Uploaded by User99765

Resume Jurnal

advertisement
RINGKASAN/ABSTRAK
Kejadian demam seringkali meningkatkan angka keasakitan dan angka kematian pada Balita.
Angka Kematian balita dalam 3 tahun terakhir Di Kabupaten Semarang nenunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun. Namun demikian angka kematian balita ini masih disebabkan
oleh penyakit infeksi. Di RSU Ungaran penyakit infeksi yang dijumpai antara lain Meningitis,
Diare, ISPA/Penumonia. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Untuk
mengurangi kejadian demam dan mengurangi peningkatan suhu tubuh secara mendadak, maka
tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah melakukan kompres hangat dengan metode
tepid sponge . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh pada anak pra sekolah yang mengalami demam di rumah sakit Ungaran.
Adapun luaran yang akan dihasilkan pada penelitian ini adalah meningkatkan ketrampilan
perawat dalam prosedur tepid sponge, sehingga bisa diterapkan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak untuk menurunkan suhu dengan melibatkan orangtua.
Satu jurnal yang ditelaah dalam artikel ini menggunakan rancangan quasi eksperimental
dengan metode pre and post test with control group, artinya pengumpulan data dilakukan
terhadap responden pada anak yang dirawat inap. Metode intervensi tepid sponge untuk
penurunan suhu tubuh dalam review jurnal ini. Intervensi tepid sponge dilakukan selama 15
menit hingga 20 menit. Teknik pengambilan sampel pada jurnal ini menggunakan uji
homogenitas sebagai uji prasyarat dengan hasil suhu tubuh sebelum dilakukan kompres tepid
sponge pada kelompok intervensi dan kelompok control sebagai uji prasyarat, untuk yang
perbandingan suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge sebelum dan sesudah
kelompok intervensi dan kontrol menggunakan uji paired sample T-Tes, dan pengaruh antara
Kompres Water tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh menggunakan uji independen
sample t-test. Parameter yang diukur pada studi literature ini adalah penurunan suhu tubuh.
PENDAHULUAN
Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat sakit. Sehat adalah keadaan
kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus dicapai sepanjang kehidupan
anak dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai
dengan usianya. Dengan demikian, apabila anak sakit akan dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan fisik, psikologis, intelektual, dan spiritual (Supartini, 2012). Masalah
kesehatan yang sering ditemukan dan sering menjadi keluhan oleh orangtua mulai dipraktik
dokter sampai dengan unit gawat darurat (UGD) pada anak adalah demam yang meliputi 1030 % dari jumlah kunjungan (Kania, 2007).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan jumlah kasus demam pada anak usia balita di
seluruh dunia mencapai 18-34 juta, anak merupakan yang paling rentan terkena demam,
walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Wardiyah dkk., 2016). Dari hasil
survey Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000
penduduk. Survey berbagai rumah sakit di Indonesia memperlihatkan peningkatan jumlah
penderita. Sedangkan Kasus DHF pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah
kematian sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 68.407
kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DHF tahun 2018 menurun
dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per 100.000 penduduk. Penurunan
case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun
2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019).
Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge dilakukan bila kien
mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control kehilangan panas melalui evaporasi
dan konduksi. Demam biasanya terjadi pada anak. (Potter dan Perry, 2012).
Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu perkembangan anak harus
mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari pemerintah. Jika anak dipupuk dan
dipelihara dengan baik sesuai dengan keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh dan
berkembang dengan baik pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara maka
anak tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.(Wong, 2012).
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sering mengalami kejadian sakit. Kejadian
sakit yang dialami anak biasanya akan diikuti dengan beberapa gejala diantaranya adalah
demam. Demam akan muncul pada berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Demam
dapat diartikan sebagai kenaikan suhu tubuh diatas normal.
Kejadian demam seringkali meningkatkan angka keasakitan dan angka kematian pada Balita.
Angka Kematian balita dalam 3 tahun terakhir Di Kabupaten Semarang nenunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun. Namun demikian angka kematian balita ini masih disebabkan
oleh penyakit infeksi. Di RSU Ungaran penyakit infeksi yang dijumpai antara lain Meningitis,
Diare, ISPA/Penumonia. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Untuk
mengurangi kejadian demam dan mengurangi peningkatan suhu tubuh secara mendadak, maka
tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah melakukan kompres hangat dengan metode
tepid sponge.
METODE
Studi ini menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre and post test with
control group, artinya pengumpulan data dilakukan terhadap responden pada anak yang dirawat
inap. Jumlah anak prasekolah sebanyak 60 anak terbagi dua kelompok yaitu 30 anak kelompok
perlakuan dan 30 anak kelompok control anak yang dirawat inap. Variabel penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah Prosedur tepid sponge dan Penurunan Suhu tubuh.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat, yaitu analisis
yang mendeskripsikan distribusi frekuensi pada variabel faktor suhu tubuh sebelum dilakukan
prosedur dan setelah dilakukan prosedur tepid sponge dan analisis bivariat yaitu, analisis
bivariat adalah analisis untuk menguji pengaruh antara variabel dependent dengan variabel
independent. Yaitu menguji pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak
prasekolah yang mengalami demam. Pengujian variabel dilakukan dengan menggunakan uji
Paired T-Test . Skala pengukuran menggunakan skala interval.
RINGKASAN JURNAL
Seluruh jurnal yang ditelaah yang ditelaah dalam literature review ini merupakan jurnal
intervensi. Dua jurnal menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre and
post test with control group, yang satu menggunakan studi kasus pada 2 kasus anak dengan
masalah hipertermia, untuk mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh.
Metode intervensi tepid sponge untuk penurunan suhu tubuh dalam review jurnal ini diberikan
dengan tahapan prosedurnya adalah mencuci tangan, menutup sampiran/jendela, memakai
sarung tangan, memasang pengalas dibawah tubuh anak, melepas pakaian anak, memasang
selimut mandi, mencelupkan waslap ke Waskom dan mengusapkannya ke seluruh tubuh ,
melakukannya tindakan beberapa kali (setelah kulit kering), mengkaji perubahan suhu setiap
15-20 menit, menghentikan prosedur bila suhu tubuh mendekati normal, mengeringkan tubuh
dengan handuk, merapikan kembali alat-alat melepas sarung tangan merapikan pasien,
menanyakan kenyamanan pasien dan mencuci tangan.
Jurnal kesatu merupakan penelitian karya Siti Haryani et al pada tahun 2018. Pada penelitian
ini menggunakan Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Quasi Experimental
Design dengan Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group Design. Uji analisis bivariat
menggunakan Paired t Test. Uji Pengaruh dengan Product Moment Pearson. Intervensi yang
diberikan pengaruh antara Kompres Water tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh selama
15-20 menit. Hasil penelitian tersebut menggunakan Uji independen sample t-test nilai p < 0.05
berarti terdapat perbedaan rerata skor penurunan suhu tubuh yang bermakna setelah dilakukan
kompres water tepid sponge. Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap
penurunan suhu tuhuh.
Jurnal kedua merupakan penelitian karya Emy Mulyani pada tahun 2020. Penelitian ini
menggunakan studi kasus pada 2 kasus anak dengan masalah hipertermia. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Maret 2019 sampai dengan April 2019. Sampel dalam penelitian ini
adalah anak yang dirawat dengan diagnosis medis DHF yang mengalami masalah keperawatan
hipertermia. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat catatan medis dan catatan
keperawatan pasien yang mendapat intervensi TWS serta dengan melakukan pemeriksaan fisik
dan observasi langsung terhadap pasien tersebut. Pemberian TWS dilakukan sesuai dengan
prosedur operasional pemberian TWS. TWS diberikan 20-30 menit setelah diberikan
antipiretik. Evaluasi efek TWS terhadap masalah keperawatan hipertemia pada anak dilakukan
setelah dilakukan tindakan tepid water sponge pada 20 – 30 menit setelah pemberian antpiretik.
Evaluasi ini dilakukan melalui wawancara terhadap orangtua dan pasien langsung. Analisis
terhadap masalah hipertermia dilakukan dengan mengidentifikasi peningkatan suhu tubuh
tubuh, perubahan warna kulit dan adanya tanda gejala dehidrasi.
Jurnal ketiga merupakan penelitian karya Arie Kusumo Dewi tahun 2016. Penelitian ini
menggunakan metode yang sama dengan jurnal pertama. Intervensi yang diberikan adalahtepid
sponge selama kurang lebih 10 menit. Dari hasil penelitian hasil pengukurab suhu tubuh di
tabulasi dengan dilihat selisih antara pengukuran suhu tubuh saat pre test dengan post test,
kemudian dianalisis dengan uji statistik anova 1 arah untuk mengetahui perbedaan penurunan
suhu tubuh antara pemebrian kompres air hangat dengan tepid sponge bath dengan derajat
kemaknaan p<0,005.
P-ISSN 2252-8865
E-ISSN 2598-4217
Vol. 7 No.1
Maret, 2018
JURNAL KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
CENDEKIA UTAMA
Editor In Chief
Ns.Anita Dyah Listyarini, M.Kep, Sp.Kep.Kom ,
STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
Editor Board
Eko Prasetyo, S.KM, M.Kes, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
David Laksamana Caesar, S.KM., M.Kes, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
Ns. Renny Wulan Apriliasari, M.Kep, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
Ns.Erna Sulistyawati, M.Kep, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
Reviewer
Ns.Wahyu Hidayati, M.Kep, Sp.K.M.B, Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia
Dr. Edy Wuryanto, M.Kep., Universitas Muhammadiyah Semarang, Indonesia
Dr. Sri Rejeki, M.Kep, Sp.Kep. Mat , Universitas Muhammadiyah Semarang, Indonesia
Aeda Ernawati, S.KM, M.Si, Litbang Pati, Indonesia
English Language Editor
Ns.Sri Hindriyastuti, M.N, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
IT Support
Susilo Restu Wahyuno, S.Kom, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia
Penerbit
STIKES Cendekia Utama Kudus
Alamat
Jalan Lingkar Raya Kudus - Pati KM.5 Jepang Mejobo Kudus 59381
Telp. (0291) 4248655, 4248656 Fax. (0291) 4248651
Website : www.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
Email : [email protected]
Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat “Cendekia Utama” merupakan Jurnal
Ilmiah dalam bidang Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat yang diterbitkan oleh
STIKES Cendekia Utama Kudus secara berkala dua kali dalam satu tahun.
ii
P-ISSN 2252-8865
E-ISSN 2598-4217
Vol. 7 No.1
Maret, 2018
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................... i
Susunan Dewan Redaksi ............................................................................................... ii
Kata Pengantar .............................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................................... iv
Hubungan Pola Diet dengan Riwayat Hipertensi pada Lansia di Desa Tenggeles
Kudus ............................................................................................................................ 1
Perubahan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Aroma Terapi pada
Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Kabupaten Kudus ......................... 10
Kesiapsiagaan Keluarga dengan Lanjut Usia pada Kejadian Letusan Merapi di
Desa Belerante Kecamatan Kemalang .......................................................................... 20
Perilaku Santun Mahasiswa Perawat dalam Kegiatan Belajar Praktik
Keperawatan di Rumah Sakit Umum Ambarawa .......................................................... 32
Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Pra Sekolah
yang Mengalami Demam di RSUD Ungaran ................................................................ 44
Karakteristik Akseptor Vasektomi di Wilayah Puskesmas Karangkobar Kabupaten
Banjarnegara ................................................................................................................. 54
Metode Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Perawat.......................................................................................................................... 62
Hubungan antara Pengetahuan tentang Atonia Uteri pada Mahasiswa Kebidanan
dengan Praktikum Kompresi Bimanual Interna di Politeknik Banjarnegara .................. 71
Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) pada
Keluarga di Desa Jati Kulon Kabupaten Kudus Tahun 2017 ......................................... 79
Perbedaan Tingkat Ansietas dan Depresi Antara Pasien Kanker Payudara dengan
Usia Penyakit Kurang dan Lebih dari Satu Tahun ......................................................... 89
Pedoman Penulisan Naskah Jurnal ................................................................................ 103
iv
P-ISSN 2252-8865
E-ISSN 2598 – 4217
Vol. 7, No. 1 Maret, 2018
Tersedia Online:
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
CENDEKIA UTAMA
Jurnal Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat
STIKES Cendekia Utama Kudus
PENGARUH TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH PADA ANAK PRA SEKOLAH YANG
MENGALAMI DEMAM DI RSUD UNGARAN
Siti Haryani1, Eka Adimayanti2, Ana Puji Astuti3
Prodi D III Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo
[email protected], [email protected], [email protected]
1,2,3
ABSTRAK
Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu perkembangan anak
harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari pemerintah. Jika anak dipupuk
dan dipelihara dengan baik sesuai dengan keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh
dan berkembang dengan baik pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara
maka anak tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada
anak pra sekolah yang mengalami demam di rumah sakit Ungaran. Adapun luaran yang
akan dihasilkan pada penelitian ini adalah meningkatkan ketrampilan perawat dalam
prosedur tepid sponge, sehingga bisa diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan
pada anak untuk menurunkan suhu dengan melibatkan orangtua. Rancangan penelitian
yang akan digunakan adalah Quasi Experimental Design dengan Pretest-Posttest Non
Equivalent Control Group Design. Uji analisis bivariat menggunakan Paired t Test. Uji
Pengaruh dengan Product Moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan suhu sebelum
sebelum dilakukan tepid sponge sebagian besar ( 73, 34 %) berada pada suhu 38-39°
Celcius. Suhu tubuh setelah dilakukan tepid sponge sebagian besar (63 %) berada pada
suhu 37 -38° Celsius. Perbedaan suhu tubuh anak pada uji t berpasangan untuk kelompok
intervensi diperoleh nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05). Pemberian kompres water tepid
sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh. Kesimpulan penelitian ini adalah
Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh
Kata Kunci : Tepid Sponge, Suhu tubuh, anak pra sekolah
ABSTRACT
The Children are national potency, therefor the children’s development need the
attention from the parents. If the grow up and the good environment, they will grow well.
At the time of grow and development happen illness. This study aims to determine the
influence of tepid sponge on body temperature decrease in pre school children who have
fever at Ungaran hospital. The research method used is Quasi Experimental Design
premises pretest-posttest Non equivalent Control Group design. The method used is
Quasi Experimental Design with Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group Design.
Univariate analysis test using frequency distribution table, bivariate analysis using
Paired t - test, influence analysis using Product Moment Pearson. The results showed
that temperatures before the tepid sponge mostly (73, 34%) were at 38-39 ° C. Body
temperature. Body temperature after tepid sponge mostly (63%) was at 37-38o C.
Differences in body temperature of children in paired t test for the intervention group
obtained a significance value of 0.000 (p <0.05). The application of tepid sponge
44
compress affects the decrease of body temperature. The conclusion of this research is
giving of tepid sponge compress effect to decreasing body temperature.
Keywords : Tepid Sponge, Body temperature, pre school children
45
LATAR BELAKANG
Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge
dilakukan bila kien mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control
kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi. Demam biasanya terjadi pada
anak. (Potter dan Perry, 2012).
Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu
perkembangan anak harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari
pemerintah. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik sesuai dengan
keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik
pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara maka anak tidak akan
tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.(Wong, 2012).
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sering mengalami
kejadian sakit. Kejadian sakit yang dialami anak biasanya akan diikuti dengan
beberapa gejala diantaranya adalah demam. Demam akan muncul pada berbagai
penyakit khususnya penyakit infeksi. Demam dapat diartikan sebagai kenaikan
suhu tubuh diatas normal.
Kejadian demam seringkali meningkatkan angka keasakitan dan angka
kematian pada Balita. Angka Kematian balita dalam 3 tahun terakhir Di
Kabupaten Semarang nenunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Namun
demikian angka kematian balita ini masih disebabkan oleh penyakit infeksi. Di
RSU Ungaran penyakit infeksi yang dijumpai antara lain Meningitis, Diare,
ISPA/Penumonia. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013).
Untuk mengurangi kejadian demam dan mengurangi peningkatan suhu
tubuh secara mendadak, maka tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah
melakukan kompres hangat dengan metode tepid sponge . Hal ini selaras dengan
penelitian Dewi, AK (2016) dengan judul “Perbedaan Penurunan Suhu tubuh
antara pemberian Kompres Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak
demam” dengan hasil ada perbedaan yang signifikan antara penurunan suhu
tubuh dengan kompres hangat dan tepid sponge bath.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Studi ini menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre
and post test with control group, artinya pengumpulan data dilakukan terhadap
responden pada anak yang dirawat inap.
Sampel
Jumlah anak prasekolah sebanyak 60 anak terbagi dua kelompok yaitu 30
anak kelompok perlakuan dan 30 anak kelompok control. anak yang dirawat inap.
46
Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Prosedur
tepid sponge dan Penurunan Suhu tubuh
Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Analisis univariat
Yaitu analisis yang mendeskripsikan distribusi frekuensi pada variabel faktor
suhu tubuh sebelum dilakukan prosedur dan setelah dilakukan prosedur tepid
sponge
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji pengaruh antara variabel
dependent dengan variabel independent. Yaitu menguji pengaruh tepid
sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak prasekolah yang
mengalami demam. Pengujian variabel dilakukan dengan menggunakan uji
Paired T-Test . Skala pengukuran menggunakan skala interval.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Analisis Univariat
a. Karakteristik responden adalah anak pra sekolah dimana pengelompokkan
umur dari 3 tahun sampai dengan 6 tahun.
Tabel 1
Distribusi responden kelompok perlakuan berdasarkan umur
No
Umur (tahun)
Frekuensi
Prosentase (%)
1.
2.
3
3–4
4-5
5-6
Total
11
15
4
30
36,7
50
13,3
100
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian usia responden pada
umur 4-5 tahun (50%)
b.
Distribusi Suhu sebelum dilakukan tepid sponge
Tabel 2
Distribusi suhu sebelum dilakukan tepid sponge
No
Suhu (oc)
Frekuensi
Prosentasi (%)
1.
2.
3
37,8- 38
38 - 39
39 - 40
4
22
4
30
13,33
73,34
13,33
99,99
Total
47
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa suhu sebelum dilakukan tepid
sponge sebagian besar ( 73, 34 %) berada pada suhu 38-39° Celcius
c.
Distribusi suhu setelah dilakukan tepid sponge
Tabel 3
Distribusi suhu setelah dilakukan tepid sponge
No
Suhu (oc)
FrekuensI
Prosentasi (%)
1.
2.
3.
4.
36- 37
37 - 38
38 - 39
39 - 40
Total
0
19
10
1
30
0
63, 3
33,3
3,3
99,99
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa suhu tubuh setelah dilakukan tepid
sponge sebagian besar (63 %) berada pada suhu 37 -38° Celsius
d.
Karakteristik responden adalah anak pra sekolah dimana pengelompokkan
umur dari 3 tahun sampai dengan 6 tahun
Tabel 4
Distribusi responden kelompok kontrol berdasarkan umur
No
1.
2.
3
Umur (tahun)
3–4
4-5
5-6
Total
Frekuensi
18
7
5
30
Prosentasi (%)
60
23,3
16,7
100
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar ( 60 %) berada
pada umur 3 – 4 tahun.
e.
Distribusi Suhu sebelum dilakukan kompres biasa
Tabel 5
Distribusi suhu sebelum dilakukan kompres biasa
No
Suhu (oc)
Frekuensi
Prosentasi (%)
1.
2.
3
37,8 - 38
38 - 39
39 - 40
Total
6
21
3
30
20
70
10
100
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan suhu sebelum sebagian besar ( 70 %
pada suhu 38 - 39° Celsius
48
f.
Distribusi suhu setelah dilakukan kompres biasa
Tabel 6
Distribusi suhu setelah dilakukan kompres biasa
No
1.
2.
3.
4.
Suhu (oc)
36 - 37
37 - 38
38 - 39
39 - 40
Total
Frekuensi
0
10
20
0
30
Prosentasi ((%)
0
33, 3
66,7
0
100
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ( 66,7 %) pada
suhu 38 – 39° Celsius
Analisis Bivariat
a. Hasil penilaian suhu tubuh sebelum dilakukan kompres tepid sponge pada
kelompok intervensi dan kelompok control sebagai uji prasyarat
Tabel 1 menyajikan data penilaian suhu tubuh sebelum dilakukan
kompres tepid sponge. Tabel ini juga menyajikan nilai P uji homogenitas
sebagai uji prasayarat.
Tabel 7
Perbedaaan suhu tubuh sebelum dilakukan kompres water tepid sponge pada
kelompok intervensi dan kelompok Kontrol
Suhu Tubuh sebelum
Intervensi
n =30
Kontrol
n = 30
p value
Mean ±SD
38.57±0.483
38.55±0.475
0.111
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0.111, sehingga
nilai p > 0.05, maka secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan
suhu tubuh sebelum dilakukan kompres water tepid sponge pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Dengan kata lain, kedua kelompok
tersebut homogen.
b.
Perbandingan suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge sebelum
dan sesudah kelompok intervensi dan kontrol
Penilaian suhu tubuh dengan menggunakan lembar observasi prosedur
tepid sponge pada sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Data suhu
tubuh pada kelompok intervensi dan control terdistribusi normal sehingga uji
beda yang digunakan adalah uji paired sample T-Tes
49
Tabel 8
Perbandingan rerata skor suhu Tubuh sebelum dan sesudah dilakukan water tepid
sponge untuk kelompok intervensi dan kelompok control
Suhu Tubuh
Sebelum mean±SD
Intervensi
n = 30
38,57±0.48
Kontrol
n = 30
38.55±0.47
Sesudah mean±SD
37.92±0.59
38.2±0.46
p value
0.000
0.052
Berdasarkan Tabel 8, perbedaan suhu tubuh anak pada uji t berpasangan
untuk kelompok intervensi diperoleh nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05).
Artinya, terdapat perbedaan rerata pengukuran suhu tubuh setelah dilakukan
kompres water tepid sponge. Perbedaan rerata 0.65, sehingga dapat
disimpulakan hasilnya bermakna. Hasil yang diperoleh dari kelompok control
menunjukannan nilai signifikasinya 0.052 (p > 0.05). sehingga dapat
disimpulakn bahwa perbedaan rerata pengukuran suhu pada kelompok
kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna.
c.
Pengaruh antara Kompres Water tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh
Nilai selisih antara sebelum dan sesudah dilakukan prosedur water tepid
sponge pada kelompok intrvensi dan kelompok control dilakukan uji beda
dengan menggunakan uji independen sample t-test
Tabel 9
Perbandingan peningkatan rerata suhu tubuh kelompok intervensi dan
kelompok control
Suhu Tubuh
Mean±SD
Intervensi
n = 30
0.63±0.28
Kontrol
n = 30
Mean
difference
p value
0.35±0.11
0.29
0.000
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil perbedaan rerata (mean
difference) sebesar 0.29 dengan perbedaan rerata 0.28 dengan nilai IK 95%
antara 0.18 -0.39 dengan perbedan rerata 0.29. sehingga bisa disimpulkan
nilai p < 0.05 berarti terdapat perbedaan rerata skor penurunan suhu tubuh
yang bermakna setelah dilakukan kompres water tepid sponge. Pemberian
kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh.
PEMBAHASAN
1. Penuruhan suhu tubuh setelah dilakukan kompres water tepid sponge
Hasil Pengukuran suhu sebelum dilakukan kompres water tepid sponge
pada kelompok intervensi dan kelompok control menunjukkan peredaan
50
perolehan nilai. Setelah dilakukan analisis statistic terhadap mean suhu
sebelum dilakukan intervensi terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0.05)
yang berate suhu tubuh responden antara kelompok intervensi dan kelompok
control tidak terdapat perbedaan atau sebanding. Kesetaarran Mean suhu
tubuh awal antara kelompok intervensi dankelompok control telah memenuhu
criteria dalam melakukan suatu penelitian eksperimen. Menurut Murti (1997),
ondisi awal antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol haruslah
sebanding. Dalam penelitian ini, kedua kelompok memiliki kondisi awal yang
setara dan berdistribusi normal.
Setelah pengukuran suhu tubuh awal, peneliti melakukan indakan
keperawatan yaitu kompres dengan tehnik tepid sponge. Adapun tahapan
prosedurnya adalah mencuci tangan, menutup sampiran/jendela, memakai
sarung tangan, memasang pengalas dibawah tubuh anak, melepas pakaian
anak, memasang selimut mandi, mencelupkan waslap ke Waskom dan
mengusapkannya ke seluruh tubuh , melakukannya tindakan beberapa kali
(setelah kulit kering), mengkaji perubahan suhu setiap 15-20 menit,
menghentikan prosedur bila suhu tubuh mendekati normal, mengeringkan
tubuh dengan handuk, merapikan kembali alat-alat melepas sarung tangan
merapikan pasien, menanyakan kenyamanan pasien dan mencuci tangan.
(Potter dan Perry, 2005).
Hasil analisis Suhu tubuh pada kelompok intervensi terdapat penurunan
mean suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge. Hasil kelompok
control juga mengalami sedikit penurunan suhu tubuh. Sehingga bisa
disimpulakn bahwa terdapat perbedaan yang bermakna sebelumdan sesudah
dilakukan kompres tepid sponge. Penurunan nilai mean suhu tubuh ini
disebabkan oleh tindakan mengkompres dengan menggunakan tehnik water
tepid sponge. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa
penurunan suhu tubuh merupakan efek dari pemberian kompres tepid sponge.
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan teknik seka. Pada proses pemberian kompres tepid sponge ini
mekanisme kerja pada kompres tersebut memberikan efek adanya penyaluran
sinyal ke hipotalamus melalui keringat dan vasodilatasi perifer sehingga
proses perpindahan panas yang diperoleh dari kompres tepid sponge ini
berlangsung melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi dimana proses
perpindahan panas melalui proses konduksi ini dimulai dari tindakan
mengkompres anak dengan waslap dan proses evaporasi ini diperoleh dari
adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang dilakukan sehingga terjadi
proses penguapan panas menjadi keringat. Selama ini kompres air biasa atau
air dingin menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam. Namun kompres
dengan menggunakan air biasa atau air dingin sudah tidak dianjurkan karena
pada kenyataannya didapatkan bahwa demam tidak menjadi turun bahkan
demam kembali naik dan sering sekali menyebabkan anak menangis,
menggigil, dan kebiruan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi, A.K
(2016) berdasarkan hasil penelitian perbedaan dalam pengaruh penurunan
suhu tubuh dapat disimpulkan bahwa pemberian tepid sponge bath lebih
51
efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan
dengan kompres air hangat. Hal ini disebabkan adanya seka tubuh pada
teknik tersebut akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer di
sekujur tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan
lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres air hangat yang
hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, dkk,
(2013) bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan pada 17 responden yang
diberikan kompres air hangat, rata-rata mengalami penurunan suhu tubuh
sebesar 1,2°C. Sedangkan 17 responden yang diberikan kompres air biasa,
rata-rata mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 0,86°C. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pemberian kompres air biasa atau dingin tidak efektif
dilakukan pada anak yang mengalami demam, karena terdapat perbedaan
jumlah penurunan derajat suhu saat diberikan kompres air hangat dan air
dingin. Menurut Sodikin (2012) bahwa penggunaan air hangat dalam
kompres dapat mencegah anak dari menggigil sehingga pasien tidak
mengalami peningkatan suhu tubuh. Hangat dari kompres tersebut
merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan
konduksi dan akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh. Sedangkan pada
kompres air biasa, bahwa air dingin dalam kompres dapat menimbulkan efek
menggigil pada pasien. Dingin dari kompres tersebut dapat menghambat
rangsangan vasodilatasi sehingga dapat menghambat proses evaporasi dan
konduksi yang pada akhirnya memperlambat penurunan suhu tubuh.
2.
Pengaruh antara kompres tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi,
kualitas asuhan ibu antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah
sama dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (homogen) setelah
dilakukan intervensi berupa kompres water tepid sponge.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Suhu sebelum sebelum dilakukan tepid sponge sebagian besar ( 73, 34 %)
berada pada suhu 38-39° Celcius
2. Suhu tubuh setelah dilakukan tepid sponge sebagian besar (63 %) berada pada
suhu 37 -38° Celsius
3. Perbedaan suhu tubuh anak pada uji t berpasangan untuk kelompok intervensi
diperoleh nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05)
4. Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan
suhu tuhuh
Saran
1. Prosedur tepid sponge dapat dilakukan di rumah sakit pada anak yang
mengalami demam untuk menurunkan suhu tubuh secara efektif
2. Orang tua dapat melakukan prosedur tepid sponge di rumah pada saat anak
mengalami demam
52
DAFTAR PUSTAKA
Al- Maqassary. 2013. Pengaruh Kompres Hangat terhadap Penurunan Suhu tubuh
pada anak umur 1-10 tahun dengan Hipertermia (Studi Kasus Di RSUD
Tugurejo Semarang). http://www.e-jurnal.com/2013/10/pengaruh-komprestepid-sponge-hangat.html diakses tanggal 13 Maret 2017
Berthille N, 2013. Managing Fever in Children : A National Survey of Parent’s
Knowledge and Practice in France, http : www.plosone.org diakses tanggal
13 maret 2017
Dewi, AK. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu tubuh antara pemberian Kompres
Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam . Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah,1 (1): 63-71 diakses tanggal 13 Maret 2017
Guyton. 2009. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC. Jakarta
Sreekanth Dr. K, Shaik Syfulla Sharif M.D Dr.,.Adjuvant Non Phamacotherapy
With Tepid Sponging With Bath Warm Water To Reduce Duration &
Severity of Viral Fevers https://www.worldwidejournals.com/indianjournal-of-applied-research(IJAR)/file.php?val=December_2015_1448965091 70.pdf.
Di
akses
tanggal 31 Juli 2017
Matondang, Wahidiyat, Sastroasmoro. 2013. Diagnosis Fisis pada Anak. Sagung
Seto. Jakarta
Potter dan Perry. 2012. Buku Ketrampilan dan Prosedur Dasar. EGC.Jakarta
Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik. Edisi 4 Volume 1, Jakarta: EGC
Prodi D3 Keperawatan Ngudi Waluyo. 2016. Kumpulan Tools Keperawatan.
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.2013
Thomas S, Vijaykumar C, Naik R, Moses PD, Antonisamy B. 2009. Comparative
effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus only antipyretic
drug in the management of fever among children: a randomized controlled
trial.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19242030, diakses tanggal 31 Juli
2017
Wong, Dona L. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. EGC. Jakarta
53
CENDEKIA UTAMA
Jurnal Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat
STIKES Cendekia Utama Kudus
P-ISSN 2252-8865
E-ISSN 2598 – 4217
Vol. 7, No. 1 Maret, 2018
Tersedia Online:
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
JURNAL KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
“CENDEKIA UTAMA”
TUJUAN PENULISAN NASKAH
Penerbitan Jurnal Ilmiah “Cendekia Utama” ditujukan untuk memberikan
informasi hasil- hasil penelitian dalam bidang keperawatan dan kesehatan
masyarakat.
JENIS NASKAH
Naskah yang diajukan untuk diterbitkan dapat berupa: penelitian, tinjauan kasus,
dan tinjauan pustaka/literatur. Naskah merupakan karya ilmiah asli dalam lima
tahun terakhir dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Ditulis dalam bentuk
baku (MS Word) dan gaya bahasa ilmiah, tidak kurang dari 20 halaman, tulisan
times new roman ukuran 12 font, ketikan 1 spasi , jarak tepi 3 cm, dan ukuran
kertas A4. Naskah menggunakan bahasa Indonesia baku, setiap kata asing
diusahakan dicari padanannya dalam bahasa Indonesia baku, kecuali jika tidak
ada, tetap dituliskan dalam bahasa aslinya dengan ditulis italic. Naskah yang telah
diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam
bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan dalam naskah sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penulis.
FORMAT PENULISAN NASKAH
Naskah diserahkan dalam bentuk softfile dan print–out 2 eksemplar. Naskah
disusun sesuai format baku terdiri dari: Judul Naskah, Nama Penulis, Abstrak,
Latar Belakang, Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan Saran,
Daftar Pustaka.
Judul Naskah
Judul ditulis secara jelas dan singkat dalam bahasa Indonesia yang
menggambarkan isi pokok/variabel, maksimum 20 kata. Judul diketik dengan
huruf Book Antique, ukuran font 13, bold UPPERCASE, center, jarak 1 spasi.
Nama Penulis
Meliputi nama lengkap penulis utama tanpa gelar dan anggota (jika ada), disertai
nama institusi/instansi, alamat institusi/instansi, kode pos, PO Box, e-mailpenulis,
dan no telp. Data Penulis diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran font 11,
center, jarak 1spasi Abstrak
Ditulis dalam bahasa inggris dan bahasa Indonesia, dibatasi 250-300 kata dalam
satu paragraf, bersifat utuh dan mandiri.Tidak boleh ada referensi. Abstrak terdiri
dari: latar belakang, tujuan, metode, hasil analisa statistik, dan kesimpulan.
Disertai kata kunci/ keywords.
103
Abstrak dalam Bahasa Indonesia diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran
font 11, jarak 1 spasi. Abstrak Bahasa Inggris diketik dengan huruf Times New
Roman, ukuran font 11, italic, jarak 1spasi.
Latar Belakang
Berisi informasi secara sistematis/urut tentang: masalah penelitian, skala masalah,
kronologis masalah, dan konsep solusiyang disajikan secara ringkas dan jelas.
Bahan dan Metode Penelitian
Berisi tentang: jenis penelitian, desain, populasi, jumlah sampel, teknik sampling,
karakteristik responden, waktu dan tempat penelitian, instrumen yang digunakan,
serta uji analisis statistik yang digunakan disajikan dengan jelas.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian hendaknya disajikan secara berkesinambungan dari mulai hasil
penelitian utama hingga hasil penunjang yang dilangkapi dengan pembahasan.
Hasil dan pembahasan dapat dibuat dalam suatu bagian yang sama atau terpisah.
Jika ada penemuan baru, hendaknya tegas dikemukakan dalam pembahasan.
Nama tabel/diagram/gambar/skema, isi beserta keterangannya ditulis dalam
bahasa Indonesia dan diberi nomor sesuai dengan urutan penyebutan teks. Satuan
pengukuran yang digunakan dalam naskah hendaknya mengikuti sistem
internasional yang berlaku.
Simpulan dan Saran
Kesimpulan hasil penelitian dikemukakan secara jelas. Saran dicantumkan setelah
kesimpulan yang disajikan secara teoritis dan secara praktis yang dapat
dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
Ucapan Terima Kasih (apabila ada)
Apabila penelitian ini disponsori oleh pihak penyandang dana tertentu, misalnya
hasil penelitian yang disponsori oleh DP2M DIKTI, DINKES, dsb.
Daftar Pustaka
Sumber pustaka yang dikutip meliputi: jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan
sumber pustaka lain yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Sumber
pustaka disusun berdasarkan sistem Harvard. Jumlah acuan minimal 10 pustaka
(diutamakan sumber pustaka dari jurnal ilmiah yang uptodate 10 tahun
sebelumnya). Nama pengarang diawali dengan nama belakang dan diikuti dengan
singkatan nama di depannya. Tanda “&” dapat digunakan dalam menuliskan
nama-nama pengarang, selama penggunaannya bersifat konsisten. Cantumkan
semua penulis bila tidak lebih dari 6 orang. Bila lebih dari 6 orang, tulis nama 6
penulis pertama dan selanjutnya dkk.
Daftar Pustaka diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran font 12, jarak 1
spasi.
TATA CARA PENULISAN NASKAH
Anak Judul : Jenis huruf Times New Roman, ukuran font 12, Bold UPPERCASE
Sub Judul : Jenis huruf Times New Roman, ukuran font 12, Bold, Italic
Kutipan : Jenis huruf Times New Roman, ukuran font 10, italic
104
Tabel : Setiap tabel harus diketik dengan spasi 1, font 11 atau disesuaikan.
Nomor tabel diurutkan sesuai dengan urutan penyebutan dalam teks (penulisan
nomor tidak memakai tanda baca titik “.”). Tabel diberi judul dan subjudul secara
singkat. Judul tabel ditulis diatas tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf Times
New Roman dengan font 11, bold (awal kalimat huruf besar) dengan jarak 1 spasi,
center. Antara judul tabel dan tabel diberi jarak 1 spasi. Bila terdapat keterangan
tabel, ditulis dengan font 10, spasi 1, dengan jarak antara tabel dan keterangan
tabel 1 spasi. Kolom didalam tabel tanpa garis vertical. Penjelasan semua
singkatan tidak baku pada tabel ditempatkan pada catatan kaki.
Gambar : Judul gambar diletakkan di bawah gambar. Gambar harus diberi nomor
urut sesuai dengan pemunculan dalam teks. Grafik maupun diagram dianggap
sebagai gambar. Latar belakang grafik maupun diagram polos. Gambar
ditampilkan dalam bentuk 2 dimensi. Judul gambar ditulis dengan huruf Times
New Roman dengan font 11, bold (pada tulisan “gambar 1”), awal kalimat huruf
besar, dengan jarak 1 spasi, center Bila terdapat keterangan gambar, dituliskan
setelah judul gambar.
Rumus : ditulis menggunakan Mathematical Equation, center
Perujukan : pada teks menggunakan aturan (penulis, tahun)
Contoh Penulisan Daftar Pustaka :
1. Bersumber dari buku atau monograf lainnya
i. Penulisan Pustaka Jika ada Satu penulis, dua penulis atau lebih :
Sciortino, R. (2007) Menuju Kesehatan Madani. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Shortell, S. M. & Kaluzny A. D. (1997) Essential of health care
management. New York: Delmar Publishers.
Cheek, J., Doskatsch, I., Hill, P. & Walsh, L. (1995) Finding out:
information literacy for the 21st century. South Melbourne:
MacMillan Education Ausralia.
ii. Editor atau penyusun sebagai penulis:
Spence, B. Ed. (1993) Secondary school management in the 1990s:
challenge and change. Aspects of education series, 48. London:
Independent Publishers.
Robinson, W.F.&Huxtable,C.R.R. eds.(1998) Clinicopathologic principles
for veterinary medicine. Cambridge: Cambridge University Press.
iii. Penulis dan editor:
Breedlove,
G.K.&Schorfeide,
A.M.(2001)Adolescent
pregnancy.2nded.
Wiecrozek, R.R.ed.White Plains (NY): March of Dimes Education
Services.
iv. Institusi, perusahaan, atau organisasi sebagai penulis:
Depkes Republik Indonesia (2004) Sistem kesehatan nasional. Jakarta:
Depkes.
105
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Salah satu tulisan yang dikutip berada dalam buku yang berisi kumpulan
berbagai tulisan.
Porter, M.A. (1993) The modification of method in researching postgraduate
education. In: Burgess, R.G.ed. The research process in educational
settings: ten case studies. London: Falmer Press, pp.35-47.
Referensi kedua yaitu buku yang dikutip atau disitasi berada di dalam buku
yang lain
Confederation of British Industry (1989) Towards a skills revolution: a
youth charter. London: CBI. Quoted in: Bluck, R., Hilton, A., & Noon, P.
(1994) Information skills in academic libraries: a teaching and learning
role i higher education. SEDA Paper 82. Birmingham: Staff and
Educational Development Association, p.39.
Prosiding Seminar atau Pertemuan
ERGOB Conference on Sugar Substitutes, 1978. Geneva, (1979).
Health and Sugar Substitutes: proceedings of the ERGOB conference on
sugar substitutes, Guggenheim, B. Ed. London: Basel.
Laporan Ilmiah atau Laporan Teknis
Yen, G.G (Oklahoma State University, School of Electrical and Computer
Engineering, Stillwater, OK). (2002, Feb). Health monitoring on
vibration signatures. Final Report. Arlington (VA): Air Force Office of
AFRLSRBLTR020123. Contract No.: F496209810049
Karya Ilmiah, Skripsi, Thesis, atau Desertasi
Martoni (2007) Fungsi Manajemen Puskesmas dan Partisipasi Masyarakat
Dalam Kegiatan Posyandu di Kota Jambi. Tesis, Universitas Gadjah
Mada.
Artikel jurnal
a. Artikel jurnal standard
Sopacua, E. & Handayani,L.(2008) Potret Pelaksanaan Revitalisasi
Puskesmas. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 11: 27-31.
b. Artikel yang tidak ada nama penulis
How dangerous is obesity? (1977) British Medical Journal, No. 6069, 28
April, p. 1115.
c. Organisasi sebagai penulis
Diabetes
Prevention
Program
Research
Group. (2002)
Hypertension, insulin, and
proinsulin in
participants with
impaired glucose tolerance. Hypertension, 40 (5), pp. 679-86
d. Artikel Koran
Sadli,M.(2005) Akan timbul krisis atau resesi?. Kompas, 9 November,
hal.6.
Naskah yang tidak di publikasi
Tian,D.,Araki,H., Stahl, E., Bergelson, J., & Kreitman, M. (2002) Signature
of balancing selection in Arabidopsis. Proc Natl Acad Sci USA. In Press.
106
9.
10.
11.
12.
13.
Buku-buku elektronik (e-book)
Dronke, P. (1968) Medieval Latin and the rise of European love- lyric
[Internet].Oxford: Oxford University Press. Available from:
netLibraryhttp://www.netlibrary.com/
urlapi.asp?action=summary
&v=1&bookid=22981 [Accessed 6 March 2001]
Artikel jurnal elektronik
Cotter, J. (1999) Asset revelations and debt contracting. Abacus [Internet],
October, 35 (5) pp. 268-285. Available from: http://www.ingenta.com
[Accessed 19
November 2001].
Web pages
Rowett, S.(1998)Higher Education for capability: automous learning for life
and work[Internet],Higher Education for capability.Available
from:http://www.lle. mdx.ac.uk[Accessed10September2001]
Web sites
Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM. (2005) Program studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM [Internet]. Yogyakarta: S2 IKM
UGM. Tersedia dalam: http://ph-ugm.org [Accessed 16 September
2009].
Email
Brack, E.V. (1996) Computing and short courses. LIS-LINK 2 May 1996
[Internet discussion list]. Available from [email protected]
[Accessed 15 April 1997].
107
Vol. 2 No. 1 April 2020
JURNAL KEPERAWATAN TERPADU
(Integrated Nursing Journal)
http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index
p-ISSN: 2406-9698 (Print)
e- ISSN: 2685-0710 (Online)
Vol. 2 No. 1 April 2020
Editorial Team
Editor-in-Chief
Moh. Arip, Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Editorial Board
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mr. Frans Judea Samosir, Universitas Prima Indonesia, Indonesia
Baiq Kirana Kitna, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Irwan Budiana, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kupang, Indonesia
dr. Baskoro Tri Laksono, RS. Biomedika Mataram, Indonesia
Sitti Rusdianah, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Mira Utami Ningsih, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia
Alamat Redaksi:
Jurusan Keperawatan Mataram Poltekkes Kemenkes Mataram Kampus B
Jl. Kesehatan V No.10 Pajang Timur-Mataram NTB-Indonesia, 83127
Telepon: +62 370-621383
Fax: +62 370-631160
Email: [email protected]
Laman: http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index
JURNAL KEPERAWATAN TERPADU
(Integrated Nursing Journal)
p-ISSN: 2406-9698 (Print)
e-ISSN: 2685-0710 (Online)
Vol. 2, No. 1, April 2020
DAFTAR ISI
Pengaruh Self Hypnosis Terhadap Respon Cemas Mahasiswa
Pada Ujian Tahap Akhir Program Di STIKes Buana Husada Ponorogo
Yudha Anggit Jiwantoro, Afifa Ika Kridawati, Danies Tunjung Pratiwi
Page
1–6
Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak
Dengan Masalah Keperawatan Hipertermia: Studi Kasus
Emy Mulyani, Nur Eni Lestari
Page
7 – 14
Perilaku Pencegahan Penyakit Tidak Menular Pada Remaja Ambon
Hamdan Hariawan, Martini Tidore, Greeny Z. Rahakbau
Page
15 – 21
Pengetahuan dan Sikap Perawat Berhubungan dengan Pelaksanaan Patient
Safety
Elisa Sulistia Fitri, Kusnanto, Herdina Maryanti
Page
22 – 28
Efektivitas Art Therapy terhadap Pengetahuan dan Praktik Pemeliharaan
Kesehatan Gigi pada Anak Usia Prasekolah
Linda Widyarani, Wiwi Kustio Priliana, Cecilya Kustanti
Page
29 – 39
Konsep Diri Remaja Yang Mengalami Bullying
Puji Lestari, Liyanovitasari
Page
40 – 46
Pengaruh Senam Tai Chi Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia Di
Balai Sosial Lanjut Usia Mandalika
Fathaillah Liestanto, Dina Fitriana
Page
47 – 53
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Hemodialisa Di RSUD Dr Harjono Ponorogo
Ervan Nur Cholis, Rumpiati Rumpiati, Ike Sureni
Page
54 – 63
Upaya Mengatasi Nyeri Post Op Sectio Cesaria Melalui Foot Massage Therapy
Diruang Nifas RSUD Kota Mataram
Masadah, Cembun, Ridawati Sulaeman
Page
64 – 70
Peningkatan Pemberdayaan Keluarga Melalui PINKESGA (Paket Informasi
Keluarga) Kehamilan Dalam Mengambil Keputusan Merawat Ibu Hamil
Mardiatun, Dewi Purnamawati, Ely Mawaddah
Page
70 – 78
JURNAL KEPERAWATAN TERPADU
(Integrated Nursing Journal)
http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index
p-ISSN: 2406-9698 (Print)
e-ISSN: 2685-0710 (Online)
Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan
Masalah Keperawatan Hipertermia: Studi Kasus
Emy Mulyani1, Nur Eni Lestari2
1
Program Profesi Ners, Sekolah Tinggi Indonesia Maju, Indonesia
2
Sekolah Tinggi Indonesia Maju, Indonesia
Abstrak
Hipertermia merupakan gejala yang paling sering muncul pada anak dengan Dengue
Haemoragic Fever (DHF). Hipertermia dapat didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh
di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang
mengalami demam peningkatan suhu ringan kisaran 37,5-38°C. Dampak yang dapat
ditimbulkan jika demam tidak ditangani adalah bisa menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia
yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar. Untuk
mengatasi masalah hipertermia dapat dilakukan beberapa tindakan keperawatan mandiri yang
bisa dilakukan, salah satunya yaitu Tepid Water Sponge (TWS). Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui efektifitas TWS sebagai intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan
pada anak dengan masalah hipertermia. Desain yang digunakan adalah studi kasus pada 2 kasus
anak dengan masalah hipertermia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan TWS
mampu mengatasi masalah hipertermia pada anak. Hasil ini diharapkan dapat menjadi studi
kasus manajemen hipertermia pada anak yang kemudian dapat dikembangkan menjadi
penelitian dan landasan manajemen hipertermia pada anak.
Kata kunci: Dengue Haemoragic Fever, Hipertermia, Tepid Water Sponge
Abstract
Hyperthermia is the most common symptom in children who suffer from Dengue
Haemoragic Fever (DHF). Hyperthermia can be defined by a state of body temperature above
normal as a result of an increase in the temperature control center in the hypothalamus. In
children who have a fever, a mild increase in temperature ranges from 37.5 to 38 ° C. The
impact that can be caused if the fever is not treated can cause brain damage, hyperpirexia which
will cause shock, epilepsy, mental retardation or learning disabilities. To overcome
hyperthermia problems, several independent nursing actions can be performed, one of which is
Tepid Water Sponge (TWS). The purpose of this study was to identify the effect of nursing care
using TWS in children with hyperthermia. The design used was a case study on 2 cases of
children with hyperthermia problems. The results of this study showed that the Tepid Water
Sponge action is able to overcome the problem of hyperthermia in children. This study is
expected to be a case study of the management of hyperthermia in children which can then be
developed into a research and management foundation for hyperthermia in children.
Keywords: Dengue Haemoragic Fever, Hyperthermia, Tepid Water Sponge
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 7
PENDAHULUAN
Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat sakit. Sehat adalah keadaan
kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus dicapai sepanjang kehidupan anak
dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya.
Dengan demikian, apabila anak sakit akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
fisik, psikologis, intelektual, dan spiritual (Supartini, 2012). Masalah kesehatan yang sering
ditemukan dan sering menjadi keluhan oleh orangtua mulai dipraktik dokter sampai dengan unit
gawat darurat (UGD) pada anak adalah demam yang meliputi 10-30 % dari jumlah kunjungan (Kania,
2007).
Masalah demam sudah menjadi fokus perhatian tersendiri pada berbagai profesi kesehatan
baik itu dokter, perawat, dan bidan. Bagi profesi perawat masalah gangguan suhu tubuh atau
perubahan suhu tubuh termasuk demam sudah dirumuskan secara jelas pada North Nursing
Association (Sodikin, 2012). Demam dapat didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh di atas
normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang mengalami
peningkatan suhu ringan yaitu kisaran 37,5ºC-38°C (Sodikin, 2012). Demam dapat membahayakan
apabila timbul peningkatan suhu yang tinggi. Dampak yang dapat ditimbulkan jika demam tidak
ditangani bisa menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi,
retardasi mental atau ketidakmampuan belajar (Marcdante dkk., 2014).
Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu ukuran penting
yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau membaiknya keadaan penderita. Demam
merupakan suatu pertanda adanya gangguan kesehatan dan hanyalah suatu keluhan dan bukan
merupakan suatu diagnosis. Sebagai suatu keluhan demam merupakan keluhan kedua terbanyak
setelah nyeri, jadi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui tentang demam
(Hastomo & Suryadi, 2018; Lestari, 2018; Marcdante dkk., 2014).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan jumlah kasus demam pada anak usia balita
di seluruh dunia mencapai 18-34 juta, anak merupakan yang paling rentan terkena demam, walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Wardiyah dkk., 2016). Dari hasil survey
Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Survey
berbagai rumah sakit di Indonesia memperlihatkan peningkatan jumlah penderita. Sedangkan Kasus
DHF pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 467 orang. Jumlah
tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 68.407 kasus dan jumlah kematian sebanyak 493
orang. Angka kesakitan DHF tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi
24,75 per 100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak terlalu
tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019).
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 8
Peningkatan suhu tubuh pada balita sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ tubuhnya.
Hal tersebut terjadi karena luas permukaan tubuh relatif kecil dibandingkan pada orang dewasa,
menyebabkan ketidakseimbangan organ tubuhnya. Selain itu pada balita belum terjadi kematangan
mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu yang cepat terhadap lingkungan.
Kegawatan yang dapat terjadi ketika demam tidak segera diatasi dan suhu tubuh meningkat terlalu
tinggi yaitu dapat menyebabkan dehidrasi, latergi, penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi
berkurang, dan kejang yang mengancam kelangsungan hidup anak (Marcdante dkk., 2014).
Demam berkepanjangan masih menjadi masalah morbiditas dan mortalitas di negara-negara
tropis dan berkembang. Demam persisten atau demam berkepanjangan adalah demam yang
berlangsung lebih dari delapan hari perawatan di rumah sakit, dan terkadang gagal mendeteksi
penyebab demam (Latupeirissa, 2012). Hasil penelitian Bakry dkk. (2008), yang dilakukan pada 100
pasien anak di RSCM menjelaskan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab terbanyak demam
pada anak yaitu 80 anak (80%) dari seluruh kasus, diikuti dengan penyakit kolagen – vascular 6 anak
(6%), penyakit keganasan 5 anak (5%), serta tidak terdiagnosis 9 anak (9%).
Bakry juga memaparkan bahwa sebagian besar pasien demam adalah laki-laki 59%
sedangkan wanita hanya 41%. Berdasarkan kelompok usia, penderita demam terbanyak adalah
kelompok usia dibawah 2 tahun sebanyak 35 anak (35%), sedangkan kelompok usia diatas 6 tahun
sejumlah 19 anak (19%) kasus. Durasi demam berkepanjangan terbanyak pada pasien yang dirawat di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 8-30 hari.
Demam memerlukan perawatan lebih lanjut, yaitu dengan menjaga agar demam yang terjadi
tidak meningkat, sehingga kemungkinan anak mengalami kejang demam dan dehidrasi dapat
dihindari. Terapi non farmakologi untuk demam menggunakan metode yang meningkatkan
pengeluaran panas melalui evaporasi, konduksi, konveksi, dan radiasi. Secara tradisional perawat
telah menggunakan mandi tepid water sponge, yaitu dengan menggunakan air hangat (Perry & Potter,
2010). Perawatan anak demam dilakukan dengan berbagai tindakan, seperti pemberian obat penurun
panas (farmakologi), pemberian cairan air yang lebih banyak dari biasanya (manajemen cairan),
penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan melakukan tepid water sponge (Sodikin, 2012).
Tepid water sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang dilakukan dengan cara
mengelap sekujur tubuh yang dilakukan dengan cara mengelap sekujur tubuh dan melakukan kompres
pada bagian tubuh tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka waktu
tertentu (Perry & Potter, 2010). Pada saat pemberian tepid water sponge otak akan menyangka bahwa
suhu diluar panas, sehingga otak akan segera memproduksi dingin dan terjadilah penurunan suhu
tubuh. dengan kompres hangat pada daerah vaskuler yang banyak, maka akan memperluas daerah
yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit akan memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari tubuh kekulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak (Tamsuri, 2007).
Tepid water sponge dilakukan apabila suhu diatas 38,5ºC dan telah mengkonsumsi
antipiretik setengah jam sebelumnya. Suhu air untuk kompres antara 30º-35ºC, untuk pelaksanaannya
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 9
dilakukan dalam waktu 15 sampai 20 menit dalam 1 kali pelaksanan. Panas dari kompres tersebut
merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi, yang pada akhirnya
dapat menurunkan suhu tubuh (Alves & Almeida 2008 dalam Setiawati, 2009).
Pemberian terapi tepid water sponge disertai antipiretik dapat lebih menurunkan suhu tubuh
pada pasien demam dibandingkan dengan antipiretik saja. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setiawati dkk. (2009) menunjukan bahwa pada menit ke 5 setelah minum antipiretik,
rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang mendapat antipiretik ditambah tepid
water sponge adalah sebesar 1,3º C. Sedangkan pada kelompok anak yang hanya minum antipiretik
tanpa pemberian tepid water sponge, penurunan suhu tubuh rata-rata setelah 30 menit setelah minum
antipiretik sebesar 0,63º C. Hal ini menunjukan bahwa lebih besarnya penurunan suhu tubuh pada
anak dengan pemberian tepid water sponge.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain studi kasus pada 2 kasus anak dengan masalah
hipertermia. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap anak RS PMI Bogor. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Maret 2019 sampai dengan April 2019. Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang
dirawat dengan diagnosis medis DHF yang mengalami masalah keperawatan hipertermia.
Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat catatan medis dan catatan keperawatan pasien yang
mendapat intervensi TWS serta dengan melakukan pemeriksaan fisik dan observasi langsung terhadap
pasien tersebut. Pemberian TWS dilakukan sesuai dengan prosedur operasional pemberian TWS.
TWS diberikan 20-30 menit setelah diberikan antipiretik. Evaluasi efek TWS terhadap masalah
keperawatan hipertemia pada anak dilakukan setelah dilakukan tindakan tepid water sponge pada 20 –
30 menit setelah pemberian antpiretik. Evaluasi ini dilakukan melalui wawancara terhadap orangtua
dan pasien langsung. Analisis terhadap masalah hipertermia dilakukan dengan mengidentifikasi
peningkatan suhu tubuh tubuh, perubahan warna kulit dan adanya tanda gejala dehidrasi.
HASIL PENELITIAN
Kasus 1, An. SL, Pasien yang pertama bernama An. SL, usia 10 Tahun, berjenis kelamin
perempuan. Pasien masuk rawat di RS pada tanggal 11 Maret 2019 jam 10.00 wib, dan pengkajian
dilakukan pada tanggal 11 Maret 2019 jam 14.30 wib. Diagnosis medis saat masuk adalah DHF.
Keluhan utama pasien saat dikaji adalah demam, ibu pasien mengatakan pasien demam sejak hari
Jumat sore setelah pasien pulang sekolah. Pasien mengeluh mual dan sempat muntah-muntah
sebanyak 5 kali. Pasien juga mengeluh sakit di ulu hati. Badan badan juga terasa ngilu. Akhirnya
pasien dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarga. Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Salak pada saat
pasien berusia 3 tahun karena Diare.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil Tekanan Darah
100/60mmHg, Nadi 124 x/menit, suhu 39,5ºC, frekuensi nafas 28 x/menit. Asupan makanan sedikit
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 10
berkurang karena pasien mengeluh mual terutama ketika akan makan dan minum serta tidak ada
selera untuk makan. Sebelum sakit pasien mengkonsumsi makanan lunak yang disedikan keluarga,
demikian juga saat di rumah sakit, pasien makan makanan lunak, pasien hanya menghabiskan 4
sendok makan. Untuk cairan, sebelum sakit pasien minum 6-7 gelas sehari. Selama sakit pasien
mengeluh malas untuk minum oleh karena mual. Pasien minum 4-5 gelas sehari.
Kasus 2, An. A, Pasien yang kedua bernama An. A, usia 3 Tahun, berjenis kelamin
perempuan. Pasien masuk rawat di RS pada tanggal 11 Maret 2019 jam 23.05 wib, dan pengkajian
dilakukan pada tanggal 12 Maret 2019 jam 14.30 wib. Diagnosis medis saat masuk adalah DHF.
Keluhan utama pasien saat dikaji adalah demam, ibu pasien mengatakan pasien mulai demam dan
pusing sejak dua hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Badan terasa sakit, lemas, mual, muntah
setiap kali mau makan, muntah disertai dengan darah sedikit bercampur lendir sebanyak dua kali,
mimisan satu kali. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit oleh keluarga.
Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil Tekanan Darah
100/70mmHg, Nadi 124 x/menit, frekuensi nafas 28x/menit, suhu 38,8ºC. Asupan makanan
berkurang karena pasien tidak ada selera untuk makan dan muntah setiap kali makan dan minum.
Pasien mengkonsumsi makanan lunak yang disediakan keluarga pada saat di rumah. Pada saat di
Rumah Sakit, pasien juga pendapat makanan lunak dan hanya menghabiskan 4 sendok makan dari
porsi makanan yang diberikan. Sebelum sakit, asupan cairan pasien didapat dari minum 6-7 gelas air
sehari dan dari sayuran dan makanan lain yang dikonsumsi. Selama sakit pasien tampak tidak mau
minum. Asupan cairan dari minum berkurang karena pasien hanya minum 4-5 gelas sehari.
Pada kasus pertama An SL, pada hari pertama tindakan tepid water sponge dilakukan
sebanyak 2 kali. Tindakan ini dilakukan karena 2 jam setelah dilakukan tindakan, suhu tubuh klien
masih diatas 38ºC. Sehingga dilakukan kembali tindakan pemberian TWS. Selama diberikan
tindakan, klien kooperatif dan tampak tenang. Setelah dilakukan intervensi pemberian TWS selama
2x 2 jam, terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 2ºC. Pada hari kedua, tindakan tepid water sponge,
klien kembali mengalami hipertermi dengan suhu 38,4ºC. Pada hari kedua dilakukan kembali
pemberian TWS sebanyak 2 kali dengan dan didapatkan penurunan suhu 2ºC setelah dilakukan
intervensi TWS selama 2x2 jam. Pada hari ketiga tindakan tepid water sponge dilakukan hanya 1 kali
karena 2 jam setelah dilakukan intervensi TWS suhu tubuh klien yang semula 38,7 ºC sudah turun
menjadi 37,3ºC. Pemberian TWS pada hari ketiga juga berjalan dengan baik, klien kooperatif dan
tenang. Rata-rata penurunan suhu tubuh pada pasien kedua adalah 2ºC.
Pada kasus kedua, pada hari pertama tindakan tepid water sponge dilakukan sebanyak 2
kali. Tindakan ini dilakukan karena 2 jam setelah dilakukan tindakan, suhu tubuh klien masih diatas
38ºC. Sehingga dilakukan kembali tindakan pemberian TWS. Selama diberikan tindakan, klien
kurang kooperatif, rewel dan menangis. Setelah dilakukan intervensi pemberian TWS selama 2x 2
jam, terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 1ºC, dari suhu awal 38,3ºC menjadi 37,3ºC. Pada hari
kedua, tindakan tepid water sponge, klien kembali mengalami hipertermi dengan suhu 38,6ºC. Pada
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 11
hari kedua dilakukan kembali pemberian TWS sebanyak 2 kali dengan dan didapatkan penurunan
suhu 1ºC menjadi 37,6ºC setelah dilakukan intervensi TWS selama 2x2 jam. Pada hari kedua,
pemberian TWS, klien lebih kooperatif dan tidak rewel. Pada hari ketiga tindakan tepid water sponge
hanya dilakukan 1 kali. Suhu tubuh klien menjadi 37ºC setelah 1 x 2 jam dilakukan tindakan TWS.
Suhu ini turun 1ºC dari suhu awal 38ºC. Rata-rata penurunan suhu tubuh pada pasien kedua adalah
1ºC.
PEMBAHASAN
Pada kasus 1 An. SL, perempuan, usia 10 tahun mengalami masalah hipertermia dengan
suhu 39,5ºC. Kasus 2 An. A, perempuan, usia 3 tahun mengalami masalah hipertermia dengan suhu
38,8ºC. Semua pasien dalam kasus kelolaan ini tidak mengalami kekurangan cairan.
Berdasarkan analisis hasil pengkajian didapatkan bahwa hipertermia merupakan masalah
yang menjadi prioritas utama, Pada kasus pertama dan kedua sama-sama mengalami masalah utama
hipertermia. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada kasus pertama dan kedua hipertermia
disebabkan oleh penyakit infeksi virus dengue.
Keluhan hipertermia yang dirasakan klien sama, hal tersebut terjadi oleh karena pada klien
yang menderita DHF akan terjadi infeksi virus dengue sehingga terjadi proses inflamasi, yang
menyebabkan aktivasi interleukin 1 di hipotalamus untuk memacu pengeluaran prostaglandin,
akibatnya akan terjadi peningkatan kerja thermostat. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertermia (Sodikin, 2012).
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan
hipertermia dapat dilakukan tindakan mandiri oleh perawat, salah satunya dengan pemberian tepid
water sponge. Tepid water sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan
tekhnik kompres blok pada pembuluh darah supervisialis dengan tekhnik seka. Pada proses tindakan
tepid water sponge ini mekanisme kerja pada tindakan tersebut memberikan efek adanya penyaluran
sinyal ke hipotalamus melalui keringat dan vasodilatasi perifer sehingga proses perpindahan panas
yang diperoleh dari tindakan tepid water sponge (Sodikin, 2012).
Hal ini berlangsung melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi dimana proses
perpindahan panas melalui proses konduksi ini di mulai dari tindakan mengkompres anak dengan
waslap dan proses evaporasi diperoleh dari adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang dilakukan
sehingga terjadi proses penguapan panas menjadi keringat (Sodikin, 2012).
Pendekatan farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan antipiretik.
Sedangkan secara non farmakologis melalui pemberian cairan air yang lebih banyak dari biasanya
(manajemen cairan), penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan melakukan tepid water
sponge (Sodikin, 2012). Intervensi dilakukan pada pasien dengan hipertermia berupa tekhnik tepid
water sponge yang mana tindakan ini dilakukan dengan cara perpaduan antara menyeka tubuh pasien
dan dengan memberikan kompres hangat selama 15-20 menit dipembuluh besar pasien.
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 12
Pada penurunan suhu tubuh antara klien pertama dan kedua terdapat perbedaan sebesar 1ºC.
Hal tersebut bisa terjadi oleh karena ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi penurunan suhu tubuh
salah satunya yaitu faktor umur klien. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suhu
tubuh (Hegner, 2003). Yang mana umur pasien kedua An. A berusia 3 tahun dibawah dari umur
pasien pertama An. SL berusia 10 tahun. Anak dengan umurnya lebih besar atau tinggi badan atau
berat badan lebih, memiliki permukaan tubuh yang lebih luas. Pada saat tindakan tepid water sponge
dilakukan pengusapan waslap keseluruh permukaan tubuh anak, semakin luas permukaan tubuh anak
semakin luas kulit yang kontak dengan waslap dan air hangat sehingga pelepasan panas baik melalui
cara evaporasi maupun konveksi bisa lebih optimal (Suryadi & Yuliani, 2010).
Adapun faktor lain yang bisa mempengaruhi penurunan suhu tubuh adalah faktor suhu
lingkungan dan tingkat stres klien saat tindakan dilakukan. Pada faktor suhu dan lingkungan, bila
suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh maka hypothalamus posterior merepon dengan
meningkatkan produksi panas melalui peningkatan metabolism dan aktifitas otot rangka dalam bentuk
menggigil. Bila suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh maka hypothalamus anterior merespon
dengan meningkatkan pengeluaran panas melalui vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.
Selain itu pakaian yang digunakan oleh pasien sangat berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh.
Dalam hal ini kedua pasien sama-sama menggunakan pakaian yang tipis sehingga mempengaruhi
penurunan suhu tubuh .
Pada kondisi stres fisik dan emosi dapat meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persyarafan. Perubahan fisiologi tersebut yang dapat meningkatkan panas. Klien yang
cemas pada saat tindakan dilakukan suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal (Wong, dkk. 2008).
Namun demikian pada kedua kasus tersebut sama-sama terjadi penurunan suhu tubuh, yang berarti
bahwa tindakan Tepid Water Sponge efektif sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu tindakan non
farmakologi yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi demam pada anak.
Implikasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan masalah keperawatan
hipertermia akan berdampak bagi perawat dan klien. Peran perawat dalam melakukan tindakan
mandiri kepada klien akan membantu mengatasi masalah yang dialami oleh klien (Purwanti dan
Winarsih, 2008). Salah satu tindakan mandiri yang bisa dilakukan oleh perawat adalah dengan
memberikan tepid water sponge pada klien dengan hipertermia. Dengan pemberian tindakan tepid
water sponge yang sesuai dengan prosedur yang ada, maka hasil yang diharapkan kepada klien akan
dapat dicapai secara optimal.
KESIMPULAN
Pada pengkajian klien pertama dan kedua didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh dan
masalah keperawatan hipertermia. Intervensi keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh perawat
salah satunya yaitu dengan memberikan tepid water sponge. Pada dua klien yang dilakukan teknik
tepid water sponge terbukti dapat menurunkan demam. Terdapat perbedaan penurunan suhu tubuh
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 13
antara kedua klien yang tidak signifikan setelah dilakukan tindakan tepid water sponge yaitu sebesar
0,2ºC. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor penurunan suhu tubuh yaitu faktor usia klien.
Yang mana kasus pertama berusia 10 tahun dan kasus kedua berusia 3 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Alves, J.G.B, Almeida, N.D.C.M., & Almeida, C.D.C.M. (2008). Tepid sponging plus dipyrone
versus dipyrone alone in reducing body temperature in febrile children. Sao Paulo Medical
Journal. 126(2): 107-111.
Hastomo, M.T., & Suryadi, B. (2018). Teknik relaksasi nafas dalam terhadap skala nyeri pada saat
pemasangan infus di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia. 8(2):
436-442. https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i02.320
Kania, N. (2007). Penatalaksanaan demam pada anak. Bandung: Unpad.
Latupeirissa, D. (2012). Demam berkepanjangan pada anak di RSUP Fatmawati tahun 2008-2010.
Sari Pediatri. 14(4): 241-5
Lestari, N.E. (2018). Telaah Kepustakaan: Penurunan Tingkat Nyeri Menggunakan Terapi Musik
Pada Anak Usia Prasekolah yang Dilakukan Pemasangan Infus. Jurnal Keperawatan Dan
Kebidanan Keris Husada. 2(1): 25-30.
Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2014). Nelson ilmu kesehatan
anak esensial. Jakarta: Saunders Elsevier.
Potter, P.A & Perry A.G. (2012). Fundamental of nursing: Fundamental keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Purwanti, S., & Winarsih, N. A. (2008). Pengaruh kompres hangat terhadap suhu tubuh pada pasien
anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Sodikin. (2012). Prinsip perawatan demam pada anak. Jakarta: Rufaida LQ.
Supartini. (2012). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
Suryadi & Yuliani. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: EGC
Tamsuri. (2007). Tanda-tanda vital suhu tubuh. Jakarta: EGC.
WHO. (2008). regional guidelines on dengue/ DHF prevention and control. dengue in Indonesia.
Diakses dari http://www.searo.who.int/
Wardiyah, A., Setiawati, S., & Setiawan, D. (2016). Perbandingan efektifitas pemberian kompres
hangat dan tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak yang mengalami demam RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu Keperawatan. 4(1):44–56.
Wong, D.L., Marilyn, H.E., David, W., Marilyn, L.W., & Patricia, S. (2008). Buku ajar keperawatan
pediatrik wong. Volume 1. (6 th ed.). Jakarta: EGC
Vol. 2 No. 1 (2020); April
Page 14
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
PERBEDAAN PENURUNAN SUHU TUBUH ANTARA
PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT DENGAN TEPID
SPONGE BATH PADA ANAK DEMAM
Arie Kusumo Dewi1
Rumah Sakit Islam, Surabaya, Jawa Timur1
Kutipan: Dewi, A. K. (2016). Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres
Air Hangat Dengan Tepid Sponge Bath Pada Anak Demam. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 1 (1): 63-71.
INFORMASI
ABSTRACT
Objective: to analyze the differences in the provision of warm
compresses and tepid sponge bath in a decrease in body temperature
in fever children in the room Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya
Korespodensi:
[email protected]
Keywords:
warm compresses, tepid sponge
bath, body temperature, fever
children
Methods: The design used in this study is quasy experiment with pretest and post-test design. The population in this study is children
aged 1-7 years who have increased body temperature ≥38oC treated
in Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya. The total sample is 90
respondents were divided into three groups: the provision of warm
water compresses, group tepid sponge bath, and a control group.
Sample was taken by simple random sampling technique according
to inclusion criteria. The independent variable is the provision of
warm compresses and giving tepid sponge bath and the dependent
variable is the temperature of the body. Data were collected by using
a digital thermometer and recorded in the observation sheet. Data
were analyzed using one-way ANOVA to determine differences
between administration decreased body temperature warm
compresses and tepid sponge bath.
Results: The results of this study showed a difference between
providing a decrease in body temperature warm compresses and
tepid sponge bath, with a significance value (p) of 0.000.
Conclusion: It was concluded that the administration of tepid sponge
bath with warm water greater decrease in body temperature (0C
0.57) than that of warm water compresses at 0,430C.
Puskesmas dan beberapa Rumah Sakit
masing-masing 4000 dan 1000 kasus
perbulan, dengan angka kematian 0,8%.
Di RSUD Dr Soetomo
Surabaya
selama periode 1991-1995 telah dirawat
586 penderita demam ( demam thypoid)
dengan angka kematian 1,4% dan
selama periode 1996-2000 telah dirawat
1563 penderita dengan angka kematian
1,09% ( Soewondo et al, 2007, dalam
Irma Suswati ).
PENDAHULUAN
Selama proses pertumbuhan dan
perkembangan, anak sering mengalami
sakit. Berbagai penyakit khususnya
penyakit yang disebabkan oleh infeksi
hampir selalu disertai oleh demam.
Demam diartikan sebagai kenaikan
suhu tubuh di atas normal. Menurut
Robert dan Edward, dalam Purwoko
(2002), ada sekitar 0,05 % kejadian
hipertermia pada anak di Indonesia. Di
Jawa Timur, kejadian demam di
63
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
Berdasarkan studi pendahuluan
yang telah dilakukan peneliti di ruang
Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya,
didapatkan data bahwa anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh >
380C pada bulan Juli – Agustus 2013
sebanyak 116 anak, dengan diagnosa
medis : Febris Convulsi, Diare, DHF,
Thypoid, Pharingitis, URI, GE, dan
Pneumonia. Pada tanggal 10 September
2013, terdapat 18 anak menderita
demam dari 22 anak yang sedang
dirawat. Dari 18 anak yang menderita
demam, terdapat 15 anak
yang
diberikan kompres air hangat dan 3
anak yang diberikan tepid sponge bath.
dengan tehnik seka ( Corrard,2001 ).
Pemberian
tepid
sponge
bath
memungkinkan aliran udara lembab
membantu pelepasan panas tubuh
dengan cara konveksi. Suhu tubuh lebih
hangat daripada suhu udara atau suhu
air memungkinkan panas akan pindah
ke molekul molekul udara melalui
kontak langsung dengan permukaan
kulit ( Guyton, 2007 ). Pemberian tepid
sponge bath ini dilakukan dengan cara
menyeka seluruh tubuh klien dengan air
hangat. Menurut Suprapti, (2008), tepid
sponge efektif dalam menurunkan suhu
tubuh pada anak dengan demam dan
juga membantu dalam mengurangi rasa
sakit
atau
ketidaknyamanan.
Menurut penelitian Maling, (2012)
bahwa suhu tubuh pada pasien anak
setelah pemberian kompres tepid
sponge rata-rata dapat mengalami
penurunan sebesar 1,40 C dalam waktu
20 menit.
Kompres adalah salah satu metode fisik
untuk menurunkan suhu tubuh bila anak
mengalami demam. Ada beberapa
macam kompres yang bisa diberikan
untuk menurunkan suhu tubuh yaitu
kompres air hangat dan tepid sponge
bath.
Implementasi dari pemberian
kompres air hangat dan tepid sponge
bath di ruang Hijr Ismail RSI A Yani
Surabaya
belum
sepenuhnya
dilaksanakan sesuai standar yang telah
ditetapkan. Hampir 90% dari total anak
yang dirawat karena demam, diberikan
kompres air hangat saja selain
pemberian antipiretik. Pemberian tepid
sponge bath di Rumah Sakit selama ini
dilakukan sebagai bagian dari personal
hygiene, sehingga perbedaan penurunan
suhu tubuh antara pemberian kompres
air hangat dan tepid sponge bath pada
anak demam di ruang Hijr Ismail RSI A
Yani Surabaya belum diketahui dengan
jelas.
Kompres air hangat dapat menurunkan
suhu tubuh melalui proses evaporasi.
Dengan
kompres
air
hangat
menyebabkan suhu tubuh di luar akan
hangat
sehingga
tubuh
akan
menginterpretasikan bahwa suhu di luar
cukup panas, akhirnya tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di
otak supaya tidak meningkatkan suhu
pengatur tubuh, dengan suhu di luar
hangat akan membuat pembuluh darah
tepi di kulit melebar dan mengalami
vasodilatasi sehingga pori pori kulit
akan membuka dan mempermudah
pengeluaran panas, sehingga akan
terjadi
penurunan
suhu
tubuh.
Pemberian kompres air hangat ini
dilakukan di tempat tempat tertentu di
bagian tubuh. Menurut penelitian
Djuwariyah, (2010) kompres air hangat
efektif untuk menurunkan suhu tubuh
sebesar 0,710C(p<0,0001).
Sebagian
besar
demam
berhubungan dengan infeksi yang dapat
berupa infeksi lokal atau sistemik. Oleh
karena itu demam harus ditangani
dengan benar karena terdapat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkannya
(Kalbaca, 2007, dalam Setiawati,2009).
Dampak yang ditimbulkan
demam
dapat berupa penguapan cairan tubuh
Kompres tepid sponge adalah
sebuah tehnik kompres hangat yang
menggabungkan tehnik kompres blok
pada pembuluh darah supervisial
64
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
yang berlebihan sehingga terjadi
kekurangan cairan dan kejang. Orang
tua banyak yang menganggap demam
berbahaya bagi kesehatan anak karena
dapat menyebabkan kejang dan
kerusakan otak (Avner, 2009). Perawat
sangat berperan untuk mengatasi
demam melalui peran mandiri maupun
kolaborasi. Untuk peran mandiri
perawat dalam mengatasi demam bisa
dengan memberikan kompres (Alves &
Almeida, 2008, dalam Setiawati, 2009).
Metode kompres yang lebih baik adalah
kompres tepid sponge (Kolcaba,2007).
yang diwakili oleh orangtua anak yang
akan dilakukan penelitian diminta
kesediaannya
menjadi
responden
dengan mengisi surat pernyataan
kesediaan menjadi responden dalam
penelitian tersebut. Calon responden
yang bersedia menjadi responden,
dibedakan menjadi tiga kelompok.
Pengelompokkan
responden
berdasarkan kemiripan suhu tubuh pada
awal pengukuran (pre test). Pre test
pada masing-masing kelompok berupa
pengukuran suhu tubuh awal di ketiak
dengan
menggunakan
termometer
digital. Kelompok pertama yaitu
responden yang mengalami peningkatan
suhu tubuh >38oC diberikan tindakan
kompres air hangat selama ± 10 menit,
begitu juga kelompok kedua yaitu
responden yang mengalami peningkatan
suhu tubuh >38oC diberikan tindakan
tepid
sponge
bath
±
10
menit.Sedangkan
pada
kelompok
kontrol tidak diberikan tindakan
kompres air hangat maupun tepid
sponge bath. Selang 30 menit
kemudian, masing-masing kelompok
diberikan post test berupa pengukuran
suhu tubuh akhir di ketiak dengan
menggunakan
termometer
digital.
Kegiatan penelitian ini dilakukan 1 x
dalam sehari yaitu sore hari (15.00 –
16.00).Seluruh
pengambilan
data
dilakukan oleh peneliti. Data hasil
pengukurab suhu tubuh di tabulasi
dengan dilihat selisih antara pengukuran
suhu tubuh saat pre test dengan post
test, kemudian dianalisis dengan uji
statistik anova 1 arah untuk mengetahui
perbedaan penurunan suhu tubuh antara
pemebrian kompres air hangat dengan
tepid sponge bath dengan derajat
kemaknaan p<0,005.
Berdasarkan
penelitian
sebelumnya, belum ada penelitian
tentang kompres yang menggunakan
kelompok kontrol, sehingga peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang perbedaan penurunan suhu
tubuh antara pemberian kompres air
hangat dengan tepid sponge bath
pada anak demam di ruang Hijr Ismail
RSI A Yani Surabaya.
METODE
Desain penelitian ini adalah quasy
eksperiment dengan jenis rancangan pre
test dan post test design. Populasi pada
penelitian ini adalah anak usia 1-7 tahun
yang mengalami demam di ruang Hijr
Ismail RSI A Yani Surabaya pada bulan
Januari-Februari 2014 sebesar 116
anak. Dalam penelitian ini peneliti
mengambil sampel 90 anak yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Teknik sampling yang akan digunakan
pada penelitian ini adalah Simple
random sampling.
Variabel dalam penelitian ini
terdiri atas atas dua variabel yaitu:
variabel Bebas (Independent) dalam
penelitian ini adalah kompres air hangat
dan tepid sponge bath, dan variabel
Terikat (Dependent) dalam penelitian
ini adalah suhu tubuh.
HASIL
Berdasarkan gambar 1 responden yang
paling banyak mengalami demam
adalah umur 1- 3 tahun, baik kelompok
pemberian
kompres
air hangat,
Pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan dengan cara calon responden
65
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
kelompok pemberian tepid sponge bath
maupun kelompok kontrol (tanpa
diberikan kompres air hangat maupun
tepid sponge bath). Berdasarkan gambar
2 responden yang paling banyak
mengalami demam adalah laki-laki,
baik pemberian kompres air hangat
(53,3%), pemberian tepid sponge
bath(60%), maupun kelompok yang
tanpa perlakuan (70%). Anak dengan
jenis
kelamin
laki-laki
banyak
mengalami peningkatan suhu tubuh.
66
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
25
66,7% 66,7%
jumlah responden
20
53,3%
15
Kompres hangat
33,3%
10
Tepid sponge Bath
26,7%
23,3%
Kontrol
5
13,3%
10%
6,7%
0
1-3 tahun
4-5 tahun
6-7 tahun
umur
Gambar 1 Distribusi responden berdasarkan umur pada pemberian kompres air hangat, tepid sponge bath,
dan kontrol di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, Januari – Februari 2014
25
21
jumlah rerponden
20
60%
53,3%
15
46,7%
40%
10
Kompres hangat
30%
Tepid Sponge bath
Kontrol
5
0
Laki-laki
Perempuan
Gambar 2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada pemberian kompres air hangat, tepid
sponge bath, dan kontrol di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, Januari – Februari 2014
67
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
Gambar 3 Distribusi responden berdasarkan diagnosa penyakit pada pemberian kompres air hangat, tepid
sponge bath, dan kontrol di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, Januari – Februari 2014
Multiple Comparisons
Dependent Variable: penurunan suhu
LSD
(I) kelompok
kompres air hangat
pemakaian tepid
sponge bath
kontrol
(J) kelompok
pemakaian tepid
sponge bath
kontrol
kompres air hangat
kontrol
Mean
Difference
(I-J)
kompres air hangat
pemakaian tepid
sponge bath
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-.15667*
.06238
.014
-.2807
-.0327
.39000*
.15667*
.06238
.06238
.000
.014
.2660
.0327
.5140
.2807
.54667*
.06238
.000
.4227
.6707
-.39000*
.06238
.000
-.5140
-.2660
-.54667*
.06238
.000
-.6707
-.4227
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Berdasarkan gambar 3 yang paling
banyak mengalami demam adalah
responden dengan diagnosa penyakit
obs febris sebesar 36,6% (11 anak) pada
pemberian
tepid
sponge
bath.
Sedangkan pada kelompok pemberian
kompres air hangat dan kelompok tanpa
perlakuan,
yang
paling
banyak
mengalami demam adalah responden
dengan diagnosa
thypoid
sebesar
26,7% (8 anak). Diketahui nilai sig, (p)
pada anova (F) sebesar 0,000 dimana
lebih kecil dari taraf nyata (0,05) maka
disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan, antara penurunan suhu pada
kel. Penggunaan kompres air hangat,
kel. Pemakaian tepid sponge bath, dan
kontrol. Berdasarkan hasil analisis uji
anova tunggal didapatkan hasil nilai
signifikansi (p) sebesar 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan
penurunan suhu yang signifikan antara
kelompok pemberian kompres air
hangat dengan kelompok pemberian
tepid sponge bath pada anak demam.
68
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
tepid sponge bath dengan air hangat
efektif menurunkan demam tinggi
(Perry & Potter, 2005). Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya bahwa
penurunan suhu tubuh dengan metode
tepid sponge bath pada suhu tubuh
diatas 390C memberikan selisih
penurunan suhu yang lebih besar
daripada peningkatan suhu tubuh di
bawah 390C (Widanti, Fatimah &
Mardiyah,2004).
PEMBAHASAN
Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa kompres air
hangat dapat menurunkan suhu tubuh
melalui proses evaporasi. Dengan
kompres air hangat menyebabkan suhu
tubuh di luar akan hangat sehingga
tubuh akan menginterpretasikan bahwa
suhu di luar cukup panas, akhirnya
tubuh akan menurunkan kontrol
pengatur suhu di otak supaya tidak
meningkatkan suhu pengatur tubuh,
dengan suhu di luar hangat akan
membuat pembuluh darah tepi di kulit
melebar dan mengalami vasodilatasi
sehingga pori pori kulit akan membuka
dan mempermudah pengeluaran panas,
sehingga akan terjadi penurunan suhu
tubuh (Guyton, 2007). Pemberian
kompres air hangat ini dilakukan di
tempat tempat tertentu di bagian tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa pemberian
tepid sponge bath lebih efektif dalam
menurunkan suhu tubuh anak dengan
demam dibandingkan dengan kompres
air hangat. Hal ini disebabkan adanya
seka tubuh pada teknik tersebut akan
mempercepat vasodilatasi pembuluh
darah perifer di sekujur tubuh sehingga
evaporasi panas dari kulit ke
lingkungan sekitar akan lebih cepat
dibandingkan hasil yang diberikan oleh
kompres air hangat yang hanya
mengandalkan reaksi dari stimulasi
hipotalamus. Jumlah luas waslap yang
kontak dengan pembuluh darah perifer
yang berbeda antara teknik kompres air
hangat dengan tepid sponge bath akan
turut memberikan perbedaan hasil
terhadap penurunan suhu tubuh pada
kelompok perlakuan tersebut.
Penelitian ini didukung oleh penelitian
Djuwariyah,
(2010)
yang
mengemukakan bahwa kompres air
hangat efektif untuk menurunkan suhu
tubuh sebesar 0,710C(p<0,0001).
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa, adanya perbedaan
penurunan suhu sebelum dan setelah
diberikan kompres air hangat karena
kompres air hangat dapat menurunkan
suhu dengan proses evaporasi. Adanya
rerata penurunan suhu tubuh setelah
dilakukan pemberian kompres air
hangat kurang dari 1 derajat celcius,
menunjukkan bahwa penurunan suhu
ini tidak secara drastis yang akan
membuat mekanisme penyesuaian
tubuh yang baik.
KESIMPULAN
Ada perbedaan yang signifikan, antara
suhu sebelum dilakukan kompres air
hangat dengan suhu sesudah dilakukan
kompres air hangat. Ada perbedaan
yang signifikan, antara suhu sebelum
dilakukan pemberian tepid sponge bath
dengan suhu sesudah dilakukan tepid
sponge bath. Ada perbedaan penurunan
suhu tubuh antara pemberian kompres
air hangat dan tepid sponge bath pada
anak demam di ruang Hijr Ismail RSI A
Yani Surabaya.
Seperti pada kompres air hangat, tepid
sponge bath bekerja dengan cara
mengirimkan impuls ke hipotalamus
bahwa lingkungan sekitar sedang dalam
keadaan panas. Keadaan ini akan
mengakibatkan hipotalamus berespon
dengan mematok set poin suhu tubuh
yang lebih tinggi dengan cara
menurunkan produksi dan konservasi
panas tubuh (Guyton, 1997). Pemberian
SARAN
69
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
Bagi orang tua anak
perlu
meningkatkan pengetahuan mengenai
teknik kompres hangat yang tepat
sesuai dengan kondisi anaknya. Orang
tua juga bisa memberikan tepid sponge
bath pada anaknya yang demam. Bagi
bidang keperawatan untuk memperbaiki
protap tindakan penurunan suhu tubuh
anak demam dengan pemberian
kompres air hangat dan tepid sponge
bath. Bagi perawat pelaksana untuk
memberikan asuhan keperawatan dalam
usaha penurunan suhu tubuh anak
demam sesuai protap yang telah
ditetapkan yaitu pemberian kompres air
hangat dan tepid sponge bath sebagai
penyerta dalam pemberian antipiretik.
Bagi peneliti lain untuk melanjutkan
penelitian tentang pemberian tepid
sponge bath dengan mengendalikan
faktor suhu lingkungan, sehingga tidak
terjadi bias dalam penelitian, dan juga
penelitian lanjut tentang keefektifan
antara pemberian kompres air hangat
dengan tepid sponge bath.
http://www.jurnalkesehatan
samodrailmu/
Gabriel,1996, Fisika Kedokteran,EGC,
Jakarta
Guyton & Hall, 2007, Buku Saku
Fisiologi Kedokteran, Edisi 11,
EGC, Jakarta
Hegner, B., 2003, Asisten Keperawatan:
Suatu
Pendekatan
Proses
Keperawatan, EGC, Jakarta
Hidayat,
A.A.A,
2010,
Metode
Penelitian
Kesehatan
:
Paradigma Kuantitatif, Health
Books Publishing, Surabaya
Mahar, A.F., Allen,S.J.,Milligan,P.,et
al.,1994, Tepid Sponge To
Reduce Temperatur In febrile
Children in a Tropical Climate,
Clinical pediatric, Philadelphia
Maling, Haryani & Arif,2012, Pengaruh
Kompres
Tepid
Sponge
Hangat
Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada
Anak Umur 1-10 Tahun
Dengan
Hipertermia,
Diakses 17 Oktober 2013, dari
http://googlescholar.com
/
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman & Arvin, 1999,
Ilmu Kesehatan Anak Nelson,
Edisi 15 Vol I, EGC, Jakarta
Nursalam, 2013, Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis,
Salemba
Medika,
Jakarta
Bouwhuizen,
M.,
1986,
Ilmu
Keperawatan Bagian 2, EGC,
Jakarta
Cree, L., 1989, Science In Nursing,
Philadelphia London Toranto
Sydney
Perry & Potter, 2005, Buku Ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses Dan Praktik,
Edisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta
Dahlan, M.S.,2008, Statistik Untuk
kedokteran Dan Kesehatan,
Salemba Medika, Jakarta
Purwanti,
Sri,
2008,
KompresHangat
Perubahan Suhu
Djuwariyah, Sodikin & Mustiah, 2010,
Efektifitas Penurunan Suhu
Tubuh Menggunakan Kompres
Air Hangat Dan Kompres
Plester Pada Anak Dengan
Demam Di Ruang Khantil
Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas,
Diakses
23
September
2013,
dari
Pengaruh
Terhadap
Tubuh Pada Pasien Anak
Hipertermiadi Ruang Rawat
Inap RSUD.Dr.Moewardi
Surakarta, Diakses 17 Oktober
2013,
dari
http://publikasiilmiah.um
s.ac.id/
70
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
Pusponegoro,
H.,
1999,
Penatalaksanaan Demam, Karya
Tulis Ilmiah, No. 1, Pharos
Bulletin, Hal 21-25, Jakarta
ACKNOWLEDGEMENT
Diucapkan terima kasih kepada seluruh
responden dan beberapa instansi yang
turut membantu dalam penelitian ini.
Setiawati, Tia, 2009, Pengaruh Tepid
Sponge Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Dan Kenyamanan
Pada Anak Usia Pra Sekolah
Dan Sekolah Yang Mengalami
Demam Di Ruang Perawatan
Anak
Rumah
Sakit
Muhammadiyah Bandung, tesis
Magister Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia, Jakarta,
Diakses 20 Oktober 2013 dari
http://www.digilib.ui.ac.id/libri2
/
Sharber, J.,1997, The Efficacy Of Tepid
Sponge Bathing To Reduce
Fever In Young Children,
American Journal Emergency
medical, 15(2), hal 188-192
Susanti, Nurlaili, 2012, Efektifitas
KompresDingin dan Hangat
Pada Penatalaksanaan
Demam, Diakses 17 Oktober
2013,
dari
http://publikasiilmiah.uin
.ac.id
Soedarmo, dkk., 2002, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi Dan
Penyakit Tropis, Edisi pertama,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, Jakarta
Tambayong, J., 2001, Anatomi Dan
Fisiologi Untuk Keperawatan,
EGC, Jakarta
Widyanti, Fatimah & Mardhiyah, 2004,
Gambaran Pemeliharaan Suhu
Tubuh Pada Anak Tifoid
Melalui Metode Tepid Sponge
Dan Kompres Dingin Dengan
Kombinasi Antipiretik Di Ruang
A.1 Perjan Rs Hasan Sadikin
Bandung, Artikel Penelitian,
Vol. 5 No. IX Oktober 2003Februari 2004, Hal 75-85
71
Download