Uploaded by User66433

KELOMPOK 3 Stroke (CVA)

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM NEUROLOGI
(STROKE/CVA)
KELOMPOK 3 :
Ervina Sulistia Cahyani S
R011181337
Fira Rezky Amaliah
R011181317
Irmayanti
R011181005
Nirwana
R011181025
Nur Fitra Armadani
R011181045
Nurul Rezky Mardianthy
R011181357
KELAS RA 2018
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Sistem Neurologi (Stroke/CVA)” ini dengan baik.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan telah mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampuh, serta semua pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.Makalah ini mungkin
kurang sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang positif dan
membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Makassar, 14 Maret 2021
Penyusun
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i
BAB I ..................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 3
A.
Latar Belakang .......................................................................................................................... 3
B.
Rumusan masalah ...................................................................................................................... 3
C.
Tujuan ........................................................................................................................................ 3
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
A. Pengertian Stroke ........................................................................................................................ 5
B. Etiologi......................................................................................................................................... 6
C. Manifestasi Klinis ........................................................................................................................ 9
D. Patofisiologi ................................................................................................................................ 10
E. Pathway ........................................................................................... Error! Bookmark not defined.
F. Komplikasi .................................................................................................................................. 11
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................................ 11
H. Penatalaksanaan ........................................................................................................................ 12
I. Asuhan Keperawatan .................................................................................................................. 17
J. EVIDANCE BASED PRACTICE...........................................................................................................
BAB III ................................................................................................................................................ 32
PENUTUP............................................................................................................................................ 32
A.
Simpulan .................................................................................................................................. 32
B.
Saran ........................................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah Gangguan Peredaran darah Otak
(GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah
pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisit
neurologik atau kelumpuhan saraf.Strokemerupakan penyakit terbanyak ketiga setelah
penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di
dunia. Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di
Amerika setiap tahunnya adalah 50 – 100 dari 100.000 orang penderita.Di negara-negara
ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan
kematian. Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui
bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara
berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita
stroke di Indonesia, stroke ischemic merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu
sebesar 52,9%( Dinata, Syafrita, & Sastri, 2013)
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari stroke?
2. Bagaimana etiologi dari stroke?
3. Apa manifestasi klinis dari stroke?
4. Bagaimana patofisiologi dari stroke?
5. Bagaimana pathway stroke?
6. Apa saja komplikasi stroke?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang stroke?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari stroke?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke?
10. Bagaimana Evidance Based Practice pada pasien dengan stroke?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi stroke
3
2. Untuk mengetahui etiologi dari stroke
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis stroke
4. Untuk mengetahui patofisiologi stroke
5. Untuk mengetahui pathway stroke
6. Untuk mengetahui komplikasi dari stroke
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang stroke
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan stroke
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan stroke
10. Untuk mengetahui Evidance Based Practice
4
BAB II
PEMBAHASAN
1.
STROKE
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis
yang disebakan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian dari otak. Dua jenis stroke
yang utama adalah iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya
penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena thrombosis
(penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh darah) atau embolik
(pecahan gumpalan darah/udara/benda asing yang berada dalam pembuluh darah sehingga
dapat menyumbat pembuluh darah otak) ke bagian otak. Perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang subarachnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah total stroke
iskemik sekitar 83% dari seluruh kasus stroke. Sisanya 17% adalah stroke hemoragik
(Black & Hawks, 2009).
Secara garis besarnya stroke dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu stroke
perdarahan (hemoragik) dan stroke nonperdarahan atau stroke iskemik atau infark karena
sumbatan arteri otak.
Stroke perdarahan dibagi lagi sebagai berikut :
1. Perdarahan subarakhnoid (PSA). Darah yang masuk ke selaput otak.
2. Perdarahan intraserebral (PIS); intraparenkim atau intraventrikel. Darah yang
masuk ke dalam struktur atau jaringan otak.
Stroke nonperdarahan (iskemik/infark)
Stroke Iskemik berdasarkan penyebabnya
Menurut klasifikasi The National Institute of Neurological Disorders Stroke Part III
trial -NINDS III, dibagi dalam 4 golongan karena :
1. Aterotrombotik : penyumbatan pembuluh darah oleh kerak/plak dinding arteri.
2. Kardioemboli : sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli) dari jantung.
3. Lakuner : sumbatan plak pada pembuluh darah yang berbentuk lubang.
4. Penyebab lain : semua hal yang mengakibatkan tekanan darah turun (hipotensi)
(Junaidi, 2011).
5
Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan sebagai berikut
1. Transcient Ischemic attack (TIA): serangan stroke sementara yang berlangsung
kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala neurologis akan
menghilang antara >24 jam - 21 hari.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologik
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
4. Stroke komplit atau completed stroke: kelainan neurologis sudah lengkap menetap
dan tidak berkembang lagi.
B. Etiologi
Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara, iskemia terjadi ketika suplai
darah ke bagian darah otak terganggu atau tersumbat total. kemampuan bertahan yang utama
pada jaringan otak yang bergantung pada lama waktu kerusakan ditambah dengan tingkat
gangguan dari metabolisme otak. Iskemia biasanya terjadi karena trombosis atau emboli.
Sedangkan pada stroke hemoragik biasanya terjadi akibat adanya pendarahan.
1. Trombosis
Pengumpalan (Trombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endotelial dari pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama. Aterosklerosis
menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah.
Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (Stenosis) pada arteri. Darah akan
berputar-putar di bagian permukaan yang terdapat plak tersebut, menyebabkan
penggumpalan yang akan melekat pada plak tersebut. Akhirnya rongga pembuluh darah
menjadi tersumbat.
Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotis atau pada cabangcabangnya. Bagian yang biasa terjadi penyumbatan adalah pada bagian yang mengarah
pada percabangan dari karotid utama ke bagian dalam jam dan keluar dari arteri
karotid.stroke karena trombosis adalah tipe yang paling sering terjadi pada orang dengan
diabetes.
Stroke lakunar adalah stroke pada pembuluh darah yang kecil.Bagian endotelium
dari pembuluh darah kecil dipengaruhi sebagian besar oleh kondisi hipertensi, yang
6
menyebabkan penebalan dari dinding pembuluh darah dan penyempitan. Infark lakunar
yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus (Black & Hawks, 2009).
2. Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan stroke
embolik. Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir melalui
sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat
arteri. Embolus yang paling sering terjadi adalah plak. Emboli dapat terlepas dari arteri
karotis bagian dalam pada bagian luka plak dan bergerak ke dalam sirkulasi serebral.
Kejadian fibrilasi atrial kronik dapat berhubungan dengan tingginya kejadian stroke
embolik, yaitu darah terkumpul di dalam atrium yang kosong, gumpalan darah yang sangat
kecil terbentuk dalam atrium kiri dan bergerak menuju jantung dan masuk ke dalam
sirkulasi serebral.pompa mekanik jantung buatan memiliki permukaan yang lebih besar
dibandingkan otot jantung yang normal dan dapat juga menyebabkan peningkatan risiko
terjadinya penggumpalan. Endokarditis yang disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri
dapat menjadi sumber terjadinya emboli. Sumber-sumber penyebab emboli lainnya adalah
lemak, bakteri, dan tumor (Black & Hawks, 2009).
3. Pendarahan (Hemoragik)
Pendarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur
arterisklerotik dan hipertensi pembuluh darah,yang bisa menyebabkan pendarahan ke
dalam jaringan otak.pendarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit
hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50 tahun. Akibat lain dari perdarahan adalah
aneurisma. Aneurisme adalah pembengkakan pada pembuluh darah. Walaupun aneurisma
serebral biasanya kecil dengan diameter 2-66 mm, hal ini bisa menyebabkan ruptur.
Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan oleh ruptur aneurisma.
Stroke yang disebabkan oleh pendarahan sering kali menyebabkan spasme
pembuluh darah serebral dan iskemik pada cerebral karena darah yang berada di luar
pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan. Stroke hemoragik biasanya menyebabkan
terjadinya kehilangan fungsi yang banyak dan penyembuhannya paling lambat
dibandingkan dengan tipe stroke yang lain. Keseluruhan angka kematian karena stroke
hemoragik berkisar antara 25 sampai 60%. jumlah volume perdarahan merupakan satusatunya prediktor yang paling penting untuk melihat kondisi klien oleh sebab itu, tidak
7
mengherankan bahwa perdarahan adalah penyebab paling fatal dari semua jenis stroke
(Black & Hawks, 2009).
Faktor Risiko
Kejadian stroke dan kematian karena stroke disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
a. Hipertensi (tekanan darah tinggi) Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar
terjadinya stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan pembuluh darah
yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir
ke otak pun berkurang. Selain itu, hipertensi juga dapat menyebabkan peningkatan
pada tekanan darah, apabila pembuluh darahnya ini tidak mampu untuk menahan
maka akan menyebabkan pembuluh darah pecah, dan akan terjadi pendarahan
intracerebral di dalam otak.
b. Penyakit Jantung , Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian
otot jantung) menjadi faktor terbesar terjadinya stroke.
c. Diabetes Militus, Pembuluh darah pada penderita diabetes militus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau penurunan
kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
Selain itu, pada penderita diabetes mellitus terjadi peningkatan lemak di pembuluh
darah yang nantinya akan membentuk pembentukan plak yaitu Aterosklerosis.
d. Obesitas, Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke, hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah.
e. Merokok, Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih dibanding orang-orang yang tidak
merokok. Selain itu, pada penderita diabetes mellitus umumnya pembuluh darah
tidak luntur tetapi bersifat inelastis.
C. Manifestasi klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang pertusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). (Harsono, 2003)
8
a. Kehilangan motorik: hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak
yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
b. Kehilangan komunikasi: disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif
atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial,
kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Disfungsi kandung kemih.Disfungsi kandung kemih neurogenik , atau kandung kemih
neurogenik , mengacu pada masalah kandung kemih akibat penyakit atau cedera pada sistem
saraf pusat atau saraf perifer yang terlibat dalam pengendalian buang air kecil.
D. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau hilangnya suplai darah.
Hipoksia dapat menyebabkan iskemik cerebral karena tidak seperti jaringan pada bagian
tubuh lain misalnya otot, otak tidak bisa menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi
kekurangan oksigen atau glukosa.salah satu penyebab stroke adalah penurunan perfusi
serebral yang biasanya disebabkan oleh sumbatan di arteri serebral atau pendarahan
intraserebral, Aterosklerosis merupakan penyebab utama penyumbatan. Aterosklerosis
menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah.
Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (Stenosis) pada arteri. Darah akan
berputar-putar di bagian permukaan yang terdapat plak tersebut, menyebabkan
penggumpalan yang akan melekat pada plak tersebut. Akhirnya rongga pembuluh darah
menjadi tersumbat, sumbatan yang terjadi mengakibatkan iskemik pada jaringan otot yang
mendapatkan suplai dari arteri yang terganggu dan karena adanya pembengkakan di
jaringan sekelilingnya. sel-sel di bagian tengah atau utama pada lokasi stroke akan mati
dengan segera setelah kejadian stroke terjadi hal ini dikenal dengan istilah cedera sel-sel
saraf primer (primary neural indjury) (Black & Hawks, 2009).
9
E. PATHWAY
10
F. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002 yaitu:
a. Hipoksia Serebral
Kekurangan oksigen ke otak
b. Depresi
Inilah dampak yang paling menyulitkan penderitaan dan orang-orang yang berada di
sekitarnya. oleh karena itu terbatasnya akibat lumpuh sulit berkomunikasi dan
sebagianya. Penderita stroke sering mengalami depresi.
c. Darah beku
Darah beku mudah berbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki sehingga
menyebabkan pembengkakan yang menggangu. selain itu pembekuaan darah juga dapat
terjadi pada arneri yang mengalirkan darah ke paru-paru(embelio paru-paru sehingga
penderita sulit bernafas dan dalam beberapa kasus mengalami kematian.
d. otot mengerut dan sendi kaku
Kurang gerak dapatr menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri.misalnya Jika otot-otot
belis mengerut kaki terasa sakit ketika harus berdiri dengan rumit menyentuh lantai.hal
ini biasanya di tangani fisiotrapi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara
lain adalah: (Harsono, 2003).
a. Angiografi
Angiografi adalah tehnik pemberian zat kontras. Sedangkan angiografi koroner adalah
prosedur diagnostik dengan tehnik pemberian zat kontras ke arteri koroner yang
dilakukan untuk mendapatkan hasil / kelainan dari pembuluh darah arteri koroner baik
itu presentase, letak lumen, Jumlah kondisi dari penyemptan lumen, besar kecilnya
pembuluh darah, ada tidaknya kolateral dan fungsi ventrikel kiri.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, intark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
11
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang
mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan
e. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Doplera
Mengidentifikasi penyakit arteriovena & Sinar X Tengkorak : Menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal
H. Penatalaksanaan
1. Manajemen medis
Manajemen medis dari klien dengan stroke ditujukan pada diagnosis awal dan
identifikasi awal pada klien yang akan mendapatkan manfaat dari pengobatan
trombolisis tujuan lain adalah mempertahankan oksigen nasi cerebral pencegahan
komplikasi dan stroke berulang dan rehabilitasi
a). Identifikasi awal stroke
Faktor penting dalam intervensi dan pengobatan awal pada stroke adalah
identifikasi manifestasi stroke yang benar dan menentukan manifestasi awal
serangan.Oleh karena manifestasi bisa berbeda berdasarkan lokasi dan ukuran infark,
alat pengkajian standar seperti acute stroke quick screen dan National Institute of health
stroke scale dapat digunakan untuk mengidentifikasi dengan cepat sehingga klien bisa
mendapatkan manfaat dari terapi trombolisis.Pengkajian harus lengkap dan akurat
untuk memberikan data dasar untuk pengkajian selanjutnya.Penilaian kurang dari 5
dari skala angka 42 mengindikasikan stroke minor.Pengkajian awal pada klien dengan
stroke meliputi tingkat kesadaran, respon pupil terhadap cahaya, lapangan pandang,
pergerakan ekstremitas, refleks dan tanda-tanda vital. Ini seringkali dicatat dan dinilai
sebagai data tambahan dari informasi yang didapatkan pada pengkajian Selain itu jika
terdapat monitor untuk tekanan intracranial, nilai tekanan dan bentuk gelombang awal
harus dicatat. Riwayat yang lengkap mengenai masalah yang menyertai dan juga
12
riwayat kesehatan dan sosial terdahulu dapat memberikan data tentang penyebab stroke
(Black & Hawks, 2009).
b). Mempertahankan oksigenasi serebral
Perawatan klien dengan stroke termasuk di dalamnya adalah mempertahankan jalan
udara yang paten.Klien yang tidak sadar harus diberikan ke bagian yang terkena stroke
untuk meningkatkan penyaluran dari jalan napas.Kerah baju harus dilonggarkan untuk
memfasilitasi aliran balik vena.Kepala harus dielevasi tapi leher tidak boleh
tertekuk.Klien harus tetap dalam kondisi tenang dan bantuan personil gawat darurat
harus segera dihubungi.Pada saat pada saat klien berada di UGD jalan napas yang paten
tetap dipertahankan dan oksigen diberikan.Jika klien memperlihatkan usaha ventilasi
yang buruk, intubasi dan ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan untuk mencegah
hipoksia dan peningkatan iskemia serebral.EKG dilakukan untuk mengkaji adanya
gangguan pada jantung, seperti fibrilasi atrium yang bisa meningkatkan risiko
terjadinya stroke embolik.Tekanan darah juga harus diperiksa dan hipertensi bisa
diturunkan dengan vasodilator.Berhati-hatilah saat menangani tekanan darah, karena
menurunkan tekanan darah terlalu rendah bisa menurunkan tekanan perfusi serebral
dan meningkatkan iskemia serebral.Hasil tes laboratorium untuk hematologi, kimia,
dan koagulasi dibutuhkan untuk menyingkirkan kondisi yang mirip stroke dan untuk
mendeteksi gangguan perdarahan yang bisa meningkatkan risiko perdarahan selama
terapi trombolisis (Black & Hawks, 2009).
c). Memperbaiki aliran darah serebral
Klien dievaluasi sebagai kandidat untuk terapi trombolisis pada saat tidak terjadi
lagi perdarahan intraserebral.Tujuan dari terapi trombolisis adalah membuat kembali
saluran pada pembuluh darah yang tersumbat serta mengembalikan perfusi ke jaringan
otak yang iskemik.Agen trombolisis adalah aktivator plasminogen eksogenus yang bisa
melarutkan trombus atau embolus yang menyumbat aliran darah serebral. Klien yang
menerima activator rekombinasi jaringan plasminogen (rt-PA) dalam waktu 3 jam dari
waktu serangan awal stroke, maka sebesar 30% lebih mempunyai kesempatan untuk
terhindar dari kecacatan atau hanya menderita cacat minimal yang disebabkan oleh
stroke iskemik akut dan mengurangi risiko kematian. Pengobatan harus dilakukan
dengan segera setelah klien ditentukan untuk menjadi kandidat untuk rt-PA. Dosis
13
untuk untuk stroke iskemik akut adalah 0,9 mg/kg diberikan secara intravena selama 1
jam. 10% dari total dosis diberikan perbolus selama 1 menit sebelum memulai
pemberian dosis intravena. Durasi aksi pengobatan adalah sekitar 5 sampai 7 menit.
Setelah terapi trombolisis, client akan dimasukkan ke ruang ICU untuk monitor tekanan
darah status neurologis dan perdarahan yang lebih intensif. Rasio risiko-keuntungan
untuk penggunaan terapi trombolisis ini harus dipertimbangkan pada populasi client
tertentu. Keputusan untuk melanjutkan pemberian terapi ini atau tidak berfokus pada
beberapa factor, seperti usia klien, keinginan klien, adanya gangguan lain dan tingkat
keparahannya, keparahan stroke yang dialami, serta berapa lama waktu yang hilang
sejak terjadinya infark. Risiko terjadinya perdarahan intraserebral setelah rt-PA lebih
besar peluang yang terjadi pada klien yang memiliki tanda-tanda awal infark Mayor
pada CT Scan. Saat ini pengobatan untuk hampir semua klien dengan daerah infark
yang besar perdarahan intracerebral yang luas adalah perawatan dengan dukungan
(suportif care ). Diharapkan penelitian di masa yang akan datang dapat meningkatkan
hasil yang diharapkan pada klien dengan pengobatan ini (Black & Hawks, 2009).
d). Pencegahan komplikasi
Perdarahan Setelah pemberian rt-PA klien dimonitor untuk kompetensi
komplikasi dari rt-PA yang dapat meliputi dalam perdarahan intrakranial dan
perdarahan sistemik. Pada studi awal mengenai rt-PA pada stroke iskemik akut,
perdarahan intrakranial simptomatik terjadi pada 6,4% klien dalam waktu 36 jam
pertama setelah tindakan pengobatan. Perdarahan intrakranial menjadi penyebab
kematian lebih besar dari 50%. Semua perdarahan intrakranial yang fatal terjadi dalam
waktu 24 jam pertama setelah tindakan. Penyebaran gumpalan dari perdarahan
intrakranial bisa merusak jaringan otak.Tekanan dari gumpalan tersebut juga
mengganggu aliran darah dan menyebabkan iskemia tambahan.Peningkatan tekanan
intrakranial terjadi karena gumpalan darah memenuhi ruang dan sekeliling jaringan
edema iskemia, serta dapat mengarah kepada kondisi isi intrakranial berpindah
melewati garis tengah, kemungkinan terjadi hernia pada batang otak, dan kematian.
Untuk menurunkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial atau sistemik, pemberian
obat antikoagulan dan antiplatelet tidak direkomendasikan sampai 24 jam setelah
pemberian rt-PA. Penatalaksanaan dengan mengontrol ketat tekanan darah adalah satu14
satunya tindakan yang paling penting untuk mencegah perdarahan intrakranial setelah
trombolisis.Pemeriksaan tanda-tanda vital dan kronologis yang rutin merupakan hal
yang penting untuk mencegah hipertensi dan mendeteksi manifestasi perdarahan
intracranial.Hipertensi seringkali menyertai stroke iskemik akut. Oleh sebab itu
tekanan darah biasanya tidak akan ditindaklanjuti kecuali meningkat menjadi 185 per
105 mmHg. Lebih lanjut lagi, nilai tekanan arteri harus diturunkan tapi tidak melebihi
dari 10% dan diturunkan secara perlahan.Hal ini untuk menghindari terjadinya
hipoperfusi dan memper buruk iskemik cerebral. Perdarahan intrakranial harus
dicurigai jika klien memiliki keluhan yang baru seperti sakit kepala,mual, dan muntah,
atau perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba. Perdarahan intrakranial harus
diasumsikan dengan memburuknya fungsi neurologis yang akut sampai sumsum
tersebut dapat disingkirkan dengan pemindaiam CT Scan. Jika rt-PA masih sedang
diberikan infusitersebut harus dihentikan. Pemeriksaan darah lengkap, nilai koagulasi,
serta tipe dan silang-padan darah akan dilakukan. Jika pada pemeriksaan pemindaian
CT kepala ditemukan perdarahan intracranial, maka plasma beku segar dengan
fibrinogen atau cryopresipitat diberikan untuk memperbaiki koagulopati. Perdarahan
sistemik juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari RTP manifestasi klinis termasuk
seperti perubahan tingkat kesadaran takikardi hipotensi keringat dingin dan kulit
pucat.Terapi trombolisis bisa dihentikan bergantung pada bagian dan parahnya
perdarahan (Black & Hawks, 2009).
Edema serebral Peningkatan TIK adalah komplikasi potensial dari stroke iskemik
yang luas.Peningkatan TIK juga merupakan aplikasi potensial untuk perdarahan
intraserebral, baik merupakan kondisi utama maupun sekunder dari terapi
trombolisis.Manifestasi dari peningkatan TIK termasuk seperti perubahan tingkat
kesadaran, reflex hipertensi, dan perubahan neurologis yang memburuk. Monitor
secara invasif pada tekanan intrakranial dilakukan pada klien dengan penurunan tingkat
kesadaran yang memiliki kondisi beresiko tinggi mengalami peningkatan tekanan
intracranial. Semua klien dibandingkan dengan kepala ditinggikan 30° untuk
menurunkan tekanan intrakranial dan memfasilitasi aliran vena. Idealnya pada klien
dengan monitor tekanan intracranial, derajat ketinggian kepala didasarkan pada respon
tekanan intrakranial klien. Drainase ventriculostomy eksternal terkadang digunakan
15
untuk menurunkan tekanan akibat akumulasi cairan cerebrospinal. Lubang dibuat di
bagian tempurung kepala dan selang dimasukkan ke dalam ventrikel lateral untuk bisa
mengontrol drainase dari CSF. Tekanan darah dipantau dengan ketat. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kadar tekanan darah yang cukup rendah untuk mencegah
terjadinya stroke lain atau perdarahan tanpa menurunkan perfusi serebral. Klien
mungkin tetap membutuhkan ventilasi mekanis dan hiperventilasi untuk menurunkan
TIK.Manitol semacam diuerik osmotic, membantu dalam menurunkan peningkatan
TIK.Tindakan pembedahan untuk mengeluarkan hematoma intraserebral mungkin
dilakukan. Peningkatan TIK, herniasi pusat, dan pendarahan pada batang otak dapat
menyebabkan kematian karena penekanan pada pusat vital di medulla, yaitu kegagalan
batang otak (Black & Hawks, 2009).
Kontrol gula darah Hiperglikemia berat dapat mengarah kepada hasil yang
diharapkan buruk dan menurunkan fungsi pada otak selama trombolisis.bahkan pada
klien non-diabetic tidak boleh diberikan glukosa cairan intravena secara
berlebihan(Black & Hawks, 2009).
Stroke berulang Kejadian stroke berulang dalam 4 minggu pertama setelah stroke
iskemik akut berkisar antara 0,6% sampai 2,2% per minggu. Risiko antikoagulasi
termasuk perdarahan intracranial, perdarahan sistemik, dan kematian.Oleh sebab itu
penggunaan heparin pada semua klien dengan stroke iskemik akut secara umum tidak
lagi direkomendasikan.Heparin diindikasikan untuk mencegah stroke berulang pada
client yang berisiko emboli kardiogenik.pada awalnya heparin yang tidak terfraksinasi
diberikan secara IV dengan dosis berdasarkan berat badan klien dan kemudian
warfarin diberikan secara oral. Heparin intravena diberikan dengan infus untuk
pemberian yang akurat tanaman merupakan hal yang penting untuk mendeteksi
adanya antikoagulasi yang berlebihan yang bisa meningkatkan risiko perdarahan.
Aktivasi Aptt (activated partial thromboplastin) harus 1,5 sampai 2,5 kali kontrol agar
antikoagulasi menjadi efektif. Setelah tingkat antikoagulasi terapetik dicapai dengan
terapi heparin, pemberian warfarin dimulai.Oleh karena warfarin memiliki durasi aksi
obat yang lama, dokter melakukan terapi warfarin ketika kalian masih menerima
intravena heparin. Pada saat kalian sudah mendapatkan respon terapetik dari heparin,
dalam waktu 24 sampai 48 jam, dokter akan menghentikan heparin, dan melanjutkan
16
terapi warfarin. Rasio terapetik dari international normalized ratio (INR) untuk
profilaksis terhadap embolisasi kardiogenik adalah 2,0 sampai 3,0. Klien yang
menerima terapi antikoagulasi harus dikaji akan adanya lebam, hematuria, darah pada
feses, perdarahan pada membran mucus, dan serangan baru sakit kepala atau sakit
kepala memburuk. Risiko jangka panjang dari stroke berulang adalah 4% sampai 14%
pertahun.Agen antiplatelet termasuk aspirin, ticlopidine, pemberian dipiridamol, dan
aspirin yang diperpanjang, serta clopidogrel, menurunkan risiko stroke sekunder.Agen
antiplatelet menghambat fungsi platelet atau trombosit untuk menurunkan risiko
pembentukan thrombus (Black & Hawks, 2009).
Aspirasi. Klien dengan stroke akan beresiko mengalami aspirasi pneumonia yang
merupakan penyebab langsung kematian pada 6% klien setelah stroke. Aspirasi paling
sering terjadi pada periode awal dan dihubungkan dengan hilangnya sensasi faringeal,
hilangnya kontrol orifaringeal, dan penurunan tingkat kesadaran.Pemberian makanan
dan minuman secara oral biasanya ditunda sampai 24 hingga 48 jam.Pemberian
makanan melalui mulut harus dilakukan secara hati-hati.Periksa refleks muntah untuk
memastikan apakah klien dapat menelan cairan hentikan.Pemberian makanan jika
terdapat tanda aspirasi. Jika klien tidak dapat makan dan minum setelah 48 jam,
lakukan pemberian makan atau minum dengan cara alternatif misalnya dengan selang
makanan atau melakukan IV hiperalimentasi. Pada saat mekanisme menelan sudah
kembali normal klien dapat diberi makan secara oral.Program pemberian makan yang
bertahap pada klien dengan disfagia bergantung pada tingkatan kemampuan menelan
dari klien tersebut (Black & Hawks, 2009).
I. Asuhan Keperawatan
Askep Kegawatdaruratan Sistem Neurologi : Stroke/CVA
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Kaji identitas pasien meliputi nama/ inisial pasien, umur, agama, alamat, pendidikan,
keluhan utama, keluhan penyakit saat ini, riwayat penyakit terdahulu.
2. Pengkajian Primer
a. Airway : kaji jalan nafas untuk menilai apakah jalan nafas paten atau mengalami
obstruksi total atau parsial sambil mempertahankan tulang sevikal. Kaji apakah ada
17
vokalisasi, muncul suara ngorok/stridor, apakah ada seckret, darah atau muntahan,
apakah ada benda asing.
b. Breathing : inspeksi dada klien (jumlah, ritme dan pernapasan, kesimetrisan
pengembangan dada, jejas/kerusakan kulit, retraksi intercostalis), palpasi dada
(apakah ada nyeri tekan, apakah ada penurunan ekspansi paru), auskultasi bunyi nafas
(normal atau vesikuler menurun, apakah ada suara nafas tambahan seperti
ronchi/weezing), perkusi dada (apakah sonor, hipersonor, timpani, pekak atau
dullnes)
c. Circulation : tekanan darah, jumlah nadi, keadaan akral (dingin/hangat), sianosis,
bendungan vena jugularis.
d. Disability : menilai adanya kelumpuhan/kelemahan akibat stroke, menilai kesadaran
pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
e. Exposure : kontrol lingkungan, menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa adanya
cedera atau injury pada tubuh pasien
3. Pengkajian Sekunder
a. Alergi : apakah pasien alergi terhadap obat, makanan, minuman dan debu.
b. Medikasi : pengobatan penyakit stroke yang dijalani dan obat-obatan yang
dikonsumsi.
c. Pastilness : riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa,
penggunaan obat-obay herbal.
d. Lastmeal : obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian.
e. Environment : hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera..
4. Program terapi
Yaitu treatment yang sedang dijalani misalnya terapi oksigen, infus RL,
pemasangan NGT dan DC pada pasien, pemeriksaan GDS, pemeriksaan EKG
(Mufattichah, 2012).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Setelah ABC dinilai, CT Scan dan MRI harus menjadi prioritas pertama untuk pasien
dengan defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba. CT Scan untuk menentukan apakah
ada perdarahan otak dan menentukan manajemen yang tepat. Lakukan uji laboratorium
18
seperti gula darah, serum elektrolit dan tes fungsi ginjal. Hitung darah lengkap, termasuk
jumlah trombosit (Kurniati et al., 2013).
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 2000) adalah :
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralısis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/
kejang otot).
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme malformasi vaskuler,
frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
3. Integritas Ego
Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan
untuk mengekspresikan diri
4. Elimnasi
Gejala penubahan pola berkemih
Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif
5. Makanan/ Cairan
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasipada
lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam
darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, kelemahan Kesemutan, hilangnya rangsangsensorik kontralateral
pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
19
Tanda: status mentall tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi
pupil tidak sama, kekakuan, kejang
7. Kenyamanan / Nyeri
Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil. gelisah, ketegangan pada otot
8. Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi tempat
tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin,
kesulitan dalam menelan. gangguan dalam memutuskan.
9. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
B. Identifikasi Awal Pre Hospital
Identifikasi dan deteksi yang cepat, tepat serta akurat terhadap serangan stroke yang terjadi
di luar rumah sakit, baik dilakukan oleh pasien maupun keluarga pasien berpengaruh positif
terhadap keberhasilan program terapi dan pengobatan, sebaliknya keterlambatan penanganan
menyebabkan kerusakan otak yang lebih luas dan juga meningkatkan risiko kematian (Zhelev
et al, 2019 dalam (Kustanti & Widyarani, 2020)).
Prehospital stroke scales merupakan metode early warning sign bagi komunitas risiko
tinggi yang merupakan konsep utama dalam chain of survivals pasien stroke. Metode ini dapat
diajarkan kepada pasien maupun keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat pasien
atau individu dengan risiko tinggi, sekaligus sebagai upaya pemberdayaan keluarga dalam
mengenali tanda dan gejala serangan stroke secara dini pada lingkup prehospital (Amila et al.,
2018 dalam (Kustanti & Widyarani, 2020)).
1. Cincinnati Pre-Hospital Stroke Scale (CPSS)
CPSS merupakan screening tools stroke dengan tingkat sensitivitas lebih dari 80%, mudah
dan sederhana serta dapat diajarkan dan dilatihkan kepada masyarakat awam. Pelatihan dan
pendampingan aplikasi CPSS bagi masyarakat awam terutama komunitas risiko tinggi,
berdampak positif, baik bagi penderita maupun bagi perawat sebagai petugas kesehatan.
20
Peran perawat sebagai petugas kesehatan yang banyak terlibat pada penanganan
prehospital akan lebih efektif, efisien dan optimal dengan adanya masyarakat yang terlatih
ini sehingga penanganan juga dapat diberikan sesuai dengan golden time, tidak terlambat
dan keberhasilan program terapi serta pengobatan dapat optimal sehingga angka morbiditas
dan mortalitas pasien stroke dalam diminimalkan.
Cincinnati Prehospital Stroke Scale
Normal
Facial droop (minta pasien untuk Kedua
tersenyum
atau
Abnormal
sisi
wajah Salah satu sisi wajah
menunjukkan bergerak
giginya.
secara tidak bergerak sebaik
bersamaan.
sisi wajah satunya.
Arm drift (minta pasien untuk Kedua tangan bergerak Satu
menutup mata dan menahan kedua bersamaan
atau
tangan
tidak
tidak bergerak atau terjatuh
tangannya lurus kedepan selama 10 sama sekali.
ke bawah.
detik.
Abnormal speech (minta pasien Pasien
untuk mengucapkan sebuah kalimat, mengucapkan
misal : ‘saya senang berolahraga’)
mampu Pasien tidak mampu
kata-kata bicara,
tanpa terbata.
salah
mengucapkan
kata,
atau terbata-bata.
2. Face Arm Speech Time (FAST)
FAST merupakan screening tools stroke dengan tingkat sensitivitas lebih dari 80%, mudah
dan sederhana serta dapat diajarkan dan dilatihkan kepada masyarakat awam. Deteksi dini
didasarkan pada ada/tidaknya kelumpuhan salah satu sisi wajah, ada/tidaknya kesulitan
berbicara, dan ada/tidaknya kelemahan anggota gerak tubuh. FAST dapat dikampanyekan,
disebarluaskan dan diajarkan kepada populasi berisiko tinggi sebagai upaya membekali
populasi tersebut tentang deteksi dini stroke sehingga populasi tersebut mempunyai
pengetahuan dan kesadaran yang baik (Hickey et al., 2018 dalam (Kustanti & Widyarani,
2020)).
Ya
21
Tidak
Penilaian kelemahan wajah dinilai Jika dijumpai senyum Jika simetris
dengan meminta pasien senyum atau atau
menunjukkan gigi
mimik
tidak
simetris
Penilaian kelemahan lengan dengan Jika terdapat salah satu Jika
meminta pasien mengangkat lengan lengan
jatuh
berarti mengangkat
90˚ jika pada posisi duduk atau 45˚ jika terdapat kelemahan
pada
posisi
tidur,
posisi
mampu
lengan.
ini
dipertahankan selama 5 detik dan
amati apakah terdapat salah satu
lengan yang jatuh.
Gangguan
bicara
dinilai
dengan Bicara telat atau lemah Jika
melibatkan pasien dalam percakapan, saat
amati
apakah
terdapat
tidak
ada
mengulangi gangguan
kesulitan kalimat.
menemukan kata, suara sengau, atau
celat. Pemeriksaan dapat dikonfirmasi
dengan menanyakan nama benda
umum kepada pasien, jika terdapat
gangguan pandangan yang berat dapat
ditentukan dengan meletakkan benda
yang umumnya dikenal pasien dan
meminta pasien menyebutkan nama
benda tersebut
3. Los Angeles Pre-Hospital Stroke Screen (LAPSS)
LAPSS merupakan screening tools yang akurat dalam mendeteksi secara dini ada/tidaknya
manifestasi klinis stroke pada seseorang. LAPSS dapat disosialisasikan dan diajarkan
kepada masyarakat awam melalui pelatihan dan pendampingan berupa simulasi deteksi
dini serangan stroke, dengan media modul pembelajaran dilengkapi alat yang mendukung
pembelajaran. Simulasi ini diberikan dengan skenario pasien yang mengalami serangan
stroke, salah satunya yaitu sensasi lumpuh sebagian akibat serangan stroke disimulasikan
dengan alat hemiparesis simulator. LAPSS mempunyai tingkat sensitivitas 78,44% sebagai
22
screening tools stroke. Deteksi dini tersebut didasarkan pada ada/tidaknya kesulitan
berbicara, ada/tidaknya kelemahan anggota gerak tubuh, ada/tidaknya paralisis salah satu
sisi wajah (Kustanti & Widyarani, 2020).
Loss Angeles Prehospital Sroke Screen (LAPSS)
Kriteria Skrining :

Umur > 45 tahun

Tidak ada riwayat kejang

Onset baru (jangka 24 jam lalu) gejala neurologis

Pasien dapat berjalan (sebelum serangan)

Glukosa serum 60 – 400
Pemeriksaan : perhatikan adanya asimetri
Wajah tersenyum atau Normal
Kanan
Kiri
Kanan lemah
Kiri lemah
meringis
Menggenggam
Normal
Kanan
Kelemahan lengan
Normal
tak
mampu Kiri
tak
memegang
memegang
Kanan lunglai
Kiri lunglai
mampu
Kanan langsung terjatuh Kiri langsung terjatuh
Menurut (Ginting, 2016), Skala LAPSS adalah skala yang digunakan untuk identifikasi
stroke yang terdiri dari beberapa komponen penilaian dan terdapat kolom ya dan kolom
tidak untuk tiap komponen penilaian. Komponen penilaian terdiri dari:
a. Anamnesis : umur > 45 tahun, tidak ada riwayat kejang, durasi gejalanya < 24 jam, dan
tidak ada riwayat lumpuh sebelumnya, bila benar dijumpai ditandai di kolom ya, jika
tidak sesuai ditandai di kolom tidak. Jika keseluruhan sesuai dengan kriteria dilanjutkan
ke penilaian berikutnya.
b. Komponen kadar gula darah antara 60-400, jika sesuai ditandai dikolom ya, penilaian
dilanjutkan ke komponen penilaian berikutnya. Jika tidak sesuai ditandai dikolom tidak
dan berarti penilaian menunjukkan non stroke.
c. Pemeriksaan fisik : mimik / wajah saat senyum, kelemahan genggaman, dan kekuatan
lengan yang bersifat unilateral. Bila sesuai ditandai di kolom ya.
23
Seluruh komponen penilaian ditandai di kolom ya sesuai dengan identifikasi stroke.
Jika tidak sesuai dengan kriteria komponen penilaian (terdapat tanda di kolom tidak) sesuai
dengan identifikasi pasien non stroke.
4. Recognition Of Stroke in Emergency Room
Skala ROSIER adalah skala diagnostik stroke secara klinis yang simpel, sensitif, spesifik,
dan cocok digunakan di IGD. Skala ROSIER bertujuan untuk tujuan identifikasi, selain itu
bertujuan mengurangi merujuk kasus bukan stroke ke tim stroke, identifikasi pasien stroke
akut yang akurat juga bermanfaat agar pasien non stroke dapat segera dirujuk ke spesialis
yang relevan dengan diagnosisnya untuk mendapatkan penanganan yang cepat dan akurat
(Nor dkk, 2005 dalam (Ginting, 2016)).
Skala ROSIER ini terdiri dari 7 elemen penilaian secara keseluruhan, jika total skor ≥ 1
dicurigai stroke atau TIA sedangkan skor ≤ 0 bukan stroke (Ginting, 2016).
Komponen Penilaian
Bila dijumpai
1. Kelemahan pada wajah satu sisi yaitu wajah +1
Tidak dijumpai
0
terlihat asimetris atau ketika senyum /
menunjukkan gigi terlihat asimetris
2. Kelemahan lengan satu sisi
+1
0
3. Kelemahan pada tungkai satu sisi, dinilai +1
0
dengan melihat tungkai yang lebih lunglai
atau pasien diminta mengangkat kedua
tungkai lurus 45° pada posisi tidur, tungkai
yang jatuh mengalami kelemahan.
4. Gangguan berbicara (celat atau lemah saat +1
0
mengulangi kalimat)
5. Gangguan lapangan pandang
+1
0
6. Penurunan kesadaran atau syncope
-1
0
7. Kejang
-1
0
Keseluruhan nilai komponen penilaian dijumlahkan, jika total nilai ≥1 pasien diidentifikasi
sebagai stroke. Untuk komponen penilaian yang tidak dapat / sulit dinilai, tidak diberi nilai
dan diberi keterangan di bagian penjelasan alasan tidak dapat dinilai.
24
J. Analisa Data
NO
Diagnosa Keperawatan
Batasan Krakteristik
1
Ketidakefektifan pola nafas
(D.00032)
Objektif:
- Pola napas abnorma;
- Perubahan ekskursi
dada
- Bradipnea
- Penurunan tekanan
ekspirasi
- Penurunan tekanan
inspirasi
- Penurunan ventilasi
semenit
- Penurunan kapasitas
vital
- Dispnea
- Pernapasan cuping
hidung
- Fase
ekspirasi
memanjang
- Pernapasan bibir
- Takipnea
- Penggunaan
oto
bantu pernapasan
2
Penurunan kapasitas adaktif
intrakranial
(D.00049)
-
-
-
Tekanan intrakranial
(TIK) dasar ≥10
mmHg
Peningkatan
Tekanan intrakranial
(TIK)
tidak
proporsional setelah
terjadi stimulus
Kenaikan
bentuk
gelombang
tidal
wave
intracranial
pressure (P2 TIK)
Peningkatan
Tekanan intrakranial
(TIK) ≥10 mmHg
secara
berulang
selama ≥5 menit
setela
adanya
25
Faktor Resiko
-
3
Nyeri akut
(D.00132)
-
-
4
berbagai
stimulus
eksternal
Bentuk gelombang
tekanan intrakranial
(TIK) menunjukkan
amplitudo
yang
tinggi
Bukti nyeri dengan
menggunakan
standar
daftra
periksa nyeri untuk
pasien yang tidak
dapat
menggunakannya
Ekspresi wajah nyeri
Fokus menyempit
Sikap
melindungi
wajah nyeri
Keluhan
tentang
karakteristik nyeri
menggunakan
standar
instrumen
nyeri
Resiko aspirasi
(D,00039)
1. Hambatan
untuk
mengangkat bagian
atas tubuh
2. Penurunan motilitas
gastrointestinal
3. Batuk tidak efektif
4. Kkurang pengetahuan
tentang faktor yang
dapat diubah
DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penekanan saluran napas dan penurunan
kesadaran
2. Penurunan kapasitas adiktif intralranial berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Nyeri akut berhubungan dengan cedera pada pembuluh darah otak
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran dan hilangnya kontrol
orofaringeal.
K.
Diagnosa Keperawatan
26
Diagnosis
Keperawatan
Ketidakefektifan
Pola Napas b.d
penekanan saluran
Luaran Keperawatan
Status Pernafasan
Intervensi Keperawatan
Manajemen Jalan Nafas
- Frekuensi pernafasan
dalam kisaran normal
- Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau
nafas dan penurunan
- Kepatenan jalan nafas
tidak ada dan adanya suara
kesadaran
- Tidak ada gangguan
tambahan
- Monitor status pernafasan dan
kesadaran
- Tidak ada suara nafas
tambahan
oksigenasi sebagaimana
mestinya
- Buka jalan nafas dengan teknik
chin lift atau jaw thrust
sebagaimana mestinya
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Masukkan alat nasopharyngeal
airway (NPA), oropharyngeal
airway (OPA), sebagaimana
mestinya
- Motivasi pasien untuk bernafas
pelan, dalam, berputar dan batuk
Monitor Pernafasan
- Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
- Monitor pola nafas
- Posisikan pasien miring ke
samping, sesuai indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan
teknik log roll, jika pasien
27
dicurigai mengalamami cedera
leher
- Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan
Penurunan Kapasitas
Perfusi jaringan: Serebral
Monitor tekanan intrakranial
Adaptif Intrakranial
- Aliran darah melalui
(TIK)
b.d peningkatan TIK
pembuluh darah
- Monitor tekanan aliran darah
cerebral dalam kisaran
otak
- Monitor status neurologis
normal
- Tekanan intrakranial
dalam kisaran normal
- Refleks saraf tidak
- Sesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi
serebral
- Jaga tekanan arteri sistematik
terganggu
dalam jangkauan tertentu
- Berikan agen farmakologis untuk
mempertahankan TIK dalam
jangkauan tertentu
Manajemen edema Serebral
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor status pernapasan;
frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan
- Monitor TIK pasien dan respon
neurologi terhadap aktivitas
perawatan
- Hindari fleksi leher atau fleksi
ekstrem pada lutut/panggul
- Posisikan tinggi kepala tempat
tidur 30 derajat atau lebih
28
- Sesuaikan pengaturan ventilator
untuk menjaga PaCO2 pada level
yang diresepkan
Nyeri Akut b.d
Tingkat nyeri
Manajemen nyeri
cedera pada
- Tidak ada nyeri yang
- Lakukan pengkajian nyeri
pembuluh darah otak
dilaporkan
komprehensif yang meliputi
- Tidak ada ekspresi
nyeri
lokasi, karakteristik, frekuensi,
kualitas, intensitas dan beratnya
- Panjangnya episode
nyeri
- Pilih dan implementasikan
nyeri tidak lama
tindakan yang beragam (misalnya,
farmakologi, nonfarmkologi)
untuk memfasilitasi penurunan
nyeri
- Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (seperti,
hypnosis, relaksasi, terapi musik,
terapi aktivitas, akupressur, dll,
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat dan bersamaan dengan
tindakan penurun rasa nyeri
lainnya)
- Gunakan tindakan pengontrol
nyeri sebelum nyeri bertambah
berat
- Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan
analgesik
- Pastikan pemberian analgesik dan
atau strategi nonfarmakologi
29
sebelum dilakukan prosedur yang
menimbulkan nyeri
Risiko Aspirasi b.d
penurunan tingkat
Kontrol Risiko
- Memonitor faktor
- Monitor tingkat kesadaran ,reflek
resiko individu
batuk, gag reflek, kemampuan
kesadaran dan
hilangnya kontrol
Pencegahan Aspirasi
- Mengembangkan
orofaringeal
strategi yang efektif
dalam mengontrol
menelan
- Pertahankan kepatenan jalan
nafas
- Monitor status pernafasan
resiko
- Menghindari paparan
ancaman kesehatan
- Monitor kebutuhan perawatan
terhadap saluran cerna
- Jaga kepala tempat tidur
ditinggikan 30 sampai 45 setelah
pemberian makan
- Jaga peralatan suksion tetap
tersedia
L. Evidance Based Practice syok
Judul Jurnal
: Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
Judul Penelitian
: Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan Penurunan
Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan
Penulis
: Abdul Kadir Hasan
Tahun
: 2018
Pada Penelitian (Hasan, 2018) bahwa perencanaan inovasinya pada masalah keperawatan
perfusi jaringan serebral tidak efektif yang sangat besar kemungkinan akan terganggu dan
diharapkan dengan perawatan menggunakan posisi evelasi kepala dengan oksigenasi sehingga
nilai saturasi oksigen normal (90%-100%). Evelasi kepala berdasarkan pada respon fisiologis
merupakan perubahan posisi untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan mencegah terjadinya
peningkatan TIK. Peningkatan tekanan intra kranial adalah komplikasi serius karena penekatan
pada pusat-pusat vital di dalam otak (Herniasi) dan dapat mengakibatkan kematian sel otak.
30
Elevasi kepala tidak boleh lebih dari 30 o dengan rasional pencegahan meningkatkan risiko
penurunan tekanan perfusi serebral dan dapat memperburuk iskemia serebral jika terdapat
vasopesme. Posisi elevasi merupakan tindakan keperawatan tradisional/konvesional, pemberian
posisi elevasi kepala 30 o adalah suatu bentuk intervensi keperawatan dalam yang rutin dilakukan
pada pasien cedera, strok dengan hipertensi Intrakranial.
Pada kasus klien strok hemoragik terjadi hipoksia/hiperkarbi yaitu penurunan pemasukan
oksigen kejaringan sampai dibawah tingkat fisiologi meskipun perfusi jaringan oleh darah
memadahi, hal ini terjadi akibat berkurangnya tekanan oksigen di udara. hipoksia/ hiperkarbi
menyebabkan fasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intracranial
yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan system saraf pusat, bila di sertai hipoksemia
keadaan makin buruk. Penekanan system saraf pusat akan menurunkan pentilasi. Hal ini harus
diatasi segera dengan memberikan pentilasi dan oksigenasi.
Referensi
Hasan, A. K. (2018). Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan Penurunan
Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragic Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi 30 o
Abdul. Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, 9, 229–241.
31
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis
yang disebakan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian dari otak. Dua jenis stroke
yang utama adalah iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya
penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena thrombosis
(penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh darah) atau embolik
(pecahan gumpalan darah/udara/benda asing yang berada dalam pembuluh darah sehingga
dapat menyumbat pembuluh darah otak) ke bagian otak.Perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang subarachnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah total stroke
iskemik sekitar 83% dari seluruh kasus stroke. Sisanya 17% adalah stroke hemoragik
(Black & Hawks, 2009). Adapun diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien stroke yaitu nyeri Akut b.d Peningkatan Intrakranial, risiko ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Otak b.d Penurunan suplai darah & O2 ke Otak, Hambatan Mobilitas Fisik b.d
Penurunan Fungsi Motorik dan anggota gerak muskulosketal, Hambatan Komunikasi
Verbal b.d Disatria, dan Gangguan Menelan b.d Disfagia
B. Saran
1. Diharapkan bagi institusi dapat menyediakan sumber-sumber buku maupun jurnal
untuk mendukung penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa.
2. Diharapkan pembaca lebih memahami tentang Asuhan keperawatan kegawatdaruratan
sistem neurologi (stroke/CVA).
32
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito. Tention Type Headache.CDK -214/vol.41 No.3.2014a
Aulia, S., & dkk. (2016). Modul Problem Based Learning Nyeri Kepala. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia
Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia
Capernito. 2003. Buku saku Diagnosis Keperawatan (Handbook of Nursing Diagnosis). Edisi 10.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Dewanto, George. 2007. Panduan Praktik Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Syaraf. Jakarta:
EGC
Dinata, C. A., Syafrita, Y., & Sastri, S. (2013). Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada
Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1
Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2), 57-61.
Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan Perawatan
Pasien.Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa. EGC: Jakarta
Ginting, S. L. B. (2016). Perbedaan Tingkat Akurasi Skala Face Arm Speech Test, Skala Los
Angeles Pre-Hospital Stroke Screen, dan Skala Recognition of Stroke in the Emergency
Room dalam Mengidentifikasi Pasien Stroke di Instalasi Gawat Darurat. Tesis : Program
Magister Kedokteran Klinik Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Harsono.(2002). Penyakit stroke. Jakarta: Hipokrates
Herdman, T. H. (2018). NANDA-1 Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC
Junaidi, I. (2011). Stroke, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDIs
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, S. I. M. (2013). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
Sheehy. Singapore : Elsevier.
Kustanti, C., & Widyarani, L. (2020). Implementasi Prehospital Stroke Scale sebagai Screening
33
Tools Serangan Stroke bagi Komunitas Risiko Tinggi. Fundamental and Management
Nursing Journal, 3(2), 46–52.
MacGregor EA. Prevention and treatment of menstrual migraine.Drugs. 2010 Oct
1;70(14):1799-818. doi: 10.2165/11538090-000000000-00000. PMID: 20836574.
Mufattichah, F. U. (2012). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien Ny. G dengan Stroke
Hemoragik di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen. Program Profesi Ners Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Smeltzer & Bare.20O2. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol
3.Jakarta: EGC
Wartonah, Tarwono. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:
Sagung Seto
34
Download