Uploaded by User60211

MAKALAH PENGARUH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perkembangan teknologi informasi sudah menjadi elemen
penting bagi seluruh lapisan masyarakat dalam bersosialisasi dan berinteraksi.
Teknologi informasi ini sendiri merupakan sebuah bidang ilmu yang
mempelajari tentang perangkat-perangkat informasi baik itu perangkat lunak
maupun perangkat keras yang berfungsi untuk mengolah dan menghasilkan
informasi maupun menyampaikan suatu informasi tersebut ke perangkat
informasi lainnya.
Internet dan teknologi informasi sendiri merupakan inovasi baru pada
dekade terakhir ini yang mempengaruhi kehidupan manusia. Beberapa
aktifitas manusia berubah secara signifikan dengan mengambil keuntungan
dari efisiensi, efektifitas dan mobilitas. Sayangnya, kemajuan teknologi ini
juga memperkenalkan permasalahan-permasalahan baru saat digunakan
secara tidak tepat atau menyalahi dari yang semestinya. Kejahatan Cyber
(Cybercrime) adalah bentuk ancaman baru yang belum pernah ada
sebelumnya pada masyarakat dunia. Hacking, Cracking, Defacing, Sniffing,
Carding, Phising, Spaming, Scam adalah sederet kejahatan internet yang
cukup berbahaya dan telah menimbulkan kerugian nyata pada banyak pihak.1
Selama ini, terutama di kalangan yuris, ada kecenderungan atau
setidaknya kesan untuk mengedepankan aspek hukum dalam setiap
pembahasan upaya penanggulangan kejahatan berteknologi tinggi. Dalam
menghadapi merebaknya cyber crime di Indonesia, misalnya, selalu saja yang
disebut-sebut kegagalan dalam mengungkap para pelaku adalah karena masih
minim dan belum sempurnanya cyber law di Indonesia. Sementara aspek lain
seperti sosial, ekonomi, politik dan budaya hampir tidak pernah digarap.
Padahal dalam khasanah penanggulangan
terdapat politik kriminal yang
menempatkan pendekatan nonpenal pada posisi yang strategis.
1
Widyopramono. 1994. Kejahatan di Bidang Komputer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal. 23
1
Pemerintah memandang Undang-undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) mutlak diperlukan bagi negara Indonesia, karena
saat ini Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menggunakan dan
memanfaatkan teknologi informasi secara luas dan efisien. Sehingga
pemrintah pada tanggal 26 April 2008 mensahkan berlakunya Undangundang tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE). Undang-undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimaksudkan dapat memberikan
banyak manfaat, diantaranya untuk menjamin kepastian hukum bagi
masyarakat yang melakukan transaksi elektronik, mendorong pertumbuhan
ekonomi, mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi dan
melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi
informasi.
Pembentukan Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (LN RA tahun 2008 No.58, TLN RI No. 4843)
adalah sebagai wujud ”Pembaharuan Hukum” sebagai pengaruh dari 7 (tujuh)
Aspek Pembaharu Hukum, yaitu aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
yang sebagaimana diketahui delapan aspek pembaharu hukum antara lain,
aspek Globalisasi, aspek politik, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek
ilmu pengetahuan dan teknologi, aspek supremasi hukum dan aspek
perspektif hukum Islam. Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dibentuk dalam upaya mengimbangi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang teknologi informasi dan transaksi
elektronik, agar tidak terjadi kekosongan hukum jika terjadi tindakan
perbuatan melawan hukum.
Menurut Roy Suryo dalam bukunya Kemajuan teknologi telah
membawa perubahan dan pergeseran yang cepat dalam suatu kehidupan tanpa
batas.2 Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan bisnis
yang pesat, karena berbagai informasi dapat disajikan melalui hubungan jarak
jauh dan mereka yang ingin mengadakan transaksi tidak harus bertemu muka,
akan tetapi cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi.
2
Roy Suryo. 2009. Teknologi Informatika Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hal. 30
2
Perkembangan teknologi informasi juga membentuk masyarakat dunia baru
yang tidak lagi dihalangi oleh batas-batas teritorial dan telah membalikkan
segalanya yang jauh jadi dekat yang khayal jadi nyata. Namun di balik
kemajuan itu, juga telah melahirkan keresahan-keresahan baru dengan
munculnya kejahatan yang canggih dalam bentuk cyber crime.3
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan
Hukum Siber. Istilah ”hukum siber” diartikan sebagai padanan kata dari
Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum
yang mengterkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang
juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information
Technology), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum
Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan
pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber
digunakan bahwa cyber jika diidentikkan dengan ”dunia maya” akan cukup
menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan
hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika
harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai ”maya”,
sesuatu yang tidak terlihat dan semu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pengaruh
perkembangan
teknologi
informasi
dalam
pengembangan hukum di Indonesia?
2. Bagaimana kebijakan hukum dalam menangani cyber crime?
3
Didik M. Arief Mansyur, Elisatris Gultom, Cyber law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
(Bandung; Reflika Aditama, 2005), hal. 8.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Dalam Pengembangan
Hukum di Indonesia
Teknologi
informasi
(TI)
turut
berkembang
sejalan
dengan
perkembangan peradaban manusia. Perkembangan teknologi informasi
meliputi perkembangan infrastruktur TI, seperti hardware, software, teknologi
penyimpanan data (storage) dan teknologi komunikasi. 4 Perkembangan TI
tidak hanya mempengaruhi dunia bisnis, tetapi juga bidang-bidang lain,
seperti kesehatan, pendidikan, pemerintahan, dan Hukum.
Di Indonesia sendiri, masuknya TI bersamaan dengan masuknya
penjajahan Belanda. Negeri Belanda-lah yang memperkenalkan teknologi
yang modern kepada rakyat Indonesia, pada waktu itu masih sebatas Radio,
Komputer, Telephon dan radar. Selanjutnya pasca Indonesia merdeka,
perkembangan teknologi menjadi sangat pesat perkembangannya. Hingga
puncaknya pada tahun 2009 ketika mahasiswa Indonesia yang belajar di
Amerika memperkenalkan Internat dan membentuk jaringan Internet pertama
di Indonesia.
Setelah itu, perkembangan demi perkembangan dialami oleh
Teknologi dan Informatika Indonesia. Indonesia mengejar ketertinggalannya
dalam pemanfaatan teknologi dengan Negara Asia Tenggara lainnya semisal
Singapura dan Malaysia. Indonesia tidak hanya bersikap pasif terhadap dunia
teknologi akan tetapi juga berperan aktiv dengan perkembangan teknologi
dunia. Hingga pada awal tahun 2000-an, Indonesia bisa menikmati jaringan
Generasi ke-3 atau yang sering disebut dengan nama 3G.
Dengan semakin berkembangnya dunia informatika, berkembang pula
penggunaannya,
mulai
dari
penggunaan
yang
bermanfaat
hingga
penyalahgunaan untuk kejahatan. Bahkan data dari Badan Pusat Statistik
4
Laudon, Kenneth C. & Jane P.Laudon.(2006). Management Information System. 9 th. Edition.
Prentice Hall, New-York. Hal. 174.
4
(BPS) tahun 2009 menyebutkan bahwa tingkat kejahatan di Indonesia makin
tahun makin meningkat yaitu 30% diantaranya dilakukan secara virtual
(Cyber) . Lebih lanjut lagi, data dari Kasat Reskrim Jakarta menyebutkan jika
selama tahun 2011 telah terjadi 45 penculikan anak dibawah umur dan 12
kasus penjualan bayi yang semuanya dilakukan didalam dunia maya (secara
online). Yang lebih mengejutkan lagi, diawal tahun 2013 ini terungkap
selubung penjualan bayi di dalam took online. Hal ini membuktikan bahwa
kejahatan telah berevolusi kedalam kejahatan Cyber.
Kembali lagi kepada masalah perkembangan teknologi dalam satu
dasawarsa terakhir, sekiranya dunia hukum pun terkena imbas dari
perkembangan teknologi ini. Oleh sebab itu, sekiranya hukum pun harus
menyesuaikan keadaan dengan lingkungan dan kondisi sekarang ini.
Bukanlah tidak mungkin pameo latin berlaku, bahwa Hukum senantiasa
berubah sesuai perkembangan zaman (elastis).
Indonesia sebagai Negara yang berperan aktif dalam perkembangan
dunia teknologi menyadari bahwa tidak selamanya teknologi berdampak
positif, akan tetapi juga berdampak negative dan bahkan bersifat laten. Oleh
sebab itu Indonesia sebagai Negara hukum juga telah mengaturnya didalam
peraturan perundang-undangan.
Pembentukan Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (LN RA tahun 2008 No.58, TLN RI No. 4843)
adalah sebagai wujud ”Pembaharuan Hukum” sebagai pengaruh dari 7 (tujuh)
Aspek Pembaharu Hukum, yaitu aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
yang sebagaimana diketahui delapan aspek pembaharu hukum antara lain,
aspek Globalisasi, aspek politik, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek
ilmu pengetahuan dan teknologi, aspek supremasi hukum dan aspek
perspektif hukum Islam. Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dibentuk dalam upaya mengimbangi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang teknologi informasi dan transaksi
elektronik, agar tidak terjadi kekosongan hukum jika terjadi tindakan
perbuatan melawan hukum.
5
Selain itu ada juga beberapa peraturan lain terkait perlindungan
terhadap kejahatan teknologi dan represivisme kepada pelaku kejahatan
tersebut, diantaranya KUHP, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 tentang
Perfilman, Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor
32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008
tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Tidak bisa dipungkiri jika Informasi menjadi salah satu kebutuhan
radikal yang harus dipenuhi setiap harinya. Media cetak yang dulunya
menjadi sumber terbesar mengalirnya informasi kini cenderung ditinggalkan.
Hanya duduk di depan sebuah komputer sudah bisa menjelajahi setiap sudut
dunia. Perkembangan teknologi informasi sudah membuat dunia seakan
hanya selebar sebuah layar komputer. Kemajuan ilmu pengetahuan
menciptakan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan pola hidup
manusia. Setiap produk dari teknologi tersebut bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia sebagai produsen sekaligus konsumen informasi.
Namun kemudahan ini tentu tidak bisa dihindarkan dari bahaya laten
yang akan selalu mengikuti setiap manfaat. Mudah dan cepatnya didapatkan
sebuah informasi dalam hitungan detik menuntut juga konsekuensi mudah
dan cepatnya dilakukan kejahatan informasi di dunia maya. Faktanya saat ini
kemajuan teknologi berbanding lurus dengan meningkatnya kriminal. “Salah
satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20
adalah internet”. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung
membuat hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi
dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut dunia maya menjadi titik awal
akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia internasional menjadi
borderless (tanpas batas). “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang
bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif
melawan hukum”. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang
6
terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya. Diperlukan
sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat
dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen
dalam menghadapi perbuatan melawan hukum.
Roy Suryo pernah mengatakan bahwa dewasa ini teknologi kerap kali
menyebabkan kejahatan, dimana kejahatan yang dimaksud adalah kejahatan
dunia maya (cyber Crime). 5 Kejahatan dunia maya (cyber crime) merujuk
pada tindak pidana yang berhubungan dengan dunia maya (cyber space) dan
tindakan kejahatan yang menggunakan komputer. Saat ini adanya yang
menyamakan antara tindak cyber crime dengan tindak kejahatan komputer,
dan ada yang membedakan diantara keduanya. Cyber crime sering juga
disebut dalam istilah lain seperti kejahatan komputer, kejahatan mayantara,
kejahatan dibidang teknologi informasi, dan masih banyak lagi. “Kejahatan
komputer atau kejahatan di dunia maya adalahupaya memasuki dan atau
menggunakan fasilitas komputer tanpa izin dan dengan melawan hukum
dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas
komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut.”
Hal ini tentu sangat berbeda dengan ketentuan dalam hukum pidana,
dimana Kejahatan sesuai dengan KUHP Pasal 86 “Jika disebut kejahatan,
baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan
tertentu, maka disitu termasuk pembantuan dan percobaan melakukan
kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan” Kejahatan /
rechtdelicten (mala perse) adalah perbuatan bersifat melawan hukum sejak
awalnya meskipun tidak diatur dalam undang-undang (UU). Sedangkan
dalam hukum dan teknologi yang disebut kejahatan adalah penyalahgunaan
komputer dengan tujuan profit, terorisme (penciptaan virus), dan kejahatan
atas globalisasi eknomi.
5
Roy Suryo. 2009. Teknologi Informatika Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hal. 36
7
Lebih jauh lagi, Roy juga mengatakan bahwa perkembangan teknologi
kerap menimbulkan penyalahgunaan teknologi.
6
Penyalahgunaan yang
dimaksud disini adalah pemakaian suatu hal tertentu yang tidak sesuai atau
menyimpang dari fungsi dan manfaatnya. Informasi yang dimaksudkan dalam
hal ini adalah informasi elektronik. Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008
tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa :
“Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya”
Data adalah fakta atau informasi yang khususnya telah diberikan
melalui komputer. Sedangkan dunia cyber adalah adalah dunia maya yang
tercipta dalam hubungan jaringan antar komputer yang sekarang ini lebih
kerap dijumpai dalam internet.
Pengaturan terbaru mengenai informasi dan transaksi elektronik dalam
dunia maya sudah diatur melalui UU lama sebelumnya yang berhubungan
dengan teknologi dan informatika selain UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.
Meski memang masih menyimpan berbagai kekurangan. Maka dibutuhkan
langkah konkret dari melalui hukum pidana untuk menekan angka kriminal.
Dengan berlakunya UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE tersebut terjadi
kriminalisasi terkait penyalahgunaan dan penyimpangan terkait informasi
data.
B. Kebijakan Hukum dalam Menangani Cyber Crime
Faktanya saat ini perkembangan teknologi sudah mengarahkan
berbagai aktifitas manusia dilakukan sebagian besar memakai komputer.
Inter-connenction network (internet) menjadi jendela baru yang menyatukan
6
Ibid
8
setipa batas dan perbedaan. Tidak bisa dipungkiri kalau internet sudah
merubah lifestyle. Terdapat sebuah fenomena bahwa Penggunaan komputer
dengan telekomunikasi melahirkan suatu fenomena yang mengubah
konfigurasi model komunikasi konvensional (face to face), dengan
melahirkan kenyataan dalam dimensi tiga. Jika dimensi pertama adalah
kenyataan keras dalam kehidupan empiris manusia (hard reality), dimensi
kedua merupakan kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang
dibentuk (soft reality) maka dengan dimensi ketiga dikenal kenyataan maya
(virtual reality) yang melahirkan suatu format masyaralat lainnya.
Untuk bertemu dalam urusan apapun meski dipisahkan oleh jarak dan
waktu melalui alat komunikasi berupa telepon seluler, teleconfrence, jejaring
sosial, web camera, dan alat komuniasi antar komputer lainnya. Maka sudah
bisa dilakukan pembicaraan seakan-akan pihak yang sedang berkomunikasi
berbicara face to face. Virtual reality yang tidak bisa dijelaskan posisinya
dimana karena memang tidak kasat mata. Namun tidak perlu dibuktikan
keberadaannya, kontribusi nyatanya dalam teknologi informasi sudah
menunjukkan eksistensinya.
Kejahatan itu setua usia manusia karena dibelahan dunia manapun ada
manusia disitu terdapat kejahatan. Realitas perkembangan teknologi juga
diikuti dengan kejahatan. Mudahnya untuk memberikan informasi secara
global. Sebuah data privasi dalam bentuk dokumen, foto, atau video bisa
disalahgunakan oleh berbagai pihak ketika sudah di upload ke internet.
Bahkan hanya sekedar memakai sebuah komputer dan mengambil datanya
tanpa sepengatahuan pemilik komputer tersebut. Hal itu sudah termasuk
dalam cyber crime yang bisa saja berujuang dalam pencurian data dan
penyalahgunaan informasi data.
7
Teknologi sendiri sangat mempunyai
pengaruh besar dalam kejahatan diantaranya:
1. Meniadakan batas negara, Kejahatan dalam penyalahgunaan informasi
sudah tidak lagi hanya terjadi dalam ruang lingkup kecil. Pencurian
7
Djaja, Ermansjah. 2010. Penyelesaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi Dan Transaksi
Elektronika. Pustaka Timur. Yogyakarta. hal. 32
9
informasi sudah bisa dilakukan dari kutub utara ke kutub selatan. Seorang
anak kecil yang sudah mengerti dengan komputer sudah bisa melakukan
kejahatan tanpa disadarinya dengan melakukan tindakan tertentu demi
mempermudah menyelesaikan sebuah game online. Uang dari sebuah
bank di negara tertentu bisa juga tiba-tiba sudah berpindah ke rekening
sebuah di negara lain.
2. Meningkatkan modus operandi / cara melakukan kejahatan, Pencurian
dengan cara jambret, perampokan dan cara konvensional lainnya. Kini
sudah beralih dengan cara lain, pembobolan atm, penipuan melalui undian
berhadiah, pembobolan rekening, transaksi fiktif, dan cara-cara lainnya
yang memanfaat perkembangan teknologi informasi.
3. Mempercepat informasi, Berita terkait terjadinya sebuah kejahatan di
belahan dunia yang sedang menerima sinar matahari sudah langsung bisa
diterima dibelahan dunia lain yang sedang menerima sinar bulan.
Informasi yang didapatkan dengan cara ilegal mudah saja langsung
diperbanyak dan disebarluaskan ke berbagai negara bahkan bisa menjadi
konsumsi publik
4. Melahirkan kejahatan baru, Hampir sama dengan meningkatnya modus
operandi, kejahatan lama seolah menjadi kejahatan baru. Pencurian uang
dengan cara berhadapan langsung pelaku kejahatan dengan korban. Kini
mampu dilakukan dengan mencuri uang dari satu negara ke negara lain.
Tanpa harus pergi ke negara tujuan korban tersebut.
5. Memberi dampak pada batas yurisdiksi kedaulatan hukum pidana
Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku pidana dari Benua Amerika
berakibat di Benua Asia (kejahatan transnasional). Hukum positif yang
berlaku di negara asal korban tidak bisa berfungsi mengikat pelaku. Kalaupun
harus dikenakan sebuah akibat hukum. Maka perjanjian ekstradisi harus ada
ataupun dengan hukum pidana internasional.
Sesungguhnya segala sesuatu perkembangan apapun yang terjadi di
masyarakat Indonesia sesuai tujuan negara maka prospeknya adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Hal ini demi pengamalan nilai-nilai
10
Pancasila yang dikristalisasi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Tujuan negara tersebut tertuang
dalam pembukaan UUD NRI 1945 paragraf ke empat. Untuk mencapai tujuan
negara tersebut hukum pidana memiliki peran penting sebagai ultimum
remidium terhadap kejahatan dan pelanggaran. Kemajuan dan perkembangan
teknologi, khususnya telekomunikasi dan teknologi informasi dapat merubah
tatanan organisasi dan hubungan sosial setiap individu di masyarakat. Maka
diperlukan langkah konkret untuk mengatasi fenomena tersebut.
Dalam masyarakat saat ini terhadap penyalahgunaan informasi di
dunia cyber terdapat hukum pidana yang membatasi tingkah laku. Namun
sayangnya atas kejahatan tersebut dalam KUHP tidak mengatur dengan jelas
pengertian kejahatan meski dirumuskan sebagai strafbaar feit. Berbedanya
setiap kapasitas subjek hukum dalam ekonomi, moral, psikologi, dan aspek
lainnya. Memberikan cara beradaptasi yang berbeda untuk menghadapi
perubahan tanpa harus meninggalkan nilai dan moral yang sudah hidup dan
berlaku. Sayangnya tetap ada pihak yang harus beradaptasi dan menyimpang
dari koridor hukum. Kembali hukum pidana harus mampu memberikan
kebijakan untuk menghadapi perilaku menyimpang tersebut. Hukum dalam
hal ini hukum pidana dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjadi lawan
utama kejahatan. Fungsi preventif dan represif dari hukum itu harus berlaku
secara bersamaan demi mendapatkan penegakan hukum yang lebih baik.
Kejahatan dunia maya yang sudah menjadi bahasa sehari-hari disebut cyber
crime adalah bentuk baru kejahatan dengan lahirnya virtual reality. Untuk itu
bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti
melakukan harmonisasi terhadap beberapa perundang-undangan yang sudah
ada, mengganti jika tidak sesuai lagi dan membentuk ketentuan hukum baru.
Selain adanya upaya penanggulangan dengan cara, proses, pembuatan
menangani kejahatan (cyber crime) dengan hukum pidana.8
8
Manthovani, Reda. 2006. Problematika dan Solusi Penanganan Kejahatan Cyber di Indonesia.
PT Malibu. Jakarta. hal. 45
11
Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) mengenakan hukum
pidana dengan adanya peraturan yang mengatur hak negara dan alat
kelengkapannya untuk mengancam, menjatuhkan, dan melaksanakan
hukuman terhadak subjek hukum yang melanggar larangan atau perintah yang
telah ditentukan dalam hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale).
Dalam konteksnya bahwa sudah ada kebijakan hukum pidana yang dapat
digunakan untuk menanggulangi cyber crime terutama dalam penyalahgunaan
informasi. KUHP, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman,
Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UndangUndang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32
tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008
tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Namun tentu setiap kebijakan tersebut memiliki kelemahan dan
kelebihan. Saat ini pengaturan mengenai yurisdiksi tidak diatur dengan jelas
serta perlunya pengaturan lebih jelas dengan pertanggungjawaban dari subjek
hukum terutama korporasi. Kelemahan tersebut menuntut kebijakan formulasi
hukum yang mudah dan tepat dalam penanggulangan kejahatan pada
umumnya
serta
penyalahgunaan
informasi
pada
khususnya.
Dalam
pembentukan kebijakan hukum pidana tersebut haruslah memperhatikan
dengan baik karakteristik dari cyber crime yang berbasis pada teknologi
informasi yang terjadi di dunia maya dan bersifat transnasional.
Dengan langkah awal kriminalisasi, maka penentuan yurisdiksi,
subjek dan objek tindak pidana, perumusan tindak pidana, perumusan
pertanggungjawaban pidana, perumusan sanksi pidana, dan perumusan sistem
pemidanaan harus dilakukan dengan tetap sasaran. Mengingat kejahatan
dunia maya tidak bisa dilawan dengan cara dunia nyata. Orientasi dari
formulasi kebijakan pidana yang baru juga harus jauh ke depan memikirkan
kemungkinan besar dampak buruk bentuk kejahatan baru. Tidak semata-mata
hanya memikirkan untuk melahirkan aturan baru memang. Tetapi juga harus
dimaksimalkan upaya penanggulangan dan pencegahan dengan instrumen
12
hukum yang ada saat ini. Memaksimalkan Faktanya kejahatan tradisonal yang
sekarang menjadi konvensional ternyata mampu melahirkan kejahatan dunia
maya yang memerlukan cara baru dalam penanggulangannya. Bagaimana
dengan kejahatan dunia maya saat ini, dimungkinkan akan lahir bentuk
kejahatan lain diluar jangkauan manusia dalam beberapa waktu ke depannya.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengaruh perkembangan teknologi informasi dalam pengembangan hukum
di Indonesia berperan aktif dalam perkembangan dunia teknologi yang
tidak selamanya teknologi berdampak positif, akan tetapi juga berdampak
negative dan bahkan bersifat laten. Oleh sebab itu Indonesia sebagai
Negara hukum juga telah mengaturnya didalam peraturan perundangundangan. Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dibentuk dalam upaya mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik, agar
tidak terjadi kekosongan hukum jika terjadi tindakan perbuatan melawan
hukum.
2. Kebijakan hukum dalam menangani cyber crime diantaranya KUHP,
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, Undang-Undang
Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor
40 tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002
tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang
Pornografi, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Namun setiap kebijakan tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan. Kelemahan tersebut menuntut kebijakan
formulasi hukum yang mudah dan tepat dalam penanggulangan kejahatan
pada umumnya serta penyalahgunaan informasi pada khususnya. Dalam
pembentukan kebijakan hukum pidana tersebut haruslah memperhatikan
dengan baik karakteristik dari cyber crime yang berbasis pada teknologi
informasi yang terjadi di dunia maya dan bersifat transnasional.
B. Saran
Perkembangan teknologi informasi dalam pengembangan hukum di
Indonesia membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat
14
kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional. Beberapa langkah penting
yang harus dilakukan diantaranya melakukan modernisasi Undang-Undang
ITE beserta hukum acaranya, meningkatkan sistem pengamanan jaringan
komputer nasional sesuai standar internasional, serta meningkatkan
pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Didik M. Arief Mansyur, Elisatris Gultom, 2005, Cyber law Aspek Hukum
Teknologi Informasi, (Bandung; Reflika Aditama).
Djaja, Ermansjah. 2010. Penyelesaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi Dan
Transaksi Elektronika. Pustaka Timur. Yogyakarta.
Laudon, Kenneth C. & Jane P.Laudon.(2006). Management Information System.
9 th. Edition. Prentice Hall, New-York.
Manthovani, Reda. 2006. Problematika dan Solusi Penanganan Kejahatan Cyber
di Indonesia. PT Malibu. Jakarta.
Roy Suryo. 2009. Teknologi Informatika Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Widyopramono. 1994. Kejahatan di Bidang Komputer. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
16
Download