Uploaded by esternbbn1015

EsterNababan 412118012 MakalahBakteri

advertisement
MAKALAH UJI RESISTENSI BAKTERI TUBERKULOSIS METODE
MOLEKULER DAN METODE KULTUR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bakteriologi III
Disusun oleh :
Ester Nababan (412118012)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK (D-4)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Makalah Uji Resistensi
Bakteri Tuberkulosis Metode Molekuler
Dan Metode Kultur” ini
dapat
diselesaikan. Terimakasih saya sampaikan kepada ibu dosen pengampu mata
kuliah Bakteriologi III yang memberikan tugas pembuatan makalah ini.
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan baik dengan materi yang
didapatkan dari beberapa sumber. Terlepas dari semuanya saya menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dari penyusunan materi, susunan kalimat dan
tata bahasa yang digunakan. Maka saya menerima kritik dan saran secara
terbuka agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Untuk itu saya berharap semoga pembuatan makalah mengenai uji
resistensi bakteri tuberculosis menggunakan metode kultur dan molekuler ini
dapat bermanfaat bagi pembaca nya.
Cimahi, Mei 2021
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah .................................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
D. Manfaat ..................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
A.
Mycobacterium tuberculosis ...................................................................... 5
B.
Tuberkulosis Paru ..................................................................................... 5
C. Epidemiologi ............................................................................................. 6
D. Etiologi ...................................................................................................... 7
E.
Pathogenesis ............................................................................................ 7
F.
Diagnose ................................................................................................... 9
BAB III ............................................................................................................... 13
PEMBAHASAN .................................................................................................. 13
A.
Kultur MGIT............................................................................................. 13
B.
Prosedur Pemeriksaan MGIT .................................................................. 16
C. Test Cepat Molekuler .............................................................................. 17
D. Prinsip Kerja Test Cepat Molekuler ......................................................... 18
E.
Prosedur Pemeriksaan TB Menggunakan TCM ...................................... 20
BAB IV ............................................................................................................... 24
PENUTUP ......................................................................................................... 24
A.
Kesimpulan ............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit yang timbul karena faktor lingkungan salah satunya
adalah penyakit tuberkulosis (TB). Tuberkulosis (TB) adalah suatu
penyakit infeksi paling sering menyerang jaringan paru, disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis (TB) paru ini dapat
menyerang semua usia dengan kondisi klinis yang berbeda-beda atau
tanpa dengan gejala sama sekali hingga manifestasi berat. Tuberkulosis
(TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia.
Sampai sekarang ini belum ada satu negara pun di dunia yang bebas dari
tuberkulosis (TB).
Jumlah
Angka kesakitan
dan kematian
yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis cukup tinggi. Pada
tahun 2009 sekitar 1,7 juta orang meninggal karena menderita
tuberkulosis (TB) (600.000 diantaranya perempuan) sementara jumlah
kasus baru tuberkulosis (TB) sebanyak 9,4 juta (3,3 juta diantaranya
perempuan). Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia sudah tertular
dengan tuberkulosis (TB) di mana sebagian besar penderita TB terjadi
pada usia produktif 15-55 tahun (Kemenkes, 2011).
Di Indonesia angka prevalensi tuberkulosis ( TB) pada tahun 1990
sebesar 443 per 100.000 penduduk dan ditargetkan pada tahun 2015
harus menurun menjadi 222 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2007
telah terjadi penurunan prevalensi secara nasional sebesar 45% yaitu
angka prevelensi TB tersebut telah mencapai 244 per 100.000 penduduk.
1
Sementara untuk angka kematian akibat tuberkulosis (TB) pada tahun
1990 adalah sebesar 92 per 100.000 penduduk dan terjadi penurunan
menjadi 39 per 100.000 penduduk pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan
secara nasional terjadi penurunan angka kematian sebesar 57%.
Pencapaian penurunan angka kematian dan kesakitan tuberkulosis (TB)
ini masih pada skala atau tingkat nasional karena apabila dicermati datadata pada tiap kabupaten/kota dan provinsi maka masih terlihat adanya
kesenjangan atau disparitas yang besar antar kabupaten/kota dan
provinsi (Kemenkes, 2010).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1077/MENKES/PER/ V/2011, beberapa penyakit seperti, Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK), kanker paru, bronkhitis kronik, kematian
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian bayi usia kurang dari satu
minggu, otitis media, ISPA, tuberkulosis (TB), sering terjadi di lingkungan
dan tempat dengan kualitas udara dalam ruang yang tidak baik. Dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2015) berbagai organ
manusia, terutama paruparu dapat terserang tuberkulosis (TB). Penyakit
ini
dapat
menimbulkan
komplikasi
yang
berbahaya
dan
dapat
menimbulkan kematian bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas.
Berbagai metode untuk melakukan diagnosis TB dengan cara
yang lebih cepat, yaitu dengan metode MGIT menggunakan medium
BACTEC
(MGIT)
dan
pemeriksaan
berbasis
amplifikasi
DNA
menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) seperti metode
Xpert MTB/RIF (GeneXpert). Metode MGIT menggunakan media cair
yang diketahui dapat mempercepat pertumbuhan Mycobacteria dengan
zat tambahan. Zat tambahan tersebut berupa MGIT 960 growth
suplement atau MGIT OADC (Oleic acid, Albumin, Dextrose, dan
Catalase) digunakan untuk untuk pertumbuhan MTB (Siddiqi dan Gerdes,
2006). Kelebihan dari MGIT ini adalah bakteri lebih cepat tumbuh
dibandingkan dengan metode LJ. Hal ini dapat mempercepat pengobatan
karena dapat diketahui sifat resistensi bakteri TB terhadap macammacam OAT, seperti rifampisin (Rif), Isoniazid (H), etambutol (E),
streptomisin (Str) dan pirazinamid (PZA) (Müller, 2011).
Pada saat ini Kementerian Kesehatan mengambil kebijakan untuk
melakukan uji diagnosa TB paru antara lain; Tuberkulin, Pewarnaan Ziehl
Neelsen, Pewarnaan Tan Thiam Hok, Pewarnaan Auramin, Kultur
Lowenstein
Jensen
(LJ),
Kultur
Kudoh,
Kultur
(MGIT),
Immunochromatographic Tuberkulosis (ICT TB), GeneXpert, IGRA,
Pemeriksaan Darah (Info DATIN Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2018).
B. Rumusan Masalah
Metode apa saja yang dapat digunakan untuk diagnosis bakteri
penyebab Tuberkulosis ?
C. Tujuan
1. Mengetahui metode yang digunakan untuk diagnosis bakteri
penyebab Tuberkulosis.
2. Mengetahui bagaimana prosedur dari setiap metode dari tahap
awal hingga didapatkan hasil akhir.
D. Manfaat

Pembaca dapat mengetahui metode yang digunakan untuk uji
resistensi bakteri tuberculosis.

Pembaca dapat mengetahui prosedur dari setiap metode yang
dibahas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab terjadinya
penyakit tuberculosis. Bakteri ini pertama kali dideskripsikan pada tanggal
24 Maret 1982 oleh Robert Koch (Naga, 2012). Mycobacterium
tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang lurus atau agak melengkung
dengan ujung membulat, tidak bergerak, tidak membentuk kapsul dan
tidak membentuk spora. Ukuran bakteri ini adalah 2-4 μm panjang dan
0.2-0.5 μm lebar (Soedarto, 2015).
Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob obligat, karena itu pada
penderita tuberkulosis paru bakteri ini selalu ditemukan di daerah lobus
atau paru yang banyak udaranya. Bakteri ini merupakan parasit fakultatif
intraseluler di dalam makrofag dengan masa genetasi lambat (low
generation time), yaitu 15-20 jam (Soedarto, 2015). Mycobacterium
tuberculosis tidak tahan panas, akan mati jika terkena matahari langsung
selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri ini dapat bertahan hidup 8- 10 hari.
Dalam suhu kamar, biakan basil ini dapat hidup selama 6-8 bulan dan
dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20oC selama 2 tahun (Naga,
2012).
B. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya
5
6
mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di
tubuh. Biasanya bagian granuloma tuberkular mengalami nekrosis
(Loscalzo, 2016). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang
paru-paru dan bronkus. TB paru tergolong penyakit air borne infection,
yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke
dalam paru-paru (Widyanto & Triwibowo, 2013).
C. Epidemiologi
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit kronis
yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderita secara serius. Proses
destruksi dan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru terjadi
secara simultan, sehingga terjadi perubahan struktural yang bersifat
menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan
faal paru (Masriadi, 2017).
Mereka yang secara medis dan ekonomis kekurangan di seluruh
dunia,
tuberkulosis
tetap
menjadi
penyebab
utama
kematian.
Diperkirakan bahwa di seluruh dunia 1,7 milyar orang terinfeksi, dengan 8
hingga 10 juta kasus baru dan 3 juta kematian per tahun. World Health
Organization memperkirakan tuberkulosis menyebabkan 6% dari semua
kematian di seluruh dunia, yang menyebabkannya menjadi penyebab
tersering kematian akibat infeksi tunggal (Loscalzo, 2016).
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini,
diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat;
(2) pengobatan yang tidak adekuat; (3) program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat; (4) infeksi endemic human immune-
7
deficiency virus (HIV); (5) migrasi penduduk; (6) mengobati sendiri (self
treatment); (7) meningkatnya kemiskinan; (8) pelayanan kesehatan yang
kurang memadai (Rahajoe, Basir, MS, & Kartasasmita, 2005).
Tuberkulosis merupakan masalah penting bagi kesehatan karena
sepertiga penduduk telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan
penyebab kematian. WHO melaporkan bahwa India merupakan negara
dengan kasus TB paru terbanyak di dunia yakni sebesar 2,3 juta kasus,
diikuti Cina sebanyak 1 juta kasus, kemudian Afrika Selatan dengan
490.000 kasus, disusul Indonesia dan Pakistan di urutan empat dan lima
dengan masing-masing 450.000 dan 400.000 kasus (Masriadi, 2017).
D. Etiologi
Penyebab penyakit TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis,
bakteri tersebut pertama kali dideskripsikan oleh Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1982. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang
lurus atau agak bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 × 1-4 μm. Pewarnaan
Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk mengidentifikasikan bakteri tersebut
(Masriadi, 2017).
E. Pathogenesis
Tahap patogenitas dibagi dalam empat tahap yaitu:
a. Tahap inkubasi.
Masa inkubasi TB paru adalah 4-12 minggu. Pada tahap ini terjadi
reaksi daya tahan tubuh untuk menghentikan perkembangan
kuman BTA, walaupun terdapat reaksi daya tahan tubuh, namun
ada sebagian BTA yang menetap sebagai kuman persister dan
dormant
(tidur).
Apabila
daya
tahan
tubuh
tidak
dapat
8
menghentikan perkembangan kuman, maka dalam beberapa
bulan akan menjadi penderita TB paru dan memberikan gejala.
b. Tahap penyakit dini.
Tahap tersebut dimulai saat penderita mengalami gejala awal
penyakit, yang biasanya dikarenakan oleh adanya penurunan
daya tahan tubuh, sehingga pada tahap ini terjadi kerusakan paru
secara luas dan terjadinya kavitasi atau pleura.
c. Tahap penyakit lanjut.
Pada tahap tersebut, penderita TB paru dapat mengalami
komplikasi seperti pendarahan saluran nafas bawah yang dapat
menyebabkan kematian, kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial,
pelebaran bronkus dan pembenukan jaringan ikat, adanya udara
di dalam rongga pleura, penyebaran infeksi pada organ lain
seperti otak, tulang dan ginjal, serta dapat juga terjadi insufisiensi
kardiopulmoner.
d. Tahap akhir penyakit.
Pada tahap akhir penyakit, penderita TB paru dapat menjadi
sembuh atau meninggal. Penderita TB paru dapat sembuh apabila
penyakit yang dialami tidak sampai pada tahap penyakit lanjut
atau terjadi komplikasi. Penderita juga dapat sembuh apabila
dilakukan pengobatan TB paru yang sesuai. Kematian dapat
terjadi bila terdapat komplikasi atau penderita tidak melaksanakan
pengobatan yang telah dianjurkan (Masriadi, 2017).
9
F. Diagnose
a. Prinsip diagnosis tuberculosis
Salah satu penyebab lambannya keberhasilan pengobatan
penderita TB adalah rendahnya kualitas diagnosis, selain itu
dipengaruhi tingginya angka resistensi terhadap berbagai obat anti
tuberculosis. Prinsip diagnosis TB paru pada orang dewasa
ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis
atau kuman TB. Pada program TB nasional,untuk menegakkan
diagnosis TB dengan metode mikroskopis sebagai diagnosis
utama atau gold standard. Selain itu dengan rontgen, biakan dan
uji kepekaan lainnya sebagai penentu diagnosis TB maupun
diagnosis alternatif (Nizar, 2017).
b. Tujuan diagnosis
Diagnosis merupakan keputusan seorang dokter untuk
menentukan profil penyakit sebagai dasar penentuan pengobatan
dan perawatan. Di samping itu diagnostic juga bertujuan meramal
prognosis suatu penyakt dalam beberapa situasi atau respon
terhadap pengobatan yang diberikan (Nizar, 2017).
c. Jenis-jenis diagnosa
a. Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Diagnosis
presumtif
sering
didasarkan
pada
penemuan BTA pada pemeriksaan mikroskopis spesimen
diagnostik, misalnya apusan sputum atau jaringan. Metode
tradisional pemeriksaan mikroskop cahaya pada spesimen
yang dipulas dengan zat warna fuksin dasar Ziehl Neelsen
10
tetap memuaskan, meskipun memakan waktu (Loscalzo,
2016).
b. Tes Tuberkulin
Tes
tuberkulin
dipakai
untuk
membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anakanak (balita). Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang
individu
sedang
atau
pernah
mengalami
infeksi
Mycobacterium tuberculosis, M.bovis, vaksin BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya. Pada orang yang telah
kena infeksi sekunder akan terlihat reaksi setelah 48-72
jam berupa kemerahan. Kadang-kadang nekrosis dan
berukuran > 10 mm dan ini bertahan beberapa hari (Amin
& Bahar, 2010).
c. Kultur/Biakan
Pemeriksaan teknik kultur adalah menentukan
Mycobacterium tuberculosis pada dahak dengan cara
pembiakan. Pada teknik biakan memerlukan kuman sekitar
50-100 kuman/ml dahak, untuk mendapatkan hasil dengan
metode ini memerlukan waktu yang lama. Walaupun
metode ini mendapatkan hasil yang lebih baik namun
biayanya sangat mahal (Nizar, 2017)
d. Pemeriksaan Darah
Dapat dilakukan Laju Endap Darah yang mulai
meningkat, akan didapatkan jumlah leukosit yang masih di
bawah normal. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
11
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai
turun ke normal lagi. Pemeriksaan ini kurang mendapat
perhatian, karena hasilnya kadang meragukan, hasilnya
tidak sensitif dan juga tidak spesifik (Amin & Bahar, 2010).
e. GeneXpert
Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) dengan
GeneXpert
mampu
mendeteksi
DNA
M.tuberculosis
kompleks secara kualitatif dari spesimen langsung, baik
dari dahak maupun non dahak. Kelebihan : Kuman dapat
terdeteksi walau hanya ada 1 kuman dalam 1 ml dahak
dan
waktu
pemeriksaannya
cepat
Kekurangan
:
Pemeriksaan TCM dengan GeneXpert tidak ditujukan
untuk
menentukan
keberhasilan
atau
pemantauan
pengobatan dan hasil negatif tidak menyingkirkan TB
(Rukmana, Nurjannah, & Dewi, 2017).
f.
ICT
Rapid IgG adalah pemeriksaan anti TB secara ICT
TB dengan metode ELISA yang menggunakan lima
antigen murni hasil sekresi Mycobacterium tuberculosis
selama infeksi aktif. Prinsip metode ini mendeteksi antigenantibodi pada bahan nitroselulose asetat, setelah diberi
tanda maka akan muncul reaksi warna yang menunjukkan
hasil positif. Kelebihan : Waktu pemeriksaan cepat
Kekurangan : ICT memiliki sensitivitas yang rendah (Nizar,
2017).
12
g. IGRA
Uji ini dapat dilakukan dengan mengukur kadar
interferon gamma pada serum atau plasma dan mengukur
kadar interferon gamma yang dihasilkan oleh sel limfosit T
yang diisolasi dari pasien dan direaksikan dengan
M.tuberculosis. Kelebihan : Metode IGRA lebih spesifik
daripada tes tuberkulin karena reaktivitas silang pada
vaksinasi
BCG
dan
sensitisasi
oleh
mikobakteri
nontuberkulosa lebih rendah. Kekurangan : Sensitivitas
dan spesifisitas uji ini dalam menegakkan diagnosa TB
paru dewasa masih lebih rendah dibandingkan dengan
pemeriksaan BTA mikroskopis (Loscalzo, 2016).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kultur MGIT
Biakan dengan media padat digunakan secara luas untuk menjadi
landasan penegakkan utama diagnosis dalam program penanggulangan
TB. Kelemahan pemeriksaan biakan dengan media padat dalam hal
lamanya pertumbuhan kuman (sekitar 4-8 minggu) menyebabkan
dikembangkannya teknik pemeriksaan biakan dengan media cair antara
lain dengan BACTEC MGIT 960® yang lebih akurat, sensitif dan cepat
mendeteksi kuman M. tuberculosis dibandingkan media padat. Biakan
media cair BACTEC MGIT 960® dapat dilakukan secara manual ataupun
otomatis dengan BACTEC MGIT 960® (Setiarsih, Wiyono, dkk, 2012).
MGIT (dibaca mij’it) singkatan dari “Mycobacterium growth
indicator tube” adalah suatu medium untuk isolasi mikobakterium, yang
mengandung 4 ml middlebrook 7H9 Broth Base. MGIT dikembangkan
oleh perusahaan Becton Dickinson microbiology system. Medium ini
berisi : 0,5 ml Oleic acid, Bovine Albumin, Dekstrose, Catalase, (OADC)
dan 0,1 ml campuran antibiotik Polymixin B, Amphotericin B, Nalidixid
Acid, Trimetoprim, Azlocillin (PANTA). Waktu rerata untuk mendeteksi M.
Tuberkulosis adalah 7 hari . (Kusdamardji, 2000).
MGIT mengandung : 110 uL indikator fluorosensi dan 4 mL broth.
Indikatornya mengandung Tris 4,7 –diphenyl -1, 10-phenathrolinne
13
14
ruthenium chloride pentahydrate dalam basis karet silicon (silicon rubber
base).Kandungan per L adalah :
Modified Middlebrook 7H9 Broth base
5,9 g
Casein peptone
1,25 g
Gliserol
3,1 mL
BBL MGIT OADC berisi 15 ml medium untuk mikobakteria (middlebrook)
OADC enrichment kandungan per L adalah :
Bovine Albumin
50,0 g
Dekstose
20,0 g
Catalase
0,03 g
Oleic–acid
0,6 g
BBL MGIT PANTA berisi campuran Lypholized senyawa antibiotic. Per
vial mengandung:
Polymixin B
6.000 unit
Amphotericin B
600 μg
Nalidixid Acid
2.400 μg
Trimetropim
600 μg
Azlocilin
600 μg
Oleic acid : digunakan oleh bacilli tubercle dalam metabolisme
mycobacteria.
Albumin : bertindak sebagai bahan pelindung dengan mengikat asam
lemak bebas, yang bias toksik bagi spesies Mycobacteria, dengan
demikian meningkatkan keberhasilan.
Dekstrosa : sebagai sumber energi. Catalase : menghancurkan
peroksidase yang mungkin ada dalam medium (Kusdamardji, 2000)
15
-
Alat : Alat yang digunakan adalah pot dahak, kit MGIT, pin tip.
-
Sampel : Sputum penderita suspek TB paru.
-
Reagensia : Indikator fluorosensi dan BBL MGIT OADC.
-
Metode pemeriksaan : Metode pemeriksaan MGIT yang digunakan
adalah metode Kultur/Biakan.
-
Prinsip pemeriksaan
Suatu senyawa fluorosensi dilekatkan dalam silikon didasar
tabung dengan ukuran 16 x 100 mm. Senyawa yang berfluorosensi
tersebut sensitif dengan adanya oksigen yang terlarut dengan broth. Pada
mulanya, sejumlah besar oksigen yang terlarut memadamkan emisi dari
senyawa, sehingga hanya sedikit senyawa yang berflourosensi bisa
dideteksi. Kemudian, mikroorganisme yang secara aktif bernafas akan
memakai oksigen tersebut dan flourosensi dapat diamati dengan
memakai
Lampu
UV
gelombang
panjang
(lampu
Wood)
atau
transillumminator UV 365nm.
-
Prosedur Pengambilan spesimen
o
Cara Pengambilan Dahak

Sediakan pot dahak bertutup, baru, bersih dan
bermulut lebar (+ diameter 5cm)

Tuliskan nama pasien dan nomor identitas spesimen
dahak pada dinding pot dahak sesuai dengan aturan
penamaan
pedoman
nasional.
Jangan
lakukan
penulisan identitas pasien pada tutup pot dahak.

Pengumpulan spesimen dahak dilakukan di tempat
khusus berdahak (sputum booth) yang terdapat di
16
ruang terbuka, mendapat sinar matahari langsung,
terdapat wastafel, sabun cuci tangan, tempat sampah
infeksius, tisu, dan tidak dilalui banyak orang.

Bila memakai gigi palsu, lepaskan sebelum berkumur.

Kumur dengan air minum sebelum mengeluarkan
dahak.

Tarik napas dalam sebanyak 2-3 kali dan setiap kali
hembuskan napas dengan kuat.

Letakkan pot dahak yang sudah dibuka dekat dengan
mulut.

Batukkan dengan keras dari dalam dada dan keluarkan
dahak ke dalam pot. Tutup langsung pot dahak dengan
rapat. Hindari terjadinya tumpahan atau mengotori
bagian luar wadah dan kemudian kencangkan tutup
pada wadah pengumpulan.

Bersihkan mulut dengan tisu dan buang tisu pada
tempat sampah tertutup yang sudah disediakan.
B. Prosedur Pemeriksaan MGIT
1. Dekontaminasi :
-
Pipet sputum dan mycoprep dengan perbandingan 1:1 masukkan
kedalam tabung
-
Tabung divortex selama 30 detik, setelah itu diamkan selama 15
menit.
-
Ditambah buffer fosfat 50 ml
-
Centrifuge 3000 rpm, selama 15 menit
17
-
Buang larutan supernatant
-
Tambahkan buffer fosfat 1-3 ml, homogenkan
-
Sampel siap
2. Penanaman
-
Tabung MGIT + 0,5 ml MGIT OADC
-
Tambahkan 0,5 ml suspensi spesimen
-
Tutup tabung dan dihomogenkan
-
Inkubasi dalam suhu 37oC
-
Baca hasil mulai hari ke – 2
3. Membaca tabung MGIT :
-
Ambil tabung dari inkubator dan letakkan pada lampu UV yang
bersebelahan dengan kontrol positif dan negatif.
-
Tandai tabung MGIT yang berflourosensi terang, kemudian
bandingkan dengan kontrol positif dan negatif. Kontrol positif
harus berflourosensi sangat terang (warna orange terang sekali).
Kontrol negatif sangat sedikit atau tanpa flourosensi sama sekali.
Jika tabung MGIT lebih mirip dengan kontrol positif, maka tabung
tersebut adalah positif. Jika lebih mirip dengan kontrol negatif,
maka tabung tersebut adalah negatif. Pertumbuhan juga bisa
diamati dengan adanya kekeruhan yang tidak homogen, butiran
atau lempengan, kecil dalam medium kultur
C. Test Cepat Molekuler
Teknologi molekuler dalam mendiagnosis TB sudah digunakan
sejak beberapa waktu yang lalu. Namun demikian, metode yang
digunakan
terlalu
kompleks
untuk
pemeriksaan
rutin
di
negara
18
berkembang. Tahapan pengolahan spesimen dan ekstraksi DNA
mempersulit implementasi di negara dengan sumber daya terbatas. Saat
ini, pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF merupakan satu – satunya
pemeriksaan molekuler yang mencakup seluruh elemen reaksi yang
diperlukan termasuk seluruh reagen yang diperlukan untuk proses PCR
(Polymerase
Chain
Reaction)
dalam
satu
katrid
(Gambar
1.1).
Pemeriksaan Xpert MTB/RIF mampu mendeteksi DNA MTB kompleks
secara kualitatif dari spesimen langsung, baik dari dahak maupun non
dahak. Selain mendeteksi MTB kompleks, pemeriksaan Xpert MTB/RIF
juga mendeteksi mutasi pada gen rpoB yang menyebabkan resistansi
terhadap rifampisin. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dapat mendiagnosis TB
dan resistansi terhadap rifampisin secara cepat dan akurat, namun tidak
dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjutan (monitoring) pada pasien
yang mendapat pengobatan.
D. Prinsip Kerja Test Cepat Molekuler
Pemeriksaan TCM dengan Xpert MTB/RIF merupakan metode
deteksi molekuler berbasis nested real-time PCR untuk diagnosis TB.
Primer PCR yang digunakan mampu mengamplifikasi sekitar 81 bp
daerah inti gen rpoB MTB kompleks, sedangkan probe dirancang untuk
membedakan sekuen wild type dan mutasi pada daerah inti yang
berhubungan dengan resistansi terhadap rifampisin.
Pemeriksaan
tersebut dilakukan dengan alat GeneXpert, yang menggunakan sistem
otomatis yang mengintegrasikan proses purifikasi spesimen, amplifikasi
asam nukleat, dan deteksi sekuen target. Sistem tersebut terdiri atas alat
GeneXpert,
komputer
dan
perangkat
lunak.
Setiap
pemeriksaan
19
menggunakan katrid sekali pakai dan dirancang untuk meminimalkan
kontaminasi silang. Katrid Xpert MTB/RIF juga memiliki Sample
Processing Control (SPC) dan Probe Check Control (PCC). Sample
processing control berfungsi sebagai control proses yang adekuat
terhadap bakteri target serta untuk memonitor keberadaan penghambat
reaksi PCR, sedangkan PCC berfungsi untuk memastikan proses
rehidrasi reagen, pengisian tabung PCR pada katrid, integritas probe, dan
stabilitas dye. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF dapat mendeteksi MTB
kompleks dan resistansi terhadap rifampisin secara simultan dengan
mengamplifikasi
sekuen
spesifik
gen
rpoB
dari
MTB
kompleks
menggunakan lima probe molecular beacons (probe A – E) untuk
mendeteksi mutasi pada daerah gen rpoB. Setiap molecular beacon
dilabel dengan dye florofor yang berbeda. Cycle threshold (Ct) maksimal
yang valid untuk analisis hasil pada probe A, B dan C adalah 39 siklus,
sedangkan pada probe D dan E adalah 36 siklus. Hasil dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
-
‘MTB terdeteksi’ apabila terdapat dua probe memberikan nilai Ct
dalam batas valid dan delta Ct min (selisih/perbedaan Ct terkecil antar
pasangan probe) < 2.0
-
‘Rifampisin Resistan tidak terdeteksi’ apabila delta Ct maks
(selisih/perbedaan antara probe yang paling awal muncul dengan
paling akhir muncul) ≤ 4.0
-
‘Rifampisin Resistan terdeteksi’ apabila delta Ct maks > 4.0
-
‘Rifampisin Resistan indeterminate’ apabila ditemukan dua kondisi
sebagai berikut :
20
o
Nilai Ct pada probe melebihi nilai valid maksimal (atau nilai 0)
o
Nilai Ct pada probe yang paling awal muncul > (nilai Ct valid
maksimal – delta Ct maksimal cut-off 4.0)
-
‘Tidak terdeteksi MTB’ apabila hanya terdapat satu atau tidak terdapat
probe yang positif. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF sudah diatur secara
otomatis sesuai dengan protokol kerja Xpert MTB/RIF dan tidak dapat
dimodifikasi oleh pengguna.
E. Prosedur Pemeriksaan TB Menggunakan TCM
-
PRA-ANALISIS
Pengumpulan spesimen
Pengumpulan spesimen dahak dilakukan di tempat khusus berdahak
(sputum booth) yang terdapat di ruang terbuka, mendapat sinar matahari
langsung, dan tidak dilalui banyak orang, untuk mengurangi kemungkinan
penularan akibat percikan dahak yang infeksius. Tempat pengumpulan
dahak dilengkapi dengan petunjuk prosedur pengeluaran dahak, tempat
cuci tangan dengan air mengalir, sabun, dan tempat sampah. Dahak tidak
boleh dikeluarkan di ruangan tertutup seperti kamar mandi, toilet, ruang
kerja, atau ruang tunggu. Pot dahak yang digunakan harus tidak mudah
pecah, tidak bocor, bermulut lebar (diameter 5—6 cm), dan bertutup ulir
(minimal 4 ulir). Untuk pengambilan spesimen ekstra paru dilakukan
sesuai dengan prosedur yang berlaku di setiap rumah sakit.
o
Pengumpulan Spesimen (Spesimen Dahak dan Non Dahak)
Untuk diagnosis TB pada Anak, spesimen yang dapat digunakan
adalah:
21
a. Dahak baik melalui berdahak langsung maupun induksi
sputum.
b. Bilas Lambung.
c. Feses (jika tidak dapat diperoleh spesimen dahak maupun
bilas lambung, sementara kecurigaan TB paru masih ada).

Prosedur Pengumpulan Spesimen Dahak
1. Sediakan pot dahak bertutup minimal 4 ulir, baru, bersih,
dan bermulut lebar (± diameter 5cm).
2. Tuliskan nama pasien dan nomor identitas spesimen
dahak pada dinding pot dahak sesuai dengan aturan
penamaan pedoman nasional. JANGAN lakukan penulisan
identitas pasien pada tutup pot dahak.
3. Pengumpulan spesimen dahak dilakukan di tempat khusus
berdahak (sputum booth) yang terdapat di ruang terbuka,
mendapat sinar matahari langsung, terdapat wastafel,
sabun cuci tangan, tempat sampah infeksius, tisu, dan
tidak dilalui banyak orang.
4. Bila memakai gigi palsu, lepaskan sebelum berkumur.
5. Kumur dengan air minum sebelum mengeluarkan dahak.
6. Tarik napas dalam sebanyak 2-3 kali dan setiap kali
hembuskan napas dengan kuat.
7. Letakkan pot dahak yang sudah dibuka dekat dengan
mulut.
8. Batukkan dengan keras dari dalam dada dan keluarkan
dahak ke dalam pot. Tutup langsung pot dahak dengan
22
rapat. Hindari terjadinya tumpahan atau mengotori bagian
luar wadah dan kemudian kencangkan tutup pada wadah
pengumpulan. Pemeriksaan TCM membutuhkan volume
dahak minimal 1 ml.
9. Bersihkan mulut dengan tisu dan buang tisu pada tempat
sampah tertutup yang sudah disediakan.
10. Cuci tangan dengan sabun dan antiseptik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menilai kualitas
dahak:
i. Periksa kekentalan, warna, dan volume dahak.
Dahak yang baik untuk pemeriksaan adalah
berwarna kuning kehijau–hijuan (mukopurulen),
dan kental.
ii. Hindari
menggunakan
spesimen
dahak
yang
mengandung sisa makanan atau partikel padat
lainnya.
Apabila
tidak
memungkinkan
untuk
mendapatkan spesimen baru, lakukan pengolahan
spesimen dan ambil bagian yang tidak bercampur
dengan sisa makanan atau partikel padat lainnya.

Prosedur Pengumpulan Spesimen Non-Dahak
Cara pengambilan spesimen non dahak mengacu
kepada SPO masing-masing rumah sakit.
23
-
-
ANALISIS
o
Prosedur umum pemuatan catridge
o
Prosedur umum membuat pemeriksaan Xpert MTB/RIF
o
Pemantauan selama pemeriksaan
o
Tampilkan hasil pemeriksaan
POST ANALITIK
Hasil = salin hasil pemeriksaan biakan yang ditulis oleh petugas
Penulisan hasil Xpert MTB/RIF sbb:
o
Neg : MTB tidak ditemukan
o
Rif Sen : MTB ditemukan, Rif Sensitif
o
Rif Res : MTB ditemukan, Rif Resistan
o
Rif Indet : MTB ditemukan, Rif Resistan Indeterminated
o
Invalid : Invalid
o
Error : Error
o
No result : Tidak ada hasil.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pernyataan diatas maka dapat diketahui bahwa uji resistensi
bakteri tuberculosis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara salah
satunya yaitu cara kultur dengan cara molekuler. Kadua metode tersebut
masuk kedalam kebijakan pemerintah dalam melakukan uji diagnose TB
paru. Setiap metode memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing,
dan
memiliki
sensitifitas
maupun
24
spesifitas
yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Emi Arianty Br Barus. (2019). UJI SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS
MYCOBACTERIUM
GROWTH
INDICATOR
TUBE
(MGIT)
PADA
PENDERITA SUSPEK TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PANCUR
BATU KABUPATEN DELI SERDANG. In POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN (Vol. 8, Issue 5).
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pemeriksaan tuberkulosis menggunakan alat
genexpert. In Petunjuk Teknis.
Kenedyanti, E., & Sulistyorini, L. (2017). Analisis Mycobacterium Tuberkulosis
dan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal
Berkala
Epidemiologi,
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.152-162
25
5(2),
152–162.
Download