KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Toksikologi dengan judul “Toksisitas obat-obat Kardiovaskular” dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk membahas tentang toksisitas yang dapat terjadi pada penggunaan obat-obat kardiovaskular serta cara penanganannya. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Baik dari segi materi maupun penulisannya. Maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca. Akhirnya, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Jakarta, November 2014 penulis i DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................... ii BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Toksisitas .................................................................................... 2 2.2 Sistem Kardiovaskuler .................................................................................... 2 2.3 Fungsi Jantung .................................................................................... 2 2.4 Pembuluh Darah .................................................................................... 3 2.5 Obat-Obat Kardiovaskuler .................................................................................. 3 BAB III. PEMBAHASAN .................................................................................... 16 BAB IV. KESIMPULAN .................................................................................... 23 Daftar Pustaka .................................................................................... 24 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Negara-negara industri penyakit jantung dan pembuluh darah (PJP) seperti gagal jantung, aritmia jantung, angina pectoris dan hipertensi merupakan penyebab kematian terbesar. Keadaan ini terutama ada hubungannya dengan kebiasaan dan susunan makanannya. Beberapa senyawa kimia secara inheren dapat menjadi racun, seperti timah, yang tidak diketahui bagaimana peran fisiologisnya dalam tubuh namun dapat menyebabkan cedera neural bahkan pada tingkat paparan yang sangat rendah. Kebanyakan obat-obatan adalah racun pada ambang batas tertentu, pada dosis terapi obat memberikan efek yang menguntungkan, tetapi pada dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keracunan. Intoksikasi atau keracunan merujuk pada suatu kejadian berupa efek samping obat, zat kimia atau substansi asing lainnya yang berhubungan dengan dosis. Terdapat variasi respon dan kecenderungan individual terhadap dosis obat yang diberikan. Variasi ini terjadi baik secara genetik maupun yang didapat, karena induksi enzim, inhibisi, maupun toleransi. Evaluasi respon terhadap dosis atau dosis-efek sangat penting bagi seorang ahli toksikologi. Ada hubungan dosis-efek pada satu individu dan adapula hubungan dosis-efek quantal dalam suatu populasi. Dalam hubungan dosis-efek individual biasanya seseorang akan mengalami peningkatan efek seiring peningkatan dosis. Hubungan dosis-efek quantal adalah persentase kenaikan jumlah penduduk yang terpengaruh kenaikan dosis. Fenomena dosis-efek quantal penting dalam nilai dosis mematikan median (lethal dose (LD) LD50) obat-obatan dan bahan kimia tertentu. 1.2. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui toksisitas dari obat-obat kardiovaskular serta cara penanganan dari toksisitas yang terjadi. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Toksisitas Toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme. Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi. 2.2 Sistem Kardiovaskuler Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh. 2.3 Fungsi Jantung Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan 2 oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru 2.4 Pembuluh Darah Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri, arteriola, kapiler, venula dan vena. Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan menanggung tekanan darah yang paling tinggi. Kelenturannya membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung. Arteri yang lebih kecil dan arteriola memiliki dinding berotot yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran darah ke daerah tertentu. Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena (membawa darah kembali ke jantung). Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam darah. Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. 2.5 Obat Kardiovaskuler Obat yang bekerja pada jantung dan pembuluh darah, baik arteri maupun vena dibagi dalam sembilan sub kelas sebagai berikut: 1. Obat inotropik positif 2. Obat anti-aritmia 3. Obat antihipertensi 4. Obat anti-angina 5. Diuretik 6. Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah 7. Obat hipolipidemik 8. Obat untuk syok dan hipotensi 9. Obat untuk gangguan sirkulasi darah (serebral, arteri, vena) Jantung dan pembuluh darah merupakan alat dalam tubuh yang mengatur peredaran darah sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik. Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur 3 darah ke jaringan. Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA, nodus AV, berkas His, dan serabut Purkinye. Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler. Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi dan memperbaiki sistem kardiovaskuler secara langsung ataupun tidak langsung. 1. Obat Inotropik Positif Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung (miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung gagal untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah. Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan sempurna. Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu a. Glikosida jantung Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal jantung. • Digoksin • Digitoksin b. Penghambat fosfodiesterase Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel. • Milrinon • Aminiron 2. Obat-Obat Antiaritmia Obat-obat abtiaritmia dapat dibagi berdasarkan penggunaan kliniknya dalam obatobat untuk aritmia supraventrikel (misal verapamil). Obat-obat untuk aritmia supraventrikel dan aritmia ventrikel (misal disopiramid), dan obat-obat untuk aritmia ventrikel (misal lidokain). a. Aritmia supraventrikel 4 Adenosin biasanya obat terpilih untuk menghentikan takikardia supraventrikel paroksismal. Karena masa kerjanya pendek sekali (waktu paruhnya hanya 8-10 detik, tapi memanjang juka diberikan bersama dipiradamol), kebanyakan efek sampingnya berlangsung singkat. Berbeda dengan verapamil, adenosin dapat digunakan setelah betabloker. Pada asma, lebih baik dipilih verapamil daripada beta-bloker. Glikosida jantung oral merupakan obat terpilih untuk memperlambat respon ventrikel pada kasus fibrilasi dan flutter atrium. Digoksin intravena, yang diinfus pelan-pelan, kadang-kadang dibutuhkan bila kecepatan ventrikel perlu dikendalikan dengan cepat. Verapamil biasanya efektif untuk takikardia ventrikel. Dosis intravena awal dapat diikuti dengan dosis oral, hipotensi dapat terjadi dengan dosis yang lebih besar. • Adenosin • Verapamil • Glikosida jantung b. Aritmia Supraventrikel dan Ventrikel Obat-obat untuk aritmia supraventrikel dan ventrikel misalnya amiodaron, beta-bloker, disopiramid, flekainid, prokainamid, propafenon, dan klinidin. • Amiodaron • Beta-bloker • Disopiramid • Flekainid • Prokainamid • Propafenon • Kinidin c. Aritmia Ventrikel Bretilium hanya digunakan sebagai obat antiaritmia pada resusutasi. Obat ini diberikan itramaskuler dan intravena tapi dapat menyebabkan hipotensi berat, terutama setelah pemberian intravena (mual dan muntah dapat terjadi). Lidokain (lignokain) ralatif aman bila diberikan sebagai injeksi intravena lambat dan harus menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat. Meksiletin diberikan sebagai injeksi intravena lambat bila lidokain tidak efektif, obat ini memiliki kerja yang serupa. Morasilin adalah obat untuk profilaksis dan pengobatan aritmia ventrikel yang serius dan mengancam jiwa. Fenitoin dulu dipakai untuk aritmia ventrikel, dengan injeksi intravena lambat terutama yang disebabkan oleh glikosida jantung, tapi penggunaan ini sekarang sudah ditinggalkan. Tokainid dulu digunakan untuk takiaritmia ventrikel yang mengancam jiwa dan disertai dengan 5 gangguan berat fungsi ventrikel kiri pada pasien yang tidak responsif dengan terapi lain atau yang terapi lain merupakan kontraindikasi, sekarang obat ini tidak lagi tersedia. • Bretilium • Lidokain • Meksiletin • Morasilin • Fenitoin • Tokainid 3. Obat Antihipertensi Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan ini bertahan. Menurut WHO, tidak tergantung pada usia. Hipertensi mungkin dapat diturunkan dengan terapi tanpa obat (non-farmakoterapi) tau terapi dengan obat (farmakoterapi). Semua pasien, tanpa memperhatikan apakah terapi dengan oabt dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi tanpa obat. Caranya dengan mengendalikan bobot badan, pembatasan masukan sodium, lemak jenuh, dan alkohol serta pertisipasi dalam program olah raga dan tidak merokok. a. Penghambat saraf adrenergik Obat dolongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari pasca ganglion saraf adrenergik. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu, obat-obat ini jarang digunakan, tetapi mungkin masih perlu diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten. • Debrisokuin • Reserpin b. Alfa-broker hipertensi, alfa-broker dapat digunakan bersama obat antihipertensi lain. Sebagai alfabroker, prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena sehingga jarang menimbulkan takikardi. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama, sehingga harus hati-hati pada pemberian pertama. Untuk pengobatan • Deksazosin • Indoramin • Prasozin Hidroklorida • Terazosin 6 c. Penghambat enzim pengubah anglotensin (penghambat ACE) Pengambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Obat-obat golongan ini terutama diindikasikan untuk hipertensi pada diabetes tergantung insulin dengan nefropati, dan mungkin untuk hipertensi pada semua pasien diabetes. • Kaptopril • Benazepril • Delapril • Enalapril maleat • Fisonopril • Perinopril • Kuinapril • Ramipril • Silazapril d. Antagonis reseptor angiotensin II Sifatnya mirip penghambat ACE, bedanya adalah obat-obat golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tampaknya tidak menimbulkan batuk kering parsisten yang biasanya mengganggu terapi dengan penghambat ACE. Karena itu, obat-obat golongan ini merupakan alternatif yang berguna untuk pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk yang parsisten. • Losaktan kalium • Valsatran e. Obat-obat untuk feokromositoma Fenoksibanzamin adalah alfa-broker kuat dengan banyak efek samping. Obat ini digunakan bersama bata-bloker untuk pengobtan jangka pendek episode hipertensi berat pada feokromositoma. Fentolamin adalah alfa-broker kerja pendek yang kadang-kadang juga digunakan untuk diagnosis feokromositoma. • Fenoksibanzamin • Fentolamin f. Obat antihipertensi yang bekerja sentral. Kelompok ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena aman bagi pasien asma, gagal jantung, dan kehamilan. Efek sampingnya diperkecil jika dosis perharinya dipertahankan tetap dibawah 1 g. 7 • Klobidin hidroklorida • Metildopa • Guanfasin 4. Obat-Obat Antiangina Sebagian besar pasien angina pektoris diobati dengan beta-bloker atatu antagonis kalsium. Meskipun demikian, senyawa nitrat kerja singkat, masih berperan penting untuk tindakan prefilaksis sebelum kerja fisik dan untuk nyeri dada yang terjadi sewaktu istirahat. a. Golongan nitrat Senyawa nitrat bekerja langsung merelaksasi oto polos pembuluh vena, tanpa bergantung pada sistem persarafan miokardium. Dilatasi vena menyebabkan alir balik vena berkurang sehingga mengurangi beban hulu jantung. Selain itu, senyawa nitrat juga merupakan vasodilator koroner yang poten • Gliseril trinitrat • Isosorbid dinitrat • Isosorbid mononitrat • Pentaeritritol tetranitrat b. Golongan antagonis kalsium Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion kalsium transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat ke dalam sel otot polo, otot jantung dan saraf. Berkurangnya kadar kalsium bebas di dalam sel-sel tersebut menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh darah (vasodilatasi), kontraksi otot jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung (kronotropik dan dromotropik negatif). • Amplidipin besilat • Diltiazem hidroklorida • Nikardipin hidroklorida • Nifedipin • Nimodipin c. Golongan beta-bloker Obat-obat penghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) menghambat adrenoseptor-beta di jantung, pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas, dan hati. Saat ini banyak tersedia beta-bloker yang pada umumnya menunjukkan efektifitas yang sama. Namun, terdapat perbedaan-perbedaan diantara berbagai beta-bloker, yang akan mempengaruhi pilihan dalam mengobati penyakit atau pasien tertentu. Beta-bloker dapat mencetuskan asma dan 8 efek ini berbahaya. Karena itu, harus dihindarkan pada pasien dengan riwayat asma atau penyakit paru obstruktif menahun. • Propranolol hidroklorida • Asebutolol • Atenolol • Betaksolol • Bisoprolol fumarat • Karvedilol • Labetalol hidrklorida • Metoprolol tartrat • Nadolol • Oksprenolol hidroklorida • Pindolol • Sotalol hidroklorida 5. Diuretika Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah. Diuretika kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung kiri dan pada pasien dengan gagal jantung yang sudah lama dan kombinasi diuretika mungkin selektif untuk edema yang resisten terhadap pengobatan dengan satu diuretika, misalnya diuretika kuat dapat dikombinasi dengan diuretika hemat kalium. a. Diuretika golongan tiazid Tiazid dan senyawa-senyawa terkaitnya merupakan diuretika dengan potensi sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian peroral lebih kurang 1-2 jam, sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuretika tidak mengganggu tidur pasien. • Bendrofluazid • Klortalidon • Hidroklortiazid • Indapamid • Metolazon • Xipamid 9 b. Diuretika kuat Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagl jantung kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan prabeban lebih cepat dari mula kerja diuresisnya. Diuretika ini juga digunakan pada pasien gagal jantung yang telah berlangsung lama. • Frusemid • Bumetanid • Torasemid c. Diuretika hemat kalium Amilorid dan triamteren merupakan diuretika yang lemah. Keduanya menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif daripada memberikan suplemen kalium pada pangguna tiazid atau diuretika kuat. Suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa pemberian diuretka hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu penghambat ACE dapat menyebabkan hiperkalemia yang berat. • Amilorid hidroklorida • Antagonis aldosteron • Sprironolakton d. Diuretika merkuri Meskipun efektif, diuretika merkuri sekarang hampir tidak pernah digunakan karena efek nefrotoksisitasnya. Mersalil harus diberikan lewat injeksi intramuskuler. Penggunaan intravena dapat menyebabkan hipotensi berat dan kematian mendadak. Obat ini sudah absolete dan telah diganti dengan loop diuretic yang jauh lebih aman. • Mersalil e. Diuretika osmotik Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena mungkin meningkatkan volume darah secara akut. • Manitol f. Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diyretika yang lemah dan jarang digunakan berdasarkan efek diuretikanya. Obat ini digunakan untuk profilaksis mountain sicknesstetapi tidak menggantikan aklimatisasi. • Asetazolamid • Dorzolamid 10 g. Kombinasi diuretika Disamping penambahan satu golongan diuretika pada diuretika yang lain, kekhawatiran terjadinya hipokalemia atau ketidakpatuhan pasien meningkatkan penggunaan kombinasi dengan diuretika hemat kalium. Bila digunakan untuk hipertens, perhatian khusus harus dicurahkan pada dosis tiazidnya, dimana dosis yang lebih rendah lebih dianjurkan. 6. Obat yang Mempengaruhi Sistem Koagulasi Darah Pembentukan suatu trombus berlangsung melalui tiga tahap, yaitu (1) pemaparan darah pada suatu permukaan trombogenik vaskuler yang rusak. (2) suatu rangkaian peristiwa yang terkait dengan trombosit. (3) pengaktifan mekanisme pembekuan dengan sutu peran penting bagi trombin dalam pembentukan fibrin. Trombin sendiri merupakan suatu perangsang agragasi dan adhesi platelet yang sangat kuat. Sekali terbentuk, trombus mungkin dipecah oleh fibrinolisis-terangsang plasmin. a. Antikoagulan Dibagi menjadi 2 sub-kelompok, yaitu 1) Antikoagulan parenteral, yang dibagi dalam sub-kelompok lagi, yaitu: a) Heparin Heparin memulai antikoagulasi dengan cepat, namun mempunyai masa kerja yang singkat. Sekarang sering kali diacu sebagai heparin standar atau tidak terfraksinasi, untuk membedakannya dengan heparin bobot molekul rendah yang memiliki masa kerja yang lebih panjang. • Heparin, kodenya 6-243 b) Heparin bobot molekul rendah Terdapat bukti bahwa heparin bobot molekul rendah ternyata selektif dan seaman heparin standar dalam pencegahan tromboembolisme vena. Namun, pada praktek ortopedi golongan heparin ini mungkin lebih selektif. • Anoksaparin • Heparinoid, kodenya 6-342 2) Antikoagulan oral Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K, dan perlu paling tidak 48-72 jam untuk efek antikoagulannya berkembang sempurna. Jika efek yang segera diperlukan, 11 heparin harus diberikan bersama. Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan • Natrium warfarin, kodenya 6-420 • Protamin sulfat, kodenya 6-452 b. Antiplatelet Antiplatelet (antitrombosit) bekerja dengan cara mengurangi agragasi platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana trombi terbentuk melalui agragasi platelet dan antikoagulan menunjukkan efek yang kecil. • Asetosal • Dipiridamol, kodenya 7-244 c. Fibrinolitik Fibrinolitik yang bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen utnuk membentuk plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian memecah trombus. Termasuk dalam golongan obat ini diantaranya streptokinase, urokinase, alteplase, dan anistreplase. • Alteplase • Streptokinase, kodenya 6-342 • Urokinase, kodenya 6-443 d. Hemostatik dan antifibrinolitik Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan pendarahan. Pendarahan spontan timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5% normal. • Fraksi faktor VIII, kering, kodenya 6-473 • Fraksi faktor IX, kering, kodenya 6-473 • Aprotinin, kodenya 6-411 • Etamsilat, kodenya 6-453 • Asam traneksamat, kodenya 6-411 7. Obat Penurun Lipid Obat-obat penurun lipid diindikasikan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner atau dengan hiperlipidemia berat, yang tidak cukup terkendali dengan diet rendah lemak. Pengobatan juga harus dipertimbangkan bagi pasien dengan resiko tinggi terjadinya penyakit 12 jantung koroner karena adanya berbagai faktor resiko (termasuk merokok, hipertensi, diabetes, dll). a. Resin penukar anion Kolestiramin dan kolestipol adalah resin penul\kar anion yang digunakan dalam penatalaksanaan hiperkolesterolemia. Obat-obat tersebut bekerja dengan cara mengikat asam empedu (metabolit kolesterol) di dalam lumen usus dan mencegah reabsorpsinya. • Kolestiramin • Kolestipol hidroklorida b. Kelompok klofibrat Klofibrat (turunan asam ariloksibutirat) dan beberapa analognya (bezafibral, siprofibral, finofibrat, gemfibrosil) dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum luas. Klofibrat dan beberapa analognya digunakan dalam pengobatan hiperlipidemia tipe II maupun IV. Efek utamanya berupa gangguan saluran cerna. • Bezafibrat • Fenofibrat • Gemfibrozil • Klofibrat c. Statin Statin menghambat secara kompetitif enzim HMG CoA reduktase, yakni enzim oada sintesis kolesterol, terutama dalam hati. Obat-obat ini lebih efektif dibanding resin penukar anion dalam menurunkan kolesterol – LDL tetapi kurang efektif dibanding kelompok klofibrat dalam menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol – HDL. • Atorvastatin • Fluvastatin • Pravastatin • Simvastatin • Lovastatin d. Kelompok asam nikotinat Asam nikotinat (niasin) merupakan vitamin larut air yang mampu menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol plasma. Mekanisme kerjanya melalui hambatan mobilisasi 13 lemak serta hambatan sintesis VLDL dalam hati dan lebih lanjut kolesterol – LDL. Selain itu, asam nikotinat juga meningkatkan kolesterol – HDL. • Asam nikotinat, kodenya 7-222 e. Minyak ikan Sediaan minyak ikan yang kaya akan trigliserida laut omega-3, bermanfaat dalam pengobatan hipertrigliseridemia berat. 8. Obat-Obat untuk Syok dan Hipotensi Syok merupakan sindrom kardiovaskuler akut yang rumit, terutama terkait dengan ketidakcukupan pasok dan konsumsi oksigen pada organ-organ yang penting bagi kehidupan (vital), yang pada umumnya disebabkan oleh peristiwa hipotensi. Hipovolemia, suatu penyebab hipotensi, dikaitkan dengan hilangnya darah karena cedera atau pendarahan, atau hilagnya cairan karena diare, muntah, luka bakar, atau yang lainnya. Hipotensi juga dikaitkan dengan syok septik. Meskipun demikian pasien dengan infark miokard yang berkembang menjadi syok kardiogenik, tidak selalu hipotensif. Tujuan terapi syok adalah menjamin aliran darah yang cukup untuk pasok oksigen yang memadai ke organ-organ vital. • Dopamin hidroklorida • Dobutamin • Isoprenalina hidroklorida • Norepinefrin bitatrat • Epinefrin\ 9. Obat untuk Gangguan Sirkulasi Darah (serebral, arteri, vena) a. Vasodilator perifer Kurangnya pasokan darah arteri di perifer dapat disebabkan oleh angioneuropati (kegagalan pengaturan sirkulasi akibat tidak sempurnanya pembuluh kecil bereaksi terhadap rangsang) atau angioorganopati (meliputi penyakit penyumbatan arteri, giitis, penyumbatan arteri karena emboli). Penyebab penyakit penyumbatan arteri terutama aterosklerosis dan tramboangitis obliterans. • Turunan asam nikotinat • Pentoksifilin • Sinarisin • Naftidrofuril oksalat • Isoksuprin 14 • Xantinol nikotinat • Nicegolin • Bensiklan • Flunarisin b. Vasodilator serebral Obat-obat golongan ini dinyatakan memperbaiki fungsi mental. Beberapa telah dilaporkan memperbaiki kinerja uji psikologis, tetapi obat-obat tersebut secara klinis belum terbukti bermanfaat untuk demensia (pikun). • Co-dergokrin meksilat c. Obat gangguan darah vena Penyakit pembuluh vena yang sering terjadi adalah gejala verikosis (dilatasi pembuluh vena permukaan kaki dan akibat-akibat yang menyertainya (edema lokal, indurasi, atrofi, pigmentasi hebat, sianosis kulit, borok kaki, tromboflebitis) yang timbul akibat pengaruh mekanik dan hormonal pada jaringan ikat lemah. 1) Senyawa tonik vena • Dihidroergotamin, kodenya 7-265 • Glikosida triterpen 2) Senyawa sklerosan • Garam natrium asam lemak dari minyak ikan • Etanolamin oleat, kodenya 7-272 • Natrium tetradesil sulfat 15 BAB III PEMBAHASAN Pada terapi kardiovaskular, mempertahankan perfusi normal jaringan amat penting untuk pemulihan tuntas ketika keracunan sudah di eliminasi. Bila terjadi hipotensi yang tidak responsive dengan ekspasi volume, dapat diberikan norepinefrin, epinefrin atau dopamine dosis tinggi. Pada gagal jantung berat yang reversible, dapat dilakukan tindakan intraaortic ballon pump counterpulsation, dan calcium channel blocker, efektif diberikan glucagon dan kalsium. Terapi antibody anti digoxin dan pemberian Mg di indikasikan untuk kasus keracunan glikosida jantung yang berat. Supraventrikular takikardi (SVT) yang berkaitan dengan hipertensi dan eksitasi SSP hampir selalu disebabkan karena agen yang mengakibatkan eksitasi fisiologik secara menyeluruh. Kebanyakan kasusnya berupa keracunan ringan atau sedang dan hanya memerlukan observasi atau sedasi nonspesifik dengan benzodiazepine. Sedangkan SVT tanpa hipertensi pada umumnya merupakan akibat sekunder dari vasodilatasi atau hipovolemia, dan berespon dengan pemberian cairan. Terapi spesifik diindikasikan untuk kasus berat atau yang berhubungan dengan instabilitas hemodinamik, nyeri dada, atau pada elektrokardiogram (EKG) dijumpai iskemia. 1. Klonidin Mekanisme toksisitas : klonidin menurunkan aliran keluar simpatetik sentral dengan menstimulasi reseptor presinaptik α2-adrenergic presinaptic (penghambat) pada otak. Klonidin juga menstimulasi reseptor α1 periferal, yang menyebabkan vasokonstriksi dan hipertensi transient. Penggunaan dengan dosis tinggi (lebih dari 1 mg/d), dapat menyebabkan krisis hipertensi dimediasi oleh peningkatan aktivitas saraf simpatik. Toksisitas yang terjadi adalah mulut kering dan sedasi yang biasanya berat. Obat tidak boleh diberikan kepada pasien yang berisiko depresi mental dan harus ditarik jika depresi terjadi selama terapi. Pasien menunjukkan kegelisahan, takikardia, sakit kepala, dan berkeringat setelah menghilangkan satu atau dua dosis obat. Jika obat harus dihentikan, ini harus dilakukan secara bertahap sementara agen antihipertensi diganti dengan obat antihipertensi lain. 16 Pengobatan darurat dan pendukung : Menjaga jalan udara tetap terbuka dan berikan bantuan pernafasan jika perlu. Obati jika terjadi koma, hipotensi dan bradikardia. Berikan cairan atropin dan dopamine. Hipertensi biasanya hanya sementara dan tidak perlu diobati. 2. Guanethidine Mekanisme toksisitas : Guanethidine umumnya menyebabkan diare, yang dihasilkan dari peningkatan motilitas gastrointestinal karena dominasi parasimpatis dalam mengendalikan aktivitas otot polos usus. Penggunaan terapi guanethidine sering dikaitkan dengan gejala hipotensi postural, terutama bila obat diberikan dalam dosis tinggi, dan dapat menghasilkan penurunan aliran darah ke jantung dan otak atau bahkan kejutan yang membahayakan. Guanethidine juga dapat menghasilkan krisis hipertensi dengan melepaskan katekolamin pada pasien dengan pheochromocytoma. Ketika antidepresan trisiklik yang diberikan kepada pasien yang memakai guanethidine, efek antihipertensi obat dilemahkan, dan diikuti dengan hipertensi berat. Penanganan : Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor kerja langsung (norepinefrin, epinefrin) Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor (dopamine). 3. Reserpin Mekanisme toksisitas : Reserpin biasanya diberikan pada dosis rendah, reserpin menghasilkan hipotensi postural kecil. Sebagian besar efek yang tidak diinginkan dari reserpin hasil dari tindakan pada otak atau saluran pencernaan. Sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan sedasi, lesu, mimpi buruk, dan depresi mental yang berat. kadang-kadang, ini terjadi bahkan pada pasien yang menerima dosis rendah (0,25 mg / d). Lebih jarang, dosis rendah reserpin menghasilkan efek ekstrapiramidal menyerupai penyakit Parkinson. Meskipun efek sentral ini jarang terjadi, harus ditekankan bahwa hal tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan setelah pengobatan yang berbulan-bulan. Pasien dengan riwayat depresi mental tidak harus diberikan reserpin, dan obat harus dihentikan jika depresi muncul. Reserpin agak sering menghasilkan diare ringan dan kram pencernaan dan meningkatkan sekresi asam lambung. Obat sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan riwayat ulkus peptikum. Penanganan : 17 Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor kerja langsung (norepinefrin, epinefrin). Bolus cairan kristaloid dengan vasopresor (dopamine). 4. Na-Nitroprusida Mekanisme toksisitas : Nitroprusida sangat cepat dihidrolisis dan melepaskan sianida bebas, yang normalnya cepat dikonversi menjadi tiosianat oleh enzim ρ-danase pada hati dan pembuluh darah. Keracunan akut sianida bisa terjadi pada penggunaan singkat dosis tinggi infus nitroprusida. Tiosianat dieliminasi diginjal dan bisa terakumulasi pada pasien dengan gagal ginjal khususnya setelah penggunaan infus yang diperpanjang. Pada penggunaan Na-nitroprusida, selain menurunkan tekanan darah yang berlebihan, toksisitas paling serius terkait dengan akumulasi sianida; asidosis metabolik, aritmia, hipotensi yang berlebihan, dan kematian. 5. Diazoxid Toksisitas paling signifikan dari diazoxide adalah hipotensi berlebihan, yang dihasilkan dari rekomendasi untuk menggunakan dosis tetap 300 mg pada semua pasien. Berbeda dengan diuretik thiazide struktural terkait, diazoxide menyebabkan ginjal mengalami retensi garam dan air. Namun, karena obat ini digunakan untuk jangka pendek saja, masalah ini jarang terjadi. 6. ACE Inhibitor Mekanisme toksisitas : obat golongan ini menghambat vasokonstriksi dengan penghambatan enzim peptidil dipeptida karboksihidrolase, yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensisn II. Semua obat golongan ini kecuali Captopril dan Lisinopril dimetabolisme menjadi separuh aktif. Efek samping yang umum untuk semua ACE inhibitor yaitu gagal ginjal akut (terutama pada pasien dengan penyempitan bilateral ginjal arteri atau penyempitan arteri ginjal dari ginjal itu sendiri), hiperkalemia, batuk kering kadang disertai mengi (suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit), dan angioedema (jenis alergi kulit yang ditandai dengan pembengkakan di area yang terpengaruh). Penggunaan ACE inhibitor selama trimester kedua dan ketiga berisiko hipotensi janin, anuria, dan gagal ginjal, kadang-kadang dikaitkan dengan malformasi janin atau kematian. Captopril, terutama jika diberikan dalam dosis tinggi untuk pasien dengan insufisiensi ginjal, dapat menyebabkan neutropenia (kondisi dimana jumlah dari 18 neutrophils dalam aliran darah berkurang) atau proteinuria (kehadiran protein dalam urin, menunjukkan bahwa ginjal tidak bekerja dengan benar). Efek toksik kecil biasanya terlihat jika alergi ruam kulit, dan obat demam, yang dapat terjadi pada 10% pasien. Penanganannya adalah dengan pemberian Epinefrin, H1-blocker dan steroid. 7. Angina Pectoris (Nitrat) Mekanisme toksisitas : Nitrat dan nitrit, keduanya menyebabkan vasodilatasi, yang dapat menyebabkan hipotensi. Nitrat mengendurkan vena pada dosis yang rendah dan arteri pada dosis yang lebih tinggi. Nitrat bisa diubah menjadi nitrit pada saluran gastrointestinal khususnya pada bayi. Toksisitas akut utama dari nitrat organik adalah ekstensi langsung dari vasodilatasi terapeutik: hipotensi ortostatik, takikardia, dan sakit kepala yang berdenyut-denyut. Obat spesifik dan antidotum Methemoglobinemia simptomatik bisa diobati dengan metilen blue. Pengobatan : Mempertahankan jalan nafas yang terbuka dan berikan bantuan pernafasan jika diperlukan. Berikan oksigen. Amati tanda-tanda vital dan ECG selama 4-6 jam. 8. CCB (calcium channel blockers) Mekanisme toksisitas : antagonis kalsium bisa memperlambat aliran atau masukan kalsium melalui kanal kalsium seluler. Efeknya adalah vasodilatasi koroner dan perifer, mengurangi kontraktilitas jantung, memperlambat konduksi nodus, dan menekan aktivitas sinus nodal. Menurunkan tekanan darah. Efek toksik yang paling penting dilaporkan yaitu ekstensi langsung dari tindakan terapeutiknya. Masuknya penghambatan kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan depresi jantung serius, termasuk serangan jantung, bradikardia, blok atrioventrikular, dan gagal jantung. Toksisitas kecil (merepotkan tapi biasanya tidak memerlukan penghentian terapi) meliputi flushing, pusing, mual, sembelit, dan edema perifer. 9. Amiodaron Mekanisme toksisitas : merupakan pemblok beta-adrenergik nonkompetitif dan memiliki efek blockade kanal kalsium, yang menjelaskan kecenderungannya untuk menyebabkan bradiaritmia. Amiodaron juga melepaskan iodine dan penggunaan kronis 19 menghasilkan perubahan fungsi tiroid. Fungsi tiroid harus dievaluasi sebelum memulai pengobatan dan dipantau secara berkala. Karena efek telah dijelaskan dalam hampir setiap sistem organ, pengobatan amiodarone harus dievaluasi setiap kali gejala baru berkembang pada pasien. Amiodaron juga bisa menyebabkan pneumonitis atau vibrosis paru-paru, hepatitis, dermatitis fotosensitivitas, hipotiroidisme atau hypertiroidisme, tremor, ataksia, dan neuropati perifer. 10. Verapamil Keracunan verapamil bisa menyebabkan konstipasi, lesu, kecemasan, dan edema peripheral. Pada penggunaan adenosine, efek toksisitasnya yaitu dapat menyebabkan kemerahan (flushing) pada sekitar 20 % pasien dan nafas pendek atau rasa terbakar di dada (mungkin berhubungan dengan bronkospasme) pada lebih dari 10 % pasien. Induksi blokase atrioventrikular tingkat tinggi bisa terjadi tetapi hanya terjadi sangat singkat. Toksisitas yang kurang umum terjadi termasuk sakit kepala, hipotensi, nausea dan paresthesia. 11. Propanolol Mekanisme toksisitas : 2-3 kali dosis terapi dapat menyebabkan toksisitas serius. Hal ini bisa terjadi karena propanolol memiliki sifat tambahan : pada dosis tinggi propanolol bisa menyebabkan efek penghambatan kanal kalsium yang sama atau mirip kuinidin, dan karena sifatnya yang lipofilik, obat ini bisa memasuki CNS. Bradikardia dan hipotensi merupakan manifestasi toksisitas yang paling sering terjadi. Zat-zat dengan aktivitas agonis parsial (spt. Pindolol) bisa menyebabkan takikardia dan hipertensi. Penanganan umum dengan menaikkan tekanan darah dan kecepatan jantung, seperti obat ά-agonis, dan atropine, tidak spesifik. Penanganan spesifik untuk toksisitas parah, yaitu Penanganan umum dan monitoring invasif ; Catecholamine infusion ; Infus katekolamin ; tambahkan inhibitor fosfodiesterase : Amrinon atau milrinon untuk bypass reseptor β dan meningkatkan cAMP intraselular dan mengembalikan kontraktilitas jantung; pertimbangkan terapi insulin IV dan glukosa ; pertimbangkan ventricular pacing. 12. Glikosida Jantung (Digoksin) Dosis obat ini sangat bervariasi, mulai 0,125-0,5 mg per hari. Beberapa pasien memulai pengobatan dengan dosis tinggi (1 sampai 1,5 mg) pada hari pertama (pada 20 lansia 0,0625-0,125 mg, kadang-kadang 0,25). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg. Anak di bawah usia sepuluh tahun dapat mengambil obat ini, yang biasanya dibagi menjadi dua atau lebih dosis kecil. Potensial Ketoksikan Digoksin. Bioavailabilitas digoksin tablet sekitar 70-80%. Kirakira 10% populasi mempunyai bakteri usus Eubacterium lentum yang akan memecah digoksin menjadi metabolit tidak aktif, sehingga diperlukan peningkatan dosis karena dosis standar digokin tidak efektif. Walaupun waktu paruhnya berkisar antara 36-48 jam, sehingga diberikan sekali sehari dan kadar puncak dicapai setelah 1 minggu. Dasar Diagnosa Intoksikasi Digoksin. Dari pemeriksaan fisik, denyut nadi tidak teratur dan lambat (43 kali per menit). Pemeriksaan lain dalam batas normal. Kecurigaan kepada kelainan organ lain seperti saluran cerna, hati, dan ginjal dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Begitu pula kecurigaan keluhan gastrointestinal sebagai salah satu manifestasi infark miokard dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan EKG. Kombinasi antara peningkatan otomatisitas dan gangguan konduksi (contohnya AV block disertai dengan accelerated junctional) menunjukkan kemungkinan besar adanya intoksikasi bahkan pada pasien yang kadar serumnya masih dalam rentang dosis terapi. Munculnya gejala malaise, gangguan gastrointestinal, atau aritmia baru pada pasien yang menerima digoksin memberikan kecurigaan adanya intoksikasi. Apabila gejala-gejala tersebut membaik setelah penghentian obat atau pengurangan dosis digoksin, maka hal ini semakin mendukung adanya intoksikasi digitalis. Pengukuran konsentrasi glikosida dalam plasma atau serum, bersamaan dengan perkiraan konsentrasi kalium dalam plasma akan sangat membantu penegakan diagnosis. Apabila konsentrasi kalium normal, sangat tidak mungkin terjadi intoksikasi digitalis dengan konsentrasi digitalis di bawah 2 ng/ml, sedangkan intoksikasi sangat mungkin terjadi bila kadar digoksin dalam serum di atas 4 ng/ ml. Meskipun begitu pada pasien dengan kadar kalium di bawah normal, kadar glikosida di bawah 2 ng/ml mungkin masih dapat dikaitkan dengan intoksikasi. Cara diagnosa yang terbaik adalah dengan memantau kadar digoksin dan menghubungkannya dengan kadar kalium dan manifestasi klinis dan gambaran EKG. Kadar digoksin yang diukur sebelum 6-8 jam setelah proses cerna mencerminkan distribusi awal obat akan tetapi bukan kadar dalam jaringan yang sebenarnya dan tidak bisa menjadi prediktor adanya intoksikasi. Waktu paruh dalam plasma memendek menjadi 10-25 jam pada pencernaan secara akut dan masif, dibandingkan 21 dengan pada proses cerna yang tidak toksik yaitu 36 jam. Digoksin dieksresi melalui ginjal dengan clearance rate yang sebanding dengan glomerular filtration rate. Gagal ginjal dan pasien usia lanjut akan memperlama waktu paruh digoksin (hingga 3,5-5 hari) dan mengurangi volume distribusi ekstravaskuler. Dikarenakan sempitnya indeks terapi, penggunaan obat ini pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan pada pasien usia lanjut dosisnya harus diturunkan dan harus sangat hati-hati sekali. Mekanisme toksisitas : glikosida jantung menghambat fungsi pompa Na+K+ATPase. Setelah overdosis akut, menyebabkan hiperkalemia. Keceptan konduksi nodus AV dan sinus diturunkan. Toksisitas bisa terjadi sebagai hasil dari overdosis akut atau dari akumulasi digoxin pada pasien dengan gangguan renal atau pasien yang menggunakan obat yang menghambat eliminasi digoksin. Pasien yang menerima pengobatan digoksin jangka panjang juga sering menggunakan diuretic, yang bisa menyebabkan hilangnya elektrolit (khususnya kalium). Muntah juga umum terjadi pada pasien yang overdosis digitalis. Penanganan yaitu dengan memberikan atropine dan antibody digoksin (Fragmen antibody spesifik Digoksin) ; Digibind, akan menurunkan digoksin bebas tetapi menaikkan kadar serum total digoksin; Fab juga menurunkan kadar kalium dan meningkatkan ekskresi digoksin yang terikat Fab. Zat pengkhelat atau fragmen Fab spesifik untuk digoksin bekerja dengan mengikat secara fisika toksin, mencegah toksin menyebabkan efek mengganggu secara invivo. Blokade Atrioventricular (AV) block: Fab lebih disukai dibandingkan pacemaker.Ventricular tachycardia (VT)/ventricular fibril-lation (VF): Lebih disukai Cardioversion/defibrillation daripada pemberian Fab, phenytoin, dan lidocaine. 22 BAB IV KESIMPULAN Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis tingkat toksik obat, dengan mengevauasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan efek toksik apapun selama berhari-berhari lamanya. Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotoksisitas (hepar), imunotoksisitas (system imun) dan kardiotoksisitas (jantung). 23 DAFTAR PUSTAKA Katzung,B. Masters,S. Trevor,A. 2012. Basic and Clinical Pharmacology 12th edition. McGraw Hill. Connecticut Tjay, Tan Hoan & Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan EfekEfek Samping Edisi V. Penerbit : PT. Elex Media Komputindo kelompok Gramedia. Jakarta Tjay, Tan & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI. Penerbit : PT. Elex Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia. Jakarta. http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf 24