LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DEPRESI STASE KEPERAWATAN JIWA Disusun Untuk Meneuhi Tugas Profesi Ners Mata Kuliah Keperawatan Jiwa Dosen Pembimbing: Arum Pratiwi, S.Kp., M.Kes., Ph.D DISUSUN OLEH : Adriana Mardiah J230205038 PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2021 LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengertian Depresi merupakan gangguan yang seringkali tidak disadari baik oleh penderita maupun orang-orang disekitarnya. Menurut Pradana (2016) dikatakan depresi disebut juga sebagai gangguan yang tidak terlihat atau invisible disease. Depresi adalah salah satu netuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai dengan kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat dan merasa tidak berdaya (Iyus, 2007). Dalam DSM-IV-TR (2000) dinyatakan bahwa gangguan depresi termasuk dalam gangguan suasana hati (mood disorder). Salah satu bentuknya berupa major depressive disorder dengan karakteristik berupa munculnya satu atau lebih dari episode depresi major, seperti suasana hati yang mengalami depresi atau kehilangan minat terhadap segala aktivitas yang menyenangkan dalam dua minggu terakhir. Di Indonesia pada tahun 2007 menurut ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Fachmi Idris, 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi dari tingat tertinggi sampai tingkat rendah. Bahkan menurut WHO, angka bunuh diri di Indonesia terus menignkat. Pada tahun 2010 angka bunuh diri di Indonesia adalah 1,8 jiwa per 100.000 penduduk tau 5.000 kasus per tahun. Pada tahun 2012 angka tersebut meningkat menjadi 4,3% jiwa per 100.000 penduduk atau setara dengan 10.000 kasus pertahun (Pradana, 2016). B. Tanda dan Gejala Depresi Pada umumnya, individu yang mengalami depresi menunjukkan gejala psikis, fisik dan sosial yang khas. Menurut Institur Kesehatan Jiwa Amerika Serikat (NIMH) dan Diagnostic dan Statistical manual IV-Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000) kriteria depresi dapat ditegakkan apabila setidaknya 5 dari gejala dibawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu 2 minggu. Gejala dan tanda umum sebagai berikut: 1. Gejala fisik Gangguan pola tidur: sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hypersomnia) Menurunnya tingkat aktivitas, misalnya kehilangan minat, kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya Sulit makan atau makan berlebihan Gejala penyakit fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala, masalah pencernaan (diare, sulit BAB, dll), sakit lambung dan nyeri kronis Terkadang merasa berat ditangan dan kaki Energy lemas, kelelahan, menjadi lamban Sulit berkonsentrasi, mengingat, memutuskan 2. Gejala psikis Rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus menerus Rasa putus asa dan pesimis Rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak berdaya/tidak berguna Tidak tenang dan gampang tersinggung Berpikir ingin mati atau bunuh diri Sensitive Kehilangan rasa percaya diri 3. Gejala Sosial Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri, menyendiri, malas) Tidak ada motivaso untuk melakukan apapun Hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri C. Etiologi 1. Faktor predisposisi Menurut Kaplan (2002) dan Nolen Hoeksema & Girgus (2002) penyebab depresi merupaka gangguan mood yang melibatkan patologisk dan sistme limbik serta ganglia basalis dan hipotalamus. Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Selain itu faktor sosial seperti kehilangan seseorang, kegagalan, paska bencana, melahirkan, masalah keuangan, ketergantungan terhadap narkoba, trauma masa kecil, terisolasi secara sosial, faktor usia dan gender, tuntutan dan peran sosial misalnya untuk tampil baik menjadi juara di sekolah ataupun tempat kerja. 2. Faktor presipitasi Menurut Halgin (1994) orang yang mempunyai kecendrungan menderita depresi mempunyai kumpulan depresogenik yang bersifat negait yang terbentuk pada masa perkembangan awal dan mejadi struktur kognitif laten yang disebut skema. Skema adalam struktur kognitif untuk menyaring, menginterpretasikan dan mengevaluasi stimulasi yang diterima individu. Skema yang laten ini akan diaktifkan oleh kejadian yang menekan atau traumatic, kemudian mempengaruhi pembentukan keyakinan dan pemrosesan informasi karena tidak didasarkan atas realitas yang objektif. Ketika seseorang merasa tertrkan akan cenderung focus pada tekanan yang mereka rasa dan secara pasif merenung daripada mengalihkannya atau melakukan aktivitas untuk merubah situasi. Pemikiran irasional yaitu pemikiran yang salah dalam berpikir seperti menyalahkan diri sendiri atas ketidak beruntungan. Sehingga individu yang mengalami depresi cenderung menganggap bahwa dirinya tidak dapat mengendalikan lingkungan dan kondisi dirinya hal ini dapat menyebabkan pesimisme dan apatis. D. Psikofisiologi Metodologi untuk mempelajari neurobiologis gangguan suasana perasaan telah berkembang lebih canggih, penelitian yang menggunakan indikator tdak langsung dari fungsi otak, seperti kadar metabolit monoamine atau kortisolurin, plasma atau CSF, sebagian besar telah digantikan oleh penelitian yang dipandu secara translasi dari transkip gen dan proteomic. Demikian juga pengukuran kasar fungsi regional otak, seperti rekaman potensi yang ditimbulkan atau pola aktivitas electroencephalographic (EEG) saat bangun dan tidur, sebagian besar telah memberikan cara untuk startegi neuroimaging yang memungkinkan aktivitas daerah atau sirkuit saraf tertentu untuk doperiksa saat istirahat dan selama tantangan provokatif (Sadock, 2017). Tanda-tanda, gejala, dan pengalaman subjektif yang terkait dengan depresi telah lama terkait disfungsi proses sistem saraf pusat dasar (SSP). Sehubungan dengan fungsi kortikal, depresi melibatkan beberapa gangguan pemrosesan informasi. Kebanyakan orang yang depresi secara otomatis menafsirkan pengalaman dari perspektif negatif, dan aksesnya ke memori negatif. Keadaan depresi yang lebih parah, kognisi dan keterampilan pemecahan masalah semakin lengkapi dengan konsentrasi yang buruk dan menurunnya kemampuan untuk menggunakan pemikiran abstrak. Sebuah monolog virtual pikiran dan gambar negative tampaknya berjalan dengan autopilot, dan, tidak seperti keadaan normal kesedihan, ventilasi ke orang kepercayaan memiliki sedikit efek yang menguntungkan. Pada kasus yang lebih ekstrim, delusi atau halusinasi, atau keduanya, benar-benar mendistorsi pengujian realitas. Perubahan neurokognitif ini menunjukkan disfungsi yang melibatkan hipokampus, korteksprefrontal (PFC), amigdala dan sturuktur limbic lainnya. Karakteristik depresi berdasarkan biologis lainnya melibatkan penurunan minat dan hilangnya reaktivitas suasana hati: Aktivitas yang spontan, tujuan yang disutradarai menurun, dan peristiwa yang seharusnya meningkatkan suasana perasaan memiliki sedikit atau tidak berpengaruh sama sekali. Satu berkorelasi kehilangan minat adalah penurunan arti penting penguatan. Bahkan fungsi dasar seperti nafsu makandan libido berkurang dalam depresi berat. Anhedonia dan penurunan titik perilaku nafsu makan untuk disfungsi sirkuit saraf yang terlibat dalam antisipasi dan penyempurnaan penghargaan, yang melibatkan thalamus, hipotalamus, nukleus akumbens, anterior cingulate, dan PFC.(Sadock, 2017) (Marwick K, 2013). Neuron dari daerah hipokampus dan amygdala biasanya menekan aksis hipotalamus hipofisis-adrenal, jadi jika stres menyebabkan neuron hippokampus dan amigdala menjadi atrofi, dengan hilangnya input penghambatan ke hipotalamus, ini dapat menyebabkan untuk overaktivitas sumbu HPA. Pada depresi, kelainan pada aksis HPA telah lama dilaporkan, termasuk peningkatan kadar glukokortikoid dan ketidakpekaan sumbu HPA terhadap penghambatan umpan balik. Beberapa bukti menunjukkan bahwa glukokortikoid pada tingkat tinggi bahkan bisa menjadi racun bagi neuron dan berkontribusi pada atrofi mereka di bawah tekanan kronis. Pengobatan antidepresan baru dalam pengujian yang menargetkan reseptor corticotropinreleasing factor 1 (CRF-1), reseptor vasopresin 1B, dan reseptor glukokortikoid, dalam upaya untuk menghentikan dan bahkan membalikkan kelainan HPA ini pada depresi dan stres lainnya. terkait penyakit kejiwaan.(Stahl, 2013). Peningkatan aktivitas HPA adalah ciri respons stres mamalia dan salah satu hubungan paling jelas antara depresi dan biologi stres kronis. Hiperkortisolemia pada depresi menunjukkan satu atau lebih gangguan sentral berikut: penurunan tonus 5-HT penghambatan; peningkatan drive dari NE, ACh, atau CRH; atau penurunan inhibisi umpan balik dari hippocampus. Subekelompok pasien depresi yang lebih besar (20 hingga 30 persen) menunjukkan respons TSH yang tumpul terhadap tantangan TRH. Jenis respons ini biasanya menunjukkan hipertiroidisme, namun beberapa pasien depresi memiliki peningkatan hormon tiroid yang signifikan secara klinis. Respons TSH yang tumpul pada orang eutiroid dapat diakibatkan oleh penurunan regulasi hipofisis akibat peningkatan TRH ―drive.‖ Karena neuron yang mengandung TRH telah diidentifikasi dalam berbagai daerah kortikal, kelainan ini mungkin memiliki asal suprahypothalamic. Peningkatan sekresi TRH sentral, pada gilirannya, dapat dihasilkan dari respon homeostasis terhadap penurunan neurotransmisi noradrenergik. Manfaat terapeutik terapi ajuvan dengan 1-triiodothyronine (T3) atau hormon tiroid lainnya Manfaat terapeutik terapi ajuvan dengan 1- triiodothyronine (T3) atau hormon tiroid lainnya dapat dimediasi oleh peredam respon homeostasis yang gagal ini. Kelainan ini mungkin paling umum pada individu yang memiliki kemampuan untuk mengubah tiroksin menjadi T3. Implikasi terapeutik utama dari respons TSH yang tumpul adalah bukti peningkatan risiko kambuh meskipun terapi antidepresan preventif. Dari catatan, tidak seperti tes penekanan deksametason (DST), respons TSH tumpul terhadap TRH sering tidak menormalkan dengan pengobatan yang efektif.(Sadock, 2017). E. Konsep Proses Keperawatan 1. Pengkajian a. Faktor predisposisi Faktor genetik : faktor yang dikaitkan dengan keturunan Teori Agresi berbalik pada diri : diawali dengan proses kehilangan, terjadi ambivalensi terhadap objek yang hilang hingga tidak mampu mengekspresikan marah dan terjadi marah pada diri sendiri. Kehilangan objek Model kognitifdepresi terjadi karena gangguan proses pikir, penilaian negative terhadap diri, lingkungan dan masa depan b. Faktor presipitasi Putus atau kehilangan hubungan : kehilangan orang yang dicintai, fungsi tubuh atau harga diri Keajadian besar dalam kehidupan : peristiwa tidak menyenangkan, pengalaman negative Perubahan peran Sumber koping tidak adekuat Perubahan fisiologik c. Perilaku Perilaku yang berhubungan dengan depresi: Afektif : marah, apatis, anxietas, dendam, perasaan bersalam, putus asa, kesepian, sedih, harga diri rendah Fisiologis : nyeri perut, yeri dada, anoreksia, pusing, konstipasi, insomnia, perubahan menstruasi dan BB menurun Kognitif : ambivalen, bingung, konsentras, berkurang motivasi menurun, menyalahkan diri, ide merusak diri, pesimis, ragu-ragu Perilaku : agitasi, ketergantungan, isolasi sosial, menarik diri d. Mekanisme koping Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan eksagregasi dari mekanisme pertahanan penyangkal atau denial dan supresi yang berlebihan dalam upayanya untuk menghindari distress hebat yang berhubungan dengan berduka. 2. Diagnosa Keperawatan a. D.0121 – Isolasi sosial b.d perubahan status mental d.d menyendiri, menarik diri, tidak berminat berinteraksi dengan orang lain, sedih b. D.0080 – Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa khawatir, sulit konsentrasi, gelisah, sulit tidur c. D.0087 – Harga diri rendah situasional b.d kegagalan berulang d.d. menilai diri negative, merasa tidak mampu melakukan, berjalan menunduk, kontak mata kurang d. D.0096 – Koping tidak efektif b.d ketidakeadekuatan strategi koping d.d tidak mampu mengatasi masalah, menggunakan koping yang tidak sesuai, asertif e. D.0135 – Resiko bunuh diri b.d masalah sosial 3. Intervensi Keperawatan No. 1. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI) D.0121 L.13116 I.05186 Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan Terapi aktivitas perubahan status tindakan Observasi mental - Identifikasi keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan isolasi dengan kriteria hasil: diinginkan meningkat 2. Verbalisasi isolasi menurun 3. Perilaku menarik diri menurun deficit terapi - Identifikasi daya 1. Minat interaksi Mengetahui tingkat aktivitas sosial membaik Keterlibatan sosial Rasional aktivitas yang sesuai sumber dengan aktivitas pasien yang inginkan Terpeutik Pasien - Fasilitasi harus memilih mencoba aktivitas dan tetapkan berinteraksi tujuan aktivitas yang secara konsisten sesuai agar kemampuan hubungan sehat makna dengan aktivitas yang dipilih - Libatkan terbiasa fisik, membina psikologis, dan sosial - Fasilitasi bertahap orang lain keluarga Keterlibatan dalam aktivitas, jika keluarga sangat perlu - Jadwalkan mendukung aktivitas terhadap proses dalam rutnitas sehari- perubahan hari perilaku pasien Edukasi - Jelaskan aktivitas metode Menjelaskan sehari-hari, manfaat terapi aktivitas yang jika perlu - Anjurkan dalam terlibat dipilih sehingga aktivitas muncul motivasi kelompok atau terapi untu berinteraksi - Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih Kolaborasi Membantu - Rujuk pada pusat atau penanganan program aktivitas pasien komunitas, jika perlu 2. D.0080 Ansietas L.09093 b.d krisis situasional jika diperlukan I.09314 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, Reduksi ansietas Obeservasi - Monitor tanda-tanda ansietas diharapkan ansietas membaik dengan kriteria hasil: Terapeutik Membina - Ciptakan suasana hubungan saling terapeutik untuk percaya untuk Tingkat ansietas menumbuhkan memudahkan 1. Verbalisasi kepercayaan dan melancarkan khawatir kondisi akibat - Temani klien yang mengurangi dihadapi menurun kecemasan, 2. Perilaku gelisah menurun 3. Keluhan pusing membaik memungkinkan Memahami membuat ansietas yang dirasakan pasien Edukasi darah menurun 5. Pola jika - Pahami situasi yang situasi menurun 4. Tekanan untuk interaksi tidur - Latih teknik relaksasi - Latih pengalihan mengurangi ketegangan kegiatan untuk Memberikan kegiatan distraksi untuk mengalihkan cemas pasien Kolaborasi Membantu menurunkan - Kolaborasi pemberian cemas pasien jika obat antiansietas, jika semakin buruk perlu 3. D.0086 Harga L.09069 diri rendah situasional b.d kegagalan hidup berulang I.09308 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan harga diri membaik dengan kriteria hasil: Harga diri Promosi harga diri Observasi Bina - Monitor hubungan verbalisasi saling percaya yang merendahkan diri untuk kelancaran sendiri interaksi - Monitor tingkat harga diri setiap waktu, sesuai kebutuhan Terapeutik 1. Penilaian diri positive meningkat 2. Minat mencoba hal baru meningkat 3. Berjalan menampakkan wajah meningkat - Motivasi terlibat dalam Reinforcement verbalisasi positif positif untuk diri sendiri - Motivasi meningkatkan menerima harga diri tantangan atau hal baru - Diskusikan Keterbukaan persepsi tentang negative diri kemampuan Edukasi yang - Jelakan pada kelurga adalah pentingnya dalam positif prasat system diri keluarga pasien - Anjurkan dimiliki dukungan untuk berubah perkembangan Support konsep dapat akan sangat identifikasi berpengaruh kekuatan yang dimiliki dalam - Latih cara befikir dan mempercepat berperilaku positif 4. D.0096 Koping efektif L.09086 tidak b.d Setelah tindakan I.09312 dilakukan Promosi koping Obeservasi penyembuhan ketidakeadekuat an keperawatan selama - Identifikasi strategi 3 koping x 24 jam, diharapkan koping jangka kegiatan Bina pendek dengan kriteria hasil: Status koping 1. Perilaku koping adaptif membaik 2. Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah membaik 3. Orientasi realitas membaik dan saling panjang sesuai tujuan tidak efektif teratasi - Identifikasi penyelesaian masalah - Gunakan - Fasilitasi dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan - Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat diri b.d masalah sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko bunuh diri membaik dengan kriteria hasil: Kontrol diri Upaya untuk mengetahui mekanisme koping yang tepat untuk pasien Edukasi Memberikan mengungkapkan kesempatan perasaan dan persepsi pasien terkait keluarga persepsi dan untuk penggunaan menentukan teknik relaksasi bunuh interaksi tenang dan meyakinkan - Latih Resiko saat pendekatan terlibat L.09076 pasien Terapeutik - Anjurkan D.0135 agar percaya metode terbuka - Anjurkan 5. hubungan koping I.14538 Pencegahan bunuh diri Observasi - Identifikasi gejala Mengetahui resiko bunuh diri - Identifikasi dan pikiran penyebab dan keingan keinginan pasien rencana untuk bunuh diri bunuh diri Memahami situasi mood 1. Verbalisasi - Monitor adanya yang ancaman kepada perubahan mood atau pasien orang lain perilaku menurun Terapeutik 2. Perilaku melukai dirasakan Membantu pasien agar dapat - Libatkan dalam menentukan diri sendiri/orang perencanaan perawatan perencanaan lain menurun mandiri 3. Perilaku amuk menurun mandiri - Tingkatkan yang sesuai pengawasan dalam Menghindari kondisi teretntu - Lakukan tindakan yang intervensi tidak diinginkan perlindungan Membantu Edukasi pasien agar dapat - Anjurkan mengungkapkan mendiskusikan perasaan dan perasaan yang dialami tidak dipendam kepada orang lain - Anjurkan menggunakan sumber Mengajarkan pendukung - Latih pasien bahaya pencegahan bunuh diri agar resiko bunuh diri Kolaborasi pasien tidak melakukan - Kolaborasi pemberian Memberikan obat antiansietas, atau obat-obatan jika antipsikotik, indikasi Sesuai pasien mengalami kondisi buruk yang DAFTAR PUSTAKA Amercian Psychiatric Association (APA). (2020). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM-IV-TR). Washington, DC: Author Pradana, Jaka Arya. (2016). Kamu Bisa Bantu Selamatkan 10.000 Jiwa Setiap Tahun. http://depresimeter.org/cegah-bunuh-diri/. Diungggah pada tangga 31 Oktober 2016. PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI Sadock, Benjamin J, et al. (2017). Mood Disorder in Compehensive Texbook of Psychiatric Volume I/II. Philadelphia:Wolterss Kluwer. Stahl, Stephen M, Munther, Nancy. (2013). Mood Disorder in Stahl’s Essential Pyschopharmacology, Neuroscientific Basis Practical Application, 4 th Edition. New York: Cambridge University Press. Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.Refika Aditama