BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pilates Exercise 1. Definisi Pilates Exercise Pilates pertama kali dikembangkan oleh Joseph Humbertus Pilates pada tahun 1920an. Pilates merupakan salah satu latihan low impact menggunakan metode peregangan dan penguatan pada daerah core yaitu daerah antara pelvis, perut dan punggung yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot, daya otot, fleksibilitas sehingga kestabilan tubuh dapat terjaga melalui kontrol tubuh, postur dan pernafasan (Bryden, 2009, dalam Shah, 2013). 2. Macam – Macam Bentuk Pilates Exercise Menurut Paterson (2009) terdapat dua bentuk latihan pilates, yaitu : a. Mat Exercise Mat exercise merupakan latihan pilates dasar yang dilakukan dilantai dengan menggunakan matras. Pada mat exercise biasanya partisipan dalam posisi duduk, terlentang atau tengkurap dan menggunakan gaya gravitasi untuk menstabilisasi core. b. Appartus Exercise Apparatus exercise didesain untuk menvariasikan pola gerakan dan postur tubuh. 3. Fisiologi Pilates Exercise Mekanisme pilates exercise dalam menurunkan nyeri dismenore primer, ketika melakukan Pilates exercise maka terjadilah penerimaan 12 13 implus saraf secara cepat, peningkatan kerja jantung, peningkatan metabolise yang menimbulkan saraf simpatis terpacu. Setelah melakukan pilates exercise, implus saraf perlahan – lahan melambat, kerja jantung menurun, penurunan metabolisme, peningkatan elastisitas otot abdomen bawah dan memacu saraf simpatis sehingga merangsang reseptor di hipotalamus dan di sistem limbik yang ada diotak untuk memproduksi dan mengeluarkan hormon endorphin. Hormon endorphin keluar dan memberikan efek rileksasi sehingga nyeri berkurang (Merithew, 2008). 4. Prinsip dalam Pilates Exercise Prinsip dalam pilates exercise terdiri dari centering, kontrol, arus, nafas, precision dan konsentrasi. Keenam prinsip pilates exercise tersebut merupakan faktor utama dalam mentukan kualitas pilates exercise. Saat melakukan latihan secara penuh dengan presisi mungkin akan memberikan hasil yang signifikan dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan repetisi seperti banyak yang ditemukan pada olahraga lain (Brignell, 2004, dalam Trisnowiyanto, 2016). 5. Manfaat Pilates Exercise Menurut Paterson (2009) manfaat latihan pilates, antara lain : a. Untuk menurunkan berat badan. b. Meningkatkan kekuatan otot – otot perut dan punggung. c. Memperbaiki postur dan memperbaiki kondisi kardiovaskular. d. Meningkatkan fleksibilitas e. Untuk mengatasi kondisi – kondisi seperti epilepsy, obesitas, multiple sclerosis, diabetes mellitus, osteoporosis, osteoarthritis, hipertensi, asma, nyeri leher dan nyeri punggung bawah. 14 f. Mencegah trauma 6. Indikasi dan Kontraindikasi Pilates Exercise Pilates exercise diindikasikan untuk membantu dalam penguatan core, membantu dalam mengurangi keluhan nyeri backpain, meningkatkan keseimbangan dinamis serta dapat juga digunakan untuk mengurangi berat badan. Sedangkan untuk kontraindikasi pilates exercise dapat dikatakan hampir tidak ada, semua bisa melakukan senam ini tanpa pengecualian untuk latihan ini yaitu orang yang memiliki gangguan pada sendi tulang belakang (Kenedy et al, 2006). 7. Gerakan Pilates Exercise a. Child pose Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengulur otot – otot punggung bawah. 1) Posisi awal berlutut diatas matras, sendi panggul duduk diatas tumit, dada diturunkan diantara kedua paha. 2) Kepala ditundukkan, lengan diluruskan sampai didepan kepala dan diulur. Gambar 2.1 Child pose (Sumber : Ellsworth, 2009) 15 b. Half curl Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menguatkan core muscle, meningkatkan daya tahan otot perut. 1) Posisi awal terlentang diatas matras, lutut ditekuk dan lengan lurus disamping tubuh, kedua kaki dirapatkan dan permukaan kaki rata pada lantai. 2) Membungkukkan punggung atas dan bahu terangkat dari lantai dengan menggunakan otot perut atas, kedua lengan sejajar dengan lantai dan punggung bawah tetap menyentuh lantai. Gambar 2.2 Half curl (Sumber : Ellsworth, 2009) c. Tiny step Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengembangkan stabilitas otot perut, melindungi sendi panggul dan punggung bawah. Target utama dari gerakan ini adalah perut bawah. 1) Posisi awal terlentang dimatras, lutut ditekuk dan kaki jinjit, kedua tangan berada disendi panggul untuk merasakan gerakan tungkai. 2) Menghembuskan nafas, lalu lutut kanan diangkat kearah dada sambil mengencangkan perut. 3) Dilanjutkan dengan menarik nafas dan menahan posisi, lalu menghembuskan nafas lagi sambil mengencangkan perut, kaki 16 diturunkan secara perlahan, lalu melakukan gerakan yang sama pada tungkai kiri. Gambar 2.3 Tiny step (Sumber : Ellsworth, 2009) d. The hundred Tujuan dari gerakan ini adalah untuk penguatan otot perut. 1) Posisi awal terlentang diatas matras, lutut ditekuk dengan permukaan kaki menempel pada lantai dan rapatkan paha. 2) Tarik nafas, tangan dijulurkan kearah depan dengan palmar tangan mengarah kebawah, lalu nafas dihembuskan, lengan diangkat sehingga otot leher terulur dengan mengangkat kepala. 3) Secara gentle dorong tangan keatas sambil menarik nafas dan kebawah sambil menghembuskan nafas dengan gerakan kecil seperti menepuk air. 4) Selanjutnya menarik nafas sambil mengerakan tangan, secara perlahan menghembuskan nafas secara paksa dengan menggunakan otot perut. 17 Gambar 2.4 The hundred (Sumber : Ellsworth, 2009) e. Single leg circle Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengulur otot tungkai, menguatkan otot perut dalam, dan stabilitas pelvis dan otot perut. 1) Posisi awal terlentang dimatras, kedua tungkai lurus. 2) Tarik nafas dan menghembuskan nafas, tungkai kanan diangkat, buat lingkaran dengan lutut searah jarum jam dengan posisi lutut ditekuk. 3) Dilanjutkan dengan menarik nafas kembali, lalu menghembuskan nafas, tungkai kiri membentuk lingkaran dengan arah berlawanan dengan yang sebelumnya. 18 Gambar 2.5 Single leg circle (Sumber : Brignell, 2004, dalam Trisnowiyanto, 2016) f. Single leg stretch Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menstabilkan core saat anggota gerak bawah digerakkan, dan menguatkan otot perut. 1) Posisi awal tidur terlentang dimatras. 2) Tungkai kanan diangkat kearah dada, tangan kanan menyentuh pergelangan kaki kanan dan tangan kiri menyentuh lutut kanan sambil mengangkat kepala lalu tungkai kiri diluruskan dan diangkat setinggi telinga dari matras. Gambar 2.6 Single leg stretch (Sumber : Ellsworth, 2009) 19 B. Yoga Exercise 1. Definisi Yoga Exercise Yoga merupakan sistem kesehatan menyeluruh (holistik) yang terbentuk dari kebudayaan india kuno sejak 3.000 sebelum masehi yang lalu. Yoga atau yuj dalam bahasa sanksekerta kuno berarti union (penyatuan). Penyatuan antara atman (diri) dan brahman (Yang Mahakuasa). Intinya, melalui yoga seseorang akan lebih baik mengenal tubuhnya, mengenal pikirannya dan mengenal jiwanya (Shindu, 2013). Shindu (2013) sejak awal pembentukannya , ada sembilan bentuk aliran yoga yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus, yaitu : a. Jnana yoga (penyatuan melalui ilmu pengetahuan) b. Karma yoga (penyatuan melalui pelayanan sosial terhadap sesama manusia) c. Bhakti yoga (penyatuan melalui terhadap Tuhan) d. Yantra yoga (penyatuan melalui pembuatan visual/mandala) e. Tantra yoga (penyatuan melalui pembangkitan energi chakra) f. Mantra yoga (penyatuan melalui suara dan bunyi) g. Kundalini yoga (penyatuan melalui pembangkitan energi kundalini – the coiling serpent chakra dasar) h. Hatha yoga (penyatuan melalui penguasaan tubuh dan nafas) i. Raja yoga (penyatuan melalui penguasaan pikiran dan mental) Shindu (2013) terdapat pula empat aliran yoga yang dianggap paling besar karena memiliki nilai – nilai yang scientific dan universal, yaitu : 1) Jnana yoga (penyatuan melalui ilmu pengetahuan) 20 2) Karma yoga (penyatuan melalui pelayanan sosial terhadap sesama manusia) 3) Raja yoga (penyatuan melalui penguasaan pikiran dan mental) 4) Bhakti yoga (penyatuan melalui terhadap Tuhan) 2. Fisiologi Yoga Exercise Yoga exercise bermanfaat untuk mengurangi nyeri dismenore primer melalui peningkatan metabolise lokal, peningkatan aliran darah lokal pada pelvis dan peningkatan produksi hormon endorphin. Hormon endorphin dilepaskan dari kelenjar pituitari (disebut juga kelenjar hipofisis, terletak didasar otak) yang dipercaya memberikan efek anti nyeri dan menyebabkan euphoria (rasa senang yang berlebihan). Bukti ilmiah menunjukkan bahwa hormon endorphin dapat mempengaruhi pelepasan neurotransmitter lain seperti norepinefrin, dopamin dan asetilkolin, dimana mereka bekerja dengan memodulasi membran presinaptik dari banyak sinaps selain milik mereka sendiri. Hormon endorphin yang dikeluarkan akan memberikan efek rileksasi sehingga nyeri berkurang (Ismyama, 2016). 3. Prinsip dalam Yoga Exercise Shindu (2013) prinsip – prinsip yoga, antara lain : a. Berlatih dengan teratur Postur yoga (asana) membantu meregangkan otot, serta menguatkan tulang dan melenturkan sendi. Asana menstimulasi pengeluaran hormon endorphin (the feel good hormone) yang menciptakan rasa nyaman pada tubuh. 21 b. Bernafas dalam Bernafas dengan dhiirga swasam (teknik pernafasan yoga penuh) meningkatkan kapasitas paru – paru agar proses bernafas menjadi lebih optimal. c. Pola makan yang seimbang Pola makan yang seimbang dan sehat akan meningkatkan imunitas (daya tahan) tubuh, melancarkan proses pencernaan, meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dan menenangkan pikiran. d. Beristirahat cukup Menjaga ritme yang seimbang antara bekerja dan beristirahat akan mempertahankan tubuh dalam keadaan yang selalu prima dari waktu ke waktu. e. Berfikir positif dan bermeditasi Berlatih asana yang disertai pranayama dan meditasi akan memurnikan pikiran dari pikiran dan emosi negatif, serta meningkatkan rasa percaya diri. Meditasi akan membimbing pikiran untuk lebih dalam masuk ke realisasi diri yang merupakan tujuan tertinggi dalam berlatih yoga. 4. Manfaat Yoga Exercise Shindu (2013) berlatih yoga secara teratur akan memberikan manfaat yang besar, antara lain : a. Membentuk postur tubuh yang lebih tegap, serta otot yang lebih lentur dan kuat. b. Meningkatkan kapasitas paru – paru saat bernafas. 22 c. Meningkatkan fungsi kerja kelenjar endokrin (hormonal) didalam tubuh. d. Meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh sel tubuh dan otak. e. Mengurangi ketegangan tubuh, pikiran dan mental, serta membuatnya lebih kuat saat menghadapi stress. f. Memberikan kesempatan untuk merasakan relaksasi yang mendalam. g. Membuang racun dari dalam tubuh (detoksifikasi). h. Meremajakan sel – sel tubuh dan memperlambat penuaan. i. Meningkatkan kesadaran pada lingkungan. j. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk berfikir positif. 5. Indikasi dan Kontraindikasi Yoga Exercise Yoga exercise diindikasikan untuk membantu dalam perbaikan postur, meredahkan nyeri punggung dan memperkuat punggung serta meningkatkan sirkulasi darah. Sedangkan untuk kontraindikasi Yoga exercise dapat dikatakann hampir tidak ada, semua bisa melakukan senam ini tanpa pengecualian untuk latihan ini yaitu orang yang memiliki tekanan darah tinggi atau rendah, orang yang menderita sakit kepala sebelah, orang-orang yang memiliki masalah serius dengan sistem kardiovaskular serta orang yang memiliki masalah punggung atau leher (Astie, 2016). 6. Gerakan Yoga Exercise a. Navasana Tujuan dari gerakan ini mengencangkan otot perut, meningkatkan konsentrasi serta memperhalus keseimbangan fisik dan mental. 1) Posisi awal duduk dalam postur duduk dandasana. 23 2) Perlahan, condongkan punggung ke belakang sambil menekuk lutut. 3) Angkat telapak kaki dari alas dengan kedua tangan memegang belakang paha. Perlahan, luruskan lutut dan lepaskan tangan, jaga keseimbangan pada sacrum sambal bernafas normal selama 10 – 20 detik. Gambar 2.7 Navasana (Sumber : Natasha et al, 2010) b. Matsyasana Tujuan dari gerakan ini peregangan pada hip flexor (psoas), peregangan dan menstimulasi otot perut. a) Posisi awal berbaring terlentang dengan kedua kaki sejajar, selipkan tangan dibelakang gluteus, telapak tangan menghadap bawah. b) Sambil menarik nafas, buka dada dan tempelkan puncak kepala di alas, bertumpu pada siku dan puncak kepala. Bernafas normal dan tahan selama 15 – 30 detik. c) Perlahan, turunkan tubuh dari kepala. 24 Gambar 2.8 Matsyasana (Sumber : Natasha et al, 2010) b. Paschimottanasana Tujuan dari gerakan ini peregangan pada bahu, tulang belakang, dan otot hamstring. 1) Posisi awal duduk dalam postur duduk dandasana. 2) Tarik nafas dan rentangkan kedua tangan diatas kepala. Punggung, leher dan kepala tegak. 3) Buang nafas dan bergerak dari pinggul kearah kaki. Pegang pergelangan kaki, telapak kaki atau bawah lutut apabila tubuh masih belum terlalu lentur. Lakukan semampunya, dekatkan wajah kekaki, usahakan agar punggung tidak membungkuk. Bernafas normal dan tahan selama 15 – 30 detik. 4) Tarik nafas dan kembali duduk tegak dalam postur duduk dandasana. 25 Gambar 2.9 Paschimottanasana (Sumber : Natasha et al, 2010) c. Shalabasana Tujuan dari gerakan ini membantu pembentukan otot – otot jantung dan menguatkan tulang punggung bagian bawah, bahu, dan stimulasi organ perut. 1) Posisi awal berbaring menelungkap. 2) Kaki lurus dan menempel satu sama lain, dagu diangkat dan ditempelkan pada alas, kedua tangan menggengam disamping tubuh. 3) Tarik nafas, angkat kaki kanan 45 derajat dari alas, pertahankan agar kaki lurus, jaga agar posisi tungkai tidak terpuntir. Tahan posisi ini untuk 2 tarikan nafas. 4) Buang nafas, perlahan turunkan kaki, tarik nafas dan ulangi dengan kaki kiri, genggam kedua tangan, tempatkan dibawah tulang pubis, tarik nafas, angkat kedua kaki 45 derajat dari alas, pertahankan agar kedua kaki lurus dan tidak terpuntir. Tahan selama 15 – 20 detik. 5) Buang nafas dan turunkan kaki. Relaks. 26 Gambar 2.10 Shalabasana (Sumber : Natasha et al, 2010) d. Bhujangasana Postur membuka dada dengan kuat menarik tubuh bagian depan, menguatkan jantung dan menguatkan tubuh bagian belakang, lengan, dan kaki. Tekanan pada perut bermanfaat bagi organ perut dan menguatkan punggung. 1) Posisi awal berbaring menelungkap dengan kaki merapat, kedua telapak tangan disamping dada dan jari – jari tangan dibawah bahu, wajah menempel pada alas. 2) Tarik nafas, perlahan angkat wajah, dada dan perut dari alas. Buka dada dan menengadah, wajah menatap satu titik terjauh diatas kepala, jaga agar kaki tetap rapat, lengan sedikit tertekuk, bahu tidak terangkat, otot gluteus kuat dan tubuh bagian bawah tidak terangkat. Bernafas normal dan tahan selama 15 – 30 detik. 3) Buang nafas dan perlahan turunkan kembali tubuh ke alas. 27 Gambar 2.11 Bhujangasana (Sumber : Natasha et al, 2010) e. Ustrasana Tujuan dari gerakan ini peregangan seluruh tubuh bagian depan, peregangan perut dan dada, hip flexor (psoas) dan memperkuat otot punggung. 1) Posisi awal berlutut dilantai. Lutut, pinggul dan paha harus tegak lurus. 2) Letakkan telapak tangan digluteus dan jari mengarah kelantai, gerakkan dada kearah atas dan turunkan lengan sehingga tubuh menekuk kebelakang. 3) Istirahatkan sisi depan kaki dilantai, serentak lengkungkan punggung dan geser telapak tangan keatas kaki sampai lengan lurus. 4) Tetap berpose seperti ini tahan 15 – 30 detik, bernafaslah dan kemudian kembali kepose awal. 28 Gambar 2.12 Ustrasana (Sumber : Natasha et al, 2010) C. Nyeri 1. Definisi Nyeri Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian – kejadian saat terjadi kerusakan. Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran telah atau akan terjadi kerusakan jaringan (Andarmoyo, 2013). 2. Mekanisme Terjadinya Nyeri Andarmoyo (2013), mengungkapkan bahwa rangsang nyeri dapat terjadi pada seseorang dengan beberapa teori, yaitu : a. Teori pemisahan (spesyficty theory) Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps didaerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur, dan menyilang digaris median kesisi lainnya, dan berakhir tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan. 29 b. Teori pola (pattern theory) Menurut teori ini, nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang dirangsang oleh pola tertentu dari implus saraf. Teori ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat mengakibatkan berkembangnya gaung terus menerus pada spinal cord sehingga saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif yang mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri. c. Teori pengendalian gerbang (gate control theory) Dalam teori ini dikatakan bahwa nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang system saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat pertahanan ditutup. Neuron Delta A dan C melepaskan substansi P untuk mentrasmisi implus melalui mekanisme pertahanan. Selain itu juga terdapat neuron beta A, maka akan menutup mekanisme pertahanan, pesan yang akan disampaikan akan menstimulasi mechanoreseptor atau substansi yang dapat menghambat rangsang nyeri. d. Endogenous opiat theory Endorphine adalah opiat endogen tubuh atau morfin alami yang terdapat pada tubuh. Endorphine mempengaruhi transmisi implus yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine bertindak sebagai neurotransmiter maupun neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri. Kegagalan dalam melepaskan endorphine memungkinkan terjadinya nyeri. 30 3. Penilaian Nyeri Nyeri yang dialami seseorang bersifat sangat subyektif, tergantung bagaimana seseorang menginterpretasikan nyeri, namun tingkat nyeri yang dirasakan oleh penderita dapat diukur dengan skala pengukuran nyeri (Judha, 2012). a. Skala Intensitas Numerik (Numeric Rating Scale) Judha (2012), menyebutkan salah satu cara untuk mengukur tingkat nyeri adalah dengan menggunakan skala nyeri berdasarkan skala intensitas numerik (numeric rating scale), yaitu : Gambar 2.13 Skala Intensitas Numerik (Sumber : Judha, 2012) Keterangan : Semakin besar nilai, maka semakin berat intensitas nyerinya Skala 0 Skala 1 – 3 Skala 4 – 7 Skala 8 – 10 : Tidak nyeri : Nyeri ringan. Secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, tindakan manual dirasakan sangat membantu. : Nyeri sedang. Secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan dengan tepat dan dapat mendeskripsikan nyeri, klien dapat mengikuti perintah dengan baik dan responsif terhadap tindakan manual. : Nyeri berat. Secara objektif terkadang klien dapat mengikuti perintah tapi masih responsif terhadap tindakan manual, dapat menunjukkan lokasi nyeri tapi tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang, destruks, dll (Judha et al, 2012). 31 D. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita 1. Tulang Panggul Gambar 2.14 Tulang Panggul (Sumber : Wiadnyana, 2011) Rongga panggul dibentuk dan dilindungi oleh beberapa tulang, yaitu : 1) Tulang belakang daerah panggul (os sacrum), terdiri dari lima ruas yang menyatu. 2) Tulang belakang daerah ekor (os coccygeus), terdiri dari empat ruas dan ukurannya kecil. 3) Tulang panggul (os iliaca), ukurannya lebar, terletak disamping kiri dan kanan. 4) Tulang kemaluan (os pubis), bagian depan kiri dan kanan yang dipersatukan ditengah oleh tulang rawan. Tulang – tulang ini dihubungkan oleh tulang rawan dan jaringan ikat, sehingga masing – masing komponen bisa bergerak secara terbatas. 32 2. Otot – otot Dasar Panggul Gambar 2.15 Otot – otot Dasar Panggul (Sumber : Wiadnyana, 2011) Dasar panggul terbentuk dari banyak otot, yang membentuk semacam sekat. Ada tiga bukaan didaerah ini yang masing – masing mempunyai pintu tersendiri, yaitu : a) Paling depan, muara luar urethra yaitu tempat keluarnya urine. b) Ditengah, liang vagina yaitu bagian dari alat reproduksi, tempat masuknya sperma dan keluarnya bayi. c) Paling belakang, lubang anus (pelepasan) yaitu untuk pembuangan sisa makanan. Otot – otot dan jaringan ikat yang membentuk sekat ini berfungsi sebagai penahan dan penyangga organ – organ yang berada didalam rongga diatasnya, yaitu rongga perut dan rongga panggul (Wiadnyana, 2011). a) Genitalia Luar Genitalia adalah sistem yang bertanggung jawab sebagai alat reproduksi, yaitu kumpulan organ yang berfungsi untuk 33 berkembang biak. Genitalia luar adalah alat kelamin yang terlihat dari luar, berfungsi sebagai penanda jenis kelamin (Wiadnyana, 2011). Gambar 2.16 Genetelia Eksternal (Sumber : Anna et al, 2016) Genetelia luar terdiri dari : 1) Labia mayor Fungsi labia mayor adalah melindungi vagina dengan cara menutupi orifisum vagina dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. 2) Labia minor Lapisan terdalam labia minora normalnya berhubungan dengan satu sama lain dan juga memiliki fungsi melindungi vagina. 3) Klitoris Fungsi klitoris adalah sebagai alat ereksi pada wanita dan meningkatkan pengalaman koitus yang menyenangkan. 34 4) Orifisium vagina Saat memasuki orifisum vagina, terdapat sepasang ductus kelenjar bartholini. Kelenjar ini bermuara ke vagina dan berfungsi menyekresi mukus untuk melembabkan genetelia eksternal. Di vestibulum, disamping orisum uretra, juga terdapat sepasang kelenjar lain, kelenjar skene yang juga menyekresi mukus untuk melembabkan genetelia eksternal. b) Genetelia Dalam Gambar 2.17 Genetelia Internal (Sumber : Anna et al, 2016) Genetelia dalam terdiri dari : 1) Vagina Fungsi vagina adalah : a) Sebagai tempat tumpahan dan jalan lintasan spermatozoa selama senggama. b) Sebagai jalan keluar bagi janin dan produks konsepsi lainnya. c) Menjadi jalan keluar aliran menstruasi. 35 d) Sebagai sawar terhadap infeksi asendens. 2) Uterus Fungsi uterus adalah : a) Menerima, melindungi dan menghidupi janin. b) Membantu pengeluaran (ekspulsi) janin, plasenta dan ketuban saat melahirkan. c) Mengontrol kehilangan darah dari tempat plasenta. 3) Tuba fallopi Fungsi tuba fallopi adalah : a) Mendorong ovum ke uterus. b) Menjadi jalan spermatozoa mencapai ovum untuk fertilisasi. 4) Ovarium Fungsi ovarium adalah : a) Menghasilkan ovum secara teratur selama usia subur. b) Menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. E. Menstruasi 1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada wanita. Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ kandungan telah berfungsi matang. Umumnya, remaja yang mengalami menarche adalah pada usia 12 tahun sampai 16 tahun. Periode ini akan mengubah prilaku dari beberapa aspek, misalnya psikologi dan lainnya. Siklus menstruasi normal terjadi setiap 22 – 35 hari, dengan lamanya menstruasi selama 2 – 7 hari (Kusmiran, 2011). 36 2. Fisiologis Menstruasi Menurut Wiknjosastro (2005, dalam Sulistina, 2009) siklus menstruasi dibagi menjadi tiga fase, antara lain : a. Masa menstruasi Pada masa ini endometrium dilepas, sedangkan pengeluaran hormon – hormon ovarium paling rendah (minimum). Endometrium terdiri dari tiga lapisan, lapisan paling atas dan lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan sel – sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari, rata – rata selama 5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 – 283 gram, darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat. b. Masa proliferasi Pada masa ini berlangsung pada 7 – 9 hari. Masa proliferasi dimulai ketika kadar LH meningkat, kemudian endometrium tumbuh kembali (masa proliferasi) antara hari keduabelas dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi. Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan nyeri yumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam. c. Masa sekresi Masa ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus luteum yang menghasilkan sejumlah 37 besar progesteron. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase luteal dan tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi korpus luteum mulai menghasilkan HCG (human chorionic gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesteron sampai janin bisa menghasilkan janinnya sendiri. 3. Psikologi Menstruasi Menstruasi merupakan proses biologis yang terkait dengan pencapaian kematangan seks, kesuburan, ketidakhamilan, normalitas, kesehatan tubuh, dan bahkan pembaharuan tubuh itu sendiri (Abdullah, 2009). Secara kematangan seksual (menstruasi, kematangan fisik) ini disebabkan antara lain oleh konstitusi fisik individual, ras, suku bangsa, iklim, cara hidup, dan lingkungan. Kondisi fisik yang kurang terjaga atau penyakit yang dialami seseorang remaja puteri dapat memperlambat datangnya menstruasi. Disamping itu rangsangan – rangsang dari luar seperti film – film seks, buku bacaan atau majalah seks, godaan dan rangsangan dari kaum laki – laki dapat mengakibatkan reaksi seksual dan juga mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat dari anak sewajarnya (Guntoro, 2009). Selama masa menstruasi kebanyakan remaja puteri sering mengalami ketidaknyamanan dalam bentuk kram perut, yaitu rasa sakit dibagian bawah atau paha. Bahkan ada yang merasa mual, muntah dan diare. Selain 38 mengalami kram perut, sering kali remaja puteri menglami menstruasi yang tidak teratur. Hal ini dapat disebabkan karena perubahan kadar hormon akibat stres atau sedang dalam keadaan emosi. Disamping itu, perubahan drastis juga dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur. Rasa ketidaknyamanan terhadap menstruasi menimbulkan prilaku yang berbeda – beda antara satu remaja dengan remaja lainnya antara lain tidak mau melakukan aktivitas sehari – hari seperti tidak mau berenang, berolahraga, beribadah. Semua ini menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan (Anurogo, 2009). Timbul pula gangguan – gangguan psikis, problem psikis, dan gangguan genital seperti rasa pusing, rasa mual, amenorrhoe (menstruasi berhenti), dysmenorrhoe (menstruasi yang disertai rasa nyeri), menstruasi tidak teratur, perdarahan terus menerus, viscarierend menstruatie, neurosa dan lain – lain. Maka informasi yang positif sangat berguna agar tidak terjadi kesalahfahaman terhadap para wanita yang mengalami menstruasi (Nita, 2009). 4. Siklus Menstruasi Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodic setiap 28 hari (ada pula setiap 21 dan 30 hari), yaitu pada hari 1 – 14 terjadi pertumbuhan dan perkembangan folikel primer yang dirangsang oleh hormon FSH. Pada saat tersebut, sel oosit primer akan membela dan menghasilkan ovum yang haploid. Saat folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak, folikel ini juga menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen yang keluar berfungsi merangsang perbaikan dinding uterus, yaitu endometrium, yang habis terkelupas saat menstruasi. 39 Selain itu, estrogen menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel de Graaf yang masak untuk mengadakan ovulasi yang terjadi pada hari ke 14. Waktu disekitar terjadinya ovulasi disebut fase estrus (Kusmiran, 2011). Gambar 2.18 Persiapan Preovulasi (Sumber : Dhinga, 2011) Selain itu, LH merangsang folikel yang telah kosong untuk berubah menjadi badan kuning (corpus luteum). Badan kuning menghasilkan hormon progesterone yang berfungsi mempertebal lapisan endometrium yang kaya dengan pembulu darah untuk mempersiapkan datangnya embrio. Periode ini disebut fase luteal (Kusmiran, 2011). Selain itu, progesteron juga berfungsi menghambat pembentukkan FSH dan LH, akibatnya korpus luteum mengecil dan menghilang. Pembentukan progesteron berhenti sehingga pemberian nutrisi kepada endometrium terhenti. Endometrium menjadi mengering dan selanjutnya akan terkelupas dan terjadilah perdarahan (menstruasi) pada hari ke 28. Fase ini disebut fase menstruasi. Oleh karena tidak ada progesteron, maka FSH mulai terbentuk lagi dan terjadilah proses oogenesis kembali (Kusmiran, 2011). 40 Berikut adalah gambar dari siklus menstruasi, dimana menstruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus – hipofisis – ovarium. Gambar 2.19 Siklus Menstruasi (Sumber : Dhinga, 2011) 5. Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi Menurut Kusmiran (2011) faktor yang mempengaruhi menstruasi antara lain : a. Faktor hormon Hormon – hormon yang mempengaruhi terjadinya menstruasi yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang dikeluarkan oleh hipofisis, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, Luteinizing Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis, serta progesteron yang dihasilkan oleh ovarium. 41 b. Faktor enzim Enzim hidrolitik yang terdapat pada endometrium merusak sel yang berperan dalam sintesis protein, yang menganggu metabolisme sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan. c. Faktor vaskular Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan system vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri – arteri, vena – vena, dan hubungan diantara keduannya. Dengan regresi endometrium, timbul statis dalam vena – vena serta saluran – saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematoma, baik dari arteri maupun vena. d. Faktor prostaglandin Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya desintegerasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk 6. Gangguan Menstruasi a. Pre Menstrual Syndrome (PMS) Pre menstrual syndrome (PMS) atau disebut dengan gejala premenstruasi yang dapat menyertai sebelum atau saat menstruasi, seperti perasaan malas bergerak, badan menjadi lemas serta mudah merasa lelah, nafsu makan meningkat dan suka makan makanan yang rasanya asam, emosi menjadi labil, biasanya wanita mudah uring – uringan, sensitif, dan perasaan negatif lainnya, mengalami 42 kram perut (dismenorrhoe), kepala nyeri, pingsan, berat badan bertambah karena tubuh menyimpan air dalam jumlah yang banyak, pinggang terasa pegal (Lokawana, 2009). b. Nyeri menstruasi (dysmenorrhea) Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan dysmenorrhea, yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari – hari. Dysmenorrhea merupakan suatu fenomena simtomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Kusmiran, 2011). 7. Gangguan Siklus Menstruasi Terdapat lima gangguan menstruasi yang paling sering muncul yaitu oligomenore (jangka waktu menstruasi terlalu lama), polimenore (terlalu sering menstruasi), amenore (tidak menstruasi sama sekali), hipermenore (darah menstruasi terlalu banyak), hipomenore (darah menstruasi terlalu sedikit). Disinilah pentingya mengetahui pola siklus menstruasi. Membuat catatan siklus menstruasi sangatlah penting. Catatan ini diperlukan untuk mengevalusi perubahan menstruasi (Atriabirama, 2009). 8. Penyebab Terjadinya Gangguan Menstruasi Menurut Anurogo (2009), penyebab nyeri menstruasi dan gangguan siklus bisa bermacam-macam. Bisa karena suatu proses penyakit (misalnya radang panggul), endometriosis, tumor atau kelainan letak uterus, selaput dara vagina tidak berlubang, dan stres atau kecemasan yang berlebihan. Akan tetapi, penyebab yang tersering nyeri menstruasi dan gangguan siklus 43 diduga karena terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan terdapat kelainan organ reproduksi. F. Dismenore 1. Definisi Dismenore Ernawati (2010) nyeri haid atau dismenore adalah keluhan ginekologis akibat ketidakseimbangan hormon progesterone dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa nyeri yang paling sering terjadi pada wanita. Wanita yang mengalami dismenore memproduksi prostaglandin 10 kali lebih banyak dari wanita yang tidak dismenore. Prostaglandin menyebabkan meningkatnya uterus dan pada kadar yang berlebihan akan mengaktifasi usus besar. Penyebab lain dismenore dialami wanita dengan kelainan tertentu, misalnya endometriosis, infeksi pelvis (daerah panggul), tumor rahim, apendisitis, kelainan organ pencernaan bahkan kelainan ginjal. 2. Etiologi Dismenore Banyak teori dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenore primer, tetapi tetap belum jelas penyebabnya hingga saat ini. Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat mempengaruhi penyebab hal itu, namun penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Diantara sekian banyak hormon yang beredar dalam darah, terdapat senyawa kimia yang disebut prostaglandin. Telah dibuktikan, prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh, termasuk aktifitas usus, perubahan diameter pembuluh 44 darah dan kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus (rahim) akan bertambah. Hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang hebat yang disebut dismenore. Juga beredarnya prostaglandin yang berlebihan ke seluruh tubuh akan berakibat meningkatkan aktifitas usus besar. Jadi prostaglandin inilah yang menimbulkan gejala nyeri kepala, pusing, rasa panas dan dingin pada muka, diare serta mual yang mengiringi nyeri pada waktu haid (Widjajanto, 2008). Selain itu terdapat faktor neurologis dimana uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom yang terdiri dari saaraf simpatis dan parasimpatis. Dismenorea ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatis sehingga serabut – serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. 3. Patofisiologi Dismenore Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer adalah sebagai berikut : Korpus luteumakan mengalami regresi apabila tidak terjadi kehamilan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometriumakan merangsang kaskade 45 asam arakhidonat dan menghasilkan prostaglandin PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenore primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang merangsang miometrium. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan disritmi uterus, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi, selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Sunaryo, 2007). 4. Klasifikasi Dismenore Menurut Calis (2011) berdasarkan jenis nyeri, nyeri dismenore dibagi menjadi : a. Nyeri spasmodik Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa menstruasi atau segera setelah masa menstruasi mulai. Banyak wanita terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri itu sehingga seseorang tidak dapat mengerjakan apapun. Nyeri spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak juga wanita yang mengalami hal itu. b. Nyeri kongestif Penderita nyeri kongestif biasanya akan tahu sejak berhari – hari sebelumnya bahwa masa menstruasinya akan segera tiba. Dia mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, sakit kepala, sakit punggung, 46 pegel pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal menyiksa yang berlangsung antara 2 dan 3 sampai kurang dari 2 minggu. Berdasarkan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati dibagi menjadi : a. Dismenore primer Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat – alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi sejak menstruasi pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu, tepatnya setelah stabilnya hormon tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah atau melahirkan. Nyeri menstruasi itu normal, namun dapat berlebihan jika dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisik seperti stres, syok, penyempitan pembuluh darah, penyakit menahun, kurang darah dan kondisi tubuh yang menurun. Gejala tersebut tidak membahayakan kesehatan (Kusmiran, 2011). b. Dismenore sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis. Biasanya baru muncul kemudian yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di sekitarnya (Kusmiran, 2011). 47 5. Gejala Dismenore Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar kepunggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama haid, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. 6. Faktor Resiko Dismenore Menurut Manuaba (2010) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dismenore antara lain : a. Faktor Kejiwaan Dismenore primer banyak dialami oleh remaja yang sedang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidaksiapan remaja wanita dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenore. b. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis Teori tertua menyatakan bahwa dismenore primer disebabkan oleh stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantifleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dismenore. 48 Banyak wanita yang menderita dismenore tanpa stenosis kanalis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantifleksi. Sebaliknya terdapat wanita tanpa keluhan dismenore, walaupun ada stenosis kanalis servikalis uterus dalam hiperantifleksi atau hiperretofleksi. c. Faktor Endokrin Kejang dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 α yang menyebabkan kontraksi otot – otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 α berlebih akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenore, dijumpai pula efek umum, seperti diare dan muntah. d. Faktor Alergi Teori ini dikemukakan setelah adanya asoisasi antara dismenore primer dengan urtikaria, migrain atau asma bronkial. Smith menduga bahwa penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut Hermawan (2012) faktor resiko dismenore primer antara lain: a. Menarche pada usia lebih awal Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat – alat reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan – perubahan sehingga timbul nyeri ketika haid. b. Belum pernah hamil dan melahirkan Wanita yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf yang menyebabkan adrenalin 49 menglami penurunan, serta menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang. c. Lama haid lebih dari normal (7 hari) Haid menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi dan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang terus menerus menyebabkan suplay darah keuterus terhenti dan terjadi dismenore. d. Umur Wanita semakin tua, lebih sering mengalami haid maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan. 7. Upaya Mengatasi Dismenore a. Secara Farmakologis Upaya farmakologis yang dapat dilakukan dengan memberikan obat analgesik sebagai penghilang rasa sakit. Menurut Hermawan (2012) penanganan nyeri yang dialami oleh individu dapat dapat melalui intervensi farmakologis, obat – obatan ini dapat menurunkan nyeri dan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan – jaringan yang mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya. Contoh obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin dan ibuprofen. 50 Menurut Calis (2011) penanganan dismenore primer antara lain : 1) Pemberian obat analgesik Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fansetin dan kafein. Obat – obatan paten yang beredar dipasaran adalah novalgin, ponstan, acetaminophen. 2) Terapi hormonal Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi, bersifat sementara untuk membuktikan bahwa gangguan benar – benar dismenore primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi. 3) Terapi dengan obat nonsteroid anti prostaglandin Endometasin, ibuprofen dan naproksen, dalam kurang lebih 70% penderita dapat disembuhkan atau banyak mengalami perbaikan. Pengobatan dapat diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid. 4) Dilatasi kanalis servikalis Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena dapat memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neurektomi 51 ovarial (pemotongan diligamentum urat saraf infundibulum) sensorik merupakan pada tindakan terakhir , apabila usaha – usaha lainnya gagal. b. Secara Non Farmakologis Menurut Hermawan (2012) penanganan nyeri secara non farmakologis antara lain : 1) Stimulasi dan massage kutaneus Massage kutaneus adalah stimulas kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat penderita lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. 2) Terapi es dan panas Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi meningkatkan aliran panas darah mempunyai kesuatu area tujuan dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. 3) Distraksi Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri, misalnya menyanyi, mendengarkan musik, dan bermain suatu permainan. 52 4) Relaksasi Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri dari nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas dalam, misalnya bernafas dalam – dalam dan pelan). 8. Dismenore Pada Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak – anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12 sampai 21 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik pematangan fisik, biologi maupun psikologis. Masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai dan stres (storm and stress) (Haryanto,2010). Salah satu tanda keremajaan secara biologis yaitu mulainya remaja mengalami haid yang biasanya dimulai antara usia 10 sampai 16 tahun. Haid merupakan hal yang bersifat fisiologis yang terjadi pada setiap wanita. Walaupun begitu, pada kenyataanya banyak wanita yang mengalami masalah haid, diantaranya nyeri haid atau dismenore. Terjadinya dismenore sangat mempengaruhi aktifitas bagi wanita khususnya remaja. Menurut Prawiroharjo (2008) dismenore membuat wanita tidak bisa beraktifitas secara normal dan memerlukan resep obat. Keadaan tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas hidup wanita, sebagai contoh mahasiswi yang mengalami dismenore primer tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar karena nyeri yang dirasakan. Remaja yang mengalami dismenore pada saat haid mempunyai lebih banyak hari 53 libur kerja dan prestasinya kurang begitu baik dibandingkan dengan remaja yang tidak mengalami dismenore. Selain dari dampak di atas, konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan, semua itu dapat memainkan peranan serta menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Ketegangan biasanya menambah parahnya keadaan yang buruk setiap saat. Sedikit tidak merasa nyaman dan dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah besar dengan segala kekesalan yang menyertainya. G. Remaja 1. Definisi Remaja Secara etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun sedangkan perserikatan bangsa – bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 – 24 tahun. Kusmiran (2011) definisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu : a. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11 – 12 tahun sampai 20 – 21 tahun. b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual. c. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan – perubahan dalam aspek kognitif, 54 emosi, social dan moral, diantara masa kanak – kanak menuju masa dewasa. Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan kehidupan nmanusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan antara masa kanak – kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggung jawab (Eny, 2011). 2. Ciri – ciri Kejiwaan dan Psikososial Remaja Kusmiran (2011) ciri – ciri kejiwaan dan psikososial antara lain : a. Usia remaja muda (12-15 tahun) 1) Sikap protes terhadap orangtua Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes terhadap orangtua. Mereka berusaha mencari identitas diri dan sering kali disertai dengan menjauhkan diri dari orangtuanya. 2) Preokupasi dengan badan sendiri Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang cepat sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja. 3) Kesetiakawanan dengan kelompok seusia Para remaja pada kelompok umur ini merasakan ketertarikan dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya kelompok senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial. 55 4) Kemampuan untuk berpikir secara abstrak Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan diri. 5) Perilaku yang labil dan berubah-ubah Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Perilaku demikian menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang memerlukan pengertian dan penanganan yang bijaksana. b. Usia remaja penuh (16-19 tahun) 1) Kebebasan dari orangtua Dorongan untuk menjauhkan diri dari orangtua menjadi realitas. Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terkait dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil. 2) Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas Sering kali remaja menunjukan minat pada suatu tugas tertantu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan citacita masa depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung bekerja untuk mencari nafkah. 3) Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-cita. 56 4) Pengembangan hubungan pribadi yang labil Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan terbentuknya kestabilan diri remaja. 5) Penghargaan kembali pada orangtua dalam kedudukan yang sejajar. 3. Masa Transisi remaja Kusmiran (2011) masa transisi remaja, antara lain : a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten. b. Transisi dalam kehidupan emosi Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah. c. Transisi dalam kehidupan sosial Lingkungan sosial akan semakin bergeser keluar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga). d. Transisi dalam nilai-nilai moral Remaja mulai minggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai 57 meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri. e. Transisi dalam pemahaman Remaja menglami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak. 4. Aspek Pertumbuhan Remaja Fungsi fisiologi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan gizi. Faktor lingkungan dapat memberi pengaruh yang kuat untuk lebih mempercepat perubahan. Perubahan dipengaruhi oleh dua organ penting, yaitu hipotalamus dan hipofisis. Ketika kedua organ ini bekerja, ada tiga kelenjar yang dirangsang, yaitu kelenjar gondok, kelenjar anak ginjal dan kelenjar organ reproduksi. Ketiga kelenjar tersebut akan saling bekerja sama dan berinteraksi dengan faktor genetik maupun lingkungan (Eny, 2011). Tabel 2. 1 Perubahan – perubahan yang Dipengaruhi oleh Hormon Jenis Perempuan Laki - laki Perubahan Hormon Estrogen dan Progesteron Testosterone Tanda Menstruasi Mimpi basah Perubahan Pertambahan tinggi Tumbuh rambut disekitar Fisik badan. kemaluan, kaki, tangan, dada, ketiak dan wajah. Tumbuh rambut disekitar Tampak pada anak laki – alat kelamin dan ketiak. laki mulai berkumis, Kulit menjadi lebih halus. berjambang. Suara menjadi lebih halus Suara bariton atau dan tinggi. bertambah besar. Payudara mulai Badan lebih berotot membesar. terutama bahu dan dada. Pinggul semakin Buah zakar menjadi lebih membesar. besar dan bila terangsang Paha membulat. dapat mengeluarkan sperma. Mengalami menstruasi. Mengalami mimpi basah. 58 5. Masalah Umum Remaja Berikut adalah masalah umur yang dialami remaja berkaitan dengan tumbuh kembangnya (Kusmiran, 2011). 1) Masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumahnya seperti relasi dengan anggota keluarga, disiplin, dan pertentangan dengan orangtua. 2) Masalah – masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekolah. 3) Kondisi fisik (kesehatan atau latihan), penampilan (berat badan, ciri-ciri daya tarik, bau badan, jerawat, kesesuaian dengan jenis kelamin). 4) Emosi (tempramen yang meledak-ledak, suasana hati berubahubah). 5) Penyesuaian sosial (minder, sulit bergaul, pacaran, penerimaan oleh teman sebaya, peran pemimpin). 6) Masalah pekerjaan (pilihan pekerjaan, pengangguran). 7) Nilai-nilai (moral, penyalahgunaan obat-obatan, dan hubungan seksual). 8) Masalah yang berkaitan dengan hubungan lawan jenis (heteroseksual), seperti putus pacar, proses pacaran, backstreet, sulit punya pacar, dan lain-lain.