Uploaded by User97540

Kerajaan Kediri

advertisement
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri atau Pandjalu adalah salah satu kerajaan Hindu di Jawa, yang
tumbuh sekitar abad ke-11 Masehi. Kerajaan ini berdiri setelah penguasa
terakhir Kerajaan Mataram Kuno/Medang yaitu Dharmawangsa Airlangga membagi
kekuasaannya untuk kedua anaknya. Kerajaan Airlangga dibagi menjadi Janggala di
sebelah timur-utara, dan Pandjalu atau Kediri di sebelah barat-selatan.
Tidak banyak sumber-sumber yang cukup gambling menjelaskan mengenai
eksistensi keduanya, namun Kerajaan Pandjalu kerap kali diidentikkan dengan
Kediri berkat beberapa penemuan arkeologis di wilayah kota Kediri, Jawa Timur.
Kediri terlibat banyak sekali konflik dengan penguasa-penguasa sekitar sampai
akhirnya ditaklukkan oleh Sri Ranggah Rajasa/Ken Angrok dari Tumapel.
Lihat juga materi StudioBelajar.com lainnya:
Kerajaan Kalingga
VOC
Letak dan Pendiri Kerajaan
Kerajaan Kediri diduga berpusat di Daha, sebuah wilayah pemukiman yang
diperkirakan ada di bagian selatan Jawa bagian Timur. Mendekati wilayah Kota
Kediri, Jawa Timur saat ini. Kota Daha, bersama dengan Kahuripan menjadi wilayah
penting di kemudian hari bagi Singhasari dan Majapahit. Sehingga dapat
diperkirakan Daha merupakan pusat dari Kediri, selaku pendahulu Singhasari dan
Majapahit.
360p geselecteerd als afspeelkwaliteit
Raja pertama dari Kerajaan Kediri adalah Sri Samarawijaya, yang merupakan putra
Airlangga. Samarawijaya memperoleh kekuasaan Pandjalu dengan ibukota di Daha,
sementara Mapanji Garasakan memimpin Janggala di Kahuripan. Belum diketahui
apakah Sri Samarawijaya adalah pendiri dari Kediri, namun ia adalah putra mahkota
dari Airlangga, sehingga berhak atas salah satu bagian dari kerajaan yang
ditinggalkan Airlangga. Selain itu, Samarawijaya adalah nama raja yang paling awal
ditemui dalam rangkaian penemuan arkeologis terkait kerajaan Kediri.
Raja-Raja Kediri
1. Sri Samarawijaya
Samarawijaya adalah putra Airlangga yang telah dijadikan putra mahkota
Kerajaan Mataram Kuno. Ia kemudian memperebutkan posisi raja melawan
Mapanji Garasakan. Airlangga terpaksa membagi kerajaan menjadi Pandjalu
dan Janggala untuk menghindari perang saudara. Meski begitu, beberapa bukti
menyatakan bahwa keduanya tetap berperang sepeninggal Airlangga. Masa
kekuasaannya disebut sebagai masa kegelapan, karena tidak meninggalkan
bukti prasasti apapun mengenai kerajaan Kediri. Samarawijaya diperkirakan
bertahta di Pandjalu pada 1042, nama raja selanjutnya yaitu Sri Jayawarsa
baru muncul pada 1104.
2. Sri Jayawarsa
Nama Sri Jayawarsa muncul melalui Prasasti Sirah Keting, menyatakan bahwa
ia adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1104. Namun beberapa
penelitian lanjutan oleh L.C. Damais menyatakan bahwa nama ini berada
sezaman dengan kekuasaan Mapanji Kamesywara dan Krtajaya.
3. Sri Bameswara
Sri Bameswara memerintah sekitar tahun 1117-1130, namanya muncul dalam
Prasasti Padlegan. Pada masa kekuasaannya, ia menetapkan wilayah
Padlegan dan Panumbangan sebagai wilayah bebas pajak dalam prasasti batu.
Hal ini menunjukkan bahwa di Kediri, masyarakat dapat mengajukan
permohonan tertentu yang boleh jadi dikabulkan oleh raja.
4. Jayabhaya
Nama Jayabhaya muncul sebagai penguasa Kediri pada Prasasti Ngantang,
berkuasa pada tahun 1135. Diperkirakan berkuasa sampai dengan tahun 1157,
dan dianggap sebagai raja terbesar Kediri. Prasasti Ngantang juga menyatakan
Pandjalu Jayati atau Pandjalu menang. Sebagai bentuk penghargaan atas jasa
masyarakat Ngantang yang setia dalam usahanya mengalahkan Janggala. Ia
berhasil menyatukan kembali Janggala dan Pandjalu di bawah naungan Kediri.
5. Sri Sarwweswara
Sri Sarwweswara ditemukan dalam Prasasti Padlegan II (1159 M) dan Prasasti
Kahyunan (1161 M).
6. Sri Aryeswara
Nama Sri Aryeswara ditemukan dalam Prasasti Angin (1171 M). Prasasti Angin
juga menyantumkan lambing kerajaan Kediri pada masa kekuasaannya adalah
Ganesha.
7. Sri Gandra
Nama Sri Gandra muncul dalam Prasasti Jaring (1181 M), yang berisi tentang
permohonan anugerah raja dari masyarakat desa Jaring.
8. Mapanji Kamesywara
Mapanji Kamesywara pertama kali diungkap pada Prasasti Semanding tahun
1182 M. Dalam kakawin Smaradhana diungkapkan bahwa ikatan antara
Pandjalu dan Janggala menguat ketika Sri Kamesywara memperistri Sri Kirana,
seorang putri dari Janggala. Kisahnya diangkat dalam pementasan drama
antara Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana.
9. Krtajaya
Krtajaya merupakan raja terakhir Kediri yang muncul melalui beberapa prasasti
dan kitab Nagarakrtagama. Kitab ini menyatakan bahwa Krtajaya menghendaki
disembah oleh petinggi keagamaan, namun ditolak. Para agamawan ini
meminta perlindungan kepada Ken Angrok raja daerah di Tumapel, sekaligus
menyetujuinya menjadi raja Singhasari. Ken Angrok memanfaatkan ini untuk
melepaskan diri dari pengaruh Kediri dan menyerang Daha. Krtajaya gugur di
Ganter pada tahun 1222 M, dan seluruh kekuasaan Kediri beralih kepada
Singhasari dan Ken Angrok sebagai rajanya.
Kehidupan Masyarakat Kerajaan Kediri
Kehidupan Politik
Kerajaan Kediri berdiri kira-kira hanya satu abad, namun ada beberapa perubahanperubahan dalam pemerintahan yang terjadi. Sebutan panglima Angkatan Laut
(senapati sarwwajala) muncul dalam keterangan. Sekiranya peran di bidang
kemaritiman menjadi lebih penting, terutama dalam menjaga jalur ke luar kerajaan
melalui sungai Brantas. Selain itu, ditemui pula adanya aspek demokrasi yaitu
permohonan yang langsung datang dari masyarakat melalui pejabat-pejabat
setempat kepada Raja. Aspek penting lain di bidang politik adalah adanya samya
haji atau raja daerah dalam struktur kekuasaan Kediri. Raja daerah ini dengan
kekuasaannya masing-masing memiliki peran penting terhadap eksistensi pusat
kerajaan Kediri. Pada akhirnya, kekuasaan-kekuasaan kecil ini yang melemahkan
Kediri. Tumapel, wilayah yang cukup dekat dengan Daha memberikan perlawanan
dan berhasil menumbangkan Sri Krtajaya.
Kehidupan Ekonomi
Tidak banyak penjelasan yang dapat ditemukan terkait dengan penduduk Kerajaan
Kediri berikut dengan kegiatan perekonomiannya. Namun jika merujuk pada zaman
dan wilayahnya, Kerajaan Kediri tentunya memiliki pengelolaan di bidang pertanian
yang dilangsungkan di wilayah pedalaman, dan perdagangan yang dilangsungkan
melalui aliran sungai Brantas dan Kali Lamong menuju ke Pantai Utara Jawa. Umur
kerajaan yang sangat singkat ini menjadi faktor utama tidak adanya informasi yang
kredibel mengenai kondisi kerajaan.
Kehidupan Sosial
Kerajaan Kediri menurut peninggalannya menganut agama Hindu Siwa, merujuk
pada Candi Gurah dan Tondowongso. Tidak ditemui adanya bukti-bukti tumbuhnya
buddhisme terkait dengan kerajaan ini. Di sisi lain, nama abhiseka atau penjelmaan
Wisnu juga dikenal pada raja-raja Kediri meskipun menganut agama Siwa. Hal ini
dapat didasarkan pada posisi raja sebagai pelindung masyarakat. Meskipun tidak
memberikan peninggalan sebanyak Mataram misalnya, candi-candi peninggalan
Kediri mengawali ciri khas candi masa Singhasari.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri menurut Nagarakrtagama runtuh pada tahun 1222 M, ketika Sri
Ranggah Rajasa/Ken Angrok dari Tumapel menyerang Sri Krtajaya. Sementara
menurut kitab Pararaton, serangan terhadap Kediri ini didasarkan atas permintaan
para bhujangga penganut Siwa yang diminta raja Kediri untuk menyembahnya.
Bhujangga ini kemudian melarikan diri, dan merestui Ken Angrok sebagai raja di
Tumapel, mempergunakan nama kerajaan Singhasari, dan dengan nama
penobatan Sri Ranggah Rajasa. Ia kemudian melepaskan diri dari pengaruh Kediri
dan menyerbu Daha. Ken Angrok berhasil mengalahkan Krtajaya di Ganter.
Kekalahan ini tidak hanya membawa Kediri, namun juga Janggala masuk ke dalam
pengaruh Singhasari. Imperium baru tumbuh di sekitar sungai Brantas, Jawa Timur
menggantikan Kediri.
Peninggalan Kerajaan Kediri
1. Candi (Gurah, Tondowongso, & Pertirtaan Kepung)
Kerajaan Kediri memang tidak memiliki peninggalan arkeologi sebanyak kerajaan
lainnya. Hal ini dikarenakan pendeknya usia kerajaan, yang kemudian digantikan
oleh imperium Singhasari yang banyak memberikan peninggalan. Candi-candi
Kediri yaitu Candi Gurah, Candi Tondowongso, dan Pertirtaan Kepung. Candi Gurah
memiliki arca Brahma, Surya, Candra, dan Nandi. Candi ini merupakan lokasi
pemujaan Siwa. Sementara Candi Tondowongso memiliki 14 buah arca yang
kurang lebih sama dengan Candi Gurah.
2. Kitab (Bharatayuddha, Hariwangsa, dll)
Masa Kediri dianggap sebagai zaman keemasan Jawa Kuno di bidang
kesusastraan, beberapa kakawin diciptakan pada zaman ini. Kitab yang muncul di
kemudian hari seperti Nagarakrtagama juga mencantumkan beberapa informasi
mengenai kerajaan Kediri. Hal ini dikarenakan Kediri dianggap sebagai pendahulu
imperium Singhasari dan Majapahit. Kitab-kitab sastra yang diciptakan pada masa
ini antara lain :




Bharatayuddha oleh Pu Sedah dan Pu Panuluh
Hariwangsa oleh Pu Panuluh
Ghatotkacasraya oleh Pu Panuluh
Smaradhana oleh Pu Dharmaja


Sumanasantaka oleh Pu Monaguna
Krsnayana oleh Pu Triguna
3. Prasasti (Padlegan, Hantang, dll)
Kerajaan Kediri meninggalkan cukup banyak prasasti yang memunculkan namanama raja yang berkuasa. Namun hanya itu informasi yang didapatkan, tidak
banyak pengetahuan mengenai masyarakat umum yang dimunculkan di dalamnya.
Beberapa prasasti peninggalan Kediri adalah :
Prasasti Padlegan I dan II ( Penjelasan Sri Bameswara dan Sri Sarwweswara)
Prasasti Hantang (Penjelasan Mapanji Jayabhaya)
Prasasti Hantang (museumnasional.or.id)





Prasasti Angin (Sri Aryeswara)
Prasasti Jaring (Sri Gandra)
Prasasti Semanding (Mapanji Kamesywara)
Download