pengapit Dan Basir Pendamping. Duhung Handepang Telun/Pisor adalah rohaniawan yang melaksanakan upacara Tiwah bersama dengan Basir Upu, Basir Pengapit dan Pendamping. Basir Handepang Telun berperan sebagai Tukang Hanteran yang menggunakan pakaian kebesaran seperti Raja Pampulau Hawun, Randin Talampe Batanduk Tunggal pada saat melaksanakan Tiwah Suntu di Batu Nindan Tarung Kereng Angkar Bantilung Nyaring. Tugas seseorang Basir Duhung Handepang Telun secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) sebagai berukut : 1. Berperan memberikan tuntunan dan bimbingan kepada umat 2. Bertugas melayani umat dalam melaksanakan upacara ritual. Adapun tentang tingkatan-tingkatan Basir terdiri dari : 1. Basir Upu, bertugas sebagai pemandu upacara (pengucapan mantra-manta suci dalam upacara). Basir Upu adalah Basir yang memimpin pelaksanaan upacara Balian, Basir yang dapat memberikan petunjuk dalam persiapan dan pelaksanaan upacara baik kepada anggota upacara, maupun Basir-basir lainnya yang berada dibawah Basir Upu yang ikut serta dalam pelaksanaan upacara tersebut. 2. Basir Pengapit, adalah Basir yang membantu Basir Upu. Basir Pengapit ini terbagi menjadi dua, yaitu sisi kanan dan di sisi kiri dari Basir Upu. Basir Pengapit berperan jika Basir Upu berhalangan dalam melaksanakan tugasnya, maka Basir Pengapit dapat menggantikan Basir Upu sesuai dengan petunjuk 9 yang telah diberikan oleh Basir Upu tersebut. Basir Pengapit bersama dengan Basir Pendamping bersama-sama mengiringi Basir Upu dalam merapalkan mantra-mantra dalam upacara Balian yang dilaksanakan selama upacara. 3. Basir Pendamping, adalah Basir yang membantu Basir Upu. Basir Pendamping ini juga berfungsi sama dengan Basir Pengapit, namun posisinya berada di bagian paling ujung. 4. Basir Duhung Handepang Telun (Pahanteran), adalah Basir yang bertugas mengantarkan arwah orang yang meninggal menggunakan Lanting Samben atau Mariaran Lanting Samben menuju Lewu Tatau. Pada saat melaksanakan Pahanteran Liau (mengantarkan arwah yang meninggal) Basir Duhung Handepang Telun menggunakan Sangiang Rawing Tempun Telun (Malaikat Ranying Hatala/Tuhan). C. Persyaratan Belajar Menjadi Basir Duhung Handepang Telun Persyaratan secara mental dan spiritual yang harus dimiliki jika seseorang ingin menjadi Basir/Pisor adalah : 1. Seseorang yang dapat mengendalikan diri, sikap dan memiliki perilaku yang baik 2. Menguasai bahasa Sangiang dengan baik. 3. Beragama Hindu Kaharingan 4. Sudah ditobatkan/dikokohkan oleh Sangiang melalui Balian atau yang dikenal dengan ritual Batiwu dalam masyarakat Kapuas. 10 Adapun persyaratan pokok yang harus disiapkan jika seseorang ingin belajar menjadi Basir/Pisor adalah sebagai berikut : 1. Pakaian sepasang (Sinde Mendeng) untuk basir/guru yang mengajarkan berbagai macam cara untuk melindungi dari pengaruh yang tidak baik 2. Lilis Lamiang 1 pucuk untuk memberikan semangat bagi guru yang mengajar maupun kepada murid yang sedang belajar agar semangatnya seperti cahaya lamiang tidak akan pernah luntur meskipun diasah sampai habis dan lamiang juga mempunyai kekuatan penangkal dari pengeruh yang bersifat jahat. 3. Emas sekiping (2,700 mg) untuk memberikan cahaya yang terang agar pikiran dan semangat guru atau murid yang belajar menjadi pandai, cerdas dn mudah memahami pelajaran yang diberikan oleh gurunyan sesuai dengan apa yang dipelajari sebenarnya. 4. Imbalan jasa tergantung pada kesepakatan. Beberapa syarat tersebut di atas adalah syarat minimal, karena tergantung lagi dengan guru masing-masing tempat belajar para calon Basir. 11 BAB III TEMPAT SUCI A. Pengertian Tempat Suci Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Tuhan beserta aspek-aspeknya. Di Tanah Hindu, banyak Bangunan yang didedikasikan untuk para malaikat suci Ranying Hatala/Tuhan, Setiap tempat suci ini menitikberatkan pemujaannya terhadap malaikat suci Ranying Hatala tertentu. termasuk memuja Sahur Parapah sebagai malaikat suci Tuhan untuk melindungi umat manusia. Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempattempat yang dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di kawasan perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk. Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai belahan dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada pengertian “Rumah pemujaan kepada Tuhan”. Setiap agama di dunia ini pasti mempunyai tempat suci untuk beribadah. Banyak tempat beribadah di bangun untuk di buat memuja Tuhan. Balai Basarah merupakan tempat suci bagi Umat Hindu Kaharingan. Tempat suci merupakan tempat yang yang disakralkan dan diyakini memiliki pibrasi kesucian. Tempat 12 suci merupakan tempat untuk menghubungkan diri dengan Tuhan beserta manifestasinya. Tempat yang disucikan karena tempat-tempat yang digunakan tersebut dibangun diadakan upacara pensucian. Tempat suci merupakan tempat pemujaan yang alami yang ada di alam karena memiliki vibrasi kecucian yang kuat. Selain Balai Basarah umat Hindu Kaharingan juga memiliki beberapa tempat yang disucikan yang digunakan untuk menghubungkan diri kepada Tuhan dan manifestasi beliau serta para leluhur. Karena tempat suci dalam Hindu tidak hanya sekedar rumah ibadah tetapi dapat merupakan tempat-tempat yang memiliki vibrasi kesucian secara alami maupun tempat-tempat yang disucikan dengan upacara keagamaan untuk menstanakan Tuhan beserta manifestasi beliau. Beberapa contoh tempat suci Hindu Kaharingan seperti Balai Antang, Keramat, Sandung, Paseban dll. B. Jenis-Jenis Tempat Suci Hindu Kaharingan Selain Balai Basarah Hindu Kaharingan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu Kaharingan juga ada beberapa tempat suci atau yang disucikan untuk menstanakan roh-roh leluhur maupun manifestasi Ranying Hatala yang diyakini kemahakuasaannya melebihi kekuasaan manusia itu sendiri. seperti Pasah Patahu, Keramat, Balai Antang, Sandung dll 13 1. Balai Basarah Kaharingan Balai Basarah Hindu Kaharingan adalah tempat suci umat Hindu dari Kaharingan. Bentuk hampir mirip bangunan rumah, dan di ruangan diletakkan sebuah tiang yang besar sebagai penyangga atau pun bisa juga tanpa tiang tengah menyesuaikan desain yang dibuat. Atapnya bersusun tiga sampai tujuh, semakin keatas semakin kecil. Fungsi Balai Kaharingan adalah untuk menstanakan Hyang Widhi dengan berbagai manifestasinya. Balai Kaharingan dibangun ditengah-tengah wilayah masyarakat atau pada tempat yang mudah dijangkau oleh umat Hindu Kaharingan untuk melaksanakan persembahyangan. Tempat suci bagi umat Hindu kaharingan disebut dengan Balai Basarah atau ada juga yang menyebutnya Rahan. Seperti yang telah dilaporkan Becker (1849; 434-435) dalam (Mahin, ……..)bahwa pada abad pertengahan ke-19 tidak ada rumah ibadah pada masyarakat Kaharingan. Pada saat upacara Tiwah, yaitu upacara kematian tingkat terkahir, memang terdapat satu bangunan temporer yang dalam bahasa Sangiang disebut Balai Palangka Nahalambang Tambun, Salibayung Antang Nakuluk Tingang, Tau Nganderang Mapan Balambang Pantai Danum Sangiang. Balai tersebut digunakan oleh Basir Handepang Telun untuk melaksanakan ritual-ritual Kaharingan seperti Hanteran. Pemikiran tentang pentingnya rumah ibadah muncul seiring dengan munculnya organisasi Kaharingan dan semakin kuat ketika ditetapkannya 14 ibadah rutin setiap minggu pada tahun 1972. Pada rapat ke dua SKDI tanggal 22 Juli 1952 di Pahandut, sudah dibicarakan tentang pembangunan Balai Kaharingan di desa Tangkahen. Dalam notoluensi rapat dicatat bahwa utusan dari Tewang Pajangan mengusulkan agar di Tangkahen sebagai tempat kedudukan dewan Pimpinan Pusat (DPP) SKDI didirikan “Balai Kaharingan”. Usul itu diterima, malah sudah dimulai dengan sokongan dana dari cabang SKDI yang besarnya ditentukan oleh DPP. Namun sayang tidak ada informasi lengkap apakah Balai Kaharingan yang didirikan itu sebagai tempat ibadah atau tempat rapat dan melakukan persidangan adat (Basara) Pada masa Dewan Besar Agama Kaharingan (DEBAK) yaitu tahun 60-an telah berdiri Balai Kaharingan, namun belum berfungsi sebagai tempat ibadah rutin seperti yang terjadi pada masa kini, tetapi sudah dipakai untuk mengadakan Balian, pesta dan pertunjukkan seni tari. Pada tahun 1972 pengurus SKDI telah merancang semacam sketsa prototipe bangunan Balai Basarah yang disebut dengan Balai Kaharingan. Pada masa sekarang bentuk Balai bervariasi, ada yang berbentuk rumah biasa tanpa atribut hanya dengan papan nama yang menunjukkan Balai ibadah Kaharingan. Ada juga di bagian atapnya menggunakan ornament Batang Haring atau pohon kehidupan maupun burung Enggang sehingga orang tahu itu rumah ibadah. Bentuk atap bangunan yang sekarang adalah bertingkap-tingkap susun tujuh yang melambangkan alam atas yang dalam 15 mitos suci dituturkan terdiri atas tuju lapisan dimanan lapisan teratas adalah tempat Ranying Hatala. 2. Balai Antang Balai Antang adalah tempat yang disucikan umat Hindu dari Kaharingan. Balai Antang ini dibuat dari kayu yang dirangkai sehingga bentuknya mirip dengan pelangkiran di Bali. Balai Antang dibangun tepat di atas pintu masuk rumah karena pintu merupakan pintu masuk dan keluarnya kita, demikian juga halnya dengan para Sahur Parapah (Malaikat Pelindung) atau leluhur, mereka akan turun melalui Balai Antang. Karena di Balai Antang yang menunggunya adalah Bawi Nyalintir Tarung, Kabine Bina Anjur Siru atau roh/Ganan rumah itu sendiri. Balai Antang ini merupakan sebuah tempat menstanakan Sahur Parapah atau leluhur berbentuk Antang (Bukan burung elang yang biasa, namun burung elang Gaib) yang mempunyai kekuatan gaib (sakti) yang diberikan oleh Ranying Hatala/Tuhan Yang Maha esa untuk melindungi dan memberikan petunjuk-petunjuk bagi umat Hindu Kaharingan yang percaya. Fungsi Balai Antang merupakan tempat meletakkan sesajen ketika umat melaksanakan upacara di rumah untuk para Sahur Parapah/Malaikat Suci Ranying Hatala yang merupakan pelindung keluarga sekaligus yang dapat memberikan petunujuk. Sebelum Sahur Parapah tadi diundang untuk menerima persembahan pokok yang disediakan di atas Apar atau yang di 16 tempat pusat upacara terlebih dahulu disampaikan lewat mantra Tawur tentang keberadaan sesajen yang di Balai Antang. Selain itu sesajen yang di Balai Antang juga dipersembahkan bagi manifestasi Ranying Hatala/Tuhan Yang Maha Esa (Sahur Parapah) yang bukan pokok tempat keluarga tersebut memohon perlindungan serta sesajen tersebut juga dipersembahkan bagi manifestasi yang lewat tempat upacara tersebut. Balai Antang biasanya dinamakan dalam sebutan sehari-hari karena khusus sebagai tempat Antang (Roh suci berwujud Antang Gaib, bukan burung elang biasa) menerima makanannya. Sedangkan setelah Balai Antang berisi sesajen, maka tidak lagi disebut dengan Balai Antang dan perubahan Tandak (sebutannya) menjadi : 1. Balai Lampar Bunu Salibilap Antang Talawang 2. Balai Antai Sali Endeh Sapanambak Kambu Sapamanting Ruang 3. Sandung/Kariring/Pambak Sandung adalah tempat yang disucikan oleh umat Hindu Kaharingan. Sandung terbuat dari kayu dirangkai berbentuk pelinggih rong satu, bentuk atapnya segi tiga sama kaki dan memakai satu tiang sebagai penyangga. Sandung diletakkan diluar rumah atau dipekarangan. Fungsi Sandung adalah sebagai tempat penyimpanan tlang belulang keluarga yang telah meninggal serta Stana roh leluhur yang telah disucikan. Bentuk Sandung ada beberapa 17 bentuk seperti Sandung berbentuk rumah atau disebut Sandung Batu, Pambak, Sandung Tiang Satu dan Sandung bertiang dua. 4. Balai Jatha Balai “Jatha” ini biasanya dibangun karena dalam keluarga tersebut sudah secara turun temurun diteruskan oleh anak cucunya. Balai Jatha diyakini bahwa dalam keluarga tersebut untuk memohon perlindungan, pertolongan dan memohon rejeki dan kesehatan. Bangunan Balai Jatha biasanya mengarah pada arah sungai karena diyakini roh suci yang berstana di Balai Jatha berasal dari air. Keluarga yang mempunyai balai tersebut biasanya memberikan sesajen kepada yang di air atau mengisi Balai Jatha tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan atau permintaan dari roh suci yang tinggal di sana. Jika sudah tiba waktunya diberikan sesajen, maka pemilik Balai Jatha tersebut akan merasuki kedalam mimpi. Melalui mimpi itulah ia akan memberitahukan bahwa waktu yang diberikan sudah sampai. Balai Jatha ini dapat diketahui dari kain yang dipasang di sisi Balai Jatha atau yang digunakan untuk melilit balai yang menggunakan kain putih. Kain putih ini menyimbolkan untk roh suci yang berada di air 18 5. Balai/Pasah Patahu Pada kehidupan masyarakat Dayak, biasanya pada setiap kampung terdapat Balai Patahu. Balai Patahu merupakan tempat roh-roh suci yang berfungsi melindungi wilayah suatu desa agar tetap aman dan terhindar dari berbagai bahaya. Kekutan yang distanakan pada Balai Patahu diyakini menjaga suatu desa dari berbagaimacam marabahaya baik secara gaib maupun yang nyata. 6. Balai Keramat Balai keramat dibangu dan diakan untuk mewujudkan keseimbangan dan keselarasan lingkungan tempat dibangunnya Balai Keramat.Balai keramat dibangun oleh pribadi-pribadi untuk melindungi kepentingan keluarganya, misalnya dibangun di depan rumah atau pun di wilayah Pembangunan Balai Keramat dipimpin oleh rohaniawan Hindu Kaharingan. Rangkaian ritual dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama diawali dengan ritual baluan tantulak panganduang burung dahian dengan rangkaian kegiatan diantaranya Manawur, nantilang liau yang disebut sebagai ritual untuk menjauhkan roh jahat dari para Basir/Pisor. Tahap kedua dilanjutkan dengan ritual Mangkang Sangiang atau menyiapkan Sangiang agar menyatu dengan para Basir. Ritual lain juga dilaksanakan dengan tujuan membersihkan lingkungan dan tempat upacara serta selruh peserta upacara. Basir melaksanakan ritual sendiri pada tahap ketiga, dengan tujuan mengundang para leluhur. Selanjutnya Basir bersama-sama mengundang 19 leluhur, mengumpulkan kayun karuhei, untuk dijadikan satu oleh Sangiang dan Balai Keramat yang sudah disiapkan oleh panitia pelaksana. Pada tahap keempat dilaksanakan Balian Marinjit Sahur Parapah dengan tujuan leluhur turut serta dalam proses pemotongan hewan korban, selanjutnya para roh leluhur dipersilahkan untuk menerima makanan atau sesajen yang telah disiapkan. Pada Balai Keramat biasanya digunakan kain warna merah sebagai bendera atau pun untuk dililitkan mengelilingi Balai Keramat yang merupakan lambang keberanian. Karena Balai Keramat merupakan tempat menstanakan roh suci yang bertugas untuk menjaga. Dengan dibangunnya balai keramat di lingkungan manapun yang kita inginkan, diharapkan dapat berfungsi sebagai istana para leluhur atau roh suci. Sehingga, lingkungan sekitar dapat tercipta situasi dan kondisi yang saling berkesinambungan dan harmonis. C. Fungsi tempat suci Fungsi tempat suci sebagai tempat kita memuja atau berserah diri kehadapan Ranying Hatala Langit atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi beliau, tempat manusia mengabdi dan berbhakti kepada Ranying Hatala, tempat memohon perlindungan dan tuntunan dalam kehidupan biar selalu dalam lindungan-Nya, tempat manusia menyatukan dirinya dengan Ranying Hatala dan tempat memohon ampun atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan selama hidup 20 BAB IV BASARAH/PERSEMBAHYANGAN A. Dasar Pelaksanaan Basarah/Persembahyangan Agama adalah merupakan pedoman dalam menjalani suatu kehidupan sebagai pegangan untuk berbuat kebaikan umat manusia yang berperan sebagai motivator dan dinamisator serta memberikan nilai-nilai luhur yang universal menghayati Tuhan melalui pelaksanaan ibadah yaitu Basarah (persembahyangan) yang menjadi salah satu ajaran acara agama Hindu Kaharingan yang mempunyai arti merupakan tata cara pelaksanaan suatu acara yang bersifat ritual dan berkembang sesuai dengan tradisi setempat yang didasari oleh kaidah-kaidah hukum agama yang tertulis maupun tidak tertulis yang diikuti secara turun temurun oleh umat Hindu Kaharingan. Pada kitab Panaturan pasal 41 dinyatakan “Bawi Ayah Hadir Di Lewu Telu Menuju Pantai Danum Kalunen” kemudian Ranying Hatalla berfirman kepada Raja Uju Hakanduang sebagai berikut : “Kalian mengajarkan mereka dari upacara yang terkecil sampai yang terbesar, sebagaimana kalian telah menerima ajaran dari –Ku dihadapan Raja Bunu di Lewu Bukit Batu Nindan Tarung.” Panaturan, 2003:186) Berdasarkan dari firman Ranying Hatalla tersebut, maka Raja Uju Hakanduang yang dipimpin oleh Raja Tunggal Sangumang yang disebut 21 rombongan Bawi Ayah turun ke Pantai Danum Kalunen Injam Tingang Rundung Nasih Nampui Burung Artinya dunia pana yang bersifat sementara. Mulai saat itulah umat Hindu Kaharingan belajar berbagai macam upacara mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar, termasuk pelaksanaan upacara Basarah yang merupakan salah satu jalan untuk menghayati ajaran Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa) yang merupakan keyakinan yang wajib dilakukan oleh umat Hindu Kaharingan. B. Pengertian Basarah/Persembahyangan Basarah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Hindu Kaharingan sebagai wujud sradha dan bhakti kepada ranying hatalla (tuhan yang maha esa). Basarah merupakan sebagai salah satu ibadah untuk membentuk sradha dan bhakti umat hindu kaharingan agar dapat mengerti, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran ranying hatalla langit yang tersurat dalam kitab panaturan. Pengertian Basarah dapat dipahami melalui dua segi yaitu dari segi etimologi atau arti kata dan dari segi makna yang terkandung. 1. Dari segi arti kata menurut para alim ulama Hindu Kaharingan Basarah berasal dari kata : B = Basalungkem artinya bersatu padu A = Auh artinya suara S = Saritan artinya uraian 22 A = Ajar artinya ajaran Ra = Ranying artinya kuasa H = Hatalla artinya Tuhan Jadi arti kata Basarah secara etimologi adalah bersatu padunya suara yang menguraikan ajaran kuasa Tuhan. Sedangkan apabila diambil dari kata dasar Sarah artinya adalah penyerahan diri secara lahir bathin kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) 2. Pengertian Basarah dari segi makna yang terkandung adalah mengamalkan ajaran tuhan sebagai wujud sradha dan bhakti yang tulus iklas kepada Ranying Hatalla (Tuhan yang maha esa) untuk memohon bimbingan, petunjuk, berkat dan anugerahnya dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan serta sebagai ungkapan sujud syukur kita. C. Tujuan Basarah/Persembahyangan Basarah merupakan wujud sradha dan bhakti yang paling nyata dalam pelaksanaan kehidupan keragamaan umat Hindu Kaharingan. Basarah mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Memohon kesucian jiwa (atman/Salumpuk Entang) kepada kemuliaan Ranying Hatalla (tuhan yang maha esa) untuk menghilangkan sikap Awidya (kebodohan/kegelapan bathin), Adharma. 23 2. Mengagungkan kemahakuasaan Ranying Hatalla Langit, (Tuhan Yang Maha Esa) yang bertujuan menumbuh kembangkan sikap tenang, kreatif, tidak mudah mudah putus asa serta jujur dalam berbuat. 3. Untuk memohon keselamatan panjang umur yang dapat menumbuh kembangkan sikap rendah hati, hormat menghormati, mengakui kelemahan dan keterbatasan yang ada pada dirinya. 4. Untuk mewujudkan rasa bhakti kepada Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai ungkapan permohonan maaf secara lahir bathin atas segala dosa yang diperbuatnya. Dengan adanya Basarah (Persembahyangan) ini, maka masyarakat Hindu Kaharingan akan lebih banyak memahami dan mengerti betapa pentingnya upacara Basarah (Persembahyangan) sebagai salah satu ibadah, bagi masyarakat Hindu Kaharingan dalam rangka meningkatkan sradha dan bhakti terhadap Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa) D. Jenis, Waktu dan Tata Cara pelaksanaan Upacara Basarah/Persembahyangan 1. Jenis-jenis Basarah (Persembahyangan) Adapun jenis-jenis basarah yang dilaksanakan oleh umat hindu kaharingan di daerah kalimantan tengah yaitu : 24 a. Basarah umum, adalah yang dilaksanakan oleh umat Hindu Kaharingan secara bersama-sama di balai ibadah (tempat suci umat Hindu Kaharingan), dimana pelaksanaannya pada hari Kamis atau menjelang malam Jum’at. b. Basarah keluarga adalah Basarah yang dilakukan di lingkungan keluarga umat Hindu Kaharingan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan permintaan dari pihak keluarga atau jadwal yang diberikan oleh lembaga keagamaan tersebut. c. Basarah Ampung adalah Basarah yang dilaksanakan apabila ada kematian dari umat Hindu Kaharingan. 2. Waktu Pelaksanaan Basarah (persembahyangan) Basarah (persembahyangan) dilaksanakan secara rutin adalah setiap Kamis malam atau menjelang malam Jum’at. Pelaksanaan pada hari itu memiliki makna tersendiri bagi umat Hindu Kaharingan, karena hari kamis tersebut merupakan hari yang terbaik dan hari yang berada ditengah-tengah hitungan dalam seminggu. Hari Kamis mempunyai arti Kamisik Andau Muhun Ije Sulak yang rtinya kehidupan yang bersinar turun pertama kali melalui firman Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa) kepada umat Hindu Kaharingan supaya mampu mengenal lebih jauh dalam penghayatan dan pengamalan ajaran agama. E. Tata cara Basarah/Persembahyangan Adapun tata cara Persembahyangan/Basarah adalah sebagai berikut : 25 1. Narinjet Behas, adalah pengucapan mantra suci yang dilaksanakan olah rohaniawan atau orang yang dituakan dalam pelaksanaan Basarah dengan tujuan untuk memberitahukan kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) beserta para manifestasinya bahwa pelaksanaan upacara Basarah mulai dan memohon perlindungan, bimbingan selama melaksanakan Basarah. 2. Manggaru Sangku Tambak Raja adalah pengucapan mantra suci kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mennnyucikan upacara Basarah. 3. Do’a Tamparan Basarah adalah mantra suci (do’a) dalam mengawali upacara Basarah (persembahyangan) bagi umat Hindu Kaharingan dalam penyerahan diri kepada tuhan, supaya diberikan umur panjang, murah rejeki dan mendapatkan ketenangan serta memohon ampun atas segala kesalahan dan ungkapan sujud syukur kepada Ranying Hatalla. 4. Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja adalah kandayu yang berisikan tentang maksud dan tujuan upacara Basarah (Persembahyangan) dengan maksud menyerahkan persembahan suci Sangku Tambak Raja beserta segala isinya kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) agar dapat memberikan sinar suci-Nya kepada kehidupan umat manusia dalam hal ini umat Hindu Kaharingan dan dapat membimbing umat dalam berpikir, berkata dan berbuat yang baik. 5. Pembacaan Kitab Suci Panaturan 26 6. Kandayu Mantang Kayu Erang, adalah sebuah kidung suci yang berisikan tentang perjalanan Banama Tingang Mandulang Bulau Untung Aseng Panjang (memohon rejeki dan umur panjang) yang dilakukan oleh Raja Telu Hakanduang yang telah mendapatkan anugerah dari Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Sehingga Raja Telu Hakanduang tersebut memiliki kemampuan untuk dapat memberikan rejeki, umur panjang dan sehat sejahtera kepada semua mahluk. 7. Pandehen, adaah penjelasan dari isi kitab suci yang telah dibacakan sebagai Galang Basarah (dasar persembahyangan). 8. Kandayu Parawei adalah kidung suci yang mengandung ungkapan rasa syukur dan terima kasih umat Hindu Kaharingan atas penciptaan alam semesta dengan segala isinya. Kandayu ini juga bertujuan untuk mengajak umat Hindu Kaharingan agar selalu dapat memelihara keseimbangan dalam kehidupan dan selalu menjalani ajaran kebenaran serta menjauhi larangan-larangannya. 9. Doa penutup adalah mantar suci kepada Ranying Hatalla untuk mengakhiri kegiatan persembahayangan. 10. Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan adalah kidung suci yang dilantunkan untuk mengiringi petugas Mambuwur Behas Hambaruan, Mamantis Undus, Manyaki Mamalas Dan Tampung Tawar. Pada saat itulah umat Hindu Kaharingan disucikan mendapatkan berkat Ranying Hatalla.(Tuhan Yang Maha Esa). 27 Dalam pelaksanaan basarah ada beberapa sarana persembahyangan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut : 1. Sangku yang berisi beras 2. Benang alas Sangku,kecuali kain yang berwarna hitam 3. Giling Pinang dan Rukun Tarahan berjumlah 7 (tujuh) buah 4. Beras Hambaruan berjumlah 7 (tujuh) butir atau 8 (delapan) sesuai dengan tradisi setempat yang dibungkus dengan kain putih 5. Duit Singah Hambaruan atau Lilis Lamiang 6. Dandang Tingang (bulu ekor tingang) 7. Tampung Tawar, minyak kelapa, telur atau darah ayam 8. Bunga maupun hiasan dari daun kelapa 9. Parapen, kemenyan atau dupa. F. Jenis Kidung Suci (Kandayu) Dalam pelaksanaan persembahyangan (Basarah) umat hindu kaharingan melantunkan beberapa jenis kidung suci untuk mengagungkan ranying hatalla langit (tuhan yang maha esa). Adapun beberapa jenis kandayu tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja. Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja adalah kandayu yang berisikan tentang maksud dan tujuan upacara Basarah (Persembahyangan) dengan maksud menyerahkan persembahan suci Sangku Tambak Raja beserta 28 segala isinya kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) agar dapat memberikan sinar suci-Nya kepada kehidupan umat manusia dalam hal ini umat Hindu Kaharingan dan dapat membimbing umat dalam berpikir, berkata dan berbuat yang baik. Kandayu ini terdiri atas 21 (dua puluh satu) ayat. 2. Kandayu Mantang kayu Erang Kandayu Mantang Kayu Erang, adalah sebuah kidung suci yang berisikan tentang perjalanan Banama Tingang Mandulang Bulau Untung Aseng Panjang (memohon rejeki dan umur panjang) yang dilakukan oleh Raja Telu Hakanduang yang telah mendapatkan anugerah dari Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Sehingga Raja Telu Hakanduang tersebut memiliki kemampuan untuk dapat memberikan rejeki, umur panjang dan sehat sejahtera kepada semua mahluk. Kandayu ini terdiri atas 114 (seratus empat belas) ayat dan Kandayu ini tidak dilantunkan jika dalam persembahyangan pada tempat orang meninggal atau Basarah Ampung. 3. Kandayu Parawei Kandayu Parawei adalah kidung suci yang mengandung ungkapan rasa syukur dan terima kasih umat Hindu Kaharingan atas penciptaan alam semesta dengan segala isinya. Kandayu ini juga bertujuan untuk mengajak umat Hindu Kaharingan agar selalu dapat memelihara keseimbangan dalam 29 kehidupan dan selalu menjalani ajaran kebenaran serta menjauhi laranganlarangannya. Kandayu ini terdiri atas 17 (tujuh belas) ayat. 4. Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan adalah kidung suci yang dilantunkan untuk mengiringi petugas Mambuwur Behas Hambaruan, Mamantis Undus, Manyaki Mamalas Dan Tampung Tawar. Pada saat itulah umat Hindu Kaharingan disucikan mendapatkan berkat Ranying Hatalla.(Tuhan Yang Maha Esa). Kandayu ini terdiri atas 7 (tujuh) ayat. 30 BAB V SARANA POKOK UPACARA KEAGAMAAN HINDU KAHARINGAN Dalam setiap ritual yang laksanakan oleh umat Hindu Kaharingan selalu ketergantungan dengan sarana-sarana yang wajib disediakan sebagai media bagi umat Hindu Kaharingan dalam menghubungkan dirinya dengan Ranying Hatala. Saranasarana tersebut tidak sekedar symbol melainkan symbol-simbol yang memilki nilai dan kekuatan magis, sakral serta memiliki kuasa berkat yang merupakan sarana yang telah diberikan oleh Ranying Hatala bagi umat manusia. A. Sangku (sangku tambak raja) Sangku (sangku tambak raja) merupakan perwujudan dari seluruh kemahakuasaan Ranying Hatalla Langit sebagai simbolis penyatuan bathin umat yang melaksanakan persembahan kehadapan Ranying Hatalla Langit, oleh karena itu Sangku Tambak Raja selalu di tempatkan di tengah-tengah tempat upacara. Dalam upacara basarah, sangku tambak raja ditempatkan di atas meja kecil sehingga lebih tinggi dari lantai tempat duduk,dan di alas kain bersih berwarnawarni ,selain warna hitam. Sedangkan pada saat pelaksanaan ritual biasanya Sangku Tambak Raja sebagai wadah Panduduk. B. Bulu Ekor Tingang. Bulu ekor tingang disebut juga sebagai “DANDANG TINGANG” merupakan penciptaan Ranying Hatalla melalui perubahan wujud luhing patung 31 tingang yang terlepas dan kejadian dengan keberadaan Nyalung kaharingan Belum ( air suci kehdupan). Di dalam pelaksanaan upacara basarah, juga memiliki khas tersendiri yaitu berupa warna hitam yang memisahkan warna putih menjadi dua bagian yaitu : warna putih diatas warna hitam di tengah dan warna putih pula di bawahnya. Dilihat dari filsafat agama kaharingan warna dandang tingang mengandung arti simbolis yaitu : 1. Warna putih di bagian atas, berati alam kekuasaa Ranying Hatalla Langit ( Tuhan Yang bMaha Esa). Ia Yang Maha Suci / Nirguna Brahman. 2. Warna Hitam di tengah, berati alam kehidupan manusia yang penuh dengan pertentangan antara kebenaran dengan ketidakbenaran, (Dharma melawan Adharma). 3. Warna putih dibagian bawah berati kesucian yang dapat dicapai melalui usaha individi melawan ketidak benaran (adharma) yang pada saatnya, bila dihubungkan dengan bupacara keagamaan yaitu sampi upacara tiwah (Atiwah/Ngaben). C. Sipa (Giling Pinang) dan Ruku (Rukun Tarahan) Sipa, yang disebut dalam bahasa sangiang “giling pinang”,yang terdiri dari daun sirih, kapur, buah pinang dan tembakau. Ruku dalam bahasa Sangiang disebut “Rukun Tarahan” yaitu roko yang terbuat dari daun nipah yang disebut Rako Pusuk dan ini dapat di ganti dengan roko biasa. Pengunaan kedua sarana ini dalam upacara yaitu di dilatarbelakangiboleh mithologi dalam agama Hindu Kaharingan yang menyebut pada saat penciptaan 32 alam semesta, Ia melambangkan kekuatan dan kekuasaan Ranying Hatalla Langit yang Maha Sempurna untuk pertama kali penciptaanya yaitu Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut, Sahawung Tangkurunan Hariran dengan Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan, Limut Batu Kamasan Tambun,yang berubah wujudnya atas kahendak Ranying Hatalla Langit menjadi: Mangku Amat Sangen dan Nyai Jaya Sangiang pada suatu katika tatkala ia mengobati Raja Pampulau Hawun. Saat itulah Mangku Amat Sangen dan Nyai Jaya Sangiang mengalami perubahan wujud menjadi beberapa benda yaitu : Biji Matanya menyatu pada buah Pinang, Daun Telinganya menyatu pada daun Sirih Jerenang dan otaknya menyatu menjadi kapur sirih. Sehingga giling pinang dan rukun tarahan yang digunakan dalam upacara Agama Hindu Kaharingan termasuk upacara Giling Pinang dibuat Tujuh buah maka rukun rukun tarahan juga harus berjumlah tujuh pucuk dan seterusnya. Jumlah ini mencerminkan maksud dari upacara yang diinginkan dengan pengunaan giling pinang dan rukun tarahan inilah kita memohon persaksian Ranying Hatalla langit, melalui leluhur atau Tingang Tatu Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut, Sahawung Tangkuranan Hariran dan Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan, Limut Batu Kamasan Tambun. D. Arti dan fungsi telur ayam dalam upacara Hindu Kaharingan Tanteluh Manuk merupakan penyucian jasmani dan rohani serta menetralisir hal-hal yang tidak baik dari hati nurani dan pikiran manusia. Fungsi telur ayam ini sama dengan fungsi darah ayam pada saat upacara, dioles juga pada 33 peserta upacara. Maksud dari telur ayam/darah ayam yaitu bertujuan untuk dapat memberikan sinar terang kehidupan bagi mereka yang mendapatkan olesan terhadap sinar suci Ranying Hatalla Langit ( Tuhan Yang Maha Esa). Telur yang digunakan adalah telur ayam kampung, dikarenakan dalam telur tersebut mengandung unsur benih kehidupan yang sejalan dengan tujuan pelaksanaan Saki Palas menggunakan telur atau darah bagi kehidupan manusia itu sendiri. E. Arti dan Fungsi Darah Hewan Korban Dalam Upacara Agama Hindu Kaharingan. Fungsi darah ayam dan darah babi sama halnya dengan fungsi telur ayam kampung yang merupakan penyucian jasmani dan rohani serta menetralisir hal-hal yang tidak baik dari hati nurani dan pikiran manusia. Darah digunakan pada saat prosesi Saki Palas (Pengolesan darah pada peserta upacara yang dimulai dengan Saki Sala, lalu ujung kaki, Buku laling Hila Luar, Buku Laling hila huang, Pai, Utut, telapak tangan, siku, rusuk, bahai, ijang, urung, lingkau terakhir tengkuk). Maksud dari telur ayam/darah ayam yaitu bertujuan untuk dapat memberikan sinar terang bagi mereka yang mendapatkan olesan terhadap sinar suci Ranying Hatalla Langit ( Tuhan Yang Maha Esa). Sementara kalau darah hewan korban seperti sapi dan kerbau tidak digunakan untuk prosesi Hasaki tetapi untuk pembersihan alam. 34 F. Arti dan fungsi Beras dalam upacara agama Hindu Kaharingan Beras dalam mitologi Hindu Kaharingan memiliki arti dan fungsi yang sangat vital sekali, karena selain sebagai penyambung hidup juga sebagai alat atau media komunikasi antara umat manusia dengan Ranying Hatala beserta kekuatankekuatan suci Ranying Hatala. Dalam setiap ritual, beras tidak pernah ketinggalan biasanya ditaburkan ke udara dan di atas kepala manusia. Maksudnya dengan menaburkan beras, maka Putir Selong Tamanang dan Raja Angking Penyang ikut menghadiri acara yang sedang dilaksanakan tersebut. Behas atau beras/padi berasal dari Pantis Kambang Kabanteran Bulan, Lelak Lumpung Mata Andau pada Bukit Kagantung Langit di langit ke tujuh (Riwut, 2003 : 219). Beras dalam bahasa Sangiang disebut dengan Behas Parei Manyangen Tingang, Pulut Lumpung Penyang. Beras adalah berasal dari Parei Manyangen Tingang (padi) dan diyakini memiliki roh atau kekuatan yang bisa menjadi media penghubung antara manusia dengan Sangiang atau Dewa. Mengenai asal usul penciptaan beras ini dapat kita temui dalam kitab Panaturan Hindu Kaharingan yang menjelaskan tentang asal usul diciptakannya beras. Pada Panaturan pasal 22 ayat 2 menyatakan bahwa : “Raja Bunu tidak bisa tumbuh sehat memakan Pantar Pinang (Menginang), walaupun ia memakannya tidak bisa menjadi darah dagingnya dan ia tidak bisa gemuk sehat seperti saudaranya berdua”. (Tim Penyusun, 2007 : 1-2). Jadi pada penciptaan beras tahap pertama ini beras masih semata-mata hanya untuk makanan Raja Bunu (Leluhur umat manusia) atau 35 sebagai penyambung hidup. Proses penciptaan beras tahap kedua Behas atau beras/padi adalah kejadian dari Lelak Garing Nganderang Sukah Lumpung Matan Andau. Dari penciptaan beras tahap kedua inilah kemudian beras dapat dijadikan sebagai media komunikasi dengan Ranying Hatala karena dalam beras ini sudah berisi Firman Ranying Hatala (Tim Penyusun, 2007 : 2). Jadi Ranying Hatala dan Jatha Balawang Bulau menciptakan Behas Parei Manyangen Tinggang (beras) menjadi dua fungsi dalam kehidupan yaitu sebagai Tambing Nyaman Luwuk Kampungan Bunu (makanan) dan Duhung Luang Rawei Luwuk Kampungan Bunu (mediator/perantara) antara manusia dengan roh-roh/kekuatan diluar dirinya. Beras yang digunakan dalam ritual memiliki beda dengan beras yang biasa dikonsumsi sebagai penyambung hidup. Karena dari beras biasa kemudian beras tersebut dibagunkan rohnya yang kemudian baru beras tersebut digunakan sebagai media komunikasi dengan Ranying Hatala beserta manifestasinya. Dalam mantranya Basir akan membangunkan roh beras tersebut, lalu roh beras akan menjelma menjadi Putir Bawin Tawur ‘Putri Tawur’ yang berjumlah tujuh orang, putri-putri inilah yang kemudian akan menyampaikan do’a dan permohonan manusia kepada para Sangiang “Dewa”. Ada banyak jenis Tawur, begitu juga penjelmaan roh beras tersebut bisa menjelma menjadi berbagai macam nama, tentu disesuaikan dengan tujuan masing-masing dari Tawur tersebut. Misalnya Tawur yang dilaksanakan dalam ritual Tiwah, roh beras tersebut akan menjelma manjadi Manyamei Hatuen 36 Tawur ‘Pengeran Tawur’.(http://rid755.wordpress.com/2012/07/16/beras-bukan-hanya-untukdimakan/#more-824. Tanggal 6 Nopember 2012 pukul 12.30 WIB) Dalam mitologi Kaharingan diyakini bahwa beras itu memiliki roh dan kuasa berkat yang diangerahi oleh Ranying Hatala bagi Raja Bunu beserta keturunannya untuk berkomunikasi dengan Beliau beserta manifestasinya. Sebelum digunakan sebagai perantara Tawur biasanya Hambaruan/Ganan Behas (roh beras) dibangunkan dengan mantra berikut : Ehem behas Napisikku Ganan Ela Ikau Tarewen Matei Balang Bitim Jadi Isi, Hampuli Balitam Jadi Daha, Dia Balang Bitim Injamku Akan Indu Luang Rawei Ikei Pantai Danum Kalunen Nalatai Tisui Luwuk Kampungan Bunu Dengan Ranying Hatala, Sahur Parapah Baratuyang Hawun Artinya : Engkau beras bukan hanya sebagai kelangsuangan/penyambung hidup akan tetapi juga sebagai perantara/penghubung manusia dengan Ranying Hatala beserta manifestasinya. (Tim Penyusun, 2007 : 3-4). Berdasarkan sabda suci tersebutlah maka umat manusia dapat menggunakannya sebagai Behas Tawur (alat komunikasi dengan Ranying Hatalla). Selainitu juga terdapat beras hambaruan yang merupakan juga poko dari sebuah kegiatan ritual ntu dapat melihat pertanda yang diberikan tentang niat pelaksanaaan upacara tersebut direstui oleh ranying hatala atau belum. Beras hambaruan adalah beras yang dipilih mencari yang bersih bening dengan jumblah 7 (tujuh) biji dan dibungkus dengan benang (kain) putih. Maka disebut beras hambaruan dan ditempatkan didalam atau ditengah-tengah sangku. Beras hambaruan merupakan pelambang wujud Raja Uju Hakanduang, Kanaruhan Hanya Basakati yang merupakan kekuatan dan kekuasaan Ranying Hatalla 37 Langit/Tuhan Yang Maha Esa melalui perwujudtanya yang pada akhirnya upacara berlangsungnya diberi/atau diterima oleh peserta upacara. Beras begitu dihormati dalam kehidupan masyarakat Hindu kaharingan. Hal ini merupakan salah satu praktek dari “Belum Bahadat” (Hidup dengan tata karma kesopanan). Belum Bahadat ini merupakan cerminan tiga citra penting yaitu sikap sopan, sikap hormat dan citra sikap sembah. Citra sikap sopan berlaku terhadap semua unsur jenjang ke atas dan sikap sembah hanya diberlakukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (Ilon, 1997 : 54). Jadi menghormati beras bukan berarti menyembah, karena tetap yang kita sembah adalah asal sang beras tadi (Ranying Hatala). G. Arti Dan Fungsi Air Dalam Upacara Agama Hindu Kaharingan Air yang digunakan sebagai sarana ritual dalam agama Hindu Kaharingan disebut dengan Tampung Tawar. Tampung Tawar yaitu terbuat dari daun kelapa muda yang dianyam sedemikian rupa yang digunakan untuk memercikan air suci (air yang disucikan). Dalam upacara agama Hindu Kaharingan air yang sucikan merupakan simbol dari Nyalung Kaharingan (Air Suci Kehidupan). Dengan pengertian bahwa setelah selesai melaksanakan persembahan/upacara selayaknya menerima anugrah dari Ranying Hatalla Langit dan sebaliknya segala sesuatu yang sifatnya jahat, baik pikiran maupun perasaan dapat dinetralisir oleh kesucian air suci kehidupan tersebut. 38 H. Arti dan fungsi api (Parapen, garu, manyan) dalam upacara agama Hindu Kaharingan Kata Parapen berati perapian,yang berasal dari kata api, keberadaan api dalam upacara agama Hindu Kaharingan dapat diwujutkan dalam bentuk lampu, api dalam bentuk bara api yang ditaruh pada suatu tempat tertentu atau pun bisa juga dengan menggunakan Dupa. Kegunaan Parapen pada upacara-upacara keagamaan adalah sebagai tempat membakar garu/manyan yang merupakan sarana untuk mengiringi pengucapan mantram, misalnya pengucapan mantram Mangaru Sangku Tambak Raja pada saat upacara Basarah atau Manggaru Beras Tawur dan binatang korban yang akan dipersembahkan. Asap garu/manyan yang membumbungtinggi itu dapat menumbuhkan ketenangan pikiran dan perasaan sehingga dapat memudahkan bagi seseorang untuk memusatkan pikiran menuju ranying hatalla langit, dengan demikian hendaknya dan tujuanya bara api parapen jangan sampai padam selama upacara berlangsung. api merupakan saksi upacara yang sedang dilaksanakan. I. Arti dan fungsi minyak kelapa dalam upacara agama Hindu Kaharingan Undus Tanak dalam bahasa Sangiang disebut “ Minyak Bangkang Haselan Tingang, Uring Katilambung Nyahu” yaitu minyak kelapa yang terbaik di sebut undus tanak dibuat dari buah kelapa biasa dan dalam agama Hindu Kaharingan memiliki mithologi tersendiri yang disebut bahwa buah kelapa adalah penjelmaan 39 dan penyatuan dari kepala Mangku Amat Sangen dan Nyai Jaya Sangiang, maka oleh karena itu buah kelapa dalam bahasa Sangiang “Bua Katilambung Nyahu”. Dengan demikian berati undus tanak adalah suci hingga dapat digunakan untuk sarana upacara keagamaan yang juga didasarkan pula pada hakekat minyak yang licin dan terasa hangat, sehingga dapat melepas dan memperbaiki sesuatu yang kusut dalam diri manusia dan kehangatan minyak itu dapat juga menghangati iman manusia terhadap Ranying Hatalla Langit serta segala sesuatu yang dioles minyak akan terlihat bersih dan mengkilat seakan-akan bersinar, begitu pula harapan kita semoga Ranying Hatalla Langit memberi sinar suciNya kepada kita. J. Arti dan Fungsi Ketupat Ketupat merupakan salah satu sarana pokok yang wajib ada dalam ragam upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu khususnya Hindu Kaharingan yang ada di Kalimantan Tengah. Dalam kepercayaan agama Helu (Hindu Kaharingan), ketupat telah ada sejak dahulu yang diwarisi oleh nenek moyang suku Dayak dimulai dari turunnya Raja Bunu (leluhur umat suku Dayak) beserta keturunannya sampai saat Bawi Ayah turun ke Pantai Danum Kalunen (dunia) untuk mengingatkan kembali serta mengajarkan keturunan Raja Bunu (leluhur umat suku Dayak) yang telah lupa dengan ajaran Ranying Hatala/Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang tertulis dalam Panaturan Pasal 41 yang menjelaskan bahwa tujuan diturunkannya Bawi Ayah ke Pantai Danum Kalunen (dunia) adalah untuk mengingatkan kembali atau mengajarkan keturunan Raja Bunu tentang beragam 40 tata cara upacara dari yang terkecil sampai yang terbesar yang berkaitan dengan siklus kehamilan, kelahiran, kehidupan dan kematian, termasuk mengajarkan bagaimana membuat sarana maupun sesajen upacara serta etika perilaku hidup sebagai manusia. Ketupat dalam bahasa Dayak Ngaju disebut Katupat. Bahan yang digunakan untuk membuat ketupat adalah dari daun kelapa. Daun kelapa dianyam sedemikan rupa sampai berbentuk ketupat. Setelah itu diisi dengan beras maupun beras ketan. Ketupat merupakan salah satu sarana yang paing penting digunakan dalam pelaksanaan setiap upacara keagamaan Hindu Kaharingan. Ketupat merupakan sesajen yang dipersembahkan secara tulus iklas oleh pelaksana upacara sebagai Laluh/upah Tulang Rumpang Kajalahan Sangiang. Ketupat terdiri atas beberapa jenis, namun yang paling dominan digunakan adalah ketupat Sinta dan ketupat Manuk/Ayam yang selalu digunakan dalam semua jenis upacara, sementara ketupat jenis lain digunakan sesuai dengan tujuan upacara yang dikakukan oleh umat. Adapun jenis-jenis ketupat adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Katupat Sinta, digunakan dalam semua jenis upacara agama Hindu Kaharingan merupakan simbol bhakti yang penuh cinta kasih dan tulus iklas. Katupat Manuk Pehuk, digunakan dalam semua jenis ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Katupat Manuk Jagau, digunakan dalam semua jenis ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Katupat Balalong Manuk, digunakan dalam semua jenis ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Katupat Sambawa, digunakan ketika upacara Pakanan Patahu, Pakanan Sahur Parapah, sebagai bentuk sesajen memohon perlindungan Katupat Laok, digunakan ketika upacara pakanan Sahur Parapah sebagai sesajen untuk memohon perlindungan dan mendapatkan kebahagiaan lahir bathin. 41 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Katupat Jantung, digunakan ketika upacara Pakanan Sahur Parapah sebagai sesajen untuk memohon perlindungan dan mendapatkan kebahagiaan lahir bathin. Katupat Undang, digunakan ketika upacara Pakanan Sahur Parapah Katupat Kalialang, digunakan ketika upacara Pakanan Sahur Parapah Katupat Tampung Buhul, digunakan ketika upacara ritual Mambuhul (memohon agar diberikan umur panjang) Katupat Sabuhul, digunakan ketika upacara ritual Mambuhul (memohon agar diberikan umur panjang) Katupat Taraju, digunakan ketika upacara ritual Mambuhul (memohon agar diberikan umur panjang) Katupat Lepau, digunakan pada saat upacara Balaku Hambaran Parei, yaitu memohon agar padi yang ditanam dapat tumbuh dengan baik dan memperoleh hasil panen yang banyak Katupat Balanti, digunakan pada saat upacara Balaku Hambaran Parei Katupat Anak Andau, digunakan pada saat upacara Balaku Hambaran Parei. Katupat Balai, digunakan pada saat upacara Pakanan Jatha/Paleteng Malambung, yaitu sesajen untuk Jatha yang mengusai air. Katupat Burung Dara, digunakan pada saat upacara Pakanan Jatha/Paleteng Malambung. Katupat Itik, digunakan pada saat upacara Pakanan Jatha/Paleteng Malambung. Katupat Bakaka, digunakan pada saat upacara Pakanan Jatha/Paleteng Malambung Katupat Tampung Penyang, digunakan pada saat ritual Balaku Untung, yaitu memohon agar diberikan banyak rejeki dan umur panjang. Katupat Salipi Indu Sangumang, digunakan pada saat ritual Pakanan Indu Sangumang atau pun Balian Balaku Untung. Katupat Indu Sangumang, digunakan pada saat ritual Pakanan Indu Sangumang atau pun Balian Balaku Untung. Katupat Butah Indu Sangumang, digunakan pada saat Ritual Pakanan Indu Sangumang atau pun Balian Balaku Untung. Katupat Burung Laut, digunakan saat ritual Balian Balaku Untung Katupat Tampung Untung, digunakan saat ritual Balian Balaku Untung. Katupat Tasal Bawi, digunakan saat ritual Balian Balaku Untung Katupat Tasal Hatue, digunakan saat ritual Balian Balaku Untung Katupat Bua Sanggalang, digunakan saat ritual Balian Balaku Untung Katupat Tangkung Besei, digunakan saat ritual Balian Balaku Untung Katupat Kariau, digunakan saat ritual Ngariau Tana Katupat Gayam, digunakan saat ritual Nantamba uluh haban/mengobati orang sakit Katupat Putting Beliung, digunakan pada saat ritual Manganan Sial, yaitu ritual buang sial. 42 33. Katupat Puting, digunakan pada saat ritual Nyadiri, yaitu sesajen yang ditujukan untuk meohon keselamatan hidup. 34. Katupat Manuk Pukung, digunakan pada saat upacara Pakanan Dahiang. Yaitu ritual untuk membuang firasat buruk. 35. Katupat Lapas Bawie, digunakan pada saat ritual buang sial 36. Katupat Lapas Hatue, digunakan pada saat ritual buang sial 37. Katupat Bawang, digunakan sebagai tempat tatamba, yaitu pada saat menyimpan obat-obatan tradisonal, misalnya akar-akaran, kayua-kayuan untuk menyembuhkan penyakit. Dalam pengisian ketupat selain menggunakan beras juga digunakan beras ketan, namun pengisiannya dilihat dari berapa jumlah ketupat yang digunakan, jika ketupat yang digunakan 7, maka 4 diisi beras dan 3 diisi dengan beras ketan. Dalam perbuatan ketupat harus diperhatikan kondisi daun kelapa yang akan digunakan, diantaranya daunnya harus bersih, tidak berulat dan masih muda. Selain itu ketika membuat ketupat juga harus diperhatikan tata aturan yang baik kerana ketupat tersebut merupakan salah sat persembahan kepada Tuhan, sehingga pembuatannya harus maksimal, tulus dan iklas. K. Aneka Kue Dalam Upacara Agama Hindu Kaharingan Terdapat beberapa jenis kue sesajen yang wajib disediakan dalam setiap upacara yang dilakukan oleh umat Hindu Kaharingan baik ditingkatan upacara terkecil sampai yang terbesar. Diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kue cucur 2. Serabi 3. Gagatas 43 4. Sangkaruk 5. Telur Kruang 6. Randang Untuk pembuatan aneka kue yang akan digunakan sebagai persembahan dalam upacara yaitu dibuat dari tepung beras dan tepung ketan, gula merah, gula pasir dan minyak goreng. 44 DAFTAR PUSTAKA Agan, Thian, 1998, Buku Upacara Perkawinan Umat Hindu Kaharingan. Palangka Raya. Majelis Besar Agama Hindu kaharingan Pusat Palangka Raya. 1998, Buku Tata Cara Penguburan Menurut Hindu Kaharingan. Palangka Raya. Majelis Besar Agama Hindu kaharingan Pusat Palangka Raya. 2003, Buku Talatah Upacara Nahunan. Palangka Raya. Majelis Besar Agama Hindu kaharingan Pusat Palangka Raya. Arwati, Ni Made, 1992, Upacara Upakara. Denpasar. Upada Sastra Denpasar Mahin, Marko. 2009. "Kaharingan: Dinamika Agama Dayak di Kalimantan Tengah". Disertasi Sumber: http://m.tokohindonesia.com/biografi/article/287-wiki-tokoh/2830antropolog-penyelami-kaharingan http://rid755.wordpress.com/2012/07/16/beras-bukan-hanya-untuk dimakan/Sastriadi/#more-824. Pranata,S.Pd, 2006, Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan (Dalam Kitab Suci Panaturan) Filosofis perkawinan Nyai Endas Bulau Lisan Tingang dan Raja Garing Hatungku, Palangka Raya, Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya Perguruan Tinggi, 2003. Bahan Ajar Acara agama Hindu Kaharingan I. Palangka Raya. Proyek Peningkatan Agama Hindu kaharingan Palangka Raya Nila Riwut .2003, Maneser Panatau Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur). Yogyakarta, Pusakalima Simpei, Bajik R, 1998, Pengertian Tentang Penguraian Arti dari Jalan Hadat (dalam bahasa Suku Dayak Ngaju). Palangka Raya. Suprayugo, Imam dan Tabroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung. Remaja Rosda karya Tim penyusun, 2003, Panaturan, Palangka Raya, Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan Pusat Palangka Raya Tim Penyusun, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 45 BAHAN AJAR ACARA AGAMA HINDU KAHARINGAN I Disusun Oleh : Nali Eka, S.Ag., M.Si JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI TAMPUNG PENYANG (STAHN-TP) PALANGKA RAYA TAHUN AJARAN 2014/2015 46 47