Uploaded by User98951

Osmoregulasi dan Termoregulasi Pada Ikan Air Tawar

advertisement
OSMOREGULASI DAN TERMOREGULASI
PADA IKAN AIR TAWAR
Penulis:
Kelompok 1: Eliska Bia Kusuma Putri
Rizky Angka Wijayanto
P. S
: Pendidikan Biologi
1913024018
1913024048
Mata Kuliah: Fisiologi Hewan
Dosen Pengampu: Dr. Tri Jalmo, M. Si.
Dr. Dina Maulina, M. Si.
Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
31 Maret 2021
PENDAHULUAN
Tubuh hewan 60-95% tubuhnya terdiri dari air yang tersebar dalam cairan
intrasel dan ekstrasel dan sewaktu-waktu konsentrasi cairannya tersebut bisa
berubah, maka keseimbangan harus dipertahankan oleh hewan melalui mekanisme
yang disebut dengan osmoregulasi. Ikan yang berada pada kondisi lingkungan
yang mempunyai tekanan osmosis berbeda dengan tekanan osmosis dalam
tubuhnya akan mengatur tekanan osmosis dalam tubuh agar seimbang dengan
lingkungannya. Peristiwa pengaturan osmosis dalam tubuh ikan disebut dengan
osmoregulasi. Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya
perbedaan tekanan osmosis antara larutan ( biasanya kandungan garam-garam) di
dalam tubuh dan diluar tubuh. Sehingga osmoregulasi merupakan upaya hewan air
untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya
dengan lingkungan melalui sel permeable.
Termoregulasi
adalah
suatu
mekanisme
makhluk
hidup
untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir.
Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan
menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya
makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan
molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme
hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja.
Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya)
yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh
meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan
kehilangan fungsinya.
PEMBAHASAN
1.
Osmoregulasi Pada Ikan Air Tawar
Salinitas adalah jumlah total material dalam gram, termasuk ion-ion inorganik
(sodium dan klorid, fosfor organik, dan nitrogen) dan senyawa kimia (vitamin dan
pigmen tanaman), yang terdapat dalam 1 kg air atau dapat juga didefinisikan
sebagai konsentrasi total ion yang terdapat di perairan yang dinyatakan dalam
satuan g/kg atau promil (‰). Salinitas air tawar kurang dari 0,5 ppt; sedangkan
salinitas rata-rata di laut terbuka sekitar 35 ppt dan berkisar antara 33-37 ppt.
Salinitas dapat bervariasi secara luas di daerah teluk dan estuari yang dipengaruhi
oleh aliran arus, aliran air tawar, dan evapo- rasi (Stickney, 2000).
Salinitas di perairan menimbulkan tekanan-tekanan osmotik yang bisa
berbeda dari tekanan osmotik di dalam tubuh organisme perairan, sehingga
menyebabkan organisme tersebut harus melakukan mekanisme osmoregulasi di
dalam tubuhnya sebagai upaya menyeimbangkan tekanan osmotik tubuh dengan
tekanan osmotik lingkungan di luar tubuh (Fujaya,1999).
Salinitas menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan akuatik.
Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan
osmosis antara larutan ( biasanya kandungan garam-garam) di dalam tubuh dan
diluar tubuh. Sehingga osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya
dengan lingkungan melalui sel permeabel (Nicol, 1967). Pengaturan osmoregulasi
ini sangat mempengaruhi metabolisme tubuh hewan perairan dalam menghasilkan
energi (Ricklefs, 1997).
Rahardjo (1980) menyatakan bahwa osmoregulasi adalah pengaturan tekanan
osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses
fisiologis tubuhnya berjalan normal. Osmoregulasi adalah proses mengatur
konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan
tubuh oleh sel atau organisme hidup. Osmoregulasi dapat juga didefinisikan
sebagai proses homeostasis untuk menjaga agar cairan tubuh selalu berada dalam
keadaan stabil atau steady state. Dengan kata lain osmoregulasi adalah proses
untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam
tubuh hewan.
Alasan utama hewan harus melakukan osmoregulasi ialah karena perubahan
keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan
terjadinya perubahan arah aliran air/zat terlarut menuju ke arah yang tidak
diharapkan. Hewan harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya
dalam rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi
yang tepat dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada
dilingkungannya. Perbedaan konsentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan
manpat dari kondisi internal. Hanya sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi
cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai degan lingkungannya. Secara umum, hewan
dibagi menjadi dua kategori besar dalam hal respons mereka terhadap stres
osmotik yaitu osmoregulator, hewan yang mampu mempertahankan osmolaritas
internalnya ketika berbeda dari lingkungan eksternal, dan osmokonformer yaitu
hewan yang mengubah konsentrasi osmotik cairan tubuhnya untuk berkonformasi
dengan medium eksternalnya. Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena
tubuh ikan bersifat permeabel terhadap lingkungan maupun larutan garam. Sifat
fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses
osmoregulasi antara ikan air tawar dengan ikan air laut.
Pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi ini merupakan proses yang
sangat penting dan diperlukan bagi aktivitas fisiologis organisme air karena:
1. Untuk terjadinya proses fisiologis atau biosintesis dibutuhkan tekanan
osmosis tertentu.
2. Tekanan osmotik lingkungan luar seringkali berbeda dengan tekanan
osmotik cairan tubuh dan kadang-kadang perbedaan tersebut cukup
ekstrem.
3. Adanya bagian tubuh organisme air yang memungkinkan untuk terjadinya
aliran materi atau cairan yang masuk dan keluar dari tubuh yaitu insang
dan kulit.
Organ tubuh yang terlibat dalam proses osmoregulasi pada organisme air
adalah insang, ginjal, dan saluran pencernaan. Insang pada ikan merupakan tempat
terjadinya aliran materi yang masuk dan keluar dari dalam tubuh. Insang ikan
adalah organ utama untuk regulasi osmotik dan ionik, regulasi asam-basa, dan
pembuangan limbah nitrogen, serta praga utama untuk pertukaran gas. Insang
pada ikan air tawar adalah organ utama untuk menyerap ion dari lingkungan
encer. Materi yang masuk kemudian masuk ke saluran pencernaan. Proses
masuknya air bersama materi ke dalam tubuh organisme air disebut ingesti.
Selanjutnya materi akan disaring di dalam ginjal. Ginjal ikan air tawar memiliki
glomerulus nefron. Pada ikan air tawar, filtrasi glomerulus dan laju aliran urin
tinggi, karena jumlahnya berlebihan membuat urin encer sehingga perlu
mengeluarkan air berlebih yang diperoleh melalui osmosis insang dan
meminimalkan hilangnya ion dalam urin. Epitelnya memiliki permeabilitas
osmotik yang rendah, sehingga memastikan urin yang sangat hipotonik (Marshall
& Grosell, 2006: 181). Transporter utama pada membran ginjal adalah Na/KATPase. Dengan sifat ginjal seperti ini, maka ginjal ikan dapat menghasilkan
cairan urin yang encer. Pada beberapa ikan air tawar, kandung kemih berperan
meningkatkan reabsorpsi ion urin. Setelah disaring, kelebihan air akan
diekskresikan melalui urine kelingkungan. Selain itu kulit juga berperan dalam
proses osmoregulasi. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan kedap, sehingga
garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Beberapa ikan
memiliki kulit yang sangat vaskularisasi yang mengandung banyak ionosit dengan
kemampuan transportasi ion.
Osmoregulasi memiliki peranan sangat vital bagi hewan. Peranan tersebut
adalah:
1. Mengatur jumlah air yang terkandung di dalam cairan tubuh sehingga
tekanan osmotik tetap stabil.
2. Menjaga dan mengatur kestabilan kadar zat-zat terlarut dalam cairan tubuh
seperti ion Na, K, Mg, Ca, Fe, H, Cl, I dan PO4. Ion-ion ini sangat vital
dalam metabolisme seperti kerja enzim, sintesis protein, pigmen respirasi,
permiabilitas otot, aktivitas listrik saraf dan kontraksi otot.
3. Mengatur dan menjaga kestabilan pH cairan tubuh.
Kenaky Jr. dan Karl, J. (1998) menyatakan bahwa golongan ikan menghadapi
tantangan yang sulit dalam mempertahankan kandungan garam dalam tubuh
karena mereka hidup di lingkungan perairan yang mempunyai tendensi untuk
melepaskan air sebanyak mungkin. Konsentrasi garam pada tubuh ikan air tawar
lebih tinggi dibandingkan lingkungannya sehingga kandungan garam lebih sering
dikeluarkan ke perairan. Untuk mengatasi hal ini, ikan mempunyai beberapa cara,
diantaranya mereka akan mengkonsumsi sejumlah air yang banyak dan sebagai
konsekuensinya ikan memproduksi sejumlah besar urine (10-20 kali sama seperti
hewan mamalia di darat). Golongan ikan ini menyerap sejumlah garam dan
melepaskan garam tersebut ke aliran darah. Cara yang lain adalah golongan ikan
ini memiliki pompa ion di bagian ginjal yang akan menangkap garam dari air serta
melepaskan amonia dan hasil buangan lainnya.
Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara hipertonik
(hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik), atau isotonik (isoosmotik).
Bagi
golongan ikan yang bersifat hiperosmotik seperti ikan air tawar, air bergerak
kedalam dan ion-ion keluar ke lingkungan perairan melalui cara difusi.
Keseimbangan cairan tubuhnya terjadi melalui cara dengan sedikit meminum air
bahkan tidak meminum air sama sekali. Apabila terdapat kelebihan air di dalam
tubuh, maka air ini dikeluarkan melalui urine.
Hewan-hewan air tawar memiliki cairan tubuh bersifat hiperosmotik terhadap
medium eksternalnya. Kelompok ini memiliki permasalahan osmotik sama
dengan yang dihadapai oleh hewan air payau, akan tetapi pada skala yang lebih
ekstrem. Hewan air tawar mengembangkan mekanisme-mekanisme osmoregulasi
baik terhadap osmotik maupun ionik dengan efektivitas yang lebih baik dari pada
hewan air payau. Permeabilitas permukaan tubuh hewan air tawar lebih rendah
dari pada hewan air payau. Namun, moluska air tawar memiliki permeabilitas
permukaan tubuh yang lebih tinggi sehingga air dapat masuk lebih mudah ke
dalam tubuhnya. Influks air ke dalam tubuh dikurangi dengan semaksimal
mungkin agar konsentrasi darah dari moluska lebih rendah daripada kebanyakan
hewan air tawar lainnya, agar tidak membahayakan sistem fisiologis. Masuknya
air ke dalam tubuh akan mereduksi konsentrasi darah. Untuk menstabilkan
konsentrasi darah tersebut, baik air maupun garam harus dikeluarkan dari darah.
Hewan air tawar mempertahankan kandungan garam dengan memproduksi urin
yang lebih encer dari pada darah. Pada beberapa hewan kadar urin bersifat
isoosmotik terhadap darah. Kendati kehilangan garam melalui urin diminimalisir,
laju kehilangannya akan terus berlangsung. Pembentukan urin yang sangat encer
adalah salah satu cara di mana tubuh mengurangi kelebihan air.
Pada ikan air tawar air dengan mudah memasuki jaringan ikan tersebut, dan
akan memengaruhi zat terlarut dalam cairan tubuhnya. Dengan kondisi
konsentrasi darah yang hiperosmotik, air cenderung untuk masuk ke dalam tubuh
melalui permukaan tubuh, insang, dan epitelium mulut. Garam yang diperoleh
melalui makanan lebih sedikit dari pada garam yang dibuang keluar tubuh. Garam
yang keluar tubuh tersebut dikompensasi dengan pengambilan secara aktif melalui
insang. Dengan demikian, ikan air tawar tidak meminum air untuk mengimbangi
kehilangan air dan garam. Namun, karena adanya osmoregulasi, maka pemasukan
air ke dalam jaringan bisa diminimalisir sehingga fisiologi tetap berjalan normal.
Jika dua sistem antara cairan tubuh dengan medium eksternalnya memiliki
konsentrasi osmotik yang sama maka disebut sebagai isosmotik.
Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk ke dalam tubuh ikan
melalui insang
melalui suatu proses osmosis. Cairan tubuh ikan air tawar
mempunyai tekanan yang lebih besar dari lingkungan sehingga garam-garam
cenderung keluar dari tubuh. Ikan air tawar harus selalu menjaga dirinya agar
garam tidak melarut dan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan
diserap oleh ikan menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan
keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus,
melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam
melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan
kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Satusatunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang.
Pada saat ikan sakit, luka atau stres, proses osmosis akan terganggu sehingga
air akan lebih banyak masuk ke dalam tubuh ikan dan garam lebih banyak keluar
dari tubuh. Akibatnya beban kerja ginjal ikan untuk memompa air keluar dari
dalam tubuhnya meningkat. Apabila hal tersebut terus berlangsung dapat
menyebabkan ginjal menjadi rusak sehingga ikan mati. Oleh karena itu
osmoregulasi pada ikan air tawar sangatlah penting.
2. Termoregulasi Pada Ikan Air Tawar
Ikan mempunyai temperatur internal yang sedikit lebih tinggi daripada
temperatur air sekitarnya. Akan tetapi, bedanya itu biasanya kecil. Laju
metabolisme pada ikan rendah. Perpindahan panas antara jaringan ikan dan
lingkungan air adalah tinggi. Jadi, panas tubuh ikan banyak yang hilang melalui
konduksi. Kehilangan panas terjadi hampir secepat panas tersebut dihasilkan.
Dengan demikian, ikan selalu berusaha agar temperatur tubuhnya berada dalam
kisaran normal. Aktivitas ikan yang meningkat menghasilkan panas yang lebih
banyak. Akan tetapi, karena ikan memerlukan banyak ventilasi lewat insang, laju
kehilangan panasnya juga meningkat. Temperatur tubuh sebagian besar ikan
sekitar pada umumnya 1oC lebih tinggi daripada temperatur air. Pada sejumlah
ikan aktif yang ukurannya lebih besar, misalnya ikan marlin, beda temperatur
tersebut bisa mencapai 5-6oC.
Karena itu, pengaturan temperatur pada ikan
bergantung sepenuhnya kepada pengaturan perilaku berupa pemilihan bagian
lingkungan air yang mempunyai temperatur yang dapat diterima oleh ikan
tersebut. Bila suatu spesies ikan terperangkap dalam lingkungan air yang
temperaturnya berada di atas kisaran temperatur normalnya (lebih hangat) atau di
bawahnya (lebih dingin), ikan tersebut akan beraklimatisasi dengan berbagai cara.
Termoregulasi
adalah
suatu
mekanisme
makhluk
hidup
untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir.
Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan
menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya
makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan
molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme
hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja.
Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya)
yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh
meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan
kehilangan fungsinya (Campbell, 2004).
Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahanan supaya
tetap konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi konformasi
protein dan enzim. Apabila aktivitas enzim terganggu, maka aktivitas sel dalam
tubuh pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu tubuh akan
mempengaruhi kecepatan reaksi metabolism didalam sel. Kedua, perubahan suhu
tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik yang dimiliki oleh setiap molekul zat
sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada
berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan.
Beberapa spesies bahkan mampu mengatasi perubahan temperatur secara
mendadak sampai batas tertentu. Sebagai contoh, ada jenis ikan air tawar yakni
ikan Ciprinus kecil yang hidup di kolam gurun pasir di Arizona, USA. Selama
musim kering, kolam tersebut sangat dangkal dan hangat sekali airnya. Namun,
ketika musim hujan tiba, badai hujan dapat meningkatkan volume air sampai 10
kali lipat dan menurunkan temperatur air sampai 10o C atau lebih dalam waktu
beberapa menit saja. Hal menarik lainnya adalah bahwa selama musim kering
terjadi pengendapan mineral pada permukaan kolam. Datangnya badai secara tibatiba dan cepat itu menyebabkan terjadi pelarutan mineral dengan cepat.
Akibatnya, ikan yang hidup di kolam tersebut juga mengalami perubahan salinitas
lingkungan secara mendadak dan drastis. Namun, ikan tersebut mampu mengatasi
berbagai perubahan lingkungan tersebut dan bertahan hidup.
Berdasarkan temperatur tubuhnya, hewan diklasifikasikan menjadi dua yaitu
homeotermis dan poikilotermis (Rastogi, 2007: 205). Hewan yang dapat menjaga
suhu tubuhnya pada kondisi yang relatif konstan ketika suhu eksternal berubah
dalam kisaran yang luas disebut dengan homeotermis. Contoh hewan
homeotermis adalah aves dan mamalia (Ivanov, 2006: 24). Adapun hewan-hewan
yang suhu tubuhnya mengalami perubahan mengikuti suhu eksternal disebut
poikilotermis. Kelompok poikilotermis meliputi invertebrata dan hewan akuatis
seperti ikan dan amfibi, reptil (Kearney, Shine, & Porter, 2009: 1).
Suhu tubuh hewan-hewan kelompok poikiloterm tergantung kepada suhu
lingkungan, sehingga sering juga disebut dengan hewan ektoterm. Apabila suhu
lingkungan tinggi, maka suhu tubuhnya akan meninggi dan apabila suhu
lingkungan rendah, maka suhu tubuhnya juga akan menjadi rendah, sehubungan
dengan itu, tidak akan terlalu besar memerlukan energi untuk termoregulasinya
karena laju metabolismenya juga rendah dan sedikit atau tanpa adanya produksi
panas. Suhu tubuh akan meningkat karena efek meningkatnya suhu lingkungan,
yang akan membuat laju metabolisme dipercepat. Dengan kata lain, tidak ada laju
metabolisme yang tetap pada poikilotermis atau akan berubah-ubah sesuai suhu
lingkungan.
Ektorerm merupakan hewan yang suhu rubuhnya dipengaruhi oleh suhu
lingkungan sekitarnya. Perolehan panas tubuh pada hewan ektoterm tergantung
pada berbagai sumber panas di lingkungan luar. Masalah yang dihadapi oleh
hewan ektorerm tidak sama, tergantung pada jenis habitatnya. Suhu pada
lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup di dalamnya tidak
mengalami permasulahan suhu lingkungan yang rumit. Dalam lingkungan
akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh dengan cara evaporasi.
Pelepasan panas melalui radiasi juga sangat kecil kemungkinannya karena air
merupukan penyerap radiasi inframerah yang efektif. Pelepasan panas dari tubuh
hewan (ikan) terutama terjadi melalui insang. Air juga merupakan peredam panas
yang baik. Kelebihan panas dari tubuh hewan akuatik akan diserap atau
dihamburkan oleh air schingga suhu tubuh ikan akan stabil dan relatif sama
dengan suhu air di sekitarnya.
Temperatur tubuh ikan berubah sesuai dengan temperatur lingkungannya.
Semua
binatang
memang
menghasilkan
panas
metabolisme
untuk
mempertahankan temperatur tubuhnya. Namun, hewan ektotherm tidak mampu
menyesuaikan produksi panas metabolismenya atau mengendalikan kehilangan
panas tubuhnya melalui mekanisme fisiologi. Karena itu, temperatur tubuhnya
tidak bisa konstan dan akan berubah mengikuti perubahan temperatur luar
tubuhnya. Jenis binatang yang demikian itu hanya mampu mempertahankan
temperatur tubuhnya melalui penyesuaian perilaku, misalnya, dengan berpindah
tempat mencari bagian habitat yang lebih dingin atau lebih hangatsesuai dengan
yang diinginkannya.
Melalui mekanisme pengaturan fisiologi, ikan tersebut mampu meningkatkan
produksi panas metabolismenya dan sekaligus menekan kehilangan panas
tubuhnya bila mereka terdedah dengan lingkungan dingin. Sebaliknya, produksi
panasnya akan ditekan dan kehilangan panas tubuhnya akan ditingkatkan bila
mereka berada dalam lingkungan yang panas. Semuanya itu merupakan upaya
untuk mempertahankan temperatur tubuh agar selalu berada dalam kisaran
normal.
Hewan poikilotermis meregulasi suhu tubuhnya hanya melalui mekanisme
fisika melalui tiga hal. Pertama, adanya insulasi yang sedikit. Insulasi yang sedikit
memungkinkan kehilangan panas yang lebih cepat dan dapat mencegah akumulasi
panas yang tersimpan dalam tubuh. Kedua, memiliki suhu inti tubuh lebih rendah
dari pada suhu lingkungannya. Ketiga, pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi,
panas tubuh akan dikurangi melalui evaporasi, sedangkan pada suhu lingkungan
yang rendah, tidak terjadi proses regulasi spesifik untuk memproduksi panas
(Rastogi, 2007: 208).
Vertebrata akuatik seperti ikan, suhu tubuhnya dipertahankan untuk tetap
sama dengan suhu lingkungan. Ikan memiliki laju metabolisme sangat rendah
sehingga laju pertukaran panas juga menjadi rendah. Saat ikan berenang, sejumlah
panas dihasilkan dari adanya aktivitas muskular yang dapat meningkatkan
temperatur tubuh secara temporer, namun secepatnya akan kembali sama dengan
suhu lingkungannya. Hal ini disebabkan panas tubuh yang dihasilkan dari
aktivitas muskular tersebut segera ditransfer ke dalam darah dan dibawa ke insang
yang kemudian segera berhu-bungan dengan air. Insang selain berperan sebagai
organ respirasi yang efisien juga terlibat dalam menjaga kestabilan suhu tubuh.
Mekanisme counter-current dan pembuluh darah yang berdinding tipis
memfasilitasi pertukaran panas antara air dan tubuh ikan sehingga suhu tubuh
akan tetap sama dengan suhu air (Carey and Gibson, 1983: 333).
PENUTUP
Osmoregulasi
adalah
proses
mengatur
konsentrasi
cairan
dan
menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau
organisme hidup. Pada ikan air tawar, air secara terus-menerus masuk ke dalam
tubuh ikan melalui insang melalui suatu proses osmosis. Ikan mempertahankan
keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus,
melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam
melalui sel-sel khusus pada insang.
Termoregulasi
adalah
suatu
mekanisme
makhluk
hidup
untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir.
Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahanan supaya tetap
konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi konformasi protein
dan enzim. Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadap energi kinetik
yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan
memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling
bertumbukan. Melalui mekanisme pengaturan fisiologi, ikan tersebut mampu
meningkatkan produksi panas metabolismenya dan sekaligus menekan kehilangan
panas tubuhnya bila mereka terdedah dengan lingkungan dingin. Sebaliknya,
produksi panasnya akan ditekan dan kehilangan panas tubuhnya akan ditingkatkan
bila mereka berada dalam lingkungan yang panas.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2004. Biology. Jakarta: Erlangga
Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.Fujaya
Delfita, Rina. 2019.
Fisiologi Hewan
Komparatif. IAIN Batusangkar:
Prenadamedia Group.
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin Makasar, 217 hlm.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Karnaky Jr. and Karl, J., 1998. "Osmotic and Ionic Regulation." In The
Physiology of Fishes. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press.
Kay, Ian. 1998. Introduction To Animal Physiology. Manchester: Bios Scientifik
Publisher.
Nicol, J.A.C., 1967. The biology of marine animals. 2d ed. Wiley.Interscience,
New York.
Rahadjo, M.F. 1980. Ikhtiologi. Sistem Urogenetal. Fakultas Perikanan, IPB.
Bogor, hlm. 85-96.
Stickney, R.R. 2000. Encyclopedia of aquaculture. A Wiley Interscience
Publication John Wiley & Sons, Inc. The United States of America, 1,063
pp.
Taufik, dan Kusrini. 2006. Peran Hormon dan Syaraf Pada Osmoregulasi Hewan
Air. Media Akuakultur. Vol. 1, No. 2.
.
Download