Uploaded by User97050

teori latihan pilates

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pilates Exercise
1. Definisi Pilates Exercise
Pilates pertama kali dikembangkan oleh Joseph Humbertus Pilates
pada tahun 1920an. Pilates merupakan salah satu latihan low impact
menggunakan metode peregangan dan penguatan pada daerah core yaitu
daerah antara pelvis, perut dan punggung yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, daya otot, fleksibilitas sehingga kestabilan
tubuh dapat terjaga melalui kontrol tubuh, postur dan pernafasan (Bryden,
2009, dalam Shah, 2013).
2. Macam – Macam Bentuk Pilates Exercise
Menurut Paterson (2009) terdapat dua bentuk latihan pilates, yaitu :
a. Mat Exercise
Mat exercise merupakan latihan pilates dasar yang dilakukan
dilantai dengan menggunakan matras. Pada mat exercise biasanya
partisipan dalam posisi duduk, terlentang atau tengkurap dan
menggunakan gaya gravitasi untuk menstabilisasi core.
b. Appartus Exercise
Apparatus exercise didesain untuk menvariasikan pola gerakan
dan postur tubuh.
3. Fisiologi Pilates Exercise
Mekanisme pilates exercise dalam menurunkan nyeri dismenore
primer, ketika melakukan Pilates exercise maka terjadilah penerimaan
12
13
implus saraf secara cepat, peningkatan kerja jantung, peningkatan
metabolise yang menimbulkan saraf simpatis terpacu. Setelah melakukan
pilates exercise, implus saraf perlahan – lahan melambat, kerja jantung
menurun, penurunan metabolisme, peningkatan elastisitas otot abdomen
bawah dan memacu saraf simpatis sehingga merangsang reseptor di
hipotalamus dan di sistem limbik yang ada diotak untuk memproduksi dan
mengeluarkan hormon endorphin. Hormon endorphin keluar dan
memberikan efek rileksasi sehingga nyeri berkurang (Merithew, 2008).
4. Prinsip dalam Pilates Exercise
Prinsip dalam pilates exercise terdiri dari centering, kontrol, arus,
nafas, precision dan konsentrasi. Keenam prinsip pilates exercise tersebut
merupakan faktor utama dalam mentukan kualitas pilates exercise. Saat
melakukan latihan secara penuh dengan presisi mungkin akan memberikan
hasil yang signifikan dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan
repetisi seperti banyak yang ditemukan pada olahraga lain (Brignell, 2004,
dalam Trisnowiyanto, 2016).
5. Manfaat Pilates Exercise
Menurut Paterson (2009) manfaat latihan pilates, antara lain :
a. Untuk menurunkan berat badan.
b. Meningkatkan kekuatan otot – otot perut dan punggung.
c. Memperbaiki postur dan memperbaiki kondisi kardiovaskular.
d. Meningkatkan fleksibilitas
e. Untuk mengatasi kondisi – kondisi seperti epilepsy, obesitas, multiple
sclerosis, diabetes mellitus, osteoporosis, osteoarthritis, hipertensi,
asma, nyeri leher dan nyeri punggung bawah.
14
f. Mencegah trauma
6. Indikasi dan Kontraindikasi Pilates Exercise
Pilates exercise diindikasikan untuk membantu dalam penguatan core,
membantu dalam mengurangi keluhan nyeri backpain, meningkatkan
keseimbangan dinamis serta dapat juga digunakan untuk mengurangi berat
badan.
Sedangkan untuk kontraindikasi pilates exercise dapat dikatakan
hampir tidak ada, semua bisa melakukan senam ini tanpa pengecualian
untuk latihan ini yaitu orang yang memiliki gangguan pada sendi tulang
belakang (Kenedy et al, 2006).
7. Gerakan Pilates Exercise
a. Child pose
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengulur otot – otot
punggung bawah.
1) Posisi awal berlutut diatas matras, sendi panggul duduk diatas
tumit, dada diturunkan diantara kedua paha.
2) Kepala ditundukkan, lengan diluruskan sampai didepan kepala dan
diulur.
Gambar 2.1 Child pose
(Sumber : Ellsworth, 2009)
15
b. Half curl
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menguatkan core muscle,
meningkatkan daya tahan otot perut.
1) Posisi awal terlentang diatas matras, lutut ditekuk dan lengan lurus
disamping tubuh, kedua kaki dirapatkan dan permukaan kaki rata
pada lantai.
2) Membungkukkan punggung atas dan bahu terangkat dari lantai
dengan menggunakan otot perut atas, kedua lengan sejajar dengan
lantai dan punggung bawah tetap menyentuh lantai.
Gambar 2.2 Half curl
(Sumber : Ellsworth, 2009)
c. Tiny step
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengembangkan stabilitas
otot perut, melindungi sendi panggul dan punggung bawah. Target
utama dari gerakan ini adalah perut bawah.
1) Posisi awal terlentang dimatras, lutut ditekuk dan kaki jinjit, kedua
tangan berada disendi panggul untuk merasakan gerakan tungkai.
2) Menghembuskan nafas, lalu lutut kanan diangkat kearah dada
sambil mengencangkan perut.
3) Dilanjutkan dengan menarik nafas dan menahan posisi, lalu
menghembuskan nafas lagi sambil mengencangkan perut, kaki
16
diturunkan secara perlahan, lalu melakukan gerakan yang sama
pada tungkai kiri.
Gambar 2.3 Tiny step
(Sumber : Ellsworth, 2009)
d. The hundred
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk penguatan otot perut.
1) Posisi awal terlentang diatas matras, lutut ditekuk dengan
permukaan kaki menempel pada lantai dan rapatkan paha.
2) Tarik nafas, tangan dijulurkan kearah depan dengan palmar tangan
mengarah kebawah, lalu nafas dihembuskan, lengan diangkat
sehingga otot leher terulur dengan mengangkat kepala.
3) Secara gentle dorong tangan keatas sambil menarik nafas dan
kebawah sambil menghembuskan nafas dengan gerakan kecil
seperti menepuk air.
4) Selanjutnya menarik nafas sambil mengerakan tangan, secara
perlahan menghembuskan nafas secara paksa dengan menggunakan
otot perut.
17
Gambar 2.4 The hundred
(Sumber : Ellsworth, 2009)
e. Single leg circle
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengulur otot tungkai,
menguatkan otot perut dalam, dan stabilitas pelvis dan otot perut.
1) Posisi awal terlentang dimatras, kedua tungkai lurus.
2) Tarik nafas dan menghembuskan nafas, tungkai kanan diangkat,
buat lingkaran dengan lutut searah jarum jam dengan posisi lutut
ditekuk.
3) Dilanjutkan dengan menarik nafas kembali, lalu menghembuskan
nafas, tungkai kiri membentuk lingkaran dengan arah berlawanan
dengan yang sebelumnya.
18
Gambar 2.5 Single leg circle
(Sumber : Brignell, 2004, dalam Trisnowiyanto, 2016)
f. Single leg stretch
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menstabilkan core saat
anggota gerak bawah digerakkan, dan menguatkan otot perut.
1) Posisi awal tidur terlentang dimatras.
2) Tungkai kanan diangkat kearah dada, tangan kanan menyentuh
pergelangan kaki kanan dan tangan kiri menyentuh lutut kanan
sambil mengangkat kepala lalu tungkai kiri diluruskan dan diangkat
setinggi telinga dari matras.
Gambar 2.6 Single leg stretch
(Sumber : Ellsworth, 2009)
19
B. Yoga Exercise
1. Definisi Yoga Exercise
Yoga merupakan sistem kesehatan menyeluruh (holistik) yang
terbentuk dari kebudayaan india kuno sejak 3.000 sebelum masehi yang
lalu. Yoga atau yuj dalam bahasa sanksekerta
kuno berarti union
(penyatuan). Penyatuan antara atman (diri) dan brahman (Yang
Mahakuasa). Intinya, melalui yoga seseorang akan lebih baik mengenal
tubuhnya, mengenal pikirannya dan mengenal jiwanya (Shindu, 2013).
Shindu (2013) sejak awal pembentukannya , ada sembilan bentuk aliran
yoga yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus, yaitu :
a. Jnana yoga (penyatuan melalui ilmu pengetahuan)
b. Karma yoga (penyatuan melalui pelayanan sosial terhadap sesama
manusia)
c. Bhakti yoga (penyatuan melalui terhadap Tuhan)
d. Yantra yoga (penyatuan melalui pembuatan visual/mandala)
e. Tantra yoga (penyatuan melalui pembangkitan energi chakra)
f. Mantra yoga (penyatuan melalui suara dan bunyi)
g. Kundalini yoga (penyatuan melalui pembangkitan energi kundalini
– the coiling serpent chakra dasar)
h. Hatha yoga (penyatuan melalui penguasaan tubuh dan nafas)
i. Raja yoga (penyatuan melalui penguasaan pikiran dan mental)
Shindu (2013) terdapat pula empat aliran yoga yang dianggap paling
besar karena memiliki nilai – nilai yang scientific dan universal, yaitu :
1) Jnana yoga (penyatuan melalui ilmu pengetahuan)
20
2) Karma yoga (penyatuan melalui pelayanan sosial terhadap sesama
manusia)
3) Raja yoga (penyatuan melalui penguasaan pikiran dan mental)
4) Bhakti yoga (penyatuan melalui terhadap Tuhan)
2. Fisiologi Yoga Exercise
Yoga exercise bermanfaat untuk mengurangi nyeri dismenore primer
melalui peningkatan metabolise lokal, peningkatan aliran darah lokal pada
pelvis dan peningkatan produksi hormon endorphin. Hormon endorphin
dilepaskan dari kelenjar pituitari (disebut juga kelenjar hipofisis, terletak
didasar otak) yang dipercaya memberikan efek anti nyeri dan menyebabkan
euphoria (rasa senang yang berlebihan). Bukti ilmiah menunjukkan bahwa
hormon endorphin dapat mempengaruhi pelepasan neurotransmitter lain
seperti norepinefrin, dopamin dan asetilkolin, dimana mereka bekerja
dengan memodulasi membran presinaptik dari banyak sinaps selain milik
mereka sendiri. Hormon endorphin yang dikeluarkan akan memberikan
efek rileksasi sehingga nyeri berkurang (Ismyama, 2016).
3. Prinsip dalam Yoga Exercise
Shindu (2013) prinsip – prinsip yoga, antara lain :
a. Berlatih dengan teratur
Postur yoga (asana) membantu meregangkan otot, serta
menguatkan tulang dan melenturkan sendi. Asana menstimulasi
pengeluaran hormon endorphin (the feel good hormone) yang
menciptakan rasa nyaman pada tubuh.
21
b. Bernafas dalam
Bernafas dengan dhiirga swasam (teknik pernafasan yoga
penuh) meningkatkan kapasitas paru – paru agar proses bernafas
menjadi lebih optimal.
c. Pola makan yang seimbang
Pola makan yang seimbang dan sehat akan meningkatkan
imunitas (daya tahan) tubuh, melancarkan proses pencernaan,
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dan menenangkan pikiran.
d. Beristirahat cukup
Menjaga ritme yang seimbang antara bekerja dan beristirahat
akan mempertahankan tubuh dalam keadaan yang selalu prima dari
waktu ke waktu.
e. Berfikir positif dan bermeditasi
Berlatih asana yang disertai pranayama dan meditasi akan
memurnikan pikiran dari pikiran dan emosi negatif, serta meningkatkan
rasa percaya diri. Meditasi akan membimbing pikiran untuk lebih
dalam masuk ke realisasi diri yang merupakan tujuan tertinggi dalam
berlatih yoga.
4. Manfaat Yoga Exercise
Shindu (2013) berlatih yoga secara teratur akan memberikan manfaat
yang besar, antara lain :
a. Membentuk postur tubuh yang lebih tegap, serta otot yang lebih lentur
dan kuat.
b. Meningkatkan kapasitas paru – paru saat bernafas.
22
c. Meningkatkan fungsi kerja kelenjar endokrin (hormonal) didalam
tubuh.
d. Meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh sel tubuh dan otak.
e. Mengurangi ketegangan tubuh, pikiran dan mental, serta membuatnya
lebih kuat saat menghadapi stress.
f. Memberikan kesempatan untuk merasakan relaksasi yang mendalam.
g. Membuang racun dari dalam tubuh (detoksifikasi).
h. Meremajakan sel – sel tubuh dan memperlambat penuaan.
i. Meningkatkan kesadaran pada lingkungan.
j. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk berfikir positif.
5. Indikasi dan Kontraindikasi Yoga Exercise
Yoga exercise diindikasikan untuk membantu dalam perbaikan postur,
meredahkan
nyeri
punggung
dan
memperkuat
punggung
serta
meningkatkan sirkulasi darah.
Sedangkan untuk kontraindikasi Yoga exercise dapat dikatakann
hampir tidak ada, semua bisa melakukan senam ini tanpa pengecualian
untuk latihan ini yaitu orang yang memiliki tekanan darah tinggi atau
rendah, orang yang menderita sakit kepala sebelah, orang-orang yang
memiliki masalah serius dengan sistem kardiovaskular serta orang yang
memiliki masalah punggung atau leher (Astie, 2016).
6. Gerakan Yoga Exercise
a. Navasana
Tujuan dari gerakan ini mengencangkan otot perut, meningkatkan
konsentrasi serta memperhalus keseimbangan fisik dan mental.
1) Posisi awal duduk dalam postur duduk dandasana.
23
2) Perlahan, condongkan punggung ke belakang sambil menekuk
lutut.
3) Angkat telapak kaki dari alas dengan kedua tangan memegang
belakang paha. Perlahan, luruskan lutut dan lepaskan tangan, jaga
keseimbangan pada sacrum sambal bernafas normal selama 10 – 20
detik.
Gambar 2.7 Navasana
(Sumber : Natasha et al, 2010)
b. Matsyasana
Tujuan dari gerakan ini peregangan pada hip flexor (psoas),
peregangan dan menstimulasi otot perut.
a) Posisi awal berbaring terlentang dengan kedua kaki sejajar,
selipkan tangan dibelakang gluteus, telapak tangan menghadap
bawah.
b) Sambil menarik nafas, buka dada dan tempelkan puncak kepala di
alas, bertumpu pada siku dan puncak kepala. Bernafas normal dan
tahan selama 15 – 30 detik.
c) Perlahan, turunkan tubuh dari kepala.
24
Gambar 2.8 Matsyasana
(Sumber : Natasha et al, 2010)
b. Paschimottanasana
Tujuan dari gerakan ini peregangan pada bahu, tulang belakang,
dan otot hamstring.
1) Posisi awal duduk dalam postur duduk dandasana.
2) Tarik nafas dan rentangkan kedua tangan diatas kepala. Punggung,
leher dan kepala tegak.
3) Buang nafas dan bergerak dari pinggul kearah kaki. Pegang
pergelangan kaki, telapak kaki atau bawah lutut apabila tubuh
masih belum terlalu lentur. Lakukan semampunya, dekatkan wajah
kekaki, usahakan agar punggung tidak membungkuk. Bernafas
normal dan tahan selama 15 – 30 detik.
4) Tarik nafas dan kembali duduk tegak dalam postur duduk
dandasana.
25
Gambar 2.9 Paschimottanasana
(Sumber : Natasha et al, 2010)
c. Shalabasana
Tujuan dari gerakan ini membantu pembentukan otot – otot jantung
dan menguatkan tulang punggung bagian bawah, bahu, dan stimulasi
organ perut.
1) Posisi awal berbaring menelungkap.
2) Kaki lurus dan menempel satu sama lain, dagu diangkat dan
ditempelkan pada alas, kedua tangan menggengam disamping
tubuh.
3) Tarik nafas, angkat kaki kanan 45 derajat dari alas, pertahankan
agar kaki lurus, jaga agar posisi tungkai tidak terpuntir. Tahan
posisi ini untuk 2 tarikan nafas.
4) Buang nafas, perlahan turunkan kaki, tarik nafas dan ulangi dengan
kaki kiri, genggam kedua tangan, tempatkan dibawah tulang pubis,
tarik nafas, angkat kedua kaki 45 derajat dari alas, pertahankan agar
kedua kaki lurus dan tidak terpuntir. Tahan selama 15 – 20 detik.
5) Buang nafas dan turunkan kaki. Relaks.
26
Gambar 2.10 Shalabasana
(Sumber : Natasha et al, 2010)
d.
Bhujangasana
Postur membuka dada dengan kuat menarik tubuh bagian depan,
menguatkan jantung dan menguatkan tubuh bagian belakang, lengan,
dan kaki. Tekanan pada perut bermanfaat bagi organ perut dan
menguatkan punggung.
1) Posisi awal berbaring menelungkap dengan kaki merapat, kedua
telapak tangan disamping dada dan jari – jari tangan dibawah bahu,
wajah menempel pada alas.
2) Tarik nafas, perlahan angkat wajah, dada dan perut dari alas. Buka
dada dan menengadah, wajah menatap satu titik terjauh diatas
kepala, jaga agar kaki tetap rapat, lengan sedikit tertekuk, bahu
tidak terangkat, otot gluteus kuat dan tubuh bagian bawah tidak
terangkat. Bernafas normal dan tahan selama 15 – 30 detik.
3) Buang nafas dan perlahan turunkan kembali tubuh ke alas.
27
Gambar 2.11 Bhujangasana
(Sumber : Natasha et al, 2010)
e. Ustrasana
Tujuan dari gerakan ini peregangan seluruh tubuh bagian depan,
peregangan perut dan dada, hip flexor (psoas) dan memperkuat otot
punggung.
1) Posisi awal berlutut dilantai. Lutut, pinggul dan paha harus tegak
lurus.
2) Letakkan telapak tangan digluteus dan jari mengarah kelantai,
gerakkan dada kearah atas dan turunkan lengan sehingga tubuh
menekuk kebelakang.
3) Istirahatkan sisi depan kaki dilantai, serentak lengkungkan
punggung dan geser telapak tangan keatas kaki sampai lengan
lurus.
4) Tetap berpose seperti ini tahan 15 – 30 detik, bernafaslah dan
kemudian kembali kepose awal.
28
Gambar 2.12 Ustrasana
(Sumber : Natasha et al, 2010)
C. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual,
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian – kejadian saat terjadi
kerusakan. Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dimaksudkan
untuk menimbulkan kesadaran telah atau akan terjadi kerusakan jaringan
(Andarmoyo, 2013).
2. Mekanisme Terjadinya Nyeri
Andarmoyo (2013), mengungkapkan bahwa rangsang nyeri dapat
terjadi pada seseorang dengan beberapa teori, yaitu :
a. Teori pemisahan (spesyficty theory)
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis
(spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps didaerah
posterior, kemudian naik ke tractus lissur, dan menyilang digaris
median kesisi lainnya, dan berakhir tempat rangsangan nyeri
tersebut diteruskan.
29
b. Teori pola (pattern theory)
Menurut teori ini, nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor
sensori yang dirangsang oleh pola tertentu dari implus saraf. Teori
ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat mengakibatkan
berkembangnya gaung terus menerus pada spinal cord sehingga
saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif yang mana rangsangan
dengan intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri.
c. Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Dalam teori ini dikatakan bahwa nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang system saraf
pusat. Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat pertahanan
ditutup. Neuron Delta A dan C melepaskan substansi P untuk
mentrasmisi implus melalui mekanisme pertahanan. Selain itu juga
terdapat neuron beta A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan, pesan yang akan disampaikan akan menstimulasi
mechanoreseptor atau substansi yang dapat menghambat rangsang
nyeri.
d. Endogenous opiat theory
Endorphine adalah opiat endogen tubuh atau morfin alami yang
terdapat pada tubuh. Endorphine mempengaruhi transmisi implus
yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine bertindak sebagai
neurotransmiter maupun neuromodulator yang menghambat
transmisi dari pesan nyeri. Kegagalan dalam melepaskan
endorphine memungkinkan terjadinya nyeri.
30
3. Penilaian Nyeri
Nyeri yang dialami seseorang bersifat sangat subyektif, tergantung
bagaimana seseorang menginterpretasikan nyeri, namun tingkat nyeri yang
dirasakan oleh penderita dapat diukur dengan skala pengukuran nyeri
(Judha, 2012).
a. Skala Intensitas Numerik (Numeric Rating Scale)
Judha (2012), menyebutkan salah satu cara untuk mengukur
tingkat nyeri adalah dengan menggunakan skala nyeri berdasarkan
skala intensitas numerik (numeric rating scale), yaitu :
Gambar 2.13 Skala Intensitas Numerik
(Sumber : Judha, 2012)
Keterangan :
Semakin besar nilai, maka semakin berat intensitas nyerinya
Skala 0
Skala 1 – 3
Skala 4 – 7
Skala 8 – 10
: Tidak nyeri
: Nyeri ringan. Secara objektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik, tindakan manual
dirasakan sangat membantu.
: Nyeri sedang. Secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri
dengan dengan tepat dan dapat mendeskripsikan
nyeri, klien dapat mengikuti perintah dengan
baik dan responsif terhadap tindakan manual.
: Nyeri berat. Secara objektif terkadang klien
dapat mengikuti perintah tapi masih responsif
terhadap tindakan manual, dapat menunjukkan
lokasi
nyeri
tapi
tidak
dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan
alih posisi, nafas panjang, destruks, dll (Judha et
al, 2012).
31
D. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
1. Tulang Panggul
Gambar 2.14 Tulang Panggul
(Sumber : Wiadnyana, 2011)
Rongga panggul dibentuk dan dilindungi oleh beberapa tulang, yaitu :
1) Tulang belakang daerah panggul (os sacrum), terdiri dari lima ruas
yang menyatu.
2) Tulang belakang daerah ekor (os coccygeus), terdiri dari empat ruas
dan ukurannya kecil.
3) Tulang panggul (os iliaca), ukurannya lebar, terletak disamping kiri
dan kanan.
4) Tulang kemaluan (os pubis), bagian depan kiri dan kanan yang
dipersatukan ditengah oleh tulang rawan.
Tulang – tulang ini dihubungkan oleh tulang rawan dan jaringan ikat,
sehingga masing – masing komponen bisa bergerak secara terbatas.
32
2. Otot – otot Dasar Panggul
Gambar 2.15 Otot – otot Dasar Panggul
(Sumber : Wiadnyana, 2011)
Dasar panggul terbentuk dari banyak otot, yang membentuk semacam
sekat. Ada tiga bukaan didaerah ini yang masing – masing mempunyai
pintu tersendiri, yaitu :
a) Paling depan, muara luar urethra yaitu tempat keluarnya urine.
b) Ditengah, liang vagina yaitu bagian dari alat reproduksi, tempat
masuknya sperma dan keluarnya bayi.
c) Paling belakang, lubang anus (pelepasan) yaitu untuk pembuangan
sisa makanan.
Otot – otot dan jaringan ikat yang membentuk sekat ini
berfungsi sebagai penahan dan penyangga organ – organ yang berada
didalam rongga diatasnya, yaitu rongga perut dan rongga panggul
(Wiadnyana, 2011).
a) Genitalia Luar
Genitalia adalah sistem yang bertanggung jawab sebagai alat
reproduksi,
yaitu kumpulan organ
yang berfungsi untuk
33
berkembang biak. Genitalia luar adalah alat kelamin yang terlihat
dari luar, berfungsi sebagai penanda jenis kelamin (Wiadnyana,
2011).
Gambar 2.16 Genetelia Eksternal
(Sumber : Anna et al, 2016)
Genetelia luar terdiri dari :
1) Labia mayor
Fungsi labia mayor adalah melindungi vagina dengan
cara menutupi orifisum vagina dan jaringan lemak yang
berfungsi sebagai bantalan.
2) Labia minor
Lapisan terdalam labia minora normalnya berhubungan
dengan satu sama lain dan juga memiliki fungsi melindungi
vagina.
3) Klitoris
Fungsi klitoris adalah sebagai alat ereksi pada wanita dan
meningkatkan pengalaman koitus yang menyenangkan.
34
4) Orifisium vagina
Saat memasuki orifisum vagina, terdapat sepasang
ductus kelenjar bartholini. Kelenjar ini bermuara ke vagina dan
berfungsi menyekresi mukus untuk melembabkan genetelia
eksternal. Di vestibulum, disamping orisum uretra, juga
terdapat sepasang kelenjar lain, kelenjar skene yang juga
menyekresi mukus untuk melembabkan genetelia eksternal.
b) Genetelia Dalam
Gambar 2.17 Genetelia Internal
(Sumber : Anna et al, 2016)
Genetelia dalam terdiri dari :
1) Vagina
Fungsi vagina adalah :
a) Sebagai tempat tumpahan dan jalan lintasan spermatozoa
selama senggama.
b) Sebagai jalan keluar bagi janin dan produks konsepsi lainnya.
c) Menjadi jalan keluar aliran menstruasi.
35
d) Sebagai sawar terhadap infeksi asendens.
2) Uterus
Fungsi uterus adalah :
a) Menerima, melindungi dan menghidupi janin.
b) Membantu pengeluaran (ekspulsi) janin, plasenta dan ketuban
saat melahirkan.
c) Mengontrol kehilangan darah dari tempat plasenta.
3) Tuba fallopi
Fungsi tuba fallopi adalah :
a) Mendorong ovum ke uterus.
b) Menjadi jalan spermatozoa mencapai ovum untuk fertilisasi.
4) Ovarium
Fungsi ovarium adalah :
a) Menghasilkan ovum secara teratur selama usia subur.
b) Menghasilkan hormon estrogen dan progesteron.
E. Menstruasi
1. Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada wanita. Menstruasi
merupakan perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ
kandungan telah berfungsi matang. Umumnya, remaja yang mengalami
menarche adalah pada usia 12 tahun sampai 16 tahun. Periode ini akan
mengubah prilaku dari beberapa aspek, misalnya psikologi dan lainnya.
Siklus menstruasi normal terjadi setiap 22 – 35 hari, dengan lamanya
menstruasi selama 2 – 7 hari (Kusmiran, 2011).
36
2. Fisiologis Menstruasi
Menurut Wiknjosastro (2005, dalam Sulistina, 2009) siklus menstruasi
dibagi menjadi tiga fase, antara lain :
a. Masa menstruasi
Pada masa ini endometrium dilepas, sedangkan pengeluaran
hormon – hormon ovarium paling rendah (minimum). Endometrium
terdiri dari tiga lapisan, lapisan paling atas dan lapisan tengah
dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan
menghasilkan sel – sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan
yang telah dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 –
7 hari, rata – rata selama 5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 – 283
gram, darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika
perdarahannya sangat hebat.
b. Masa proliferasi
Pada masa ini berlangsung pada 7 – 9 hari. Masa proliferasi
dimulai ketika kadar LH meningkat, kemudian endometrium tumbuh
kembali (masa proliferasi) antara hari keduabelas dapat terjadi
pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi. Sel telur biasanya
dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan kadar
LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium,
akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa
wanita merasakan nyeri yumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini
dikenal sebagai mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa
menit sampai beberapa jam.
c. Masa sekresi
Masa ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar
14 hari. Setelah melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali
menutup dan membentuk korpus luteum yang menghasilkan sejumlah
37
besar progesteron. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit
meningkat selama fase luteal dan tetap tinggi sampai siklus yang baru
dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan
terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan
siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika
telur dibuahi korpus luteum mulai menghasilkan HCG (human
chorionic gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang
menghasilkan progesteron sampai janin bisa menghasilkan janinnya
sendiri.
3. Psikologi Menstruasi
Menstruasi merupakan proses biologis yang terkait dengan pencapaian
kematangan seks, kesuburan, ketidakhamilan, normalitas, kesehatan tubuh,
dan bahkan pembaharuan tubuh itu sendiri (Abdullah, 2009). Secara
kematangan seksual (menstruasi, kematangan fisik) ini disebabkan antara
lain oleh konstitusi fisik individual, ras, suku bangsa, iklim, cara hidup, dan
lingkungan. Kondisi fisik yang kurang terjaga atau penyakit yang dialami
seseorang remaja puteri dapat memperlambat datangnya menstruasi.
Disamping itu rangsangan – rangsang dari luar seperti film – film seks,
buku bacaan atau majalah seks, godaan dan rangsangan dari kaum laki –
laki dapat mengakibatkan reaksi seksual dan juga mengakibatkan
kematangan seksual yang lebih cepat dari anak sewajarnya (Guntoro,
2009).
Selama masa menstruasi kebanyakan remaja puteri sering mengalami
ketidaknyamanan dalam bentuk kram perut, yaitu rasa sakit dibagian
bawah atau paha. Bahkan ada yang merasa mual, muntah dan diare. Selain
38
mengalami kram perut, sering kali remaja puteri menglami menstruasi
yang tidak teratur. Hal ini dapat disebabkan karena perubahan kadar
hormon akibat stres atau sedang dalam keadaan emosi. Disamping itu,
perubahan drastis juga dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur.
Rasa ketidaknyamanan terhadap menstruasi menimbulkan prilaku yang
berbeda – beda antara satu remaja dengan remaja lainnya antara lain tidak
mau melakukan aktivitas sehari – hari seperti tidak mau berenang,
berolahraga, beribadah. Semua ini menjadi pengalaman yang kurang
menyenangkan (Anurogo, 2009).
Timbul pula gangguan – gangguan psikis, problem psikis, dan
gangguan genital seperti rasa pusing, rasa mual, amenorrhoe (menstruasi
berhenti), dysmenorrhoe (menstruasi yang disertai rasa nyeri), menstruasi
tidak teratur, perdarahan terus menerus, viscarierend menstruatie, neurosa
dan lain – lain. Maka informasi yang positif sangat berguna agar tidak
terjadi kesalahfahaman terhadap para wanita yang mengalami menstruasi
(Nita, 2009).
4. Siklus Menstruasi
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodic setiap 28 hari (ada
pula setiap 21 dan 30 hari), yaitu pada hari 1 – 14 terjadi pertumbuhan dan
perkembangan folikel primer yang dirangsang oleh hormon FSH. Pada saat
tersebut, sel oosit primer akan membela dan menghasilkan ovum yang
haploid. Saat folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak,
folikel ini juga menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya
LH dari hipofisis. Estrogen yang keluar berfungsi merangsang perbaikan
dinding uterus, yaitu endometrium, yang habis terkelupas saat menstruasi.
39
Selain itu, estrogen menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan
hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel de Graaf
yang masak untuk mengadakan ovulasi yang terjadi pada hari ke 14. Waktu
disekitar terjadinya ovulasi disebut fase estrus (Kusmiran, 2011).
Gambar 2.18 Persiapan Preovulasi
(Sumber : Dhinga, 2011)
Selain itu, LH merangsang folikel yang telah kosong untuk berubah
menjadi badan kuning (corpus luteum). Badan kuning menghasilkan
hormon progesterone yang berfungsi mempertebal lapisan endometrium
yang kaya dengan pembulu darah untuk mempersiapkan datangnya embrio.
Periode ini disebut fase luteal (Kusmiran, 2011).
Selain itu, progesteron juga berfungsi menghambat pembentukkan FSH
dan LH, akibatnya korpus luteum mengecil dan menghilang. Pembentukan
progesteron berhenti sehingga pemberian nutrisi kepada endometrium
terhenti. Endometrium menjadi mengering dan selanjutnya akan terkelupas
dan terjadilah perdarahan (menstruasi) pada hari ke 28. Fase ini disebut
fase menstruasi. Oleh karena tidak ada progesteron, maka FSH mulai
terbentuk lagi dan terjadilah proses oogenesis kembali (Kusmiran, 2011).
40
Berikut adalah gambar dari siklus menstruasi, dimana menstruasi ini
melibatkan kompleks hipotalamus – hipofisis – ovarium.
Gambar 2.19 Siklus Menstruasi
(Sumber : Dhinga, 2011)
5. Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi
Menurut Kusmiran (2011) faktor yang mempengaruhi menstruasi
antara lain :
a. Faktor hormon
Hormon – hormon yang mempengaruhi terjadinya menstruasi
yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang dikeluarkan oleh
hipofisis, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, Luteinizing Hormone
(LH) yang dihasilkan oleh hipofisis, serta progesteron yang dihasilkan
oleh ovarium.
41
b. Faktor enzim
Enzim hidrolitik yang terdapat pada endometrium merusak sel
yang berperan dalam sintesis protein, yang menganggu metabolisme
sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
c. Faktor vaskular
Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan system vaskularisasi
dalam
lapisan
fungsional
endometrium.
Pada
pertumbuhan
endometrium ikut tumbuh pula arteri – arteri, vena – vena, dan
hubungan diantara keduannya. Dengan regresi endometrium, timbul
statis
dalam
vena
–
vena
serta
saluran
–
saluran
yang
menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan
perdarahan dengan pembentukan hematoma, baik dari arteri maupun
vena.
d. Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan
adanya desintegerasi endometrium, prostaglandin terlepas dan
menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk
6. Gangguan Menstruasi
a. Pre Menstrual Syndrome (PMS)
Pre menstrual syndrome (PMS) atau disebut dengan gejala premenstruasi yang dapat menyertai sebelum atau saat menstruasi,
seperti perasaan malas bergerak, badan menjadi lemas serta mudah
merasa lelah, nafsu makan meningkat dan suka makan makanan
yang rasanya asam, emosi menjadi labil, biasanya wanita mudah
uring – uringan, sensitif, dan perasaan negatif lainnya, mengalami
42
kram perut (dismenorrhoe), kepala nyeri, pingsan, berat badan
bertambah karena tubuh menyimpan air dalam jumlah yang banyak,
pinggang terasa pegal (Lokawana, 2009).
b. Nyeri menstruasi (dysmenorrhea)
Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri. Sifat dan
tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat. Kondisi tersebut dinamakan dysmenorrhea, yaitu keadaan
nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari – hari.
Dysmenorrhea merupakan suatu fenomena simtomatik meliputi
nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Kusmiran, 2011).
7. Gangguan Siklus Menstruasi
Terdapat lima gangguan menstruasi yang paling sering muncul yaitu
oligomenore (jangka waktu menstruasi terlalu lama), polimenore (terlalu
sering menstruasi), amenore (tidak menstruasi sama sekali), hipermenore
(darah menstruasi terlalu banyak), hipomenore (darah menstruasi terlalu
sedikit). Disinilah pentingya mengetahui pola siklus menstruasi. Membuat
catatan siklus menstruasi sangatlah penting. Catatan ini diperlukan untuk
mengevalusi perubahan menstruasi (Atriabirama, 2009).
8. Penyebab Terjadinya Gangguan Menstruasi
Menurut Anurogo (2009), penyebab nyeri menstruasi dan gangguan
siklus bisa bermacam-macam. Bisa karena suatu proses penyakit (misalnya
radang panggul), endometriosis, tumor atau kelainan letak uterus, selaput
dara vagina tidak berlubang, dan stres atau kecemasan yang berlebihan.
Akan tetapi, penyebab yang tersering nyeri menstruasi dan gangguan siklus
43
diduga karena terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan terdapat
kelainan organ reproduksi.
F. Dismenore
1. Definisi Dismenore
Ernawati (2010) nyeri haid atau dismenore adalah keluhan
ginekologis akibat ketidakseimbangan hormon progesterone dalam
darah sehingga mengakibatkan timbul rasa nyeri yang paling sering
terjadi pada wanita. Wanita yang mengalami dismenore memproduksi
prostaglandin 10 kali lebih banyak dari wanita yang tidak dismenore.
Prostaglandin menyebabkan meningkatnya uterus dan pada kadar yang
berlebihan akan mengaktifasi usus besar. Penyebab lain dismenore
dialami wanita dengan kelainan tertentu, misalnya endometriosis,
infeksi pelvis (daerah panggul), tumor rahim, apendisitis, kelainan
organ pencernaan bahkan kelainan ginjal.
2. Etiologi Dismenore
Banyak teori dikemukakan untuk
menerangkan penyebab
dismenore primer, tetapi tetap belum jelas penyebabnya hingga saat ini.
Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat
mempengaruhi penyebab hal itu, namun penelitian dalam tahun-tahun
terakhir ini menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang
disebut prostaglandin. Diantara sekian banyak hormon yang beredar
dalam darah, terdapat senyawa kimia yang disebut prostaglandin. Telah
dibuktikan, prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses
dalam tubuh, termasuk aktifitas usus, perubahan diameter pembuluh
44
darah dan kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan
tertentu, dimana kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus
(rahim) akan bertambah. Hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang hebat
yang disebut dismenore. Juga beredarnya prostaglandin yang
berlebihan ke seluruh tubuh akan berakibat meningkatkan aktifitas usus
besar. Jadi prostaglandin inilah yang menimbulkan gejala nyeri kepala,
pusing, rasa panas dan dingin pada muka, diare serta mual yang
mengiringi nyeri pada waktu haid (Widjajanto, 2008).
Selain itu terdapat faktor neurologis dimana uterus dipersarafi oleh
sistem saraf otonom yang terdiri dari saaraf simpatis dan parasimpatis.
Dismenorea ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem
saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi
perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatis sehingga serabut –
serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi
hipertonik.
3. Patofisiologi Dismenore
Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer adalah sebagai
berikut :
Korpus luteumakan mengalami regresi apabila tidak terjadi
kehamilan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron
dan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah
dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 akan
menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel
endometrium dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat
bersama dengan kerusakan endometriumakan merangsang kaskade
45
asam arakhidonat dan menghasilkan prostaglandin PGE2 dan PGF2
alfa. Wanita dengan dismenore primer didapatkan adanya peningkatan
kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang merangsang
miometrium. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan disritmi
uterus, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan
mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga
menyebabkan sensitisasi, selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit
pada ujung-ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik
dan kimia (Sunaryo, 2007).
4. Klasifikasi Dismenore
Menurut Calis (2011) berdasarkan jenis nyeri, nyeri dismenore
dibagi menjadi :
a. Nyeri spasmodik
Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan
berawal sebelum masa menstruasi atau segera setelah masa
menstruasi mulai. Banyak wanita terpaksa harus berbaring
karena terlalu menderita nyeri itu sehingga seseorang tidak
dapat mengerjakan apapun. Nyeri spasmodik dapat diobati atau
paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun
banyak juga wanita yang mengalami hal itu.
b. Nyeri kongestif
Penderita nyeri kongestif biasanya akan tahu sejak berhari
– hari sebelumnya bahwa masa menstruasinya akan segera tiba.
Dia mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada,
perut kembung tidak menentu, sakit kepala, sakit punggung,
46
pegel pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah
tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh,
terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas.
Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang
berlangsung antara 2 dan 3 sampai kurang dari 2 minggu.
Berdasarkan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati dibagi
menjadi :
a. Dismenore primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa
adanya kelainan pada alat – alat genital yang nyata. Dismenore
primer terjadi sejak menstruasi pertama dan akan pulih sendiri
dengan berjalannya waktu, tepatnya setelah stabilnya hormon
tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah atau
melahirkan. Nyeri menstruasi itu normal, namun dapat
berlebihan jika dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisik seperti
stres, syok, penyempitan pembuluh darah, penyakit menahun,
kurang darah dan kondisi tubuh yang menurun. Gejala tersebut
tidak membahayakan kesehatan (Kusmiran, 2011).
b. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai
kelainan anatomis genitalis. Biasanya baru muncul kemudian
yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti
infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan,
kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan
jaringan di sekitarnya (Kusmiran, 2011).
47
5. Gejala Dismenore
Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa
menjalar kepunggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan
sebagai kram yang yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang
terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau
selama haid, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2
hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai sakit kepala,
mual, sembelit atau diare dan sering berkemih.
6. Faktor Resiko Dismenore
Menurut Manuaba (2010) terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi dismenore antara lain :
a. Faktor Kejiwaan
Dismenore primer banyak dialami oleh remaja yang
sedang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik
fisik maupun psikis. Ketidaksiapan remaja wanita dalam
menghadapi pertumbuhan dan perkembangan pada dirinya
tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya
menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid
seperti dismenore.
b. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Teori tertua menyatakan bahwa dismenore
primer
disebabkan oleh stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan
uterus dalam hiperantifleksi mungkin dapat terjadi stenosis
kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap
sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenore.
48
Banyak wanita yang menderita dismenore tanpa stenosis
kanalis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantifleksi.
Sebaliknya terdapat wanita tanpa keluhan dismenore, walaupun
ada stenosis kanalis servikalis uterus dalam hiperantifleksi atau
hiperretofleksi.
c. Faktor Endokrin
Kejang dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang
berlebihan hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase
sekresi memproduksi prostaglandin F2 α yang menyebabkan
kontraksi otot – otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 α
berlebih akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain
dismenore, dijumpai pula efek umum, seperti diare dan muntah.
d. Faktor Alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asoisasi antara
dismenore primer dengan urtikaria, migrain atau asma bronkial.
Smith menduga bahwa penyebab alergi adalah toksin haid.
Menurut Hermawan (2012) faktor resiko dismenore primer antara lain:
a. Menarche pada usia lebih awal
Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat – alat
reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap
mengalami perubahan – perubahan sehingga timbul nyeri ketika
haid.
b. Belum pernah hamil dan melahirkan
Wanita
yang
hamil
biasanya
terjadi
alergi
yang
berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin
49
menglami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar
sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.
c. Lama haid lebih dari normal (7 hari)
Haid menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih
lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi dan
semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi
prostaglandin berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan
kontraksi uterus yang terus menerus menyebabkan suplay darah
keuterus terhenti dan terjadi dismenore.
d. Umur
Wanita semakin tua, lebih sering mengalami haid maka
leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian
dismenore jarang ditemukan.
7. Upaya Mengatasi Dismenore
a. Secara Farmakologis
Upaya farmakologis yang dapat dilakukan dengan
memberikan obat analgesik sebagai penghilang rasa sakit.
Menurut Hermawan (2012) penanganan nyeri yang dialami
oleh individu dapat dapat melalui intervensi farmakologis, obat
– obatan ini dapat menurunkan nyeri dan menghambat produksi
prostaglandin dari jaringan – jaringan yang mengalami trauma
dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi
sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya. Contoh
obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin dan ibuprofen.
50
Menurut Calis (2011) penanganan dismenore primer
antara lain :
1) Pemberian obat analgesik
Obat analgesik yang sering diberikan adalah
preparat kombinasi aspirin, fansetin dan kafein. Obat –
obatan paten yang beredar dipasaran adalah novalgin,
ponstan, acetaminophen.
2) Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi,
bersifat sementara untuk membuktikan bahwa
gangguan benar – benar dismenore primer. Tujuan ini
dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis pil
kombinasi kontrasepsi.
3) Terapi dengan obat nonsteroid anti prostaglandin
Endometasin, ibuprofen dan naproksen, dalam
kurang lebih 70% penderita dapat disembuhkan atau
banyak mengalami perbaikan. Pengobatan dapat
diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga hari
sebelum haid dan dapat hari pertama haid.
4) Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan
keringanan karena dapat memudahkan pengeluaran
darah haid dan prostaglandin didalamnya. Neurektomi
prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara uterus
dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neurektomi
51
ovarial
(pemotongan
diligamentum
urat
saraf
infundibulum)
sensorik
merupakan
pada
tindakan
terakhir , apabila usaha – usaha lainnya gagal.
b. Secara Non Farmakologis
Menurut Hermawan (2012) penanganan nyeri secara non
farmakologis antara lain :
1) Stimulasi dan massage kutaneus
Massage kutaneus adalah stimulas kutaneus
tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu. Masase dapat membuat penderita lebih
nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang
memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi.
Terapi
meningkatkan
aliran
panas
darah
mempunyai
kesuatu
area
tujuan
dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.
3) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal
yang
menyebabkan
nyeri,
misalnya
menyanyi,
mendengarkan musik, dan bermain suatu permainan.
52
4) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau
pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana
terdiri dari nafas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama (teknik relaksasi nafas dalam, misalnya
bernafas dalam – dalam dan pelan).
8. Dismenore Pada Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak – anak
dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12 sampai 21 tahun,
dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik pematangan
fisik, biologi maupun psikologis. Masa remaja merupakan masa
dimana dianggap sebagai masa topan badai dan stres (storm and stress)
(Haryanto,2010). Salah satu tanda keremajaan secara biologis yaitu
mulainya remaja mengalami haid yang biasanya dimulai antara usia 10
sampai 16 tahun. Haid merupakan hal yang bersifat fisiologis yang
terjadi pada setiap wanita. Walaupun begitu, pada kenyataanya banyak
wanita yang mengalami masalah haid, diantaranya nyeri haid atau
dismenore. Terjadinya dismenore sangat mempengaruhi aktifitas bagi
wanita khususnya remaja.
Menurut Prawiroharjo (2008) dismenore membuat wanita tidak
bisa beraktifitas secara normal dan memerlukan resep obat. Keadaan
tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas hidup wanita, sebagai
contoh mahasiswi yang mengalami dismenore primer tidak dapat
berkonsentrasi dalam belajar karena nyeri yang dirasakan. Remaja yang
mengalami dismenore pada saat haid mempunyai lebih banyak hari
53
libur kerja dan prestasinya kurang begitu baik dibandingkan dengan
remaja yang tidak mengalami dismenore. Selain dari dampak di atas,
konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan, semua itu dapat
memainkan peranan serta menimbulkan perasaan yang tidak nyaman
dan asing. Ketegangan biasanya menambah parahnya keadaan yang
buruk setiap saat. Sedikit tidak merasa nyaman dan dengan cepat
berkembang menjadi suatu masalah besar dengan segala kekesalan
yang menyertainya.
G. Remaja
1. Definisi Remaja
Secara etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi
remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah
periode usia antara 10 sampai 19 tahun sedangkan perserikatan bangsa –
bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 – 24
tahun.
Kusmiran (2011) definisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang, yaitu :
a. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara
11 – 12 tahun sampai 20 – 21 tahun.
b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada
penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait
dengan kelenjar seksual.
c. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu
mengalami perubahan – perubahan dalam aspek kognitif,
54
emosi, social dan moral, diantara masa kanak – kanak menuju
masa dewasa.
Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan
kehidupan nmanusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan
antara masa kanak – kanak yang bebas menuju masa dewasa yang
menuntut tanggung jawab (Eny, 2011).
2. Ciri – ciri Kejiwaan dan Psikososial Remaja
Kusmiran (2011) ciri – ciri kejiwaan dan psikososial antara lain :
a. Usia remaja muda (12-15 tahun)
1) Sikap protes terhadap orangtua
Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai
hidup orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes
terhadap orangtua. Mereka berusaha mencari identitas diri dan
sering kali disertai dengan menjauhkan diri dari orangtuanya.
2) Preokupasi dengan badan sendiri
Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang
cepat sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus
bagi diri remaja.
3) Kesetiakawanan dengan kelompok seusia
Para remaja pada kelompok umur ini merasakan ketertarikan
dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya kelompok
senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial.
55
4) Kemampuan untuk berpikir secara abstrak
Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang
dan dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam
kepercayaan diri.
5) Perilaku yang labil dan berubah-ubah
Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah.
Pada suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu
lain tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Perilaku
demikian menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik
yang memerlukan pengertian dan penanganan yang bijaksana.
b. Usia remaja penuh (16-19 tahun)
1) Kebebasan dari orangtua
Dorongan untuk menjauhkan diri dari orangtua menjadi
realitas. Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa
kurang menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk
terkait dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil.
2) Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas
Sering kali remaja menunjukan minat pada suatu tugas tertantu
yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan citacita masa depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau
langsung bekerja untuk mencari nafkah.
3) Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap
Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai
dengan cita-cita.
56
4) Pengembangan hubungan pribadi yang labil
Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil
menyebabkan terbentuknya kestabilan diri remaja.
5) Penghargaan kembali pada orangtua dalam kedudukan yang sejajar.
3. Masa Transisi remaja
Kusmiran (2011) masa transisi remaja, antara lain :
a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh
Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi
belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal
ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap
masyarakat yang kurang konsisten.
b. Transisi dalam kehidupan emosi
Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat
dengan
peningkatan
kehidupan
emosi.
Remaja
sering
memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering
gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi
akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah.
c. Transisi dalam kehidupan sosial
Lingkungan sosial akan semakin bergeser keluar dari keluarga,
dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan
penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya
remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga).
d. Transisi dalam nilai-nilai moral
Remaja mulai minggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan
menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai
57
meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan
mulai mencari nilai sendiri.
e. Transisi dalam pemahaman
Remaja menglami perkembangan kognitif yang pesat sehingga
mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
4. Aspek Pertumbuhan Remaja
Fungsi fisiologi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan gizi. Faktor
lingkungan dapat memberi pengaruh yang kuat untuk lebih mempercepat
perubahan. Perubahan dipengaruhi oleh dua organ penting, yaitu
hipotalamus dan hipofisis. Ketika kedua organ ini bekerja, ada tiga kelenjar
yang dirangsang, yaitu kelenjar gondok, kelenjar anak ginjal dan kelenjar
organ reproduksi. Ketiga kelenjar tersebut akan saling bekerja sama dan
berinteraksi dengan faktor genetik maupun lingkungan (Eny, 2011).
Tabel 2. 1 Perubahan – perubahan yang Dipengaruhi oleh Hormon
Jenis
Perempuan
Laki - laki
Perubahan
Hormon
Estrogen dan Progesteron
Testosterone
Tanda
Menstruasi
Mimpi basah
Perubahan
 Pertambahan tinggi
 Tumbuh rambut disekitar
Fisik
badan.
kemaluan, kaki, tangan,
dada, ketiak dan wajah.
 Tumbuh rambut disekitar
Tampak pada anak laki –
alat kelamin dan ketiak.
laki mulai berkumis,
 Kulit menjadi lebih halus.
berjambang.
 Suara menjadi lebih halus
 Suara bariton atau
dan tinggi.
bertambah besar.
 Payudara mulai
 Badan lebih berotot
membesar.
terutama bahu dan dada.
 Pinggul semakin
 Buah zakar menjadi lebih
membesar.
besar dan bila terangsang
 Paha membulat.
dapat mengeluarkan sperma.
 Mengalami menstruasi.
 Mengalami mimpi basah.
58
5. Masalah Umum Remaja
Berikut adalah masalah umur yang dialami remaja berkaitan dengan
tumbuh kembangnya (Kusmiran, 2011).
1) Masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumahnya seperti relasi
dengan anggota keluarga, disiplin, dan pertentangan dengan
orangtua.
2) Masalah – masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekolah.
3) Kondisi fisik (kesehatan atau latihan), penampilan (berat badan,
ciri-ciri daya tarik, bau badan, jerawat, kesesuaian dengan jenis
kelamin).
4) Emosi (tempramen yang meledak-ledak, suasana hati berubahubah).
5) Penyesuaian sosial (minder, sulit bergaul, pacaran, penerimaan oleh
teman sebaya, peran pemimpin).
6) Masalah pekerjaan (pilihan pekerjaan, pengangguran).
7) Nilai-nilai (moral, penyalahgunaan obat-obatan, dan hubungan
seksual).
8) Masalah
yang
berkaitan
dengan
hubungan
lawan
jenis
(heteroseksual), seperti putus pacar, proses pacaran, backstreet,
sulit punya pacar, dan lain-lain.
Download