Uploaded by User96156

pendekatan penelitian kepustakaan

advertisement
metodologi Penelitian (STUDI TEKS /PUSTAKA / LITERATUR)
STUDI TEKS (PUSTAKA / LITERATUR)
DALAM METODOLOGI PENELITIAN
(Tawaran Teoritis & Tantangan Dalam Karya Ilmiyah)
Oleh : M. Alfithrah Arufa, S.Pd.I
A. Pengantar
Mengadakan survey terhadap data yang ada merupakan langkah yang penting sekali dalam
metode ilmiyah. Memperoleh informasi dari penelitian terdahulu harus dikerjakan, tanpa
memperdulikan apakah sebuah penelitian menggunakan penelitian lapangan ataupun
laboratorium, atau di dalam museum. Menelusuri literature/teks yang ada serta menelaahnya
secara tekun merupakan kerja kepustakaan yang sangat diperlukan dalam mengerjakan penelitian.
Sebelum kita lebih jauh masuk dalam ranah studi teks/pustaka yang dimaksudkan dalam
tema saat ini, ada baiknya kami mencoba membuka lebih lebar jarak-beda antara kajian lapangan
dengan pustaka (yang kemudian serupa dengan kajian teks) dalam penelitian ilmiyah. Secara
sempit, Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka, walaupun orang sering
membedakan riset kepustakaan/telaah pustaka (library research / literature review) dan riset
lapangan (field research), keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka/literatur. Perbedaan
yang utama hanyalah terletak pada tujuan, fungsi dan/atau kedudukan studi teks/pustaka dalam
masing-masing penelitian itu. Dalam riset lapangan, penelusuran pustaka terutama dimaksudkan
sebagai langkah awal dalam menyiapkan kerangka penelitian (research design) dan/atau proposal
guna memperoleh informasi sejenis, memperdalam kajian teoritis atau mempertajam metodologi.
Berbeda dengan riset pustaka/teks, penelusuran teks/literature lebih dari pada sekedar
melayani fungsi-fungsi yang ada pada kajian lapangan tadi. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan
sumber perpustakaan untuk memperoleh penelitiannya. Tegasnya, riset/studi teks/pustaka
membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan
riset lapangan.[1]
Idealnya, sebuah riset profesional menggunakan kombinasi riset pustaka dan lapangan atau
dengan penekanan pada salah satu diantaranya. Namun begitu sejumlah ilmuan (dari berbagai
disiplin ilmu) tidak selamanya tergantung pada data primer dari lapangan. Adakalanya mereka
membatasi pada studi pustka saja. Mengapa?
Untuk lebih luas dan lugasnya, makalah kami yang singkat ini akan mencoba memberi
pemaparan data-data teoritis terkait dengan tema kami saat ini, tentunya data-data yang juga
berasal dari hasil studi pustaka/teks.
B. Posmodernis dan Beberapa Wacana Penunjang Studi Teks (Pustaka/Literatur)
Sebelum kita masuk pada apa itu studi teks (yang kemudian kita kenal dengan kajian
pustaka), maka ada baiknya kami menjelaskan pandangan kalangan posmodernis, yang nantinya
akan mengantarkan kita ke gerbang pemahaman pada studi teks/ kajian pustaka. Kalangan
posmodernis sangat mengedepankan dua pendekatan metodologis, yaitu interpretasi[2] anti
objektivis dan dekonstruksi.[3] Interpretasi dalam pandangan posmodernisme adalah interpretasi
yang tidak terbatas. Oleh karena itu menurut pandangan ini bahwa tidak ada makna final untuk
tanda khusus tertentu juga tidak ada pengertian tunggal bagi sebuah teks, maka seorang modernis
berargumentasi bahwa tidak ada interpretasi yang dapat dianggap lebih unggul dari yang lain.
Dengan demikian, berbagai interpretasi yang diperoleh dari sebuah teks, memiliki
kepentingan yang sejajar yakni tidak ada superioritas anatara satu dengan yang lainnya. Artinya
yang ditekankan bukanlah benar atau tidaknya penafsiran yang diberikan, namun argumentasi
yang dijadikan landasan dalam memberikan penafsiran serta kedekatannya dengan fenomena yang
terjadi dan berkaitan dengan teks tersebut yang menjadi titik perhatian interpretasi.
Dalam kaitan ini, bahwa memberi interpretasi terhadap teks dalam penelitian kualitatif,
ditekankan pada bagaimana peneliti melihat bagaimana keajegan isi komunikasi, membaca
simbol-simbol, memaknai isi interaksi simbolik yang terjadi dalam komunikasi. Disadari bahwa
makna simbol dan interaksi sangat majemuk, sehingga interpretasi ganda terhadap objek simbol
tunggal umumnya menjadi fenomena umum dalam penelitian sosial.[4]
Seperti yang telah disebutkan bahwa kajian pustuka atau studi teks tidak akan terlepas
dari pemahaman terhadap simbol-simbol, sebab teks itu sendiri merupakan sebuah simbol. Oleh
karena itu dalam studi teks perlu dipahami tiga ciri khas simbol. Pertama, multi vokal, maksudnya
bahwa teks memiliki banyak arti dan menunjuk pada banyak hal (bermakna ganda). Kedua,
polarisasi, artinya yang memiliki pemahaman saling bertentangan, jadi nantinya akan muncul
makna yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Ketiga, unifikasi, artinya karena
sifatnya
yang umum
maka sangat
meniscayakan adanya
penyatuan dari berbagai
penafsiran/interpretasi yang ada. Dari ciri khas ini maka simbol dari segi sifat dapat didefenisikan
sebagai sesuatu yang dianggap dengan persetujuan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan
sifat alamiah atau mewakili mengungatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau
dengan membayangkan dalam kenyataan atau pikiran.[5]
Semua yang dibahas dalam studi teks sebenarnya merupakan pembahasan terhadap
simbol, sebab simbol itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial, gaya hidup, sosialisi,
agama, mobilitas sosial, organisasi kenegaraan, dan seluruh prilaku sosial. Oleh karena itu sangat
sulit untuk meneliti suatu sistem sosial atau kelompok sosial tanpa mempelajari sistem simbol
suatu kelompok masyarakat. Selain itu, untuk menangkap makna dari perlu memahami dan
mengetahui lebih dahulu cara menafsir simbol-simbol yang dipergunakan oleh masyarakat itu.
Dalam pemahaman Derida, seperti yang dikutip oleh Prof. Noeng Muhadjir, bahwa logo
atau tanda dipakai sebagai dasar telaah semiotik, dalam pandangan logosentrisme tanda itu tidak
dapat lepas dari konteksnya. Lebih jauh Derida mengatakan bahwa tanda satu merajut dengan
tanda lain, maka muncullah teks/haskah. Oleh karena itu teks itu tidak pernah terisolasi dalam arti
selalu berkait-kelindan dengan teks lain. Studi teks tidak lebih dari pemikiran tentang teks itu
sendiri, pemahamannya terajut dalam teks dan dapat diuji pada pemahaman yang terajut dalam
intertekstualitas.[6]
C. Pengertian
Proses penelitian merupakan kegiatan yang panjang, dan merupakan usaha pendalaman
ilmu pengetahuan. Kegiatan penelitian secara umum dilakukan bermula berangkat dari suatu ilmu
pengetahuan yang sudah ada. Di dalam mendapatkan masalah penelitian, seorang peneliti dituntut
melakuak kegiatan mencari dan menemukan masalah penelitian yang diyakini bahwa apa yang
akan diteliti merupakan masalah yang “up to date” bukan masalah yang “out of date” atau
masalah tersebut belum perbah diteliti atau dipecahkan oleh peneliti lain (duplikasi dalam
penelitian).[7]
Untuk memperoleh berbagai teori, konsep, variable, hubungan variable serta data-data
sekunder sebagai langkah awal kegiatan penelitian, hanya akan diperoleh melalui usaha atau
kegiatan membaca, mencermati, mengenali, dan membehas bahan bacaan (pustaka). Bahan
pustaka merupakan sumber dan “gudang” ilmu pengetahun baik berupa teori, konsep, variable,
hubungan variable maupun kenyataan hasil penelitian yang sudah ddilakukan peneliti lainnya.[8]
Kegiatan membaca, mencermati, mengenali, dan mengurai hingga menganalisa bahan
bacaan (pustaka/teks), inilah yang disebut dengan studi teks/pustaka. Dengan demikia peneliti
memang harus “akrab” dengan bahan bacaan agar diperoleh bahan referensi pelaksanaan
penelitian secara lengkap.[9]
Secara tegas pula Mestika Zed berargumen, bahwa riset pustaka tidak hannya sekedar
urusan membaca dan mencatat literatur atau buku-buku sebagaimana yang sering dipahami banyak
orang selama ini. apa yang disebut dengan riset pustaka atau teks ini ialah serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian. Jadi tema pembahasan kita saat ini bukan bermaksud untuk
mengajarkan bagaimana seorang menjadi ahli perpustakaan, melainkan untuk memperkenalkan
penelitian kepustakaan (literatur) secara garis besar.[10]
D. Tujuan dan Manfaat Pentingnya Studi Teks/Pustaka
Dari uraian tentang penertian studi teks/pustaka, jelaslah bahwa tujuan studi pustaka adalah
usaha mencermati (anlisa), mengenali dan membahas rencana penelitian secara teoritik,
konseptual dan menemukan berbagai variable penelitian dengan hubungannya, serta hasil-hasil
penelitian terdahulu. Kesemuanya ini merupakan bahan yang sangat penting sebagai persiapan
untuk melakukan kegiatan penelitian. Bahan bacaan ini sebagai referensi yang merupakan
landasan yang kokoh dalam melakukan suatu kegiatan penelitian.[11]
Menurut Mestika Zed, setidaknya ada tiga alasan mengapa para peneliti ingin membatasi
penelitiannya pada studi pustaka/teks :
Pertama, karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian
teks/pustaka dan sebaliknya tidak mungkin mengaharapkan datanya dari riset lapangan. Studi
sejarah umumnya, termasuk sejarah kedokteran, sejarah sensus, sejarah pemikiran, atau sejarah
ekonomi, tidak bisa lain kecuali dengan mengandalkan riset pustaka. Namun begitu, sejumlah
disiplin tetentu seperti studi Islam atau sastra adakalanya juga berurusan dengan riset pustaka.[12]
Kedua, studi pustaka/teks diperlukan sebagai salah satu tahap tersendiri, yaitu studi
pendahuluan (prelimanry research) untuk memahami lebih dalam gejala baru yang tengah
berkembang di lapangan atau dalam masyarakat. Ahli kedokteran, atau biologi, misalnya, terpeksa
melakukan riset teks/pustaka untuk mengetahui sifat dan jenis-jenis virus atau bakteri penyakit
yang belum dikenal baru-baru ini, misalnya SARS (servere acute respiratory syndrome) contih
lainnya adalah tergugahnya pakar agama untuk kembali membuka literatur untuk mencari jawaban
yang lebih tegas tentang sikap Islam terhadap perang dan kedamaian di saat berkecamjuknya
perang di negeri-negeri Islam dewasa ini. para pakar Islam juga terdorong memmpelajari kembali
gejala ideology dalam agama Islam di masa lalu pada saat maraknya aliran-aliran Islam
“sampelan” dewasa ini.[13]
Ketiga, data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan ppenelitiannya. Bukankah
perpustakaan merupakan “tambang emas” yang sangat kaya untuk riset ilmiyah! Lagi pula,
informasi atau data empirik yang telah dikumpulkan orang lain, baik berupa laporan hasil
penelitian, atau laporan-laporan resmi, buku-buku yang tersimpan di perpustakaan tetap dapat
digunakan oleh periset kepustakaan. Dalam kasus tertentu data lapangan diperkirakan tidak cukup
signifikan untuk menjawab pertanyaan peneliti yang akan dilakukan.[14]
Selain alasan-alasan tersebut di atas, para peneliti dengan cara studi teks / pustaka ini –
menurut Suharsimi Arikunto – juga akan memperoleh beberapa manfaat secara konstruktif, antara
lain :
1. Peneliti akan mengetahui dengan pasti apakah permasalahan yang dipilih untuk
diupecahkan melalui penelitian betul-betul belum pernah diteliti oleh orang yang
terdahulu. Agar ada semacam antisipatif , apa yang ia lakukan bukan sekedar meneliti tanpa
arti.
2. Dengan mengadakan kajian literatur, peneliti dapat mengetahi masalah-masalah lain yang
mungkin ternyata lebih menarik dibandingkan dengan masalah yang telah dipilih
terdahulu.
3. Dengan mengetahui banyak hal yang tercantum di dalam literatur (dan ini merupakan yang
terpenting bagi pelaksanaan penelitiannya), peneliti akan dapat lancer dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Dalam tonggak-tonggak tertentu dari langkahnya meneliti,
peneliti memang diharuskan untuk mengacu pada pengetahuan, dalil, konsep, atau
ketentuan yang sudah ada.
4. Sehubungan dengan manfaat nomor 3, yakni keharusan peneliti mengacu pada
pengetahuan, dalil, konsep, atau ketentuan yang sudah ada, maka kedudukan peneliti
sebagai ilmuan menjadi mantap, kokoh, tegar, karena dalam kegiatannya tersebutia telah
bekerja dengan baik, telah menggunakan aturan-aturan akademik yang berlaku. Karena
menurut Arikunto sendiri, penelitian merupakan kegiatan akademik. Peneliti adalah
ilmuan, jadi harus bersifat terbuka dan bertanggung jawab atas apa yang di lakukan.[15]
E. Ciri-Ciri Utama Studi Teks/Kepustakaan
Setidaknya ada empat cirri utama penelitian pustaka/teks yang perlu diperhatikan oleh
mahasiiswa atau calon peneliti dan keempat cirri itu akan mempengaruhi sifat dan cara kerja
penelitian. Cirri-ciri tersebut antara lain :
1. Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan bukan dengan
pengetahuan lansung dari lapangan atau saksi mata (eyewitness) berupa kejadian, orang
atau benda-benda lainnya. Teks memiliki sifat-sifatnya sendiri dan memerlukan
pendekatan tersendiri pula. Kritik teks merupakan metode yang bisasa dikembangkan
dalam studi filologi, sedang ilmu sejarah mengenal ‘metode kritik sumber’ sebagai metode
dasarnya. Demikian juga studi ilmu Hadist juga memiliki semacam metode kritik teks yang
khas sebagaimana yang bisa dipelajari dalam musthla al-hadis. Jadi perpustakaan adalah
laboratorium studi teks/pustaka dank arena itu membaca teks (buku atau artikel, dokumen,
dll) menjadi bagian yang fundamental dalam penelitian kepstakaan (studi teks)
2. Data pustaka bersifat ‘siap pakai’ (ready made). Artinya peneliti tidak ‘pergi kemanamana’, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia di
perpustakaan. Ibarat belajar sepeda, kita tidak perlu membaca buku tentang bagaimana
teori naik sepeda, begitu pula halnya dengan riset pustaka/teks, untuk melakukannya kita
tidak perlu menguasai ilmu perpustakaan secara matang. Satu-satunya cara untuk belajar
menggunakan perpustakaan dengan tepat ialah langsung saja menggunakannya. Meskipun
demikian, tentu masih perlu mengenal seluk-beluk studi perpustakkaan untjuk kepentingan
penelitian atau untuk kepenntingan membuat makalah.
3. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam artian bahwa peneliti memperoleh
bahan dari tanga kedua dan budan data orisinil dari tangan pertama di lapangan. Sumber
pustaka sedikit banyak mengandung bias (prasangka) atau titik pandang orang yang
membuatnya. Namun demikian, data pustaka, sampai tingkat tertentu, terutama dari sudut
metode sejarah, juga bisa berarti sumber primer, sejauh ia ditulis oleh tanga pertama atau
oleh pelaku sejarah itu sendiri.
4. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan
informasi statik, tetap. Artinya kapanpun ia dating dan pergi, data tersebut tidak akan
pernah berubah karena ia sudah merupakan data “mati” yang tersimpan dalam rekaman
tertulis. Karena alasan itu pula, maka peneliti yang menggunakan bahan kepustakaan
memerlukan pengetahuan teknis yang memadai tentang system informasi dan teknikteknik penelusuran data pustaka secukupnya.[16]
F. Pra-Persiapan Penelitian Dalam Melakukan Kajian Pustaka/Teks
Sesuai dengan komponen-komponen yang ada dalam proposal penelitian, maka
penelaahan bahan pustaka dilakukan secara berturut-turut adalah pada :
1. Pemilihan permasalahan dan judul penelitian,
2. Menyusun pendahuluan (yang meliputi latar belakang penelitian atau alasan mengapa penelitian
ini dilaksanakan, merumuskan problematika, tujuan dan hipotesis penelitian manfaat yang
diperkirakan akan diperoleh dari kegiatan penelitian)
3. Metode penelitian (meliputi penentuan populasi, teknik sampling untuk menentukan sample,
pemilihan instrument pengumpulan data dan pemilihan jenis teknik analisis data).[17]
G. Cara-Cara Mengkaji Bahan Pustaka (Teks/Literatur)
Agar uraian tentang cara mengkaji bahan pustaka ini dapat urut dan mudah dipahami,
terlebih dahulu dikemukakan berbagai jenis sumber bahan pustaka, cara-cara mengkaji dan
mengumpulkan hasil kajian, disusul dengan cara menuangkannya dalam tulisan.
1. Sumber-Sumber Bahan Bacaan
Bahan bacaan (pustaka) yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam kegiatan penelitian
dapat dikelompokan bahan bahan bacaan yang tertulis dan bahan bacaan yang tidak tetulis. Bahan
bacaan yang tertulis adalah bahan bacaan yang yang berwujud vetakan dan diterbitkan atau paling
tidak didokumentasikan. Bahan bacaan yang tertulis merupakan salah satu sumber bahan bacaan
yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan awal penelitian. Sumber bahan bacaan secara tertulis
dapat diberikan contoh sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Buku teks (text-book)
Buku Jurnal (hasil penemuan/ penelitian baru)
Majalah-majalah
Surat kabar
Ensiklopedia
Kamus (bahasa, manajemen, istilah, ekonomi, dll)
Data-data statistik atau Yaerbook
Buku laporan hasil penelitian
Prospectus / leaflet[18]
Buku laporan tahunan dan karya lainnya yang ditulis/ dicetak.
Bulleti, dll. [19]
Sedangkan bahan bacaan yang tidak tertulis adalah bahan sebagai referensi yang dapat
dipergunakan sebagai pengkayahan bahan penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti dapat
menggunakan sumber bahan penelitian yang tidak tertulis ini dengan contoh misalnya: rekaman
suara (kaset), foto-foto, slide, film, peninggalan-peninggalan purbakala, dongeng-dongeng orang
tua, kesenian dan lain sebagainya.
Perkembangan era telekomunikasi dan informasi dewwasa ini referensi atau bahan bacaan
penunjang kegiatan ilmiyah dan penelitian dapat menggunakan sarana teknologi telekomunikasi
dan informasi. Teknologi komputer misalnya menggunakan CD-Room, fasilitas Internet, televisi,
dll. Dengan demikian sumber bacaan dan referensi dewasa ini hampir-hampir tidak terbatas.[20]
2. Cara-cara mengkaji dan mengumpulkan hasil kajian.
Setelah kita mengatahui sumber-sumber bahan bacaan, kita pun perlu mengatahui langkahlangkah mengkaji dan mengumpulkan hasil kajian, dua hal yang kami rangkumkan adalah
membaca dan mencatat, serta mengenal perpustakaan.
a. Membaca dan Mencatat
Membaca dan mencatat adalah bagian terpenting dalam kajian teks/pustaka. Membaca
adalah melakukan kegiatan studi pustaka yang mempunyai fungsi dan kegunaan memperoleh ilmu
pengetahuan dan metodologi serta data-data yang relevan dengan rencana penelitian yang akan
dilakukan.[21]
Membaca dalam arti sekedarnya saja tentu mudah dilakukan, namun membbaca untuk
memperoleh dalil, konsep, variable, hasil-hasil penelitian dan lain sebagainya yang dibutuhkan
dalam membuat rencana penelitian tentu tidak mudah seperti yang dibayangkan. Untuk
memudahkan kegiatan membaca yang “berhasil guna”, Supardi memberikan petunjuk sebagai
berikut:
 Bacalah secara sepintas dari keseluruhan sumber pustaka yang telah ditentukan.
 Ulangi secara mendalam untuk masing-masing bab yang terdapat pada sumber pustaka yang dibaca
dan segera buatlah kutipan informasi dan data yang kiranya diperoleh yang relevan dengan yang
dibutuhkan untuk rencana penelitian yang akan disusun.
 Kemudian buatlah kutipan sebagai hasil kegiatan membaca dengan mencatat apa yang akan diambil
atau dikutip.[22]
Dalam menyusun kutipan – Supardi juga mengutib tulisan Moh. Nazir– dapat
melakukannya dalam berbagai bentuk yang diantaranya adalah sebagai berikut:
 Quotasi, adalah mengutib secara langsung tanpa mengubah satu katapun dari kata-kata pengarang.
Dalam hal ini harus digunakan dua tanda kutib.
 Paraphrase, adalah mengutib seluruh isi bacaan dengan menggunakan kata-kata si peniliti atau si
pembaca sendiri.
 Summary atau Ikhtisar, adalah mencatat sinopsis atau kependekan dari keseluruhan pemikiran yang
ada dalam bacaan dengan menggunakan kata-kata sendiri.
 Precis (baca:praisi), adalah kependekan isi yang lebih padat dari summary, dengan memilih secara
hati-hati materi yang akan dipendekkan dengan menggunakan kata-kata sendiri yang tidak lari dari
rencanna orisinal artikel.[23]
Agar hasil mebaca dapat didokumentasikan, maka kutipan yang disusun tadi perlu
dilakukan pencatatan secara sistematis dan praktis. Mencatat hasil bacaan diseyogyakan
menggunakan model kartu. Buatlah kartu ukuran (misalnya) 7,5 X 12,5 cm atau lebih kecil/besar
(sesuai dengan tingkat kepraktisan masing-masing) dari kertas manila atau linen baik berwarna
putih maupun berwarna-warni.[24] Walaupun hal ini tergantung pada selera, namun bagian-bagian
terpenting harus dituliskan, antara lain :

Nama variable

Nama pengarang atau pencetus ide tentang pokok masalah

Nama sumber dimana dimuat penjelasan tentang variable atau pokok masalah

Tahun yang menunjukan pada waktu sumber tersebut dibuat atau diterbitkan

Nama instansi (lembaga, unit, penerbit, dan sebagainya) yang bertanggung jawab atas penulisan
atau penerbitan suber kajian.

Nama kota tenpat penulisan atau penerbitan sumber kajian.

Isi penjelasan tentang variabel atau pokok masalah.[25]
Contoh pengutipan bacaan pada kartu kutipan bibliografi[26]
Pengamatan Kelas
Dalammenentukan variabelyang diamati dan menyusun
instrumen pengamatanini, peneliti harus ingat :semakin
banyak objek yang diamati,pengamatan semakin sulit, dan
hasilnyasemakin tidak teliti.
Suharsimi Arikunto, 1987, “Prosedur Penelitian”,
suatu pendekatanpraktik, Bina Aksara, Jakarta, hlm.
130
Yang tertera pada kartu bibliografi di atas adalah kutipan tentang variable “Pengamatan
Kelas”. Dan sebagai pendukung atau pelengkap kitipan kita bisa memilioki satu atau dua kartu
bahkan lebih tentang maslah yang sama, menurut Arikunto diusahakan yang sama warnanya,
tetulis kutipan mengenai masalah tersebut.[27]
b. Mengenal Perpustakaan (Library)
Sumber bacaan (teks/pustaka), sebagian besar akan diketemukan di perpustakaan.
Perpustakaan secara umum dapat diartikan sebagai tempat pengelolahan bahan-bahan bacaan yang
dilembagakan dan dikelola secara professional. Namun bukan berarti sumber bacaan hanya
ditemukan di perpustakaan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan instansi lainnya. Akkan tetapi
pustaka lebih luas dapat juga diperoleh dari perpustakaan pribadi, took buku, museum dan
sebagainya.[28]
Seorang peneliti juga sedikit banyak harus mengenal seluk beluk tentang perpustakaan.
Mengenal perpustakaan berarti akan mengenal tentang sistem pelayannan dan catalog. Sistem
pelayanan. sistem pelayanan perpustakaan pada umumnya dibagi menjadi dua macam sistem yaitu,
sistem terbuka (self servicce) dan sistem tertutup.
Sistem terbuka adalah system pelayanan yang para peminat baca dapat langsung
menunjuk tempat penyimpan dan penyediaan buku atau bahan yang diperlukan. Sedangkan sistem
tetutup adalah pelayanan perpustakaan dimana para peminat baca tidak dapat secara langsung
melihat, memilih dan mengambil bahan bacaan yang diperlukan.[29]
Dari kedua sistem tersebut paling tidak pembaca/peminjam buku harus mengenal sistem
katalog yang diatur oleh perpustakaan tersebut. Pada dasaranya katalog merupakan kartu-kartu
daftar koleksi bacaan yang dapat disediakan oleh perpustakaan tetentu. Kartu katalog biasanya
memberi informasi tentang nama penulis, judul, edisi (kalau ada), nama penerbit, tahun
penerbitan, maupun data-data dari bahan bacaan tersebut lainnya.[30]
Dewasa ini katalogisasi perpustakaan pada institusi yang mampu telah dilaksanakna
dengan berbasis komputerisasi catalog perpustakaan. Sehingga secara cepat dan akurat
pengunjung memperoleh referensi yang sesuai keinginan.
3. Cara menuangkan dalam tulisan
Secara sederhana studi teks (kajian pustaka) sebenarnya menekankan pada pemahaman
seseorang (peneliti) terhadap sebuah makna teks. Jika demikian maka apa pun pemahaman
seseorang terhadap teks merupakan hak dari setiap individu sesuai dengan perspektif dan
kepentingannya sendiri-sendiri, tanpa harus terikat dari pemikiran dan kemauan penggagasnya.
Agar dapat mengungkap makna dengan benar maka disini seorang peneliti perlu membedakan
beberapa komponen yang penting dalam proses pemaknaan teks yakni; 1) terjemah atau
translation, 2) tafsir atau interpretasi 3) ekstrapolasi, dan 4) pemaknaan atau meaning.[31]
Terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan
media yang berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke bahasa yang lain, dari
verbal gambar dan sebagainya. Sementara penafsiran tetap berpegang pada materi yang ada, dicari
latar belakangnya, konteksnya agar dapat pemahaman yang lebih jelas. Ekstrapolasi lebih
menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal dibalik yang ada.
Sementara memberikan makna adalah hal yang lebih dalam dari tafsir, dan mempunyai
kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia
seperti indrawi, daya pikir, dan akal dan budinya. Materi yang disajikan, seperti juga
ekstrapolasi[32] dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih
jauh.[33]
Uraian menganai bagaimana cara menuliskan hasil kajian pustaka (studi teks) dalam bagian
ini, Arikunto membagi ke dalam dua pokok bahasan yaitu:
a. Cara menuangkan hasil kajian di dalam isi bahasan dalam bentuk narasi.
Tidak jarang kita jumpai didalam proposal penelitian, tumpukan buah pikiran orang-orang
penting, uraian tenttang kebijakan, laporan hasil penelitian dan lain-lain yang merupakan hasil
kajian seorang peneliti, tanpa ditambah sedikitpun dengan ulasan atau kesimpulan peneliti tentang
isi hasil kajian tersebut. Dengan sendirinya cara menuangkan hasil kajian seperti itu bukan
sesuatu yang dikehendaki bagi penyajian hasil karya seperti tulisan yang berkenaan
dengan kegiatan penelitian.[34]
Secara tegas (pada prinsip akademik. Pen.) Arikunto mengatakan bahwa ada peneliti yang
dapat dikategorikan sebagai “ilmuan yang ketinggalan zaman !”, mereka itulah peneliti yang
kurang antisipatif, sehingga permasalahan yang diteliti sudah pernah menjadi topik penelitian yang
lain bahkan mungkin sudah menjadi laporan jurnal atau bahkan telah menjadi pembendaharaan
ilmu pengetahuan yang belm diketahui oleh peneliti.[35] Disinilah tampak lagi pentingnya
membaca dan menelaah sumber bahan pustaka agar dia mengetahui secara terus-menerus (sekali
dan sekali lagi).[36]
Bagian dari proposal yang lengkap, yaitu proposal untuk penyusunan tesis mahasiswa S2
dan disertasi untuk calon doctor yang juga memerlukan hasil kajian pustaka/teks sebagai dukungan
teori yang dikenal dengan “kerangka teori” dan “kerangka berfikir”. Kerangka teori adalah
bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hhal yang berhubungan
dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya. Sedangkan
kerangka berfikir adalah bagian teori dari penelitian yang menjelaskan tentang alasan atau
argumentasi bagi rumusan hipotesis. Kerangka berfikir merumuskan alur berfikir peneliti dan
memberikan penjelasan kepada orang lain mengapa dia mempunyai anggapan seperti yang
diutarakan dalam hipotesis. Hal ini tentu penulisannya berdasarkan pendapat para ahli yang
mendahuluinya.[37]
Menuangkan hasil kajian di dalam sebuah narasi bukan merupakan pekerjaan yang mudah.
Di dalam buku-buku penelitian banyak disebutykan bahwa menuangkan hasil kajian dapat
dilakukan denmgan dua cara yaitu, kutipan langsung dan kutipan tidak langsung
1) Kutipan lansung, yaitu apabila peneliti dalam menuangkan hasil kajian memindahkan hasil karya
orang lain masih dalam bentuk asli, baik utuh maupun sebagian.
2) Kajian tidak langsung, yaitu apabila di dalam menuangkan hasil kajian peneliti telah menuangkan
dalam bentuk intisari, makna pengertian atau meramunya dengan hasil-hasil karya yang lain. Di
dalam kutipan tidak langsung pembaca agak sukar melihat wujud asli hasil karya dari pencetus
ide, tetapi masih dapat memahami isi pengertian atau konsepnya.[38]
b. Cara mempertanggungjawabkan pengambilan hasil kajian atau kutiban bagi orang lain
maupun bagi penulis (pencetus ide)
Di dalam penelitian karya ilmiyah, baik penulisan karya tulis maupun penelitian, siapapun
1)
2)
3)
4)
boleh mengutib, menuliskan kembali ataupun mengulas pendapat, pikiran atau hasil penelitian
orang lain. Hanya yang perlu diingat oleh para ilmuwan adalah bahwa mereka tidak mengaku
apa yang diambil tersebut sebagai haknya sendiri. mereka harus secar jujur mmengemukakan
kepada pembacanya bahwa apa yang dituliskan tersebut diambil dari orang lain. Jikka aturan tata
tertib yang ada sudah diikuti, maka mereka tidak dikatakan sebagai plagiat.[39]
Cara peneliti mempertanggungjawabkan penguutipan itu dilakukan dua kali, yaitu pada
halama dimana terdapat kutipan tersebut dan pada daftar kepustakkaan. Secara detil,
pertanggungjawaban pengutipan hasil karya orang lain pada tempat kutipan berada dapat
dilakukan dengan bermacam cara :
Menuliskan sumber kajian sebelum peneliti mengemukakan kutipannya
Menuliskan ssumber kajian sesudah peneliti mengemukakan beberapa kutipan yang berasal dari
beberapa orang sehingga peneliti menyebutkan nama-nama ahli tersebut sekaligus berderet-deret
(dengan tahun penerbitan buku dalam kurung).
Menuliskan sumber kajian sesudah penneliti mengemukakan satu demi satu pendapat seseorang
yang langsung diikuti oleh ahlinya.
Menuliskan nama ahli dan sumbernya secara lengkap di bawah semua teks dalam bentuk catatan
kaki (footnote).[40]
H. Penutup/Kesimpulan
“I have always imagined that paradise will be a kind of library”
(Jorge Luis Borge)
Kalimat yang cukup inspiratif ini di pampang tegas oleh Mestika Zed pada halaman 1
sebelum ia mulai menulis awal paragrafnya pada buku karangannya yang secara spesifik mengulas
tentang “metode penelitian kepustakaan”[41] itu. Sekilas seolah kita diajak mengembangakan
ilmu pengetahuan dengan lebih banyak membaca, membaca dan membaca. Dari sikap inilah, baru
kita bisa menampakkan potensi dalam upaya memberi sumbangsih pada kemajuan ilmu
pengetahuan, sadar atau tidak sadar kita telah menikmati karya-karya ilmiyah yang dirajut dari
hasil membaca. Dan tempat paling indah dan nyaman (paradise) untuk menemukan bahan kajian
pustaka/teks-teks, secara umum adalah di perpustakaan, apapun bentuknya, pribadi ataupun
umum. Sehingga bisa dikatakan secara “pendek”, tidak ada karya ilmiyah yang “bermutu” tanpa
bacaan yang “bermutu” pula.
Jika benar bahwa perpustakaan adalah “gudang ilmu” pengetahuan, yang terdiri
dari timbunan bahan bacaan Dalam belantara kata-kata (teks-teks) tertulis yang hampir tak
terbatas jumlahnya, maka tugas peneliti kajian pustaka/teks ‘nyaris’ seperti mencari jarum jahit
dalam jerami. Namun untunglah berkat bantuan alat metodologis (sistem kartu, komputerisasi dan
media baca lainnya), pekerjaan kepustakkaan tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bukan
mustahil bisa mengasilkan sesuatu yang besar. Selamat mencoba !
Teoritis tentang studi pustaka/teks ini dapat kita simpulkan “sendiri” dengan
membaca/mendiskusikan kembali makalah ini dari awal secara seksama. [ft-R-dw]
***
DAFTAR PUSTAKA
An-Na’im, Abdullah Ahmed, 2004, Dekonstruksi Syari’ah: Wacana Hubungan Sipil, Hak Asasi Manusia,
dan Hubungan Internasional dalam Islam terj. Ahmad Sauedy dan Amirudin ar-Rany
(Yogyakarta: LKiS)
Arikunto, Suharsimi, 2003, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta)
Kasiyanto, 2005, Analisis Wacana dan teoritis Penafsiran Teks, dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif:
Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, ed. Burhan
Bungin (Jakarta: Rajagrafindo Persada)
Muhadjir, Noeng, 2007, Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, edisi v
(Yogyakarta: Rake Sarasin)
Nazir, Moh., 2005, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia)
Supardi, 2005, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press)
Zed, Mestika, 2008, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia)
[1] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), hlm.
1-2
[2] Interpretasi : Pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu (penafsiran),
lihat di KBBI (software) v1.1
[3] Secara sederhana dekonstruksi dapat dipahami sebagai sebuah tanda baca yang sangat intoleran terhadap
pembekuan dan pemakuan teks. Oleh karena itu pembacaan dekonstruktif selalu mengejutkan bahkan sering kali
menjadi subversif, hal ini disebabkan karena pembacaan dekonstruktif membongkar dan menembus kedalam teks
untuk menampilkan watak arbiter (orang yang disepakati oleh dua belah pihak yang bersengketa untuk memberikan
keputusan yg akan ditaati oleh kedua belah pihak) dan ambigunya yang sering “terkubur” oleh kepentingan penulis
ataupun pengucap teks itu. Lihat dalam, Abdullah Ahmed An-Na’im, Dekonstruksi Syari’ah: Wacana Hubungan
Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan Internasional dalam Islam terj. Ahmad Sauedy dan Amirudin ar-Rany
(Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. vii.
[4] Kasiyanto, Analisis Wacana dan teoritis Penafsiran Teks, dalam Analisis Data Penelitian
Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, ed.
Burhan Bungin (Jakarta: Rajagrafindo Persad, 2005), hlm.148.
[5] Ibid. hlm. 150.
[6] Intertekstualitas adalah telaah yang dilakukan terhadap satu teks dengan teks lainnya. Lihat,
Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, edisi v
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), hlm. 411.
[7] Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 61
[8] Ibid. hlm. 62
[9] Ibid.
[10] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, … hlm. 3
[11] Ibid.
[12] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, … hlm. 2
[13] Ibid. hlm. 2-3
[14] Ibid. hlm. 3
[15] Lengkapnya lihat dalam Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2003), hlm. 76-77
[16] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, … hlm. 4-5
[17] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 77-78
[18] Karangan kecil yang sifatnya ilmiyah praktis. Diterbitkan oleh lembaga-lembaga Negara atau
swasta, dengan interval yang tidak tetap, lihat Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor Selatan:
Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 106
[19] Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis,…hlm. 64
[20] Ibid. Hlm. 65
[21] Ibid.
[22] Ibid. Hlm. 66
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25] Suharsimi Arikunto, Manajemen
[26] Ibid. Hlm. 90. lihat juga contoh
Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 89
lainnya dalam Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan
Bisnis,…hlm. 67, Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005), hlm
104-105
[27] Ibid. Hlm. 90
[28] Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis,…hlm. 67
[29] Ibid. Hlm. 68
[30] Ibid.
[31] Kasiyanto, Analisis Wacana dan teoritis Penafsiran Teks, dalam Analisis Data Penelitian
Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan…, hlm. 160.
[32] Ekstrapolasi : Perluasan data di luar data yang tersedia, tetapi tetap mengikuti pola
kecenderungan data yang tersedia itu, lihat. KBBI (software) v1.1
[33] Kasiyanto, Analisis Wacana... hlm. 161.
[34] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 92
[35] Ibid.
[36] Ibid. Hlm. 92-93
[37] Ibid. Hlm. 99
[38] Ibid. Hlm 100
[39] Ibid. Hlm. 104-105. Plagiat : Pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri. li
Download