ASUHAN KEPERAWATAN BATU GINJAL / RENAL KALKULI BATU GINJAL (RENAL KALKULI) A. Pengertian Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan mengandung komponen kristal serta matrik organik. ( Sudoyo, 2001; 134 ) Batu ginjal ( renal kalkuli ) adalah pembentukan batu di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sifat yang sangat normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencangkup PH urin dan status cairan pasien ( baru cenderung terjadi pada pasien dehidrasi ). (Smeltzer, 2001; 1460) B. Etiologi Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain: 1. PH urine yang abnormal 2. Konsentrasi zat terlarut urine 3. Stasis urine 4. Beberapa infeksi (misal: infeksi oleh bakteri yang menghasilkan urease) 5. Diet tinggi kalsium 6. Demineralisasi tulang Kebanyakan batu mengandung kalsium, sementara sisanya mengandung amoniomagnesium fosfat atau stuvit, asam urat atau sistin. ( Arif Mansjoer, 2000; 334 ) C. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari penyakit batu ginjal: 1. Obstruksi saluran kemih, hematuria, infeksi saluran kemih, kolik dan gagal ginjal 2. Batu yang kecil mungkin dapat lewat melalui uretra 3. Nyeri kolik hebat, gejala dan tanda infeksi mungkin pula terdapat 4. Kadang-kadang ada yang tidak menunjukkan gejala Terdapat beberapa gambaran klinis dari penyakit batu: 1. Nyeri ditandai dengan mula gejala yang tiba-tiba dan cukup hebat 2. Hematuria dapat terjadi karena trauma yang disebabkan oleh batu 3. Infeksi 4. Obstruksi pelvis renalis dan ureter D. Pathofisiologi Batu ginjal terjadi sebagai hasil interaksi dari tiga faktor: 1. Supersaturasi komponen-komponen pembentuk batu dalam urin 2. Ada rangsangan fisik dan kimia dalam urin yang meningkatkan pembentukan batu 3. Tidak adekuatnya komponen-komponen penghambat pembentukan batu dalam urin Sehingga pembentukan batu dalam dapat dihasilkan dari setiap kombinasi berikut: 1. Volume urin yang rendah 2. Ekskresi kalsium, asam urat atau aksalat dalam urin yang tinggi 3. PH urin yang abnormal 4. Nidus untuk presipitasi kristal 5. Defisiensi penghambat pembentuk batu seperti sitrat dan magnesium (Ovedoff, 2002: 993) Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (neufron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan. Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasienb sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok gejala ini disebut kolik uretreral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara spontan. Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien. (Smeltzer, 2001: 1461) E. Komplikasi Komplikasi dari penyakit batu ginjal: 1. Obstruksi ginjal 2. Perdarahan 3. Infeksi (Engram, 1998: 137) F. Penatalaksanaan 1. Medis Pada kebanyakan kasus, tak ada tindakan karena batu dapat melewati saluran tanpa intervensi medis untuk menghilangkan obstruksi. Farmakologi: a. Untuk mempertahankan PH urin: 1) Natrium bikarbonat untuk membuat urin lebih alkalin, pada asam pencetus batu 2) Asam askorbat untuk membuat urin lebi asam, pada alkalin pencetus batu b. Untuk mengurangi ekskresi dari subtansi pembentukan batu: 1) Diuretik tiazid untuk menurunkan ekskresi kalsium 2) Alupurinal untuk mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar asam urat plasma Pengangkatan batu melalui pembedahan: a. Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal) b. Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter) c. Sistolitotomi (batu diangkat dari kandung kemih) d. Litotripsi ultrasonik perkutan (PUL) e. Terapi pelarutan menggunakan larutan kimia khusus batu yang dimasukkan melalui selang refrostomi untuk mengirigasi area dan melarutkan batu (Engram, 1998: 137) 2. Keperawatan Penatalaksanaan keperawatan ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri. a. Peredaan segera pada nyeri hebat karena kolik uterteral atau renal diatasi dengan analgesik narkotik b. Pasien dianjutkan untuk memilih posisi yang nyaman c. Mandi air panas atau air hangat di area panggul dapat mengurangi nyeri d. Masukkan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dari dan menjamin haluaran urin yang besar C. Fokus Pengkajian Keperawatan 1. Riwayat atau adanya faktor resiko: a. Perubahan metabolik atau diet b. Imobilitas lama c. Masukan cairan takadekuat d. Riwayat batu atau infeksi saluran kemih sebelumnya e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu 2. Pemeriksaan fisik berdasarkan pada survei umum (apendiks F) dapat menunjukkan: a. Nyeri batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare c. Perubahan warna urin atau pola berkemih. Contoh urin keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urin bila masukan cairan takadekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuris bila terdapat kerusakan jaringan ginjal 3. Pemeriksaan diagnostik a. Urinalisa (UA) menunjukkan hematuria mikroskopik atau gros, SDE, perubahan pada PH dan kristal kalsium, asam urat atau sistem menunjukkan batu b. Kultur urin menandakan bakteri bila infeksi terjadi c. BUN serum dan kreatinin meningkat bila terjadi kerusakan ginjal d. SDP meningkat pada infeksi e. Pengumpulan urin 24 jam untuk klirens kreatin menurun bila kerusakan ginjal telah terjadi f. Sinar X ginjal, pielogram intravena (PIV) mendeteksi batu dan anomali yang dapat membuat pembentukan batu g. Sistoskopi memungkinkan visualisasi langsung dari saluran perkemihan untuk mendeteksi abnormalitas dan pada beberapa kasus untuk membuat batu 4. Kaji perasaan pasien tentang kondisi dan rencana terapeutik. Pasien dapat mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan dan aktivitas harian lainnya. Pasien pria dapat menunjukkan masalah tentang disfungsi seksual yang berhubungan dengan nyeri dan infeksi (Engram, 1998: 138) D. Fokus Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan cidera jaringan sekunder terhadap batu ginjal Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil: a. Tak ada nyeri b. Ekspresi wajah rileks c. Tak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri d. Frekuensi nadi: 60 – 100 x/ menit e. Frekuensi pernafasan : 12 – 24 x/ menit Intervensi: a. Monitor dan mendokumentasikan lokasi dan tempat nyeri Rasional: Peningkatan nyeri adalah indikasi dari obstruksi, sedangkan penghilangan nyeri tibatiba menunjukkan batu bergerak. b. Berikan cairan bila mual tak ada. Lakukan dan pertahankan terapi IV yang diprogramkan bila mual dan muntah terjadi Rasional: Cairan membantu membersihkan ginjal dan dapat mengeluarkan batu kecil. c. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesik dan antiemetik sebelum bergerak bila mungkin. Evaluasi keefektifannya. Rasional: Gerakan dapat meningkatkan pasase dari beberapa batu kecil dan menghalangi urin statis. 2. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada saluran ginjal Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam fungsi ginjal dalam batas normal. Kriteria hasil: Fungsi ginjal kembali normal. Intervensi: a. Pantau urin, masukan dan keluaran setiap 8 jam. Pantau tanda-tanda vital b. Saring semua urin, observasi terhadap kristal, kristal disimpan untuk dilihat dokter, kemudian kirim ke laboratorium untuk analisa komposisi Rasional: Untuk mendapatkan data-data keluarnya batu dan perubahan diet didasari komposisi batu. c. Konsul dokter bila pasien sering berkemih, jumlah sedikit dan terus menerus terasa ada dorongan untuk berkemih, setelah berkemih Rasional: Menunjukkan perkembangan obstruksi dan kebutuhan intervensi agresif. d. Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan PH urin tepat Rasional: Dengan perubahan PH urin faktor solubilitas untuk batu dapat dikontrol. 3. Ansietas berhubungan dengan faktor kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien semakin tambah paham tentang kondisi yang dialaminya. Kriteria hasil: Mengungkapkan pamahan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana terapeutik, keluhan berkurang tentang cemas, ekspresi wajah rileks. Intervensi: a. Berikan kesempatan kepada pasien dan orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan dan harapannya Rasional: Kemampuan pemecahan masalah pasien ditingkatkan bila lingkungan nyaman dan mendukung diberikan. b. Berikan informasi tentang sifat penyakit Rasional: Pengetahuan apa yang akan dirasakan membantu mengurangi ansietas. c. Berikan informasi tentang tujuan dan tindakan yang diprogramkan Rasional: Pengetahuan apa yang akan dirasakan membantu mengurangi ansietas. DAFTAR PUSTAKA Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Engram, Barbara, 1994, Buku Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selelota Kedokteran. Jilid II edisi 3, EGC, Jakarta. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 2, EGC, Jakarta. W Sudoyo, Aru, 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, FKUI, Jakarta.