Uploaded by User94552

LP Halusinasi v

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan
persepsi
maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,
rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif
 Pikiran logis
Respon maladaptif
 Kadang-kadang

Waham
 Persepsi akurat
proses pikir

Halusinasi
 Emosi konsisten
terganggu (distorsi

Sulit berespons
pikiran

Perilaku
dengan
pengalaman
 Ilusi
 Perilaku sesuai
 Menarik diri
 Hubungan sosial
 Reaksi emosi >/<
harmonis
disorganisasi

 Perilaku tidak biasa
D. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Isolasi sosial
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,pergerakan mata cepat, diam,
asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi (Stuart & Sudden, 1998)
Jenis halusinasi
Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran
Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar
disuruh
perkataan bahwa pasien
untuk
melakukan
sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
Penglihatan
Stimulus penglihatan dalam kilatan
cahaya,
gambar
giometris,
gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.
Membau bau-bau seperti bau darah,
Penciuman
urine, fases umumnya baubau yang
tidak
menyenangkan.
penciuman
biasanya
Halusinasi
sering
akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.
Merasa mengecap rasa seperti rasa
Pengecapan
darah, urine, fases.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
kanestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah
divera
(arteri),
pencernaan
pergerakan
sementara
makanan.
Merasakan
Kinestetik
berdiri tanpa bergerak
F. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
2) Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3) Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4) Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain, yaitu (Residen bagian Psikiatri UCLA, 1990):
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan antipsikosis.
KELAS KIMIA
NAMA GENERIK
DOSIS HARIAN
(DAGANG)
Fenotiazin
Asetofenazin (Tidal)
60 - 120 mg
Klopromazin (Thorazine)
30 - 800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti)
1 - 40 mg
Mesoridazin (Serentil)
30 - 400 mg
Perfenazin (Trilafon)
12 - 64 mg
Proklorperazin (Compazine)
15 - 150 mg
Promazin (Sparine)
40 - 1200 mg
Tiodazin (Mellaril)
150 - 800 mg
Trifluoperazin (Stelazine)
Tioksanten
2 - 40 mg
Trifluopromazine (Vesprin)
60 - 150 mg
Kloprotiksen (Tarctan)
75 - 600 mg
Tiotiksen (Navane)
8 - 30 mg
Butirofenon
Haloperidol (Haldol)
1 - 100 mg
Dibenzondiazepin
Klozapin (Clorazil)
300 - 900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane)
20 - 150 mg
Dihidroindolon
15 - 225 mg
Molindone (Moban)
2) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)
3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
H. Pathway (Keliat, 2005)
Akibat
Core Problem
Resiko perilaku mencederai diri sendiri
Halusinasi pendengaran dan penglihatan
Isolasi sosial
Penyebab
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
kronis
I. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji
1) Mengkaji Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70%
halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau
suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecap,
perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan
mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang
dialami oleh pasien.
2) Mengkaji Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa
yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
3) Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus
pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan
untuk
pencegahan
terjadinya
halusinasi.
Informasi
ini
penting
untuk
mengidentifikasi pencetus
Data Subjektif
a. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suarasuara atau melihat bayangan)
b. Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti
bicara seolah-olah mendengar sesuatu
d. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f. Gerakan mata yang cepat
g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk
yang komplek)
J. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencedrai diri b.d halusinasi pendengaran
2) Gangguan persepsi sensori b.d menarik diri
3) Isolasi social: menarik diri b.d harga diri rendah kronis
K. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Halusinasi
Pasien
SP I
1. Mengidentifikasi jenis
halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi
halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien cara kontrol
Keluarga
SP I
1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda
dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien halusinasi
halusinasi dengan menghardik
8. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP II
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan berbincang
dengan orang lain
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP III
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan kegiatan
(yang biasa dilakukan pasien).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol
halusinasi dengan teratur
minum obat (prinsip 5 benar
minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP II
1. Melatih keluarga mempraktekkan
cara merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
halusinasi
SP III
1. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2.
Jakarta. EGC.
Maramis W. F.1998. Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC
Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA: Mosby
Company.
Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Jakarta : EGC.
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.
Download