TUGAS C DAYA MATEMATIKA PROPOSAL PENELITIAN KEMAMPUAN ADVANCED MATHEMATICS THINKING SETELAH PEMBELAJARAN MODEL MATEMATIKA KNISLEY SECARA DARING Silfia Hayuningrat (20709251008) Jurusan S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta A. Latar Belakang Masalah Matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menggambarkan pola alam dan pola pikir manusia. Pola-pola ini bisa nyata atau imajiner, visual atau psikologis, statis atau dinamis, kualitatif atau kuantitatif, murni bermanfaat atau hanya hiburan yang menyenangkan. Mereka mungkin datang dari dunia di sekitar kita, kedalaman ruang dan waktu, atau cara berpikir manusia. Setiap orang melakukan kegiatan matematika sesuai dengan kemampuannya. Misalnya petani ingin meningkatkan produksi dengan melihat perubahan dan permasalahan yang ada, masyarakat berharap dapat tiba di tujuan tepat waktu dengan mempertimbangkan segala kemungkinan untuk mencapai tujuan dan dengan memilih rute yang tepat. Kegiatan berpikir, baik menghitung maupun mengambil keputusan dengan mempertimbangkan semua kemungkinan yang mungkin, merupakan bagian dari pemikiran matematis. Matematika adalah ilmu berpikir dan alat penting untuk meningkatkan potensi berpikir dalam proses pembelajaran dan kausalitas. Sebagian besar guru matematika di sekolah menengah di Thailand tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan dan memperhatikan pentingnya manajemen pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemikiran kreatif, dan membuat siswa enggan menggunakan sepenuhnya keterampilan berpikir kreatif mereka melalui strategi pembelajaran berbasis masalah. Secara umum, kegiatan pembelajaran matematika pada siswa sekolah menengah pertama sangat tidak efisien dalam meningkatkan daya berpikir kreatif siswa. Namun, hal itu belum benar-benar mendorong dan mendukung lebih banyak guru matematika untuk menemukan strategi baru dan efektif untuk meningkatkan pemikiran kreatif (Sriwongchai, Jantharajit dan Chookhampaeng, 2015). Konsep-konsep dalam matematika terstruktur, logis dan sistematis, mulai dari konsep sederhana hingga konsep yang kompleks.Misalnya dalam pendidikan mulai dari PAUD, matematika SD diajarkan dalam keadaan tertentu dan pada tingkat SMP. Masih sangat sederhana. Perkenalkan siswa pada hal-hal abstrak, tetapi tetap ajarkan mereka sesuatu secara konkret. Di sekolah menengah, tingkat yang lebih tinggi memperkenalkan matematika secara abstrak sesuai dengan tingkat kemampuan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa membutuhkan kemampuan berpikir matematis yang baik untuk mengatasinya, terutama di tingkat universitas, kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi semakin sulit, dan konsep matematika yang mereka pelajari semakin sulit. emampuan matematis seseorang akan bergantung pada pemahaman materi sebelumnya ketika dipelajari saat ini. Oleh karena itu matematika sebuah ilmu yang saling berkaitan antara satu dengan yanglainnya, dalam mempelajari matematika memerlukan kesungguhan keseriusan dalam setiap materi-materi yang sudah dipelajari karena tidak terkuasainya sebuah materi akan berdampak pada materti selanjutnya. Banyak siswa yang merasa cemas dalam belajar matematika, sehingga pembelajaran di kelas menjadi tidak menyenangkan, dan mereka menemui kesulitan yang cukup besar dalam proses pembelajaran tertentu, meskipun dalam pembelajaran tersebut menuntut mereka untuk memiliki kemampuan advanced mathematical thinking. Matematika di sekolah biasanya hanya melakukan perhitungan dan operasi simbolik, yang hanya perlu menghafal fakta atau sekedar mengaplikasikan berbagai rumus atau prinsip (hanya diperlukan kemampuan dasar), salah satunya adalah konsep trigonometri. Abidin (2012) menjelaskan bahwa banyak tamatan SMA yang masih tidak menguasai materi trigonometri. Beliau merasakanselama mengasuh mata kuliah Kalkulus 1 yang salah satu materi prasyaratnya adalah trigonometri, mahasiswanya banyak yang belum menguasai trigonometri dengan baik. Wulandari (2020) juga menyebutkan bahwa materi trigonometri dianggap sulit oleh siswa SMA, terutama pada soal-soal yang berkaitan dengan trigonometri. Indikator mengenai tiga macam perbandingan trigonometri, yaitu sinus, kosinus dan tangen, dirasa sulit. Trigonometri juga menjadi sebuah materi dianggap sulit dengan berbagai alasan karena terlalu banyaknya rumus trigonometri sehingga sulit menyelesaikan permasalahan trigonometri karena banyak pilihan rumus konsep dalam penyelesaiannya serta ditemukan bahwa mahasiswa kesulitan dalam memahami dan menghubungkan sin, cosdan tandalam kehidupan sehari-hari, karena mereka berpikir bahwa trigonometri hanya sebatas hafalan saja (Nurfauziah, 2019). Hal tersebut menjadi masalah yang harus segera diselesaikan, melihat materi ini selanjutnya akan dijumpai siswa dalam ujian nasional atau ke tingkat universitas ketika mereka memilih jurusan matematika yang nantinya tingkat kesulitannya lebih kompleks yang menuntut mereka untuk memiliki kemampuan advanced matehamatics thinking. Komponen kemampuan advanced matehamatics thinking meliputi kemampuan representasi, kemampuan Abstraksi, kemampuan berpikir Kreatif, dan kemampuan pembuktian matematis Untuk menunjang itu semua perlu adanya inovasi pembelajaran agar materi trigonometri di sampaikan dengan efektif dan lebih mudah dipahami oleh siswa. Ada banyak model atau metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa, namun tidak semua model atau metode pembelajaran dapat menumbuhkan pengetahuan siswa, memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk meningkatkan kreativitas, dan menciptakan suasana kelas yang menarik dan menantang. Salah satu Model yang dinilai dapat meningkatkan kemampuan advanced matehamatics thinking adalah model pembelajaran matematika Knisley. Kusumayanti (2016) mengemukakan bahwa model pembelajaran Knisley dapat mengembangkan semangat yang ada dalam diri siswa untuk dapat berpikir aktif, menjadikan situasi belajar yang cenderung lebih bersifat kondusif karenaadanya tuntutan kepada mahasiswa untuk menemukan konsep secara individu, dapat menimbulkan kegembiraan pada kegiatan pembelajaran yang berlangsung karena siswa menjadi aktif dan merdeka dari banyak sudut pandang. Model ini merupakan model yang dirumuskan oleh Knisley (Knisley, 2001) atas model pembelajaran Experiental Learning yang dikembangkan oleh Kolb (Kolb, 1984). Menurut Knisley, ada 4 tahapan pada model pembelajaran ini yaitu tahap Konkret-Reflektif, Konkret-Aktif, Abstrak–Reflektif dan Abstrak– Aktif. Banyaknya penelitian tentang model pembelajaran ini tentunya menjadi tantangan tersendiri untuk membuat inovasi baru di dalam pembelajarannya, terutama dimasa pendemi seperti sekarang. Tentunya inovasi-inovasi baru dalam model pembelajaran yang dilakukan secara daring diharakan dapat menunjang kemampuan advanced matehamatics thinking siswa. B. Rumusan Masalah Penelitian Adapun masalah yang dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana kemampuan advanced mathematics thinking siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui kemampuan advanced mathematics thinking siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring D. Manfaat Penelitian Diharapkan melalui pembelajaran model matematika knisley secara daring ditinjau dari kemampuan advanced mathematics thinking siswa , diharapkan dapat memberikan referensi dan eksposisi bagi para praktisi pendidikan matematika, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sehingga inovasi-inovasi baru akan bisa terus ter upgrade dengan sangat pesat untuk kemajuan pendidikan indonesia E. Studi Pustaka 1. Model Pembelajaran knisley Model pembelajaran matematika Knisley merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Dr. Dr. Jeff Knisley. Model pembelajaran matematika Knisyley merupakan model pembelajaran yang dapat diterapkan pada setiap materi matematika. Keunggulan model pembelajaran matematika Kennethley terletak pada tahap pembelajaran yang terstruktur, karena siswa telah membangun pengetahuannya sendiri, pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan lebih tahan lama dalam ingatan, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu, siswa tidak hanya harus menghasilkan model matematika, tetapi juga berharap dapat memahami konsep-konsep yang digunakan dalam pembentukan model matematika dari soal-soal yang dibentuk. Model pembelajaran Knisley mengacu pada pembelajaran eksperiential, dimana proses pembelajarannya bertujuan mengaktifkan pembelajaran melalui pengalaman langsung untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Mulyana (2009), model pembelajaranKnisley memiliki keunggulan diantaranya meningkatkan semangat siswa untuk berpikir aktif, membantu suasana belajar yang kondusif karena siswa bersandar pada penemuan individu, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar mengajar karena siswa dinamis dan terbuka dari berbagai arah. Menurut Knisley, pada tahap Konkret-Reflektif, guru membekali siswa dengan soal matematika, kemudian meminta siswa merumuskan berbagai strategi awal untuk menyelesaikan soal tersebut berdasarkan konsep yang sudah mereka pahami sebelumnya, diharapkan siswa tersebut mampu merumuskan berbagai strategi awal untuk menyelesaikan soal tersebut. kreativitas dan kemampuan inovasi akan ditingkatkan. Keterampilan berpikir reflektif dapat dikembangkan lebih lanjut Pada bagian ini, guru adalah pendongeng (Knisley, 2001), kemudian pada tahap Kongkrit-Aktif, guru membimbing siswa untuk mengeksplorasi, bereksperimen, mengukur atau membandingkan pengetahuan mereka antara pengetahuan. Mereka telah menguasai konsep baru yang mereka pelajari sebelumnya, dan dapat merangkum konsep baru tersebut. Selain itu, kemampuan berpikir reflektif siswa juga dapat dikembangkan lebih lanjut. Selain itu, juga akan ada proses abstrak dalam berpikir matematis siswa di sini. Guru harus mengambil tindakan sebagai panduan dan motivasi. Abstrak-Reflektif, pada tahap ini siswa telah mendapatkan banyak pengalaman dari tahap refleksi konkret, dan siswa siap untuk menerapkan konsep-konsep baru yang mereka temukan. Guru meminta siswa untuk menemukan pemecahan masalah dengan menerapkan konsep-konsep baru yang diturunkan dari tahap sebelumnya dan menerapkan konsep-konsep tersebut pada konteks yang sesuai.Tahap ini melatih siswa untuk mengembangkan proses abstraknya.Pada bagian ini, guru adalah nara sumber. Abstrak–Aktif, siswa di sini menggunakan konsep yang dikembangkan untuk memecahkan masalah Pada bagian ini, guru adalah pelatihnya. Oleh karena itu, dari tahapan saat ini, masyarakat menduga bahwa model pembelajaran matematika Knisley dapat meningkatkan kemampuan advanced mathematics thinking siswa. Rujukan untuk mengembangkan model pembelajaran matematika Knisley adalah teori gaya belajar dari Kolb yang berpendapat bahwa“gaya belajar siswa itu ditentukanoleh dua faktor, apakah siswa lebih suka yang konkrit dari pada yang abstrak, dan apakah siswa lebih menyukai eksperimen aktif daripada observasi yang bersifat reflektif(Knisley, 2001). KOLB’S LEARNING STYLES EQUIVALENT MATHEMATICAL STYLE Concrete, Reflextive Concrete, Active Abstract, Reflective Abstract, Active Allegorizer Integrator Analyzer Synthesizer Gambar 1. Gaya Belajar Kolb’s dalam Konteks Matematika Pada tahap Allegorizer, siswa dibimbing untuk merumuskan konsep-konsep baru yang bersifat simbolis terhadap konsep-konsep yang sudah dikenal. Pada tahap ini siswa belum dapat membedakan konsep baru dengan konsep lama yang telah mereka kuasai. Pada tahap Integrator, siswa merealisasikan suatu konsep sebagaisesuatuyangbaru, dianggapbelum mengetahuibagaimanamenghubungkan dengan apayang telah diketahuinya.Lalu melakukan perbandingan, pengukuran dan eksplorasi untuk membedakan konsep baru yang telah diketahui. Selanjunya siswa diberi tugas yang bersifat mengeksplorasi karakteristik dari konsep baru, sehingga siswa dapat dengan baik mengaitkan hubungan konsep baru dengan konsep lama. Pada tahap Analyzer, siswa mengasosiasikan konsep baru dengan konsep yang telah diketahuinya, tetapi mereka kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk membentuk ciri unik (unik) dari konsep tersebut.Sehingga siswa perlu membuat atau memilih pernyataan yang terkait dengan konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal pernyataan yang salah dan membuktikan pernyataan yang benar bersama-sama dengan guru. Pada tahap ini konsep baru menjadi bagian dari pengetahuan yang ada. Pada tahap Synthesizer, siswa dapat berlatih setelah menguasai konsep tersebut, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, mengembangkan strategi, dan menciptakanallegoriskarena konsep baru dengan ciri khas yang unik telah menjadi alat dalam mengembangkan strategi dalam melakukan allegorisasi kembali. 2. Advanced Mathematics Thinking Banyak ahli seperti (Dreyfus dalam Tall, 2002; Harel & Sowder, A. Gutierrez, 2006) memaparkan arti dari advanced mathematical thinking . Menurut Dreyfus (Tall, 2002), proses advanced mathematical thinking meliputi: 1) proses representasi, 2) proses abstrak, dan 3) hubungan antara representasi dan abstraksi. Tall selanjutnya menekankan bahwa selain proses di atas, berpikir kreatif matematis dikategorikan Untuk advanced mathematical thinking. Hal senada juga disampaikan oleh Harel dan Solar (A. Gutierrez, 2006) yang mendefinisikan advanced mathematical thinking sebagai proses berpikir matematis seperti representasi, abstraksi, hubungan antara representasi dan abstraksi, kreativitas dan pembuktian matematis. Sumarmo (2011) awalnya mendefinisikan advanced mathematical thinking sebagai kemampuan berikut: representasi, abstraksi, menghubungkan representasi dan abstraksi, berpikir kreatif matematis, dan menyusun bukti matematis. Selanjutnya (Tall, 2002) menjelaskan kisi-kisi dari advanced mathematical thinking, mencakup proses: representasi, menvisualisasikan, menggeneralisasikan, mengklasifikasikan, menghipotesa, menginduksi, menganalisa, mensintesa dan mengabstraksikan atau memformalisasikan. Dari beberapa pengertian advanced mathematical thinking di atas maka pengertian advanced mathematical thinking adalah proses berpikir matematis yang meliputi proses representasi, abstraksi, berpikir kreatif matematis, dan pembuktian matematis. proses advanced mathematical thinking ini juga terjadi dalam pemecahan masalah matematika SD misalnya proses representasi (representasi objek dunia nyata, representasi konkrit) tetapi definisi, proses abstraksi dan pembuktian formal merupakan salah satu faktor yang membedakan dengan advanced mathematical thinking. Aspek Advanced Mathematical Thinking yang pertaman adalah Representasi MatematisTerdapat beberapa ahli yang mengemukakan pengertian dari representasi yaitu (Davis (dalam Janvier, 1987); Kalathil dan Sherin, (2000); Goldin, (2002); Rosengrant, 2005); Hwang, (2007)). Menurut Davis (Janvier, 1987) sebuah representasi dapat berupa kombinasi dari sesuatu yang tertulis di atas kertas, sesuatu yang eksis dalam bentuk obyek fisik dan susunan ide-ide yang terkonstruksi di dalam pikiran seseorang. Selain itu (Rosengrant, 2005) menunjukkan bahwa beberapa representasi lebih spesifik, dapat digunakan sebagai referensi untuk konsep yang lebih abstrak, dan juga dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah. Dalam psikologi pendidikan matematika, representasi adalah suatu gambaran tentang hubungan antara objek dan simbol (Hwang, 2007). Dalam artikel ini, pengertian representasi yang saya gunakan didasarkan pada definisi Golding, karena dari beberapa definisi Dari sudut pandang itu adalah lebih umum di alam. Notasi matematika yang dikemukakan oleh siswa merupakan ekspresi dari konsep atau pemikiran matematika yang diungkapkan oleh siswa dengan tujuan untuk memahami konsep matematika atau mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, saya berharap mereka dapat menggunakan representasi atau ide yang mereka usulkan dan memiliki seperangkat alat siap pakai yang akan sangat memperluas kemampuan berpikir matematis mereka. (NCTM, 2000). Dari beberapa definisi representasi di atas, dapat disimpulkan bahwa representasi matematika adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan) hasil kerjanya dengan cara tertentu sebagai hasil interpretasi dari pikirannya. Aspek yang kedua adalah Abstraction. Proclus (2006) mendefinisikan abstraksi dalam matematika sebagai proses berikut: memperoleh esensi konsep matematika, menghilangkan ketergantungan mereka pada objek dunia nyata yang awalnya mungkin terkait satu sama lain, dan menggeneralisasikannya sehingga mereka memiliki aplikasi yang lebih luas atau sesuai dengan ini setara dengan fenomena penjelasan abstrak lainnya. Dan Dreyfus (1991), Sfard (1991, 1992) dan Dubinsky (1991) (dalam White, P. dan Mitchelmore, MC, 2010) menjelaskan bahwa abstraksi adalah transisi dari model operasional konkret ke model struktural (abstrak). Terdapat dua proses yang merupakan persyaratan dalam proses abstraksi, yakni menggeneralisasi dan mensintesa. Menggeneralisasi Menurut (Tall, 2002) menggeneralisasi berarti memunculkan atau menginduksi dari yang khusus untuk mengidentifikasi kesamaan-kesamaan. Mensintesa berarti menggabungkan atau menyusun bagian-bagian dalam cara dimana bagian-bagian tersebut membentuk suatu keutuhan, yaitu keseluruhan (Tall, 2002). Misalnya dalam materi trigonometri terdapat beberapa materi yang diajarkan secara terpisah mengenai aturan trigonometri, fungsi trigonometri, identitas trigonometri. Dalam pembelajaran, semua materi yang tidak berhubungan ini diharapkan digabung kedalam suatu gambaran yang semua materi berinterelasi. Menurut (Tall, 2002) proses penggabungan ini disebut sintesa Aspek ketiga adalah Berpikir Kreatif Matematis. Mann (2009) menyatakan sulit mendefinisikan berpikir kreatifmatematis secara jelas, namun berpikir kreatif matematis dapat dibedakan dari ciri-ciri yang dimilikinya. Berbeda dengan Mann, Welsch, McGregor (2007) mendefinisikan berpikir kreatifmatematissebagai salah satu jenis berpikir yang mengarahkan diperolehnya wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu. Berpikir kreatif matematis dapat terjadi ketika dipicu oleh tugas tugas atau masalah yang menantang. Dan aspek yang terakhir adalah Pembuktian Matematis. Menurut Hanna (Yoo, 2008) menyatakan bahwa bukti merupakan representasi dari hasil matematika untuk mengkomunikasikan pemahaman kepada komunitas matematika lainnya dan menerimanya sebagai teorema baru. Menurut Selden & Selden (Tall, 2002) kemampuan pembuktian matematis mahasiswa terdiri dari: (1) kemampuan mengkonstruksi bukti dan (2) kemampuan memvalidasi bukti. Pembuktian matematis dapat berfungsi sebagai suatu proses aktual melalui konstruksi bukti dan sebagai fase akhir. Sama halnya dengan apa yang disampaikan Hadamard (Tall, 2002) menyatakan bahwa pembuktian matematis merupakan fase akhir dalam berpikir matematis. F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kemudian disain penelitiannya yaitu Postest-Only. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara objektif sebuah fenomena dalam ruang lingkup pembelajaran matematika. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian untuk kemudian digambarkan sebagaimana adanya. Menurut Creswell (2012), penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dimana jenis penelitian adalah deskriptif. Kasus yang akan dideskripsikan dan dipelajari adalah pembelajaran matematika dengan model matematika knisley secara daring. Data penelitian yang diharapkan berupa data kuantitatif yaitu nilai siswa dalam mengerjakan soal advanced mathematics thinking siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring, dan data kualitatif yaitu hasil analisis kemampuan advanced mathematics thinking siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring. Langkah-langkah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Memilih subjek yang akan digunakan sebagai kasus. Dalam penelitian ini, subjek yang akan dilibatkan adalah salah satu kelas X di sebuah SMAN 1 Kalidawir Tulungagung. 2. Medesain pembelajaran dengan model matematika knisley dengan materi trigonometri. Adapun Instrumen yang digunakan Thinking 3. Mengambil data penelitian. 4. Menganalisa hasil penelitian 5. Melaporkan hasil penelitian. adalah soal uraian kemampuanAdvanced Mathematical Daftar Pustaka Abidin, Z. (2012). Analisis Kesalahan Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry dalam Mata Kuliah Trigonometri dan Kalkulus I. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, XIII(1), 183-196. https://doi.org/10.22373/jid.v13i1.472 Barbara S. Edwards, Ed Dubinsky, Michael A. McDonald, (2005). Advanced Mathematical Thinking. Journal Mathematical Thinking and Learning, 15-25. https://doi.org/10.1207/s15327833mtl0701_2 Creswell, J. W. (2012). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research (4 ed.). Boston, MA: Pearson Education, Inc. Fitriani, N., Suryadi, D., & Darhim. (2018). Analysis of mathematical abstraction on concept of a three dimensional figure with curved surfaces of junior high school students Analysis of mathematical abstraction on concept of a three dimensional figure with curved surfaces of junior high school stud. Journal of Physics: Conf. Series, 1132(012037), 1–7. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1132/1/012037 Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem solving. In L.D English (Ed). International Research in Mathematical Education IRME, 197-218. New Jersey: Lawrence Erlbaum. https://doi.org/10.4324/9780203930236.ch9 Harel, G. (2005). Advanced Mathematical-Thinking at Any Age: Its Nature and Its Development. Journal Mathematical Thinking and Learning, 27-50. https://doi.org/10.1207/s15327833mtl0701_3 Hwang, et al. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effect on Mathematical Problem Solving Using a Multimedia Whiteboard System. Educational Technology & society. Vol. 10 No. 2 pp. 191-212. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2004.05.005 Knisley, J. (2001). A Four-Stage Model of Mathematical Learning. The Mathematics Educator, 12(1). Kolb, D. A. (1984). The process of experiential learning. Experiential learning: experience as the source of learning and development. New Jersey: Prentice-Hall, Inc Kusumayanti, A., & Wutsqa, D. U. (2016). Keefektifan model kolb-knisley ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan penalaran, dan self-esteem siswa. Jurnal Matematika Dan Pembelajaran, 4(1), 29–42. https://doi.org/10.24252/mapan.2016v4n1a3 Mann, E.L. (2009). The Search for Mathematical Creativity: Identifying Creative Potential in Middle School Students. Creativity Research Journal, 338-348. https://doi.org/10.1080/10400410903297402 McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United States of America : The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Nurfauziah, P., & Sari, V. T. A. (2018). Penerapan Bahan Ajar Trigonometri Dengan Model Matematika Knisley Untuk Meningkatkan Kemampuan BerpikirKritis Matematik. AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 7(3), 356–362. https://doi.org/10.24127/ajpm.v7i3.1551 Rosengrant D., Etkina E., and Van Heuvelen A.(2005). An Overview of Recent Research on Multiple Representations. AIP Conference Proceedings 883- 149.https://doi.org/10.1063/1.2508714 Sriwongchai, A., Jantharajit, N., & Chookhampaeng, S. (2015). Developing the Mathematics Learning Management Model for Improving Creative Thinking in Thailand. International Education Studies, 8(11), 77-87. https://doi.org/10.5539/ies.v8n11p77 Tall, D. (2002). “Advanced Mathematical Thinking”.Boston: KluwerTutorial SPSS 17 [Statistical Software]. (2008). Chicago:SPSS Inc. https://doi.org/10.1007/0-306-47203-1_14 Wulandari, S. (2020). Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Trigonometri Siswa Kelas X SMA. Math Educa Journal4(1)(2020):64-80. https://doi.org/10.36709/jppm.v6i1.7393 Yoo, S. (2008). Effects of Traditional and Problem Based Instruction on Conceptions of Proof and Pedagogy in Undergraduates and Prospective Mathematics Teacher, Dissertasion of The University of Texas at Austin