OSMOREGULASI DAN TERMOREGULASI PADA IKAN AIR TAWAR Penulis: Kelompok 1: Eliska Bia Kusuma Putri Rizky Angka Wijayanto P. S : Pendidikan Biologi 1913024018 1913024048 Mata Kuliah: Fisiologi Hewan Dosen Pengampu: Dr. Tri Jalmo, M. Si. Dr. Dina Maulina, M. Si. Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung 31 Maret 2021 PENDAHULUAN Tubuh hewan 60-95% tubuhnya terdiri dari air yang tersebar dalam cairan intrasel dan ekstrasel dan sewaktu-waktu konsentrasi cairannya tersebut bisa berubah, maka keseimbangan harus dipertahankan oleh hewan melalui mekanisme yang disebut dengan osmoregulasi. Ikan yang berada pada kondisi lingkungan yang mempunyai tekanan osmosis berbeda dengan tekanan osmosis dalam tubuhnya akan mengatur tekanan osmosis dalam tubuh agar seimbang dengan lingkungannya. Peristiwa pengaturan osmosis dalam tubuh ikan disebut dengan osmoregulasi. Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan osmosis antara larutan ( biasanya kandungan garam-garam) di dalam tubuh dan diluar tubuh. Sehingga osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel permeable. Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya. PEMBAHASAN 1. Osmoregulasi Pada Ikan Air Tawar Salinitas adalah jumlah total material dalam gram, termasuk ion-ion inorganik (sodium dan klorid, fosfor organik, dan nitrogen) dan senyawa kimia (vitamin dan pigmen tanaman), yang terdapat dalam 1 kg air atau dapat juga didefinisikan sebagai konsentrasi total ion yang terdapat di perairan yang dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Salinitas air tawar kurang dari 0,5 ppt; sedangkan salinitas rata-rata di laut terbuka sekitar 35 ppt dan berkisar antara 33-37 ppt. Salinitas dapat bervariasi secara luas di daerah teluk dan estuari yang dipengaruhi oleh aliran arus, aliran air tawar, dan evapo- rasi (Stickney, 2000). Salinitas di perairan menimbulkan tekanan-tekanan osmotik yang bisa berbeda dari tekanan osmotik di dalam tubuh organisme perairan, sehingga menyebabkan organisme tersebut harus melakukan mekanisme osmoregulasi di dalam tubuhnya sebagai upaya menyeimbangkan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik lingkungan di luar tubuh (Fujaya,1999). Salinitas menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan akuatik. Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan osmosis antara larutan ( biasanya kandungan garam-garam) di dalam tubuh dan diluar tubuh. Sehingga osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel permeabel (Nicol, 1967). Pengaturan osmoregulasi ini sangat mempengaruhi metabolisme tubuh hewan perairan dalam menghasilkan energi (Ricklefs, 1997). Rahardjo (1980) menyatakan bahwa osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis tubuhnya berjalan normal. Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Osmoregulasi dapat juga didefinisikan sebagai proses homeostasis untuk menjaga agar cairan tubuh selalu berada dalam keadaan stabil atau steady state. Dengan kata lain osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Alasan utama hewan harus melakukan osmoregulasi ialah karena perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran air/zat terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan. Hewan harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya dalam rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada dilingkungannya. Perbedaan konsentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan manpat dari kondisi internal. Hanya sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai degan lingkungannya. Secara umum, hewan dibagi menjadi dua kategori besar dalam hal respons mereka terhadap stres osmotik yaitu osmoregulator, hewan yang mampu mempertahankan osmolaritas internalnya ketika berbeda dari lingkungan eksternal, dan osmokonformer yaitu hewan yang mengubah konsentrasi osmotik cairan tubuhnya untuk berkonformasi dengan medium eksternalnya. Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat permeabel terhadap lingkungan maupun larutan garam. Sifat fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air tawar dengan ikan air laut. Pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi ini merupakan proses yang sangat penting dan diperlukan bagi aktivitas fisiologis organisme air karena: 1. Untuk terjadinya proses fisiologis atau biosintesis dibutuhkan tekanan osmosis tertentu. 2. Tekanan osmotik lingkungan luar seringkali berbeda dengan tekanan osmotik cairan tubuh dan kadang-kadang perbedaan tersebut cukup ekstrem. 3. Adanya bagian tubuh organisme air yang memungkinkan untuk terjadinya aliran materi atau cairan yang masuk dan keluar dari tubuh yaitu insang dan kulit. Organ tubuh yang terlibat dalam proses osmoregulasi pada organisme air adalah insang, ginjal, dan saluran pencernaan. Insang pada ikan merupakan tempat terjadinya aliran materi yang masuk dan keluar dari dalam tubuh. Insang ikan adalah organ utama untuk regulasi osmotik dan ionik, regulasi asam-basa, dan pembuangan limbah nitrogen, serta praga utama untuk pertukaran gas. Insang pada ikan air tawar adalah organ utama untuk menyerap ion dari lingkungan encer. Materi yang masuk kemudian masuk ke saluran pencernaan. Proses masuknya air bersama materi ke dalam tubuh organisme air disebut ingesti. Selanjutnya materi akan disaring di dalam ginjal. Ginjal ikan air tawar memiliki glomerulus nefron. Pada ikan air tawar, filtrasi glomerulus dan laju aliran urin tinggi, karena jumlahnya berlebihan membuat urin encer sehingga perlu mengeluarkan air berlebih yang diperoleh melalui osmosis insang dan meminimalkan hilangnya ion dalam urin. Epitelnya memiliki permeabilitas osmotik yang rendah, sehingga memastikan urin yang sangat hipotonik (Marshall & Grosell, 2006: 181). Transporter utama pada membran ginjal adalah Na/KATPase. Dengan sifat ginjal seperti ini, maka ginjal ikan dapat menghasilkan cairan urin yang encer. Pada beberapa ikan air tawar, kandung kemih berperan meningkatkan reabsorpsi ion urin. Setelah disaring, kelebihan air akan diekskresikan melalui urine kelingkungan. Selain itu kulit juga berperan dalam proses osmoregulasi. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Beberapa ikan memiliki kulit yang sangat vaskularisasi yang mengandung banyak ionosit dengan kemampuan transportasi ion. Osmoregulasi memiliki peranan sangat vital bagi hewan. Peranan tersebut adalah: 1. Mengatur jumlah air yang terkandung di dalam cairan tubuh sehingga tekanan osmotik tetap stabil. 2. Menjaga dan mengatur kestabilan kadar zat-zat terlarut dalam cairan tubuh seperti ion Na, K, Mg, Ca, Fe, H, Cl, I dan PO4. Ion-ion ini sangat vital dalam metabolisme seperti kerja enzim, sintesis protein, pigmen respirasi, permiabilitas otot, aktivitas listrik saraf dan kontraksi otot. 3. Mengatur dan menjaga kestabilan pH cairan tubuh. Kenaky Jr. dan Karl, J. (1998) menyatakan bahwa golongan ikan menghadapi tantangan yang sulit dalam mempertahankan kandungan garam dalam tubuh karena mereka hidup di lingkungan perairan yang mempunyai tendensi untuk melepaskan air sebanyak mungkin. Konsentrasi garam pada tubuh ikan air tawar lebih tinggi dibandingkan lingkungannya sehingga kandungan garam lebih sering dikeluarkan ke perairan. Untuk mengatasi hal ini, ikan mempunyai beberapa cara, diantaranya mereka akan mengkonsumsi sejumlah air yang banyak dan sebagai konsekuensinya ikan memproduksi sejumlah besar urine (10-20 kali sama seperti hewan mamalia di darat). Golongan ikan ini menyerap sejumlah garam dan melepaskan garam tersebut ke aliran darah. Cara yang lain adalah golongan ikan ini memiliki pompa ion di bagian ginjal yang akan menangkap garam dari air serta melepaskan amonia dan hasil buangan lainnya. Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara hipertonik (hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik), atau isotonik (isoosmotik). Bagi golongan ikan yang bersifat hiperosmotik seperti ikan air tawar, air bergerak kedalam dan ion-ion keluar ke lingkungan perairan melalui cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya terjadi melalui cara dengan sedikit meminum air bahkan tidak meminum air sama sekali. Apabila terdapat kelebihan air di dalam tubuh, maka air ini dikeluarkan melalui urine. Hewan-hewan air tawar memiliki cairan tubuh bersifat hiperosmotik terhadap medium eksternalnya. Kelompok ini memiliki permasalahan osmotik sama dengan yang dihadapai oleh hewan air payau, akan tetapi pada skala yang lebih ekstrem. Hewan air tawar mengembangkan mekanisme-mekanisme osmoregulasi baik terhadap osmotik maupun ionik dengan efektivitas yang lebih baik dari pada hewan air payau. Permeabilitas permukaan tubuh hewan air tawar lebih rendah dari pada hewan air payau. Namun, moluska air tawar memiliki permeabilitas permukaan tubuh yang lebih tinggi sehingga air dapat masuk lebih mudah ke dalam tubuhnya. Influks air ke dalam tubuh dikurangi dengan semaksimal mungkin agar konsentrasi darah dari moluska lebih rendah daripada kebanyakan hewan air tawar lainnya, agar tidak membahayakan sistem fisiologis. Masuknya air ke dalam tubuh akan mereduksi konsentrasi darah. Untuk menstabilkan konsentrasi darah tersebut, baik air maupun garam harus dikeluarkan dari darah. Hewan air tawar mempertahankan kandungan garam dengan memproduksi urin yang lebih encer dari pada darah. Pada beberapa hewan kadar urin bersifat isoosmotik terhadap darah. Kendati kehilangan garam melalui urin diminimalisir, laju kehilangannya akan terus berlangsung. Pembentukan urin yang sangat encer adalah salah satu cara di mana tubuh mengurangi kelebihan air. Pada ikan air tawar air dengan mudah memasuki jaringan ikan tersebut, dan akan memengaruhi zat terlarut dalam cairan tubuhnya. Dengan kondisi konsentrasi darah yang hiperosmotik, air cenderung untuk masuk ke dalam tubuh melalui permukaan tubuh, insang, dan epitelium mulut. Garam yang diperoleh melalui makanan lebih sedikit dari pada garam yang dibuang keluar tubuh. Garam yang keluar tubuh tersebut dikompensasi dengan pengambilan secara aktif melalui insang. Dengan demikian, ikan air tawar tidak meminum air untuk mengimbangi kehilangan air dan garam. Namun, karena adanya osmoregulasi, maka pemasukan air ke dalam jaringan bisa diminimalisir sehingga fisiologi tetap berjalan normal. Jika dua sistem antara cairan tubuh dengan medium eksternalnya memiliki konsentrasi osmotik yang sama maka disebut sebagai isosmotik. Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang melalui suatu proses osmosis. Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai tekanan yang lebih besar dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Ikan air tawar harus selalu menjaga dirinya agar garam tidak melarut dan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan diserap oleh ikan menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Satusatunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang. Pada saat ikan sakit, luka atau stres, proses osmosis akan terganggu sehingga air akan lebih banyak masuk ke dalam tubuh ikan dan garam lebih banyak keluar dari tubuh. Akibatnya beban kerja ginjal ikan untuk memompa air keluar dari dalam tubuhnya meningkat. Apabila hal tersebut terus berlangsung dapat menyebabkan ginjal menjadi rusak sehingga ikan mati. Oleh karena itu osmoregulasi pada ikan air tawar sangatlah penting. 2. Termoregulasi Pada Ikan Air Tawar Ikan mempunyai temperatur internal yang sedikit lebih tinggi daripada temperatur air sekitarnya. Akan tetapi, bedanya itu biasanya kecil. Laju metabolisme pada ikan rendah. Perpindahan panas antara jaringan ikan dan lingkungan air adalah tinggi. Jadi, panas tubuh ikan banyak yang hilang melalui konduksi. Kehilangan panas terjadi hampir secepat panas tersebut dihasilkan. Dengan demikian, ikan selalu berusaha agar temperatur tubuhnya berada dalam kisaran normal. Aktivitas ikan yang meningkat menghasilkan panas yang lebih banyak. Akan tetapi, karena ikan memerlukan banyak ventilasi lewat insang, laju kehilangan panasnya juga meningkat. Temperatur tubuh sebagian besar ikan sekitar pada umumnya 1oC lebih tinggi daripada temperatur air. Pada sejumlah ikan aktif yang ukurannya lebih besar, misalnya ikan marlin, beda temperatur tersebut bisa mencapai 5-6oC. Karena itu, pengaturan temperatur pada ikan bergantung sepenuhnya kepada pengaturan perilaku berupa pemilihan bagian lingkungan air yang mempunyai temperatur yang dapat diterima oleh ikan tersebut. Bila suatu spesies ikan terperangkap dalam lingkungan air yang temperaturnya berada di atas kisaran temperatur normalnya (lebih hangat) atau di bawahnya (lebih dingin), ikan tersebut akan beraklimatisasi dengan berbagai cara. Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya (Campbell, 2004). Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahanan supaya tetap konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi konformasi protein dan enzim. Apabila aktivitas enzim terganggu, maka aktivitas sel dalam tubuh pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu tubuh akan mempengaruhi kecepatan reaksi metabolism didalam sel. Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan. Beberapa spesies bahkan mampu mengatasi perubahan temperatur secara mendadak sampai batas tertentu. Sebagai contoh, ada jenis ikan air tawar yakni ikan Ciprinus kecil yang hidup di kolam gurun pasir di Arizona, USA. Selama musim kering, kolam tersebut sangat dangkal dan hangat sekali airnya. Namun, ketika musim hujan tiba, badai hujan dapat meningkatkan volume air sampai 10 kali lipat dan menurunkan temperatur air sampai 10o C atau lebih dalam waktu beberapa menit saja. Hal menarik lainnya adalah bahwa selama musim kering terjadi pengendapan mineral pada permukaan kolam. Datangnya badai secara tibatiba dan cepat itu menyebabkan terjadi pelarutan mineral dengan cepat. Akibatnya, ikan yang hidup di kolam tersebut juga mengalami perubahan salinitas lingkungan secara mendadak dan drastis. Namun, ikan tersebut mampu mengatasi berbagai perubahan lingkungan tersebut dan bertahan hidup. Berdasarkan temperatur tubuhnya, hewan diklasifikasikan menjadi dua yaitu homeotermis dan poikilotermis (Rastogi, 2007: 205). Hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya pada kondisi yang relatif konstan ketika suhu eksternal berubah dalam kisaran yang luas disebut dengan homeotermis. Contoh hewan homeotermis adalah aves dan mamalia (Ivanov, 2006: 24). Adapun hewan-hewan yang suhu tubuhnya mengalami perubahan mengikuti suhu eksternal disebut poikilotermis. Kelompok poikilotermis meliputi invertebrata dan hewan akuatis seperti ikan dan amfibi, reptil (Kearney, Shine, & Porter, 2009: 1). Suhu tubuh hewan-hewan kelompok poikiloterm tergantung kepada suhu lingkungan, sehingga sering juga disebut dengan hewan ektoterm. Apabila suhu lingkungan tinggi, maka suhu tubuhnya akan meninggi dan apabila suhu lingkungan rendah, maka suhu tubuhnya juga akan menjadi rendah, sehubungan dengan itu, tidak akan terlalu besar memerlukan energi untuk termoregulasinya karena laju metabolismenya juga rendah dan sedikit atau tanpa adanya produksi panas. Suhu tubuh akan meningkat karena efek meningkatnya suhu lingkungan, yang akan membuat laju metabolisme dipercepat. Dengan kata lain, tidak ada laju metabolisme yang tetap pada poikilotermis atau akan berubah-ubah sesuai suhu lingkungan. Ektorerm merupakan hewan yang suhu rubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya. Perolehan panas tubuh pada hewan ektoterm tergantung pada berbagai sumber panas di lingkungan luar. Masalah yang dihadapi oleh hewan ektorerm tidak sama, tergantung pada jenis habitatnya. Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup di dalamnya tidak mengalami permasulahan suhu lingkungan yang rumit. Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh dengan cara evaporasi. Pelepasan panas melalui radiasi juga sangat kecil kemungkinannya karena air merupukan penyerap radiasi inframerah yang efektif. Pelepasan panas dari tubuh hewan (ikan) terutama terjadi melalui insang. Air juga merupakan peredam panas yang baik. Kelebihan panas dari tubuh hewan akuatik akan diserap atau dihamburkan oleh air schingga suhu tubuh ikan akan stabil dan relatif sama dengan suhu air di sekitarnya. Temperatur tubuh ikan berubah sesuai dengan temperatur lingkungannya. Semua binatang memang menghasilkan panas metabolisme untuk mempertahankan temperatur tubuhnya. Namun, hewan ektotherm tidak mampu menyesuaikan produksi panas metabolismenya atau mengendalikan kehilangan panas tubuhnya melalui mekanisme fisiologi. Karena itu, temperatur tubuhnya tidak bisa konstan dan akan berubah mengikuti perubahan temperatur luar tubuhnya. Jenis binatang yang demikian itu hanya mampu mempertahankan temperatur tubuhnya melalui penyesuaian perilaku, misalnya, dengan berpindah tempat mencari bagian habitat yang lebih dingin atau lebih hangatsesuai dengan yang diinginkannya. Melalui mekanisme pengaturan fisiologi, ikan tersebut mampu meningkatkan produksi panas metabolismenya dan sekaligus menekan kehilangan panas tubuhnya bila mereka terdedah dengan lingkungan dingin. Sebaliknya, produksi panasnya akan ditekan dan kehilangan panas tubuhnya akan ditingkatkan bila mereka berada dalam lingkungan yang panas. Semuanya itu merupakan upaya untuk mempertahankan temperatur tubuh agar selalu berada dalam kisaran normal. Hewan poikilotermis meregulasi suhu tubuhnya hanya melalui mekanisme fisika melalui tiga hal. Pertama, adanya insulasi yang sedikit. Insulasi yang sedikit memungkinkan kehilangan panas yang lebih cepat dan dapat mencegah akumulasi panas yang tersimpan dalam tubuh. Kedua, memiliki suhu inti tubuh lebih rendah dari pada suhu lingkungannya. Ketiga, pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi, panas tubuh akan dikurangi melalui evaporasi, sedangkan pada suhu lingkungan yang rendah, tidak terjadi proses regulasi spesifik untuk memproduksi panas (Rastogi, 2007: 208). Vertebrata akuatik seperti ikan, suhu tubuhnya dipertahankan untuk tetap sama dengan suhu lingkungan. Ikan memiliki laju metabolisme sangat rendah sehingga laju pertukaran panas juga menjadi rendah. Saat ikan berenang, sejumlah panas dihasilkan dari adanya aktivitas muskular yang dapat meningkatkan temperatur tubuh secara temporer, namun secepatnya akan kembali sama dengan suhu lingkungannya. Hal ini disebabkan panas tubuh yang dihasilkan dari aktivitas muskular tersebut segera ditransfer ke dalam darah dan dibawa ke insang yang kemudian segera berhu-bungan dengan air. Insang selain berperan sebagai organ respirasi yang efisien juga terlibat dalam menjaga kestabilan suhu tubuh. Mekanisme counter-current dan pembuluh darah yang berdinding tipis memfasilitasi pertukaran panas antara air dan tubuh ikan sehingga suhu tubuh akan tetap sama dengan suhu air (Carey and Gibson, 1983: 333). PENUTUP Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang melalui suatu proses osmosis. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang. Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahanan supaya tetap konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi konformasi protein dan enzim. Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan. Melalui mekanisme pengaturan fisiologi, ikan tersebut mampu meningkatkan produksi panas metabolismenya dan sekaligus menekan kehilangan panas tubuhnya bila mereka terdedah dengan lingkungan dingin. Sebaliknya, produksi panasnya akan ditekan dan kehilangan panas tubuhnya akan ditingkatkan bila mereka berada dalam lingkungan yang panas. DAFTAR PUSTAKA Campbell. 2004. Biology. Jakarta: Erlangga Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.Fujaya Delfita, Rina. 2019. Fisiologi Hewan Komparatif. IAIN Batusangkar: Prenadamedia Group. Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makasar, 217 hlm. Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Karnaky Jr. and Karl, J., 1998. "Osmotic and Ionic Regulation." In The Physiology of Fishes. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press. Kay, Ian. 1998. Introduction To Animal Physiology. Manchester: Bios Scientifik Publisher. Nicol, J.A.C., 1967. The biology of marine animals. 2d ed. Wiley.Interscience, New York. Rahadjo, M.F. 1980. Ikhtiologi. Sistem Urogenetal. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor, hlm. 85-96. Stickney, R.R. 2000. Encyclopedia of aquaculture. A Wiley Interscience Publication John Wiley & Sons, Inc. The United States of America, 1,063 pp. Taufik, dan Kusrini. 2006. Peran Hormon dan Syaraf Pada Osmoregulasi Hewan Air. Media Akuakultur. Vol. 1, No. 2. .