RESUME BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOKONDRIA Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Praktikum Mikrobiologi Terapan yang dibina oleh Hendra Susanto, S.Pd, M.Kes., Ph.D. Oleh: Kelompok 3 Kelas/Off: C/C Hanina Salmah (190341764445) Hesty Nurwijayati (190341864449) Maliatul Khairiyah (190341864421) M. Nidhamul Maulana (190341864426) Nadya Nurul Isnaeni (190341864401) Siti Nurhikmah Mustadjuddin (190341864415) The Learning University PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG NOVEMBER 2019 1 TRANSPOR MEMBRAN A. CIRI MITOKONDRIA Mitokondria memiliki ukuran mulai dari 1 sampai 10µm. Mitokondria bergerak secara acak, berubah bentuk dan berfusi atau membelah mejadi dua. Pergerakan mitokondiria pada sitoplasma terjadi ketika terkait dengan mikrotubulus. Pada sel yang lain mitokondria ada yang posisinya tetap, contohnya pada flagel sperma dan sel otot jantung, di mana mitokondria tersebut memberikan ATP langsung ke situs konsumsi ATP yang luar biasa tinggi. Mitokondria dapat memiliki struktur yang berbeda tergantung pada tipe selnya. Jumlah mitokondria bervariasi mulai dari satu atau beberapa per sel pada protista, jamur dan alga, hingga beberapa ribu per sel di beberapa jaringan tumbuhan dan hewan tingkat tinggi. Mitokondria dan retikulum endoplasma (ER) saling berinteraksi dan fisi pada mitokondria disebabkan oleh interaksi dengan tubulus dari ER b)dengan cara tubulus ER mengelilingi mitokondria. Tubulus ER melakukan hal tersebut guna memulai penyempitan, dan selanjutnya melakukan aksi protein terlarut yang dibawa ke permukaan luar mitokondria. Keseimbangan antara fusi dan fisi merupakan penentu utama dari jumlah dan ukuran panjang dari mitokondria (Adnan, 2008). B. STRUKTUR MITOKONDRIA Mitokondria dibatasi oleh membran ganda, yaitu membran dalam dan membran luar. Setiap membran memiliki ciri khas sebagai unit membran. Membran dalam tidak berhubungan dengan membran luar. Membran dalam membagi organel menjadi dua bagian yaitu matriks dan ruang antar membran. Matriks berisi cairan menyerupai gel, sedangkan ruang antar membran berisi cairan yang encer. Membran dalam memiliki permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan membran luar, karena membran dalam terlipat-lipat dan masuk ke dalam matriks membentuk tonjolan-tonjolan yang dinamakan krista. Dengan demikian, secara struktural terdapat perbedaan antara membran dalam dengan membran luar. Selain itu, membran dalam berbeda dengan membran luar dari segi permiabilitasnya. Membran luar permiabel terhadap berbagai substansi 2 yang mempunyai berat molekul berkisar 5.000 dalton. Sebaliknya permiabilitas membran dalam terbatas, khususnya terhadap substansi-substansi dengan berat molekul berkisar 100-150 dalton (Sheeler & Bianchi, 1983). Gambar 1 Struktur Mitokondria (Bioninja site) (Sumber: ib.bioninja.com) Struktur morfologi mitokondria yang paling bervariasi adalah krista. Dalam satu tipe sel, mereka pada umumnya uniform dan khas pada sel. Akan tetapi, susunan dari bentuk-bentuk yang berbeda terdapat dalam tipe-tipe sel yang berbeda. Umumnya mitokondria memiliki krista yang berbentuk lamella atau tubuler. Pada bentuk lamella, krista relatif sejajar dan teratur, sedang pada krista yang berbentuk tubular memperlihatkan tubulus-tubulus yang terorientasi pada matriks. Pada beberapa mitokondria, susunan tubulusnya teratur, misalnya pada Amoeba Chaos chaos. Menurut struktur mitokondria dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (i) krista susunannya menyerupai lembaran misalnya krista pada mitokondria sel hati, (ii) krista dengan susunan yang sangat rapat menyerupai tumpukan uang logam misalnya pada mitokondria sel ginjal, dan (iii) krista dengan susunan seperti jala yang dibentuk oleh saluran-saluran yang saling beranastomosis. Gambar 2 Struktur krista mitokondria (Sheler dan Bianchii, dalam Adnan 2011) 3 Berbeda dengan organel lain, mitokondria (dan juga kloroplas) mempunyai dua membran-membran luar dan membran dalam. Selain ¡tu juga memiliki dua kompartemen (ruang), yakni ruang antar membran dan ruang matriks. Perhatikan gambar 2.3. Gambar 3 Perbandingan Struktur Mitokondria dan Kloroplas (Albert dkk, 2008) Membran luar, mengandung banyak protein bersaluran yang disebut porin. Oleh karena itu, membran ini bersifat permeabel untuk semua molekul < 5000 dalton dan juga protein yang terlibat dalam sintesis lipid. Selain itu juga memecah lipid menjadi bentuk yang dapat dimetabolisir di matriks. Ruang antarmembran, berisi cairan mengandung enzim yang menggunakan ATP dari matriks untuk memfosforilasi nukleotida lainnya. Membran dalam, berlipat-lipat dan membentuk krista yang berfungsi menambah luas permukaan. Protein yang terdapat pada membran dalam adalah protein-protein reaksi oksidasi rantai respiratori ATP sintetase yang berbentuk tonjolan/bintik pada bagian dalam membran ini, berfungsi untuk membuat ATP, serta merupakan protein transpor khusus yang berperan dalam mengatur keluar masuknya metabolit dari matriks. Bentuk dan jumlah krista berbeda di setiap sel, tergantung jenis dan fungsi atau peran sel tersebut. Ruang matriks, mengandung campuran ratusan enzim, termasuk enzim yang dibutuhkan dalam oksidasi piruvat dan asam lemak sertauntuk siklus krebs. Terdapat juga genom DNA mitokondria, ribosom mitokondria, tRNA, dan enzim-enzim untuk ekspresi gen mitokondria. 4 Mitokondria dijumpai baik pada sel hewan maupun pada sel tumbuhan. Ukuran mitokondria kira-kira sama dengan ukuran rata-rata bakteri basil. Mitokondria hati secara umum agak memanjang dengan diameter kira-kira 0,5-1,0 m dan panjang kira-kira 3 m. Umumnya panjang mitokondria dapat mencapai 7 m (Sheeler & Bianchi, 1983; Thorpe, 1984). Di dalam sel, mitokondria terletak secara acak seperti pada hati atau tersusun teratur dengan pola-pola tertentu seperti pada sel sperma. Contoh yang paling umum adalah susunan yang teratur dari mitokondria diantara serabut-serabut di dalam otot lurik. Mitokondria umumnya ditemukan pada tempat-tempat di dalam sel yang membutuhkan energi dalam jumlah yang besar, misalnya pada otot lurik dan flagel sperma. Untuk melaksanakan fungsinya, sangat tergantung pada persediaan ATP yang dihasilkan oleh mitokondria. Gambar 4 Susunan mitokondria pada sel otot lurik (Thorpe, dalam Adnan, 2011) Gambar 5 Susunan mitokondria pada ekor sel sperma (Thorpe, dalam Adnan, 2011)) Jumlah mitokondria per sel sangat bervariasi di antara berbagai tipe sel, mulai dari nol sampai ratusan ribu. Algae tak berwarna, Leucothrixdan Vitreoscilla, tidak memiliki mitokondria. Spermatozoa tertentu dan flagella seperti Chromulina 5 hanya mengandung satu mitokondria per sel. Hati memiliki mitokondria rata-rata 800 per sel dan beberapa telur landak laut dan amoeba raksasa Chaos chaos mengandung 500.000 mitokondria per sel. Dalam beberapa hal, tampaknya terdapat hubungan antara jumlah mitokondria per sel dan keperluan metabolisme sel. B. MITOKONDRIA SEBAGAI ORGANEL SEMI-OTONOM Dengan adanya materi genetic sendiri seperti DNA untaian ganda sirkuler maka ribosom, tRNA, dan mitokondria bersifat semi otonom yakni dapat memproduksi sebagian protein dari asam amino dengan bantuan enzim-enzim yang diproduksi oleh DNA inti. Gambar 6 Mikrograf electron yang menunjukan DNA mitokondria yang berbentuk sirkuler (Sumber: Santoso, 2018) Sama halnya dengan DNA inti, DNA mitokondria juga dapat membentuk rRNA, tRNA, dan mRNA. Factor-faktor untuk sintesis protein ditentukan oleh DNA inti. Dengan kata lain, mekanisme replikasi, transkripsi dan translasi didalam mitokondria bergantung pada materi genetic inti. DNA mitokondria tidak dapat direplikasi maupun diekspresikan tanpa bantuan inti. Sifat semi-otonom mitokondria terlihat pada cara sintesis ribosom inti, seperti terlihat pada gambar. 6 Gambar 7 diagram pembentukan ribosom mitokondria yang memperlihatkan hubungan atara DNA mitokondria dan DNA inti. (Sumber: Santoso, 2018) Sifat semi-otonom juga diperlihatkan dalam proses biosintesis mitokondia. Protein mitokondria sebagian besar dikode oleh DNA inti dan diimpor kedalam mitokondria darisitosol setelah disintesis diribosom sitosol. Namun, sebagian lagi dari potein tersebut diproduksi didalam mitokondria sendiri, dikode oleh DNA mitokondria, dan disintesis diribosom mitokondria. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan memanfaatkan metode penghmbatan dalam sintesis protein, seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah ini. Gambar 8 biositesis protein mitokondria. (Sumber: Santoso, 2018) 7 Dengan penghambat dapat diketahui apakah protein mitokondria itu disintesis di sitosol(dari genom inti) atau di mitokondria (dari genom mitokondria). Penggunaan obat cycloheximide dapat menghambat sintesis protein sitosolik, tetapi tidak menghambat pembentukan protein mitokondria. Sebaliknya, penggunaan beberapa antibiotic seperti kloramfenikol, eritromisin, dan tetrasiklin dapat menghambat sintesis protein mitokondria. Mitokondria dikatakan mempunyai genom sendiri, hal ini dapat dilihat dari dugaan evolusi pembentukan mitokondria, seperti yang dijelaskan pada gambar dibawah ini. Gambar 9 dugaan proses evolusi asal usul mitokondria didalam sel. Pada gambar memperlihatkan dugaan evolusi mitokondria dari bakteri endosimbiotik hasil proses endositosis jutaan tahun silam. Dalam gambar tersebut diperlihatkan bahwa sebagian besar dari genom prokariotik yang menjadi leluhur mitokondria saat ini didifusikan kedalam DNA inti. Namun belum sepenuhnya terjawab dua pertanyaan yang muncul, yaitu mengapa tidak semua genom mitokondria difusikan kegenom inti? Dan mengapa sampai kini masih diperlukan sinesis protein didalam mitokondria? 8 C. FUNGSI MITOKONDRIA Mitokondria sering disebut sebagai pembangkit listrik bagi sel eukariotik. Sebagian besar metabolisme energi aerobik pada sel eukariotik terjadi di dalam organel ini (Hardin, 2012). Mitokondria (mitochondria, tunggal mitokondrion) merupakan tempat respirasi selular, proses metabolik yang menghasilkan ATP dengan cara mengambil energi dari gula, lemak dan serta bahan bakar lainnya dengan bantuan oksigen. Mitokondria dikenal dengan perannya dalam menghasilkan ATP yang digunakan untuk menjalankan sebagian besar aktivitas sel yang membutuhkan energi. Hal ini berkaitan dengan asam lemak. Contohnya pada pergerakan sperma, hal ini didukung oleh ATP yang diproduksi di mitokondria. Selain terlibat dalam metabolisme energi, mitokondria juga berperan dalam aktivitas lainnya, yaitu sintesis zat asam amino dan kelompok heme serta berperan dalam penyerapan dan pelepasan ion Kalsium (kalsium adalah pemicu penting aktivitas seluler) dan mitokondria berperan dalam mengatur konsentrasi Ca 2+ pada sitosol. Contohnya, saat konsentrasi Ca2+ pada sitosolmeningkat menjadi abnormal maka transpor Ca2+ di mitokondria bagian dalam membran mengambil beberapa ion Ca2+ yang berlebihan. Proses kematian selpun juga diatur oleh peristiwa pada mitokondria (Karp,2013). Menurut Santoso & Santri (2018) fungsi mitokondria adalah sebagai berikut: 1) Oksidasi substrat, piruvat, dan asam lemak menjadi asetil KoA. Sebelum membahas oksidasi di dalam mitokondria, perhatikanlah Gambar 1. Gambar tersebut memperlihatkan proses konversi energi dari bahan makanan yang berlangsung dalam tiga tahap besar. Bahan yang akan dioksidasi dapat berupa piruvat hasil glikolisis di sitosol ataupun asam lemak. Bahan ini secara selektif ditranspor masuk ke dalam matriks mitokondria dan dipecah menjadi asetil KoA. Selanjutnya, asetil KoA masuk siklus asam sitrat di mana oksidasinya dibantu oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam matriks, kecuali suksinat dehidrogenase. Hasilnya adalah CO2, H2O, dan NADH2. Kemudian, NADH2 memulai reaksi oksidasi reduksi dalam rantai respiratoris di membran dalam. Hasil reduksi O2, 9 adalah H2O. Bersamaan dengan itu terjadi proses fosforilasi oksidatif yang mengubah ADP menjadi ATP. Proses ini juga berasosiasi dengan membran dalam karena ATP sintase yang diperlukan terdapat pada membran dalam. Gambar 10. Tiga tahapan konversi bahan makanan (Sumber : Santoso dan Santri, 2018) 2) Berperan dalam jalur glikolat yang melibatkan kloroplas, peroksisom, dan sitosol. Lintasan glikolat melibatkan beberapa organel selain peroksisom, yakni kloroplas dan mitokondria. Lintasan tersebut merupakan reaksi asam glikolat oksidase yang menghasilkan H2O2 . Penggunaan O2 dan produksi CO2 pada jaringan yang berfotosintesis dengan bantuan cahaya matahari disebut fotorespirasi. 3) Oksidasi β-asam lemak. Molekul lemak (triasilgliserol/trigliserida) terdiri atas tiga molekul asam lemak yang berikatan dengan satu gliserol. Molekul ini tidak bermuatan dan tidak larut air, sehingga merupakan bintik (droplet) lemak di dalam sitosol. Sel-sel pada jaringan adiposa tersusun atas bintik lemak. Bentuknya yang kecil-kecil terdapat pada sel yang memiliki ketergantungan terhadap pemecahan asam lemak sebagai suplai energinya, seperti pada sel otot jantung (Gambar 8.8A). 10 Pada semua sel, enzim-enzim yang terdapat pada bagian luar dan dalam membran mitokondria memediasi pergerakan asam lemak yang diturunkan dari molekul lemak di dalam matriks mitokondria. Dalam matriks ini, setiap molekul asam lemak (berupa asam lemak KoA) dipecah oleh satu siklus reaksi memisahkan yang dua karbon pada ujung karboksilnya, membangun satu molekul asetil KoA pada setiap putaran siklus (Gambar 8.8C). Gambar 11. Reaksi perubahan piruvat menjadi Asetil KoA yang terjadi di matriks mitokondria (Sumber : Santoso dan Santri, 2018) Reaksi ini melibatkan kompleks enzim piruvat dehidrogenase yang terdiri atas (a) piruvat dekarboksilase, (b) lipoamida reduktase-ransasetilase, (c) dihidrolipoil dehidrogenase. Asetil koA yang dihasilkan akkan memasuki siklus Krebs untuk dioksidasi lebih lanjut. 4) Perpanjangan rantai asam lemak. Asam lemak disintesis oleh Retikulum Endoplasma Halus (REH), tetapi enzim mitokondria dapat mengatalisis perpanjangan asam palmitat (C-16) dengan penambahan asetil KoA ke ujung karboksil menjadi asam stearat (C-18). Cara perpanjangan seperti ini juga berlaku dalam pembentukan asam lemak jenuh lainnya. 5) Berperan dalam reaksi amfibolik/anaplerotik. 11 Daur asam trikarboksilat berlaku sebagai hasil akhir proses katabolisme, maupun prazat untuk proses anabolisme. Contoh: α-ketoglutarat + alanin glutarmat + piruvat Oksaloasetat + alanin a aspartat + piruvat Sitrat asetil KoA + oksaloasetat 6) Reaksi anaplerotik. Apabila siklus asam trikarboksilat kekurangan oksaloasetat, piruvat akan dapat diubah menjadi oksaloasetat dengan bantuan piruvat karboksilase karena asetil KoA dapat bekerja sebagai perangsang untuk enzim tersebut. Jika jumlah asetil KoA di dalam sel berlebih, senyawa ini akan merangsang kegiatan piruvat karboksilase sehingga piruvat yang berubah menjadi oksaloasetat akan bertambah banyak. Selanjutnya, oksaloasetat + asetil KoA dengan bantuan sitrat sintase berubah menjadi sitrat yang kemudian dapat mendorong laju daur asam trikarboksilat dan produksi ATP pun akan meningkat. Asam amino juga dapat digunakan sebagai sumber oksidasi. Glutamat + piruvat α-ketoglutarat + alanin Aspartat+ piruvat oksaloasetat + alanin 7) Mitokondria berperan dalam respirasi aerobic. Peran mitokondria dalam respirasi aerobik dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 12. Peran mitokondria dalam respirasi aerobik. 12 (Sumber: Hardin, Jeff. et all. 2012) Mitokondria memainkan peran sentral dalam respirasi aerobik. Kebanyakan produksi ATP dalam sel eukariotik terjadi di organel ini. Tahap 1: Oksidasi glukosa dan gula lain dimulai di sitosol dengan proses glikolisis menghasilkan piruvat. Tahap 2: Piruvat diangkut melintasi membran mitokondria bagian dalam dan teroksidasi dalam matriks menjadi asetil CoA. Tahap 3: asetil CoA dari tahap 2 merupakan substrat utama yang digunakan dalam siklus asam trikarboksilat (TCA cycle). Asetil CoA juga dapat dibentuk oleh oksidasi b asam lemak. Tahap 4: Transpor elektron berlangsung pada krista/membran dalam mitokondria, molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2 yang dihasilkan dari tahap 1, 2, dan 3. Transfer elektron dari koenzim menyediakan energi yang menggerakkan pompa proton melintasi membran yang berisi operator. Ini menghasilkan proton gradien elektrokimia melintasi membran. Tahap 5: Energi dari gradien proton digunakan sebagian untuk mendorong sintesis ATP dari ADP dan fosfat anorganik dalam proses yang dikenal sebagai fosforilasi oksidatif. D. TAHAPAN KONVERSI ENERGI SELULER YANG MELIBATKAN MITOKONDRIA 1. Tahap Glikolisis Glikolisis merupakan simpanan glukosa di dalam sel mamalia. Glikolisis terbagi menjadi dua tahapan besar, tahapan tersebut yakni: Tahap 1: meliputi tahap reaksi enzim yang memerlukan ATP. Yaitu tahap reaksi dan glukosa sampai dengan pembentukan fruktosa 6-fosfat (dan tahap 1-tahap 5) Tahap 2 : meliputi tahap reaksi yang menghasilkan energi (ATP dan NADH) yaitu dan gliseraldehide 3-fosfat sampai dengan piruvat (dan tahap 6- tahap 10) Tahap 1 1) Glikolisis diawali dengan reaksi pembentukan senyawa glukosa 6fosfat dari glukosa. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang membutuhkan energi yang diambil dan pemutusan ikatan fosfat dan ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim heksokinase atau glukokinase. 13 2) Isomerisasi glukosa 6-fosfat. Reaksi yang kedua adalah pembentukan isomer fruktosa 6-fosfat dan glukosa 6-fosfat. Reaksi ¡ni adalah reaksi reversibel yang mengkatalisis perubahan suatu aldopiranosa (glukosa) menjadi suatu ketofuranosa (fruktosa). Reaksi ini dikatalisis oleh fosfoglukoisomerase. 3) Fosforilasi kedua. Reaksi fosforilasi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa1 ,6-bisfosfat oleh enzim fosfofruktokinase. Memerlukan ATP sebagai sumber fosfat. 4) Fruktosa 1,6-difosfat dipecah menjadi dua triosa fosfat yaitu gliseraldehid-3-fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Enzim yang mengkatalisis reaksi ¡ni adalah suatu enzim dan kelas liase yakni aldolase. Reaksi yang dikatalisisnya reversible. Kedua triosa fosfat dapat diubah sesamanya oleh enzim triosa fosfat isomerase. 5) Keseimbangan reaksi isomerisasi ini condong ke arah dihidroksi aseton fosfat. Akan tetapi gliseraldehid-3-fosfat terus mencrus diubah , maka reaksi berjalan ke arah yang ditunjukkan. Tahap 2 6) Terjadi oksidasi dan fosforilasi gliseraldehid-3-fosfat oleh NAD sehingga rnenghasilkan I ,3-difosfogliserat. Reaksi ini dikalisis oleh enzim gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase, yang menggunakan fosfat anorganik, bukan ATP sebagai sumber fosfat. Produk yang terbentuk adalah suatu anhidrida campuran dan asam 3-fosfogliserat dengan asam fosfat. 7) Fosfogliserat kinase memindahkan ikatan fosfat kaya energi dan 1,3difosfogliserat ke ADP sehinggga terbentuk 3-fosfogliserat dan ATP. 8) Enzim Fosfogliseromutase memindahkan fosfat yang ada dikedudukan2 sehingga terbentuk 2-fosfogliserat. 9) Enolase mengkatalisis dehidrasi 2-fosfogliserat menjadi fosfoenolpiruvat, yang juga suatu senyawa yang kaya energi. Senyawa ¡ni memindahkan fosfatnya ke ADP dan menghasilkan piruvat dan ATP. 14 10) Reaksi yang terakhir di katalisis oleh enzim piruvat kinase (enzim ini dinamai menurut reaksi yang arahnya berlawanan) Gambar 1. Fase Persiapan Glikolisis dan tahap glikolisis II (Sumber: Albert, 2008) 2. Pembentukan Asetil KoA Piruvat yang terbentuk dari glikolisis, sebelum memasuki siklus TCA, terlebih dahulu akan diubah menjadi asetil KoA. Gambar 2.1 menunjukkan reaksi tersebut. Reaksi ini melibatkan kompleks enzim piruvat dehydrogenase, yakni piruvat dengan cepat diubah menjadi asetil KoA dan melepaskan CO2 sebagai produk sampingnya. Selanjutnya, asetil KoA akan memasuki siklus asam sitrat. 15 Gambar 13 Siklus asam sitrat/ siklus krebs (Sumber: Albert, 2008) 3. Siklus Asam Sitrat/ Siklus Krebs Siklus asam sitrat ini dikenal juga dengan sebutan siklus krebs atau siklus asam trikarboksilat. Terdapat dua tahapan krebs yang penting untuk diketahui, pertama yaitu tahapan persiapan dimana asam piruvat akan diubah menjadi Asetil ko-A melalui proses dekarboksilasi oksidatif. Kedua yaitu tahap dalam siklus yang mana akan berlangsung didalam matriks mitrokondria. Senyawa hasil dari proses glikolisis berupa asam piruvat akan masuk ke tahap dekarboksilasi oksidatif yang terletak didalam mitokondria sel tubuh untuk kemudian menuju reaksi persiapan sebelum memasuki siklus krebs. Asam piruvat dari proses glikolisis akan di ubah menjadi asetil koA melalui proses oksidasi. Proses oksidasi ini disebabkan karena pelepasan elektron sehingga menyebabkan komponen atom karbon berkurang. Hal ini 16 ditandai dengan berkurangnya komposisi 3 atom karbon yang terdapat dalam asam piruvat berubah menjadi 2 atom karbon, hasil ini berupa asetilKoA. Proses berkurangnya komponen karbon inilah yang disebut dekarboksilasi oksidatif. Selain dihasilkan asetil-KoA, proses oksidasi dalam mitokondria ini juga mampu mengubah NAD+ menjadi NADH dengan cara menangkap elektron. Hasil akhir dari tahap persiapan ini berupa asetil-KoA, CO2 dan 2NADH. Asetil-KoA yang merupakan produk dari tahap ini lah yang akan digunakan untuk proses terjadinya siklus krebs Dalam siklus krebs terdapat delapan tahap yang reaksinya terjadi terus menerus dari awal hingga akhir dan terjadi secara berulang. Secara lengkap proses siklus ini terjadi sebagai berikut: 1) Pembentukan sitrat adalah proses awal yang terjadi dalam siklus krebs. Dimana terjadi asetil-KoA akan berikatan dengan oksaloasetat yang akan membentuk sitrat. Reaksi ini dikatalisis enzim sitrat sintase. 2) Sitrat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan diubah menjadi isositrat dengan bantuan enzim akonitase. 3) Isositrat akan diubah menjadi alfa-ketoglutarat oleh ezim isositrat dehidrogenase. Dalam reaksi ini dilepaskan molekul CO2 dan dihasilkan NADH.Alfa-ketoglutarat mengalami proses oksidasi sehingga akan menghasilkan suksinil-KoA . Selama oksidasi ini, NAD+ menerima elektron (reduksi) menjadi NADH + H+. Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah alpha-ketoglutarat dehidrogenase. 4) Suksinil-KoA diubah menjadi suksinat. Energi yang dilepaskan digunakan untuk mengubah guanosin difosfat (GDP) dan fosforilasi (Pi) menjadi guanosin trifosfat (GTP). GTP ini kemudian dapat digunakan untuk membuat ATP. 5) Suksinat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan dioksidasi menjadi fumarat. Ketika oksidasi inilah, FAD akan menerima elektron (reduksi) dan menjadi FADH2. Enzim suksinat dehidrogenase mengkatalisis pemindahan dua hidrogen dari suksinat. 17 6) Selanjutnya adalah proses hidrasi, proses ini menyebabkan terjadinya penambahan atom hidrogen pada ikatan karbon (C=C) sehingga akan menghasilkan produk berupa malat 7) Malat kemudian dioksidasi untuk menghasilkan oksaloasetat dengan bantuan enzim malat dehidrogenase. Oksaloasetat inilah yang akan menangkap asetil-KoA sehingga siklus krebs dapat terus menerus terjadi. Hasil akhir dari tahap ini juga berupa NADH 4. Fosforilasi Oksidatif (Proses Transpor Elektron) Proses fosforilasi oksidatif terjadi di membrane dalam mitokondria (krista). Pada tahap inilah oksigen seluler akan dipakai. Oksigen ini akan bergabung dengan elektron berenergi tinggi yang dibawa oleh NADH dan FADH2, untuk membentuk H,O melalui suatu rantai respiratori. Energi ini juga akan digunakan untuk menggerakkan pembentukan ATP dan ADP + P1 dengan bantuan enzirn ATP sintase yang terdapat pada membran dalam mitokondria. Oleh karena itulah, proses ini disebut sebagai proses fosforilasi oksidatif. Mekanisme yang terjadi adalah mekanisme kopling kemiosmotik (chemiosmotic coupling). Dalam mekanisme kopling kemiosmotik, intermediat kimia berenergi tinggi ditukarkan melalui suatu rangkaian proses antara proses kimia (chemical) dan proses transpor (osmotik). 18 Gambar 14 Ringkasan metabolisme energi pada mitokondria (Sumber: Albert, 2008) Perhatikanlah Gambar 4.1. Piruvat dan asam lemak yang masuk ke mitokondria dipecah menjadi asetil KoA. Asetil KoA dimetabolisme oleh siklus asam sitrat, yang mengurangi NAD + menjadi NADH, yang kemudian melewati elektron berenergi tinggi ke kompleks yang pertama dalam rantai transpor elektron. Di proses fosforilasi oksidatif, elektronelektron ini melewati elektrontransport rantai di membran bagian dalam cristae menjadi oksigen (O2). Elektron transport menghasilkan gradien proton, yang mendorong produksi ATP oleh ATP synthase. Pada gambar 4.2 memperlihatkan detail proses transpor elektron pada membran dalam mitokondria yang melibatkan tiga kompleks enzim. Dua elektron yang berasal dan NADH (dan FADH2) dibebaskan untuk bergerak melintasi kompleks enzim NADH dehydrogenase kompleks enzim sitokrom b-c1, dan kompleks sitokrom oksidase yang akhirnya mereduksi oksigen sehingga membentuk H2O. Di antara ketiga kompleks enzim terdapat dua “carrier” elektron, yaitu ubiquinon dan sitokrom c. 19 Gambar 15 Proses transport elektron pada membran dalam mitokondria (Sumber: Albert, 2008) Ketika elektron berenergi tinggi tersebut dilewatkan dalam rantai transpor elektron, sebagian energi yang dibebaskan digunakan untuk rnenggerakkan ketiga kompleks enzim yang bekerja sebagai pompa proton (H+) memompakan H+ dan matriks ke ruang antar membran. Ini menimbulkan gradien proton elektrokimia melintasi membran dalam akibat ‘tertumpuknya’ H di ruang antar 4 membran konsentrasi H (dan juga mutan listriknya) lebih besar di RAM daripada di matriks. Akibatnya, proton mempunyai energi potensial yang besar untuk kembali ke matriks. Aliran balik proton ke matrik melalui enzim ATP sintase (suatu kompleks enzim transmembran) yang menggunakan energi dan aliran tersebut untuk mensintesis ATP dan ADP + P1 di matriks. NADH yang dibentuk melalut glikolisis di dalam sitosol juga melewatkan elektron ke rantai respiratori. Oleh karena NADH tidak dapat melewati membran mitokondria transfer elektron dan NADH sitosolik harus diikuti secara tidak tangsung melalui satu ari beberapa sistem shuttle (ulang—alik) yang mengangkut senyawa tereduksi lain nya ke dalam 20 mitokondria. Setelah dioksidasi, senyawa ini dikembalikan ke sitosol untuk direduksi kembali oleh NADH. E. REPLIKASI MITOKONDRIA Mitokondria memiliki struktur yang terbagi menjadi 4 bagian utama, 4 bagian utama tersebut yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang letaknya berada di bagian dalam membran. Mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri atau disebut "self replicating" seperti pada sel bakteri. Replikasi tersebut terjadi apabila mitokondria ini ukurannya menjadi terlalu besar sehingga melakukan pemecahan (fission). Pada awalnya sebelum mitokondria bereplikasi, terlebih dahulu mitokondria melakukan replikasi DNA mitokondria. Proses replikasi DNA ini dimulai dari pembelahan yang terjadi pada bagian dalam yang kemudian diikuti dengan pembelahan pada bagian luar. Proses ini melibatkan pengkerutan pada bagian dalam dan kemudian pada bagian luar membran seperti ada yang menjepit mitokondria tersebut. Kemudian akan terjadi proses pemisahan dua bagian mitokondria. Mitokondria memiliki DNAnya sendiri (Alberts, 2008). DNA mitokondria adalah materi genetik DNA yang berada di dalam sel mitokondria. DNA mitokondria hanya sebagian kecil DNA dalam suatu sel eukariotik dan sebagian besar DNA terdapat pada nukleus sel, dan jika pada tumbuhan, juga terdapat dalam kloroplas. Mitokondria memiliki materi genetik sendiri yang karakteristiknya berbeda dengan materi genetik di inti sel. DNA mitokondria juga memiliki beberapa sifat dan sifat -- sifat DNA mitokondria tersebut adalah MtDNA diwariskan atau diturunkan secara maternal. Sel telur memiliki jumlah mitokondria yang lebih banyak dibandingkan dengan mitokondria yang berada di sel sperma, yaitu jumlahnya sekitar 100.000 molekul sedangkan yang ada di sel sperma hanya memiliki jumlah sekitar 100 -1500 mtDNA. Mitokondria yang terdapat di dalam sel sperma banyak terkandung / terdapat di dalam bagian ekor karena bagian inilah yang sangat aktif bergerak sehingga membutuhkan banyak ATP ( banyak membutuhkan energi ). Pada saat terjadi proses pembuahan pada sel telur, bagian ekor yang terdapat pada sel sperma dilepaskan sehingga tidak ada mtDNA yang masuk ke dalam sel telur sehingga 21 seluruh mitokondria yang berada di dalam tubuh kita seluruhnya berasal dari sel ovum ibu kita dan tidak ada yang berasal dari sel sperma ayah kita (Alberts, 2008). Mitokondria tumbuh melalui penambahan komponen pada struktur mitokondria lama, sehingga mitokondria tersebut membelah menjadi dua (seperti pembelahan biner pada bakteri). Satu atau dua krista yang terletak ditengah mitokondria, tumbuh memanjang melewati matriks hingga matriks terpisah menjadi dua komponen. Membran luar berinvaginasi pada bidang pemisah dan selanjutnya mengadakan konstriksi sehingga terjadi fusi antar kedua membran dalam. Akhirnya, terbentuklah dua mitokondria anak (mitokondria baru). Seluruh proses tumbuh mitokondria diatur oleh inti seperti gambar berikut: Gambar 16. (a) Diagram yang menunjukkan rangkaian proses replikasi mitokondria (Sumber: Santoso, 2018) (b) Mikrograf elektron yang menunjukkan mitokondria yang membelah pada sel Gambar 17. Fisi dan Fusi (Sumber: Santoso, 2018) 22 Penambahan jumlah mitokondria di dalam sel diatur sesuai keperluan. Misalnya, pada sel otot rangka yang dirangsang untuk terus berkontraksi selama jangka waktu yang lama akan terjadi penambahan mitokondria dalam jumlah yang besar (5 sampai 10 kali lipat). Kontrol Respirasi Mitokondria Laju respirasi mitokondria dapat dikendalikam oleh konsentrasi ADP. Hal ini terjadi karena oksidasi dan fosforilasi dirangkaikan dengan erat; dengan kata lain oksidasi tidak dapat berlangsung lewat rantai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi fosforilasi ADP. Penambahan uncoupler seperti dinitrophenol ke sel menyebabkan mitokondria untuk meningkatkan transpor elektron secara substansial, mengakibatkan peningkatan dalam pengambilan oksigen yang mencerminkan adanya kontrol pernapasan. Kontrol respirasi, juga bagian dari sistem kontrol umpan balik yang berkoordinasi dengan laju glikolisis, asam lemak, siklus asam lemak dan transpor elektron. Contohnya ketika bekerja terlalu berlebihan, maka terjadi peningkatan ADP dan Pi. Enzim akan segera mengalirkan lebih banyak H+ ke dalam matrix dan terjadilah gradien proton elektrokimia secara lebih cepat, meningkatkan transpor elektron (Alberts, 2008). Pada beberapa sel lemak yang terspesialisasi, respirasi mitokondria, secara normal dilepas dalam bentuk ATP. Pada beberapa sel seperti sel-sel lemak berwana coklat, sebagian besar energi dari oksidasi dilepas sebagai panas daripada dikonversi dalam bentuk ATP. Pada membran dalam mitokondria memiliki sebuah protein trasnpor kusus, disebut protein yang tidak berpasangan, yang membawa proton bergerak menuruni gradien proton tanpa melewati sintesis ATP. Protein tidak berpasangan ini memiliki pergantian fungsi, dengan menggasilkan panas, menyebabkan sel mengoksidasi lebih cepat penyimpanan lemak mereka. Dan lebih memproduksi panas daripada ATP. Jaringan ini mengandung lemak coklat yang membantu hewan untuk melakukan hibernasi dan melindungi diri dari kondisi sensitif sepertihanlnya perlindungan tubuh bayi yang baru lahir dari dingin (Alberts, 2008). Sebagian besar, sel tersusun atas makromolekul, yang secara langsung digunakan untuk pemulihan kembali umur sel. Ketika sel dan organisme tidak 23 tumbuh, molekul akan rusak dan harus diperbaiki melalui biosintesis. Pada penambahan ATP. Biosintesis pada sitosol memerlukan reduksi secara konstan dari NADPH dan karbon skeleton. Tahap biosintesisi yang membutuhkan karbon skeleton untuk memecah gula. Sementara NADPH yang di produksi di dalam sitosol oleh jalur pemecahan gula (jalur pentosa fosfat sebual alternatif dari glikolisis). Tetapi dalam keadaaan bahan makanan berlebih ATP banyak didapatkan, mitokondria menghasilkan karbon skleton dan NADPH untuk pertumbuhan sel. Produksi sitrat di dalam matrix mitokondria oleh siklus asam sitrat yang akan ditransport menuruni gradien elektrokimia ke sitosol dimana metabolisme ini akan menghasilkan NADPH dan karbon skeleton untuk biosintesis. Sebagai contoh, terdapat bagian sel yang merespon signal pertumbuhan, sebagain besar asetil COA diproduksi di dalam sitosol dari sitrat yang diekpor dari mitokondria. Kecepatan produksi asam lemak dan strerol yang akan membangun membran baru (Alberts, 2008). Mitokondria juga sebagai buffer potensial redoks di dalam sitosol. Sel membutuhkan elektron penerima NAD+ secara konstant, untuk pusat reaksi glikolisis yang mengkonversi glyseraldehid 3-fosfat menjadi 1,3 bifosfoglisearta. NAD+ dikonversi menjadi NADH dalam proses tersebut, dan NAD+ dibutuhkan untuk perbaikan melalui transfer elektron NADH yang berenergi tinggi (Alberts, 2008). Gambar 18. Molekul ATP sebagai Pembawa Energi dalam Sel (Sumber: Alberts, 2008) 24 Elektron NADH akan digunakan untuk membantu mengendalikan fosforilasi oksidasi di dalam mitokondria. Tetapi membran dalam mitokondria bersifat impermeable terhadap NADH. Sehingga elektron dari NADH menjadi molekul terkecil di dalam sitosol yang dapat berpindah ke membran dalam mitokondria. Ketika di dalam matrix, molekul kecil tersebuut mentransfer elektron NAD+ menjadi dalam bentuk NADH pada mitokondria. Dalam keadaan kelaparan, protein dalam tubuh kita, diubah menjadi asam amino, dan di import ke mitokondria dan di oksidasi sehingga menghasilkan NADH untuk memproduksi ATP. Di bawah kondisi yang berbeda dan reaksi yang berbeda, mitokondria memiliki fungsi penting untuk metabolisme seluler (Alberts, 2008). Gambar 19. Peran Mitokondria dalam Metabolisme Sel selain Menghasilkan ATP (Sumber: Alberts, 2008) Bakteri menggunakan sumber energi yang beranekaragam, seperti sel hewan, yang bersifat aerobik, mereka mensintesis ATP dari gula dan mengoksidasi CO2 dan H2O dengan glikolisis, siklus asam sitrat dan rantai respiratori di dalam membran plasma mereka, hal ini sama halnya dengan salah satu yang terjadi pada membran dalam mitokondria. Anaerobik lainnya menghasilkan energi dari glikolis (dengan peragian). Karena keberagaman ini, membran plasma dari sebagian besar bakteri mengandung ATP sintase yang memiliki kesamaan dengan satu mitokondria. Pada bakteri, yang menggunakan rantai transpor elektron, dapat menghasilkan energi, rantai transpor elektron memompa H+ keluar dari sel dan memberi kekutan pada proton melewati membran plasma yang menetukan sintesis 25 ATP untuk menghasilkan ATP. Pada bakteri lain, sintesis ATP bekerja secara berlawanan, menggunakan ATP yang diproduksi oleh glikolisis untuk memompa H+ dan sebuah gradian proton dapat melewati membran plasma. ATP dihasilkan dari proses fermenatsi (Alberts, 2008). Pada sel hewan, sebagian besart transpor melewati membran plasma yang dikendalikan oleh gradien Na+ (luar mengandung tingginya kadar Na+,bagian dalam sedikit Na+ yang dibentuk oleh pemompaan Na+ K+. Pada gambar di atas, tentang pentingnya dilaksanakannya transpor ada bakteri. Sebuah proton memiliki kekuatan melewati membran plasma memompa nutrin kedalam sel dan mengeluarkan Na+. (A). Pada bakteri aerobik, sebuah rantai respiratory memproduksi sebuah gradien elektrokimia proton melewati membran plasma, gradien ini digunakan untk mentrasnport beberapa nutrin ke dalam sel dan menghasilkan ATP. (B) Beberapa baketri tumbuh dibawah kondisi anaerobik untuk menghasilkan ATP dari glikolisis. Sintase ATP kemudian menghidrolisis beberapa ATP untuk membentuk gradien proton elektrokimia yang akan mengendalikan proses transpor yang beragnatung pada rantai respiratory (A). Beberapa bakteri melakukan adaptasi di lingkungan alkalin. Mereka memiliki sitoplasma yang mengandung PH yang fisiologis. Sel-sel tersebut, mengasilkan gradien H+ secara elektrokimia yang akan dihalangi oleh besarnya konsentrasi H+ pada arah yang salah (dibagian dalam memiliki H+ lebih tinggi daripada di bagian luar). Sistem trasnpor dan flagela motor dikendalikan oleh perubahan Na+ dan Na+ dikendalikan oleh ATP sintese yang digunakan untuk menghasilkan ATP (Alberts, 2008). 26 DAFTAR RUJUKAN Adnan, Saleh, A.R., Saenab, S., Bahri, A., Arifin, A.N., Suryani, A.I. 2011. Biologi Sel Ultrastruktur dan Fungsi Sel. Makassar: Alauddin University Press. Alberts, Bruce., Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Rafi Keith Roberts, and Peter Walter. 2008. Molecular Biology. United States of America : John Wiley & Sons, Inc. Alberts, Bruce., Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Rafi Keith Roberts, and Peter Walter. 2015. Molecular Biology. United States of America : John Wiley & Sons, Inc. Hardin, Jeff; Bertoni, Gregory; Kleinsmith, Lewis, J. 2012. BECKER’S World of the Cell Eighth Edition. St.San Francisco: Pearson Benjamin Cummings. Karp, Gerald. 2013. Cell and Molecular Biology Concepts and Experiments 7th edition. United States of America : John Wiley & Sons, Inc. Santoso, L.M., & Santri, D.J. 2018. Biologi Sel Molekuler. Jakarta: Salemba Teknika. 27