RINGKASAN/ABSTRAK Kejadian demam seringkali meningkatkan angka keasakitan dan angka kematian pada Balita. Angka Kematian balita dalam 3 tahun terakhir Di Kabupaten Semarang nenunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Namun demikian angka kematian balita ini masih disebabkan oleh penyakit infeksi. Di RSU Ungaran penyakit infeksi yang dijumpai antara lain Meningitis, Diare, ISPA/Penumonia. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Untuk mengurangi kejadian demam dan mengurangi peningkatan suhu tubuh secara mendadak, maka tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah melakukan kompres hangat dengan metode tepid sponge . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak pra sekolah yang mengalami demam di rumah sakit Ungaran. Adapun luaran yang akan dihasilkan pada penelitian ini adalah meningkatkan ketrampilan perawat dalam prosedur tepid sponge, sehingga bisa diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak untuk menurunkan suhu dengan melibatkan orangtua. Satu jurnal yang ditelaah dalam artikel ini menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre and post test with control group, artinya pengumpulan data dilakukan terhadap responden pada anak yang dirawat inap. Metode intervensi tepid sponge untuk penurunan suhu tubuh dalam review jurnal ini. Intervensi tepid sponge dilakukan selama 15 menit hingga 20 menit. Teknik pengambilan sampel pada jurnal ini menggunakan uji homogenitas sebagai uji prasyarat dengan hasil suhu tubuh sebelum dilakukan kompres tepid sponge pada kelompok intervensi dan kelompok control sebagai uji prasyarat, untuk yang perbandingan suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge sebelum dan sesudah kelompok intervensi dan kontrol menggunakan uji paired sample T-Tes, dan pengaruh antara Kompres Water tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh menggunakan uji independen sample t-test. Parameter yang diukur pada studi literature ini adalah penurunan suhu tubuh. PENDAHULUAN Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat sakit. Sehat adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya. Dengan demikian, apabila anak sakit akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, intelektual, dan spiritual (Supartini, 2012). Masalah kesehatan yang sering ditemukan dan sering menjadi keluhan oleh orangtua mulai dipraktik dokter sampai dengan unit gawat darurat (UGD) pada anak adalah demam yang meliputi 1030 % dari jumlah kunjungan (Kania, 2007). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan jumlah kasus demam pada anak usia balita di seluruh dunia mencapai 18-34 juta, anak merupakan yang paling rentan terkena demam, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Wardiyah dkk., 2016). Dari hasil survey Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Survey berbagai rumah sakit di Indonesia memperlihatkan peningkatan jumlah penderita. Sedangkan Kasus DHF pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 68.407 kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DHF tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per 100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019). Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge dilakukan bila kien mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi. Demam biasanya terjadi pada anak. (Potter dan Perry, 2012). Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu perkembangan anak harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari pemerintah. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik sesuai dengan keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara maka anak tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.(Wong, 2012). Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sering mengalami kejadian sakit. Kejadian sakit yang dialami anak biasanya akan diikuti dengan beberapa gejala diantaranya adalah demam. Demam akan muncul pada berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Demam dapat diartikan sebagai kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kejadian demam seringkali meningkatkan angka keasakitan dan angka kematian pada Balita. Angka Kematian balita dalam 3 tahun terakhir Di Kabupaten Semarang nenunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Namun demikian angka kematian balita ini masih disebabkan oleh penyakit infeksi. Di RSU Ungaran penyakit infeksi yang dijumpai antara lain Meningitis, Diare, ISPA/Penumonia. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Untuk mengurangi kejadian demam dan mengurangi peningkatan suhu tubuh secara mendadak, maka tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah melakukan kompres hangat dengan metode tepid sponge. METODE Studi ini menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre and post test with control group, artinya pengumpulan data dilakukan terhadap responden pada anak yang dirawat inap. Jumlah anak prasekolah sebanyak 60 anak terbagi dua kelompok yaitu 30 anak kelompok perlakuan dan 30 anak kelompok control anak yang dirawat inap. Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Prosedur tepid sponge dan Penurunan Suhu tubuh. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat, yaitu analisis yang mendeskripsikan distribusi frekuensi pada variabel faktor suhu tubuh sebelum dilakukan prosedur dan setelah dilakukan prosedur tepid sponge dan analisis bivariat yaitu, analisis bivariat adalah analisis untuk menguji pengaruh antara variabel dependent dengan variabel independent. Yaitu menguji pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak prasekolah yang mengalami demam. Pengujian variabel dilakukan dengan menggunakan uji Paired T-Test . Skala pengukuran menggunakan skala interval. RINGKASAN JURNAL Seluruh jurnal yang ditelaah yang ditelaah dalam literature review ini merupakan jurnal intervensi. Dua jurnal menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre and post test with control group, yang satu menggunakan studi kasus pada 2 kasus anak dengan masalah hipertermia, untuk mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh. Metode intervensi tepid sponge untuk penurunan suhu tubuh dalam review jurnal ini diberikan dengan tahapan prosedurnya adalah mencuci tangan, menutup sampiran/jendela, memakai sarung tangan, memasang pengalas dibawah tubuh anak, melepas pakaian anak, memasang selimut mandi, mencelupkan waslap ke Waskom dan mengusapkannya ke seluruh tubuh , melakukannya tindakan beberapa kali (setelah kulit kering), mengkaji perubahan suhu setiap 15-20 menit, menghentikan prosedur bila suhu tubuh mendekati normal, mengeringkan tubuh dengan handuk, merapikan kembali alat-alat melepas sarung tangan merapikan pasien, menanyakan kenyamanan pasien dan mencuci tangan. Jurnal kesatu merupakan penelitian karya Siti Haryani et al pada tahun 2018. Pada penelitian ini menggunakan Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Quasi Experimental Design dengan Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group Design. Uji analisis bivariat menggunakan Paired t Test. Uji Pengaruh dengan Product Moment Pearson. Intervensi yang diberikan pengaruh antara Kompres Water tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh selama 15-20 menit. Hasil penelitian tersebut menggunakan Uji independen sample t-test nilai p < 0.05 berarti terdapat perbedaan rerata skor penurunan suhu tubuh yang bermakna setelah dilakukan kompres water tepid sponge. Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh. Jurnal kedua merupakan penelitian karya Emy Mulyani pada tahun 2020. Penelitian ini menggunakan studi kasus pada 2 kasus anak dengan masalah hipertermia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2019 sampai dengan April 2019. Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang dirawat dengan diagnosis medis DHF yang mengalami masalah keperawatan hipertermia. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat catatan medis dan catatan keperawatan pasien yang mendapat intervensi TWS serta dengan melakukan pemeriksaan fisik dan observasi langsung terhadap pasien tersebut. Pemberian TWS dilakukan sesuai dengan prosedur operasional pemberian TWS. TWS diberikan 20-30 menit setelah diberikan antipiretik. Evaluasi efek TWS terhadap masalah keperawatan hipertemia pada anak dilakukan setelah dilakukan tindakan tepid water sponge pada 20 – 30 menit setelah pemberian antpiretik. Evaluasi ini dilakukan melalui wawancara terhadap orangtua dan pasien langsung. Analisis terhadap masalah hipertermia dilakukan dengan mengidentifikasi peningkatan suhu tubuh tubuh, perubahan warna kulit dan adanya tanda gejala dehidrasi. Jurnal ketiga merupakan penelitian karya Arie Kusumo Dewi tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode yang sama dengan jurnal pertama. Intervensi yang diberikan adalahtepid sponge selama kurang lebih 10 menit. Dari hasil penelitian hasil pengukurab suhu tubuh di tabulasi dengan dilihat selisih antara pengukuran suhu tubuh saat pre test dengan post test, kemudian dianalisis dengan uji statistik anova 1 arah untuk mengetahui perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemebrian kompres air hangat dengan tepid sponge bath dengan derajat kemaknaan p<0,005. P-ISSN 2252-8865 E-ISSN 2598-4217 Vol. 7 No.1 Maret, 2018 JURNAL KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT CENDEKIA UTAMA Editor In Chief Ns.Anita Dyah Listyarini, M.Kep, Sp.Kep.Kom , STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia Editor Board Eko Prasetyo, S.KM, M.Kes, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia David Laksamana Caesar, S.KM., M.Kes, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia Ns. Renny Wulan Apriliasari, M.Kep, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia Ns.Erna Sulistyawati, M.Kep, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia Reviewer Ns.Wahyu Hidayati, M.Kep, Sp.K.M.B, Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia Dr. Edy Wuryanto, M.Kep., Universitas Muhammadiyah Semarang, Indonesia Dr. Sri Rejeki, M.Kep, Sp.Kep. Mat , Universitas Muhammadiyah Semarang, Indonesia Aeda Ernawati, S.KM, M.Si, Litbang Pati, Indonesia English Language Editor Ns.Sri Hindriyastuti, M.N, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia IT Support Susilo Restu Wahyuno, S.Kom, STIKES Cendekia Utama Kudus, Indonesia Penerbit STIKES Cendekia Utama Kudus Alamat Jalan Lingkar Raya Kudus - Pati KM.5 Jepang Mejobo Kudus 59381 Telp. (0291) 4248655, 4248656 Fax. (0291) 4248651 Website : www.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id Email : [email protected] Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat “Cendekia Utama” merupakan Jurnal Ilmiah dalam bidang Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat yang diterbitkan oleh STIKES Cendekia Utama Kudus secara berkala dua kali dalam satu tahun. ii P-ISSN 2252-8865 E-ISSN 2598-4217 Vol. 7 No.1 Maret, 2018 DAFTAR ISI Halaman Judul............................................................................................................... i Susunan Dewan Redaksi ............................................................................................... ii Kata Pengantar .............................................................................................................. iii Daftar Isi ....................................................................................................................... iv Hubungan Pola Diet dengan Riwayat Hipertensi pada Lansia di Desa Tenggeles Kudus ............................................................................................................................ 1 Perubahan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian Aroma Terapi pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Kabupaten Kudus ......................... 10 Kesiapsiagaan Keluarga dengan Lanjut Usia pada Kejadian Letusan Merapi di Desa Belerante Kecamatan Kemalang .......................................................................... 20 Perilaku Santun Mahasiswa Perawat dalam Kegiatan Belajar Praktik Keperawatan di Rumah Sakit Umum Ambarawa .......................................................... 32 Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak Pra Sekolah yang Mengalami Demam di RSUD Ungaran ................................................................ 44 Karakteristik Akseptor Vasektomi di Wilayah Puskesmas Karangkobar Kabupaten Banjarnegara ................................................................................................................. 54 Metode Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Perawat.......................................................................................................................... 62 Hubungan antara Pengetahuan tentang Atonia Uteri pada Mahasiswa Kebidanan dengan Praktikum Kompresi Bimanual Interna di Politeknik Banjarnegara .................. 71 Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) pada Keluarga di Desa Jati Kulon Kabupaten Kudus Tahun 2017 ......................................... 79 Perbedaan Tingkat Ansietas dan Depresi Antara Pasien Kanker Payudara dengan Usia Penyakit Kurang dan Lebih dari Satu Tahun ......................................................... 89 Pedoman Penulisan Naskah Jurnal ................................................................................ 103 iv P-ISSN 2252-8865 E-ISSN 2598 – 4217 Vol. 7, No. 1 Maret, 2018 Tersedia Online: htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id CENDEKIA UTAMA Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus PENGARUH TEPID SPONGE TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ANAK PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI DEMAM DI RSUD UNGARAN Siti Haryani1, Eka Adimayanti2, Ana Puji Astuti3 Prodi D III Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo [email protected], [email protected], [email protected] 1,2,3 ABSTRAK Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu perkembangan anak harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari pemerintah. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik sesuai dengan keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara maka anak tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak pra sekolah yang mengalami demam di rumah sakit Ungaran. Adapun luaran yang akan dihasilkan pada penelitian ini adalah meningkatkan ketrampilan perawat dalam prosedur tepid sponge, sehingga bisa diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak untuk menurunkan suhu dengan melibatkan orangtua. Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Quasi Experimental Design dengan Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group Design. Uji analisis bivariat menggunakan Paired t Test. Uji Pengaruh dengan Product Moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan suhu sebelum sebelum dilakukan tepid sponge sebagian besar ( 73, 34 %) berada pada suhu 38-39° Celcius. Suhu tubuh setelah dilakukan tepid sponge sebagian besar (63 %) berada pada suhu 37 -38° Celsius. Perbedaan suhu tubuh anak pada uji t berpasangan untuk kelompok intervensi diperoleh nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05). Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh. Kesimpulan penelitian ini adalah Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh Kata Kunci : Tepid Sponge, Suhu tubuh, anak pra sekolah ABSTRACT The Children are national potency, therefor the children’s development need the attention from the parents. If the grow up and the good environment, they will grow well. At the time of grow and development happen illness. This study aims to determine the influence of tepid sponge on body temperature decrease in pre school children who have fever at Ungaran hospital. The research method used is Quasi Experimental Design premises pretest-posttest Non equivalent Control Group design. The method used is Quasi Experimental Design with Pretest-Posttest Non Equivalent Control Group Design. Univariate analysis test using frequency distribution table, bivariate analysis using Paired t - test, influence analysis using Product Moment Pearson. The results showed that temperatures before the tepid sponge mostly (73, 34%) were at 38-39 ° C. Body temperature. Body temperature after tepid sponge mostly (63%) was at 37-38o C. Differences in body temperature of children in paired t test for the intervention group obtained a significance value of 0.000 (p <0.05). The application of tepid sponge 44 compress affects the decrease of body temperature. The conclusion of this research is giving of tepid sponge compress effect to decreasing body temperature. Keywords : Tepid Sponge, Body temperature, pre school children 45 LATAR BELAKANG Tepid Sponge adalah bentuk umum mandi terapeutik. Tepid Sponge dilakukan bila kien mengalami demam tinggi. Prosedur meningkatkan control kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi. Demam biasanya terjadi pada anak. (Potter dan Perry, 2012). Anak merupakan potensi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu perkembangan anak harus mendapatkan perhatian dari orang tua dan juga dari pemerintah. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik sesuai dengan keinginan dan harapan maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula, akan tetapi apabila anak tidak dipupuk dan dipelihara maka anak tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.(Wong, 2012). Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sering mengalami kejadian sakit. Kejadian sakit yang dialami anak biasanya akan diikuti dengan beberapa gejala diantaranya adalah demam. Demam akan muncul pada berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Demam dapat diartikan sebagai kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kejadian demam seringkali meningkatkan angka keasakitan dan angka kematian pada Balita. Angka Kematian balita dalam 3 tahun terakhir Di Kabupaten Semarang nenunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Namun demikian angka kematian balita ini masih disebabkan oleh penyakit infeksi. Di RSU Ungaran penyakit infeksi yang dijumpai antara lain Meningitis, Diare, ISPA/Penumonia. (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Untuk mengurangi kejadian demam dan mengurangi peningkatan suhu tubuh secara mendadak, maka tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah melakukan kompres hangat dengan metode tepid sponge . Hal ini selaras dengan penelitian Dewi, AK (2016) dengan judul “Perbedaan Penurunan Suhu tubuh antara pemberian Kompres Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam” dengan hasil ada perbedaan yang signifikan antara penurunan suhu tubuh dengan kompres hangat dan tepid sponge bath. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Metode Penelitian Studi ini menggunakan rancangan quasi eksperimental dengan metode pre and post test with control group, artinya pengumpulan data dilakukan terhadap responden pada anak yang dirawat inap. Sampel Jumlah anak prasekolah sebanyak 60 anak terbagi dua kelompok yaitu 30 anak kelompok perlakuan dan 30 anak kelompok control. anak yang dirawat inap. 46 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Prosedur tepid sponge dan Penurunan Suhu tubuh Analisa Data Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Analisis univariat Yaitu analisis yang mendeskripsikan distribusi frekuensi pada variabel faktor suhu tubuh sebelum dilakukan prosedur dan setelah dilakukan prosedur tepid sponge b. Analisis bivariat Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji pengaruh antara variabel dependent dengan variabel independent. Yaitu menguji pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak prasekolah yang mengalami demam. Pengujian variabel dilakukan dengan menggunakan uji Paired T-Test . Skala pengukuran menggunakan skala interval. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : Analisis Univariat a. Karakteristik responden adalah anak pra sekolah dimana pengelompokkan umur dari 3 tahun sampai dengan 6 tahun. Tabel 1 Distribusi responden kelompok perlakuan berdasarkan umur No Umur (tahun) Frekuensi Prosentase (%) 1. 2. 3 3–4 4-5 5-6 Total 11 15 4 30 36,7 50 13,3 100 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian usia responden pada umur 4-5 tahun (50%) b. Distribusi Suhu sebelum dilakukan tepid sponge Tabel 2 Distribusi suhu sebelum dilakukan tepid sponge No Suhu (oc) Frekuensi Prosentasi (%) 1. 2. 3 37,8- 38 38 - 39 39 - 40 4 22 4 30 13,33 73,34 13,33 99,99 Total 47 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa suhu sebelum dilakukan tepid sponge sebagian besar ( 73, 34 %) berada pada suhu 38-39° Celcius c. Distribusi suhu setelah dilakukan tepid sponge Tabel 3 Distribusi suhu setelah dilakukan tepid sponge No Suhu (oc) FrekuensI Prosentasi (%) 1. 2. 3. 4. 36- 37 37 - 38 38 - 39 39 - 40 Total 0 19 10 1 30 0 63, 3 33,3 3,3 99,99 Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa suhu tubuh setelah dilakukan tepid sponge sebagian besar (63 %) berada pada suhu 37 -38° Celsius d. Karakteristik responden adalah anak pra sekolah dimana pengelompokkan umur dari 3 tahun sampai dengan 6 tahun Tabel 4 Distribusi responden kelompok kontrol berdasarkan umur No 1. 2. 3 Umur (tahun) 3–4 4-5 5-6 Total Frekuensi 18 7 5 30 Prosentasi (%) 60 23,3 16,7 100 Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar ( 60 %) berada pada umur 3 – 4 tahun. e. Distribusi Suhu sebelum dilakukan kompres biasa Tabel 5 Distribusi suhu sebelum dilakukan kompres biasa No Suhu (oc) Frekuensi Prosentasi (%) 1. 2. 3 37,8 - 38 38 - 39 39 - 40 Total 6 21 3 30 20 70 10 100 Berdasarkan tabel 5 menunjukkan suhu sebelum sebagian besar ( 70 % pada suhu 38 - 39° Celsius 48 f. Distribusi suhu setelah dilakukan kompres biasa Tabel 6 Distribusi suhu setelah dilakukan kompres biasa No 1. 2. 3. 4. Suhu (oc) 36 - 37 37 - 38 38 - 39 39 - 40 Total Frekuensi 0 10 20 0 30 Prosentasi ((%) 0 33, 3 66,7 0 100 Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ( 66,7 %) pada suhu 38 – 39° Celsius Analisis Bivariat a. Hasil penilaian suhu tubuh sebelum dilakukan kompres tepid sponge pada kelompok intervensi dan kelompok control sebagai uji prasyarat Tabel 1 menyajikan data penilaian suhu tubuh sebelum dilakukan kompres tepid sponge. Tabel ini juga menyajikan nilai P uji homogenitas sebagai uji prasayarat. Tabel 7 Perbedaaan suhu tubuh sebelum dilakukan kompres water tepid sponge pada kelompok intervensi dan kelompok Kontrol Suhu Tubuh sebelum Intervensi n =30 Kontrol n = 30 p value Mean ±SD 38.57±0.483 38.55±0.475 0.111 Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0.111, sehingga nilai p > 0.05, maka secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan suhu tubuh sebelum dilakukan kompres water tepid sponge pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dengan kata lain, kedua kelompok tersebut homogen. b. Perbandingan suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge sebelum dan sesudah kelompok intervensi dan kontrol Penilaian suhu tubuh dengan menggunakan lembar observasi prosedur tepid sponge pada sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Data suhu tubuh pada kelompok intervensi dan control terdistribusi normal sehingga uji beda yang digunakan adalah uji paired sample T-Tes 49 Tabel 8 Perbandingan rerata skor suhu Tubuh sebelum dan sesudah dilakukan water tepid sponge untuk kelompok intervensi dan kelompok control Suhu Tubuh Sebelum mean±SD Intervensi n = 30 38,57±0.48 Kontrol n = 30 38.55±0.47 Sesudah mean±SD 37.92±0.59 38.2±0.46 p value 0.000 0.052 Berdasarkan Tabel 8, perbedaan suhu tubuh anak pada uji t berpasangan untuk kelompok intervensi diperoleh nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05). Artinya, terdapat perbedaan rerata pengukuran suhu tubuh setelah dilakukan kompres water tepid sponge. Perbedaan rerata 0.65, sehingga dapat disimpulakan hasilnya bermakna. Hasil yang diperoleh dari kelompok control menunjukannan nilai signifikasinya 0.052 (p > 0.05). sehingga dapat disimpulakn bahwa perbedaan rerata pengukuran suhu pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna. c. Pengaruh antara Kompres Water tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh Nilai selisih antara sebelum dan sesudah dilakukan prosedur water tepid sponge pada kelompok intrvensi dan kelompok control dilakukan uji beda dengan menggunakan uji independen sample t-test Tabel 9 Perbandingan peningkatan rerata suhu tubuh kelompok intervensi dan kelompok control Suhu Tubuh Mean±SD Intervensi n = 30 0.63±0.28 Kontrol n = 30 Mean difference p value 0.35±0.11 0.29 0.000 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil perbedaan rerata (mean difference) sebesar 0.29 dengan perbedaan rerata 0.28 dengan nilai IK 95% antara 0.18 -0.39 dengan perbedan rerata 0.29. sehingga bisa disimpulkan nilai p < 0.05 berarti terdapat perbedaan rerata skor penurunan suhu tubuh yang bermakna setelah dilakukan kompres water tepid sponge. Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh. PEMBAHASAN 1. Penuruhan suhu tubuh setelah dilakukan kompres water tepid sponge Hasil Pengukuran suhu sebelum dilakukan kompres water tepid sponge pada kelompok intervensi dan kelompok control menunjukkan peredaan 50 perolehan nilai. Setelah dilakukan analisis statistic terhadap mean suhu sebelum dilakukan intervensi terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0.05) yang berate suhu tubuh responden antara kelompok intervensi dan kelompok control tidak terdapat perbedaan atau sebanding. Kesetaarran Mean suhu tubuh awal antara kelompok intervensi dankelompok control telah memenuhu criteria dalam melakukan suatu penelitian eksperimen. Menurut Murti (1997), ondisi awal antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol haruslah sebanding. Dalam penelitian ini, kedua kelompok memiliki kondisi awal yang setara dan berdistribusi normal. Setelah pengukuran suhu tubuh awal, peneliti melakukan indakan keperawatan yaitu kompres dengan tehnik tepid sponge. Adapun tahapan prosedurnya adalah mencuci tangan, menutup sampiran/jendela, memakai sarung tangan, memasang pengalas dibawah tubuh anak, melepas pakaian anak, memasang selimut mandi, mencelupkan waslap ke Waskom dan mengusapkannya ke seluruh tubuh , melakukannya tindakan beberapa kali (setelah kulit kering), mengkaji perubahan suhu setiap 15-20 menit, menghentikan prosedur bila suhu tubuh mendekati normal, mengeringkan tubuh dengan handuk, merapikan kembali alat-alat melepas sarung tangan merapikan pasien, menanyakan kenyamanan pasien dan mencuci tangan. (Potter dan Perry, 2005). Hasil analisis Suhu tubuh pada kelompok intervensi terdapat penurunan mean suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge. Hasil kelompok control juga mengalami sedikit penurunan suhu tubuh. Sehingga bisa disimpulakn bahwa terdapat perbedaan yang bermakna sebelumdan sesudah dilakukan kompres tepid sponge. Penurunan nilai mean suhu tubuh ini disebabkan oleh tindakan mengkompres dengan menggunakan tehnik water tepid sponge. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa penurunan suhu tubuh merupakan efek dari pemberian kompres tepid sponge. Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka. Pada proses pemberian kompres tepid sponge ini mekanisme kerja pada kompres tersebut memberikan efek adanya penyaluran sinyal ke hipotalamus melalui keringat dan vasodilatasi perifer sehingga proses perpindahan panas yang diperoleh dari kompres tepid sponge ini berlangsung melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi dimana proses perpindahan panas melalui proses konduksi ini dimulai dari tindakan mengkompres anak dengan waslap dan proses evaporasi ini diperoleh dari adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang dilakukan sehingga terjadi proses penguapan panas menjadi keringat. Selama ini kompres air biasa atau air dingin menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam. Namun kompres dengan menggunakan air biasa atau air dingin sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataannya didapatkan bahwa demam tidak menjadi turun bahkan demam kembali naik dan sering sekali menyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi, A.K (2016) berdasarkan hasil penelitian perbedaan dalam pengaruh penurunan suhu tubuh dapat disimpulkan bahwa pemberian tepid sponge bath lebih 51 efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres air hangat. Hal ini disebabkan adanya seka tubuh pada teknik tersebut akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer di sekujur tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres air hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, dkk, (2013) bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan pada 17 responden yang diberikan kompres air hangat, rata-rata mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 1,2°C. Sedangkan 17 responden yang diberikan kompres air biasa, rata-rata mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 0,86°C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kompres air biasa atau dingin tidak efektif dilakukan pada anak yang mengalami demam, karena terdapat perbedaan jumlah penurunan derajat suhu saat diberikan kompres air hangat dan air dingin. Menurut Sodikin (2012) bahwa penggunaan air hangat dalam kompres dapat mencegah anak dari menggigil sehingga pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh. Hangat dari kompres tersebut merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi dan akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh. Sedangkan pada kompres air biasa, bahwa air dingin dalam kompres dapat menimbulkan efek menggigil pada pasien. Dingin dari kompres tersebut dapat menghambat rangsangan vasodilatasi sehingga dapat menghambat proses evaporasi dan konduksi yang pada akhirnya memperlambat penurunan suhu tubuh. 2. Pengaruh antara kompres tepid sponge dengan penurunan suhu tubuh Hasil analisis menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi, kualitas asuhan ibu antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah sama dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (homogen) setelah dilakukan intervensi berupa kompres water tepid sponge. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Suhu sebelum sebelum dilakukan tepid sponge sebagian besar ( 73, 34 %) berada pada suhu 38-39° Celcius 2. Suhu tubuh setelah dilakukan tepid sponge sebagian besar (63 %) berada pada suhu 37 -38° Celsius 3. Perbedaan suhu tubuh anak pada uji t berpasangan untuk kelompok intervensi diperoleh nilai signifikansi 0.000 (p < 0.05) 4. Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tuhuh Saran 1. Prosedur tepid sponge dapat dilakukan di rumah sakit pada anak yang mengalami demam untuk menurunkan suhu tubuh secara efektif 2. Orang tua dapat melakukan prosedur tepid sponge di rumah pada saat anak mengalami demam 52 DAFTAR PUSTAKA Al- Maqassary. 2013. Pengaruh Kompres Hangat terhadap Penurunan Suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan Hipertermia (Studi Kasus Di RSUD Tugurejo Semarang). http://www.e-jurnal.com/2013/10/pengaruh-komprestepid-sponge-hangat.html diakses tanggal 13 Maret 2017 Berthille N, 2013. Managing Fever in Children : A National Survey of Parent’s Knowledge and Practice in France, http : www.plosone.org diakses tanggal 13 maret 2017 Dewi, AK. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu tubuh antara pemberian Kompres Air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam . Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,1 (1): 63-71 diakses tanggal 13 Maret 2017 Guyton. 2009. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC. Jakarta Sreekanth Dr. K, Shaik Syfulla Sharif M.D Dr.,.Adjuvant Non Phamacotherapy With Tepid Sponging With Bath Warm Water To Reduce Duration & Severity of Viral Fevers https://www.worldwidejournals.com/indianjournal-of-applied-research(IJAR)/file.php?val=December_2015_1448965091 70.pdf. Di akses tanggal 31 Juli 2017 Matondang, Wahidiyat, Sastroasmoro. 2013. Diagnosis Fisis pada Anak. Sagung Seto. Jakarta Potter dan Perry. 2012. Buku Ketrampilan dan Prosedur Dasar. EGC.Jakarta Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 1, Jakarta: EGC Prodi D3 Keperawatan Ngudi Waluyo. 2016. Kumpulan Tools Keperawatan. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.2013 Thomas S, Vijaykumar C, Naik R, Moses PD, Antonisamy B. 2009. Comparative effectiveness of tepid sponging and antipyretic drug versus only antipyretic drug in the management of fever among children: a randomized controlled trial.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19242030, diakses tanggal 31 Juli 2017 Wong, Dona L. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. EGC. Jakarta 53 CENDEKIA UTAMA Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat STIKES Cendekia Utama Kudus P-ISSN 2252-8865 E-ISSN 2598 – 4217 Vol. 7, No. 1 Maret, 2018 Tersedia Online: htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT “CENDEKIA UTAMA” TUJUAN PENULISAN NASKAH Penerbitan Jurnal Ilmiah “Cendekia Utama” ditujukan untuk memberikan informasi hasil- hasil penelitian dalam bidang keperawatan dan kesehatan masyarakat. JENIS NASKAH Naskah yang diajukan untuk diterbitkan dapat berupa: penelitian, tinjauan kasus, dan tinjauan pustaka/literatur. Naskah merupakan karya ilmiah asli dalam lima tahun terakhir dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Ditulis dalam bentuk baku (MS Word) dan gaya bahasa ilmiah, tidak kurang dari 20 halaman, tulisan times new roman ukuran 12 font, ketikan 1 spasi , jarak tepi 3 cm, dan ukuran kertas A4. Naskah menggunakan bahasa Indonesia baku, setiap kata asing diusahakan dicari padanannya dalam bahasa Indonesia baku, kecuali jika tidak ada, tetap dituliskan dalam bahasa aslinya dengan ditulis italic. Naskah yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah tidak boleh diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan dalam naskah sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. FORMAT PENULISAN NASKAH Naskah diserahkan dalam bentuk softfile dan print–out 2 eksemplar. Naskah disusun sesuai format baku terdiri dari: Judul Naskah, Nama Penulis, Abstrak, Latar Belakang, Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan Saran, Daftar Pustaka. Judul Naskah Judul ditulis secara jelas dan singkat dalam bahasa Indonesia yang menggambarkan isi pokok/variabel, maksimum 20 kata. Judul diketik dengan huruf Book Antique, ukuran font 13, bold UPPERCASE, center, jarak 1 spasi. Nama Penulis Meliputi nama lengkap penulis utama tanpa gelar dan anggota (jika ada), disertai nama institusi/instansi, alamat institusi/instansi, kode pos, PO Box, e-mailpenulis, dan no telp. Data Penulis diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran font 11, center, jarak 1spasi Abstrak Ditulis dalam bahasa inggris dan bahasa Indonesia, dibatasi 250-300 kata dalam satu paragraf, bersifat utuh dan mandiri.Tidak boleh ada referensi. Abstrak terdiri dari: latar belakang, tujuan, metode, hasil analisa statistik, dan kesimpulan. Disertai kata kunci/ keywords. 103 Abstrak dalam Bahasa Indonesia diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran font 11, jarak 1 spasi. Abstrak Bahasa Inggris diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran font 11, italic, jarak 1spasi. Latar Belakang Berisi informasi secara sistematis/urut tentang: masalah penelitian, skala masalah, kronologis masalah, dan konsep solusiyang disajikan secara ringkas dan jelas. Bahan dan Metode Penelitian Berisi tentang: jenis penelitian, desain, populasi, jumlah sampel, teknik sampling, karakteristik responden, waktu dan tempat penelitian, instrumen yang digunakan, serta uji analisis statistik yang digunakan disajikan dengan jelas. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian hendaknya disajikan secara berkesinambungan dari mulai hasil penelitian utama hingga hasil penunjang yang dilangkapi dengan pembahasan. Hasil dan pembahasan dapat dibuat dalam suatu bagian yang sama atau terpisah. Jika ada penemuan baru, hendaknya tegas dikemukakan dalam pembahasan. Nama tabel/diagram/gambar/skema, isi beserta keterangannya ditulis dalam bahasa Indonesia dan diberi nomor sesuai dengan urutan penyebutan teks. Satuan pengukuran yang digunakan dalam naskah hendaknya mengikuti sistem internasional yang berlaku. Simpulan dan Saran Kesimpulan hasil penelitian dikemukakan secara jelas. Saran dicantumkan setelah kesimpulan yang disajikan secara teoritis dan secara praktis yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat. Ucapan Terima Kasih (apabila ada) Apabila penelitian ini disponsori oleh pihak penyandang dana tertentu, misalnya hasil penelitian yang disponsori oleh DP2M DIKTI, DINKES, dsb. Daftar Pustaka Sumber pustaka yang dikutip meliputi: jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan sumber pustaka lain yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Sumber pustaka disusun berdasarkan sistem Harvard. Jumlah acuan minimal 10 pustaka (diutamakan sumber pustaka dari jurnal ilmiah yang uptodate 10 tahun sebelumnya). Nama pengarang diawali dengan nama belakang dan diikuti dengan singkatan nama di depannya. Tanda “&” dapat digunakan dalam menuliskan nama-nama pengarang, selama penggunaannya bersifat konsisten. Cantumkan semua penulis bila tidak lebih dari 6 orang. Bila lebih dari 6 orang, tulis nama 6 penulis pertama dan selanjutnya dkk. Daftar Pustaka diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran font 12, jarak 1 spasi. TATA CARA PENULISAN NASKAH Anak Judul : Jenis huruf Times New Roman, ukuran font 12, Bold UPPERCASE Sub Judul : Jenis huruf Times New Roman, ukuran font 12, Bold, Italic Kutipan : Jenis huruf Times New Roman, ukuran font 10, italic 104 Tabel : Setiap tabel harus diketik dengan spasi 1, font 11 atau disesuaikan. Nomor tabel diurutkan sesuai dengan urutan penyebutan dalam teks (penulisan nomor tidak memakai tanda baca titik “.”). Tabel diberi judul dan subjudul secara singkat. Judul tabel ditulis diatas tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf Times New Roman dengan font 11, bold (awal kalimat huruf besar) dengan jarak 1 spasi, center. Antara judul tabel dan tabel diberi jarak 1 spasi. Bila terdapat keterangan tabel, ditulis dengan font 10, spasi 1, dengan jarak antara tabel dan keterangan tabel 1 spasi. Kolom didalam tabel tanpa garis vertical. Penjelasan semua singkatan tidak baku pada tabel ditempatkan pada catatan kaki. Gambar : Judul gambar diletakkan di bawah gambar. Gambar harus diberi nomor urut sesuai dengan pemunculan dalam teks. Grafik maupun diagram dianggap sebagai gambar. Latar belakang grafik maupun diagram polos. Gambar ditampilkan dalam bentuk 2 dimensi. Judul gambar ditulis dengan huruf Times New Roman dengan font 11, bold (pada tulisan “gambar 1”), awal kalimat huruf besar, dengan jarak 1 spasi, center Bila terdapat keterangan gambar, dituliskan setelah judul gambar. Rumus : ditulis menggunakan Mathematical Equation, center Perujukan : pada teks menggunakan aturan (penulis, tahun) Contoh Penulisan Daftar Pustaka : 1. Bersumber dari buku atau monograf lainnya i. Penulisan Pustaka Jika ada Satu penulis, dua penulis atau lebih : Sciortino, R. (2007) Menuju Kesehatan Madani. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Shortell, S. M. & Kaluzny A. D. (1997) Essential of health care management. New York: Delmar Publishers. Cheek, J., Doskatsch, I., Hill, P. & Walsh, L. (1995) Finding out: information literacy for the 21st century. South Melbourne: MacMillan Education Ausralia. ii. Editor atau penyusun sebagai penulis: Spence, B. Ed. (1993) Secondary school management in the 1990s: challenge and change. Aspects of education series, 48. London: Independent Publishers. Robinson, W.F.&Huxtable,C.R.R. eds.(1998) Clinicopathologic principles for veterinary medicine. Cambridge: Cambridge University Press. iii. Penulis dan editor: Breedlove, G.K.&Schorfeide, A.M.(2001)Adolescent pregnancy.2nded. Wiecrozek, R.R.ed.White Plains (NY): March of Dimes Education Services. iv. Institusi, perusahaan, atau organisasi sebagai penulis: Depkes Republik Indonesia (2004) Sistem kesehatan nasional. Jakarta: Depkes. 105 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Salah satu tulisan yang dikutip berada dalam buku yang berisi kumpulan berbagai tulisan. Porter, M.A. (1993) The modification of method in researching postgraduate education. In: Burgess, R.G.ed. The research process in educational settings: ten case studies. London: Falmer Press, pp.35-47. Referensi kedua yaitu buku yang dikutip atau disitasi berada di dalam buku yang lain Confederation of British Industry (1989) Towards a skills revolution: a youth charter. London: CBI. Quoted in: Bluck, R., Hilton, A., & Noon, P. (1994) Information skills in academic libraries: a teaching and learning role i higher education. SEDA Paper 82. Birmingham: Staff and Educational Development Association, p.39. Prosiding Seminar atau Pertemuan ERGOB Conference on Sugar Substitutes, 1978. Geneva, (1979). Health and Sugar Substitutes: proceedings of the ERGOB conference on sugar substitutes, Guggenheim, B. Ed. London: Basel. Laporan Ilmiah atau Laporan Teknis Yen, G.G (Oklahoma State University, School of Electrical and Computer Engineering, Stillwater, OK). (2002, Feb). Health monitoring on vibration signatures. Final Report. Arlington (VA): Air Force Office of AFRLSRBLTR020123. Contract No.: F496209810049 Karya Ilmiah, Skripsi, Thesis, atau Desertasi Martoni (2007) Fungsi Manajemen Puskesmas dan Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Posyandu di Kota Jambi. Tesis, Universitas Gadjah Mada. Artikel jurnal a. Artikel jurnal standard Sopacua, E. & Handayani,L.(2008) Potret Pelaksanaan Revitalisasi Puskesmas. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 11: 27-31. b. Artikel yang tidak ada nama penulis How dangerous is obesity? (1977) British Medical Journal, No. 6069, 28 April, p. 1115. c. Organisasi sebagai penulis Diabetes Prevention Program Research Group. (2002) Hypertension, insulin, and proinsulin in participants with impaired glucose tolerance. Hypertension, 40 (5), pp. 679-86 d. Artikel Koran Sadli,M.(2005) Akan timbul krisis atau resesi?. Kompas, 9 November, hal.6. Naskah yang tidak di publikasi Tian,D.,Araki,H., Stahl, E., Bergelson, J., & Kreitman, M. (2002) Signature of balancing selection in Arabidopsis. Proc Natl Acad Sci USA. In Press. 106 9. 10. 11. 12. 13. Buku-buku elektronik (e-book) Dronke, P. (1968) Medieval Latin and the rise of European love- lyric [Internet].Oxford: Oxford University Press. Available from: netLibraryhttp://www.netlibrary.com/ urlapi.asp?action=summary &v=1&bookid=22981 [Accessed 6 March 2001] Artikel jurnal elektronik Cotter, J. (1999) Asset revelations and debt contracting. Abacus [Internet], October, 35 (5) pp. 268-285. Available from: http://www.ingenta.com [Accessed 19 November 2001]. Web pages Rowett, S.(1998)Higher Education for capability: automous learning for life and work[Internet],Higher Education for capability.Available from:http://www.lle. mdx.ac.uk[Accessed10September2001] Web sites Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM. (2005) Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM [Internet]. Yogyakarta: S2 IKM UGM. Tersedia dalam: http://ph-ugm.org [Accessed 16 September 2009]. Email Brack, E.V. (1996) Computing and short courses. LIS-LINK 2 May 1996 [Internet discussion list]. Available from [email protected] [Accessed 15 April 1997]. 107 Vol. 2 No. 1 April 2020 JURNAL KEPERAWATAN TERPADU (Integrated Nursing Journal) http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index p-ISSN: 2406-9698 (Print) e- ISSN: 2685-0710 (Online) Vol. 2 No. 1 April 2020 Editorial Team Editor-in-Chief Moh. Arip, Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia Editorial Board 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mr. Frans Judea Samosir, Universitas Prima Indonesia, Indonesia Baiq Kirana Kitna, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia Irwan Budiana, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kupang, Indonesia dr. Baskoro Tri Laksono, RS. Biomedika Mataram, Indonesia Sitti Rusdianah, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia Mira Utami Ningsih, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Mataram, Indonesia Alamat Redaksi: Jurusan Keperawatan Mataram Poltekkes Kemenkes Mataram Kampus B Jl. Kesehatan V No.10 Pajang Timur-Mataram NTB-Indonesia, 83127 Telepon: +62 370-621383 Fax: +62 370-631160 Email: [email protected] Laman: http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index JURNAL KEPERAWATAN TERPADU (Integrated Nursing Journal) p-ISSN: 2406-9698 (Print) e-ISSN: 2685-0710 (Online) Vol. 2, No. 1, April 2020 DAFTAR ISI Pengaruh Self Hypnosis Terhadap Respon Cemas Mahasiswa Pada Ujian Tahap Akhir Program Di STIKes Buana Husada Ponorogo Yudha Anggit Jiwantoro, Afifa Ika Kridawati, Danies Tunjung Pratiwi Page 1–6 Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan Hipertermia: Studi Kasus Emy Mulyani, Nur Eni Lestari Page 7 – 14 Perilaku Pencegahan Penyakit Tidak Menular Pada Remaja Ambon Hamdan Hariawan, Martini Tidore, Greeny Z. Rahakbau Page 15 – 21 Pengetahuan dan Sikap Perawat Berhubungan dengan Pelaksanaan Patient Safety Elisa Sulistia Fitri, Kusnanto, Herdina Maryanti Page 22 – 28 Efektivitas Art Therapy terhadap Pengetahuan dan Praktik Pemeliharaan Kesehatan Gigi pada Anak Usia Prasekolah Linda Widyarani, Wiwi Kustio Priliana, Cecilya Kustanti Page 29 – 39 Konsep Diri Remaja Yang Mengalami Bullying Puji Lestari, Liyanovitasari Page 40 – 46 Pengaruh Senam Tai Chi Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia Di Balai Sosial Lanjut Usia Mandalika Fathaillah Liestanto, Dina Fitriana Page 47 – 53 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa Di RSUD Dr Harjono Ponorogo Ervan Nur Cholis, Rumpiati Rumpiati, Ike Sureni Page 54 – 63 Upaya Mengatasi Nyeri Post Op Sectio Cesaria Melalui Foot Massage Therapy Diruang Nifas RSUD Kota Mataram Masadah, Cembun, Ridawati Sulaeman Page 64 – 70 Peningkatan Pemberdayaan Keluarga Melalui PINKESGA (Paket Informasi Keluarga) Kehamilan Dalam Mengambil Keputusan Merawat Ibu Hamil Mardiatun, Dewi Purnamawati, Ely Mawaddah Page 70 – 78 JURNAL KEPERAWATAN TERPADU (Integrated Nursing Journal) http://jkt.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index p-ISSN: 2406-9698 (Print) e-ISSN: 2685-0710 (Online) Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan Hipertermia: Studi Kasus Emy Mulyani1, Nur Eni Lestari2 1 Program Profesi Ners, Sekolah Tinggi Indonesia Maju, Indonesia 2 Sekolah Tinggi Indonesia Maju, Indonesia Abstrak Hipertermia merupakan gejala yang paling sering muncul pada anak dengan Dengue Haemoragic Fever (DHF). Hipertermia dapat didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang mengalami demam peningkatan suhu ringan kisaran 37,5-38°C. Dampak yang dapat ditimbulkan jika demam tidak ditangani adalah bisa menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar. Untuk mengatasi masalah hipertermia dapat dilakukan beberapa tindakan keperawatan mandiri yang bisa dilakukan, salah satunya yaitu Tepid Water Sponge (TWS). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas TWS sebagai intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan masalah hipertermia. Desain yang digunakan adalah studi kasus pada 2 kasus anak dengan masalah hipertermia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan TWS mampu mengatasi masalah hipertermia pada anak. Hasil ini diharapkan dapat menjadi studi kasus manajemen hipertermia pada anak yang kemudian dapat dikembangkan menjadi penelitian dan landasan manajemen hipertermia pada anak. Kata kunci: Dengue Haemoragic Fever, Hipertermia, Tepid Water Sponge Abstract Hyperthermia is the most common symptom in children who suffer from Dengue Haemoragic Fever (DHF). Hyperthermia can be defined by a state of body temperature above normal as a result of an increase in the temperature control center in the hypothalamus. In children who have a fever, a mild increase in temperature ranges from 37.5 to 38 ° C. The impact that can be caused if the fever is not treated can cause brain damage, hyperpirexia which will cause shock, epilepsy, mental retardation or learning disabilities. To overcome hyperthermia problems, several independent nursing actions can be performed, one of which is Tepid Water Sponge (TWS). The purpose of this study was to identify the effect of nursing care using TWS in children with hyperthermia. The design used was a case study on 2 cases of children with hyperthermia problems. The results of this study showed that the Tepid Water Sponge action is able to overcome the problem of hyperthermia in children. This study is expected to be a case study of the management of hyperthermia in children which can then be developed into a research and management foundation for hyperthermia in children. Keywords: Dengue Haemoragic Fever, Hyperthermia, Tepid Water Sponge Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 7 PENDAHULUAN Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat sakit. Sehat adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya. Dengan demikian, apabila anak sakit akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, intelektual, dan spiritual (Supartini, 2012). Masalah kesehatan yang sering ditemukan dan sering menjadi keluhan oleh orangtua mulai dipraktik dokter sampai dengan unit gawat darurat (UGD) pada anak adalah demam yang meliputi 10-30 % dari jumlah kunjungan (Kania, 2007). Masalah demam sudah menjadi fokus perhatian tersendiri pada berbagai profesi kesehatan baik itu dokter, perawat, dan bidan. Bagi profesi perawat masalah gangguan suhu tubuh atau perubahan suhu tubuh termasuk demam sudah dirumuskan secara jelas pada North Nursing Association (Sodikin, 2012). Demam dapat didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang mengalami peningkatan suhu ringan yaitu kisaran 37,5ºC-38°C (Sodikin, 2012). Demam dapat membahayakan apabila timbul peningkatan suhu yang tinggi. Dampak yang dapat ditimbulkan jika demam tidak ditangani bisa menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar (Marcdante dkk., 2014). Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu ukuran penting yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau membaiknya keadaan penderita. Demam merupakan suatu pertanda adanya gangguan kesehatan dan hanyalah suatu keluhan dan bukan merupakan suatu diagnosis. Sebagai suatu keluhan demam merupakan keluhan kedua terbanyak setelah nyeri, jadi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui tentang demam (Hastomo & Suryadi, 2018; Lestari, 2018; Marcdante dkk., 2014). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan jumlah kasus demam pada anak usia balita di seluruh dunia mencapai 18-34 juta, anak merupakan yang paling rentan terkena demam, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Wardiyah dkk., 2016). Dari hasil survey Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Survey berbagai rumah sakit di Indonesia memperlihatkan peningkatan jumlah penderita. Sedangkan Kasus DHF pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 68.407 kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DHF tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per 100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019). Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 8 Peningkatan suhu tubuh pada balita sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ tubuhnya. Hal tersebut terjadi karena luas permukaan tubuh relatif kecil dibandingkan pada orang dewasa, menyebabkan ketidakseimbangan organ tubuhnya. Selain itu pada balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu yang cepat terhadap lingkungan. Kegawatan yang dapat terjadi ketika demam tidak segera diatasi dan suhu tubuh meningkat terlalu tinggi yaitu dapat menyebabkan dehidrasi, latergi, penurunan nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang mengancam kelangsungan hidup anak (Marcdante dkk., 2014). Demam berkepanjangan masih menjadi masalah morbiditas dan mortalitas di negara-negara tropis dan berkembang. Demam persisten atau demam berkepanjangan adalah demam yang berlangsung lebih dari delapan hari perawatan di rumah sakit, dan terkadang gagal mendeteksi penyebab demam (Latupeirissa, 2012). Hasil penelitian Bakry dkk. (2008), yang dilakukan pada 100 pasien anak di RSCM menjelaskan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab terbanyak demam pada anak yaitu 80 anak (80%) dari seluruh kasus, diikuti dengan penyakit kolagen – vascular 6 anak (6%), penyakit keganasan 5 anak (5%), serta tidak terdiagnosis 9 anak (9%). Bakry juga memaparkan bahwa sebagian besar pasien demam adalah laki-laki 59% sedangkan wanita hanya 41%. Berdasarkan kelompok usia, penderita demam terbanyak adalah kelompok usia dibawah 2 tahun sebanyak 35 anak (35%), sedangkan kelompok usia diatas 6 tahun sejumlah 19 anak (19%) kasus. Durasi demam berkepanjangan terbanyak pada pasien yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 8-30 hari. Demam memerlukan perawatan lebih lanjut, yaitu dengan menjaga agar demam yang terjadi tidak meningkat, sehingga kemungkinan anak mengalami kejang demam dan dehidrasi dapat dihindari. Terapi non farmakologi untuk demam menggunakan metode yang meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi, konduksi, konveksi, dan radiasi. Secara tradisional perawat telah menggunakan mandi tepid water sponge, yaitu dengan menggunakan air hangat (Perry & Potter, 2010). Perawatan anak demam dilakukan dengan berbagai tindakan, seperti pemberian obat penurun panas (farmakologi), pemberian cairan air yang lebih banyak dari biasanya (manajemen cairan), penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan melakukan tepid water sponge (Sodikin, 2012). Tepid water sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang dilakukan dengan cara mengelap sekujur tubuh yang dilakukan dengan cara mengelap sekujur tubuh dan melakukan kompres pada bagian tubuh tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk jangka waktu tertentu (Perry & Potter, 2010). Pada saat pemberian tepid water sponge otak akan menyangka bahwa suhu diluar panas, sehingga otak akan segera memproduksi dingin dan terjadilah penurunan suhu tubuh. dengan kompres hangat pada daerah vaskuler yang banyak, maka akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh kekulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak (Tamsuri, 2007). Tepid water sponge dilakukan apabila suhu diatas 38,5ºC dan telah mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya. Suhu air untuk kompres antara 30º-35ºC, untuk pelaksanaannya Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 9 dilakukan dalam waktu 15 sampai 20 menit dalam 1 kali pelaksanan. Panas dari kompres tersebut merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi, yang pada akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh (Alves & Almeida 2008 dalam Setiawati, 2009). Pemberian terapi tepid water sponge disertai antipiretik dapat lebih menurunkan suhu tubuh pada pasien demam dibandingkan dengan antipiretik saja. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dkk. (2009) menunjukan bahwa pada menit ke 5 setelah minum antipiretik, rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang mendapat antipiretik ditambah tepid water sponge adalah sebesar 1,3º C. Sedangkan pada kelompok anak yang hanya minum antipiretik tanpa pemberian tepid water sponge, penurunan suhu tubuh rata-rata setelah 30 menit setelah minum antipiretik sebesar 0,63º C. Hal ini menunjukan bahwa lebih besarnya penurunan suhu tubuh pada anak dengan pemberian tepid water sponge. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain studi kasus pada 2 kasus anak dengan masalah hipertermia. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap anak RS PMI Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2019 sampai dengan April 2019. Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang dirawat dengan diagnosis medis DHF yang mengalami masalah keperawatan hipertermia. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat catatan medis dan catatan keperawatan pasien yang mendapat intervensi TWS serta dengan melakukan pemeriksaan fisik dan observasi langsung terhadap pasien tersebut. Pemberian TWS dilakukan sesuai dengan prosedur operasional pemberian TWS. TWS diberikan 20-30 menit setelah diberikan antipiretik. Evaluasi efek TWS terhadap masalah keperawatan hipertemia pada anak dilakukan setelah dilakukan tindakan tepid water sponge pada 20 – 30 menit setelah pemberian antpiretik. Evaluasi ini dilakukan melalui wawancara terhadap orangtua dan pasien langsung. Analisis terhadap masalah hipertermia dilakukan dengan mengidentifikasi peningkatan suhu tubuh tubuh, perubahan warna kulit dan adanya tanda gejala dehidrasi. HASIL PENELITIAN Kasus 1, An. SL, Pasien yang pertama bernama An. SL, usia 10 Tahun, berjenis kelamin perempuan. Pasien masuk rawat di RS pada tanggal 11 Maret 2019 jam 10.00 wib, dan pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2019 jam 14.30 wib. Diagnosis medis saat masuk adalah DHF. Keluhan utama pasien saat dikaji adalah demam, ibu pasien mengatakan pasien demam sejak hari Jumat sore setelah pasien pulang sekolah. Pasien mengeluh mual dan sempat muntah-muntah sebanyak 5 kali. Pasien juga mengeluh sakit di ulu hati. Badan badan juga terasa ngilu. Akhirnya pasien dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarga. Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Salak pada saat pasien berusia 3 tahun karena Diare. Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil Tekanan Darah 100/60mmHg, Nadi 124 x/menit, suhu 39,5ºC, frekuensi nafas 28 x/menit. Asupan makanan sedikit Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 10 berkurang karena pasien mengeluh mual terutama ketika akan makan dan minum serta tidak ada selera untuk makan. Sebelum sakit pasien mengkonsumsi makanan lunak yang disedikan keluarga, demikian juga saat di rumah sakit, pasien makan makanan lunak, pasien hanya menghabiskan 4 sendok makan. Untuk cairan, sebelum sakit pasien minum 6-7 gelas sehari. Selama sakit pasien mengeluh malas untuk minum oleh karena mual. Pasien minum 4-5 gelas sehari. Kasus 2, An. A, Pasien yang kedua bernama An. A, usia 3 Tahun, berjenis kelamin perempuan. Pasien masuk rawat di RS pada tanggal 11 Maret 2019 jam 23.05 wib, dan pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Maret 2019 jam 14.30 wib. Diagnosis medis saat masuk adalah DHF. Keluhan utama pasien saat dikaji adalah demam, ibu pasien mengatakan pasien mulai demam dan pusing sejak dua hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Badan terasa sakit, lemas, mual, muntah setiap kali mau makan, muntah disertai dengan darah sedikit bercampur lendir sebanyak dua kali, mimisan satu kali. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit oleh keluarga. Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil Tekanan Darah 100/70mmHg, Nadi 124 x/menit, frekuensi nafas 28x/menit, suhu 38,8ºC. Asupan makanan berkurang karena pasien tidak ada selera untuk makan dan muntah setiap kali makan dan minum. Pasien mengkonsumsi makanan lunak yang disediakan keluarga pada saat di rumah. Pada saat di Rumah Sakit, pasien juga pendapat makanan lunak dan hanya menghabiskan 4 sendok makan dari porsi makanan yang diberikan. Sebelum sakit, asupan cairan pasien didapat dari minum 6-7 gelas air sehari dan dari sayuran dan makanan lain yang dikonsumsi. Selama sakit pasien tampak tidak mau minum. Asupan cairan dari minum berkurang karena pasien hanya minum 4-5 gelas sehari. Pada kasus pertama An SL, pada hari pertama tindakan tepid water sponge dilakukan sebanyak 2 kali. Tindakan ini dilakukan karena 2 jam setelah dilakukan tindakan, suhu tubuh klien masih diatas 38ºC. Sehingga dilakukan kembali tindakan pemberian TWS. Selama diberikan tindakan, klien kooperatif dan tampak tenang. Setelah dilakukan intervensi pemberian TWS selama 2x 2 jam, terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 2ºC. Pada hari kedua, tindakan tepid water sponge, klien kembali mengalami hipertermi dengan suhu 38,4ºC. Pada hari kedua dilakukan kembali pemberian TWS sebanyak 2 kali dengan dan didapatkan penurunan suhu 2ºC setelah dilakukan intervensi TWS selama 2x2 jam. Pada hari ketiga tindakan tepid water sponge dilakukan hanya 1 kali karena 2 jam setelah dilakukan intervensi TWS suhu tubuh klien yang semula 38,7 ºC sudah turun menjadi 37,3ºC. Pemberian TWS pada hari ketiga juga berjalan dengan baik, klien kooperatif dan tenang. Rata-rata penurunan suhu tubuh pada pasien kedua adalah 2ºC. Pada kasus kedua, pada hari pertama tindakan tepid water sponge dilakukan sebanyak 2 kali. Tindakan ini dilakukan karena 2 jam setelah dilakukan tindakan, suhu tubuh klien masih diatas 38ºC. Sehingga dilakukan kembali tindakan pemberian TWS. Selama diberikan tindakan, klien kurang kooperatif, rewel dan menangis. Setelah dilakukan intervensi pemberian TWS selama 2x 2 jam, terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 1ºC, dari suhu awal 38,3ºC menjadi 37,3ºC. Pada hari kedua, tindakan tepid water sponge, klien kembali mengalami hipertermi dengan suhu 38,6ºC. Pada Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 11 hari kedua dilakukan kembali pemberian TWS sebanyak 2 kali dengan dan didapatkan penurunan suhu 1ºC menjadi 37,6ºC setelah dilakukan intervensi TWS selama 2x2 jam. Pada hari kedua, pemberian TWS, klien lebih kooperatif dan tidak rewel. Pada hari ketiga tindakan tepid water sponge hanya dilakukan 1 kali. Suhu tubuh klien menjadi 37ºC setelah 1 x 2 jam dilakukan tindakan TWS. Suhu ini turun 1ºC dari suhu awal 38ºC. Rata-rata penurunan suhu tubuh pada pasien kedua adalah 1ºC. PEMBAHASAN Pada kasus 1 An. SL, perempuan, usia 10 tahun mengalami masalah hipertermia dengan suhu 39,5ºC. Kasus 2 An. A, perempuan, usia 3 tahun mengalami masalah hipertermia dengan suhu 38,8ºC. Semua pasien dalam kasus kelolaan ini tidak mengalami kekurangan cairan. Berdasarkan analisis hasil pengkajian didapatkan bahwa hipertermia merupakan masalah yang menjadi prioritas utama, Pada kasus pertama dan kedua sama-sama mengalami masalah utama hipertermia. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada kasus pertama dan kedua hipertermia disebabkan oleh penyakit infeksi virus dengue. Keluhan hipertermia yang dirasakan klien sama, hal tersebut terjadi oleh karena pada klien yang menderita DHF akan terjadi infeksi virus dengue sehingga terjadi proses inflamasi, yang menyebabkan aktivasi interleukin 1 di hipotalamus untuk memacu pengeluaran prostaglandin, akibatnya akan terjadi peningkatan kerja thermostat. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan terjadinya hipertermia (Sodikin, 2012). Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan hipertermia dapat dilakukan tindakan mandiri oleh perawat, salah satunya dengan pemberian tepid water sponge. Tepid water sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan tekhnik kompres blok pada pembuluh darah supervisialis dengan tekhnik seka. Pada proses tindakan tepid water sponge ini mekanisme kerja pada tindakan tersebut memberikan efek adanya penyaluran sinyal ke hipotalamus melalui keringat dan vasodilatasi perifer sehingga proses perpindahan panas yang diperoleh dari tindakan tepid water sponge (Sodikin, 2012). Hal ini berlangsung melalui dua proses yaitu konduksi dan evaporasi dimana proses perpindahan panas melalui proses konduksi ini di mulai dari tindakan mengkompres anak dengan waslap dan proses evaporasi diperoleh dari adanya seka pada tubuh saat pengusapan yang dilakukan sehingga terjadi proses penguapan panas menjadi keringat (Sodikin, 2012). Pendekatan farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan antipiretik. Sedangkan secara non farmakologis melalui pemberian cairan air yang lebih banyak dari biasanya (manajemen cairan), penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan melakukan tepid water sponge (Sodikin, 2012). Intervensi dilakukan pada pasien dengan hipertermia berupa tekhnik tepid water sponge yang mana tindakan ini dilakukan dengan cara perpaduan antara menyeka tubuh pasien dan dengan memberikan kompres hangat selama 15-20 menit dipembuluh besar pasien. Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 12 Pada penurunan suhu tubuh antara klien pertama dan kedua terdapat perbedaan sebesar 1ºC. Hal tersebut bisa terjadi oleh karena ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi penurunan suhu tubuh salah satunya yaitu faktor umur klien. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suhu tubuh (Hegner, 2003). Yang mana umur pasien kedua An. A berusia 3 tahun dibawah dari umur pasien pertama An. SL berusia 10 tahun. Anak dengan umurnya lebih besar atau tinggi badan atau berat badan lebih, memiliki permukaan tubuh yang lebih luas. Pada saat tindakan tepid water sponge dilakukan pengusapan waslap keseluruh permukaan tubuh anak, semakin luas permukaan tubuh anak semakin luas kulit yang kontak dengan waslap dan air hangat sehingga pelepasan panas baik melalui cara evaporasi maupun konveksi bisa lebih optimal (Suryadi & Yuliani, 2010). Adapun faktor lain yang bisa mempengaruhi penurunan suhu tubuh adalah faktor suhu lingkungan dan tingkat stres klien saat tindakan dilakukan. Pada faktor suhu dan lingkungan, bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh maka hypothalamus posterior merepon dengan meningkatkan produksi panas melalui peningkatan metabolism dan aktifitas otot rangka dalam bentuk menggigil. Bila suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh maka hypothalamus anterior merespon dengan meningkatkan pengeluaran panas melalui vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat. Selain itu pakaian yang digunakan oleh pasien sangat berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh. Dalam hal ini kedua pasien sama-sama menggunakan pakaian yang tipis sehingga mempengaruhi penurunan suhu tubuh . Pada kondisi stres fisik dan emosi dapat meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persyarafan. Perubahan fisiologi tersebut yang dapat meningkatkan panas. Klien yang cemas pada saat tindakan dilakukan suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal (Wong, dkk. 2008). Namun demikian pada kedua kasus tersebut sama-sama terjadi penurunan suhu tubuh, yang berarti bahwa tindakan Tepid Water Sponge efektif sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu tindakan non farmakologi yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi demam pada anak. Implikasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan masalah keperawatan hipertermia akan berdampak bagi perawat dan klien. Peran perawat dalam melakukan tindakan mandiri kepada klien akan membantu mengatasi masalah yang dialami oleh klien (Purwanti dan Winarsih, 2008). Salah satu tindakan mandiri yang bisa dilakukan oleh perawat adalah dengan memberikan tepid water sponge pada klien dengan hipertermia. Dengan pemberian tindakan tepid water sponge yang sesuai dengan prosedur yang ada, maka hasil yang diharapkan kepada klien akan dapat dicapai secara optimal. KESIMPULAN Pada pengkajian klien pertama dan kedua didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh dan masalah keperawatan hipertermia. Intervensi keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh perawat salah satunya yaitu dengan memberikan tepid water sponge. Pada dua klien yang dilakukan teknik tepid water sponge terbukti dapat menurunkan demam. Terdapat perbedaan penurunan suhu tubuh Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 13 antara kedua klien yang tidak signifikan setelah dilakukan tindakan tepid water sponge yaitu sebesar 0,2ºC. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor penurunan suhu tubuh yaitu faktor usia klien. Yang mana kasus pertama berusia 10 tahun dan kasus kedua berusia 3 tahun. DAFTAR PUSTAKA Alves, J.G.B, Almeida, N.D.C.M., & Almeida, C.D.C.M. (2008). Tepid sponging plus dipyrone versus dipyrone alone in reducing body temperature in febrile children. Sao Paulo Medical Journal. 126(2): 107-111. Hastomo, M.T., & Suryadi, B. (2018). Teknik relaksasi nafas dalam terhadap skala nyeri pada saat pemasangan infus di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia. 8(2): 436-442. https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i02.320 Kania, N. (2007). Penatalaksanaan demam pada anak. Bandung: Unpad. Latupeirissa, D. (2012). Demam berkepanjangan pada anak di RSUP Fatmawati tahun 2008-2010. Sari Pediatri. 14(4): 241-5 Lestari, N.E. (2018). Telaah Kepustakaan: Penurunan Tingkat Nyeri Menggunakan Terapi Musik Pada Anak Usia Prasekolah yang Dilakukan Pemasangan Infus. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Keris Husada. 2(1): 25-30. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., & Behrman, R.E. (2014). Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Jakarta: Saunders Elsevier. Potter, P.A & Perry A.G. (2012). Fundamental of nursing: Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Purwanti, S., & Winarsih, N. A. (2008). Pengaruh kompres hangat terhadap suhu tubuh pada pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD dr. Moewardi Surakarta. Sodikin. (2012). Prinsip perawatan demam pada anak. Jakarta: Rufaida LQ. Supartini. (2012). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC Suryadi & Yuliani. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: EGC Tamsuri. (2007). Tanda-tanda vital suhu tubuh. Jakarta: EGC. WHO. (2008). regional guidelines on dengue/ DHF prevention and control. dengue in Indonesia. Diakses dari http://www.searo.who.int/ Wardiyah, A., Setiawati, S., & Setiawan, D. (2016). Perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak yang mengalami demam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu Keperawatan. 4(1):44–56. Wong, D.L., Marilyn, H.E., David, W., Marilyn, L.W., & Patricia, S. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. Volume 1. (6 th ed.). Jakarta: EGC Vol. 2 No. 1 (2020); April Page 14 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 PERBEDAAN PENURUNAN SUHU TUBUH ANTARA PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT DENGAN TEPID SPONGE BATH PADA ANAK DEMAM Arie Kusumo Dewi1 Rumah Sakit Islam, Surabaya, Jawa Timur1 Kutipan: Dewi, A. K. (2016). Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Air Hangat Dengan Tepid Sponge Bath Pada Anak Demam. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1 (1): 63-71. INFORMASI ABSTRACT Objective: to analyze the differences in the provision of warm compresses and tepid sponge bath in a decrease in body temperature in fever children in the room Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya Korespodensi: [email protected] Keywords: warm compresses, tepid sponge bath, body temperature, fever children Methods: The design used in this study is quasy experiment with pretest and post-test design. The population in this study is children aged 1-7 years who have increased body temperature ≥38oC treated in Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya. The total sample is 90 respondents were divided into three groups: the provision of warm water compresses, group tepid sponge bath, and a control group. Sample was taken by simple random sampling technique according to inclusion criteria. The independent variable is the provision of warm compresses and giving tepid sponge bath and the dependent variable is the temperature of the body. Data were collected by using a digital thermometer and recorded in the observation sheet. Data were analyzed using one-way ANOVA to determine differences between administration decreased body temperature warm compresses and tepid sponge bath. Results: The results of this study showed a difference between providing a decrease in body temperature warm compresses and tepid sponge bath, with a significance value (p) of 0.000. Conclusion: It was concluded that the administration of tepid sponge bath with warm water greater decrease in body temperature (0C 0.57) than that of warm water compresses at 0,430C. Puskesmas dan beberapa Rumah Sakit masing-masing 4000 dan 1000 kasus perbulan, dengan angka kematian 0,8%. Di RSUD Dr Soetomo Surabaya selama periode 1991-1995 telah dirawat 586 penderita demam ( demam thypoid) dengan angka kematian 1,4% dan selama periode 1996-2000 telah dirawat 1563 penderita dengan angka kematian 1,09% ( Soewondo et al, 2007, dalam Irma Suswati ). PENDAHULUAN Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak sering mengalami sakit. Berbagai penyakit khususnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi hampir selalu disertai oleh demam. Demam diartikan sebagai kenaikan suhu tubuh di atas normal. Menurut Robert dan Edward, dalam Purwoko (2002), ada sekitar 0,05 % kejadian hipertermia pada anak di Indonesia. Di Jawa Timur, kejadian demam di 63 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, didapatkan data bahwa anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh > 380C pada bulan Juli – Agustus 2013 sebanyak 116 anak, dengan diagnosa medis : Febris Convulsi, Diare, DHF, Thypoid, Pharingitis, URI, GE, dan Pneumonia. Pada tanggal 10 September 2013, terdapat 18 anak menderita demam dari 22 anak yang sedang dirawat. Dari 18 anak yang menderita demam, terdapat 15 anak yang diberikan kompres air hangat dan 3 anak yang diberikan tepid sponge bath. dengan tehnik seka ( Corrard,2001 ). Pemberian tepid sponge bath memungkinkan aliran udara lembab membantu pelepasan panas tubuh dengan cara konveksi. Suhu tubuh lebih hangat daripada suhu udara atau suhu air memungkinkan panas akan pindah ke molekul molekul udara melalui kontak langsung dengan permukaan kulit ( Guyton, 2007 ). Pemberian tepid sponge bath ini dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubuh klien dengan air hangat. Menurut Suprapti, (2008), tepid sponge efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan. Menurut penelitian Maling, (2012) bahwa suhu tubuh pada pasien anak setelah pemberian kompres tepid sponge rata-rata dapat mengalami penurunan sebesar 1,40 C dalam waktu 20 menit. Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada beberapa macam kompres yang bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu kompres air hangat dan tepid sponge bath. Implementasi dari pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Hampir 90% dari total anak yang dirawat karena demam, diberikan kompres air hangat saja selain pemberian antipiretik. Pemberian tepid sponge bath di Rumah Sakit selama ini dilakukan sebagai bagian dari personal hygiene, sehingga perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath pada anak demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya belum diketahui dengan jelas. Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi. Dengan kompres air hangat menyebabkan suhu tubuh di luar akan hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu di luar hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh. Pemberian kompres air hangat ini dilakukan di tempat tempat tertentu di bagian tubuh. Menurut penelitian Djuwariyah, (2010) kompres air hangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh sebesar 0,710C(p<0,0001). Sebagian besar demam berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau sistemik. Oleh karena itu demam harus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkannya (Kalbaca, 2007, dalam Setiawati,2009). Dampak yang ditimbulkan demam dapat berupa penguapan cairan tubuh Kompres tepid sponge adalah sebuah tehnik kompres hangat yang menggabungkan tehnik kompres blok pada pembuluh darah supervisial 64 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang. Orang tua banyak yang menganggap demam berbahaya bagi kesehatan anak karena dapat menyebabkan kejang dan kerusakan otak (Avner, 2009). Perawat sangat berperan untuk mengatasi demam melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Untuk peran mandiri perawat dalam mengatasi demam bisa dengan memberikan kompres (Alves & Almeida, 2008, dalam Setiawati, 2009). Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge (Kolcaba,2007). yang diwakili oleh orangtua anak yang akan dilakukan penelitian diminta kesediaannya menjadi responden dengan mengisi surat pernyataan kesediaan menjadi responden dalam penelitian tersebut. Calon responden yang bersedia menjadi responden, dibedakan menjadi tiga kelompok. Pengelompokkan responden berdasarkan kemiripan suhu tubuh pada awal pengukuran (pre test). Pre test pada masing-masing kelompok berupa pengukuran suhu tubuh awal di ketiak dengan menggunakan termometer digital. Kelompok pertama yaitu responden yang mengalami peningkatan suhu tubuh >38oC diberikan tindakan kompres air hangat selama ± 10 menit, begitu juga kelompok kedua yaitu responden yang mengalami peningkatan suhu tubuh >38oC diberikan tindakan tepid sponge bath ± 10 menit.Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan tindakan kompres air hangat maupun tepid sponge bath. Selang 30 menit kemudian, masing-masing kelompok diberikan post test berupa pengukuran suhu tubuh akhir di ketiak dengan menggunakan termometer digital. Kegiatan penelitian ini dilakukan 1 x dalam sehari yaitu sore hari (15.00 – 16.00).Seluruh pengambilan data dilakukan oleh peneliti. Data hasil pengukurab suhu tubuh di tabulasi dengan dilihat selisih antara pengukuran suhu tubuh saat pre test dengan post test, kemudian dianalisis dengan uji statistik anova 1 arah untuk mengetahui perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemebrian kompres air hangat dengan tepid sponge bath dengan derajat kemaknaan p<0,005. Berdasarkan penelitian sebelumnya, belum ada penelitian tentang kompres yang menggunakan kelompok kontrol, sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya. METODE Desain penelitian ini adalah quasy eksperiment dengan jenis rancangan pre test dan post test design. Populasi pada penelitian ini adalah anak usia 1-7 tahun yang mengalami demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya pada bulan Januari-Februari 2014 sebesar 116 anak. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 90 anak yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik sampling yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Simple random sampling. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas atas dua variabel yaitu: variabel Bebas (Independent) dalam penelitian ini adalah kompres air hangat dan tepid sponge bath, dan variabel Terikat (Dependent) dalam penelitian ini adalah suhu tubuh. HASIL Berdasarkan gambar 1 responden yang paling banyak mengalami demam adalah umur 1- 3 tahun, baik kelompok pemberian kompres air hangat, Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara calon responden 65 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 kelompok pemberian tepid sponge bath maupun kelompok kontrol (tanpa diberikan kompres air hangat maupun tepid sponge bath). Berdasarkan gambar 2 responden yang paling banyak mengalami demam adalah laki-laki, baik pemberian kompres air hangat (53,3%), pemberian tepid sponge bath(60%), maupun kelompok yang tanpa perlakuan (70%). Anak dengan jenis kelamin laki-laki banyak mengalami peningkatan suhu tubuh. 66 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 25 66,7% 66,7% jumlah responden 20 53,3% 15 Kompres hangat 33,3% 10 Tepid sponge Bath 26,7% 23,3% Kontrol 5 13,3% 10% 6,7% 0 1-3 tahun 4-5 tahun 6-7 tahun umur Gambar 1 Distribusi responden berdasarkan umur pada pemberian kompres air hangat, tepid sponge bath, dan kontrol di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, Januari – Februari 2014 25 21 jumlah rerponden 20 60% 53,3% 15 46,7% 40% 10 Kompres hangat 30% Tepid Sponge bath Kontrol 5 0 Laki-laki Perempuan Gambar 2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada pemberian kompres air hangat, tepid sponge bath, dan kontrol di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, Januari – Februari 2014 67 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 Gambar 3 Distribusi responden berdasarkan diagnosa penyakit pada pemberian kompres air hangat, tepid sponge bath, dan kontrol di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya, Januari – Februari 2014 Multiple Comparisons Dependent Variable: penurunan suhu LSD (I) kelompok kompres air hangat pemakaian tepid sponge bath kontrol (J) kelompok pemakaian tepid sponge bath kontrol kompres air hangat kontrol Mean Difference (I-J) kompres air hangat pemakaian tepid sponge bath 95% Confidence Interval Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound -.15667* .06238 .014 -.2807 -.0327 .39000* .15667* .06238 .06238 .000 .014 .2660 .0327 .5140 .2807 .54667* .06238 .000 .4227 .6707 -.39000* .06238 .000 -.5140 -.2660 -.54667* .06238 .000 -.6707 -.4227 *. The mean difference is significant at the .05 level. Berdasarkan gambar 3 yang paling banyak mengalami demam adalah responden dengan diagnosa penyakit obs febris sebesar 36,6% (11 anak) pada pemberian tepid sponge bath. Sedangkan pada kelompok pemberian kompres air hangat dan kelompok tanpa perlakuan, yang paling banyak mengalami demam adalah responden dengan diagnosa thypoid sebesar 26,7% (8 anak). Diketahui nilai sig, (p) pada anova (F) sebesar 0,000 dimana lebih kecil dari taraf nyata (0,05) maka disimpulkan ada perbedaan yang signifikan, antara penurunan suhu pada kel. Penggunaan kompres air hangat, kel. Pemakaian tepid sponge bath, dan kontrol. Berdasarkan hasil analisis uji anova tunggal didapatkan hasil nilai signifikansi (p) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan suhu yang signifikan antara kelompok pemberian kompres air hangat dengan kelompok pemberian tepid sponge bath pada anak demam. 68 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 tepid sponge bath dengan air hangat efektif menurunkan demam tinggi (Perry & Potter, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa penurunan suhu tubuh dengan metode tepid sponge bath pada suhu tubuh diatas 390C memberikan selisih penurunan suhu yang lebih besar daripada peningkatan suhu tubuh di bawah 390C (Widanti, Fatimah & Mardiyah,2004). PEMBAHASAN Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi. Dengan kompres air hangat menyebabkan suhu tubuh di luar akan hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu di luar hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga akan terjadi penurunan suhu tubuh (Guyton, 2007). Pemberian kompres air hangat ini dilakukan di tempat tempat tertentu di bagian tubuh. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepid sponge bath lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres air hangat. Hal ini disebabkan adanya seka tubuh pada teknik tersebut akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer di sekujur tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres air hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus. Jumlah luas waslap yang kontak dengan pembuluh darah perifer yang berbeda antara teknik kompres air hangat dengan tepid sponge bath akan turut memberikan perbedaan hasil terhadap penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakuan tersebut. Penelitian ini didukung oleh penelitian Djuwariyah, (2010) yang mengemukakan bahwa kompres air hangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh sebesar 0,710C(p<0,0001). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, adanya perbedaan penurunan suhu sebelum dan setelah diberikan kompres air hangat karena kompres air hangat dapat menurunkan suhu dengan proses evaporasi. Adanya rerata penurunan suhu tubuh setelah dilakukan pemberian kompres air hangat kurang dari 1 derajat celcius, menunjukkan bahwa penurunan suhu ini tidak secara drastis yang akan membuat mekanisme penyesuaian tubuh yang baik. KESIMPULAN Ada perbedaan yang signifikan, antara suhu sebelum dilakukan kompres air hangat dengan suhu sesudah dilakukan kompres air hangat. Ada perbedaan yang signifikan, antara suhu sebelum dilakukan pemberian tepid sponge bath dengan suhu sesudah dilakukan tepid sponge bath. Ada perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath pada anak demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya. Seperti pada kompres air hangat, tepid sponge bath bekerja dengan cara mengirimkan impuls ke hipotalamus bahwa lingkungan sekitar sedang dalam keadaan panas. Keadaan ini akan mengakibatkan hipotalamus berespon dengan mematok set poin suhu tubuh yang lebih tinggi dengan cara menurunkan produksi dan konservasi panas tubuh (Guyton, 1997). Pemberian SARAN 69 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 Bagi orang tua anak perlu meningkatkan pengetahuan mengenai teknik kompres hangat yang tepat sesuai dengan kondisi anaknya. Orang tua juga bisa memberikan tepid sponge bath pada anaknya yang demam. Bagi bidang keperawatan untuk memperbaiki protap tindakan penurunan suhu tubuh anak demam dengan pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath. Bagi perawat pelaksana untuk memberikan asuhan keperawatan dalam usaha penurunan suhu tubuh anak demam sesuai protap yang telah ditetapkan yaitu pemberian kompres air hangat dan tepid sponge bath sebagai penyerta dalam pemberian antipiretik. Bagi peneliti lain untuk melanjutkan penelitian tentang pemberian tepid sponge bath dengan mengendalikan faktor suhu lingkungan, sehingga tidak terjadi bias dalam penelitian, dan juga penelitian lanjut tentang keefektifan antara pemberian kompres air hangat dengan tepid sponge bath. http://www.jurnalkesehatan samodrailmu/ Gabriel,1996, Fisika Kedokteran,EGC, Jakarta Guyton & Hall, 2007, Buku Saku Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta Hegner, B., 2003, Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, EGC, Jakarta Hidayat, A.A.A, 2010, Metode Penelitian Kesehatan : Paradigma Kuantitatif, Health Books Publishing, Surabaya Mahar, A.F., Allen,S.J.,Milligan,P.,et al.,1994, Tepid Sponge To Reduce Temperatur In febrile Children in a Tropical Climate, Clinical pediatric, Philadelphia Maling, Haryani & Arif,2012, Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia, Diakses 17 Oktober 2013, dari http://googlescholar.com / DAFTAR PUSTAKA Behrman, Kliegman & Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15 Vol I, EGC, Jakarta Nursalam, 2013, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis, Salemba Medika, Jakarta Bouwhuizen, M., 1986, Ilmu Keperawatan Bagian 2, EGC, Jakarta Cree, L., 1989, Science In Nursing, Philadelphia London Toranto Sydney Perry & Potter, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses Dan Praktik, Edisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta Dahlan, M.S.,2008, Statistik Untuk kedokteran Dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta Purwanti, Sri, 2008, KompresHangat Perubahan Suhu Djuwariyah, Sodikin & Mustiah, 2010, Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Khantil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, Diakses 23 September 2013, dari Pengaruh Terhadap Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermiadi Ruang Rawat Inap RSUD.Dr.Moewardi Surakarta, Diakses 17 Oktober 2013, dari http://publikasiilmiah.um s.ac.id/ 70 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016 Pusponegoro, H., 1999, Penatalaksanaan Demam, Karya Tulis Ilmiah, No. 1, Pharos Bulletin, Hal 21-25, Jakarta ACKNOWLEDGEMENT Diucapkan terima kasih kepada seluruh responden dan beberapa instansi yang turut membantu dalam penelitian ini. Setiawati, Tia, 2009, Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Dan Kenyamanan Pada Anak Usia Pra Sekolah Dan Sekolah Yang Mengalami Demam Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung, tesis Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta, Diakses 20 Oktober 2013 dari http://www.digilib.ui.ac.id/libri2 / Sharber, J.,1997, The Efficacy Of Tepid Sponge Bathing To Reduce Fever In Young Children, American Journal Emergency medical, 15(2), hal 188-192 Susanti, Nurlaili, 2012, Efektifitas KompresDingin dan Hangat Pada Penatalaksanaan Demam, Diakses 17 Oktober 2013, dari http://publikasiilmiah.uin .ac.id Soedarmo, dkk., 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi Dan Penyakit Tropis, Edisi pertama, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta Tambayong, J., 2001, Anatomi Dan Fisiologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta Widyanti, Fatimah & Mardhiyah, 2004, Gambaran Pemeliharaan Suhu Tubuh Pada Anak Tifoid Melalui Metode Tepid Sponge Dan Kompres Dingin Dengan Kombinasi Antipiretik Di Ruang A.1 Perjan Rs Hasan Sadikin Bandung, Artikel Penelitian, Vol. 5 No. IX Oktober 2003Februari 2004, Hal 75-85 71