Simson Riangga TEO 19429 OIKUMENIKA UTS 1. Istilah Oikumene Oikumene sebenarnya sebuah istilah dalam bahasa Yunani, 'oikos' yang berarti: rumah, tempat tinggal; sedangkan 'menein' berarti: tinggal atau berdiam. Pada dasarnya kata Oikumene sama sekali tidak ada hubungan atau bersangkut paut dengan gereja. Karena yang dimaksud dengan kata Yunani ini adalah dunia yang didiami dalam pengertian politis. Jadi istilah Oikumene sebenarnya berasal dari suasana politik, lalu dipindahkan ke dalam situasi gereja. Dr. W.H. Visser't Hufft mendaftarkan beberapa arti kata Oikumene seperti yang didapati di dalam sejarah, yaitu Oikumene adalah seluruh dunia yang didiami; seluruh kekaisaran Roma; gereja seluruhnya; gereja yang sah; hubunganhubungan beberapa gereja atau orang Kristen yang pengakuannya berbeda-beda; usaha dan keinginan untuk mendapatkan keesaan Kristen.Kata Oikumene dalam Alkitab dipergunakan beberapa kali. Dasar- dasar dalam Alkitab Dalam septuaginta, kata Oikumene diterjemahkan dari bahasa Ibrani untuk kata dunia atau bumi. Sedangkan dalam Perjanjian Baru sendiri setidaknya ada 15 kali dipergunakan. Kata Oikumene kadang-kadang dipergunakan dalam arti politis penuh, artinya seluruh wilayah kekaisaran Romawi (Lukas 2:1, bandingkan Kis. 11:28; 19:27; 24:5), tetapi ini asing dari pandangan P.B. itu sendiri. Pada bagian lain kata Oikumene diartikan secara teologis penuh, yaitu seluruh dunia yang akan ditaklukkan di bawah pemerintahan Kristus (Ibrani 2:5). Tetapi pada dasarnya kata Oikumene berarti seluruh dunia yang didiami. Injil diberitakan di seluruh dunia/oikumene (Mat. 24:14). Dunia/oikumene dihakimi oleh Yesus Kristus (Yoh 3:17, band. Lukas 21:26). Kerajaan dunia/oikumene ditunjukkan kepada Yesus oleh setan (Lukas 4:5). Demikian juga bagian-bagian lain (Kis. 17:6; Roma 10:18; Ibrani 1:6; 2:5; Wahyu 3:10; 12:9; 16:14) diulang, atau pengembangan dari arti di atas.15 Jadi sebenarnya secara harfiah arti istilah Oikumene menurut Alkitab jelas berbeda dengan yang diartikan oleh Gerakan Oikumene dewasa ini. 2. Keesaan menurut Yohanes 17:20-26 Tujuan utama Gerakan Oikumene yakni terwujudnya keesaan gereja. Dan sebagai landasan Alkitabnya sering menggunakan Yohanes 17:21. Tetapi apakah memang Keesaan Gereja yang telah dirumuskan itu sesuai dengan Yoh. 17:21? Ada beberapa bagian Alkitab yang ada sangkut pautnya membicarakan mengenai keesaan gereja. Salah satu di antaranya yaitu terdapat di dalam Yohanes 17:20-26. Bagian ini menunjukkan perhatian Tuhan Yesus yang khusus untuk semua orang percaya/gereja yang universal. Perhatian yang dominan dalam bagian ini adalah merupakan suatu kesatuan dan kemuliaan Ilahi. Tetapi apa yang dimaksud kesatuan di sini? Kesatuan orang percaya dibandingkan dengan kesatuan antara Bapa dan Anak (ay. 21a). Sifat kesatuan ini bukan persamaan melainkan merupakan suatu analogi. Tetapi yang jelas bahwa kesatuan antara orang percaya permulaannya hanya mungkin diperoleh dalam hubungan Bapa dan Anak. Namun selanjutnya kesatuan yang dimaksud dalam doa Tuhan Yesus ini dapat ditafsirkan dalam dua cara; yaitu: Keberadaan kesatuan di antara orang percaya dan kesatuan antara Bapa dan Anak ada dalam kekekalan. Keduanya ini jelas sifat dasar kesatuan antara Bapa dan Anak yang rohani dapat bersatu menghadapi dunia ini. Ketika orang percaya bersatu dalam iman mereka ini, maka mereka mempunyai kuasa dan pengaruh dalam menghadapi dunia.17 Kesatuan yang diutarakan oleh Berkouwer, yaitu yang dimaksud dalam bagian ini (Yoh. 17:21), bukan 'kesatuan yang mistik' atau kesatuan batiniah yang tidak kelihatan tetapi kesatuan kebenaran, pengudusan dan kasih sebagai suatu realitas yang nampak, yang dapat dilihat oleh tiap-tiap orang.18 Kedua cara/pandangan di atas mempunyai hubungan satu dengan yang lain. Kesatuan di antara orang percaya dalam realitas itu akan mungkin karena terlebih dahulu ada kesatuan kepercayaan dalam Kristus. Sebaliknya kesatuan rohani antara orang percaya perlu suatu perwujudan supaya dunia boleh melihat dan percaya. Hal keyakinan pada dasarnya adalah rohani; dan kesatuan di antara orang percaya pada hakekatnya adalah rohani (I Kor. 1:2,9; 12:12-13), tetapi juga perlu kenyataan/perwujudan dalam kehidupan (band. Efesus 4:1-6). Tuhan Yesus dalam doaNya mengungkapkan bahwa kesatuan itu pada dasarnya adalah rohani, namun hendaknya kesatuan itu ada dalam realitas, dapat dilihat oleh tiap-tiap orang. Pembahasan lebih lanjut akan menelaah mengenai kesatuan (kesatuan diartikan sama dengan keesaan, hal ini diterima oleh kebanyakan tokoh gereja hingga saat ini) di antara orang percaya. Kesatuan di antara orang percaya hanya dimungkinkan karena kepercayaan kepada Kristus (Yoh. 17:20). Kesatuan di antara orang percaya berhubungan dan berdasarkan pada kesatuan Bapa dan Anak. Kesatuan di sini erat hubungannya dengan kebenaran, kekudusan (ay. 17-19), kemuliaan (ay. 22,24) dan kasih (ay. 23,26), semuanya untuk dapat dilihat orang (ay. 21,24). Bapa dan Anak secara zat/esensi adalah satu (Yoh. 10:30), sehingga apa yang Bapa miliki juga dimiliki oleh Anak (Yoh. 16:15). Tetapi kesatuan ini tanpa dinyatakan kepada manusia, maka itu tidak akan berarti dan tidak dimengerti oleh manusia. Sebab itu Kristus yang mulia harus datang ke dalam dunia untuk menyatakan hal ini (Yoh. 1:14; band. Yoh. 17:24). Kedatangan Kristus sejak semula yaitu melakukan kehendak Bapa untuk mati di atas kayu salib (Yoh. 3:14-17; band. Fil. 2:8). Kristus datang untuk menyatakan Allah Bapa kepada manusia (Yoh. 14:9-10). Tetapi dalam melihat hubungan Kristus yang unik dengan Allah Bapa, dan sekaligus memperkenalkan Allah Bapa kepada manusia, maka itu diwujudkan melalui perbuatan-perbuatanNya (Yoh. 14:11). Segala sesuatu yang Kristus lakukan dan katakan semuanya sesuai dengan kehendak Allah Bapa (Yoh. 8:28; 14:24). Jikalau kesatuan orang percaya ada dalam kesatuan Bapa dan Anak (ay. 21), maka kesatuan itu juga adalah dalam melakukan segala pekerjaan yang sesuai dengan Firman Tuhan, atau melakukan segala pekerjaan seperti Kristus melakukan pekerjaan Allah. Kesatuan di antara orang percaya/gereja akan terwujud jikalau orang percaya/gereja melakukan pekerjaan Tuhan sesuai dengan yang difirmankan Tuhan, dengan demikian barulah dapat membawa orang-orang untuk percaya kepada Kristus dan mengaku Kristus sungguh diutus Allah, sebagai Juru Selamat (ay. 21,23). Berhubungan dengan kemuliaan, jika orang-orang percaya menyatakan kemuliaan Kristus, maka ini akan menghasilkan kesatuan asasi. Pemahaman tentang kesatuan di antara orang percaya/gereja di atas, hampir sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Dr. Harun Hadiwijono yakni bahwa kesatuan yang dirindukan oleh Kristus dalam doanya itu, adalah terletak dalam berkata dan berbuat seperti yang difirmankan dan diperbuat oleh Bapa dan Anak: Perkataan dan perbuatan mereka harus mendemonstrasikan Firman dan karya Kristus dan Bapa. Di situlah mereka dipersatukan dengan Bapa dan Anak. Jikalau semua itu terjadi, maka dunia akan percaya bahwa Allah Bapa benar-benar telah mengutus Kristus untuk menyelamatkan dunia ini. Berdasarkan hal ini, maka tidak benar untuk menafsirkan doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:20, 21, sebagai amanat untuk mendirikan satu gereja yang esa. 3. Tantangan Oikumenika di Indonesia Internal Marturia (Bersaksi) Bersaksi bukan harus berkotbah, menceritakan isi firman Tuhan dan sebagainya. Bersaksi itu menceritakan pengetahuan dan pengalaman kita tentang kristus. Bersaksi dapat dilakukan melalui perbuatan maupun perkataan agar orang bisa bertobat melalu kesaksian kita namun itu bukan karena usaha kita melainkan karena roh kudus yang bekerja melalui kita. Koinonia (Persekutuan) Gereja merupakan kumpulan anggota gereja yang menyadari bahwa mereka memiliki sesuatu yang lazim diantara mereka yakni hidup bersekutu dan mempelajari Firman Tuhan. Dalam persekutuan kita harus menerapkan rasa saling mengasihi, saling membantu menanggung beban, saling mengampuni, saling mengakui dosa, saling mendoakan dan saling menghiburkan. Hal ini penting karena dalam persekutuan inilah tempat kita untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain. Sombong Sombong adalah fikiran atau perbuatan yang tidak menyadari dan tidak mengakui bahwa semua orang yang ada padanya (Baik jasmani dan rohani) itu berasal dari Tuhan, ini melawan Allah dan menyakiti hati orang disekitarnya Kesombangan merupakan sikap yang muncul karena orang tersebut merasa lebih dari orang yang ada disekitarnya dan orang ini juga cenderung tidak tahu bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan Kepadanya. Mengasihi Tuhan menciptakan manusia untuk saling mengasihi. Kita diajar bagaimana cara mengasihi Tuhan dan sesama kita. Sebagaimana dikatakan melalui hukum taurat "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" itulah hukum yang pertama dan yang utama serta hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah : "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hokum taurat dan kitab para nabi. Hidup tanpa kasih, mengasihi dan dikasihi adalah hidup yang hampa. Namun secara alami kita cenderung suka membalas dendam, karena itu jika ada suka membalas dendam yang pasti akan menyakiti hati orang lain. Mengasihi dapat pula diwujudkan melalui membantu dan menolong sesama anggota jemaat. Pengajaran Sudah saatnya gereja Tuhan harus bangkit serta sadar bahwa pengajaran Firman Tuhan harus menjadi kebutuhan yang utama karena gereja Tuhan tidak akan disucikan apalagi disempurnakan hanya dengan pujian dan penyembahan saja, tetapi hanya dengan kuasa Firman Tuhan. Ini bukan berarti pujian dan penyembahan ditiadakan, tetapi pujian dan penyembahan yang benar dan yang dikehendaki Tuhan serta kita diajak untuk melayani sesama dan memberitakan injil. Eksternal Aliran Sesat Di Indonesia berbagai macam bentuk aliran sesat yang hadir dan mencoba mempengaruhi kehidupan gereja. Ajaran sesat sudah ada sejak abad permulaan, hingga sekaarng ajaran tersebut tetap eksis namun dengan tampilan luar yang sama sekali baru. Ajarsn sesat menghadirkan kebenaran baru atau wahyu baru, yang mengganti kebenaran, menghadirkan penafsiran baru, menghasilkan sumber otoritas tertulis baru selain alkitab, menghadirkan pengakuan baru, membuat kepalsuan-kepalsuan dan tidak tahan lama. Oleh karena itu kita harus bersikap kritis dengan fenomena ini kita tidak boleh menerimanya saja tetapi kita harus membandingkannya dengan apa yang tertulis dalam kitab suci. Pola Hidup serba cepat Manusia cenderung memperoleh segala sesuatu secara cepat dan mudah (instant) Manusia tidak lagi berfikir bagaimana caranya, tetapi bagaimana mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya. Mentalitas semacam ini, baik disadari maupun tidak, telah merasuk kedalam kehidupan gereja. Sebagai proses kehidupan yang serba cepat dan mudah misalnya saja mengenai kesembuhan, rezeki dan pemahaman iman. Materialisme Pola hidup ini menciptakan mentalitas yang mengagung-agungkan materi atau benda. Segala sesuatu diukur atas dasar materi. Hal ini juga sering terjadi dalam gereja. Misalnya segala sesuatu di fokuskan pada pembangunan gereja secara fisik saja. Tawuran. Pertikaian yang melibatkan kelompok (pelajar atau masyarakat) marak terjadi akhir-akhir ini. Sebuah fenomena social yang sebenarnya bukan baru, tetapi eskalasi yang meningkat sepantasnya membuat kita prihatin. Masyarakat kita menjadi sensitive dan sangat reaktif terhadap 'perbedaan nilai' atau apa pun. Krisis kearifan dan toleransi. Kedua, Kekerasan Terhadap Minoritas. Kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah, HKBP dan GKI Yasmin yang belum tuntas adalah 'bom waktu' yang membahayakan harmoni kebangsaan kita yang selama ini bercirikan toleransi. Pemerintah oleh berbagai kalangan dianggap "mandul & cuek" atas penjajahan modern ini. Tentu masih ada indikator-indikator lain yang mungkin lebih ideal, bisa kita jadikan ukuran. Resistensi beberapa elemen masyarakat di Indonesia ketika Presiden SBY menerima penghargaan "World Statesman Award" dari Appeal Of Conscience Foundations (ACF) di New York pada tanggal 30 Mei 2013 menunjukkan ada "goresan luka" atau ketidakpuasan elemen masyarakat atas penanganan penindasan terhadap kemajemukan. Pemerintah dianggap 'membiarkan' adanya penindasan terhadap kaum minoritas yang berbeda dengan yang merasa berhak atas rumah kebangsaan ini. Kehidupan kebangsaan kita, akhir-akhir ini agak terganggu. Terorisme, radikalisme dan intoleransi bukan saja menjadi ancaman bagi NKRI, tetapi juga perkembangan oikumene di Indonesia. Penganiayaan Sejarah gereja merekam bahwa penganiayaan terhadap gereja nampaknya menjadi pasangan yang serasi, atau sulit diceraikan dari keberadaan gereja. Ada banyak sebab terjadinya penganiayaan, mulai dari politik, ekonomi, SARA dan social. Penganiayaan didesain oleh pembuatnya untuk memecah belah gereja, membuat gereja tertekan dan hancur, tapi sebaliknya gereja justru 'bersehati berdoa" (Kis. 4:23-37 dan Yoh 20:19-29). Demikian pula dalam perjalanan sejarah ger eja modern di Indonesia pada periode 19952000, gereja di Indonesia mengalam 'tekanan-tekanan' besar dari Pemerintah maupun oposisi gereja, namun pada era ini gereja bersatu, lahirlah organisasi-organisasi oikumenis atau organisasi-organisasi gerejawi yang selama ini sectarian sempit, menjadi inklusif dan terbuka. Masalah baptisan. Ada gereja-gereja yang menyetujui baptisan anak dan ada yang menolaknya. Masalah perjamuan kudus. Menurut Roma Katolik dan Gereja Ortodoks, dalam Perjamuan Kudus terjadi transubstansiasi. Artinya, roti dan anggur berubah menjadi daging dan darah Yesus. Gereja-gereja Protestan menganggap bahwa roti dan anggur itu merupakan lambang dari tubuh dan darah Yesus. Masalah jabatan. Gereja RK Ortodoks dan Anglikan berpendapat bahwa uskup sebagai pejabat gereja adalah pengganti rasul Petrus. Gereja-gereja Protestan berpendapat bahwa rasul tidak diganti. 4. Faktor penyebab munculnya banyak aliran gereja dalam protestan di Indonesia. Gereja-gereja berbeda nama karena sejarah kedatangan Dengan pandangan sederhana bahwa Agama Kristen dan Gereja-gereja hadir di Indonesia mempunyai kaitan dengan kedatangan bangsa-bangsa Eropa, maka hal itupun memunculkan adanya perbedaan Gereja-gereja. Pada waktu yang cukup lama hanya sedikit organisai Gereja di Nusantara. Akan tetapi, ketika pemerintah kolonial, dengan berbagai alasan,memberi izin kepada pelbagai badan pekabaran Injil, misi, zending dari negara Eropa bekerja di Nusantara. Dan sejak itu, banyak badan pekabaran Injil melakukan pelayanan dan kesaksian kepada masyarakat Nusantara di berbagai tempat. Gereja-gereja berbeda karena perbedaan penafsiran teks Kitab Suci Hampir semua gereja di Indonesia mengakui bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang tertulis; serta dijadikan sebagai satu-satunya sumber ajaran iman. Akan tetapi, ketika pendeta-pendetanya memahami teks-teks atau ayat-ayat tertentu dalam Alkitab, terjadi perbedaan pemahaman dan pengertian. Gereja-gereja berbeda karena krisis kepemimpinan Pada umumnya, struktur kepemimpinan organisasi gereja di Indonesia merupakan paduan rohaniawan dan kaum awam yang mempunyai jabatan gerejawi, seperti sintua, penatua, tua-tua, syamas atau diaken. Hierarki kepemimpinan ditingkat pusat, misalnya Pucuk Pimpinan, Majelis Pusat, Majelis Sinode; sedangkan di tingkat wilayah dan lokal, bernama Majelis Wilayah, Musyawarah Pelayanan, Dewan Pimpinan Wilayah, Distrik, ataupun Majelis Jemaat, Majelis Gereja, Pengurus Gereja. Gereja-gereja berbeda karena alasan kesukuan Banyak gereja di Indonesia [terutama gereja-gereja Protestan] mempunyai nama sesuai dengan mayoritas suku yang menjadi penganutnya. Misalnya, GBKP [Gereja Batak Karo Protestan], GKPS [Gereja Kristen Protestan Simalungun], GMIT [Gereja Masehi Injili di Timor], GMIST [Gereja Masehi Sangir-Talaud], GMIM [Gereja Masehi Injili Minahasa], dan lain-lain Gereja-gereja terpisah dan berbeda karena adanya perebutan aset. Inilah yang paling memalukan, namun sering terjadi. Pemisahan ini bisa terjadi di tingkat lokal, wilayah, dan pusat atau nasional. Para pemimpin gereja melihat aset gereja yang seharusnya difungsikan agar mempelancar kesaksian dan pelayanan,sebagai kekayaan untuk memperkaya diri sendiri. Dengan demikian, ia melakukan berbagai penyimpangan untuk mempertahankan ataupun merebutnya. Dan hal itu melahirkan konflik yang berdampak perpecahan. Pada perkembangan kemudian mereka yang kalah maupun menang, masing-masing dengan alasan legalitas, membentuk dan membangun organisasi gereja dengan nama yang baru. 5. Pemahaman soal Oikumene dan Relevansinya di Gereja saya. Pemahaman Oikumene menurut saya dengan kondisi-kondisi Indonesia yang semakin retak akibat lunturnya rasa kebangsaan dan penghargaan pluralisme yang semakin kandas maka gereja gereja di Indonesia harus mulai bersatu. Gereja memiliki tanggung jawabnya sebagai warga negara dan sebagai pengemban misi Tuhan seperti yang dimaksudkan pada Yohanes 17:21 yaitu ”bersatu menjadi saksi” dan Yeremia 29:7 ”mengusahakan kesejahteraan kota”. Dalam relevansi nya dengan gereja saya ada dua tugas utama dari gereja yaitu: Gereja dipanggil untuk mengembangkan hubungan positif, kreatif, realistis dan trasnformatif dengan pemerintah dan semua pihak di masyarakat. Gereja dipanggil untuk mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan (bagi seluruh rakyat dan tanah tumpah darah Indonesia) dan keutuhan ciptaan di Indonesia. Jadi Gereja dalam hal ini tidak boleh tinggal diam. Gereja baik secara sendiri-sendiri dan bersama-sama (oikumene) perlu terus menyuarakan dan mengingatkan bahwa keadaan yang ada sekarang ini merupakan ancaman yang serius terhadap NKRI di masa depan. Gereja perlu berupaya agar usaha-usaha penggantian ideologi Pancasila menjadi ideologi yang lain tidak menjadi kenyataan, karena ideologi Pancasila sudah final yang mampu menjadi perekat bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Pancasila lahir dari wawasan kebangsaan dan kebersamaan yang kuat. Gereja sebagai elemen bangsa tidak boleh tinggal diam dengan semua permasalahan yang ada. Persoalan politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain haruslah disikapi dengan bijak dan dicarikan solusinya. Gereja perlu aktif berperan dalam melakukan transformasi menuju Indonesia yang lebih baik ke depan. Gereja harus mulai turun membantu dalam soal perekonomian seperti memberikan bantuan, beasiswa sekolah dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi semua orang. Jadi kasih Tuhan dapat berdampak langsung ke semua orang.