BELAJAR DAN PEMBELAJARAN TEORI BELAJAR HUMANISTIC Oleh: Silvia Lutfiani Komalasari Widya Rahmawati Risma Widyasari Rena Herdiana : : : : : 192153034 192153064 1821530 1821530 1821530 Dosen Pengampu: Ernita Susanti, S.Pd., M.Pd. PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SILIWANGI 2020 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw yang telah membimbing manusia menuju alam kedamaian, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, keluarga beliau, sahabatsahabat serta orang yang istiqamah mengikuti jalan mereka dengan ahsan. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan kesempatan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran dengan judul “Teori Belajar Humanistic”. Dalam penyelesaian makalah ini penulis menemui beberapa kendala. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tasikmalaya, 3 November 2020 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2 D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3 A. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistic ................................ 3 B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistic ................................................... 3 1. Pandangan Rogers tentang Belajar ...................................................... 3 2. Pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap Belajar ......................... 5 3. Pandangan Kolb terhadap belajar ....................................................... 7 4. Pandangan Habermas terhadap belajar .............................................. 9 C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistic ............................................. 11 D. Implikasi Teori Belajar Humanistic dalam Pembelajaran Fisika ....... 11 BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12 A. Kesimpulan ............................................................................................... 12 B. Saran ......................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13 ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan suatu kegiatan yang cukup urgen dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan. Tanpa belajar seseorang tidak mungkin bisa menjadi orang yang terdidik. Dengan kata lain orang yang terdidik adalah orang yang selalu gemar belajar. Dalam kehidupannya selalu berusaha untuk belajar, sehingga tertanam suatu prinsip pada dirinya “tiada hari tanpa belajar”. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengajak para peserta didik menuju pada perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun social. Dengan mengacu pada tujuan pendidikan nasional maka dengan sendirinya pendidik dituntut untuk dapat mengembangkan potensi anak didik dengan memperhatikan materi apa yang terkandung pada mata pelajaran yang akan diajarkannya karena dengan begitu maka seorang pendidik mampu memberikan yang terbaik bagi siswanya. Selain itu, seorang pendidik pun harus mampu menguasai kondisi psikologis peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun pada kenyataannya, saat ini pendidikan cenderung dilihat sebagai sesuatu yang pragmatis bukan sesuatu yang hidup. Akibatnya, praktik pendidikan khususnya di lingkungan formal seperti sekolah berjalan tidak memperhatikan potensi dan sisi kemanusiaan dari peserta didiknya. Sebagai contoh, sering kali guru lebih mengutamakan potensi kognitif siswanya, padahal siswa sebagai manusia yang diciptakan Allah Swt. memiliki berbagai keunikan dan potensi tertentu di dalam dirinya. Praktik pengajaran seperti ini jika dilihat dalam perspektif humanisme sangat bertentangan dengan hak-hak sebagai manusia. Dan secara tidak langsung, telah memasung potensi dan kreativitas anak untuk berkembang. Tentu praktik pendidikan seperti ini tidak sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yakni mentransfer nilai (transfer of value). Selain itu, pendidikan juga merupakan kerja budaya yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreativitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya. Karena itu, daya kritis dan partisipatif harus selalu muncul dalam jiwa peserta didik. 1 2 Pembelajaran dalam pendekatan humanistik, dipahami sebagai pembelajaran yang mengarah pada proses memanusiakan manusia sebagaimana yang digagas oleh Paulo Freire. Menurut Baharuddin dan Moh. Makin (2007:114), menegaskan bahwa pendidikan yang memanusiakan manusia adalah proses membimbing, mengembangkan dan mengarahkan potensi dasar manusia baik jasmani, maupun rohani secara seimbang dengan menghormati nilai humanistik yang lain”. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah: 1. Apa pengertian belajar menurut psikologi humanistic? 2. Bagaimana pandangan dari tokoh-tokoh teori belajar psikologi humanistic? 3. Apa prinsip-prinsip teori belajar humanistic? 4. Bagaimana implikasi teori belajar humanistic dalam pembelajaran Fisika? C. Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui pengertian belajar menurut psikologi humanistic. 2. Untuk mengetahui pandangan dari tokoh-tokoh teori belajar psikologi humanistic. 3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar humanistic. 4. Untuk mengetahui implikasi teori belajar humanistic dalam pembelajaran. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, a. Bagi penulis, diharapkan makalah ini dapat dapat memberikan pengetahuan yang dalam mengenai teori belajar Humanistic. b. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat mengetahui, memahami, menguasai dan mampu mengimplementasikan teori, konsep, prinsip, dan implikasi dari teori belajar humanistic ini dalam pembelajaran fisika atau pembelajaran yang lain. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistic Awal perkembangan teori psikologi humanistik berkembang sekitar tahun 1950-an. Psikologi Humanistik adalah kritik terhadap behavioristik yang memandang manusia sebagai mesin, terlalu fokus dengan penelitian terhadap binatang dan menganalisis kepribadian secara terpisah. Munculnya teori humanistik adalah karena teori behavioristic memandang manusia hanya sebagai budak yang tidak berdaya yang dikontrol oleh lingkungan serta masa lalu, dan memiliki sangat sedikit kemampuan untuk mengatur diri sendiri. Humanistik merubah paradigma tersebut menjadi lebih manusiawi dan dihargai sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dalam pandangan humanisme, manusia memegang kendali terhadap kehidupan dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan sikap dan kepribadian mereka. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Masih dalam pandangan humanism, belajar bertujuan untuk menjadikan manusia selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai bila peserta didik mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta didik dihadapkan pada target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri semaksimal mungkin. Humanisme meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan pendidik berperan hanya sebagai fasilitator. Sikap serta pengetahuan merupakan syarat untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri dalam lingkungan yang mendukung. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang spesial, mereka mempunyai potensi dan motivasi dalam pengembangan diri maupun perilaku, oleh karenanya setiap individu adalah merdeka dalam upaya pengembangan diri serta pengaktualisasiannya. B. Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistic 1. Pandangan Rogers tentang Belajar Menurut Rogers ada dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan eksperimental (pengalaman). Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik. Sementara experimental learning melibatkan 3 4 peserta didik secara personal, berinisiatif, termasuk penilaian terhadap diri sendiri (self assessment) atau jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik. Sedangkan menurut Carl Rogers dalam teori belajar bebasnya, menyatakan bahwa tidak ada paksaan atau tekanan dalam belajar. Guru tidak membuat rencana dalam pembelajaran untuk peserta didik, tidak memberikan kritik atau ceramah kecuali apabila siswa menghendakinya, tidak menilai atau mengkritik pekerjaan murid kecuali apabila siswa memintanya. Dalam bukunya “Freedom to Learn”, ia memperkenalkan beberapa prinsip-prinsip belajar humanistik yang sangat penting, di antaranya ialah: 1) Manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar secara alami. 2) Belajar yang bermakna terjadi apabila subjek matter dirasakan peserta didik mempunyai relevansi dengan maksud-maksudya sendiri. 3) Belajar yang melibatkan suatu perubahan yang ada di dalam tanggapan mengenai dirinya, dianggap mengancam dan cenderung akan ditolaknya. 4) pekerjaan-pekerjaan belajar yang dapat mengancam diri adalah sangat mudah untuk dirasakan dan mudah diasimilasikan apabila ancaman dari luar tersebut semakin kecil. 5) Apabila ancaman kepada diri peserta didik rendah, pengalaman bisa diperoleh dengan melakukan berbagai cara yang bermacam-macam dan terjadilah sebuah proses belajar. 6) Belajar yang berarti bisa di dapatkan peserta didik dengan melakukannya. 7) Belajar dapat diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran dan ikut serta bertanggung jawab dalam proses belajar tersebut. 8) Belajar atas inisiatif diri sendiri yang melibatkan diri peserta didik seutuhnya, baik itu perasaan maupun segi kognitif, merupakan cara yang bisa memberikan hasil yang mendalam dan lestari. 9) Kepercayaan pada diri sendiri, kemerdekaan, kreatifitas akan lebih mudah untuk dicapai apabila peserta didik dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain adalah cara kedua yang juga penting. 10) Belajar yang sangat berperan secara sosial di dunia modern ini adalah belajar yang menyangkut proses belajar, yang terbuka dan terus menerus pada pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu. 5 Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. Rogers menyatakan ada lima hal yang penting dalam proses belajar humanistic, yaitu sebagai berikut. . 1) Hasrat untuk belajar: keinginan untuk belajar dikarenakan adanya dorongan rasa ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia sekelilingnya. Dalam proses memecahkan jawabannya, seorang individu mengalami kegiatan-kegiatan belajar. 2) Belajar bermakna: seseorang yang beraktivitas akan selalu mempertimbangkan apakah aktivitas tersebut mempunyai makna bagi dirinya. Jika tidak, tentu tidak akan dilakukannya. 3) Belajar tanpa hukuman merupakan belajar yang terlepas dari hukuman atau ancaman menghasilkan anak bebas untuk melakukan apa saja, dan mengadakan percobaan hingga menemukan sendiri suatu hal yang baru. 4) Belajar dengan daya usaha atau inisiatif sendiri: menunjukkan tingginya motivasi internal yang dimiliki. Siswa yang banyak inisiatif, akan mampu untuk memandu dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri dan berusaha mempertimbangkan sendiri hal yang baik bagi dirinya. 5) Belajar dan perubahan: keadaan dunia terus berubah, karena itu peserta didik harus belajar untuk dapat menghadapi serta menyesuaikan kondisi dan situasi yang terus berubah. Dengan begitu belajar yang hanya mengingat fenomena atau menghafal kejadian dianggap tak cukup. 2. Pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap Belajar Bloom dan Krathwohl (1956) juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwaperistiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. 6 Melalui taksonomi Bloom inilah telah berhasil memberikan inspirasi kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun praktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom tersebut adalah sebagai berikut: a. Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan yaitu: 1) Pengetahuan (mengingat, menghafal) 2) Pemahaman (menginterprestasikan) 3) Penerapan atau Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah) 4) Analisis (menjabarkan suatu konsep) 5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh) 6) Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.) Gambar 1. Tingkatan Domain Kognitif b. Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan yaitu: 1) Peniruan (menirukan gerak) 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak) 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar) 4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar) 5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar) 7 Gambar 2. Tingkatan Domain Psikomotor c. Domain afektif, teriri atas 5 tingkatan yaitu: 1) Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu) 2) Merespon (aktif berprtisipasi) 3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu) 4) Pengorganisasan atau pemberian respon (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya) 5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya) Gambar 3. Tingkatan Domain Afektif 3. Pandangan Kolb terhadap belajar Kolb (1939-sekarang) seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahaptahap belajar menjadi 4, yaitu: a. Tahap pengalaman konkrit Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceriterakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut 8 harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar. b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara akatif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap ke dua dalam proses belajar. c. Tahap konseptualisasi Tahap ke tiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama. d. Tahap eksperimentasi aktif. Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. Tahap-tahap belajar demikian dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang belajar. Secara teoretis tahap-tahap belajar tersebut memang dapat dipisahkan, namun dalam kenyataannya proses peralihan dari satu tahap ke tahap belajar di atasnya sering kali terjadi begitu saja sulit untuk ditentukan kapan terjadinya. 9 4. Konsep Honey dan Mumford terhadap Belajar Tokoh teori humanistik lainnya adalah Peter Honey (1937- sekarang) dan Alan Mumford (1933-sekarang). Pandangannya tentang belajar diilhami oleh pandangan Kolb mengenai tahap-tahap belajar di atas. Honey dan Mumford menggolonggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan pragmatis. Ciri dari siswa yang bertipe aktivis adalah mereka suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptis terhadap sesuatu. Ini kadangkala identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal yang baru, seperti brainstorming atau problem solving. Akan tetapi, mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam implementasi. Untuk siswa yang bertipe reflector, sebaliknya, cenderung sangat berhatihati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan, siswa seperti ini cenderung “konservatif”, dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan. Sedangkan siswa yang bertipe teoris biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka berfikir secara rasional adalah sesuatu yang sangat penting. Mereka biasanya juga sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Untuk siswa tipe pragmatif biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Teori memang penting kata mereka. Namun, apabila teori tidak bisa dipraktikkan, untuk apa? Kebanyakan siswa dengan tipe ini tidak suka berlarut-larut dalam membahas aspek filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktikkan. 5. Pandangan Habermas terhadap belajar 10 Gambar 4. Pandangan Habermas terhadap belajar Tokoh humanis lain adalah Hubermas (1929-sekarang). Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu; 1) Belajar teknis (technical learning), 2) belajar praktis ( practical learning), dan 3) belajar emansipatoris (emancipatory learning). Masing-masing tipe memiliki cirriciri sebagai berikut: a. Belajar Teknis (technical learning) Yang dimaksud belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan ketarampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau sain amat dipentingkan dalam belajar teknis. b. Belajar Praktis (practical learning) Sedangkan yang dimaksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang ilmu yang berhubungan dengan sosiologi, komunikasi, psikologi, antrophologi, dan semacamnya, amat diperlukan. Sungguhpun demikian, mereka percaya bahwa pemahaman dan ketrampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia. c. Belajar Emansipatoris (emancipatory learning) Lain halnya dengan belajar emansipatoris. Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. Untuk itu, ilmu-ilmu yang berhubungan dengan budaya dan bahasa amat diperlukan. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling 11 tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi. C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistic Humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai manusia. Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. Menurut pendekatan ini, materi atau bahan ajar harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual. Peserta didik hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses belajar mengajar. Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang pasif. Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik: 1) Manusia mempunyai belajar alami 2) Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu 3) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya. 4) Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil 5) Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara. 6) Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya 7) Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar 8) Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam 9) Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri 10) Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar. D. Implikasi Teori Belajar Humanistic dalam Pembelajaran Fisika Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan membiasakan untuk mawas; Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan membiasakan untuk mawas Teori Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan membiasakan untuk dengan dengan dengan mawas BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan: B. Saran Adapun saran penulis setelah menulis makalah ini, adalah 12 DAFTAR PUSTAKA Blogasik. 2013. Pandangan Bloom dan Krathwohl Terhadap Belajar (Diakses pada tanggal 2 November 2020) Fitriah, Anis dkk. 2014. Teori Belajar Humanisme. UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI (Diakses pada tanggal 2 November 2020) Hilmi. Pendekatan Humanistik Dalam Belajar (Diakses pada tanggal 2 November 2020) 13