Uploaded by User101645

Porposal Penelitian Silfia hayuningrat

advertisement
TUGAS C DAYA MATEMATIKA PROPOSAL PENELITIAN
KEMAMPUAN ADVANCED MATHEMATICS THINKING SETELAH
PEMBELAJARAN MODEL MATEMATIKA KNISLEY SECARA DARING
Silfia Hayuningrat (20709251008)
Jurusan S2 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta
A. Latar Belakang Masalah
Matematika dapat dilihat sebagai bahasa yang menggambarkan pola alam dan pola pikir
manusia. Pola-pola ini bisa nyata atau imajiner, visual atau psikologis, statis atau dinamis,
kualitatif atau kuantitatif, murni bermanfaat atau hanya hiburan yang menyenangkan. Mereka
mungkin datang dari dunia di sekitar kita, kedalaman ruang dan waktu, atau cara berpikir
manusia. Setiap orang melakukan kegiatan matematika sesuai dengan kemampuannya. Misalnya
petani ingin meningkatkan produksi dengan melihat perubahan dan permasalahan yang ada,
masyarakat berharap dapat tiba di tujuan tepat waktu dengan mempertimbangkan segala
kemungkinan untuk mencapai tujuan dan dengan memilih rute yang tepat. Kegiatan berpikir,
baik
menghitung
maupun
mengambil
keputusan
dengan
mempertimbangkan
semua
kemungkinan yang mungkin, merupakan bagian dari pemikiran matematis.
Matematika adalah ilmu berpikir dan alat penting untuk meningkatkan potensi berpikir
dalam proses pembelajaran dan kausalitas. Sebagian besar guru matematika di sekolah menengah
di Thailand tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan dan memperhatikan pentingnya
manajemen pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemikiran kreatif, dan membuat
siswa enggan menggunakan sepenuhnya keterampilan berpikir kreatif mereka melalui strategi
pembelajaran berbasis masalah. Secara umum, kegiatan pembelajaran matematika pada siswa
sekolah menengah pertama sangat tidak efisien dalam meningkatkan daya berpikir kreatif siswa.
Namun, hal itu belum benar-benar mendorong dan mendukung lebih banyak guru matematika
untuk menemukan strategi baru dan efektif untuk meningkatkan pemikiran kreatif (Sriwongchai,
Jantharajit dan Chookhampaeng, 2015).
Konsep-konsep dalam matematika terstruktur, logis dan sistematis, mulai dari konsep
sederhana hingga konsep yang kompleks.Misalnya dalam pendidikan mulai dari PAUD,
matematika SD diajarkan dalam keadaan tertentu dan pada tingkat SMP. Masih sangat
sederhana. Perkenalkan siswa pada hal-hal abstrak, tetapi tetap ajarkan mereka sesuatu secara
konkret. Di sekolah menengah, tingkat yang lebih tinggi memperkenalkan matematika secara
abstrak sesuai dengan tingkat kemampuan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
membutuhkan kemampuan berpikir matematis yang baik untuk mengatasinya, terutama di
tingkat universitas, kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi semakin sulit, dan konsep
matematika yang mereka pelajari semakin sulit. emampuan matematis seseorang akan
bergantung pada pemahaman materi sebelumnya ketika dipelajari saat ini. Oleh karena itu
matematika sebuah ilmu yang saling berkaitan antara satu dengan yanglainnya, dalam
mempelajari matematika memerlukan kesungguhan keseriusan dalam setiap materi-materi yang
sudah dipelajari karena tidak terkuasainya sebuah materi akan berdampak pada materti
selanjutnya.
Banyak siswa yang merasa cemas dalam belajar matematika, sehingga pembelajaran di kelas
menjadi tidak menyenangkan, dan mereka menemui kesulitan yang cukup besar dalam proses
pembelajaran tertentu, meskipun dalam pembelajaran tersebut menuntut mereka untuk memiliki
kemampuan advanced mathematical thinking. Matematika di sekolah biasanya hanya melakukan
perhitungan dan operasi simbolik, yang hanya perlu menghafal fakta atau sekedar
mengaplikasikan berbagai rumus atau prinsip (hanya diperlukan kemampuan dasar), salah
satunya adalah konsep trigonometri. Abidin (2012) menjelaskan bahwa banyak tamatan SMA
yang masih tidak menguasai materi trigonometri. Beliau merasakanselama mengasuh mata
kuliah Kalkulus 1 yang salah satu materi prasyaratnya adalah trigonometri, mahasiswanya
banyak yang belum menguasai trigonometri dengan baik. Wulandari (2020) juga menyebutkan
bahwa materi trigonometri dianggap sulit oleh siswa SMA, terutama pada soal-soal yang
berkaitan dengan trigonometri. Indikator mengenai tiga macam perbandingan trigonometri, yaitu
sinus, kosinus dan tangen, dirasa sulit. Trigonometri juga menjadi sebuah materi dianggap sulit
dengan berbagai alasan karena terlalu banyaknya rumus trigonometri sehingga sulit
menyelesaikan permasalahan trigonometri karena banyak pilihan rumus konsep dalam
penyelesaiannya serta ditemukan bahwa mahasiswa kesulitan dalam memahami dan
menghubungkan sin, cosdan tandalam kehidupan sehari-hari, karena mereka berpikir bahwa
trigonometri hanya sebatas hafalan saja (Nurfauziah, 2019). Hal tersebut menjadi masalah yang
harus segera diselesaikan, melihat materi ini selanjutnya akan dijumpai siswa dalam ujian
nasional atau ke tingkat universitas ketika mereka memilih jurusan matematika yang nantinya
tingkat kesulitannya lebih kompleks yang menuntut mereka untuk memiliki kemampuan
advanced matehamatics thinking. Komponen kemampuan advanced matehamatics thinking
meliputi kemampuan representasi, kemampuan Abstraksi, kemampuan berpikir Kreatif, dan
kemampuan pembuktian matematis
Untuk menunjang itu semua perlu adanya inovasi pembelajaran agar materi trigonometri di
sampaikan dengan efektif dan lebih mudah dipahami oleh siswa. Ada banyak model atau metode
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa, namun tidak semua model atau
metode pembelajaran dapat menumbuhkan pengetahuan siswa, memberikan kesempatan yang
luas kepada siswa untuk meningkatkan kreativitas, dan menciptakan suasana kelas yang menarik
dan menantang. Salah satu Model yang dinilai dapat meningkatkan kemampuan advanced
matehamatics thinking adalah model pembelajaran matematika Knisley. Kusumayanti (2016)
mengemukakan bahwa model pembelajaran Knisley dapat mengembangkan semangat yang ada
dalam diri siswa untuk dapat berpikir aktif, menjadikan situasi belajar yang cenderung lebih
bersifat kondusif karenaadanya tuntutan kepada mahasiswa untuk menemukan konsep secara
individu, dapat menimbulkan kegembiraan pada kegiatan pembelajaran yang berlangsung karena
siswa menjadi aktif dan merdeka dari banyak sudut pandang. Model ini merupakan model yang
dirumuskan oleh Knisley (Knisley, 2001) atas model pembelajaran Experiental Learning yang
dikembangkan oleh Kolb (Kolb, 1984). Menurut Knisley, ada 4 tahapan pada model
pembelajaran ini yaitu tahap Konkret-Reflektif, Konkret-Aktif, Abstrak–Reflektif dan Abstrak–
Aktif. Banyaknya penelitian tentang model pembelajaran ini tentunya menjadi tantangan
tersendiri untuk membuat inovasi baru di dalam pembelajarannya, terutama dimasa pendemi
seperti sekarang. Tentunya inovasi-inovasi baru dalam model pembelajaran yang dilakukan
secara daring diharakan dapat menunjang kemampuan advanced matehamatics thinking siswa.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Adapun masalah yang dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana kemampuan advanced
mathematics thinking siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui kemampuan advanced mathematics thinking
siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan melalui pembelajaran model matematika knisley secara daring ditinjau dari
kemampuan advanced mathematics thinking siswa , diharapkan dapat memberikan referensi dan
eksposisi bagi para praktisi pendidikan matematika, sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sehingga inovasi-inovasi baru akan bisa terus ter upgrade
dengan sangat pesat untuk kemajuan pendidikan indonesia
E. Studi Pustaka
1. Model Pembelajaran knisley
Model pembelajaran matematika Knisley merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan oleh Dr. Dr. Jeff Knisley. Model pembelajaran matematika Knisyley merupakan
model pembelajaran yang dapat diterapkan pada setiap materi matematika. Keunggulan model
pembelajaran matematika Kennethley terletak pada tahap pembelajaran yang terstruktur, karena
siswa telah membangun pengetahuannya sendiri, pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan
lebih tahan lama dalam ingatan, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa. Oleh karena itu, siswa tidak hanya harus menghasilkan model matematika,
tetapi juga berharap dapat memahami konsep-konsep yang digunakan dalam pembentukan model
matematika dari soal-soal yang dibentuk.
Model pembelajaran Knisley mengacu pada pembelajaran eksperiential, dimana proses
pembelajarannya bertujuan mengaktifkan pembelajaran melalui pengalaman langsung untuk
membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Mulyana (2009), model
pembelajaranKnisley memiliki keunggulan diantaranya meningkatkan semangat siswa untuk
berpikir aktif, membantu suasana belajar yang kondusif karena siswa bersandar pada penemuan
individu, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar mengajar karena siswa dinamis dan
terbuka dari berbagai arah.
Menurut Knisley, pada tahap Konkret-Reflektif, guru membekali siswa dengan soal
matematika, kemudian meminta siswa merumuskan berbagai strategi awal untuk menyelesaikan
soal tersebut berdasarkan konsep yang sudah mereka pahami sebelumnya, diharapkan siswa
tersebut mampu merumuskan berbagai strategi awal untuk menyelesaikan soal tersebut.
kreativitas dan kemampuan inovasi akan ditingkatkan. Keterampilan berpikir reflektif dapat
dikembangkan lebih lanjut Pada bagian ini, guru adalah pendongeng (Knisley, 2001), kemudian
pada tahap Kongkrit-Aktif, guru membimbing siswa untuk mengeksplorasi, bereksperimen,
mengukur atau membandingkan pengetahuan mereka antara pengetahuan. Mereka telah
menguasai konsep baru yang mereka pelajari sebelumnya, dan dapat merangkum konsep baru
tersebut. Selain itu, kemampuan berpikir reflektif siswa juga dapat dikembangkan lebih lanjut.
Selain itu, juga akan ada proses abstrak dalam berpikir matematis siswa di sini. Guru harus
mengambil tindakan sebagai panduan dan motivasi. Abstrak-Reflektif, pada tahap ini siswa telah
mendapatkan banyak pengalaman dari tahap refleksi konkret, dan siswa siap untuk menerapkan
konsep-konsep baru yang mereka temukan. Guru meminta siswa untuk menemukan pemecahan
masalah dengan menerapkan konsep-konsep baru yang diturunkan dari tahap sebelumnya dan
menerapkan konsep-konsep tersebut pada konteks yang sesuai.Tahap ini melatih siswa untuk
mengembangkan proses abstraknya.Pada bagian ini, guru adalah nara sumber. Abstrak–Aktif,
siswa di sini menggunakan konsep yang dikembangkan untuk memecahkan masalah Pada bagian
ini, guru adalah pelatihnya. Oleh karena itu, dari tahapan saat ini, masyarakat menduga bahwa
model pembelajaran matematika Knisley dapat meningkatkan kemampuan advanced
mathematics thinking siswa.
Rujukan untuk mengembangkan model pembelajaran matematika Knisley adalah teori gaya
belajar dari Kolb yang berpendapat bahwa“gaya belajar siswa itu ditentukanoleh dua faktor,
apakah siswa lebih suka yang konkrit dari pada yang abstrak, dan apakah siswa lebih menyukai
eksperimen aktif daripada observasi yang bersifat reflektif(Knisley, 2001).
KOLB’S LEARNING STYLES
EQUIVALENT MATHEMATICAL STYLE
Concrete, Reflextive
Concrete, Active
Abstract, Reflective
Abstract, Active
Allegorizer
Integrator
Analyzer
Synthesizer
Gambar 1. Gaya Belajar Kolb’s dalam Konteks Matematika
Pada tahap Allegorizer, siswa dibimbing untuk merumuskan konsep-konsep baru yang
bersifat simbolis terhadap konsep-konsep yang sudah dikenal. Pada tahap ini siswa belum dapat
membedakan konsep baru dengan konsep lama yang telah mereka kuasai. Pada tahap Integrator,
siswa
merealisasikan
suatu
konsep
sebagaisesuatuyangbaru,
dianggapbelum
mengetahuibagaimanamenghubungkan dengan apayang telah diketahuinya.Lalu melakukan
perbandingan, pengukuran dan eksplorasi untuk membedakan konsep baru yang telah diketahui.
Selanjunya siswa diberi tugas yang bersifat mengeksplorasi karakteristik dari konsep baru,
sehingga siswa dapat dengan baik mengaitkan hubungan konsep baru dengan konsep lama. Pada
tahap Analyzer, siswa mengasosiasikan konsep baru dengan konsep yang telah diketahuinya,
tetapi mereka kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk membentuk ciri unik (unik) dari
konsep tersebut.Sehingga siswa perlu membuat atau memilih pernyataan yang terkait dengan
konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal pernyataan yang salah dan membuktikan
pernyataan yang benar bersama-sama dengan guru. Pada tahap ini konsep baru menjadi bagian
dari pengetahuan yang ada. Pada tahap Synthesizer, siswa dapat berlatih setelah menguasai
konsep tersebut, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, mengembangkan strategi,
dan menciptakanallegoriskarena konsep baru dengan ciri khas yang unik telah menjadi alat
dalam mengembangkan strategi dalam melakukan allegorisasi kembali.
2. Advanced Mathematics Thinking
Banyak ahli seperti (Dreyfus dalam Tall, 2002; Harel & Sowder, A. Gutierrez, 2006)
memaparkan arti dari advanced mathematical thinking . Menurut Dreyfus (Tall, 2002), proses
advanced mathematical thinking meliputi: 1) proses representasi, 2) proses abstrak, dan 3)
hubungan antara representasi dan abstraksi. Tall selanjutnya menekankan bahwa selain proses di
atas, berpikir kreatif matematis dikategorikan Untuk advanced mathematical thinking. Hal
senada juga disampaikan oleh Harel dan Solar (A. Gutierrez, 2006) yang mendefinisikan
advanced mathematical thinking sebagai proses berpikir matematis seperti representasi,
abstraksi, hubungan antara representasi dan abstraksi, kreativitas dan pembuktian matematis.
Sumarmo (2011) awalnya mendefinisikan advanced mathematical thinking sebagai kemampuan
berikut: representasi, abstraksi, menghubungkan representasi dan abstraksi, berpikir kreatif
matematis, dan menyusun bukti matematis. Selanjutnya (Tall, 2002) menjelaskan kisi-kisi dari
advanced
mathematical
thinking,
mencakup
proses:
representasi,
menvisualisasikan,
menggeneralisasikan, mengklasifikasikan, menghipotesa, menginduksi, menganalisa, mensintesa
dan
mengabstraksikan
atau
memformalisasikan.
Dari
beberapa
pengertian
advanced
mathematical thinking di atas maka pengertian advanced mathematical thinking adalah proses
berpikir matematis yang meliputi proses representasi, abstraksi, berpikir kreatif matematis, dan
pembuktian matematis. proses advanced mathematical thinking
ini juga terjadi dalam
pemecahan masalah matematika SD misalnya proses representasi (representasi objek dunia
nyata, representasi konkrit) tetapi definisi, proses abstraksi dan pembuktian formal merupakan
salah satu faktor yang membedakan dengan advanced mathematical thinking.
Aspek
Advanced
Mathematical
Thinking
yang
pertaman
adalah
Representasi
MatematisTerdapat beberapa ahli yang mengemukakan pengertian dari representasi yaitu (Davis
(dalam Janvier, 1987); Kalathil dan Sherin, (2000); Goldin, (2002); Rosengrant, 2005); Hwang,
(2007)). Menurut Davis (Janvier, 1987) sebuah representasi dapat berupa kombinasi dari sesuatu
yang tertulis di atas kertas, sesuatu yang eksis dalam bentuk obyek fisik dan susunan ide-ide
yang terkonstruksi di dalam pikiran seseorang. Selain itu (Rosengrant, 2005) menunjukkan
bahwa beberapa representasi lebih spesifik, dapat digunakan sebagai referensi untuk konsep yang
lebih abstrak, dan juga dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah. Dalam psikologi
pendidikan matematika, representasi adalah suatu gambaran tentang hubungan antara objek dan
simbol (Hwang, 2007). Dalam artikel ini, pengertian representasi yang saya gunakan didasarkan
pada definisi Golding, karena dari beberapa definisi Dari sudut pandang itu adalah lebih umum
di alam. Notasi matematika yang dikemukakan oleh siswa merupakan ekspresi dari konsep atau
pemikiran matematika yang diungkapkan oleh siswa dengan tujuan untuk memahami konsep
matematika atau mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, saya
berharap mereka dapat menggunakan representasi atau ide yang mereka usulkan dan memiliki
seperangkat alat siap pakai yang akan sangat memperluas kemampuan berpikir matematis
mereka. (NCTM, 2000). Dari beberapa definisi representasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
representasi matematika adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah,
pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan)
hasil kerjanya dengan cara tertentu sebagai hasil interpretasi dari pikirannya.
Aspek yang kedua adalah Abstraction. Proclus (2006) mendefinisikan abstraksi dalam
matematika sebagai proses berikut: memperoleh esensi konsep matematika, menghilangkan
ketergantungan mereka pada objek dunia nyata yang awalnya mungkin terkait satu sama lain,
dan menggeneralisasikannya sehingga mereka memiliki aplikasi yang lebih luas atau sesuai
dengan ini setara dengan fenomena penjelasan abstrak lainnya. Dan Dreyfus (1991), Sfard (1991,
1992) dan Dubinsky (1991) (dalam White, P. dan Mitchelmore, MC, 2010) menjelaskan bahwa
abstraksi adalah transisi dari model operasional konkret ke model struktural (abstrak). Terdapat
dua proses yang merupakan persyaratan dalam proses abstraksi, yakni menggeneralisasi dan
mensintesa. Menggeneralisasi Menurut (Tall, 2002) menggeneralisasi berarti memunculkan atau
menginduksi dari yang khusus untuk mengidentifikasi kesamaan-kesamaan. Mensintesa berarti
menggabungkan atau menyusun bagian-bagian dalam cara dimana bagian-bagian tersebut
membentuk suatu keutuhan, yaitu keseluruhan (Tall, 2002). Misalnya dalam materi trigonometri
terdapat beberapa materi yang diajarkan secara terpisah mengenai aturan trigonometri, fungsi
trigonometri, identitas trigonometri. Dalam pembelajaran, semua materi yang tidak berhubungan
ini diharapkan digabung kedalam suatu gambaran yang semua materi berinterelasi. Menurut
(Tall, 2002) proses penggabungan ini disebut sintesa
Aspek ketiga adalah Berpikir Kreatif Matematis. Mann (2009) menyatakan sulit
mendefinisikan berpikir kreatifmatematis secara jelas, namun berpikir kreatif matematis dapat
dibedakan dari ciri-ciri yang dimilikinya. Berbeda dengan Mann, Welsch, McGregor (2007)
mendefinisikan berpikir kreatifmatematissebagai salah satu jenis berpikir yang mengarahkan
diperolehnya wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami
sesuatu. Berpikir kreatif matematis dapat terjadi ketika dipicu oleh tugas tugas atau masalah yang
menantang.
Dan aspek yang terakhir adalah Pembuktian Matematis. Menurut Hanna (Yoo, 2008)
menyatakan
bahwa
bukti
merupakan
representasi
dari
hasil
matematika
untuk
mengkomunikasikan pemahaman kepada komunitas matematika lainnya dan menerimanya
sebagai teorema baru. Menurut Selden & Selden (Tall, 2002) kemampuan pembuktian matematis
mahasiswa terdiri dari: (1) kemampuan mengkonstruksi bukti dan (2) kemampuan memvalidasi
bukti. Pembuktian matematis dapat berfungsi sebagai suatu proses aktual melalui konstruksi
bukti dan sebagai fase akhir. Sama halnya dengan apa yang disampaikan Hadamard (Tall, 2002)
menyatakan bahwa pembuktian matematis merupakan fase akhir dalam berpikir matematis.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kemudian disain penelitiannya
yaitu Postest-Only. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara objektif sebuah
fenomena dalam ruang lingkup pembelajaran matematika. Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada
saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat
perhatian untuk kemudian digambarkan sebagaimana adanya. Menurut Creswell
(2012),
penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dimana jenis
penelitian adalah deskriptif. Kasus yang akan dideskripsikan dan dipelajari
adalah
pembelajaran matematika dengan model matematika knisley secara daring. Data penelitian
yang diharapkan berupa data kuantitatif yaitu nilai siswa dalam mengerjakan soal advanced
mathematics thinking siswa setalah pembelajaran model matematika knisley secara daring, dan
data kualitatif yaitu hasil analisis kemampuan advanced mathematics thinking siswa setalah
pembelajaran model matematika knisley secara daring.
Langkah-langkah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Memilih subjek yang akan digunakan sebagai kasus. Dalam penelitian ini, subjek yang akan
dilibatkan adalah salah satu kelas X di sebuah SMAN 1 Kalidawir Tulungagung.
2. Medesain pembelajaran dengan model matematika knisley dengan materi trigonometri.
Adapun Instrumen yang digunakan
Thinking
3. Mengambil data penelitian.
4. Menganalisa hasil penelitian
5. Melaporkan hasil penelitian.
adalah soal uraian kemampuanAdvanced Mathematical
Daftar Pustaka
Abidin, Z. (2012). Analisis Kesalahan Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Fakultas
Tarbiyah IAIN Ar-Raniry dalam Mata Kuliah Trigonometri dan Kalkulus I. Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA, XIII(1), 183-196. https://doi.org/10.22373/jid.v13i1.472
Barbara S. Edwards, Ed Dubinsky, Michael A. McDonald, (2005). Advanced Mathematical
Thinking.
Journal
Mathematical
Thinking
and
Learning,
15-25.
https://doi.org/10.1207/s15327833mtl0701_2
Creswell, J. W. (2012). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative
and qualitative research (4 ed.). Boston, MA: Pearson Education, Inc.
Fitriani, N., Suryadi, D., & Darhim. (2018). Analysis of mathematical abstraction on concept of a
three dimensional figure with curved surfaces of junior high school students Analysis of
mathematical abstraction on concept of a three dimensional figure with curved surfaces of
junior high school stud. Journal of Physics: Conf. Series, 1132(012037), 1–7.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1132/1/012037
Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem solving. In L.D
English (Ed). International Research in Mathematical Education IRME, 197-218. New
Jersey: Lawrence Erlbaum. https://doi.org/10.4324/9780203930236.ch9
Harel, G. (2005). Advanced Mathematical-Thinking at Any Age: Its Nature and Its
Development.
Journal
Mathematical
Thinking
and
Learning,
27-50.
https://doi.org/10.1207/s15327833mtl0701_3
Hwang, et al. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effect on Mathematical
Problem Solving Using a Multimedia Whiteboard System. Educational Technology &
society. Vol. 10 No. 2 pp. 191-212. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2004.05.005
Knisley, J. (2001). A Four-Stage Model of Mathematical Learning. The Mathematics Educator,
12(1).
Kolb, D. A. (1984). The process of experiential learning. Experiential learning: experience as the
source of learning and development. New Jersey: Prentice-Hall, Inc
Kusumayanti, A., & Wutsqa, D. U. (2016). Keefektifan model kolb-knisley ditinjau dari prestasi
belajar, kemampuan penalaran, dan self-esteem siswa. Jurnal Matematika Dan
Pembelajaran, 4(1), 29–42. https://doi.org/10.24252/mapan.2016v4n1a3
Mann, E.L. (2009). The Search for Mathematical Creativity: Identifying Creative Potential in
Middle
School
Students.
Creativity
Research
Journal,
338-348.
https://doi.org/10.1080/10400410903297402
McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University
Press.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United States of America :
The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Nurfauziah, P., & Sari, V. T. A. (2018). Penerapan Bahan Ajar Trigonometri Dengan Model
Matematika Knisley Untuk Meningkatkan Kemampuan BerpikirKritis Matematik.
AKSIOMA:
Jurnal
Program
Studi
Pendidikan
Matematika,
7(3),
356–362.
https://doi.org/10.24127/ajpm.v7i3.1551
Rosengrant D., Etkina E., and Van Heuvelen A.(2005). An Overview of Recent Research on
Multiple
Representations.
AIP
Conference
Proceedings
883-
149.https://doi.org/10.1063/1.2508714
Sriwongchai, A., Jantharajit, N., & Chookhampaeng, S. (2015). Developing the Mathematics
Learning Management Model for Improving Creative Thinking in Thailand. International
Education Studies, 8(11), 77-87. https://doi.org/10.5539/ies.v8n11p77
Tall, D. (2002). “Advanced Mathematical Thinking”.Boston: KluwerTutorial SPSS 17
[Statistical Software]. (2008). Chicago:SPSS Inc. https://doi.org/10.1007/0-306-47203-1_14
Wulandari, S. (2020). Analisis Kesalahan Menyelesaikan Soal Trigonometri Siswa Kelas X
SMA. Math Educa Journal4(1)(2020):64-80. https://doi.org/10.36709/jppm.v6i1.7393
Yoo, S. (2008). Effects of Traditional and Problem Based Instruction on Conceptions of Proof
and Pedagogy in Undergraduates and Prospective Mathematics Teacher, Dissertasion of
The University of Texas at Austin
Download